bab ii tinjauan pustaka a. remaja -...
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Remaja
1. Pengertian remaja
Masa remaja atau masa adolesensi adalah suatu fase perkembangan yang
dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode
transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan
perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dan berlangsung pada
dekade kedua masa kehidupan. Masa remaja adalah masa transisi antara anak-
anak dan dewasa, suatu masa perubahan biologis, intelektual, psikososial dan
ekonomi. Dalam periode ini, individu mencapai kedewasaan fisik dan
seksual, mengembangkan kemampuan penalaran yang lebih baik, dan
membuat berbagai keputusan yang akan membentuk karir mereka kelak.
Perubahan pada masa remaja memiliki implikasi untuk memahami berbagai
resiko kesehatan yang biasa dialami para remaja, tingkah laku beresiko yang
mereka jalani, dan berbagai kesempatan peningkatan kesehatan yang ada
dalam masyarakat ini (Wong, 2008).
Mengenai kronologi berapa usia seorang anak dapat dikatakan remaja, masih
terdapat berbagai pendapat. Buku-buku pediatri pada umumnya
mendefinisikan remaja apabila telah mencapai umur 10-18 tahun untuk anak
perempuan dan 12-20 tahun untuk anak laki-laki, WHO mendefinisikan
remaja bila anak telah mencapai umur 10-19 tahun. Menurut Undang-undang
No. 4179 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum
mencapai umur 21 tahun dan belum menikah. Menurut UU Perburuan anak
dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah
menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri. Menurut UU Perkawinan
8
No.1, 1974 anak dianggap sudah remaja apabila sudah cukup matang untuk
menikah yaitu 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-
laki. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menganggap remaja bila sudah
berusia 18 tahun yang sesuai dengan saat lulus dari Sekolah Menengah.
Jika dipandang dari aspek psikologis dan sosialnya, masa remaja adalah suatu
fenomena fisik yang berhubungan dengan pubertas. Pubertas adalah suatu
bagian yang penting dari masa remaja dimana yang lebih ditekankan adalah
proses biologis yang pada akhirnya mengarah kepada kemampuan
bereproduksi. Masa pubertas adalah masa transisi antara masa anak dan
dewasa, dimana terjadi suatu percepatan fertilitas dan terjadi perubahan
psikologis yang mencolok (Sarwono, 2011).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa masa
remaja adalah fase perkembangan dari anak-anak dan dewasa, suatu masa
perubahan biologis, intelektual, psikososial dan ekonomi dengan tingkatan
usia antara 12-20 tahun. Dalam periode ini, individu mencapai kedewasaan
fisik dan seksual, mengembangkan kemampuan penalaran yang lebih baik,
dan membuat berbagai keputusan yang akan membentuk karir mereka kelak.
Masa remaja berlangsung melalui 3 tahapan yang masing-masing ditandai
dengan isu-isu biologik, psikologik dan sosial, yaitu (Sarwono, 2011):
a. Masa Remaja Awal (10-14 tahun)
Masa remaja awal ditandai dengan peningkatan yang cepat dari
pertumbuhan dan pematangan fisik. Jadi tidaklah mengherankan apabila
sebagian besar energi intelektual dan emosional pada masa remaja awal
ini ditargetkan pada penilaian kembali dan restrukturisasi dari jati diri.
Selain itu penerimaan kelompok sebaya sangatlah penting. Dapat berjalan
bersama dan tidak dipandang beda adalah motif yang mendominasi
banyak perilaku sosial remaja awal ini.
9
b. Menengah (15-16 tahun)
Masa remaja menengah ditandai dengan hampir lengkapnya pertumbuhan
pubertas, timbulnya keterampilan-keterampilan berpikir yang baru,
peningkatan pengenalan terhadap datangnya masa dewasa dam keinginan
untuk memapankan jarak emosional dan psikologis dengan orang tua.
c. Akhir (17 - 20 tahun)
Masa remaja akhir ditandai dengan persiapan untuk peran sebagai seorang
dewasa, termasuk klarifikasi dari tujuan pekerjaan dan internalisasi suatu
sistem nilai pribadi. Selanjutnya bab ini akan membahas ketiga tahapan
masa remaja ini dari berbagai aspek. Dari aspek biologik akan dibahas
mengenai neuroendokrinologi, pertumbuhan dan perkembangan somatik.
