bab ii tinjauan pustaka a. kepuasan kerja 1. definisi
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepuasan Kerja
1. Definisi Kepuasan Kerja
Terdapat berbagai macam pengertian tentang kepuasan
kerja. Istilah “kepuasan” merujuk pada sikap umum seorang
individu terhadap pekerjaannya (Sutrisno, 2017). Kepuasan kerja
dideskripsikan sebagai perasaan positif terhadap pekerjaan, yang
merupakan hasil evaluasi dari setiap karakteristik pekerjaan.
Seseorang yang memiliki tingkat kepuasan kerja tinggi memiliki
perasaan positif terhadap pekerjaannya, begitu juga sebaliknya
seseorang yang memiliki tingkat kepuasan kerja yang rendah
memiliki perasaan negative terhadap pekerjaannya (Robbins &
Judge, 2012). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sutrisno
(2017), seseorang yang memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi
menunjukkan sikap positif pada pekerjaanya.
Spector (1997) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja
menurut Hasibuan (2010) adalah sikap emosional yang
menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Tunjungsari (2011)
berpendapat kepuasan kerja penting karena karyawan dalam
sebuah perusahaan merupakan faktor yang paling dominan
mennetukan berhasil atau tidaknya kegiatan organisasi.
Kepuasan kerja menurut Hantula (2015) adalah tanggung
jawab pemimpin untuk mempertahankan karyawan dan
organisasinya. Tanggung jawab yang dimaksut adalah menciptakan
organisasi yang secara psikologis memuaskan karyawannya.
Yanchus, dkk (2015) mendefiniskan kepuasan kerja sebagai sikap
positif maupun negatif seseorang terhadap pekerjaannya. Pada
hakikatnya, kepuasan kerja merupakan perasaan senang atau tidak
senang pekerja dalam memandang dan menjalankan pekerjaanya
(Sutrisno, 2017).
Berdasarkan beberapa definisi yang telah disebutkan diatas,
maka dapat diambil kesimpulan kepuasan kerja adalah sikap positif
maupun negatif dan perasaan senang atau tidak senang seseorang
terhadap pekerjaannya.
2. Aspek-aspek Kepuasan Kerja
Spector (1985) membagi kepuasan kerja menjadi 9 aspek yaitu:
a. Gaji (Pay)
Gaji atau upah adalah bayaran yang diterima oleh karyawan
sebagai imbalan terhadap apa yang sudah dikerjakan pada
perusahaan.
b. Promosi (Promotion)
Promosi adalah kesempatan untuk meningkatkan jabatan
karyawan yang diberikan oleh perusahaan.
c. Supervisi (Supervision)
Atasan atau kepemimpinan merupakan dukungan dari
atasan dalam pekerjaan seperti pengawasan langsung
terhadap kompetensi atau memberikan bantuan teknis terkait
penugasan yang diberikan.
d. Tunjangan (Benefit)
Tunjangan adalah penghargaan yang diberikan oleh
perusahaan kepada karyawan
e. Penghargaan (Contingent Reward)
Apresiasi atau penghargaan yang diberikan baik materi
maupun non materi atas kinerja maksimal. Penghargaan
tersebut sebagai bentuk pengakuan, penghormatan dan
kepedulian terhadap kinerja karyawan.
f. Peraturan dan Prosedur Kerja (Operating Procedure)
Peraturan dan prosedur kerja mencakup hal-hal yang
berhubungan dengan prosedur, peraturan dan kebijakan yang
telah ditetapkan perusahaan untuk karyawan.
g. Rekan Kerja (Co-Work)
Rekan kerja adalah sekelompok orang yang berada dalam
satu perusahaan. Aspek ini mengacu pada hubungan kerja
sama pada rekan kerja yang memiliki semangat, kompetensi
dan mampu bekerja bersama-sama.
h. Sifat Pekrjaan (Nature of Work)
Sifat pekerjaan adalah sejauh mana pekerjaan itu tidak
bertentangan dengan hati nurani. Dimana pekerjaan yang
dilakukan dapat dinikmati atau bisa jadi tidak dapat dinikmati.
i. Komunikasi (Communication)
Aspek ini berhubungan dengan komunikasi yang
berlangsung dalam perusahaan. Dengan komunikasi yang
lancar, karyawan menjadi lebih paham akan tugas-tugas,
kewajiban-kewajiban, dan segala sesuatu yang terjadi didalam
perusahaan.
