bab ii tinjauan pustaka a. nyamuk aedes...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penular penyakit Demam
Berdarah Dengue. Jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok
Indonesia, kecuali ditempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1.000 meter
diatas permukaan laut, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu
rendah sehingga tidak memungkinkan bagi nyamuk untuk hidup dan
berkembangbiak. Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika
dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk Aedes aegypti jantan
mengisap cairan sari bunga untuk keperluan hidupnya, sedangkan nyamuk
betina lebih menyukai darah manusia. Biasanya nyamuk betina mencari
mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi (09.00-10.00)
dan petang hari (16.00-17.00). Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap
darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan
demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular penyakit.[1]
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Unimaria
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Sub-ordo : Nematocera
Superfamili : Culicoidea
Famili : Culicidae
Sub-famili : Culicinae,
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti[2]
2. Karakteristik
7
Secara morfologis skutum Aedes aegypti berwarna hitam dengan
dua strip putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis
lengkung berwarna putih. Aedes aegypti mempunyai dua subspesies
yaitu Aedes aegypti queenslandensis dan Aedes aegypti formosus.
Subspesies pertama hidup bebas di Afrika sementara subspecies kedua
hidup di daerah tropis yang dikenal efektif menularkan virus DBD.
Subspesies kedua lebih berbahaya dibandingkan subspecies pertama
dalam menularkan virus DBD.[7]
3. Siklus Hidup
Lingkaran hidup nyamuk ini melalui metamorfosis sempurna,
artinya sebelum menjadi stadium dewasa akan mengalami beberapa
stadium pertumbuhan yakni stadium telur, beberapa stadium larva,
stadium pupa, stadium imago (dewasa). Tiga stadium pertama hidup
dalam air sedangkan stadium dewasa aktif terbang. Untuk
menyelesaikan satu siklus hidupnya diperlukan antara waktu antara 9-12
hari atau rata-rata 10 hari dari telur sampai imago. Kondisi tersebut
sangat tergantung dengan adanya persediaan makanan dan temperatur
yang sesuai.[15]
Gambar 2.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti[16]
a. Telur
8
Karakteristik telur Aedes aegypti adalah berbentuk bulat pancung
yang mula-mula berwarna putih kemudian berubah menjadi hitam.
Telur tersebut diletakkan secara terpisah di permukaan air untuk
memudahkannya menyebar dan berkembang menjadi larva di dalam
media air. Media air yang dipilih untuk tempat peneluran itu adalah
air bersih yang stagnan (tidak mengalir) dan tidak berisi spesies lain
sebelumnya. Sejauh ini, informasi mengenai pemilihan air bersih
stagnant sebagai habitat bertelur Aedes aegypti banyak dilaporkan
oleh peneliti searangga vektor tersebut dari berbagai negeri.
Demikian juga oleh peneliti Indonesia. Tetapi laporan terakhir yang
disampaikan oleh penelitian IPB Bogor bahwa ada telur Aedes
aegypti yang dapat hidup pada media air kotor dan berkembang
menjadi larva.[7]
Gambar 2.2 Telur Aedes aegypti[17]
b. Larva
Larva nyamuk semuanya hidup di air yang stadianya terdiri atas
empat instar. Keempat instar itu dapat diselesaikan dalam waktu 4
hari – 2 minggu tergantung keadaan lingkungan seperti suhu air
persediaan makanan. Pada air yang agak dingin perkembangan larva
lebih lambat, demikian juga keterbatasan persediaan makanan juga