Aspek lainnya adalah aspek psikologis, kognitif dan aspek
medis/pelayanan kesehatan remaja.
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Somatik Remaja
Pertumbuhan dan perkembangan somatik remaja ditandai dengan beberapa
ciri khas yaitu (Narendra, et. al. 2002):
a. Perubahan adalah ciri utama dari proses biologis pubertas. Perubahan
hormonal secara kualitatif dan kuantitatif terjadi antara masa pre-pubertas
dan dewasa. Akibatnya terjadi pertumbuhan yang cepat dari berat dan
panjang badan, perubahan dalam komposisi tubuh dan jaringan tubuh dan
timbulnya ciri-ciri seks primer dan sekunder, yang menghasilkan
perkembangan “boy into a man” dan “girl into a woman”.
b. Perubahan somatic sangat bervariasi dalam umur saat mulai dan
berakhirnya, kecepatannya dan sifatnya, tergantung dari masing-masing
individu. Karena itu umur yang normal saat tercapainy suatu perubahan
dalam pertumbuhan dan perkembangan tidak dapat ditentukan dengan
pasti melainkan hanya dapat dikatakan pada umur rata-rata anak.
10
c. Walaupun terdapat variasi dalam umur saat timbulnya perubahan-
perubahan selama pubertas, tetapi setiap remaja mengikuti urutan-urutan
yang sama dalam pertumbuhan dan perkembangan somatiknya.
d. Timbulnya ciri-ciri seks sekunder merupakan manifestasi somatic dari
aktivitas gonad yang dipakai oleh Tanner untuk menentukan Sex Maturity
Rating (SMR) atau Stadium Maturitas Seks (SMS) dan dikenal sebagai
“Stadium Tanner” : SMS 1 sampai dengan 5. Penilaian SMS ini
mencakup pemeriksaan perkembangan payudara dan rambut pubis pada
anak perempuan dan testes, penis dan rambut pubis pada anak laki-laki.
e. Perubahan yang telah terjadi selama abad terakhir ini mengenai ukuran
dan umur individu-individu yang mengalami masa pubertas. Pada
umumnya karena perbaikan dalam gizi dn upaya-upaya kesehatan
masyarakat maka “seular trend” yang mengarah kepada pertumbuhan
yang lebih besar dan dini ini telah terjadi di seluruh dunia baik di negara
maju maupun negara yang sedang berkembang. Dikatakan bahwa terdapat
pengaruh etnik dan lingkungan terhadap umur terjadinya pubertas (seperti
penambahan massa tulang, otot dan lemak, pertambahan berata.
B. Interaksi Sosial
1. Pengertian
Menurut Walgito (2003) sebagai makhluk individual manusia mempunyai
dorongan atau motif untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri,
sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain, manusia mempunyai dorongan
sosial. Adanya dorongan atau motif sosial pada manusia inilah, maka manusia
akan mencari orang lain untuk mengadakan suatu hubungan atau untuk
mengadakan interaksi. Interaksi sosial oleh Walgito (2003) didefinisikan
sebagai hubungan antara individu dengan individu yang lain, individu satu
11
dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat
hubungan yang saling timbal balik.
Kebutuhan individu akan individu lain mendorong dirinya untuk belajar pola-
pola, rencana-rencana, dan strategi untuk bergaul dengan individu yang lain.
Individu pun mulai belajar memainkan peranan sesuai dengan status yang
diakui oleh lingkungan sosialnya. Status dapat dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu status yang diperoleh dengan sendirinya (ascribed status) dan status
yang diperoleh dengan kerja keras atau diusahakan (achieved status).
Ascribed status atau status otomatis adalah status yang diterima individu
secara otomatis sejak individu itu dilahirkan, hal ini biasanya terjadi karena
kedudukan orang tuanya sebagai orang yang terpandang atau bangsawan.
Achieved status atau status disengaja merupakan status yang dicapai individu
melalui usaha-usaha yang disengaja, hal ini tampak dalam usaha pencapaian
cita-cita atau profesi sebagai guru, dokter dan banyak lainnya (Sunarto, 2000).
