bab ii tinjauan pustaka a. landasan teori 1. · pdf filemenurut data laporan rutin yang...

24
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Puskesmas Pengertian Puskesmas yang akan diketengahkan di sini menunjukan adanya perubahan yang disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan pelayanan kesehatan dari tahun ke tahun, Puskesmas (pusat kesehatan masyarakat) adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang langsung memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha kesehatan pokok (Azwar, 1980; Effendy, 1998). Puskesmas adalah satu kesatuan organisasi fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan peranan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (DepKes RI, 1991; Effendy, 1998). Definisidiatas dapat digali makna yang lebih mendalam, yang menunjukan bahwa puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang sangat besar dalam memelihara kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat seoptimal mungkin (Effendy, 1998).

Upload: haque

Post on 22-Feb-2018

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Puskesmas

Pengertian Puskesmas yang akan diketengahkan di sini

menunjukan adanya perubahan yang disesuaikan dengan

perkembangan dan tuntutan pelayanan kesehatan dari tahun ke

tahun, Puskesmas (pusat kesehatan masyarakat) adalah suatu

kesatuan organisasi fungsional yang langsung memberikan

pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu

wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha kesehatan pokok

(Azwar, 1980; Effendy, 1998).

Puskesmas adalah satu kesatuan organisasi fungsional yang

merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga

membina peran serta masyarakat disamping memberikan peranan

secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah

kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (DepKes RI, 1991;

Effendy, 1998).

Definisidiatas dapat digali makna yang lebih mendalam, yang

menunjukan bahwa puskesmas mempunyai wewenang dan

tanggung jawab yang sangat besar dalam memelihara kesehatan

masyarakat di wilayah kerjanya untuk meningkatkan status

kesehatan masyarakat seoptimal mungkin (Effendy, 1998).

12

Pengertian Puskesmas secara umum disini adalah unit pelaksana

teknis dinas kesehatan kabupaten yang bertanggung jawab

terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas

berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

masyarakat agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal

(Dirjen kesmas, 2006).

Puskesmas dapat dibangun dari peningkatan Puskesmas pembantu

atau benar-benar membentuk Puskesmas baru. Pembangunan

Puskesmas ditujukan untuk peningkatan jangkauan pelayanan

kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat. Pembangunan

baru Puskesmas tersebut satu paket termasuk penyediaan alat

kesehatan dan non kesehatan serta rumah dinas petugas

Puskesmas (bila belum ada) (Depkes, 2009).

Berdirinya Puskesmas terdapat dua upaya yang harus dilakukan

Puskesmas yaitu upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan

pengembangan.Upaya kesehatan wajib disini adalah upaya yang

dilakukan oleh seluruh puskesmas di Indonesia. Yang termasuk

usaha kesehatan wajib diantaranya adalah promosi kesehatan,

kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak serta keluarga

berencana, perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan

pemberantasan penyakit menular serta pengobatannya. Sedangkan

upaya kesehatan pengembangan adalah upaya kesehatan yang

13

ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan

di masyarakat setempat serta disesuaikan dengan kemampuan

Puskesmas.Upaya pengembangan kesehatan antara lain: upaya

kesehatan sekolah, upaya kesehatan olahraga, upaya kesehatan

kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut,upaya kesehatan jiwa,

upaya kesehatan mata, kesehatan usia lanjut, perawatan kesehatan

masyarakat, pembinaan pengobatan, dan sebagainya (Dirjen

Kesmas, 2006).

Upaya kesehatan agar bisaterselenggara secara optimal, maka

Puskesmas harus melaksanakan manajemen dengan baik,

manajemen puskesmas tersebut terdiri dari perencanaan,

pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan tanggung

jawab (Dirjen Kesmas, 2006).

Effendy, 1998 juga mengatakan dalam bukunya bahwa ada 3

pokok fungsi puskesmas, yaitu:

a. Sebagai pusat pembangunan kesehatan di wilayahnya

b. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam

rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat

c. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan

terpadu kepada masyarakt di wilayah kerjanya.

