bab ii tinjauan pustaka a. penelitian terdahulu tabel 2.1 …eprints.umm.ac.id/39168/3/bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Peneliti
(Tahun) Judul
Objek/Vari
abel/Analisi
s
Hasil
1. Robert
Jao dan
Gagaring
Pagalung
(2011)
Corporate
Governance,
Ukuran
Perusahaan,
Dan Leverage
Terhadap
Manajemen
Laba
Perusahaan
Manufaktur
Indonesia
Objek:
perusahaan
manufaktur
yang
terdaftar di
BEI tahun
2006-2009
Variabel:
IV:
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
ukuran
dewan
komisaris,
komposisi
dewan
komisari
independen,
komite audit,
ukuran
perusahaan,
dan leverage
DV:
manajemen
laba
Metode:
regresi
berganda
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tata
kelola perusahaan dengan
kepemilikan manajerial,
komposisi dewan komisaris
independen, dan komite
audit memiliki pengaruh
negatif yang signifikan
terhadap manajemen laba,
sedangkan kepemilikan
institusional dan ukuran
dewan direksi pengaruh
positif yang signifikan
terhadap manajemen laba,
ukuran perusahaan memiliki
pengaruh negatif yang
signifikan terhadap
manajemen laba, leverage
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
manajemen laba.
2. Veronika Pengaruh
Objek:
perusahaan Hasil penelitian
10
Abdi
Wijaya
dan
Yulius
Jogi
Christiaw
an (2014)
Kompensasi
Bonus,
Leverage, Dan
Pajak
Terhadap
Earning
Management
Pada
Perusahaan
Yang
Terdaftar Di
Bursa Efek
Indonesia
Tahun 2009-
2013
manufaktur
yang
terdaftar di
BEI tahun
2009-2013
Variabel:
IV:
kompensasi
bonus,
leverage,
dan pajak
DV:
manajemen
laba
Metode:
regresi
berganda
menunjukkan bahwa
kompensasi bonus tidak
berpengaruh signifikan,
sedangkan leverage dan
pajak berpengaruh positif
terhadap manajemen laba
perusahaan manufaktur.
3. Nasihah
Ulya
(2015)
Pengaruh
Ukuran
Perusahaan,
Profitabilitas,
Financial
Leverage Dan
Kualitas Audit
Terhadap
Praktik
Manajemen
Laba
Objek:
perusahaan
manufaktur
yang
terdaftar di
BEI tahun
2011-2013
Variabel:
IV:
profitabilitas
, leverage,
dan kualitas
audit
DV:
manajemen
laba
Metode:
regresi
logistik
Hasil penelitian ini
menunjukkan variabel
dependen yang dapat
dijelaskan oleh variabel
independennya sebesar
8.8%. Variabel independen
ukuran perusahaan dan
profitabilitas berpengaruh
signifikan terhadap praktik
manajemen laba sedangkan
variabel independen lainnya
yaitu financial leverage dan
kualitas audit tidak
berpengaruh terhadap
praktik manajemen laba
perusahaan.
4. Dian Putri
Manullan
g, Vince
Ratnawati
, dan
Edfan
Darlis
Pengaruh
Ukuran
Perusahaan,
Asimetri
Informasi, Dan
Kompensasi
Bonus
Objek:
seluruh
perusahaan
yang
terdaftar di
BEI tahun
2008-2012
Variabel:
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ukuran
perusahaan memiliki
hubungan yang signifikan
dengan manajemen laba.
Asimetri informasi tidak
memiliki hubungan yang
11
(2015) Terhadap
Manajemen
Laba Pada
Perusahaan
Yang
Terdaftar Di
Bursa Efek
Indonesia
(BEI) Tahun
2008-2012
IV: ukuran
perusahaan,
asimetri
informasi,
dan
kompensasi
bonus
DV:
manajemen
laba
Metode:
regresi
berganda
signifikan dengan
manajemen laba. Dan
kompensasi bonus tidak
memiliki hubungan yang
signifikan dengan
manajemen laba.
5. Winda
Amelia
dan Erna
Hernawati
(2016)
Pengaruh
Komisaris
Independen,
Ukuran
Perusahaan
Dan
Profitabilitas
Terhadap
Manajemen
Laba
Objek:
perusahaan
real estate
dan
konstruksi
bangunan
yang
terdaftang6c
r di BEI
tahun 2009-
2013
Variabel:
IV:
komisaris
independen,
ukuran
perusahaan,
dan
profitabilitas
DV:
manajemen
laba
Metode:
regresi
berganda
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
komisaris independen dan
profitabilitas berpengaruh
tidak signifikan terhadap
manajemen laba. Variabel
ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba.