menghambat perkembangan larva. Setelah melewati stadium instar
ke empat larva berubah menjadi pupa.[7]
9
Gambar 2.3 Larva Aedes aegypti[18]
c. Pupa
Sebagaimana larva, pupa juga membutuhkan lingkungan akuatik
(air). Pupa adalah fase inaktif yang tidak membutuhkan makan,
namun tetap membutuhkan oksigen untuk bernafas. Untuk keperluan
pernafasannya pupa berada di dekat permukaan air. Lama fase pupa
tergantung dengan suhu air dan spesies nyamuk yang lamanya dapat
berkisar antara satu hari sampai beberapa minggu. Setelah
melelewati waktu itu maka pupa membuka dan melepaskan kulitnya
kemudian imago keluar ke permukaan air yang dalam waktu singkat
siap terbang.[7]
Gambar 2.4 Pupa Aedes aegypti[18]
d. Nyamuk dewasa
10
Nyamuk Aedes aegypti tubuhnya berwarna hitam dengan bercak-
bercak putih keperakan (putih kekuningan). Di bagian dorsal thorax
terdapat bentuk bercak yang khas berupa dua garis sejajar di bagian
tengah dan dua garis melengkung di tengahnya. Bentuk abdomen
nyamuk betina lancip ujungnya dan memiliki cerci yang lebih
panjang dari pada cerci nyamuk-nyamuk lainnya. Jumlah nyamuk
jantan dan nyamuk betina yang menetas dari sekelompok telur pada
umumnya sama banyak. Umur nyamuk jantan lebih pendek dari
pada nyamuk betina, dan terbang tidak jauh dari tempat
perindukannya. Sedang nyamuk betina umumnya lebih panjang dari
pada nyamuk jantan dan perlu menghisap darah untuk
pertumbuhan telurnya.[19] Nyamuk dapat hidup dengan baik pada
suhu 29°C, serta akan mati bila berada pada suhu 6°C selama 24
jam. Nyamuk dapat hidup pada suhu 7-9°C. Rata-rata lama hidup
nyamuk betina Aedes selama 10 hari.[2]
Gambar 2.5 Nyamuk Aedes aegypti[20]
4. Habitat
Secara bioekologis spesies nyamuk Aedes aegypti mempunyai dua
habitat yaitu aquatic (perairan) untuk fase pradewasanya (telur, larva
dan pupa), dan daratan atau udara untuk nyamuk dewasa. Walaupun
habitat imago di daratan atau udara, namun juga mencari tempat di dekat
permukaan air untuk meletakkan telurnya. Bila telur yang diletakkan itu
11
tidak mendapat sentuhan air atau kering masih mampu bertahan hidup
antara 3 bulan sampai satu tahun. Masa hibernasi telur-telur itu akan
berakhir atau menetas bila sudah mendapatkan lingkungan yang cocok
pada musim hujan untuk menetas.[7]
5. Perilaku Aedes aegypti
a. Perilaku makan
Aedes aegypti sangat antropofilik, walaupun juga bisa makan dari
hewan berdarah panas lainnya. Sebagai hewan diurnal, nyamuk
betina memiliki dua periode aktivitas menggigit, pertama di pagi hari
selama beberapa jam setelah matahari terbit dan sore hari selama
beberapa jam sebelum gelap. Puncak aktivitas menggigit yang
sebenarnya dapat beragam tergantung lokasi dan musim. Jika masa
makannya terganggu, maka Aedes aegypti dapat menggigit lebih dari
satu orang. Perilaku ini semakin memperbesar efisiensi penyebaran
epidemi. Aedes aegypti biasanya tidak menggigit di malam hari,
tetapi akan menggigit saat malam dikamar yang terang.[9]
b. Perilaku istirahat
Aedes aegypti suka beristirahat di tempat yang gelap, lembab dan
bersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk dikamar
tidur, kamar mandi, kamar kecil, maupun dapur. Nyamuk ini jarang
ditemukan diluar rumah, di tumbuhan, atau di tempat terlindung
lainnya. Di dalam ruangan, tempat istirahat yang mereka suka adalah
di bawah furniture, benda yang tergantung seperti baju dan korden,
serta dinding.[9]
c. Jarak terbang
Penyebaran nyamuk Aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh
beberapa faktor termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah,
tampaknya terbatas sampai jarak 100 meter dari lokasi kemunculan.