2. Aspek Interaksi Sosial
Setiap individu yang berhubungan dengan individu yang lain, baik hubungan
sosial antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau
kelompok dengan kelompok, hubungan sosial menurut Santoso (2004)
memiliki aspek-aspek sebagai berikut :
a. Adanya hubungan
Setiap interaksi sudah barang tentu terjadi karena adanya hubungan antara
individu dengan individu maupun antara individu dengan kelompok, serta
hubungan antara kelompok dengan kelompok. Hubungan antara individu
dengan individu ditandai antara lain dengan tegur sapa, berjabat tangan,
dan bertengakar. Hubungan timbal-balik antara individu dengan
kelompok, misalnya berpidato, kegiatan pengajian. Hubungan timbal balik
antara kelompok dengan kelompok, misalnya rapat antar RT, pertandingan
untuk acara 17 Agustus antar RT.
12
b. Ada individu
Setiap interaksi sosial menuntut tampilnya individu-individu yang
melaksanakan hubungan. Hubungan sosial itu terjadi karena adanya peran
serta dari individu satu dan individu lain, baik secara person atau
kelompok.
c. Ada tujuan
Setiap interaksi sosial memiliki tujuan tertentu seperti mempengaruhi
individu lain. Misalnya,seorang ibu rumah tangga yang sedang berbelanja
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di warung atau toko dan menawar
barang yang akan dibelinya, hal itu adalah salah satu fungsi untuk
mempengaruhi individu lain agar mau menuruti apa yang dikehendaki
oleh ibu pembeli tersebut.
d. Adanya hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok
Interaksi sosial yang ada hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok
ini terjadi karena individu dalam hidupnya tidak terpisah dari kelompok.
Di samping itu, tiap-tiap individu memiliki fungsi dalam kelompoknya.
Individu di dalam kehidupannya tidak terlepas dari individu yang lain,
oleh karena itu individu dikatakan sebagai makhluk sosial yang memiliki
fungsi dalam kelompoknya. Hal lain yang dapat dilihat, seorang Lurah
yang memiliki fungsi untuk membentuk anggota masyarakatnya menjadi
masyarakat yang damai, tertib aman dan sejahtera, dan untuk mewujudkan
hal tersebut di butuhkan pula keikutsertaan dari setiap anggota
masyarakatnya. Jadi dalam hal ini setiap individu ada hubungannya
dengan struktur dan fungsi sosial.
13
3. Indikator dalam Interaksi Sosial
Indikator-indikator interaksi sosial menurut Sukanto (2010) adalah sebagai
berikut :
a. Proses Asosiatif (Processes of Association)
1) Kerja Sama (Cooperation)
Beberapa sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk
interaksi sosial yang pokok. Sosiolog lain menganggap bahwa kerja
sama merupakan proses utama. Golongan terakhir tersebut
memahamkan kerja sama untuk menggambarkan sebagian besar
bentuk-bentuk interaksi sosial atas dasar bahwa segala macam bentuk
inetarksi tersebut dapat dikembalikan kepada kerja sama. Kerja sama
di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang
perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau
beberapa tujuan bersama.
2) Akomodasi (Accomodation)
Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjuk
pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses.
Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu
keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang-peorangan
atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-
norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.
Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha
manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha
untuk mencapai kestabilan. Akomodasi sebenarnya merupakan suatu
cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak
lawan, sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya.
3) Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai
dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang
14
terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia
dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak,
sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-
kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
b. Proses Disosiatif
1) Persaingan (competition)
Adalah suatu proses social, di mana individu atau kelompok-
kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui
bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi
pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok
manusia) dengan cara menarik perhatian public atau dengan
mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan
ancaman atau kekerasan. Ada beberapa bentuk persaingan, di
antaranya :
2) Kontravensi (contravention)
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses social
yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian.
Bentuk-bentuk kontravensi adalah 1) perbuatan penolakan,
perlawanan, dan lain-lain, 2) menyangkal perbuatan orang lain
dimuka umum, 3) melakukan penghasutan, 4) berkhianat, dan 5)
mengejutkan lawan, dan lain-lain.