6. Dendi
Purnama
(2017)
Pengaruh
Profitabilitas,
Leverage,
Ukuran
Perusahaan,
Kepemilikan
Objek:
perusahaan
manufaktur
yang
terdaftar di
BEI tahun
2010-2015
Hasil analisis menunjukkan
bahwa profitabilitas
memiliki pengaruh positif
signifikan
terhadap manajemen laba,
ukuran perusahaan dan
kepemilikan manajerial
12
Institusional
Dan
Kepemilikan
Manajerial
Terhadap
Manajemen
Laba
Variabel:
IV:
ukuran
perusahaan,
profitabilitas
, leverage,
kepemilikan
institusional,
dan
kepemilikan
manajerial
DV:
manajemen
laba
Metode:
regresi
berganda
berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba,
sementara leverage dan
kepemilikan institusional
tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba. Sementara
bersama-sama menunjukkan
bahwa variabel
profitabilitas, ukuran
perusahaan, leverage,
Kepemilikan institusional
dan kepemilikan manajerial
berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba.
7. Fitria
Ramadha
ni, Sri
Wahjuni
Latifah,
dan
Endang
Dwi
Wahyuni
(2017)
Pengaruh
Capital
Intencity
Ratio, Free
Cash Flow,
Kualitas
Audit, Dan
Leverage
Terhadap
Manajemen
Laba Pada
Perusahaan
Manufaktur
Yang
Terdaftar Di
BEI
Objek:
perusahaan
manufaktur
yang
terdaftar di
BEI tahun
2013-2015
Variabel:
IV: capital
intencity
ratio, free
cash flow,
leverage,
dan kualitas
audit
DV:
manajemen
laba
Metode:
regresi
berganda
Berdasarkan hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa
variabel rasio intensiitas
modal, arus kas bebas, dan
kualitas audit tidak
berpengaruh terhadap
tindakan manajemen laba.
Sedangkan variabel
leverage berpengaruh
terhadap manajemen laba.
Hal ini dibuktikan dengan
nilai rata-rata leverage
perusahaan sampel tinggi.
Manajemen akan mencoba
mengelola keuntungannya
untuk mengurangi tingkat
kegagalan membayar
kewajiban perusahaan.
13
B. Teori dan Kajian Pustaka
1. Teori Agensi
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan di dalam teori
agensi (agency theory) bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of
contract) antara pemilik sumber daya (principal) dan manajer (agent) yang mengurus
penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Teori agensi dapat dijelaskan
dengan hubungan antara manajemen dengan pemilik, manajemen sebagai agen secara
moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik
(principal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi yang sesuai
dengan kontrak. Terdapat perbedaan kepentingan antara agent dan principal yang
dapat mendorong timbulnya konflik yang dapat merugikan kedua belah pihak
(agency problem). Dalam hal tersebut, manajer sebagai agent yang mempunyai
wewenang dari principal biasanya cenderung melakukan perilaku yang tidak
seharusnya (dysfunctional behavior) untuk kepentingan dan keuntungannya sendiri.
Diasumsikan bahwa manusia selalu menentukan tujuan terlebih dahulu sebelum
memilih untuk melakukan suatu aksi (Januarti, 2004).
Scott (2013) menyatakan bahwa apabila beberapa pihak yang terkait dalam
transaksi bisnis lebih memiliki informasi dibandingkan pihak lainnya, maka kondisi
tersebut dikatakan sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Asimetri
dibagi menjadi 2 (dua jenis), yaitu Adverse Selection dan Moral Hazard. Adverse
Selection adalah beberapa orang seperti manajer atau pihak lainnya dalam
perusahaan, lebih banyak mengetahui keadaan perusahaan dan perkembangannya di
14
masa depan daripada pihak lain di luar perusahaan. Moral hazard adalah jenis
asimetri informasi dimana satu atau lebih pihak pada suatu transaksi bisnis, atau
transaksi potensial yang dapat mengamati tindakan mereka dalam pemenuhan
transaksi tetapi pihak lain tidak. Atas situasi tersebut maka informasi yang diterima
investor tidak penuh sehingga investor hanya dapat mengambil tindakan berdasarkan
informasi yang diterima. Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai salah satu
penyebab earnings management.