Akan tetapi penelitian di Puerto Rico menunjukkan bahwa nyamuk
ini dapat menyebar sampai lebih dari 400 meter terutama untuk
12
mencari tempat bertelur. Transportasi pasif dapat berlangsung
melalui telur dan larva yang ada dalam penampung.[9]
d. Lama hidup
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki rata-rata lama hidup hanya
delapan hari. Selama musim hujan, saat masa bertahan hidup lebih
panjang, hal ini menyebabkan risiko penyebaran virus semakin
besar.[9]
6. Cara Penularan Virus
Cara penularan virus DBD adalah melalui cucukan stilet nyamuk
Aedes aegypti betina terhadap inang penderita DBD. Nyamuk Aedes
aegypti bersifat “antropofilik” lebih menyukai mengisap darah manusia
dibandingkan dengan darah hewan. Darah yang diambil dari inang yang
menderita sakit mengandung virus DBD, kemudian berkembang biak di
dalam tubuh nyamuk sekitar 8 -10 atau sekitar 9 hari. Setelah itu nyamuk
sudah terinfeksi virus DBD dan efektif menularkan virus. Aedes aegypti
mempunyai kemampuan untuk menularkan virus terhadap keturunannya
secara transovarial atau melalui telurnya. Keturunan nyamuk yang
menetas dari telur nyamuk terinfeksi virus DBD secara outomatis
menjadi nyamuk terinfeksi yang dapat menularkan virus DBD kepada
inangnya yaitu manusia.[7]
7. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kehidupan Vektor
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor
adalah faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik seperti curah hujan,
temperatur, dan evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur, larva
dan pupa nyamuk menjadi imago. Demikian juga faktor biotik seperti
predator, parasit, kompetitor dan makanan yang berinteraksi dalam
kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh
terhadap keberhasilannya menjadi imago. Keberhasilan itu juga
ditentukan oleh kandungan air kontainer seperti bahan organik,
13
komunitas mikroba, dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Aedes aegypti. Selain itu bentuk,
ukuran dan letak kontener (ada atau tidaknya penaung dari kanopi pohon
atau terbuka kena sinar matahari langsung) juga mempengaruhi kualitas
hidup nyamuk. Faktor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aedes aegypti. Suhu juga berpegaruh terhadap
aktifitas makan, dan laju perkembangan telur menjadi larva, larva
menjadi pupa dan pupa menjadi imago. Faktor suhu dan curah hujan
berhubungan dengan evaporasi dan suhu mikro di dalam kontainer.[7]
B. Pengendalian Nyamuk Aedes aegypti
Cara pengendalian DBD yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan
memberantas nyamuk penularnya, karena vaksin untuk mencegah dan obat
untuk membasmi belum ada. Pada dasarnya pengendalian vektor DBD dapat
dilakukan dengan 4 cara.[21]
1. Pengendalian Lingkungan
Langkahnya terdiri dari pengendalian terhadap nyamuk dewasa dan
pradewasa. Pada prinsipnya pengelolaan lingkungan ini adalah
mengusahakan agar kondisi lingkungan tidak/kurang disenangi oleh
nyamuk sehingga umur nyamuk berkurang dan tidak mempunyai
kesempatan untuk menularkan penyakit. Usaha ini dapat dilakukan
dengan cara menambah pencahayaan ruangan dalam rumah, lubang
ventilasi, mengurangi tanaman perdu, tidak membiasakan
menggantungkan pakaian di kamar serta memasang kawat kasa. Selain
itu melakukan pengelolaan lingkungan tempat perindukan nyamuk untuk
menghalangi nyamuk meletakkan telurnya atau menghalangi proses
perkembangbiakan nyamuk.
2. Pengendalian Secara Biologis.
14
Yakni berupa intervensi yang dilakukan dengan memanfaatkan musuh-
musuh (predator) nyamuk yang ada di alam seperti ikan kepala timah
dan goppy.
3. Pengendalian Secara Kimia
Yakni berupa pengendalian vektor dengan bahan kimia, baik bahan
kimia sebagai racun, sebagai bahan penghambat pertumbuhan ataupun
sebagai hormon. Penggunaan bahan kimia untuk pengendalian vektor
harus mempertimbangkan kerentanan terhadap insektisida yang
digunakan, bisa diterima masyarakat, aman terhadap manusia dan
organisme lainnya, stabilitas dan aktivitas insektisida, dan keahlian
petugas dalam penggunaan insektisida.
4. Pengendalian Terpadu
Langkah ini tidak lain merupakan aplikasi dari ketiga cara yang
dilakukan secara tepat/terpadu dan kerja sama lintas program maupun
lintas sektoral dan peran serta masyarakat.