3) Pertentangan atau pertikaian (conflict)
Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses social di mana
individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan
menentang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan. Penyebab
terjadinya pertentangan, yaitu : 1) perbedaan individu-individu, 2)
perbedaan kebudayaan, 3) perbedaan kepentingan, 4) perbedaan
sosial
15
4. Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Interaksi Sosial
Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi tersebut, yaitu faktor yang
menentukan berhasil atau tidaknya interaksi tersebut (Santoso, 2004). Faktor-
faktor yang mempengaruhi interaksi sosial sebagai berikut:
a. Situasi sosial
Situasi sosial adalah memberi bentuk tingkah laku terhadap individu yang
berada dalam situasi tersebut. Misalnya, apabila berinteraksi dengan
individu yang sedang dalam keadaan berduka, pola interaksi yang
dilakukan apabila dalam keadaan yang riang atau gembira, dalam hal ini
tampak pada tingkah laku individu yang harus dapat menyesuaikan diri
terhadap situasi yang dihadapi.
b. Kekuasaan norma kelompok
Kekuasaan norma kelompok sangat berpengaruh terhadap terjadinya
interaksi sosial antar individu. Misalnya, individu yang menaati norma-
norma yang ada dalam setiap berinteraksi individu tersebut tak akan
pernah berbuat suatu kekacauan, berbeda dengan individu yang tidak
menaati norma-norma yang berlaku, individu itu pasti akan menimbulkan
kekacauan dalam kehidupan sosialnya, dan kekuasaan norma itu berlaku
untuk semua individu dalam kehidupan sosialnya.
c. Tujuan pribadi masing-masing individu
Ada tujuan kepribadian yang dimiliki masing-masing individu sehingga
berpengaruh terhadap pelakunya. Misalnya, dalam setiap interaksi
individu pasti memiliki tujuan.
e. Interaksi sesuai dengan kedudukan dan kondisi setiap individu
Pada dasarnya status atau kedudukan yang dimiliki oleh setiap individu
adalah bersifat sementara, maka dalam hubungan itu terlihat adanya jarak
antara seorang yang tidak memiliki kedudukan yang menghormati orang
yang memiliki kedudukan dalam kelompok sosialnya.
16
f. Penafsiran situasi
Penafsiran situasi dimana setiap situasi mengandung arti bagi setiap
individu sehingga mempengaruhi individu untuk melihat dan menafsirkan
situasi tersebut. Misalnya, apabila ada teman yang terlihat murung atau
suntuk, individu lain harus bisa membaca situasi yang sedang
dihadapainya, dan tidak seharusnya individu lain tersebut terlihat bahagia
dan cerita dihadapannya. Bagaimanapun individu harus bisa
menyesuaikan diri dengan keadaan dengan keadaan yang sedang dihadapi
dan berusaha untuk membantu menfsirkan situasi yang tak diharapkan
menjadi situasi yang diharapkan.
C. Gambaran diri
1. Pengertian
Gambaran diri adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik disadari atau
tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan
bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh. Gambaran diri sangat dinamis
karena secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman-
pengalaman baru. Gambaran diri harus realistis karena semakin dapat
menerima dan menyukai tubuhnya individu akan lebih bebas dan merasa aman
dari kecemasan (Suliswati, dkk, 2005).
Gambaran diri adalah persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal
maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan
pada tubuh. Gambaran diri dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang
karakteristik dan kemampuan fisik serta persepsi dari pandangan orang lain
(Perry & Potter, 2005). Konsep diri yang baik tentang Gambaran diri adalah
kemampuan seseorang menerima bentuk tubuh yang dimiliki dengan senang
hati dan penuh rasa syukur serta selalu berusaha untuk merawat tubuh dengan
baik.
17
Schlundt dan Jhonson dalam Indika (2010) mengatakan bahwa gambaran diri
merupakan gambaran mental yang tertuju kepada perasaan yang kita alami
tentang tubuh dan bentuk tubuh kita yang berupa penilaian positif dan
penilaian negatif. Basow (2002) menjelaskan bahwa citra tubuh merupakan
bagaimana kita menerima dan juga merasakan tentang tubuh kita.
Penilaian mengenai penampilan fisik disebut sebagai gambaran diri atau citra
tubuh (Indika, 2010). Menurut Cash dalam Indika (2010) gambaran diri
merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya yang dapat
berupa penilaian positif dan negatif. Papalia dalam Indika (2010) menyatakan
bahwa remaja yang memiliki persepsi positif terhadap gambaran tubuh lebih
mampu menghargai dirinya. Individu tersebut cenderung menilai dirinya
sebagai orang dengan kepribadia cerdas, asertif dan menyenangkan. Persepsi
negatif remaja terhadap gambaran diri akan menghambat perkembangan
kemampuan interpersonal dan kemampuan membangun hubungan yang positif
dengan remaja lain. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap dirinya untuk dihadapkan atau
ditunjukkan kepada orang lain, gambaran diri juga menggambarkan bagaimana
seseorag dapat memandang dirinya secara positif dan negatif.
