bab ii tinjauan pustaka a. lansia -...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lansia
1. Pengertian lansia
Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang
dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagaimana
diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai
kemampuan reproduksi dan melahirakan anak. Ketika kondisi hidup
berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini dan memasuki
selanjutnya yaitu usia lanjut kemudian mati. Bagi manusia yang normal,
siapa orangnya tentu telah siap menrima keadaan baru dalam setiap fase
hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya
(Darmojo, 2004).
2. Proses Menua
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran,
seperti kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut
memutih, gigi ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semangkin
memburuk, gerakan lambat, dan gerakan tubuh yang tidak proporsional
(Nugroho, 2008).
Menurut constantides (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan
bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua
merupakan proses yang terus-menerus secara ilmiah dimulai sejak lahir
dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit
tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh.
7
3. Batasan Lanjut Usia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Mubarak dan
Iqbal, W (2006), Batasan lanjut usia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
b. Lanjut usia (elderly) usia antara 60 sampai 70 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) usia antara 75 sampai 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) usia di atas 90 tahun
4. Teori penuaan
Menurut Guraalnik, dkk dalam Tamher (2009) Para perencana dan
pengambilan keputusan menaruh perhatian pada aspek lanjut usia yang
sehat dan sakit-sakitan mengingat usia yang panjang, tetapi sakit-sakitan
akan menguras banyak sumber daya dan akan mengganggu aktifitas
sehari-hari lansia. Indeks aktifitas sehari-hari menurut Katz, dapat
diprediksi berapa usia harapan hidup aktif pada suatu masyarakat. Dari
berbagai studi disimpulkan bahwa dari status fungsional aktifitas sehati-
hari terkait erat bukan hanya dengan usia, tetapi juga dengan penyakit.
Keterbatasan gerak menyebabkan utama gangguan aktifitas hidup
keseharian (activity of daily living-ADL) dan IADL (ADL intrumen).
5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia.
Menurut nugroho (2000), perubahan yang terjadi pada lansia adalah :
a. Perubahan atau kemunduran biologi
1) Kulit menjadi tipis, kering, keriput dan tidak elastic lagi. Fungsi
kulit sebagai penyakit suhu tubuh lingkungan dan mencegah
kuman-kuman penyakit masuk.
2) Rambut mulai rontok, berwarna putih, kering dan tidak mengkilat.
3) Gigi mulai habis.
4) Penglihatan dan pendengaran berkurang.
5) Mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.
6) Keterampilan tubuh menghilang disana-sini terdapa timbunan
lemak terutama pada bagian pinggul dan perut.
8
7) Jumlah sel otot berkurang mengalami atrofi sementara jumlah
jaringan ikat bertambah, volume otot secara keseluruhan
menyusut, fungsinya menurun dan kekuatannya berkurang.
8) Pembuluh darah penting khususnya yang terletak dijantung dan
otak mengalami kekakuan lapisan intim menjadi kasr akibat
merokok, hipertensi, diabetes mellitus, kadar kolesterol tinggi dan
lain-lain yang memudahkan timbulnya pengumpulan darah dan
thrombosis.
9) Tulang pada proses menua kadar kapur (kalsium) menurun
akibatnya tulang menjadi keropos dan mudah patah.
b. Perubahan atau kemunduran kemampuan kognitif
1) Mudah lupa karena ingatan tidak berfungsi dengan baik.
2) Ingatan kepada hal-hal dimasa muda lebih baik dari pada yang
terjadi pada masa tuanya yang pertama dilupakan adalah nama-
nama
3) Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang atau
tempat juga mundur, erat hubungannya dengan daya ingatan yang
sudah mundur dan juga karena pandangan yang sudah menyempit
4) Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman skor yang dicapai
dalam test-test intelegentsi menjadi lebih rendah sehingga lansia
tidak mudah untuk menerima hal-hal yang baru.
c. Perubahan-perubahan psikososial
1) Pension, nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya selain
itu identitas pension dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan
2) Merasakan atau sadar akan kematian.
3) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan
bergerak yang lebih sempit.
4) Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan.
5) Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan keluarga.
9
6) Hilangnya kemampuan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
B. Dukungan Keluarga
1. Pengertian keluarga
Menurut Marilyn M. Friedman (2003) yang menyatakan bahwa
keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama
dengan keterikatan aturan dan emosional dimana individu mempunyai
peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Duval dan
Logan (1986) menguraikan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang
dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk
menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan
fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga (Ferry,
2009).
2. . Ciri-ciri keluarga
Menurut Robert Mac Iver dan Charles Horton dalam (Setiadi, 2008)
ciri-ciri keluarga dibagi beberapa macam :
a. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
b. Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan
hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara.
b. Keluarga mempunyai suatu system tata nama (Nomen Clatur)
termasuk perhitungan garis keturunan.
c. Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-
anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai
keturunan dan mempunyai keturunan dan membesarkan anak.
d. Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah, atau rumah
tangga.