2. Teori Akuntansi Positif
Teori akuntansi positif merupakan teori yang dikembangkan oleh Watts dan
Zimmerman (1990) menjelaskan tentang kebijakan akuntansi dan praktiknya dalam
perusahaan serta memprediksi kebijakan apa yang akan dipilih manajer dimasa yang
akan datang. Penentuan kebijakan akuntansi dan praktik yang tepat merupakan hal
yang penting bagi perusahaan dalam hal penyusunan laporan keuangan. Sehingga,
dalam hal yang menentukan kebijakan akuntansi dan pelaksanaannya tidak terlepas
dari pihak-pihak yang berwenang serta memiliki kepentingan dengan penyusunan
laporan keuangan.
Dalam teori akuntansi positif menjelaskan beberapa alternatif akuntansi yang
dapat digunakan oleh setiap perusahaan dalam upaya untuk mencapai tingkat laba
yang diinginkan. Hal tersebut sering juga disebut sebagai tindakan oportunis.
Prosedur dan alternatif yang digunakan oleh setiap perusahaan bisa saja berbeda, jika
dilihat dari berbagai faktor. Menurut Watt dan Zimmerman (1990) melalui teori
15
akuntansi positif, ada beberapa motivasi perusahaan dalam manajemen laba yang juga
berhubungan dengan tindakan oportunis yang dirangkum dalam 3 hipotesis, yaitu:
1. Hipotesis rencana bonus (Bonus Plan Hypothesis),
Dalam keadaan ceteris paribus para manajer perusahaan dengan rencana bonus
akan lebih memungkinkan untuk memilih prosedur akuntansi yang dapat
menggantikan pelaporan laba untuk periode mendatang ke periode sekarang. Dengan
hipotesis tersebut apabila manajer dalam sistem penggajiannya sangat tergantung
pada bonus akan cenderung untuk memilih metode akuntansi yang dapat
memaksimalkan gajinya.
2. Hipotesis perjanjian hutang (Debt Covenant Hypothesis)
Dalam keadaan ceteris paribus manajer perusahaan yang mempunyai rasio
leverage yang besar akan lebih suka memilih prosedur akuntansi yang dapat
menggantikan pelaporan laba untuk periode mendatang ke periode sekarang. Dengan
memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan pengakuan laba untuk periode
mendatang ke periode sekarang maka perusahaan akan mempunyai leverage ratio
yang kecil. Seperti diketahui bahwa banyak perjanjian hutang mensyaratkan
peminjam untuk mematuhi atau mempertahankan rasio hutang atas modal, modal
kerja, ekuitas pemegang saham, dan sebagainya selama masa perjanjian. Jika
perjanjian tersebut dilanggar perjanjian hutang mungkin memberikan penalti, seperti
kendala dalam pinjaman tambahan.
16
3. Hipotesis biaya politik (Political Cost Hypothesis)
Dalam keadaan ceteris paribus semakin besar biaya politik perusahaan,
semakin mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang
menunda pelaporan laba periode sekarang ke periode mendatang. Hal ini karena
perusahaan yang memiliki tingkat laba yang tinggi dinilai akan memiliki biaya politis
yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan kecil.
Tiga hipotesis tersebut menunjukkan bahwa teori akuntansi positif mengakui
adanya 3 hubungan keagenan, yaitu (1) antara manajemen dengan pemilik, (2) antara
manajemen dengan kreditur, (3) antara manajemen dengan pemerintah (Anis dan
Imam, 2003) dalam Januarti (2004). Masalah keagenan muncul disebabkan karena
adanya asimetri informasi antara agen dan prinsipal, dimana agen lebih banyak
mempunyai informasi dibandingkan prinsipal sehingga memungkinkan adanya moral
hazard (Belkaoui, 2000).