Faktor predisposisi gangguan gambaran diri meliputi kehilangan atau
kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi), perubahan ukuran, bentuk dan
penampilan tubuh (akibat pertumbuhan dan perkembangan serta penyakit),
proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun
fungsinya, prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterapi dan transplantasi
(Suliswati, 2005).
18
2. Indikator gambaran diri
Menurut Mubarak & Chayatin (2008), beberapa hal yang terkait dengan citra
tubuh adalah :
a. Fokus individu terhadap bentuk fisik dan ukuran tubuh
b. Citra tubuh memandang dirinya berdampak penting terhadap aspek
psikologis individu tersebut.
c. Gambaran yang realistis penerimaan diri akan memberi rasa aman serta
mencegah kecemasan dan meningkatkan harga diri.
d. Individu yang stabil, realistis, dan konsisten terhadap citra tubuhnya dapat
mencapai kesuksesan dalam hidup.
Menurut Suliswati (2005), indikator gangguan citra tubuh :
a. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
b. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi
c. Menolak penjelasan perubahan tubuh.
d. Persepsi negatif pada tubuh
e. Preokupasi terhadap tubuh yang hilang
f. Mengungkapkan keputusasaan
g. Mengungkapkan ketakutan
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran diri adalah :
a. Jenis Kelamin
Chase dalam Indika (2010) menyatakan bahwa jenis kelamin adalah faktor
paling penting dalam perkembangan gambaran diri seseorang. Wanita
lebih negatif memandang citra tubuh dibandingkan pria. Pria ingin
bertubuh besar dikarenakan ingin tampil percaya diri di depan teman-
temannya dan mengikuti trend yang sedang berlangsung, sedangkan
wanita ingin memiliki tubuh kurus menyerupai ideal yang digunakan
untuk menarik perhatian pasangannya. Usaha yang dilakukan pria untuk
19
membuat tubuh lebih berotot, sedangkan wanita cenderung untuk
menurunkan berat badan disebabkan oleh artkel dalam majalah wanita
yang sering memuat artikel tentang penurunan berat badan.
b. Usia
Pada tahap perkembangan remaja, citra tubuh menjadi penting, hal ini
berdampak pada usaha berlebihan pada remaja untuk mengkontrol berat
badan. Umumnya lebih sering terjadi pada remaja putri daripada remaja
putra. Remaja putri mengalami kenaikan berat bada pada masa pubertas
dan menjadi tidak bahagia tentang penampilan dan hal ini menyebabkan
remaja putri mengalami gangguan psikologis. Ketidapuasan remaja putri
pada tubuhnya meningkat pada awal hingga pertengahan remaja
sedangkan pada remaja putra yang semakin berotot semakin tidak pusa
dengan tubuhnya.
c. Media masa
Media yang muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal
memberikan gambaran ideal mengenai figur perempuan dan lalaki-laki
yag dapat mempengaruhi gambaran tubuh seseoarang. Media masa
menjadi pengaruh yang paling kuat dalam budaya sosial. Anak-anak dan
remaja lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menonton televisi.
Konsumsi media yang tinggi dapat mempengaruhi konsumen. Isi tayangan
media sering menggambarkan bahwa standar kecantikan perempuan
adalah tubuh yang kurus, dengan tubuh yang kurus kebanyakan
perempuan percaya bahwa mereka adalah orang-orang sehat. Media juga
menggambarkan gambaran ideal bagi laki-laki adalah dengan memiliki
tubuh yang berotot.
d. Keluarga
Menurut teori social learning, orang tua merupaka model yang paling
penting dalam proses sosialisasi sehingga mempengaruhi gambaran diri
anak-anaknya melalui modeling, feedback dan instruksi. Gambaran diri
20
melibatkan bagaimana orang tua menerima keadaan bayinya baik terhadap
jenis kelamin dan bagaimana wajah bayinya kelak. Ketika bayi lahir,
orang tua menyambut bayi tersebut dengan pengharapa akan adanya bayi
ideal dan membandingkannya dengan penampilan bayi sebenarnya.
