bab ii tinjauan pustaka a. kesembuhan diare 1. pegertian...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesembuhan Diare
1. Pegertian kesembuhan Diare
Diare adalah kejadian frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada
bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat
berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja
(Ngastiyah, 2005). Sedangkan menurut Suharyono (2008) diare adalah
buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan
konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair.
Diare dapat dikatakan sebagai masalah pediatrik sosial karena diare
merupakan salah satu penyakit utama yang terdapat di negara berkembang,
diamana adanya faktor yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita itu
sendiri yaitu diantaranya faktor penyebab (agent), penjamu (host), dan
faktor lingkungan (environment) (Suharyono, 2008). Diare akut adalah
buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 14
hari (Depkes, 2003). Diare kronik adalah diare dengan atau tanpa disertai
perdarahan, yang berlangsung selama 14 hari atau lebih dan tidak
disebabkan oleh infeksi (Depkes, 2008).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diare
adalah frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi
encer, dapat berwarna hijau, disertai lendir saja atau dapat juga disertai
lendir berwarna darah.
9
10
2. Jenis-jenis Diare
Menurut Ramaiah (2007) ada beberapa jenis diare :
a. Diare cair akut
Diare cair akut memiliki ciri utama : gejalanya dimulai secara tiba-tiba,
tinjanya encer dan cair, pemulihan biasanya terjadi dalam waktu 3-7
hari. Kadang kala gejalanya bisa berlangsung sampai 14 hari. Lebih
dari 75% orang yang terkena diare mengalami diare cair akut.
b. Disentri
Disentri memiliki dua ciri utama : adanya darah dalam tinja, mungkin
desertai kram perut, berkurangnya nafsu makan dan penurunan berat
badan yang cepat. Sekitar 10-15% anak-anak dibawah usia lima tahun
(balita) mengalami disentri.
c. Diare yang menetap atau persisten
Diare yang menetap atau persisten memiliki tiga ciri utama :
pengeluaran tinja encer disertai darah, gejala berlangsung lebih dari 14
hari dan ada penurunan berat badan. Diare kronis adalah istilah yang
digunakan bagi diare yang berulang atau berlangsung lama. Hal ini
tidak disebabkan oleh infeksi apapun, tetapi sering kali akibat gangguan
pencernaan. Diare jangka panjang yang disebabkan oleh infeksi disebut
diare persisten.
Menurut Ngastiyah (2005), berdasarkan banyaknya cairan yang hilang
dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang, dan berat.
a. Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah 2
tahun.
1) Ringan, apabila kehilangan cairan karena muntah / PWL
(previous water loss) sebesar 50 ml/kg BB, kehilanagn cairan
melalui urine, kulit, pernapasan / NWL (normal water loss)
sebesar 100 ml/kg BB, dan kehilangan cairan karena muntah
hebat / CWL (concomitant water loss) sebesar 25 ml/kg BB, jadi
total semua sebesar 175 ml/kg BB.
11
2) Sedang, apabila kehilangan cairan karena muntah / PWL
(previous water loss) sebesar 75 ml/kg BB, kehilangan cairan
melalui urine, kulit, pernapasan / NWL (normal water loss)
sebesar 100 ml/kg BB, dan kehilangan cairan karena muntah
hebat / CWL (concomitant water loss) sebesar 25 ml/kg BB, jadi
total semua sebesar 200 ml/kg BB.
3) Berat, apabila kehilangan cairan karena muntah / PWL (previous
water loss) sebesar 125 ml/kg BB, kehilangan cairan melalui
urine, kulit, pernapasan / NWL (normal water loss) sebesar 100
ml/kg BB, dan kehilangan cairan karena muntah hebat / CWL (
concomitant water loss) sebesar 25 ml/kg BB, jadi total semua
sebesar 300 ml/kg BB.
b. Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak berumur 2-5
tahun
1) Ringan, apabila kehilangan cairan karena muntah / PWL (
previous water loss) sebesar 30 ml/kg BB, kehilangan cairan
karena muntah hebat / CWL (concomitant water loss) sebesar
25 ml/kg BB, jadi total semua sebesar 135 ml/kg BB.
2) Sedang, apabila kehilangan cairan karena muntah / PWL
(previous water loss) sebesar 50 ml/kg BB, kehilangan cairan
melalui urine, kulit, pernapasan / NWL (normal water loss)
sebesar 80 ml/kg BB, dan kehilangan cairan karena muntah
hebat / CWL (concomitant water loss) sebesar 25 ml/kg BB,
jadi total semua sebesar 155 ml/kg BB.
3) Berat, apabila kehilangan cairan karena muntah / PWL
(previous water loss) sebesar 80 ml/kg BB, kehilangan cairan
melalui urine, kulit, pernapasan / NWL (normal water loss)
sebesar 80 ml/kg BB, dan kehilangan cairan karena muntah
hebat / CWL (concomitant water loss) sebesar 25 ml/kg BB,
jadi total semua sebesar 185 ml/kg BB.
