bab ii tinjauan pustaka a. status...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Status Gizi
1. Pengertian Status Gizi
Soekirman (2000), status gizi berarti sebagai keadaan fisik
seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau
kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu. Menurut (Nyoman, 2002),
status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel
tetentu. Keadaan gizi seseorang, perlu disebutkan variabel-variabel yang
digunakan untuk menentukannya. Variabel-variabel yang digunakan untuk
menentukan status gizi selanjutnya disebut sebagai indikator status gizi.
2. Zat Gizi
a. Karbohidrat atau hidrat arang
Karbohidrat merupakan zat gizi utama sebagai sumber energi
bagi tubuh. Terpenuhinya kebutuhan tubuh akan karbohidrat akan
menentukan jumlah energi yang tersedia bagi tubuh setiap hari. Hidrat
arang merupakan sumber kalori utama bagi manusia. Kira-kira 80%
dari kalori yang didapat tubuh manusia (terutama untuk bangsa-bangsa
di Asia Tenggara) berasal dari hidrat arang. Hidrat arang terutama
terdapat dalam tumbuh-tumbuhan seperti beras, gandum, dan umbi-
umbian, yang terdiri dan tiga macam unsur yaitu karbon, oksigen, dan
6
hidrogen (Moehji, 2002).
b. Protein atau zat putih telur
Protein merupakan bahan utama dalam pembentukan sel
jaringan, baik jaringan tubuh, tumbuh-tumbuhan maupun tubuh
manusia dan hewan. Sintesa protein dari unsur kimia hanya terjadi
dalam bentuk tumbuh-tumbuhan, sedang manusia dan hewan
memperoleh protein dari bahan pangan hewani.
1) Manfaat protein bagi manusia adalah sebagai benkut:
a) Untuk membangun sel jaringan tubuh.
b) Untuk mengganti sel tubuh yang aus atau rusak.
c) Untuk membuat air susu, enzim dan hormon air susu yang
diberikan ibu kepada bayinya dari makanan ibu itu sendiri.
d) Membuat protein darah.
e) Untuk menjaga keseimbangan asam basa dari cairan tubuh.
f) Sebagai pemberi kalori (Moehji, 2002).
2) Bahan-bahan makanan protein
Adapun bahan – bahan makanan protein dapat kita golongkan
ke dalam dua golongan, yaitu sebagai berikut:
a) Bahan-bahan makanan sumber protein yang berasal dari
hewan, contohnya : daging, jenis ikan, telur, dan susu.
b) Bahan-bahan makanan sumber protein yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, contohnya : beras, jenis kacang-kacangan,
tempe, dan tahu.
7
c. Lemak
Lemak adalah senyawa kimia yang dalam stuktur molekulnya
mengandung gugus asam lemak. Secara alamiah lemak secara fisik
didapatkan dalam dua bentuk yaitu minyak yang berbentuk cair dan
dalam bentuk padat. Kegunaan lemak yang berasal dari makanan
digunakan tubuh untuk hal-hal sebagai berikut yaitu pemberi kalori,
melarutkan vitamin-vitamin sehingga vitamin tersebut dapat diserap
oleh dinding usus dan memberikan asam-asam lemak essensial.
Sedangkan kegunaan simpanan lemak dalam tubuh manusia antara
lain, sebagai cadangan tenaga, sebagai bantalan bagi alat-alat tubuh
seperti ginjal, biji mata, sebagai isolasi sehingga panas tubuh tidak
banyak yang keluar, mempertahankan tubuh dari gangguan-gangguan
luar seperti pukulan atau bahan-bahan yang berbahaya seperti zat
kimia.
d. Vitamin
Vitamin adalah zat organik yang diperlukan tubuh dalam
jumlah sedikit, tetapi penting untuk melakukan fungsi metabolik dan
harus didapat dari makanan. Meskipun vitamin hanya diperlukan
dalam Jumlah sedikit jika kekurangan akan menimbulkan hal-hal yan
merugikan (hipovitaminosis sampai avitaminosis jika terlihat tanda-
tanda klinis yang nyata). Secara umum fungsi vitamin antara lain yaitu
sebagai bagian dari suatu enzim atau co-enzim (pembantu enzim) yang
mengatur berbagai proses metabolisme, mempertahankan fungsi
8
berbagai jaringan, mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan sel
baru, membantu pembuatan zat tertentu dalam tubuh (Farida, 2004).
e. Mineral
Pada manusia dewasa terdapat 6% terbuat dari mineral.