Kebutuhan emosional bayi adalah disayangi lingkungan yang dapat
mempengaruhi harga diri seseorang. Harapan fisik bayi oleh orang tua
sama seperti harapan anggota keluarga lai yaitu tidak cacat. Komentar
yang dibuat orang tua dan anggota keluarga mempunyai pengaruh yang
besar dalam gambaran diri anak. Orang tua yang secara konstan
melakukan diir dan berbicara tentang berat mereka dari sisi negatif akan
memberikan pesan kepada anak bahwa mengkhawatirkan berat badan
adalah sesuatu yang normal.
e. Hubungan interpersonal
Hubungan interpersonal membuat seseoarang cenderung membandingkan
diri dengan orang lain dan feedback yang diterima mempengaruhi konsep
diri termasuk mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan
fisik. Hal inilah yang sering membuat orang merasa cemas denga
penampilannya dan gugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap
dirinya. Penampilan dan kompetisi teman sebaya dan keluarga dalam
hubungan interpersonal dapat mempengaruhi bagaimana pandangan dan
peraaan mengenai dirinya.
D. Kegemukan (Obesitas)
1. Pengertian
Kegemukan merupakan keadaan patologis yaitu dengan terdapatnya
timbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh
yang normal. Obesitas atau kegemukan dari segi kesehatan merupakan salah
satu penyakit salah gizi, sebagai akibat konsumsi makanan yang jauh
melebihi kebutuhannya (Soetjiningsih, 2004). WHO (2000) secara sederhana
21
mendefinisakan obesitas sebagai kondisi abnormal dari akumulasi lemak
yang ekstrim pada jaringan apidose. Inti dari obesitas ini adalah terjadinya
keseimbangan energi positif yang tidak diinginkan dan bertambahnya berat
badan.
2. Faktor-faktor penyebab obesitas
Soetjiningsih (2004) menyatakan bahwa 3 faktor utama penyebab obesitas
adalah masukan energi yang melebihi kebutuhan tubuh, penggunaan kalori
yang kurang, dan faktor hormonal. Disamping itu obesitas juga disebabkan
oleh beberapa faktor predisposisi seperti :
a) Herediter (faktor keturunan)
Kecenderungan menjadi gemuk pada keluarga tertentu. Kalau salah satu
orang tuanya yang obesitas, maka anaknya mempunyai resiko 40%
menjadi obesitas, sedangkan bila kedua orang tuanya obesitas resikonya
menjadi 80%.
b) Suku bangsa
Pada suku bangsa tertentu kadang-kadang terlihat banyak anggotanya
yang menderita obesitas.
c) Pandangan masyarakat yang salah
Adanya pandangan masyarakat yang salah bahwa bayi yang sehat adalah
bayi yang gemuk.
d) Anak cacat
Anak yang aktivitasnya kurang karena problem fisik atau cara mengasuh.
e) Meningkatkan keadaan sosial ekonomi seseorang.
Orang tuanya yang dulu berasal dari keluarga yang kurang mampu, maka
mereka cenderung memberikan makanan sebanyak-banyaknya pada anak-
anaknya. Keluarga yang melakukan migrasi dari negara berkembang ke
negara yang maju atau kaya.
22
Menurut Coleman dalam Fakhrurozi (2008) obesitas dapat disebabkan
beberapa faktor, adalah:
a) Faktor Biologis
Sebagian orang memiliki kegemaran mengkonsumsi makanan tinggi
kalori tanpa pelepasan yang signifikan, akan lebih mudah memiliki
masalah dengan berat badan yang yang berlebih.
b) Faktor Psikososial
Dalam banyak kasus kunci utama dari kebiasaan makan dalam porsi yang
banyak dalam keluarga. Beberapa keluarga beranggapan bayi yang gemuk
adalah bayi yang sehat, sehingga orang tua mengusahakan agar anak
tersebut makan lebih banyak.
c) Faktor Sosio kultural
Perbedaan budaya memiliki perbedaan konsep mengenai kecantikan. Ada
yang menganggap kurus adalah simbol cantik atau indah. Sedangkan bagi
beberapa budaya tubuh yang gemuk adalah simbol kecantikan, kekayaan
dan kekuasaan.