12
Menurut Sitorus (2008), dehidrasi di bagi menjadi deidrasi ringan, sedang,
dan berat berdasarkan kriteria dan WHO sebagai berikut:
a. Dehidrasi ringan, apabila:
1) Keadaan umum: sadar, gelisah, haus
2) Denyut nadi: normal kurang dari 120 x/menit
3) Pernapasan: normal
4) Ubun-ubun: normal
5) Kelopak mata: normal
6) Air mata: ada
7) Selaput lendir: lembab
8) Elastisitas kulit: pada pencubitan kulit secara elastisitas kembali
secara normal
9) Air seni: normal
b. Dehidrasi sedang, apabila:
1) Keadaan umum: gelisah, rewel, mengantuk
2) Denyut nadi: cepat dan lemah 120-40 x/menit
3) Pernapasan: dalam, mungkin cepat
4) Ubun-ubun: cekung
5) Kelopak mata: cekung
6) Air mat: tidak ada
7) Selaput lendir: kering
8) Elastisitas kulit: lambat
9) Air seni: berkurang
c. Dehidrasi berat, apabila:
1) Keadaan umum: mengantu, lemas, anggota gerak dingin,
berkeringat kebiruan, mungkin koma / tidak sadar
2) Denyut nadi: cepat, halus, kadang-kadang tak teraba, kurang dari
140 x/menit
3) Pernapasan: dalam dan cepat
4) Ubun-ubun: sangat cekung
5) Kelopak mata: sangat cekung
13
6) Air mata: sangat kering
7) Selaput lendir: sangat kering
8) Elastisitas kulit: sangat lambat (lebih dari 2 detik)
9) Air seni: tidak ada
3. Penyebab Diare
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6
faktor yaitu infeksi (bakteri, virus, parasit), malabsorbsi, alergi,
keracunan, imunodefisiensi, dan sebab lain. Namun yang sering
ditemukan dilapangan ataupun klinis adalah yang disebabkan infeksi dan
keracunan (Cahyadi, 2008).
a. infeksi, bisa berupa infeksi enteral dengan penyebab: bakteri,
virus, dan parasit dan infeksi parenteral.
b. Malabsorbsi
Malabsorbsi yang dapat menyebabkan diare dapat mal asorbsi
protein dan lemak.
c. Alergi
Alergi yang dapat disebabkan dari alergi makanan dan obat-
obatan.
d. Keracunan
Keracunan yang dapat disebabkan oleh keracunan:
1) Bahan kimia
2) Racun yang diproduksi jasa renik (algae) dan ikan, buah dan
sayur.
e. Imunodefisiensi
Imunodefisiensi yang dapat disebabkan penyakit HIV.
f. Sebab-sebab lain
Sebab lain misalnya masalah psikosomatis
14
4. Epidemiologi Diare
Penyebab diare berkisar dari 70% sampai 90% dapat diketahui
dengan pasti. Penyebab diare digolongkan menjadi dua penyebab yaitu
secara langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung merupakan
penyakit langsung yang disebabkan antara lain melalui infeksi bakteri,
virus dan parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun
keracunan oleh racun yang diproduksi oleh jasad ikan, buah dan sayuran.
Sedangkan penyebab tidak langsung merupakan faktor-faktor yang
mempermudah atau mempercepat terjadinya diare seperti keadaan gizi,
sanitasi lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat, kependudukan, sosial
ekonomi (Suharyono, 2008).
Faktor penyebab (agent) diare dapat dibagi menjadi empat faktor
yaitu meliputi faktor infeksi, faktor makanan dan faktor psikologis. Faktor
infeksi dibagi menjadi dua yaitu infeksi enternal adalah infeksi saluran
pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak,
disebabkan oleh bakteri E. Coli, rotavirus, cacing, protozoa dan jamur,
sedangkan infeksi parenteral adalah infeksi diluar alat pencernaan
makanan seperti Tonsilitis, Bronkopneumonia dan Ensefalitis. Faktor
malabsorbsi misalnya malabsorbsi karbohidrat, lemak, dan protein.
Selanjutnya faktor makanan yaitu apabila seseorang mengkonsumsi seperti
makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan. Apabila seseorang
mengalami ketakutan atau rasa cemas itu merupakan faktor psikologis
yang juga dapat menyebabkan diare, biasanya terjadi pada orang yang
lebih besar (Ngastiyah, 2005).
Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
(agent), beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden
penyakit dan lamanya diare.
a. Status gizi
Beratnya penyakit, lama dan risiko kematian karena diare meningkat
pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada
penderita gizi buruk. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat
15
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Tujuan umum
pemantauan status gizi adalah tersedianya informasi status gizi balita
secara berkala dan terus-menerus, guna evaluasi perkembangan status
gizi balita, penepatan kerja sama dan perencanaan jangka pendek.