14

Proses didalam melaksanakan fungsi puskesmas, dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

a. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan

kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri

b. Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana

menggali dan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif

dan efisien

c. Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan

rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat

dengan ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan

ketergantungan.

d. Memberi pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat

e. Bekerja sama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam

melaksanakan program puskesmas.

2. MTBS

Manajemen terpadu balita sakit merupakan bentuk pengelolaan

balita yang mengalami sakit dengan tujuan meningkatkan derajat

kesehatan serta kualitas pelayanan kesehatan anak. Upaya ini

merupakan salah satu cara yang efektif untuk menurunkan angka

kematian dan angka kesakitan bayi dan anak. Bentuk pengelolaan

ini dapat dilakukan pada pelayanan tingkat pertama seperti di unit

rawat jalan, Puskesmas, polindes dll. Manajemen ini dilaksanakan

secara terpadu tidak terpisah dari salah satu bentuk kegiatan

15

kesehatan. Dikatakan terpadu karena bentuk pengelolaannya

dilakukan secara bersama dan penanganan kasusnya tidak

terpisah-pisah yang meliputi manajemen anak sakit,pemberian

nutrisi, pemberian imunisasi, pencegahan penyakit, serta promosi

untuk tumbuh kembang (Hidayat, 2005).

Pelaksanaan dalamMTBS, strategi yang digunakan adalah upaya

kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan). Upaya kuratif

dilakukan dengan penanganan secara langsung pada balita yang

sakit seperti adanya pnemonia, diare, malaria, campak, demam

berdarah, masalah telinga, dan masalah gizi. Sedangkan promotif

dan preventif dilakukan dengan cara konseling gizi dll (Hidayat,

2005).

Langkah-langkah pelaksananaan MTBS ini meliputi:

(1) Penilaian adanya tanda dan gejala dari suatu penyakit dengan

cara bertanya, melihat, mendengar, dan meraba dengan kata lain

dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik dasar dan

amnamnesis

(2) Membuat klasifikasi dengan menentukan tingkat kegawatan dari

suatu penyakit, hal ini digunakan untuk menentukan tindakan,

bukan diagnosis kusus penyakit

(3) Menentukan tindakan dan mengobati, yaitu memberikan

tindakan pengobatan di fasilitas kesehatan, membuat resep, dan

mengajari ibu tentang obat serta tindakan yang harus dilakukan

di dalam rumah

(4) Memberikan konseling dengan menilai cara pemberian makan

dan kapan anak harus kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan

16

(5) Memberikan pelayanan tindak lanjut pada kunjungan ulang

(Alamsyah, 2004): hlm 142 dalam Hidayat, (2009).

3. Sejarah MTBS

Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada

tahun 1996. Pada tahun 1997 Depkes RI bekerjasama dengan

WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan

adaptasi modul MTBS WHO. Modul tersebut digunakan dalam

pelatihan pada bulan November 1997 dengan pelatih dari SEARO.

Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara

bertahap dan up-date modul MTBS dilakukan secara berkala

sesuai perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu

kesehatan anak melalui IDAI. Akhir tahun 2009, penerapan

MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh

Puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab: belum

adanya tenaga kesehatan di Puskesmasnya yang sudah terlatih

MTBS, sudah ada tenaga kesehatan terlatih tetapi sarana dan

prasarana belum siap, belum adanya komitmen dari Pimpinan

Puskesmas, dll. Menurut data laporan rutin yang dihimpun dari

Dinas Kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui Pertemuan

Nasional Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah Puskesmas

yang melaksanakan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar

51,55% (Wijaya, 2009).

17

4. Persiapan Pelaksanaan MTBS

Persiapan yang perlu dilakukan oleh setiap puskesmas yang akan

mulai menerapkan MTBS dalam pelayanan kepada balita sakit

meliputi diseminasi informasi MTBS kepada seluruh petugas

puskesmas, rencana penerapan MTBS, rencana penyiapan obat, alat,

pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan MTBS di

puskesmas,puskesmas pembantu dan polindes (MTBS modul 7,

2006).