Mineral yang dibutuhkan oleh manusia diperoleh dari tanah. Tanaman
sumber pangan menyerap mineral yang diperlukan dan menyimpannya
dalam stuktur tanaman. Pada hewan sebagai konsumen tingkat pertama
menggunakan dan menyimpan mineral dalam tubuhnya. Manusia
sebagai konsumen tingkat akhir memperoleh mineral dan pangan
nabati dan hewani. Adapun fungsi mineral dalam tubuh adalah :
1) Memelihara keseimbangan asam tubuh dengan jalan
penggunaan mineral pembentuk asam (klorin, fosfor, belerang)
dan mineral pembentuk basa (kapur, besi, magnesium, kalium ,
natrium).
2) Mengkatalisasi reaksi yang berantai dengan pemecahan
karbohidrat, lemak, dan protein serta pembentukan lemak dan
protein tubuh.
3) Sebagai hormon dan enzim tubuh.
4) Membantu memelihara keseimbangan air tubuh (klorin,
kalium, natrium)
5) Menolong dalam pengiriman isyarat ke seluruh tubuh (kalsim,
kalium, natrium)
6) Sebagai bagian cairan usus (kalsium, magnesium, kalium,
9
natrium)
7) Berperan dalam pembentukan dan pemeliharaan tulang, gigi,
dan jaringan tubuh lainnya (kalsium, fosfor, fluorin) (Farida ,
2004).
3. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi anak balita dimaksudkan untuk mengetahui
apakah seseorang atau kelompok balita tersebut mempunyai status gizi
kurang, baik atau lebih. Penilaian status gizi anak balita tersebut bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana keseimbangan antara zat gizi yang masuk
dalam tubuh dengan zat gizi yang digunakan oleh tubuh, sehingga tercipta
kondisi fisik yang optimal. Ada berbagai cara dalam mengukur atau
menilai status gizi seseorang yaitu :
a. Penilaian status gizi secara langsung
Pada penilaian gizi secara langsung yaitu ada empat penilaian
yaitu klinis, biokimia, biofisik, antropometri yaitu :
1) Pemeriksaan klinis
Penggunaaan pemeriksaan klinis untuk mendeteksi
defisiensi gizi yaitu dengan mendeteksi kelainan atau gangguan
yang terjadi pada kulit, rambut, mata, membran mukosa mulut, dan
bagian tubuh yang lain dapat dipakai sebagai petunjuk ada
tidaknya masalah gizi kurang. Tanda-tanda klinis malnutrisi tidak
spesifik, karena ada beberapa penyakit yang mempunyai gejala
yang sama tetapi penyebabnya berbeda. Oleh karena itu
10
pemeriksaan klinis harus dipadukan dengan pemeriksaan yang lain
(Nyoman, 2000).
2) Biokimia
Pemeriksaan biokimia yang sering digunakan dalam
penelitian adalah tehnik pengukuran kandungan berbagai zat gizi
dan subtansi kimia lain dalam darah dan urine. Hasil pengukuran
tersebut dibandingkan dengan standar normal yang telah
ditetapkan. Dalam berbagai hal pemeriksaan biokimia hanya dapat
diperoleh di rumah sakit atau pusat kesehatan, dan pada
pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang ahli
(Nyoman, 2000).
3) Biofisik
Penilaian status gizi dengan biofisik adalah melihat dan
kemampuan fungsi jaringan dan perubahan stuktur, dimana tes
kemampuan fungsi jaringan meliputi, kemampuan kerja dan
adaptasi sikap. Pemeriksaan ini bisa dilakukan secara klinis
maupun tidak. Penilaian status gizi secara biofisik sangat mahal
dan memerlukan tenaga profesional. Penelitian ini dilakukan
melalui tiga cara yaitu uji radiologi, tes fungsi fisik, dan sitologi
(Nyoman, 2000).
11
4) Antropometri
Parameter yang digunakan pada penilaian status gizi
dengan menggunakan antropometri adalah umur, berat badan,
tinggi badan, lingkar lengan atas, lngkar kepala, dan lingkar dada
(Supariasa, 2001). Indeks antropometri yang umum digunakan
dalam menilai status gizi adalah berat badan menurut umur (BB/
U), tinggi badan menurut umur (TB/ U), dan berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB). Indeks BB/U adalah pengukuran total berat
badan termasuk air, lemak, tulang dan otot, indeks TB/U adalah
pengukuran pertumbuhan linier, indeks BB/TB adalah indeks
untuk membedakan apakah kekurangan gizi terjadi secara kronis
atau akut (Supariasa, 2001).