3. Dampak Obesitas
Menurut Vivi dalam Fakhrurozi (2008) dampak obesitas dapat terjadi dalam
jangka panjang maupun jangka pendek :
a) Gangguan psikososial, rasa rendah diri, depresif dan menarik diri dari
lingkungan. Hal ini karena anak obesitas sering menjadi korban bahan
olok-olokan teman main dan teman sekolah. Dapat pula karena
ketidakmampuan untuk melaksanakan suatu tugas atau kegiatan terutama
olahraga akibat adanya hambatan pergerakan oleh obesitasnya.
b) Pertumbuhan fisik atau linier yang lebih cepat dan usia tulang yang lebih
lanjut dibanding usia biologinya.
c) Masalah ortopedi akibat beban tubuh yang terlalu berat.
d) Gangguan pernafasan seperti infeksi saluran nafas, tidur ngorok, sering
mengantuk siang hari.
23
e) Gangguan endokrin seperti menars lebih cepat terjadi.
4. Penggolongan obesitas
Soetjiningsih (2004) menyatakan bahwa selain perbedaan kondisi sel yang
ada dalam tubuh seseorang yang mengalami obesitas, klasifikasi berdasarkan
tingkat keparahanya dan tipenya terutama pada anak-anak adalah sebagai
berikut :
a) Berdasarkan keparahannya
1) Moderate obesity : bila berat badan antara 120% - 170% dari berat
badan idealnya.
2) Severe obesity : bila berat badan lebih dari 170% dari berat badan
ideal.
b) Berdasarkan tipenya
1) Inappropriate eating habits : karena adanya kelebihan masukan
makanan, biasanya terjadi pada masa bayi dan masa remaja.
2) High set point for fat store : kecenderungan terjadinya peningkatan
deposit lemak, biasanya dimulai pada masa anak-anak dan selalu ada
faktor keturunan.
5. Pengukuran obesitas
Juanita dalam Rahmawati (2009) menyatakan bahwa secara klinis obesitas
dapat dikenali dengan mudah karena mempunyai tanda dan gejala yang khas
antara lain :
a) Wajah membulat
b) Pipi tembem
c) Dagu rangkap
d) Leher relatif pendek
e) Dada yang menggembung dengan payudara yang membesar mengandung
jaringan lemak.
24
f) Perut membuncit dan dinding perut berlipat-lipat serta kedua tungkai
umumnya berbentuk X dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling
menempel da menyebabkan lecet.
g) Pada laki-laki penis tampak kecil karena terkubut dalam jaringan lemak.
Fakhrurozi (2008) Istilah normal, overweight, dan obese dapat berbeda-beda,
masing-masing negara dan budaya mempunyai kriteria sendiri-sendiri. Oleh
karena itu, WHO menetapkan suatu pengukuran atau klasifikasi obesitas yang
tidak bergantung pada bias-bias kebudayaan. Metode yang paling berguna dan
banyak digunakan untuk mengukur tingkat obesitas adalah BMI (Body Mass
Index), yang didapat dengan cara membagi berat badan (kg) dengan kuadrat
dari tinggi badan (meter). Nilai BMI yang didapat tidak tergantung pada umur
dan jenis kelamin. Adapun rumus IMT adalah :
Indeks Masa Tubuh =(m2)BadanTinggi
(Kg)BadanBerat
Keterbatasan BMI adalah tidak dapat digunakan bagi:
a) Anak-anak yang dalam masa pertumbuhan
b) Wanita hamil
c) Orang-orang yang sangat berotot
BMI dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar seseorang dapat
terkena resiko penyakit tertentu yang disebabkan karena berat badannya.
Seseorang dikatakan obese dan membutuhkan pengobatan bila mempunyai
BMI diatas 30, dengan kata lain orang tersebut memiliki kelebihan BB
sebanyak 20%.
25
E. Hubungan Gambaran Diri dengan Kegemukan (Obesitas)
Perkembangan seorang individu dimulai pada masa remaja. Bagi sebagian orang,
masa remaja merupakan masa yang penting dalam hidupnya. Pada masa ini
individu tidak lagi termasuk anak-anak, namun tidak pula termasuk dewasa.