Persiapan yang perlu dilakukan oleh setiap puskesmas yang akan

mulai menerapkan MTBS dalam pelayanan kepada balita sakit,

meliputi:

(1) Diseminasi Informasi MTBS Kepada Petugas Puskesmas

Langkah-langkah yang diterapkan dalam MTBS jelas bahwa

keterkaitan peran dan tanggung jawab antar petugas di puskesmas

sangat erat. Oleh karena itu seluruh petugas kesehatan di

puskesmas perlu memahami MTBS dan perannya untuk

memperlancar penerapan MTBS. Kegiatan diseminasi informasi

MTBS kepada seluruh petugas puskesmas dilaksanakan dalam

suatu pertemuan yang dihadiri oleh seluruh petugas yang meliputi

perawat, bidan, petugas gizi, petugas imunisasi, petugas obat,

pengelola SP2TP, pengelola program P2M, petugas loket dan

lain-lain. Diseminasi informasi dilaksanakan oleh petugas yang

dilatih MTBS,bila perlu dihadiri oleh supervisor dan dinas

18

kesehatan kabupaten. Informasi yang harus disampaikan dalam

diseminasi yaitu konsep umum MTBS dan peran serta tanggung

jawab petugas puskesmas dalam penerapan MTBS (MTBS modul

7, 2006).

(2) Penyiapan logistik

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menerapkan

MTBS adalah penyiapan obat dan alat. Sebelum mulai

menerapkan MTBS, harus dilakukan penilaian dan pengamatan

terhadap ketersediaan obat di puskesmas. Secara umum, obat-

obatan yang digunakan dalam MTBS telah termasuk dalam daftar

obat esensial nasional yang digunakan di puskesmas. Obat-obat

yang diperlukan antara lain: Kotrimoksazol tablet dewasa, kapsul

tetrasiklin, tablet asam nalidiksat, tablet klorokuin, tablet

primakuin, tablet sulfaduksin pirimetamin (fansidar), tablet kina,

diazepam suppositoria, suntikan kloramfenikol, suntikan

gentamisin, suntikan penisilin prokain, suntikan ampisilin,

suntikan kinin, suntikan fenobarbital diazepam infeksi (5 mg dan

10 mg), tablet nistatin, tablet parasetamol atau sirup, tetrasiklin

atau kloramfenikol salep mata, gentian violet 1% (sebelum

digunakan, harus diencerkn menjadi 0,25% atau 0,5% sesuai

kebutuhan), sirup besi (Sulfat ferosus) atau tablet besi, vitamin A

200.000 IU dan 100.000 IU, tablet pirantel pamoat, aqua bides

untuk pelarut, oralit 200cc, cairan infuse : Ringer laktat, Dextrose

19

5% NaCl, alkohol 70%, glycerin, povidone (MTBS Modul 7,

2006).

Peralatan yang dipergunakan dalam penerapan MTBS yaitu

diantaranya: Timer ispa atau arloji dengan jarum detik, tensimeter

dan manset anak (bila ada), gelas, sendok dan teko tempat air

matang dan bersih (digunakan dipojok oralit), infuse set dengan

wing needles no 23 dan no 25, semprit dan jarum suntik: 1ml ; 2,5

ml ; 10 ml, timbangan bayi, thermometer, kasa/kapas, pipa

lambung, alat penumbuk obat, alat penghisap lendir, rapid

diagnostic test untuk malaria (MTBS Modul 7, 2006).

(3) Penyiapan Formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu

Penyiapan formulir manajemen terpadu balita sakit dan kartu

nasihat ibu (KNI) perlu dilakukan untuk memperlancar

pelayanan. Langkah-langkah dalam penyiapan formulir MTBS

dan KNI: Pertama-pertama hitung jumlah kunjungan balita sakit

perhari dan hitunglah kunjungan perbulan. Jumlah keseluruhan

kunjungan balita sakit merupakan perkiraan kebutuhan formulir

MTBS selama satu bulan. Formulir adalah untuk anak umur 2

bulan sampai 5 tahun, sedangkan kebutuhan formulir pencatatan

untuk bayi muda, didasarkan pada perkiraan jumlah bayi baru

lahir di wilayah kerja puskesmas, karena sasaran ini akan

dikunjungi oleh bidan desa melalui kunjungan neonatal. Untuk

percetakan KNI hitunglah sebanyak jumlah kunjungan baru balita

20

sakit dalam sebulan ditambah perkiraan jumlah bayi baru lahir

dalam sebulan. Selama tahap awal penerapan MTBS, cetaklah

formulir MTBS dan KNI untuk memenuhi kebutuhan 3 bulan

pertama (MTBS, Modul 7, 2006).