3. Manajemen Laba
Sulistyanto (2008:6) menjelaskan definisi menajemen laba merupakan upaya
manajer perusahaan untuk mengintrvensi atau memperngaruhi informasi-informasi
dalam laporan keuangan dengan tujuan mengelabuhi stakeholder yang ingin
mengetahui kinerja keuangan perusahaan. Manajemen laba merupakan perilaku
oportunitis manajer untuk mempermainkan angka-angka dalam laporan keuangan
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya. Pada dasarnya manajemen laba
merupakan dampak dari kebebasan seorang manajer untuk memilih dan
menggunakan metode akuntansi tertentu ketika mencatat dan menyusun informasi
17
dalam laporan keuangan. Menurut Scott (2013) earnings management merupakan
tindakan manajer yang memilih kebijakan akuntansi untuk mencapai tujuan yang
spesifik, dimana kebijakan akuntansi yang dimaksud adalah penggunaan accrual
dalam laporan keuangan.
Menurut Scott (2013) pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara:
a. Taking a bath
Pola ini terjadi selama periode pada saat terjadinya reorganisasi seperti adanya
pergantian CEO baru. Jika manajer merasa harus melaporkan kerugian maka ia
akan melaporkan dalam jumlah yang besar. Dengan tindakan ini, manajer
berharap dapat meningkatkan laba yang akan datang dan kesalahan atas kerugian
perusahaan dapat dilimpahkan kepada manajer lama.
b. Income minimization
Perusahaan akan meminimumkan laba pada saat perusahaan memperoleh
profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapatkan perhatian secara
politis. Kebijakan yang diambil bisa berupa pembebanan pengeluaran iklan serta
riset dan pengembangan yang cepat.
c. Income maximization
Manajer kemungkinan memaksimumkan laba bersih yang dilaporkan untuk
tujuan bonus. Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian utang mungkin
juga akan memaksimumkan pendapatan dengan tujuan agar kreditur masih
memberikan kepercayaan pada perusahaan tersebut.
18
d. Income smoothing (perataan laba)
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga
dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya
investor menyukai laba yang relatif stabil.
Manajemen laba dilakukan dengan mempermainkan komponen akrual dalam
laporan keuangan, sebab akrual merupakan komponen yang mudah dipermainkan
sesuai keinginan orang yang melakukan pencatatan transaksi dan menyusun laporan
keuangan. Hal tersebut alasannya karena komponen akrual merupakan komponen
yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik. Maka dari itu upaya awal untuk
memahami manajemen laba adalah dengan cara memahami akuntansi dasar secara
luas, yaitu akuntansi berbasis akrual (Sulistyanto, 2008).
Manajer dapat melakukan praktik earnings management disebabkan oleh
beberapa faktor atau motivasi. Menurut Scott (2013), terdapat beberapa faktor yang
mendorong manajer melakukan earnings management, yaitu:
a. Bonus purposes
Manajer akan melakukan tindakan oportunistik berupa manajemen laba (earnings
management) dengan memaksimalkan laba saat ini untuk mendapatkan
keuntungankeuntungan pribadi.
b. Political motivation
Earnings management dilakukan pada perusahaan publik sebagai akibat dari
adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah mengeluarkan peraturan
19
yang sangat ketat. Banyak perusahaan memiliki politik yang terlihat. Terutama
untuk perusahaan yang menaungi hajat hidup banyak. Perusahaan melakukan
earnings management untuk mengurangi visibilitasnya.
c. Taxation motivation
Pajak pendapatan mungkin motivasi yang paling nyata dari earnings management.
Otoritas perpajakan cenderung memaksakan peraturan akuntansi mereka dalam
menghitung pajak pendapatan, mengurangi ruang lingkup perusahaan untuk
melakukan manipulasi laba. Perusahaan berusaha memaksimalkan penerapan
berbagai metode akuntansi agar dapat melakukan penghematan pendapatan pajak.
d. Perubahan CEO
Beberapa dari motivasi earnings management ada pada saat adanya perubahan
CEO. Hipotesis perencanaan bonus memprediksikan bahwa pengunduran diri
CEO akan beberapa terlibat dalam strategi maksimalisasi laba untuk meningkatkan
bonus mereka. Sementara memaksimalkan pendapatan dapat dilakukan apabila
kinerja perusahaan sedang menurun untuk menghindari pemberhentian.
e. Initial Public Offering (IPO)
Perusahaan yang akan melakukan IPO belum memiliki nilai pasar yang telah
terbangun. kondisi ini memungkinkan manajer dari perusahaan go public akan
melakukan earnings management untuk menaikkan harga saham mereka.
f. Informasi kepada investor
Manajemen mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi mengenai kinerja
perusahaan kepada investor. Manajemen cenderung berusaha memberikan
20
informasi yang terbaik tentang prospek laba masa depan kepada investor. Dengan
memberikan memberikan estimasi yang baik pada kekuatan laba maka dapat
meningkatkan nilai pasar saham.