Baku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS dengan lima
klasifikasi, yaitu : (Supariasa, 2002)
1) Gizi lebih : > 120% median BB/U
2) Gizi baik : 80% - 120% median BB/U
3) Gizi sedang : 70% -79,9% median BB/U
4) Gizi kurang : 60% - 69,9% median BB/U
5) Gizi buruk : <60% median BB/U
Pada penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering terjadi.
Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan berat diare yang
diderita. Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat peka
terhadap infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang. Status gizi ini
sangat dipengaruhi kemiskinan, ketidak tahuan dan penyakit. Begitu
pula rangkaian antara, biaya pemeliharaan kesehatan dan penyakit,
keadaan sosio ekonomi yang kurang, hygiene sanitasi yang jelek,
kepadatan penduduk rumah, pendidikan tentang pengertian penyakit,
cara penanggulangan penyakit serta pemeliharaan kesehatan.
b. Perilaku hidup bersih dan sehat
1) Kebiasaan cuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.
Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air air
besar,sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi makan
anak dan sesudah makan, mempunyai damapak dalam kejadian
diare.
2) Kebiasaan membuang tinja
Membuang tinja (termasuk tinja bayi) harus dilakukan secara
bersih dan benar. Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi
16
tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya menagandung virus
atau bakteri dalam besar. Tinja bayi dapat pula menularkan
penyakit pada anak-anak dan orang tuanya.
Hal yang diperhatikan oleh keluarga dalam membuang tinja anak
adalah:
a) Kumpulkan segera tinja bayi atau anak kecil dan buang ke
jamban
b) Bantu anak-anak baung air besar di tempat yang bersih dan
mudah dijangkau olehnya
c) Bila tidak ada jamban pilih tempat untuk membuang tinja anak
seperti di dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun
d) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci
tangan dengan sabun
3) Pemberian campak
Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian
imunisasi campak juga dapat mencegah diare. oleh karena itu
segera memberikan anak iminusasi campak setelah berumur 9
bulan. Diare sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak, hal ini sebagai akibat penurunan
kekebalan tubuh penderita.
4) Penimbangan balita
Penimbangan balita diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan
dan perkembangan balita. Apabila ada balita pertanyaannya adalah
apakah sudah ditimbang secara teratur ke posyandu minimal 8 kali
setahun.
5) Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
jalur fekal-oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan
kedalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja
misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan
dalam panci yang dicuci dengan air tercemar.
17
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang bener-
bener bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil
dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air
bersih. Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan
diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi
air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai
penyimpanan dirumah.
Hal ini yang harus diperhatikan oleh keluarga dalam menggunakan
air bersih yaitu :
a) Ambil air dari sumber air yang bersih
b) Ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup
serta gunakan gayung khusus untuk mengambil air
c) Pelihara atau jaga sumber air dari pencernaan oleh binatang
dan untuk mandi anak-anak
d) Gunakan air yang direbus
e) Cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih
dan cukup
Kemudian faktor penjamu (host) yang menyebabkan diare yaitu
keadaan gizi dan perilaku masyarakat (Suegijanto, 2002). Sedangkan
menurut Yankes Pangalengan (2009), faktor penjamu yang
menyebabkan terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI sampai 2
tahun, keadaan gizi yang berkurang, anak-anak yang sedang menderita
campak dalam waktu 4 minggu terkhir diakibatkan dari penurunan
kekebalan tubuh penderita, umur, dan perilaku manusia yang tidak
sehat. Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui faecal oral
antara lain melalui makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau
kontak langsung dengan tinja penderita.
18
a. Faktor infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada
anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang sebagai berikut
(Widjaja, 2004)
1) Infeksi bakteri oleh kuman E.Coli Salmonella, Vibrio cholerae
(kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan
patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika kondisi tubuh lemah)
seperti pseudomonas.
2) Infeksi basil (disentri)
3) Infeksi virus enterovirus dan adenovirus
4) Infeksi parasit oleh cacing (askari)
5) Infeksi jamur (candidiasis)
6) Infeksi akibat organ lain, seperti lain, seperti radang tonsil, bronkhitis
dan radang tenggorokan
7) Keracunan makanan
b. Faktor Malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat. Pada bayi, kepekaan terhadap lactoglobulis
dalam susu formula menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare, tinja
berbau sangat khas asam, sakit di daerah perut. Jika sering terkena
diare ini pertumbuhan anak akan terganggu
2) Malabsorbsi lemak. Dalam makanan terdapat lemak yang disebut
triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah
lemak menjadi micelles yang siap diabsorbsi usus. Jika tidak ada
liapse dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat jadi muncul
karena lemak tidak terserap dengan baik. Gejalanya adalah tinja
mengandung lemak.