(4) PenyesuaianAlurPelayanan

Salah satukonsekuensipenerapan MTBS di

puskesmasadalahwaktupelayananmenjadilebih

lama.Untukmengurangiwaktutunggubagibalitasakit.Langkah-

langkahtersebutadalahsejakpenderitadatanghinggamendapatkanpe

layanan yang lengkap, meliputi:Pendaftaran,

pemeriksaandankonseling, tindakan yang diperlukan di klinik,

pemberianobat, dan rujukanbiladiperlukan(MTBS modul 7,

2006).

5. Pelayanan MTBS di Puskesmas

Penerapan MTBS di Puskesmas, pertama kali harus dilakukan

penilaian terhadap jumlah kunjungan balita sakit perhari. Seluruh

balita sakit yang datang ke puskesmas diharapkan ditangani dengan

pendekatan MTBS, bila jumlah kunjungannya tidak banyak (kurang

dari 10 kasus perhari) akan tetapi bila perbandingan jumlah petugas

kesehatan yang telah dilatih MTBS dan jumlah balita sakit perhari

cukup besar maka penerapan MTBS di Puskesmas di lakukan secara

bertahap. Penerapan tidak ada patokan khusus besarnya presentase

kunjungan balita sakit yang ditangani dengan pendekatan MTBS. Tiap

21

Puskesmas perlu memperkirakan kemamupanya mengenai seberapa

besar balita sakit yang akan ditangani pada sat awal penerapan dan

kapan dicapai cakupan 100%. Penerapan MTBS di Puskesmas secara

bertahap dilaksanakan sesuai dengan keadaan pelayanan rawat jalan

ditiap Puskesmas (MTBS Modul 7, 2006).

Sebagai acuan dalam pentahapan penerapan adalah sebagai berikut:

a. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 orang

perhari pelayanan MTBS dapat diberikan langsung kepada

seluruh balita sakit.

b. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 11-20 orang

perhari, berikanlah pelayanan MTBS kepada 50% kunjungan

balita sakit pada tahap awal dan setelah 6 bulan pertama

diharapkan seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS.

c. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang

perhari, berikanlah pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan

balita sakit pada tahap awal dan setelah 6 bulan pertama

diharapkan seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS

(MTBS, Modul, 2006)

6. Pencatatan dan Pelaporan Hasil Pelayanan

Pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang menerapkan MTBS

sama dengan puskesmas yang lain yaitu menggunakan sistem

pencatatan untuk pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP). Dengan

demikian semua pencatatan dan pelaporan yang digunakan tidak perlu

22

mengalami perubahan . Perubahan yang perlu dilakukan adalah

konversi klasifikasi MTBS kedalam kode diagnosis dalam SP2TP

sebelum masuk kedalam sistem pelaporan (MTBS Modul 7, 2006).

7. Tata Laksana Balita Sakit Dengan Pendekatan MTBS

Seorang balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh

petugas kesehatan yangtelah dilatih. Petugas memakai tool yang

disebut Algoritma MTBS yang dapat dilihat pada bagan MTBS untuk

melakukan penilaian/pemeriksaan dengan cara menanyakan kepada

orang tua/wali,apa saja keluhan-keluhan/masalah anak kemudian

memeriksa dengan cara lihat dan dengar atau lihat dan raba. Setelah

itu petugas akan mengklasifikasikan semua gejala berdasarkanhasil

tanya-jawab dan pemeriksaan. Berdasarkan hasil klasifikasi penyakit,

petugas akanmenentukan tindakan/pengobatan, misalnya anak dengan

klasifikasi pneumonia berat ataupenyakit sangat berat akan dirujuk ke

dokter Puskesmas.