Sedangkan aspek-aspek kepuasan kerja menurut Tasios dan
Giannouli (2017) yaitu:
a. Sifat Pekerjaan (Work)
Sifat pekerjaan adalah sejauh mana pekerjaan itu tidak
bertentangan dengan hati nurani. Dimana pekerjaan yang
dilakukan dapat dinikmati atau bisa jadi tidak dapat dinikmati
b. Gaji (Pay)
Upah adalah bayaran yang diterima oleh karyawan sebagai
imbalan terhadap apa yang sudah dikerjakan pada perusahaan.
c. Promosi (Promotion)
Promosi adalah kesempatan untuk meningkatkan jabatan
karyawan yang diberikan oleh perusahaan.
d. Supervisi (Supervision)
Supervisi atau kepemimpinan merupakan dukungan dari
atasan dalam pekerjaan seperti pengawasan langsung
terhadap kompetensi atau memberikan bantuan teknis terkait
penugasan yang diberikan.
e. Rekan Kerja (Co-workers)
Rekan kerja adalah sekelompok orang yang berada dalam
satu perusahaan. Aspek ini mengacu pada hubungan kerja
sama pada rekan kerja yang memiliki semangat, kompetensi
dan mampu bekerja bersama-sama.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa aspek kepuasan kerja yaitu gaji, promosi, atasan, tunjangan,
penghargaan, prosedur kerja, rekan kerja, sifat pekerjaan dan
komunikasi. Aspek yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
Aspek dari Spector (1985) karena aspek ini sebagai pelengkap
aspek-aspek sebelumnya.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut
Sutrisno (2017) yaitu :
a. Faktor psikologis
Faktor ini berhubungan dengan kondisi kejiwaan karyawan
yang meliputi minat, ketenteraman dalam bekerja, sikap
terhadap pekerjaan, bakat dan keterampilan. Seseorang yang
memiliki ketenteraman dalam bekerja akan bekerja dengan
perasaan yang positif sehingga dapat meningkatkan
produktivitas dan kinerja yang dapat berpengaruh pada
kepuasan kerja.
b. Faktor sosial
Faktor ini berhubungan dengan interaksi sosial antara
karyawan dengan rekan kerja maupun karyawan dengan atasan.
c. Faktor fisik
Faktor ini berhubungan dengan kondisi fisik karyawan
meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat,
perlengkapan kerja, keadaan ruang, suhu, penerangan, sirkulasi
udara, kondisi kesehatan karyawan, umur dan sebagainya.
d. Faktor finansial
Faktor ini berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan
karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, tunjangan,
promosi, jaminan sosial, fasilitas yang diberikan dan sebagainya.
B. Work-life balance
1. Definisi Work-life balance
Work-family conflict pertama kali digunakan sebagai bentuk
konflik antar peran dimana terdapat tekanan dari peran kerja dan
peran keluarga. Greenhaus dan Beutell (1985) mendefinsikan
konflik pekerjaan keluarga sebagai dimana terdapat tekanan dari
peran kerja dan peran keluarga. Tetapi, studi terbaru memperluas
ruang lingkupnya menjadi studi dua arah yaitu tidak hanya konflik
yang mungkin timbul antara tuntutan pekerjaan dan keluarga,
tetapi juga pencapaian yang mungkin dihasilkan oleh dua domain
tersebut (Greenhaus & Powell, 2006) dan keuntungan untuk
mencapai keseimbangan tertentu diantara keduanya (Jain & Nair,
2013). Kata work-family balance muncul untuk mendefinsikan
keseimbangan individu antara kehidupan kerja dan kehidupan
keluarga. Kemudian beberapa tahun yang lalu terdapat perubahan
terminology dari work-family balance menjadi work-life balance,
dimana selain keluarga, seseorang juga harus memperhatikan
peran-peran lain dalam kehidupan personal dan professional
mereka untuk mencapai berbagai tujuan dalam kehidupan
seseorang.
Work-life balance menurut Hutcheson (Ganapathi, 2016)
adalah bentuk kepuasan individu dalam mencapai keseimbangan
kehidupan dan pekerjaannya. Selain itu, definisi work-life balance
secara implisit mempertimbangkan dua komponen kesetaraan yaitu
input dan output (Greenhaus, dkk, 2003). Input adalah sumber
daya pribadi seseorang yang diterapkan untuk setiap peran.