Selanjutnya faktor lingkungan (environment) yang merupakan
epidemiologi diare atau penyebaran diare sebagian besar disebabkan
karena faktor lingkungan yaitu sanitasi lingkungan yang buruk dan
19
lingkungan sosial ekonomi (Anne, 2008). Apabila faktor lingkungan
tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan
perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan
minuman, maka menimbulkan kejadian penyakit diare.
a. Sumber air minum
Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi
yang berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius
penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat
ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda
yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan,
dan makanan yang disiapkan dalam panci dengan air tercemar.
Menurut Muscari (2005) macam-macam sumber air minum antara
lain :
1) Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan
tanah. Misalnya air sungai,air rawa dan danau
2) Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah
dangkal atau air tanah dalam. Air dalam tanah adalah air yang
diperoleh pengumpulan air pada lapisan tanah yang dalam.
Misalnya air sumur, air dari mata air
b. Jenis tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari
kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut
aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang
penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Menurut
Notoadmojo (2007), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi
aturan kesehatan adalah :
1) Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya
2) Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
3) Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya
20
4) Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai
tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit
lainnya
5) Tidak menimbulkan bau
6) Pembuatannya murah
7) Mudah digunakan dan dipelihara
c. Pengelolaan sampah
Pengelolaan sampah berkaitan dengan kesehatan masyarakat,
karena dari sampah akan hidup mikroorganisme penyebab penyakit
dan juga binatang serangga sebagai pemindah atau penyebar
penyakit (vektor). Oleh karena itu, sampah harus dikelola dengan
baik agar tidak mengganggu atau mengancam kesehatan
masyarakat. Pengelolaan sampah mliputi pengumpulan dan
pengangkutan sampah, sehingga masyarakat harus membangun dan
mengadakan tempat khusus pengumpulan sampah dan kemudian
dari masing-masing tempat pengumpulan sampah harus diangkut
ke tempat penampungan sementara sampah dan selanjutnya ke
tempat penampungan akhir. Pengelolaan sampah padat dilakukan
dengan cara antara lain pemusnahan sampah dengan menimbun
dalam tanah, membakar, atau dijadikan sebagai pupuk kompos
(Notoadmojo,2007).
Sedangkan menurut Fenioktaviani (2010) Penyebab tingginya
kejadian diare kemungkinan besar disebabkan oleh adanya
berbagai macam faktor resiko penyakit diare antara lain kondisi
sanitasi lingkungan yang kurang baik, hygiene perorangan yang
kurang baik, sanitasi makanan yang kurang baik, masalah nutrisi
dan imunitas tubuh, pemberian ASI eksklusif yang rendah,
pemberian makanan tambahan terlalu dini, dan stress yang
berlebihan.
21
5. Patofisiologi Diare
Menurut Ngastiyah (2005), proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh
berbagai kemungkinan faktor diantaranya:
a. Faktor infeksi
1) Infeksi internal
Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak, meliputi:
a) Infeksi bakteri: Vibrio F, Shigella, Shalmonella,
Campylobacter, Yersina, Aeromonas.
b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-
lain.
c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Tricuris, Oxyuris,
Stongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lambia, Tricomonas homonis), Jamur (Candida albicans).
2) Infeksi eksternal
Infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti ototis media akut,
tonsilitis/ tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak
berumur di bawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat meliputi disakarida (Intoleransi lactosa,
maltosa dan sukrosa), monosakarida (Intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi
laktosa. Selain itu malabsorbsi lemak dan protein.
c. Faktor makanan
Diare dapat disebabkan oleh intoksikasi makanan, makanan pedas,
makanan yang mengandung bakteri atau toksin. Alergi terhadap
makanan tertentu seperti susu sapi, terjadi malabsorbsi karbohidrat,
disakarida, lemak, protein, vitamin, dan mineral.
22
d. Terapi obat
Obat-obatan yang menyebabkan diare diantaranya antibiotik, antasid.
Antibiotika akan menekan flora normal usus sehingga organisme akan
resisten.
e. Faktor psikologis
Meliputi rasa takut dan cemas, walaupun jarang menimbulkan diare
terutama pada anak yang lebih dewasa.
f. Faktor sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi mempengaruhi tingkat sanitasi pemukiman yang
berperan terhadap terjadinya kesakitan diare
g. Faktor pendidikan
Pendidikan orang tua mempunyai peranan yang penting dalam
kaitannya dengan kejadian diare. Faktor pendidikan sangat berkaitan
pengetahuan, sikap, dan perilaku orang tua terhadap masalah kesehatan.
h. Lingkungan
Menurut model segitiga epidemiologi, suatu penyakit timbul akibat
beroperasinya faktor agen, host dan lingkungan. Menurut model roda
timbulnya penyakit tergantung dari lingkungan. Penyakit-penyakit
tersebut seperti diare, kholera, campak, demam berdarah dengue,
difteri, pertusis, malaria, influenza, hepatitis, tifus dan lain-lain yang
dapat ditelusuri determinan-determinan lingkungannya.