Contoh begitu sistematis dan terintegrasinya pendekatan MTBS,

ketika anak sakit datang berobat, petugas kesehatan akan menanyakan

kepada orang tua/wali secara berurutan, dimulai dengan memeriksa

tanda-tanda bahaya umum seperti:

a. Apakah anak bisa minum/menyusu?

b. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?

c. Apakah anak menderita kejang?

23

Kemudian petugas akan melihat/memeriksa apakah anak tampak

letargis/tidak sadar?Setelah itu petugas kesehatan akan menanyakan

keluhan utama lain:

(1) Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?

(2) Apakah anak menderita diare?

(3) Apakah anak demam?

(4) Apakah anak mempunyai masalah telinga?

(5) Memeriksa status gizi

(6) Memeriksa anemia

(7) Memeriksa status imunisasi

(8) Memeriksa status pemberian vitamin A

(9) Menilai masalah/keluhan-keluhan lain

Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut di atas, petugas akan

mengklasifikasi keluhan/penyakit anak, setelah itu petugas melakukan

langkah-langkah tindakan/pengobatan yang telah ditetapkan dalam

penilaian/klasifikasi. Tindakan yang dilakukan dapat berupa:

(1) Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah

(2) Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah

(3) Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak

sakit di rumah, misalaturan penanganan diare di rumah

(4) Memberikan konseling bagi ibu, misal: anjuran pemberian

makanan selama anak sakitmaupun dalam keadaan sehat

24

(5) Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas

kesehatandan lain-lain (Wijaya, 2009).

Perlu diketahui, untuk bayi yang berusia s/d 2 bulan, dipakai penilaian

dan klasifikasi bagi BayiMuda (0-2 bulan) memakai Bagan

Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) yang terintegrasidi dalam

bagan MTBS. Penilaian dan klasifikasi bayi muda di dalam MTBM

terdiri dari:

(1) Menilai dan mengklasifikasikan untuk kemungkinan penyakit

sangat berat atau infeksi bakteri

(2) Menilai dan mengklasifikasikan diare

(3) Memeriksa dan mengklasifikasikan ikterus

(4) Memeriksa dan mengklasifikasikan kemungkinan berat badan

rendah dan atau masalahpemberian Air Susu Ibu (ASI).

Petugas kesehatan akan mengajari ibu yang memiliki bayi muda

tentang cara meningkatkan produksi ASI, cara menyusui yang baik,

mengatasi masalahpemberian ASI secara sistematis dan terperinci,

cara merawat tali pusat, menjelaskan kepadaibu tentang jadwal

imunisasi pada bayi kurang dari 2 bulan, menasihati ibu cara

memberikancairan tambahan pada waktu bayinya sakit, kapan harus

kunjungna ulang, dll.

(1) Memeriksa status penyuntikan vitamin K1 dan imunisasi.

(2) Memeriksa masalah dan keluhan lain.

25

Pemeriksaan dan tindakan secara lengkap tentunya tidak akan

diuraikan disini karena terlalupanjang dan akan dilampirkan. Sebagai

gambaran, untuk penilaian dan tindakan/pengobatan bagi setiap balita

sakit,pemeriksaan dan dapat memenuhi hampir semua sisi tembok

ruang pemeriksaan MTBS di Puskesmas dan formulir pencatatan baik

bagi bayi muda (0-2 bulan) maupun balita umur 2 bulan - 5 tahun

(Wijaya, 2009).

8. Kepatuhan Pelayanan MTBS

a. Pengertian

Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh yang berarti taat, suka

menurut perintah. Kepatuhan adalah tingkat pasien melaksanakan

cara pengobatan dan perilaku yang disarankan dokter atau oleh

orang lain (Santoso, 2005). Menurut Anonim (2011) tingkat

kepatuhan adalah pengukuran pelaksanaan kegiatan, yang sesuai

dengan langkah-langkah yang telah ditetapkan, perhitungan tingkat

kepatuhan dapat dikontrol bahwa pelaksanaan program telah

melaksanakan kegiatan sesuai standar.

b. Kepatuhan pelayanan

Kepatuhan pada program kesehatan merupakan perilaju yang dapat

di obervasi dan dengan begitu dapat langsung diukur. Literatur

perawatan kesehatan mengemukakan bahwa kepatuhan berbanding

lurus dengan tujuan yang ingin di capai pada program pengobatan

yang telah ditentukan (Bastable, 2002).