3. Struktur keluarga
Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga
melaksanakan fungsi keluarga dimasyarakat. Struktur keluarga terdiri dari
bermacam-macam (Setiadi, 2008) diantaranya adalah :
10
a. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur
garis ayah.
b. Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur
garis ibu.
c. Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
istri.
d. Patrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
suami.
e. Keluarga kawin
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga
karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
4. Fungsi keluarga
Menurut Friedman (2003) fungsi keluarga meliputi :
a. Fungsi efektif adalah fungsi keluarga yang utama mengajarkan
segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan
dengan orang lain.
b. Fungsi sosialisasi adalah fungsi mengembangkan dan tempat berlatih
anak untuk kehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk
berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
c. Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi
dan menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
11
e. Fungsi perawatan dan pemeliharan kesehatan adalah fungsi untuk
mempertahankan keaadan kesehatan anggota keluarga agar tetap
memiliki produktivitas tinggi.
Ada tiga fungsi pokok keluarga terhadap anggota keluarganya
menurut Effendy (1998) dalam Setiadi (2008), yaitu :
a. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman,
kehangatan kepada anggota keluarga.
b. Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anggota
keluarga agar kesehatan selalu terpelihara.
c. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan
5. Pengertian dukungan keluarga
Menurut Cohen & Syme (1996) Dukungan sosial adalah sesuatu
keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain
yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain
yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Setiadi, 2008).
Dukungan keluarga merupakan suatu strategi intervensi preventif
yang paling baik dalam membantu anggota keluarga mengakses dukungan
sosial yang belum digali untuk suatu strategi bantuan yang bertujuan untuk
meningkatkan dukungan keluarga yang adekuat. Dukungan keluarga
mengacu pada dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai
suatu yang dapat diakses untuk keluarga misalnya dukungan bisa atau
tidak digunakan, tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang
bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan (Friedman, 2003).
Dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sebagai
koping keluarga, baik dukungan keluarga yang eksternal maupun internal.
Dukungan dari keluarga bertujuan untuk membagi beban, juga memberi
dukungan informasional (Friedman, 2003).
Dukungan keluarga sebagai suatu proses hubungan antar keluarga
dengan lingkungan sosialnya, ketiga dimensi interaksi dukungan keluarga
tersebut bersifat reproksitas (timbal balik atau sifat dan frekuensi
12
hubungan timbal balik), umpan balik (kualitas dan kualitas komunikasi)
dan keterlibatan emosional (kedalaman intimasi dan kepercayaan) dalam
hubungan sosial. Baik keluarga inti maupun keluarga besar berfungsi
sebagai sistem pendukung bagi anggota keluarganya dan merupakan
pelaku aktif dalam memodifikasi dan mengadaptasi komunitas hubungan
personal untuk mencapai keadaan berubah (Friedman, 2003).
6. Jenis Dukungan Keluarga
Jenis dukungan keluarga terdiri dari empat jenis atau dimensi
dukungan menurut Friedman (1998) dalam Setiadi (2008) antara lain :
a. Dukungan emosional
Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk
istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap
emosi yang meliputi ungkapan empati, kepedulian dan perhatian
terhadap lansia
b. Dukungan penghargaan (penilaian)
Keluarga bertindak sebagai bimbingan umpan balik,
membimbing dan menengahi pemecahan dan sebagai sumber dan
validator identitas anggota. Terjadi lewat ungkapan hormat
(penghargaan) positif untuk lansia, dorongan maju, atau
persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan
perbandingan positif pada lansia.
c. Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan
konkrit yang mencakup bantuan seperti dalam bentuk uang,
peralatan, waktu, modifikasi lingkungan maupun menolong
dengan pekerjaan waktu mengalami stres.
d. Dukungan informatif
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator
(penyebar) informasi tentang dunia yang mencakup dengan
memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, sarana-sarana atau umpan
balik. Bentuk dukungan yang diberikan oleh keluarga adalah
13
dorongan semangat, pemberian nasehat atau mengawasi tentang
pola makan sehari-hari dan pengobatan. Dukungan keluarga juga
merupakan perasaan individu yang mendapat perhatian,
disenangi, dihargai dan termasuk bagian dari masyarakat
(Friedman, 2003).
7. Ciri-ciri bentuk dukungan keluarga
Menurut House Smet (1994) dikutip oleh Setiadi (2008) setiap
bentuk dukungan sosial keluarga mempunyai ciri-ciri antara lain :
1. Informative, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat
digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-
persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat, pengarahan,
ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini
disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi
persoalan yang sama atau hampir sama.
2. Perhatian Emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan
afeksi dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan
empati, cinta, kepercayaan, dan penghargaan. Dengan demikian
seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak
menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang
memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati,
dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya.
3. Bantuan Instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk
mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan
dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolonga
secara langsung kesulitan yang dihadapi, misalnya dengan
menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita,
menyediakan obat-obat yang dibutuhkan dan lain-lain.