6. Pencegahan Diare
Menurut Widoyono (2008) penyakit diare dapat dicegah melalui promosi
kesehatan, antara lain :
a. Menggunakan air bersih. Tanda-tanda air bersih adalah ada 3 yaitu,
tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa
b. Memasak air sampai mendidih sebelum diminum untuk mematikan
sebagian besar kuman penyakit
c. Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah
makan, dan sesudah buang air besar (BAB)
23
d. Memberikan ASI pada anak sampai berusia dua tahun
e. Menggunakan jamaban yang sehat
f. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar
7. Pengobatan Diare pada Anak
Menurut Whaley and Wong (2009) penatalaksanaan diare pada balita
difokuskan pada penyebab, keseimbangan cairan dan elektrolit, serta
fungsi perut. Prinsipnya adalah mengganti cairan yang hilang
(dehidrasi),tetap memberikan makanan, tidak memberikan obat anti diare
(antibiotik hanya diberikan atau indikasi), dan penyuluhan. Penderita
diare kebanyakan dapat sembuh tanpa pengobatan khusus.Serangan diare
yang berulang akan mendorong tanpa serangan diare yang berulang akan
mendorong penderita ke dalam keaaan malnutrisi oleh karena itu
penatalaksanaan yang benar sangat dibutuhkan karena dapat menurunkan
angka kesakitan dan kematian, apalagi pada anak-anak. Selain itu
keluarga dapat menjaga balita atau anak-anak dari diare dengan menjaga
kebersihan lingkungan serta makanan. Selain itu bila sudah terkena maka
keluarga dapat melakukan pertolongan dengan memberikan oralit atau
campuran gula dan garam. Adapun cara membuatnya, yaitu: tuangkan air
matang ke dalam gelas bersih (200 ml), ditambah 1 sendok teh munjung
gula pasir dan ¼ sendok teh garam dapur, aduk sampai larut benar. Cairan
rumah tangga adalah cairan yang berasal dari makanan seperti bubur
encer dari tepung, sup, air tajin, air kelapa muda, dan makanan yang
diencerkan.
Menurut Widjaja (2004) pengobatan diare antara lain sebagai
berikut:
a. Pengobatan Medis
Pengobatan medis dilakukan setelah diketahui dengan tepat penyebab
munculnya diare. Jika penyebabnya infeksi, pengobatan hanya
ditujukan untuk menghilangkan infeksi tersebut. Dalam pengobatan
laboratorium agar diketahui dengan pasti antibiotik yang dapat
24
digunakan. Di samping itu, jenis antibiotik yang digunakan juga harus
disesuaikan dengan umur penderita. Pengobatan medis hanya dapat
dilakukan oleh dokter.
b. Pengobatan Dietetik
Pengobatan dietetik dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase puasa,
realimentasi (pemulihan), dan fase kembali ke makan semula.
1) Fase Puasa
Pada diare ringan cukup diberi teh pahit kental ditambah garam
seujung pisau untuk mengganti cairan tubuh. Lamanya pemberian
air teh pahit kental ini biasanya 6-12 jam. Penderita dengan gejala
diare berat harus diberi cairan oralit lengkap atau cairan intravena (
infus).
2) Fase Realimentasi (Pemulihan)
Cara realimentasi tergantung dari umur dan berat badan penderita.
Bayi berumur dibawah 1 tahun, setelah menjalani puasa minum
teh, diberi ASI selama 3-5 hari, kemudian sesudah diare berturut-
turut diberi bubur susu dan nasi tim dengan porsi sesuai dengan
berat badannya.
3) Fase Makan Biasa
Setelah terapi dietetik berhasil dilaksanakan, diet anak
dikembalikan kepada porsi yang normal. Namun, pemberian
makanan normal tetap berpeganag kepada tahapan-tahapan, agar
anak tidak stress atau emosional. Misalnya dengan memberika
makanan cair terlebih dahulu, baru makanan lunak, kemudian
makanan biasa.
25
8. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Diare
Beberapa perilaku dapat meningkatkan ri,siko terjadinya diare pada
balita yaitu (Depkes RI, 2007):
1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan. Pada balita yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita
diare lebih besar dari pada balita yang diberi ASI penuh, dan
kemungkinan menderita dehidrasi lebih besar.
2. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan
pencemaran oleh kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan
botol yang tidak bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam
dibiarkan di lingkungan yang panas, sering menyebabkan infeksi usus
yang parah karena botol dapat tercemar oleh kuma-kuman / bakteri
penyebab diare. Balita yang menggunakan botol susu beresiko
mendapatkan diare yang parah dan fatal dibandingkan dengan balita
yang menggunakan ASI secara penuh.
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makana disimpan
beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman
akan berkembang biak.
4. Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar
dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di
rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau
apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air
dari tempat penyimpanan.
5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah
membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.
6. Tidak membuang tinja (termasuk tinja balita) dengan benar. Sering
beranggapan bahwa tinja tidaklah berbahaya, pedahal sesungguhnya
mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Selain itu tinja
binatang dapat pula menyebabkan infeksi pada manusia.