Buku petunjuk teknik Pemantauan Status Gizi (PSG) anak
balita tahun 1999, Klasifikasi status gizi dapat diklasifikasikan
menjadi 5 yaitu: gizi lebih, gizi baik, gizi sedang, gizi kurang dan
gizi buruk. Baku rujukan yang digunakan adalah World Health
Organization - National Center For Health Statistic (WHO-
NCHS), dengan indeks berat badan menurut umur. Direktorat Bina
Gizi Masyarakat, Depkes dan Pemantauan Status Gizi (PSG) anak
balita tahun 1999 menggunakan rujukan WHO-NCHS dengan
klasifikasi seperti terlihat seperti pada table dibawah ini :
12
Tabel 2.2
Klasifikasi status gizi menurut WHO-NCHS
Kategori Persen terhadap medianGizi lebih 120 % Median BB/U baku WHO-NCHSGizi baik 80 %-120 % Median BB/U baku WHO-NCHSGizi sedang 70 %-79,9 % Median BB/U baku WHO-NCHSGizi kurang
Gizi buruk
60 %-69,9 % Median BB/U baku WHO-NCHS
<60 % Median baku WHO-NCHS
Untuk menentukan status gizi di atas dapat dilihat dalam
indeks BB/U.(Tabel Terlampir) Supariasa (2001).
b. Penilaian status gizi secara tidak langsung.
1) Survey konsumsi makanan
Survey konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui
kebiasaan makanan zat gizi tingkat kelompok, rumah tangga dan
perorangan serta faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi
makanan tersebut. Metode pengukuran konsumsi makanan
berdasarkan sasaran pengamatan atau pengguna yaitu tingkat
nasional, rumah tangga dan individual. Dalam penelitian ini yang
akan dibahas adalah tingkat rumah tangga dan perorangan
(Nyoman, 2000).
2) Statistik vital
Cara untuk mengetahui keadaan gizi di suatu wilayah adalah
dengan cara menganalisis statistik kesehatan. Dengan
menggunakan statistik kesehatan dapat diperhitungkan
penggunaannya sebagai bagian dari indikator tidak langsung
pengukuran status gizi masyarakat. Beberapa statistik vital yang
13
berhubungan dengan kesehatan dan gizi antara lain: angka
kesakitan, aneka kematian, pelayanan kesehatan dan penyakit
infeksi yang berhubungan dengan gizi ( Nyoman, 2000).
3) Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil yang
saling mempengaruhi dan interaksi beberapa faktor fisik, biologi
dan lingkungan budaya. Jadi jumlah makanan dan zat-zat gizi yang
tersedia bergantung pada keadaan lingkungan seperti iklim, tanah,
irigasi, penyimpanan, transportasi, dan tingkat ekonomi penduduk
(Nyoman, 2000).
4. Macam Status Gizi Anak Balita
Status gizi anak balita dibedakan menjadi empat yaitu status gizi
lebih, status gizi baik, status gizi kurang dan buruk.
a. Status gizi lebih
Penyakit ini bersangkutan dengan energi di dalam hidangan
yang dikonsumsi relatif terhadap kebutuhan atau penggunaan semua
zat gizi tersebut. Tubuh akan terbebas dari penyakit dan mempunyai
daya tahan setinggi-tingginya.
Anak yang status gizi baik dapat tumbuh dan kembang secara
normal dengan bertambahnya usia. Tumbuh atau pertumbuhan
berkaitan dengan masalah perubahan dalam hal besar, jumlah, ukuran
atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur
dengan ukuran berat, panjang, umur tulang dan keseimbangan
metabolik. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya
14
kemampuan dalam stuktur dan fungsi tubuh yang komplek dalam pola
yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan (Soetjiningsih, 2001).
b. Status gizi kurang dan status gizi buruk
Status gizi kurang terjadi karena tubuh kekurangan satu atau
beberapa macam zat gizi yang diperlukan. Hal yang menyebabkan
status gizi kurang karena kekurangan zat gizi yang dikonsumsi atau
mungkin mutunya rendah. Gizi kurang pada dasarnya adalah gangguan
pada beberapa segi kesejahteraan perorangan atau masyarakat yang
disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang
diperoleh dari makanan. Kurang gizi banyak menimpa anak khususnya
anak balita yang berusia dibawah lima tahun karena merupakan
golongan yang rentan serta pada fase ini kebutuhan tubuh akan zat gizi
meningkat karena selain untuk tumbuh juga untuk perkembangan
sehingga apabila anak kurang gizi dapat menimbulkan berbagai
penyakit. Akibat status gizi kurang adalah sebagai berikut:
1) Kurang energi Protein (KEP)
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari
sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi.