4. Bantuan Penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan
seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya
penderita. Penilaian ini bisa positif dan negatif yang mana
pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan
14
dukungan sosial keluarga maka penilaian sangat membantu adalah
penilaian yang positif.
8. Sumber dukungan keluarga
Menurut Rook & Dooley, Kuntjoro (2002) dalam Tamher (2009),
ada dua sumber dukungan keluarga yaitu sumber natural dan sumber
artificial. Dukungan keluarga yang natural diterima seseorang melalui
interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang
yang berada disekitarnya misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami,
dan kerabat) teman dekat atau relasi. Dukungan keluarga ini bersifat non
formal sementara itu dukungan keluarga artifisial adalah dukungan sosial
yang dirancang kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan
keluarga akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.
Sehingga sumber dukungan keluarga natural memiliki berbagai perbedaan
jika dibandingkan dengan dukungan keluarga artifisial perbedaan tersebut
terletak pada :
a. Keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat apa adanya
tanpa dibuat-buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat
spontan.
b. Sumber dukungan keluarga yang natural memiliki kesesuaian
dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.
c. Sumber dukungan keluarga yang natural berakar dari hubungan
yang telah berakar.
d. Sumber dukungan keluarga yang natural memiliki keragaman
dalam penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang
nyata hingga sekedar menemui seseorang dengan menyampaikan
salam.
e. Sumber dukungan keluarga natural terbebas dari bebas dan label
psikologis.
15
9. Manfaat dukungan keluarga
Menurut friedman (2003) dukungan sosial keluarga adalah sebuah
proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan. Sifat dan jenis dukungan
sosial berbeda-beda dalam berbagai tahapan siklus kehidupan. Namun
demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan dukungan sosial keluarga
membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal
sebagai akibatnya. Hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga.
C. Kemandirian Lansia
1. Pengertian
Menurut mu’tadin (2002), kemandirian mengandung pengertian
yaitu suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing
untuk maju demi kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan
inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan
diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya, bertanggung jawab terhadap apa
yang dilakukan.
Fungsi kemandirian pada lansia mengandung pengertian yaitu
kemampuan yang dimiliki oleh lansia untuk tidak bergantung pada orang
lain dalam melakukan aktivitasnya, semuanya dilakukan sendiri dengan
keputusan sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhannya (Alimul, 2004).
Selain itu kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas
hidup. Kualitas hidup orang lanjut usia dapat dinilai dari kemampuan
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas Kehidupan Sehari-
hari (AKS) menurut Setiati (2000) dikutip oleh Ratna (2004) ada 2 yaitu
AKS standar dan AKS instrumental. AKS standar meliputi kemampuan
merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air besar/kecil,dan mandi.
Sedangkan AKS instrumental meliputi aktivitas yang komplek seperti
memasak, mencuci, menggunakan telepon, dan menggunakan uang.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian orang lanjut usia
Meliputi faktor kondisi kesehatan, faktor kondisi ekonomi, dan faktor
kondisi sosial :
16
a) Kondisi Kesehatan
Lanjut usia yang memiliki tingkat kemandirian tertinggi adalah
mereka yang secara fisik dan psikis memiliki kesehatan yang cukup
prima. Prosentase yang paling tinggi adalah mereka yang
mempunyai kesehatan baik. Dengan kesehatan yang baik mereka
bisa melakukan aktivitas apa saja dalam kehidupannya sehari-hari
seperti : mengurus dirinya sendiri, bekerja dan rekreasi. Hal ini
sejalan dengan pendapat Setiati (2000) bahwa kemandirian bagi
orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan sehingga dapat
melakukan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS). AKS ada 2 yaitu
AKS standar dan AKS instrumental. AKS standar meliputi
kemampuan merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air
besar/kecil,dan mandi. Sedangkan AKS instrumental meliputi
aktivitas yang komplek seperti memasak, mencuci, menggunakan
telepon, dan menggunakan uang. Sedangkan pada lanjut usia dengan
kesehatan sedang cenderung tidak mandiri. Hal ini disebabkan
karena kondisi kesehatan mereka baik fisik maupun psikis yang
kadang-kadang sakit atau mengalami gangguan, sehingga aktivitas
sehari-hari tidak semuanya dapat dilakukan sendiri. Pada beberapa
kegiatan mereka memerlukan bantuan orang lain, misalnya
mengerjakan pekerjaan yang berat atau mengambil keputusan.
Orang lanjut usia dengan kondisi kesehatan baik dapat
melakukan aktivitas apa saja sedangkan yang memiliki kondisi
kesehatan sedang cenderung memilih aktivitas yang memerlukan
sedikit kegiatan fisik. Untuk mengerjakan beberapa aktivitas fisik
dan psikis yang berat mereka memerlukan pertongan dari orang lain..