26
9. Menurut Dinkes Propinsi Jateng (2008) Faktor – Faktor yang
Meningkatkan Kerentanan Terhadap Diare:
a. Tidak memberikan ASI pada bulan pertama dan ASI tidak diteruskan
sampai 2 tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi
bayi terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti Shigella dan
Vibri cholera.
b. Kurang gizi. Beratnya penyakit, lama dan resiko kematian karena
diare meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi,
terutama pada penderita gizi buruk.
c. Campak. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat pada anak-
anak yang sedang menderita campak dalam 4 minggu terakhir. Hal
ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita, virus
campak menyerang sistem mukosa tubuh sehingga bisa menyerang
saluran cerna.
d. Imunidefisiensi / imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya
berlangsung sementara, misalnya sesudah infeksi AIDS (Acquired
Imune Defisiensi Syndrom). Pada anak imunosupresi berat, diare
dapat terjadi karena kuman yang tidak pathogen dan mungkin juga
berlangsung lama.
e. Secara proporsional, diare lebih banyak terjadi pada golongan Balita
(55%). Balita yang berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi
diare 2,23 kali umur 25-29 bulan.
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis
lingkungan. Dua faktor yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan
pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan
perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar
bakteri / virus serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak
sehat pula yaitu, melalui makanan dan minuman, maka dapat
menimbulkan kejadian penyakit diare.
27
10. Tanda dan Gejala
Menurut Schwartz (2004), tanda dan gejala diare pada anak antara lain :
a. Gejala Umum
1) Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare
2) Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
3) Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
4) Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun,
apatis bahkan gelisah
b. Gejala Spesifik
1) Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan
berbau amis
2) Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah
11. Komplikasi
Menurut Sudarti (2010) komplikasi akibat diare adalah :
a. Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari presentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat
terjadi ringan, sedang atau berat.
b. Gangguan Sirkulasi
Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang
singkat. Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien
dapat mengalami syok atau persyok yang disebabkan oleh
berkurangnya volume cairan (hipovolemia).
c. Gangguan asam-basa (asidosis)
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari
dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk
membantu meningkatkan pH arteri.
28
d. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami
malnutrisi (kurang gizi). Hipoglikemia dapat mengakibatkan
koma.Penyebab yang pasti belum diketahui, kemungkinan karena
cairan ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan
intraseluler sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koma.
e. Gangguan Gizi
Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan otput
yang berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan
dihentikan, serta sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan
gizi (malnutrisi
B. Tempe
Tempe adalah makanan tradisional sebagai hasil dari fermentasi kedelai
yang terikat padat oleh mycelium dari Rhizopus oligoporus, dengan cita rasa
yang khas dan mempunyai nilai gizi yang tinggi, harga murah dan sebagai
sumber protein yang berharga (Astawan, 2004)
Tabel 2.1 Komposisi kimia tempe adalah sebagai berikut :
Komposisi Jumlah
Air 61,2%
Protein kasar 41,5%
Minyak 22,2%
Karbohidrat 29,6%
Serak kasar 4,3%
Nitrogen 3,4%
Abu 7,5%
Tabel 2.1 diatas menunjukkan bahwa kadar protein pada tempe cukup
tinggi yaitu 41,5% dan telah memenuhi syarat mutu tempe kedelai yaitu
minimal 20% (b/b). Tempe juga memiliki kandungan air yang cukup tinggi
61,2% dan kandungan karbohidratnya 29,6%.
29
Tempe juga mengandung superoksida desmutse yang dapat menghambat
kerusakan sel dn proses penuaan. Dalam sepotong tempe, terkandung
berbagai unsur yang bermanfaat, seperti protein, lemak, hidrat arang, serat,
vitamin, enzim, daidzein, genestein serta komponen antibakteri dan zat
antioksidan yang berkhasiat sebagai sebagai obat, diantaranya genestein,
daidzein, fitosterol, asam fitat, asam fenolat, lesitin dan inhibitor protease
(Cahyadi, 2006).
Tempe juga memiliki beberapa manfaat yang lainnya seperti :
7. Protein yang terdapat dalam tempe sangat tinggi, mudah dicerna
sehingga baik untuk mengatasi diare.
8. Mengandung zat besi, flafoid yang bersifat antioksidan sehingga
menurunkan tekanan darah.
9. Mengandung superoksida desmutase yang dapat mengendalikan
radikal bebas, baim bagi penderita jantung.
10. Penanggulangan anemia. Anemi ditandai dengan rendahnya kadar
hemoglobin karena kurang tersedianya zat besi (Fe), tembaga (Cu),
seng (Zn), protein, asam folat dan vitamin B12, dimana unsur-unsur
tersebut terkandung dalam tempe.
11. Anti infeksi. Hasil survey menunjukkan bahwa tempe mengandung
senyawa anti bakteri yang diproduksi oleh karang tempe
(R.Oligosporus) merupakan antibiotika yang bermanfaat
meminimalkan kejadian infeksi.