Komponen keseimbangan lainnya mengacu pada hasil atau output
yang dihasilkan dari peran dalam pekerjaan dan keluargaa. Clark
(Permatasari 2019) Salah satu hasil dari keseimbangan peran
antara keduanya adalah kepuasan. Keseimbangan positif
menyiratkan tingkat kepuasan yang sama tinggi dengan pekerjaan
dan peran keluarga, dan keseimbangan negatif menunjukkan
kepuasan yang sama rendahnya dengan setiap peran. Lazar,
Codruta & Patrici (Annisa, 2017) mendefinisikan work life balance
sebagai tingkat kepuasan seseorang atas keterlibatan dirinya
sehingga dapat berperan ganda dalam kehidupan pekerjaan
maupun diluar pekerjaan. Sejalan dengan pernyataan tersebut,
Zheng, dkk (2015) mendefinisikan work life balance sebagai
kepuasan karyawan atas berjalannya peran kerja dan non kerja
mereka dengan baik.
Work-life balance didefinisikan sebagai kemampuan individu
untuk memenuhi tanggung jawab pekerjaan dan non-pekerjaan
(Delecta, 2011). Hudson (2005) berpendapat work-life balance
merupakan hubungan tingkat kepuasan dengan peran ganda dalam
kehidupan seseorang. Sedangkan pengertian menurut Hutcheson
(2012) adalah suatu bentuk kepuasan pada individu dalam
mencapai keseimbangan kehidupan dalam pekerjaannya.
Selain itu, pengertian work-life balance menurut Fisher, dkk
(2003) adalah hal yang dilakukan seseorang dalam membagi waktu
ditempat kerja dan aktivitas lain diluar pekerjaan yang didalamnya
terdapat individual behavior dimana hal ini dapat menjadi sumber
konflik maupun sumber energi bagi diri sendiri. Sejalan dengan
pernyataan tersebut, Frame & Hartog (Moedy, 2013) mendefiniskan
work-life balance sebagai kebebasan karyawan dalam
menggunakan jam kerja untuk menyeimbangkan pekerjaan dengan
komitmen lain seperti keluarga, hobi dan studi agar karyawan tidak
hanya terfokus pada tanggung jawab pekerjaan. Dengan kata lain,
work-life balance yang baik didefinisikan sebagai situasi dimana
pekerja mampu menyeimbangkan tanggung jawab pekerjaan
dengan kehiudupan pribadi atau komitmen lain (Moore; Moedy,
2013).
Berdasarkan beberapa definisi yang telah disebutkan diatas,
maka dapat diambil kesimpulan work-life balance adalah
kemampuan individu dalam menyeimbangkan peran dan tanggung
jawabnya di pekerjaan dan kehidupan diluar pekerjaan.
2. Aspek-aspek Work-life Balance
Fisher, Bulger dan Smith (2009) menjabarkan 4 dimensi work-
life balance sebagai berikut:
a. WIPL (Work Interference with Personal Life)
Dimensi ini mencerminkan sejauh mana pekerjaan individu
dapat mengganggu kehidupan pribadinya. Misalnya, bekerja
dapat membuat seseorang sulit mengatur waktu untuk
kehidupan pribadinya.
b. PLIW (Personal Life Interference with Work)
Dimensi ini mencerminkan sejauh mana kehidupan pribadi
individu dapat mengganggu pekerjaannya. Misalnya, apabila
individu memiliki masalah didalam kehidupan pribadinya, hal ini
dapat mengganggu kinerja individu pada saat bekerja.
c. WEPL (Work Enhancement with Personal Life)
Dimensi ini mencerminkan sejauh mana pekerjaan dapat
meningkatkan kualitas kehidupan pribadi individu. Misalnya
keterampilan yang diperoleh individu pada saat bekerja dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
d. PLEW (Personal Life Enhancement with Work)
Dimensi ini mencerminkan sejauh mana kehidupan pribadi
seseorang dapat meningkatkan performa individu dalam dunia
kerja. Misalnya, individu memiliki suasana hati yang bagus saat
bekerja karena kehidupan pribadinya menyenangkan.
Sedangkan menurut Greenhaus (2003), work-life balance dibagi
menjadi 3 aspek, yaitu:
a. Keseimbangan waktu (Time balance)
Keseimbangan waktu meliputi jumlah waktu yang diberikan
untuk bekerja dan kegiatan di luar pekerjaan.
b. Keseimbangan keterlibatan (Involvement balance)
Keseimbangan keterlibatan meliputi keterlibatan psikologis
individu dalam berkerja dan dalam kehidupan pribadinya.
c. Keseimbangan kepuasan (Satisfaction balance)
Keseimbangan kepuasan meliputi tingkat kepuasan yang
dirasakan individu dalam keterlibatan di dalam pekerjaannya
maupun dalam kehidupan diri individu tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, dapat
disimpulkan bahwa aspek work-life balance yaitu, keseimbangan
waktu, keseimbangan keterlibatan, keseimbangan kepuasan dan
Work Interference With Personal Life, Personal Life Interference
With Work, Personal Life Enchancement Of Work, Work
Enchancement Of Personal Life. Aspek yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah aspek yang dikemukakan oleh Fisher, Bulger
dan Smith (2009) yaitu Work Interference With Personal Life,
Personal Life Interference With Work, Personal Life Enchancement
Of Work dan Work Enchancement Of Personal Life. Penggunaan
aspek dari Fisher, Bulger dan Smith (2009) dirasa paling mewakili
untuk penelitian ini.