Dampak dari menurunnya kondisi kesehatan seseorang secara
bertahap dalam ketidak mampuan secara fisik mereka hanya tertarik
pada kegiatan yang memerlukan sedikit tenaga dan kegiatan fisik
(Hurlock, 1994).
17
b) Kondisi Ekonomi
Lanjut usia yang mandiri pada kondisi ekonomi sedang karena
mereka dapat menyesuaikan kembali dengan kondisi yang mereka
alami sekarang. Misalnya perubahan gaya hidup. Dengan
berkurangnya pendapatan setelah pensiun , mereka dengan terpaksa
harus menghentikan atau mengurangi kegiatan yang dianggap
menghamburkan uang (Hurlock, 2002). Pekerjaan jasa yang mereka
lakukan misalnya mengurus surat-surat, menyampaikan undangan
orang yang punya hajatan, baik undangan secara lisan maupun
berupa surat undangan. Walaupun upah yang mereka terima sedikit,
tetapi mereka merasa puas yang luar biasa. Karena ternyata dirinya
masih berguna bagi orang lain Lanjut usia yang tidak mandiri juga
berada pada ekonomi sedang. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
mereka tidak bekerja, tetapi mendapat bantuan dari anak-anak atau
keluarga. Bantuan tersebut berupa uang atau kebutuhan-kebutuhan
lain seperti makan, pakaian, kesehatan atau kebutuhan untuk acara
sosial. Sikap anak yang telah dewasa terhadap orangtua yang sudah
berusia lanjut dan sering berhubungan dengan mereka dapat
menciptakan penyesuaian sosial dan personal yang baik bagi orang-
orang berusia lanjut (Hurlock, 2002).
c) Kondisi Sosial
Kondisi penting yang menunjang kebahagiaan bagi orang lanjut
usia adalah menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan
kerabat keluarga dan teman-teman (Hurlock, 2002). Hubungan sosial
antara orang lanjut usia dengan anak yang telah dewasa adalah
menyangkut keeratan hubungan mereka dan tanggung jawab anak
terhadap orangtua yang menyebabkan orang lanjut usia menjadi
mandiri. Tanggung jawab anak yang telah dewasa baik yang telah
berumah tangga maupun yang belum, atau yang tinggal satu rumah,
tidak tinggal satu rumah tetapi berdekatan tempat tinggal atau yang
18
tinggal berjauhan ( tinggal di luar kota ) masih memiliki kewajiban
bertanggungjawab terhadap kebutuhan hidup orang lanjut usia
seperti kebutuhan sandang, pangan, kesehatan dan sosial. Hal ini
merupakan kewajiban anak untuk menyantuni orang tua mereka
sebagai tanda terimakasih atas jerih payah orangtua yang telah
membesarkan mereka. Anak-anak lanjut usia juga bersikap adil dan
berperikemanusiaan (sesuai dengan sila ke 2 dari Pancasila) dalam
merawat dan mendampingi orangtuanya yang sudah lanjut usia.
Sebagaimana pendapat Hurlock (2002) yang menjelaskan bahwa
sikap anak yang telah dewasa terhadap orangtua yang sudah berusia
lanjut dan sering berhubungan dengan mereka dapat menciptakan
penyesuaian sosial dan personal yang baik bagi orang-orang berusia
lanjut.
Selain itu menurut Parker dalam Adilasari (2008), faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kemandirian lansia adalah sebagai berikut :
a. Tanggung jawab
Tanggung jawab berarti memiliki tugas untuk menyelesaikan sesuatu
dan diminta pertanggung jawaban atas hasil kerjanya. Misalnya
lansia diberi tanggung jawab yang dimulai dengan tanggung jawab
untuk mengurus dirinya sendiri. Lansia yang diberi tanggung jawab
sesuai dengan kondisinya akan merasa dipercaya, berkompeten dan
dihargai.
b. Mandiri
Percaya diri dan mandiri adalah dua hal yang saling menguatkan.
Semakin lansia dapat mandiri, dia akan semakin mampu mengelola
kemandirian, kemudian mengembangkan kemandirian. Keluarga
harus memberikan kesempatan dan waktu agar lansia bisa memiliki
tugas-tugas yang praktis, mereka harus memahami metode atau cara
bagaimana cara menyelesaikannya dan bagaimana menghadapi
frustasi yang tidak bisa dihindarkan.
19
c. Pengalaman praktis dan akal sehat yang relevan
Akal yang sehat berkembang melalui pengalaman yang praktis dan
relevan. Seseorang yang memiliki kemandirian akan memahami
diantaranya mampu untuk:
1) Memenuhi kebutuhan makan untuk dirinya sendiri.
2) Membuat keputusan rasional bagaimana membelanjakan uang
sesuai kebutuhan.