12. Daya hipokolesterol. Kandungan asam lemak jenuh ganda pada
tempe bersifat dapat menurunkan kadar kolesterol.
13. Memiliki sifat anti oksidan, menolak kanker.
14. Mencegah masalah gizi ganda (akibat kekurangan dan kelebihan
gizi) beserta berbagai penyakit yang menyertainya, baik infeksi
maupun degeneratif.
15. Kandungan kalsiumnya yang tinggi, tempe dapat mencegah
osteoporosis.
30
Penelitian yang dilakukan oleh Balai Besar Penelitia Industri Hasil
Pertanian di Bogor (2003), kandungan nutrisi pada kedelai dan tempe,
sebagaimana Tabel 2.2
Tabel 2.2 Perbandingan Kadar Gizi makro dalam Kedelai dan Tempe
Jenis
Unsur Gizi
Kedelai Tempe
Protein 35-40 % 15 %
karbohidrat 2 %
5 %
Lemak 20 % 5 %
Air 9,25 % 62,5 %
Berat 1.000
gram
1.500 gram
Menurut Balai Penelitian Kimia Bogor dan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, komposisi unsur gizi selengkapnya adalah seperti
Tabel 2.3
Tabel 2.3 Kandungan Unsur Gizi Tempe Kedelai Murni
Unsur Gizi Kadar/ 100 gram
Protein 18,3 g
Lemak 4,0 g
Karbohidrat 12,7 g
Kalsium 129 mg
Fosfor 154 mg
Zat besi 10 mg
Viamin A 50 mg
Vitamin B1 0,17 mg
Vitamin B 12 0,74-4,6 mg
Energi 149 Kal
31
C. Bubur Tempe
1. Pengertian
Bubur tempe merupakan makanan dengan tekstur yang lunak
sehingga mudah untuk dicerna dengan bahan dasar yang dibuat dari
tempe (moslemners, 2008). Disebut bubur tempe karena produk ini
berbahan dasat tempe yang dicampur dengan bahan pendukung seperti
air, garam, untuk menambah rasa. Pengolahan bubur tempe mudah diolah
dan mengandung kandungan gizi dengan komposisi sebagai berikut:
Tabel 2.4 Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Kedelai, Tempe
Komponen Kedelai Tempe Tepung Tempe Protein 46,2 46,5 48,0
Lemak 19,1 19,7 24,7
Karbohidrat 28,5 30,2 13,5
Serat 3,7 7,2 2,5
Abu 6,1 3,6 2,3
Sumber: Moslemner (2008)
2. Manfaat Bubur Tempe Terhadap Penyembuhan Diare
Bubur tempe bermanfaat untuk memperpendek masa diare dan
meningkatkan berat badan setelah diare. Bubur tempe yang diproduksi
oleh pabrik maupun dari tempe tradisional dapat mengurangi gejala lebih
baik dibandingkan dengan formula kedelai. Tempe lebih mudah dicerna
karena kandungan asam lemak bebas, peptida, dan asam amino yang
tinggi. Proses peragian tempe menghasilkan vitamin B. Kecuali itu selama
proses produksinya terjadi pengurangan jumlah rafinose dan stakiose,
sehingga keluhan kembung yang disebabkan kedua zat tersebut telah
berkurang.
Berbagai sifat yang unggul dari tempe diantaranya: Komplemen
protein tinggi, mengandung 8 macam asam amino esensial. Kadar lemak
jenuh dan kolesterol rendah, Kadar Vitamin B 12 tinggi, Mudah dicerna
karena tekstur sel yang unik, Mengandung antibiotik dan berefek
merangsang pertumbuhan.
Penderita diare akut akan mengurangi zat gizi sebagai akibat
ketidak seimbangan elektrolit, demam, muntah,dan sakit perut. Terjadi
32
mal-absorbsi karena gangguan fungsi pankreas, empedu, dan usus. Pada
penderita Ironis akan terjadi kerusakan mukosa usus. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tempe memberi pengaruh yang baik terhadap
pencernaan makanan, dan memberi daya tahan saluran pencernaan
terhadap infeksi bakteri terhadap diare (E. Coli). Pada pemeriksaan
terhadap histologis usus, menunjukkan bahwa jaringan epitel usus halus
tetap normal, tidak mengalami kerusakan sel akibat bakteri Escheria (E.
Coli).
3. Penelitian mengenai tempe:
Beberapa penelitian telah dilakukan oleh para peneiliti baik dalam dan
luar negeri, yang bisa dikatakan hasilnya semuanya sangat positif dan
menganggap tempe sesuatu yang perlu diperhitungkan dalam kecukupan
konsumsi gizi bagi kesehatan manusia :
a. Keampuhan tempe telah dibuktikan oleh Van Veen, seorang peneliti
dari Belanda, penelitian yang dilakukannya pada awal 1940-an,
mengungkapkan bahwa tempe terbukti mampu mengatasi disentri.