Seperti yang dikatakan Erikson dalam Fakhrurozi (2009) masa remaja adalah
masa pencarian identitas dimana seorang remaja harus membentuk citra diri yang
positif bagi dirinya dan dapat diterima oleh orang lain.
Tugas-tugas perkembangan pada remaja bermacam-macam, salah satu aspek yang
cukup menonjol adalah perkembangan fisik yang akan terus berlanjut hingga
mencapai kematangan. Penerimaan dan penolakan terhadap perkembangan fisik
sangat dipengaruhi oleh bagaimana remaja tersebut memahami dirinya. Pada
remaja putri khususnya, perubahan fisik akan lebih terlihat sehingga diperlukan
pemahaman yang sehat terhadap dirinya sendiri. Seperti yang dikatakan Brook
(dalam Ritandiyono & Retnaningsih,1996) mengatakan bahwa konsep diri
merupakan persepsi mengenai dirinya sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial
maupun psikologis yang diperoleh melaui pengalaman individu dalam interaksi
dengan orang lain. Bagi remaja penilaian kelompok merupakan faktor penting
dalam kehidupannya. Respon tersebut akan menjadi dasar bagi seorang remaja
dalam memberikan gambaran tentang dirinya.
Obesitas merupakan suatu hal yang banyak terjadi pada remaja putri, karena
sangat mudahnya mereka mendapatkan menu makanan yang memiliki kadar
karbohidrat dan lemak yang tinggi. Menurut Kaplan dkk (1993) obesitas atau
kegemukan adalah kondisi dimana seseorang memiliki lemak tubuh dalam jumlah
yang berlebih. Banyaknya asupan makanan yang memiliki kadar karbohidrat dan
lemak yang memilki kadar yang dibutuhkan oleh tubuh maka dapat menyebabkan
kondisi obesitas. Obesitas itu sendiri memiliki efek terhadap diri seoorang remaja
putri dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
26
F. Kerangka Teori
Skema 2.1 Kerangka TeoriSumber : Santoso (2004), Suliswati (2005) Soekanto (2010) dan Mubarak (2008)
Gambaran Diri
Indikator Gambaran diri :a. Menolak melihat dan menyentuh
bagian tubuh yang berubah
b. Tidak menerima perubahan tubuh yang
telah terjadi/akan terjadi
c. Menolak penjelasan perubahan tubuh.
d. Persepsi negatif pada tubuh
e. Preokupasi terhadap tubuh yang hilang
f. Mengungkapkan keputusasaan
g. Mengungkapkan ketakutanFaktor-faktor yang mempengaruhi
interaksi sosial :
1. Situasi sosial
2. Kekuasaan norma kelompok
3. Tujuan pribadi masing-masing
individu
4. Interaksi sesuai dengan
kedudukan dan kondisi setiap
individu
5. Penafsiran situasi
RemajaKegemukan
Faktor-faktor yang mempengaruhi
gambaran diri :
1. Ukuran tubuh
2. Bentuk tubuh
3. Penampilan
4. Fungsi tubuh
5. Potensi tubuh
Interaksi Sosial
Indikator Interaksi Sosial :1. Kerja Sama (Cooperation)2. Akomodasi (Accomodation)3. Asimilasi (Assimilation)4. Persaingan (competition)5. Kontravensi (contravention)6. Pertentangan atau pertikaian
27
G. Kerangka Konsep
Berdasarkan masalah penelitian dan uraian-uraian mengenai obestas dan
gambaran diri, maka dapat digambarkan suatu kerangka konsep penelitian sebagai
berikut :
Variabel independent: Variabel dependent:
Skema 2.2 Kerangka Konsep
H. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (independent)
Variabel bebas (independent) variabel yang menjadi sebab timbulnya atau
berubahnya variabel dependent (variabel terikat). Varibel independent dalam
penelitian ini adalah gambaran diri.
2. Variabel terikat (dependent)
Variabel terikat (dependent) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel independent (variabel bebas). Variabel
dependent dalam penelitian ini adalah interaksi sosial.
I. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka dasar teori yang telah
dikemukakan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan : “ada
hubungan antara gambaran diri dengan interaksi sosial pada remaja kegemukan di
MA NU Ibtida’ul Falah Samirejo Dawe Kudus”.
Gambaran Diri Interaksi sosial