Menurut Scott (2013) terdapat dua cara untuk memahami manajemen laba:
Pertama, sebagai perilaku opotunistik manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya
dalam menghadapi kompensasi, kontrak utang dan biaya politik. Kedua, memandang
manajemen laba dari perspektif kontrak efisien, yaitu manajemen laba memberi
manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka sendiri dan perusahaan
dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan semua
pihak yang terlibat dalam kontrak.
4. Profitabilitas
Profitabilitas (profitability) adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba
melalui operasional usahanya dengan menggunakan dana aset yang dimiliki oleh
perusahaan (Harahap, 2013). Profitabilitas menggambarkan kinerja fundamental
perusahaan ditinjau dari tingkat efisiensi dan efektivitas operasi perusahaan dalam
memperoleh laba. Konsep profitabilitas dalam teori keuangan sering dilakukan
sebagai indikator kinerja fundamental perusahaan mewakili kinerja manajemen.
Analisis profitabilitas bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
memperoleh laba, baik dalam hubungannya dengan penjualan, assets , maupun modal
sendiri. Suharli dan Oktorina (2005) dalam Fathonah dan Amanah (2016)
menyatakan bahwa kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dapat
menggambarkan profitabilitas. Jadi hasil profitabilitas dapat dijadikan sebagai tolak
21
ukur ataupun gambaran tentang efektivitas kinerja manajemen ditinjau dari
keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan hasil penjualan dan investasi
perusahaan.
5. Financial Leverage
Financial Leverage adalah hutang sumber dana yang digunakan perusahaan
untuk membiayai asetnya diluar sumber dana modal atau ekuitas. Financial leverage
timbul karena perusahaan dibelanjai dengan dana yang menimbulkan beban tetap,
yaitu berupa utang dengan beban tetapnya berupa bunga. Sartono (2001) menyatakan
financial leverage adalah penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap
dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar dari
pada beban tetapnya sehingga akan meningkat keuntungan yang tersedia bagi
pemegang saham.
Leverage merupakan alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan
bergantung kepada kreditur dalam pembiayaan aset perusahaan. Tuntutan terhadap
kreditur harus didahulukan dibandingkan dengan pembagian hasil kepada pemegang
saham. Pemberi pinjaman juga berkepentingan terhadap kemampuan perusahaan
untuk membayar utang sebab semakin banyak utang perusahaan semakin tinggi
kemungkinan perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur.
Manajemen jelas berkepentingan terhadap utang perusahaan agar dapat membayar
kewajibannya. Perusahaan dengan tingkat leverage tinggi adalah perusahaan yang
sangat bergantung pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya sehingga perusahaan
akan berusaha untuk melaporkan laba yang tinggi.
22
6. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dapat diartikan sebagai suatu skala dimana perusahaan
diklasifikasikan besar atau kecil dari berbagai sudut pandang, salah satunya dinilai
dari besar kecilnya total penjualan. Salah satu indikator yang menunjukkan besar atau
kecilnya suatu perusahaan adalah ukuran total penjualan perusahaan tersebut.
semakin besar penjualan bersih maka semakin besar ukuran perusahaan tersebut
begitu pula sebaliknya (Diantimala, 2008).
Perusahaan yang besar menggambarkan suatu indikator tingkat risiko bagi
investor untuk melakukan investasi pada perusahaan tersebut, karena jika perusahaan
mampu mempunyai finansial yang baik, maka diyakini bahwa perusahaan tersebut
juga mampu memenuhi segala kewajibannya serta memberi tingkat pengembalian
yang memadai bagi investor. Besar atau kecilnya ukuran perusahaan akan mendorong
melakukan praktek manajemen laba. Perusahaan kecil akan menaikkan jumlah
labanya untuk menarik investor dalam menanamkan modal sehingga perusahaan akan
terus berkembang, sedangkan perusahaan yang berukuran besar melakukan praktek
manajemen laba untuk menghindari laba yang fluktuasi secara drastis, laba yang
merata akan membuat perusahaan tidak mengalami penurunan harga saham,
kepercayaan dari pihak investor ataupun dari pemeriksaan langsung yang dilakukan
oleh petugas pajak.