Beberapa ahli juga berpendapat bahwa masyarakat yang biasa
mengkonsumsi tempe, lebih jarang atau tidak mudah terkena
serangan peyakit saluran pencernaan.
b. Penelitian lain menujukkan, pemberian menu tempe kepada pasien
yang mempunyai kadar kolesterol tinggi, dapat menurunkan kadar
kolesterolnya ke tingkat yang normal. Tampaknya hal ini
disebabkan asal tempe itu sendiri yang berasal dari kedelai.
c. Penelitian Lembaga Gizi ASEAN menyimpulkan, tempe dapat
digunakan dalam pembuatan bahan makanan campuran untuk
menanggulangi masalah kekurangan kalori, protein, dan penyakit
diare pada anak balita.
d. Guru Besar Ilmu Obstetri da Ginekologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Bandung, Prof. DR. Dr. Achmad Biben, Sp
OG.KEER, mengatakan bahwa tempe yang dimasak secara baik dan
benar sangat bermanfaat bagi perbaikan proses pembentukan sel
33
tulang yang menghambat penyusutan tulang. Makan tempe secara
rutin merupakan upaya dini pencegahan gangguan remodilling
(pembentukan tulang) kembali.
e. Dalam penelitian berikutnya, pada kesimpulan bahwa lisitin yang
terkandung dalam kedelai memiliki sifat lebih unggul sebagai
peremaja sel tubuh dibandingkan dengan lisitin dari bahan-bahan
lain. Pada kacang kedelai, kandungan lesitin bersama zat-zat lain
merupakan senyawa yang sangat tinggi khasiatnya sebagai obat
awet muda, penguat tulang, dan mempertinggi daya tahan tubuh.
f. Sebuah penelitian juga menyebutkan bahwa kedelai lebih sulit
tercemar dan aflatoxin dibanding komoditas pertanian lainnya.
Disebutkan bahwa adanya zat, seperti zink pada kedelai, membuat
sintesa aflatoxin terhambat. Karenanya, jelas bahwa makanan tempe
lebih aman dari’gangguan’ aflatoxin.
g. Tempe mempunyai khasiat antara lain mempercepat berhentinya
diare akut anak, mempercepat hilangnya lekosit darah, dan dapat
meningkatkan berat badan serta status gizi. Terapi gizi
menggunakan bahan makanan campuran dari tempe diberikan
selama diare, setidak-tidaknya sampai tiga bulan pasca diare.
Dari hasil fermentasi, tempe memiliki kandungan seperti karbohidrat,
lemak, protein, seeta vitamin, enzim, daidzein, ganisten, serta
komponen antibakteri yang bermanfaat untuk kesehatan. Selain itu,
juga terdapat berbagai nilai gizi lainnya dengan kadar vitamin B2,
vitamin B12, niasin dan asam pantorenat. Berdasarkan hasil analisis
yang diperoleh dari tempe bahwa kandungan pada kadar niasin sebesar
1.13 mg/100 gram berat tempe yang dimakan. Dan mengalami
peningkatan setelah dilakukan fermentasi kurang lebih dari 2 kali lipat.
Sedangakan kadar niasin yang dimiliki kedelai hanya berkisar 0,58 mg.
34
4. Menurut Moslemners (2008), Cara Pembuatan Bubur Tempe
a. Bahan:
Tepung beras 15 gr / 3 sendok makan
Tempe 3 gr
Wortel 5 gr
Garam secukupnya
b. Cara membuat:
1) Tempe, wortel dikukus, kemudian dihaluskan dengan blender
2) Tepung beras, gula, mentega dimasukkan jadi satu ke dalam panci
dan dibuat bubur
3) Tempe dan wortel yang sudah halus dicampur ke dalam adonan no
2 kemudian diaduk sampai masak
4) Bubur tempe siap disajikan
35
D. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Host:
1. Faktor infeksi
2. Faktor malabsorbsi
Agent:
1. Bubur tempe
2. Status gizi
3. Pemberian ASI ekslusif
4. Perilaku hidup bersih dan sehat
Environtment:
1. Sumber air minum
2. Jenis tempat pembuangan
tinja
3. Jenis lantai rumah
Diare pada balita
Kesembuhan diare:
1. 1. Lamanya diare
2. 2. Frekuensi diare
36
E. Kerangka Konsep
Variabel independent Variabel dependent
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
F. Variabel Penelitian
1. Variabel independent
Variabel independent merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent. Variabel
independent dalam penelitian ini adalah pemberian bubur tempe
2. Variabel dependent
Variabel dependent merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel dependent dalam
penelitian ini adalah tingkat kesembuhan diare pada balita.
G. Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh pemberian bubur tempe terhadap tingkat kesembuhan diare
pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kedung Mundu.
Pemberian bubur
tempe
Kesembuhan diare pada
balita
1. Lamanya diare
2. Frekuensi diare