26

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kepatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kepatuhan yaitu faktor

intrinsik dan ekstrinsik (Notoatmodjo, 2003).

Berikut ini yang termasuk faktor intrinsik yaitu:

(1) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar

pengetahuan mahasiwa diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan Kamus Besar Bahasa

Indonesia, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui

berkaitan dengan proses pembelajaran (Poerwadarminta, 2002).

Sedangkan menurut Soekamto (1990), yang dimaksud

pengetahuan adalah kesan didalam fikiran manusia sebagai hasil

penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan

kepercayaan, takhayul dan penerangan-penerangan yang keliru

yang bertujuan untuk mendapatkan kepastian serta

menghilangkan prasangka sebagai sebab ketidak pastian.

Adapun tingkat pengetahuan didalam domain kognitif menurut

Notoatmodjo (2003) meliputi:

27

(a) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat selalu materi yang

dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan

tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap

sesuatu yang spesifik. Tahu merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu yang dipelajari antara lain ;

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan

sebagainya.

(b) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui

dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap

obyek yang dipelajari.

(c) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi

atau kondisi sebenarnya. Aplikasi dapat juga diartikan

sebagai penggunaan hukum-hukum, metode-metode,

28

prinsip-prinsip dan sebagainya dalam konteks situasi yang

lain.

(d) Analisis (analysis)

Kemampuan menjabarkan materi didalam komponen-

komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi

tersebut dan ada kaitannya satu sama lain. Seseorang

mampu menganalisis dengan menggunakan kerangka

kerja seperti; dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan

sebagainya.

(e) Sintesa (synthesis)

Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi yang ada.

(f) Evaluasi (evaluation)

Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi/objek. Justifikasi atau penelitian

tersebut berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri

maupun menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

29

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin

diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo,

2003).

Menurutpenelitian yang dilakukanHanafiah (2008) di

dapatkanhasilbahwasemakintinggipengetahuan supervisor

makaaktivitassupervisijugaseringdilakukan.Hal

inimenunjukanbahwapengetahuanmerupakanvariabel yang

mempengaruhiaktivitassupervisi

MTBS.Secaraujistatistikmenunjukanbahwapengetahuanadapeng

aruhyang bermaknaterhadapaktivitassupervisi

(2) Pendidikan

Pendidikan secara umum ialah setiap sesuatu yang mempunyai

pengaruh dalam pembentukan jasmani seseorang, akalnya dan

akhlaknya sejak dilahirkan hingga dia mati. Pendidikan dengan

pengertian ini meliputi semua sarana, baik disengaja seperti

pendidikan dilingkungan keluarga (rumah), dan pendidikan

sekolah, atau yang tidak disengaja seperti pendidikan yang

datang kebetulan dari pengaruh lingkungan sosial

kemasyarakatan dalam pergaulan kesehatan atau yang bersifat

alamiah dan lain-lain. Pendidikan dalam pengertian ini, sama

dengan pengertian bahwa kehidupan itu sendiri atau dalam

artian sesungguhnya bahwa segala bentuk hubungan manusia

30

baik di lingkungan keluarga, lingkungan alam dalam kehidupan

ini dianggap sebagai sebuah proses pembelajaran dengan

anggapan bahwa dimulai dari buaian atau sejak terlahir sampai

keliang lahat.

Pengertian pendidikan secara khusus ialah semua media

yang dijadikan dan dipergunakan untuk mengembangkan

jasmani anak, akalnya dan untuk pembinaan akhlaknya

(akhlakul kharimah), dan hanya meliputi sarana khusus yang

mungkin disusun suatu sistem bagiannya; ini terbatas pada

pendidikan rumah tangga dan sekolah.

Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa pendidikan

secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau

masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan

pelaku pendidikan.