C. Pengembangan Hipotesis
1. Profitabilitas terhadap Manajemen Laba
23
Informasi laba merupakan perhatian utama untuk menaksir kinerja atau
pertanggungjawaban manajemen. Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-
masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga
menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent (Jensen dan Meckling,
1976). Pemegang saham sebagai pihak principal mengadakan kontrak untuk
memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat.
Manajer sebagai agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan
ekonomi dan psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman,
maupun kontrak kompensasi. Manajer memiliki dorongan untuk memilih dan
menerapkan metode akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik
untuk tujuan mendapatkan bonus dari principal (Watts dan Zimmerman, 1990).
Manajemen juga mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi mengenai
kinerja perusahaan kepada investor. Manajemen cenderung berusaha memberikan
informasi yang terbaik tentang prospek laba masa depan kepada investor. Dengan
memberikan memberikan estimasi yang baik pada kekuatan laba maka dapat
meningkatkan nilai pasar saham (Scott, 2013). Dalam kaitannya dengan manajemen
laba (earning management), profitabilitas dapat mempegaruhi manajer untuk
melakukan manajemen laba. Karena jika profitabilitas yang didapat perusahaan
rendah, umumnya manajer akan melakukan tindakan manajemen laba untuk
menyelamatkan kinerjanya di mata pemilik (Gunawan et al., 2015). Tala dan
Karamoy (2017) membuktikan secara empiris bahwa profitabiliatas berpengaruh
24
terhadap manajemen laba. Berdasarkan penjelasan diatas maka dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H1: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap manajemen laba
2. Leverage terhadap Manajemen Laba
Penggunaan pembiyaan dari hutang mendororng perusahaan untuk
menampilkan kinerja yang baik. Menurut Watts dan Zimmerman (1990) dalam teori
akuntansi positif menjelaskan bahwa manajer termotivasi melakukan manajemen laba
untuk menghindari pelanggaran perjanjian utang. Ramadhani et al. (2017)
membuktikan secara empiris bahwa leverage berpengaruh terhadap manajemen laba.
Hal ini disebabkan rasio leverage dapat mengindikasikan perusahaan dengan jumlah
kewajiban yang dimiliki sehingga manajemen berusaha mengelola labanya untuk
mengurangi tingkat kegagalan membayar kewajibannya yang dapat mengelabui para
kreditor maupun calon kreditor. Tingkat leverage yang tinggi menggambarkan
perusahaan memiliki resiko bisnis yang tinggi, sehingga perusahaan cenderung
melakukan praktik manajemen laba untuk menampilkan kinerja yang baik.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2: Leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba
3. Ukuran Perusahaan terhadap manajemen laba
Ukuran perusahaan merupakan indikator untuk menentukan besar kecilnya
perusahaan. Watts dan Zimmerman (1990) melalui teori akuntansi positif menyatakan
bahwa ukuran perusahaan digunakan sebagai pedoman biaya politik dan biaya politik
akan meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran dan resiko perusahaan.
25
Perusahaan akan menyiasati berbagai regulasi pemerintah untuk tujuan memperkecil
biaya politik perusahaan. Dalam teori ini dijelaskan bahwa perusahaan besar
mempunyai motivasi melakukan manajemen laba dengan menurunkan laba guna
menurunkan biaya politik. Agustina (2013); Manullang (2015); Marlisa dan Fuadati
(2016) membuktikan secara empiris bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap
praktik manajemen laba. Ukuran perusahaan diduga mampu mempengaruhi besaran
pengelolaan laba perusahaan, dimana jika perusahaan yang memiliki total penjualan
yang besar maka akan memiliki peluang yang besar untuk melakukan manajemen
laba karena total penjualan akan menjadi perhatian dari berbagai pihak, salah satunya
adalah petugas pajak. Berdasarkan penjelasan diatas maka dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H3: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba
D. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh profitabilitas, leverage, dan
ukuran perusahaan terhadap praktik earnings management pada perusahaan real
estate tahun 2016. Variabel independen dalam penelitian ini adalah profiabilitas,
leverage, dan ukuran perusahaan Sedangkan variabel dependen adalah earnings
management.
26
Adapun desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian
Profitabilitas (X1)
Leverage (X2) Manajemen
Laba (Y)
Ukuran
Perusahaan (H3)
(X3)
H1
H2
H3