C. Insektisida
1. Definisi Insektisida
Insektisida berasal dari kata insekta yang berarti serangga, dan dari
kata sida yang berarti pembunuh (asal katanya ceado). Yang secara
harfiah berarti pembunuh serangga.[22] Insektisida adalah bahan yang
mengandung persenyawaan kimia yang digunakan untuk membunuh
serangga. Insektisida yang baik (ideal) mempunyai daya bunuh yang
besar dan cepat serta tidak berbahaya bagi binatang vertebrata termasuk
manusia dan ternak, murah dan mudah didapat, mempunyai susunan
kimia yang stabil dan tidak mudah terbakar serta tidak berwarna dan
tidak berbau yang tidak menyenangkan.[23]
2. Bentuk Insektisida[24]
15
a. Dust (Serbuk)
Dapat ditaburkan pada tanaman yang terserang hama atau yang
dilarutkan oleh air yang selanjutnya dimanfaatkan dalam
penyemperotan-penyemperotan.
b. Emulsion Concetrated (Cairan)
Dibuat dalam bentuk cairan yang dilarutkan dalam sejenis minyak.
Penggunaannya harus dilarutkan dalam air agar tercapai kepekatan
tertentu sesuai dengan kebutuhan/keperluan.
c. Granular (Butiran)
Digunakan dengan menaburkan larikan-larikan tanah atau pada tanah
sekitar tanaman, kemudian ditutup atau ditimbuni tanah. Pada waktu
terjadinya hujan atau waktu dilakukan penyiraman, butiran ini akan
hancur dan meresap kedalam tanah sehingga hama akan terbasmi.
d. Fumigan (Gas/Asap)
Digunakan dalam penyemperotan/fumigasi untuk membasmi hama
tanaman.
3. Jenis Insektisida
a. Insektisida Anorganik
Insektisida anorgaik adalah insektisida yang berasal dari unsur-unsur
alamiah dan tidak mengandung karbon. Contohnya asam borat,
arsenat timbal, kalsium arsenat, sulfat tembaga, dan kapur belerang.[22]
b. Insektisida Sintetik
Insektisida sintetik adalah insektisida yang terdiri atas unsur-unsur
karbon, hidrogen, fosfor, dan nitrogen. Kelompok ini merupakan
hasil buatan pabrik dengan melalui proses sintetis kimiawi.
Insektisida modern pada umumnya merupakan insektisida sintetik.[22]
c. Insektisida Nabati
16
Insektisida nabati adalah insektisida yang bahan aktifnya berasal dari
tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau
buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain
bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan
hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan
atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan
sebagai insektisida.[25]
4. Cara Kerja Insektisida Nabati
Cara kerja insektisida nabati ini adalah dapat mengendalikan
serangga hama dan penyakit melalui cara kerja yang unik, yaitu dapat
melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal. Cara kerja yang
sangat spesifik yaitu merusak perkembangan telur, larva dan pupa,
penolak makan, mengurangi nafsu makan, menghambat reproduksi
serangga betina dll.[26]
5. Keunggulan dan Kelemahan Insektisida Nabati
Keunggulannya adalah biaya yang murah karena mudah didapat,
relatif aman bagi lingkungan, tidak menyebabkan keracunan pada
tanaman, tidak menimbulkan kekebalan pada hama, kompatible bila
digabungkan dengan cara pengendalian lain dan yang tidak kalah
pentingnya adalah hasil pertanian yang sehat dan bebas residu pestisida.
Sedangkan kelemahannya adalah daya kerja relatif lambat, tidak
membunuh langsung ke jasad sasaran, tidak tahan terhadap sinar
matahari, kurang praktis, tidak tahan disimpan dan penyemprotan
dilakukan secara berluang-ulang.[26]
D. Suren (Toona Sureni)
Suren merupakan salah satu sumber insektisida nabati yang cukup
potensial untuk mengendalikan hama. Suren memiliki kandungan bahan
surenon, surenin dan surenolakton yang berperan sebagai penghambat
pertumbuhan, insektisida dan antifeedant (menghambat daya makan)
17
terhadap serangga. Bahan-bahan tersebut juga terbukti merupakan repellant
(pengusir atau penolak) serangga, termasuk nyamuk. Daun dan kulit
kayunya beraroma cukup tajam. Secara tradisional, petani menggunakan