Termasuk faktor ekstrinsik yaitu:

(1) Beban kerja

Definisi beban kerja secara tata bahasa mempunyai arti sebagai

tanggungan kewajiban yang harus dilaksanakan karena

pekerjaan tertentu dan juga sebagai tanggung jawab. Beban

kerja berpengaruh terhadap kinerja seseorang dalam

melakukan pekerjaaannya. Pekerja yang mempunyai beban

31

kerja berlebih akan menurunkan kualitas hasil kerja dan

memungkinkan adanya inefisiensi waktu. Para manajer harus

memperhatikan tingkat optimal beban kerja karyawan. Beban

kerja tidak hanya dipandang sebagai beban kerja fisik akan

tetapi sebagai beban kerja mental. Beban kerja dipandang

sebagai konsekuensi dari keterbatasan yang dimiliki individu

secara fisik dalammelaksanakan tugas yang harus dilakukan

dalam waktutertentu (Surani, 2008).

Reid dan Nygren mendefinisikan beban kerja melalui

tiga faktor yaitu penuhnya waktu, tingginya beban mental yang

dilakukan dan stres psikologi yang menyertai pada saat

individu melakukan pekerjaan (Reid & Nygren, 1992 dalam

Suraini, 2008)

(2) Pelatihan

Pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses

mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap

agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan

tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan

standar kerja. Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan

ketrampilan bekerja (vocational) yang dapat digunakan dengan

segera.Manfaat finansial bagi perusahaan biasanya terjadi

dengan cepat. Sementara itu, pendidikan memberikan

pengetahuan tentang subyek tertentu, tetapi sifatnya lebih

32

umum dan lebih terstruktur untuk jangka waktu yang jauh

lebih panjang. Di sisi lain, pengembangan sumber daya

manusia memiliki ruang lingkup lebih luas, yaitu berupa upaya

meningkatkan pengetahuan yang mungkin digunakan dengan

segera atau kepentingan di masa depan. Pengembangan sering

dikategorikan secara eksplisit dalam pengembangan

manajemen, organisasi, dan pengembangan individu karyawan.

Penekanan lebih pokok adalah padapengembangan

manajemen,dengan kata lain fokusnya tidak pada pekerjaan

kini dan mendatang, tetapi lebih pada penemuan kebutuhan

jangka panjang perusahaan (Surani, 2008).

Menurutpenelitian yang dilakukanHanafiah (2008) di

dapatkanhasilbahwaVariabelpelatihanmempunyaipengaruh

yang

signifikanterhadapaktivitassupervisipadapelaksanaanmanajeme

nterpadubalitasakit.

33

9. Kerangka teoripenelitian

Kerangkateoridapatdisimpulkanbahwatingkatkepatuhanpetugasdalamp

elayanan MTBS tidakhanyadipengaruhifaktorintrinsikdanekstrinsik,

tetapijugadipengaruhifaktor yang membentukperilaku yang

artinyahubunganantara variable

faktorintrinsikdanekstrinsikdengantingkatkepatuhanpelayanan MTBS

dapatdigangguataudirancuoleh variable yang membentukperilaku.

 

 

 

 

 

       

 

 

 

 

 

 

Bagan 2.1 kerangkateori

FAKTOR INTRINSIK

- Pengetahuan - Masa kerja - Pendidikan - Sikap - Jenis kelamin - Usia

FAKTOR EKSTRINSIK

- Fasilitas - Beban kerja - Pelatihan - Kepemimpinan  FAKTOR YANG

MEMBENTUK PERILAKU

- Presdisposing - Enabling - reinforcing

Tingkat kepatuhan petugas dalam

pelayanan MTBS

34

Dimodifikasi dari Notoatmodjo (2003).

10. Kerangka KonsepPenelitian

 

 

 

 

Bagan 2.2 kerangkakonseppenelitian

11. Hipotesa

Ada hubungan antara pengetahuan petugas, pendidikan petugas,

beban kerja petugas, pelatihan petugas dengan kepatuhan pelayanan

program MTBS.

Pengetahuan

Pendidikan

Beban kerja

Pelatihan

Kepatuhan pelayanan

MTBS