Orang yang mengidap KEP nampak kurus, namun gejala
klinik secara besar dapat di bedakan menjadi tiga yaitu marasmus,
kwasiorkor, dan marasmus-kwasiorkor (Nyoman, 2002).
15
2) Anemia defisiensi zat besi
Adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin darah
kurang dari normal, biasanya dengan tanda : lelah, lesu, letih, bibir
tampak pucat, lidah licin, susah BAB, kadang pusing, dan mudah
mengantuk (Nyoman, 2002).
3) GAKY (Gangguan akibat kurang yodium)
Adalah kekurangan gizi disebabkan kurangnya konsumsi
yodium dalam bahan makanannya, kekurangan yodium pada anak
yaitu cacat fisik dan mental, seperti bisu, tuli, bisu-tuli,
pertumbuhan badan terganggu, kecerdasan dan perkembangan
mental terganggu (Nyoman, 2002).
4) KVA (Kurang vitamin A)
Adalah penyakit mata yang disebabkan kurangnya vitamin A
dalam makanannya. Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan
yang paling sering terjadi pada anak-anak di Indonesia yang
umumnya terjadi pada usia antara 2-5 tahun. Adapun kriteria KVA
adalah sebagai benkut: bercak bitot dengan konjungtiva mengering,
kornea mengering atau keratomalasia dan parut komea (Nyoman,
2002).
5. Faktor yang mempengaruh status gizi antara lain (Soekirman, 2000) :
Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang, faktor-
faktor yang mempengaruhi status gizi dibagi menjadi dua yaitu secara
langsung dan tidak langsung.
16
a. Faktor yang mempengaruhi secara langsung :
Menurut Soekirman (2000), penyebab langsung timbulnya gizi
kurang pada anak adalah konsumsi makanan dan penyakit infeksi,
kedua penyebab tersebut saling berpengaruh. Dengan demikian
timbulnya gizi kurang tidak hanya karena kurang makanan tetapi juga
karena adanya penyakit infeksi, terutama diare dan ispa. Anak yang
mendapatkan makanan yang cukup baik tetapi sering terserang demam
atau diare, yang berdampak pada status gizinya menjadi kurang,
sebaliknya anak yang tidak memperoleh makanan cukup dan seimbang
daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan ini anak akan
mudah terserang penyakit dan kurang nafsu makan sehingga anak
kekurangan makanan. Akhirnya berat badan anak menurun, apabila
keadaan ini terus berlangsung anak akan menjadi kurus dan timbullah
masalah kurang gizi.
b. Faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung, yaitu :
1) Pola asuh gizi
Pola asuh gizi merupakan faktor yang secara tidak langsung
mempengaruhi konsumsi makanan pada bayi. Dengan demikian
pola asuh gizi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
merupakan faktor tidak langsung dari status gizi. Adapun faktor-
faktor yang mempengaruhi pola asuh gizi sudah dijelaskan diatas
diantaranya : tingkat pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu,
tingkat pengetahun ibu, aktivitas ibu, jumlah anggota keluarga dan
17
budaya pantang makanan.
2) Jarak kelahiran yang terlalu dekat
Jarak kelahiran akan mempengaruhi status gizi anak dalam
keluarga. Dengan adanya jarak kelahiran yang dekat maka
kebutuhan makanan yang seharusnya hanya diberikan pada satu
anak akan terbagi dengan anak yang lain yang sama-sama
memerlukan gizi yang optimal. Anak yang berusia dibawah lima
tahun masih sangat memerlukan perawatan ibunya, baik perawatan
makanan maupun perawatan kasih sayang. Jika dalam masa tahun
ini ibu hamil lagi maka bukan saja perhatian ibu terhadap anak
menjadi berkurang akan tetapi AS1 yang masih aktif sangat
dibutuhkan anak akan berhenti keluar. Anak yang belum
dipersiapkan secara baik menerima makanan pengganti AS1 yang
kadang-kadang mutu gizi anak makanan tersebut juga rendah. Hal
ini akan menyebabkan status gizi anak kurang (Moehji, 2002).