daun suren untuk menghalau hama serangga tanaman dan dapat digunakan
dalam keadaan hidup.[11]
1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae-Plants
Subkingdom : Tracheobionta – Vascular Plants
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Rosidae
Order : Sapindales
Famili : Meliaceae
Sinonim : Cedrela febrifuga Blume (1823), Toona
febrifuga (Blume) M.J Roemer (1946), Cedrela sureni(Blume) Burkill
(1930). Nama lokal/daerah : Suren, Surian, Surian amba.[27]
2. Deskripsi Botani
Pohon berukuran sedang sampai besar, dapat mencapai tinggi 40-
60 m dengan tinggi bebas cabang hingga 25 m. Diameter dapat
mencapai 100 cm, bahkan di pegunungan dapat mencapai hingga 300
cm. Berbanir hingga tinggi 2 m. Kulit batang terlihat pecah-pecah dan
seolah tumpang tindih, berwarna coklat keputihan, pucat hingga keabu
abuan, dan mengeluarkan aroma apabila dipotong. Kayunya ringan,
dengan gubal merah muda dan teras coklat. [27]
18
Gambar 2.6 Tanaman Toona Sureni[27]
3. Penyebaran dan Habitat
Jenis ini menyebar di Nepal, India, Bhutan, Myanmar, Indo-China,
Cina Selatan, Thailand dan sepanjang Malaysia hingga barat Papua
Nugini. Di Indonesia, menyebar di Sumatra, Jawa, dan Sulawesi yang
beriklim A-C (Schmidt dan Ferguson), dengan rata-rata suhu tahunan
22ºC. Jenis ini dijumpai di hutan-hutan primer maupun sekunder, dan
banyak tumbuh di hutan pedesaan, sering ditemukan di sepanjang sungai
di daerah bukit dan lereng-lereng, pada ketinggian 1.200 – 2.700 m dpl.
Jenis ini memerlukan tanah yang subur.[28]
4. Bahan Kimia Yang Terkandung
Pada pemeriksaan fitokimia daun Suren, Toona sureni (Blume)
Merril (Meliaceae) terdapat adanya golongan senyawa flavonoid, tanin
dan steroid/triterpenoid. Minyak atsiri dari daun terdapat adanya 13
komponen. Toona Sureni juga mengandung zat ekstraktif dengan fungsi
antifeedant (menghambat nafsu makan serangga) maupun zat surenin,
surenon maupun surenolakton yang berperan sebagai repellent (penolak
atau pengusir serangga).[29]
19
5. Kegunaan
Sering ditanam di perkebunan teh sebagai pemecah angin. Jenis ini
cocok sebagai naungan dan pohon di sepanjang tepi jalan. Kayunya
bernilai tinggi dan mudah digergaji serta memiliki sifat kayu yang baik.
Kayunya sering digunakan untuk lemari, mebel, interior ruangan, panel
dekoratif, kerajinan tangan, alat musik, kotak cerutu, finir, peti kemas,
dan konstruksi. Beberapa bagian pohon, terutama kulit dan akar sering
digunakan untuk ramuan obat, yaitu diare. Kulit dan buahnya dapat
digunakan untuk minyak atsiri.[28]
E. Kerangka Teori
Kematian nyamuk Aedes aegypti dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya yaitu adanya predator, umur nyamuk, jenis insektisida
yang digunakan, dosis insektisida yang digunakan, frekuensi penyemprotan
insektisida terhadap nyamuk, resistensi nyamuk terhadap insektisida, suhu,
kelembaban, jumlah nyamuk dan lama waktu kontak terhadap insektisida.
Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.7 Kerangka Teori[7,21,25]
F. Kerangka Konsep
Jenis InsektisidaKematian
Nyamuk Aedes aegypti
Predator Umur nyamuk
Resistensi Terhadap Insektisida
Lingkungan Fisik Suhu Kelembaban
Lingkungan Biologi Jumlah Nyamukb. Lama Waktu Kontak
Dosis Pemaparan insektisida
Frekuensi penyemprotan Insektisida
20
Kerangka konsep pada penelitian ini dapat digambarkan pada
gambar berikut ini:
Gambar 2.8 Kerangka Konsep
G. Hipotesis
1. Ekstrak daun suren (Toona sureni) dapat membunuh nyamuk Aedes
aegypti.
2. Ada dosis ekstrak daun suren (Toona sureni) yang efektif dalam
membunuh nyamuk Aedes aegypti.
Variabel Bebas : Berbagai konsentrasi ekstrak daun suren
Variabel Terikat :Jumlah kematian
nyamuk Aedes aegypti
Variabel Terkendali : SuhuKelembabanLamanya waktu kontakJumlah nyamukFrekuensi penyemprotan
Variabel Perancu :Umur nyamuk
21