3) Menggunakan sarana transportasi umum dan menyebrang jalan
4) Kreasi secara cepat dan tepat dalam berbagai situasi darurat
d. Otonom
Merupakan kemampuan untuk menentukan arah sendiri (self
determination) yang berarti mampu mengendalikan atau mengetahui
atau mempengaruhi apa yang terjadi pada dirinya.
e. Kemampuan memecahkan masalah
Dengan adanya dukungan dan arahan yang memadai, lansia akan
terdorong untuk mecari jalan keluar bagi persoalan-persoalan yang
mereka alami.
f. Kebutuhan akan kesehatan yang baik
Olah raga dan berbagai aktifitas fisik adalah penting untuk
mengembangkan atau meningkatkan proses koordinasi yang baik
dan kebugaran. Kita semua tahu bahwa latihan dapat memberi
keuntungan dan berpengaruh terhadap kesehatan kita dan
kebahagiaan secara umum. Latihan dapat memberi energi yang baru
dan dianggap dapat meingkatkan sikap dan motivasi kita, maka jika
tubuh kita bugar, kita akan memiliki stamina yang labih baik.
g. Support sosial
Support sosial bagi lansia terdiri dari tiga komponen yaitu :
1) Jaringan-jaringan informal meliputi keluarga dan kawan-
kawannya.
20
2) Sistem pendukung formal meliputi tim keamanan sosial
setempat, program-program medikasi dan kesejahteraan sosial.
3) Dukungan-dukungan semiformal meliputi bantuan-bantuan dan
interaksi sosial yang disediakan oleh organisasi lingkungan
sekitar.
3. Tingkat Kemandirian
Menurut pendapat Lovinger dikutip oleh Yuliana (2009), tingkat
kemandirian adalah sebagai berikut :
a. Tingkat impulsif dan melindungi
Adalah sikap cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati
dan mencari keadaan yang mengamankan diri.
Ciri-ciri tingkatan pertama ini adalah :
1) Peduli kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari
interaksinya dengan orang lain.
2) Mengikuti aturan oportunistik (orang yang suka
memanfaatkan orang lain) dan hedonistik (orang yang
suka hidupnya untuk senang-senang tanpa tujuan yang
jelas)
3) Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir
tertentu
4) Cenderung melihat kehidupan sebagai zero sum game
5) Cenderung mmenyalahkan dan mencela orang lain serta
lingkungannya.
b. Tingkat komformistik
Ciri tingkatan kedua ini adalah :
1) Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial
2) Cenderung berpikir stereotif (angggapan) dan klise (tidak
nyata)
3) Peduli akan komformitas (orang yang ahti-hati dalam
mengamb keputusan) terhadap aturan eksternal
21
4) Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh
pujian.
5) Menyamarkan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya
intropeksi
6) Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal
7) Takut tidak diterima kelompok
8) Tidak sensitif terhadap ke individu
9) Merasa berdosa jika melanggar aturan
c. Tingkat sadar diri
Adalah merasa tahu dan ingat pada keadaan diri sebenarnya. Ciri-
ciri tingkatan ketiga adalah :
1) Mampu berpikir alternatif dan memikirkan cara hidup
2) Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang
ada
3) Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam
situasi
4) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah
5) Penyesuaian terhadap situasi dan peranan
d. Tingkat seksama (conscientious)
Seksama berarti cermat, teliti. Ciri-ciri tingkatan keempat ini
adalah :
1) Bertindak atas dasar nilai-nilai internal
2) Mampu melihat dari berbagai pembuatan pilihan dan
pelaku tindakan
3) Mampu melihat keragaman emosi, motif dan perpestik
diri sendiri maupun orang lain.
4) Sadar akan tanggung jawab dan mampu melakukan kritik
dan penilaian diri.
5) Peduli akan hubungan mutualistik (hubungan saling
menguntungkan).
6) Memiliki tujuan jangka panjang
22
7) Cenderung meilhat peristiwa dalam konteks sosial
8) Berfikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.
e. Tingkat individualistik
Adalah keadaan atau sifat-sifat khusus sebagai individu dari semua
ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang membedakannya dari orang
lain. Ciri-ciri tingkatan kelima adalah :
1) Peningkatan kesadaran individualistik
2) Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian
dengan ketergantungan.
3) Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
4) Mengenal eksistensi perbedaan individual
5) Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam
kehidupan
6) Mampu membedakan kehidupan internal dengan
eksternal dirinya.
f. Tingkat mandiri
Adalah suatu sikap mampu berdiri sendiri. Ciri-ciri tingkatan
keenam ini adalah :
1) Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan
2) Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri
sendiri maupun orang lain
3) Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan
sosisal.
4) Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertetangan.
5) Toleran terhadap ambiguitas (keadaan yang sama atau
mirip dalam seseorang)
6) Peduli terhadap pemenuhan diri.
7) Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.
8) Respon positif terhadap kemandirian orang lain.