3) Sanitasi lingkungan
Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup dominan
dalam penyediaan lingkungan yang mendukung kesehatan anak
dan tumbuh kembangnya. Kebersihan baik kebersihan perorangan
maupun lingkungan memegang peranan penting dalam timbulnya
penyakit. Akibat dari kebersihan yang kurang maka anak akan
sering sakit misalnya diare, kecacingan, tifus, hepatitis, malaria,
demam berdarah dan sebagainya. Demikian pula dengan polusi
18
udara baik yang berasal dari pabrik, asap kendaraan atau asap
rokok, dapat berpengaruh terhadap tingginya angka kejadian ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Kalau anak sering menderita
sakit maka tumhuh kembangnya terganggu (Soetjiningsih, 2001).
4) Pelayanan kesehatan
Upaya pelayanan kesehatan dasar diarahkan kepada
peningkatan kesehatan dan status gizi anak sehingga terhindar dari
kematian dini dan mutu fisik yang rendah (Aritonang, 2003). Peran
pelayanan telah lama diadakan untuk memperbaiki status gizi.
Pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap masalah kesehatan
terutama masalah gizi. Pelayanan yang selalu siap dan dekat
dengan masyarakat akan sangat membantu dalam meningkatkan
status kesehatan masyarakat. Dengan pelayanan kesehatan
masyarakat yang optimal kebutuhan kesehatan masyarakat akan
terpenuhi. Salah satu bentuk pelayanan kesehatan yaitu kegiatan
posyandu yang dapat memantau pertumbuhan dan perkembangan
anak balita dengan penimbangan berat badan (BB) secara rutin
setiap bulan.
5) Stabilitas rumah tangga
Stabilitas dan keharmonisan rumah tangga mempengaruhi
tumbuh kembang anak. Tumbuh kembang anak akan berbeda pada
keluarga yang harmonis dibandingkan dengan mereka yang kurang
harmonis (Soetjinmgsih, 2001).
19
B. Karakteristik Ibu
1. Umur
Umur adalah usia ibu yang secara garis besar menjadi indikator
dalam kedewasaan dalam setiap pengambilan keputusan yang mengacu
pada setiap pengalamannya. Karakteristik pada ibu balita berdasarkan
umur sangat berpengaruh terhadap status gizi balitanya, dimana pada ibu
yang cukup umur akan lebih dewasa, lebih berpengalaman dalam
pengasuhan balita, hal ini dapat mempengaruhi kesiapan ibu balita dalam
pengambilan keputusan yang tepat tentang pertumbuhan dan
perkembangan balitanya (Kodyat, 1999).
2. Pendidikan
Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Dari
kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat diperlukan seseorang
lebih tanggap adanya masalah gizi di dalam keluarganya dan bisa
mengambil tindakan secepatnya (Kodyat, 1999).
Rendahnya pendidikan erat kaitannya dengan tingkat pengertian
tentang perawatan kesehatan, higiene serta kesadarannya terhadap
kesehatan balita dan keluarga. Tingkat pendidikan turut menentukan
rendah tidaknya seseorang menyerap dan memakai pengetahuan tentang
gizi yang mereka peroleh. Keadaan gizi balita sangat ditentukan oleh
tingkat pendidikan ibu. Tingkat pendidikan ibu yang rendah
mempengaruhi penerimaan informasi sehingga pengetahuan gizi akan
20
terbatas (Suhardjo, Riyadi, 1999). Adapun pendidikan dibagi menjadi dua,
yaitu :
a) Pendidikan Informal
Pendidikan informal ialah pendidikan yang diperoleh seseorang
di rumah, di lingkungan sekolah dan di dalam kelas.
b) Pendidikan Formal
Pendidikan formal ialah pendidikan yang mempunyai bentuk
atau organisasi tertentu, seperti yang terdapat di sekolah atau
universitas (IKIP Semarang, 1999). Pendidikan gizi merupakan suatu
proses belajar tentang pangan, bagaimana tubuh kita menggunakannya
dan mengapa diperlukan untuk kesehatan. Pendidikan gizi mengarah
pada perubahan perilaku perbaikan konsumsi pangan dan status gizi.