C. Hubungan Work-life balance dan Kepuasan Kerja
Kalleberg (Nurhasana, dkk, 2019) menyatakan bahwa ketika perusahaan
memberikan kemungkinan praktik work-life balance atau keseimbangan
kehidupan dan kerja, karyawan akan merasakan lebih banyak kepuasan kerja
secara umum. Karyawan wanita yang bekerja dituntut untuk dapat mengatur
keseimbangan antara tanggung jawab pekerjaan dengan tanggung jawab
kehidupan diluar pekerjaan. Hal ini disebut keseimbangan kehidupan-kerja
atau work-life balance.
Fisher, dkk (2003) menyatakan bahwa didalam work-life balance terdapat
individual behavior dimana hal ini dapat menjadi sumber konflik dan sumber
energi bagi diri sendiri. Jika individu dapat melakukan kedua tanggung jawab
pekerjaan dan kehidupan pribadi maka individu akan merasakan kepuasan
kerja karena individu dapat bekerja dengan baik pada saat di kantor sehingga
tidak perlu terbebani dengan permasalahan kehidupan pribadi.
Hasil studi Haar (2013) menunjukkan bahwa work-life balance memainkan
peran penting dalam menjelaskan pekerjaan dan kepuasan hidup baik pada
pria maupun wanita. Hasil psikologis dari work-life balance memberikan
manfaat tambahan dimana konflik dapat merugikan dan pengayaan kerja
bermanfaat untuk kepuasan hidup. Adanya keseimbangan kehidupan dengan
pekerjaan dapat mengarah ke hasil penting seperti kepuasan kerja, kepuasan
keluarga, kinerja keluarga, kepuasan pernikahan, fungsi keluarga dan
komitmen organisasi (Greenhaus, dkk., 2003).
Kepuasan kerja merupakan perasaan seseorang secara umum terhadap
pekerjaannya (Spector, 1997). Kepuasan kerja adalah hal penting yang harus
diperhatikan oleh perusahaan. Robbins (Munandar, 2012) mengatakan,
karyawan yang tidak puas dengan pekerjaannya dapat meninggalkan
pekerjaan tersebut, sering mengeluh, membangkang, mencuri barang
perusahaan, menghindari tanggung jawab pekerjaan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fisher, Bulger dan Smith (2009)
menjelaskan bahwa keempat dimensi work-life balance memiliki hubungan
positif dengan kepuasan kerja. Pekerjaan meningkatkan kehidupan pribadi
(work enhancement of personal life) atau kehidupan pribadi mengganggu
pekerjaan (personal lofe interference with work) memiliki hubungan positif
dengan kepuasan kerja. Pekerjaan meningkatkan kehidupan pribadi (work
enhancement with personal life) atau kehidupan pribadi meningkatkan
pekerjaan (personal life enhancement with work) memiliki hubungan positif
dengan kepuasan kerja.
Work-life balance dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dalam
sebuah perusahaan, atau dapat dikatakan bahwa work-life balance membantu
menghasilkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja adalah hasil positive dari
terciptanya work-life balance (Agha, dkk, 2017). Apabila work-life balance
karyawan dalam sebuah perusahaan tinggi maka kepuasan kerja karyawan
akan meningkat. Pernyataan ini didukung oleh penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Ganapathi (2016) menunjukkan pengaruh work-life balance
terhadap kepuasan kerja sebesar 42,2%.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurhasanah, dkk pada tahun 2019
mengenai The effect of work-life balance on job satisfaction and female
employee performance in commercial bank in Kendari City menghasilkan ada
hubungan signifikan positif antara work-life balance dan kepuasan kerja. Maka
dari itu dapat disimpulkan semakin baik work-life balance seseorang, semakin
tinggi kepuasan kerja yang dirasakan karyawan.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara
work-life balance dan kepuasan kerja pada wanita yang bekerja. Semakin tinggi
tingkat work-life balance seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan
kerja yang dimiliki. Sebaliknya, semakin rendah tingkat work life balance
seseorang, maka semakin rendah pula tingkat kepuasan kerja yang dimiliki