23
4. Mengukur kemandirian lansia dengan Indeks Barthel
Tahun 1965, Mahoney dan Barthel diterbitkan skala weightted untuk
mengukur ADL dasar dengan pasien kronis cacat. Digambarkan sebagai
"indeks sederhana kemerdekaan untuk mencetak kemampuan pasien
dengan gangguan neuromuskuler atau muskuloskeletal untuk merawat
dirinya sendiri," termasuk indeks Barthel 10 item, termasuk makan,
transfer, perawatan pribadi dan kebersihan, mandi, toileting, berjalan,
bernegosiasi tangga dan mengendalikan usus dan kandung kemih. Item
yang mencetak diferensial sesuai dengan sistem penilaian tertimbang yang
memberikan poin berdasarkan kinerja independen atau dibantu. Misalnya,
seseorang yang membutuhkan bantuan dalam makan akan mendapatkan
lima poin, sedangkan kemerdekaan dalam makan akan diberikan 10 poin.
pasien dengan skor maksimum dari 100 poin didefinisikan sebagai benua,
bisa makan dan berpakaian secara mandiri, berjalan setidaknya satu blok,
dan naik dan turun tangga. Penulis berhati-hati untuk dicatat bahwa skor
maksimum tidak selalu menandakan kemerdekaan, karena ADL berperan
seperti memasak, menjaga rumah, dan sosialisasi tidak dinilai (Jeal A.
Delisa, 2005).
Tabel 2.1 Indeks Barthel
Mahoney (1965) dalam Jeal A. Delisa (2005)
No Aktivitas Dibantu Mandiri
1 Makan (bila makanan harus dipotong-potong dulu=dibantu) 5 10
2 Transfer dari kursi roda ke tepat tidur dan kembali (termasuk
duduk di tempat tidur)
5 – 10 15
3 Higiene personal (cuci muka, menyisir, bercukur jenggot,
gosok gigi)
0 5
4 Naik dan turun toilet/WC (melepas/memakai pakaian,
membersihkan kemaluan,menyiram WC)
5 10
5 Mandi 0 5
6 Berjalan di permukaan datar (bila tidak dapat berjalan, dapat
mengayuh kursi roda sendiri)
10 15
7 Naik dan turun tangga 5 10
8 Berpakaian (termasuk memakai tali sepatu, menutup
retsleting)
5 10
9 Mengontrol BAB 5 10
10 Mengontrol kandung kemih 5 10
24
D. Konsep Diri
1. Pengertian
Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain. Konsep diri berkembang secara bertahap
saat bayi mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain.
Pembentukan konsep diri ini sangat dipengaruhi oleh asuhan orang tua dan
lingkungan (Tarwoto & Wartonah, 2006). Konsep diri tidak terbentuk
sejak lahir, tapi dipelajari sejalan dengan kehidupan seseorang, sebagai
hasil pengalaman hidup dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan
dengan realitas dunia (Potter & Perry, 2005). Konsep diri ini dapat
berubah akibat kondisi sakit, yang berhubungan dengan perubahan
gambaran diri selama sakit serta perubahan peran sosial di masyarakat
(Potter & Perry, 2005).
Konsep diri didefinisikan semua ide, pikiran, perasaan keyakinan dan
kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart, 2006). Menurut
Sulistiyawati ( 2005) dalam Diah (2011) ide-ide, pikiran dan perasaan dan
keyakinannya ini merupakan persepsi yang bersangkutan dengan
karakterististik dan kemampuan karakteristik dengan orang lain dan
lingkungan, nilai yang dikaitkan dengan pengalaman dan objek sekitarnya
serta tujuan idealismenya.
Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil
pengalaman unik seseorang dalam dirinya, dengan orang terdekat, dan
dengan realitas dunia. Konsep diri juga diartikan cara individu dalam
melihat pribadinya secara utuh menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial
dan spiritual (Sunaryo, 2004). Konsep diri pada lansia adalah cara pandang
lansia melihat dirinya dan lingkungan di sekitarnya yang terbentuk dari
lahir dan pengalaman lansia itu sendiri.
25
2. Komponen konsep diri
Menurut Stuart (2006) komponen konsep diri antara lain :
a. Citra tubuh
Kumpulan sikap individu yang didasari dan tidak disadari terhadap
tubuhnya, termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang
tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi. Citra tubuh
dimodifikasi secara berkesinambungan dengan persepsi dan
pengalaman baru.
b. Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku
berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu. Agar
individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara
persepsi diri dan ideal diri, maka hendaknya ideal dirin ditetapkan
tidak terlalu tinggi, masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap
menjadi pendorong dan masih dapat dicapai.
c. Harga diri
Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga
diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri
sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan
kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.
d. Peran diri
Serangkaian pada perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial.
peran yang ditetapkan adalah peran yang dijalani dan seseorang tidak
mempunyai pilihan.
e. Identitas diri
Prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab
terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan
individu. Prinsip tersebut sama artinya dengan otonomi dan mencakup
persepsi seksualitas seseorang.
26
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri menurut Stuart &
Sudden (1991) dalam Diah (2011) antara lain:
a. Teori perkembangan
Konsep diri belum ada waktu lahir kemudian berkembang
secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan
membedakan dirinya dengan orang lain. Melakukan kegiatannya
memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan
perkembangan melalui kegiatan eksplorasi lingkungan.
Kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri
sendiri/masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasikan
potensi yang nyata.
b. Significant Other (orang yang terpenting /terdekat)
Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan
orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu
dengan cara pandangan diri merupakan intepretasi dari pandangan
orang lain terhadap diri. Misalnya anak sangat dipengaruhi oleh
orang terdekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat
dengan dirinya, pengaruh orang dekat /orang penting sepanjang
siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.
c. Self Perseption (persepsi diri sendiri)
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri, serta persepsi individu
terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat
dibentuk melalui pandangan diri yang positif dapat berfungsi lebih
efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal,
kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan
konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan
sosial yang terganggu. Menurut Stuart & Sundeen penilaian
tentang konsep diri dapat dilihat berdasarkan rentang-rentang
respon konsep diri yaitu :
27
Sks
Skema 2.1 Rentang Respon Konsep Diri
Stuart and Sundeen (1991)
4. Faktor-faktor pembentukan konsep diri
a. Usia
Konsep diri terbentuk seiring bertambahnya usia, dimana perbedaan
ini lebih banya berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan. Pada
masa kanak-kanak, konsep diri seseorang menyangkut hal-hal
disekitar diri dan keluarganya. Masa remaja, konsep diri sangat
dipengaruhi oleh teman sebaya dan orang yang dipujanya. Sedangkan
remaja yang kematangannya terlambat, yang diperlakukan seperti
anak-anak, merasa tidak dipahami sehingga cenderung berperilaku
kurang dapat menyesuaikan diri. Sedangkan masa dewasa konsep
dirinya sangat dipengaruhi oleh status sosial dan pekerjaan, dan pada
masa usia tua konsep dirinya lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan
fisik, perubahan mental maupun sosial.
b. Intelegensi
Intelegensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap
lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf
intelegensinya semakin baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu
bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara
yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya,
demikian pula sebaliknya.
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Aktualisasi
Diri
Konsep Diri
positif
Harga Diri
Rendah
Kekacauan
Identitas
Depersonalisasi
28
c. Pendidikan
Seseorang akan mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan
meningkatkan prestisenya. Jika prestisenya meningkat maka konsep
dirinya akan berubah.
d. Status sosial dan Ekonomi
Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang
lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat mempengaaruhi
konsep diri seseorang cenderung didasarkan pada status sosial
ekonominya. Maka dapat dikatakan individu yang status sosialnya
tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif dibandingka
dengan individu yang status sosialnya rendah.
e. Hubungan keluarga
Seseorang yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang
anggota keluarga akan mengidentifikasi diri dengan orang lain dan
ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini
sesama jenis, maka akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri
yang layak untuk jenis seksnya.
f. Orang lain
Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu.
Menurut Stuart (1991) dalam Adhi Andre (2010), menjelaskan bahwa
individu diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan
dirinya, individu akan cenderung menghormati dan menerima dirinya.
Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan dirinya, menyalahkan
dan menolaknya, ia akan cenderung tidak akan menyenangi dirinya.
Stuart mencoba mengkorelasikan penilaian orang lain terhadap dirinya
sendiri dengan skala lima angka dari yang paling jelek sampai yang
paling baik. Dinilai adalah kecerdasan, kepercayaan diri, daya tarik
fisik, dan kesukaan orang lain terhadap dirinya. Dengan skala yang
sama mereka juga menilai orang lain. Ternyata, orang-orang yang
dinilai baik oleh orang lain cenderung meberikan skor yang tinggi
29
juga dalam menilai dirinya. Artinya, harga diri sesuai dengan
penilaian orang lain terhadap dirinya.
g. Kelompok Rujukan (Reference Group)
Yaitu kelompok yang secara emosional mengikat individu, dan
berpengaruh terhadap perkembangan konsep dirinya. Menurut Stuart
(1991) dalam Andre (2010), ciri orang yang memiliki konsep diri
yang negatif ialah peka terhadap kritik, responsif sekali terhadap
pujian, mempunyai sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak
disenangi orang lain, merasa tidak diperhatikan, dan bersikap pesimis
terhadap kompetisi.
5. Pembagian konsep diri
Menurut keliat (1992) dalam Diah (2011) konsep diri di bagi menjadi dua
bagian yaitu :
a. Konsep diri positif
Dasar perilaku individu yang lebih efektif terlihat dari kemampuan
interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan
dan menunjukkan individu akan sukses dalam hidupnya.
b. Konsep diri negatif
Kebalikan dari konsep diri posotif yang dilihat dari hubungan
individu dan sosial yang cenderung memiliki harga diri rendah, dan
kekacauan identitas.
E. Hubungan Dukungan Keluarga dan Kemandirian Lansia dengan
Konsep Diri Lansia
Perubahan lansia baik fisik, mental, maupun emosional memerlukan
dukungan keluarga, karena dukungan keluarga membantu masalah lansia.
Agar lanjut usia dapat menikmati kehidupan di hari tua sehingga dapat
bergembira atau merasa bahagia, diperlukan dukungan dari orang-orang yang
dekat dengan mereka. Dukungan tersebut bertujuan agar lansia tetap dapat
30
menjalankan kegiatan sehari-hari secara teratur dan tidak berlebihan (Rahayu,
2010).
Dukungan dari keluarga terdekat dapat saja berupa anjuran yang bersifat
mengingatkan lansia untuk tidak bekerja secara berlebihan (jika lansia masih
bekerja), memberikan kesempatan kepada lansia untuk melakukan aktivitas
yang menjadi hobinya, memberi kesempatan kepada lansia untuk
menjalankan ibadah dengan baik, dan memberikan waktu istirahat yang
cukup sehingga lanjut usia tidak mudah stress dan cemas (Ismayadi, 2004).
Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan
penerimaan keluarga dengan penderita yang sakit. Keluarga juga berfungsi
sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang
bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan
dan bantuan jika diperlukan (Rahayu, 2010).
Menurut penelitian yang dilakukan Santoso, A (2008) para lansia
mengungkapkan bahwa keluarganya sangat memperhatikan jika sedang
menghadapi masalah. Diungkapkan kalau keluarganya merupakan tempat dia
mengadu jika ada masalah. Peran keluarga disini adalah membantu lansia
memecahkan masalah yang dihadapinya. Keluarga harus dapat meluangkan
waktu untuk berbagi cerita, mendengarkan, memperhatikan, memberikan
masukan atau solusi jika lansia sedang menghadapi masalah. Dukungan
keluarga mampu meningkatkan semangat lansia menghadapi masa tuanya
dengan baik dan dapat pula membentuk konsep diri yang baik.
Selain dukungan keluarga,kemandirian lansia juga mempengaruhi konsep
diri lansia. Menurut Saparinah (1991) dalam Ratna (2004) penurunan kondisi
fisik lanjut usia juga berpengaruh pada kondisi psikis. Berubahnya
penampilan fisik, menurunnya fungsi panca indra menyebabkan lanjut usia
merasa rendah diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi. Dari
segi inilah lanjut usia sering mengalami masalah psikologis, yang banyak
mempengaruhi kesehatan psikis, sehingga menyebabkan orang lanjut usia
kurang mandiri. Adanya gangguan tersebut, menyebabkan lanjut usia menjadi
31
tidak mandiri dan membutuhkan orang lain untuk melakukan aktivitas hidup
sehari-hari (Hurlock, 2002).
Selain itu perubahan atau kemunduran yang dialami lansia akan
mengakibatkan tidak stabilnya konsep diri. Penilaian terhadap diri sendiri
merupakan suatu konsep yang ada pada setiap individu yang disebut dengan
konsep diri. Konsep diri berkembang dengan bertambahnya usia, konsep diri
pada lansia sangat berhubungan dengan apa yang mereka rasakan dengan
menjadi tua. Masyarakat yang bertempat tinggal di kota-kota besar
memberikan stres tersendiri pada lansia, masyarakat telah mendudukkan
lanisa dengan gambaran yang negatif, seperti tua berarti sakit-sakitan, lemah,
membosankan, buruk rupa, dan julukan-julukan negatif lainnya. Anggapan
semacam ini tentu saja akan menurunkan konsep diri pada lansia (Hurlock,
2002).
32
F. Kerangka teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Kerangka teori hubungan dukungan keluarga dan kemandirian lansia dengan
konsep diri pada lansia (Nugroho, 2000), (Friedman, 2003), (Hurlock, 2002),
(Stuart and Sundeen, 1991).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
dukungan keluarga :
Dukungan Emosional
Dukungan Penghargaan
Dukungan Instrumental
Dukungan Informatif
Faktor-faktor yang membentuk konsep diri :
Usia ; teori perkembangan
Intelegensi
Pendidikan
Status sosial ekonomi
Hubungan keluarga; dukungan
keluarga
Orang lain; Significant other
Kelompok rujukan
Selft perseption (persepsi diri sendiri)
Konsep Diri
Kondisi kesehatan
Kondisi Ekonomi
Kondisi Sosial
Faktor yang mempengaruhi kemandirian:
Tanggung jawab
Mandiri
Pengalaman praktis dan akal relevan
Otonom
Kemampuan memecahkan masalah
Kebutuhan kesehatan yang baik
Support sosial
Kemandirian Lansia
33
G. Kerangka Konsep
Bagan 2.2 Kerangka Konsep
H. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat :
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga dan
kemandirian pada lansia.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalan konsep diri pada lansia.
I. Hipotesis
a. Ada hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Konsep Diri Lansia.
b. Ada hubungan antara Kemandirian Lansia dengan Konsep Diri Lansia.
Variabel Bebas Variabel Terikat
Dukungan Keluarga
Kemandirian Lansia
Konsep Diri Lansia