Pendidikan berpengaruh secara tidak langsung melalui peningkatan
status sosial dan kedudukan seorang wanita, peningkatan pilihan
terhadap kehidupan serta kemampuan untuk menyatakan pendapat atau
membuat keputusan sendiri (Suhardjo, Riyadi, 1999).
Pendidikan yang dimiliki ibu yaitu pendidikan dasar (SD-SMP)
pendidikan menengah (SMU dan pendidikan tinggi (DII/PT)
berpengaruh pada perilaku yang efektif dan efisien yang selanjutnya
akan menghasilkan suatu yang bermanfaat. Dimana pola pikir
seseorang berpengaruh pada informasi dan tingkat pemahaman yang
dimiliki. Tingkat pendidikan yang cukup akan memberikan konstribusi
terhadap status gizi pada anak.
21
3. Pendapatan
Pendapatan biasanya berupa uang yang mempengaruhi daya beli
seseorang untuk membeli sesuatu. Pendapatan merupakan faktor yang
paling menentukan kuantitas maupun kualitas makanan sehingga ada
hubungan yang erat antara pendapatan dengan keadaan gizi. Pendapatan
yang meningkat tidak merupakan kondisi yang menunjang bagi keadaan
gizi yang memadai, terutama dalam kasus dimana kepercayaan mengenai
jenis makanan dan praktek pengolahan masakan yang merusak pada
keadaan gizinya (Berg, 1999).
C. Ibu yang Bekerja
Dewasa ini makin banyak ibu berperan ganda selain sebagai ibu rumah
tangga juga sebagai wanita karier semua itu guna menciptakan keluarga yang
lebih mapan tapi juga menimbulkan pengaruh terhadap hubungan dengan
anggota keluarga terutama pada balitanya.
1. Definisi Ibu yang bekerja
Ibu yang bekerja adalah seorang ibu yang bekerja di luar rumah
serta memiliki penghasilan (Depkes, 2002). Pada ibu yang bekerja akan
terjadi penyediaan waktu yang terbatas atau sedikit, hal ini menjadi
kendala bagi seorang balita untuk mendapatkan waktu, perhatian dan kasih
sayang yang cukup dari orangtuanya. Kesibukan orangtua dapat
berdampak pada status gizi balita dibandingkan dengan ibu yang tidak
bekerja. Jika hal ini tidak ditanggulangi secara serius dapat berlanjut
menurunnya status gizinya balita (Pudjiadi, 2000).
22
Kesibukan orangtua yang bekerja dapat berpengaruh pada pola
pemberian makanan pada bayi yang terkadang diberikan tidak sesuai
dengan usia balita atau terlambat diberikan misalnya seorang balita dengan
usia kurang dari 6 bulan hanya diberi ASI saja tetapi pada kenyataanya
telah diberikan makanan lain selain ASI, hal ini dapat menganggu status
gizi balita. (Pudjiadi, 2000).
Banyak ibu-ibu bekerja mencari nafkah, baik untuk kepentingan
sendiri maupun keluarga. Faktor bekerja saja nampak belum berperan
sebagai timbulnya suatu masalah pada gizi, tetapi kondisi kerja yang
menonjol sebagai faktor yang mempengaruhi pemberian makanan, gizi
dan perawatan anak. Nampaknya ibu-ibu yang bekerja di luar rumah sudah
membuat persiapan untuk merawat anaknya, meskipun kadang-kadang
belum sesuai (DepKes, 2002).
Status gizi anak usia 1-3 tahun pada ibu yang bekerja cenderung
kurang diperhatikan, dimana hal ini disebabkan oleh kurangnya waktu
yang dimiliki ibu dalam penyediaan makanan yang tepat sesuai kebutuhan
sang anak. Jika hal ini terjadi dapat mempengaruhi status gizi pada anak 1-
3 tahun dan anak cenderung rentan dengan infeksi (Supariasa, 2002).
23
D. Ibu Tdak Bekerja
1. Definisi Ibu tidak bekerja
Ibu yang tidak bekerja adalah seorang ibu yang hanya melakukan
pekerjaaan di rumah yang tidak memiliki penghasilan sendiri (Depkes,
2002). Pada ibu yang tidak bekerja akan tercipta suatu pola pengasuhan
yang baik, dimana pada ibu yang tidak bekerja akan mempunyai banyak
waktu untuk mengasuh balitanya meliputi perhatian, kasih sayang dan
waktu untuk menyediakan makanan (Pudjiadi, 2000).
Status gizi anak usia 1-3 tahun pada ibu yang tidak bekerja dapat
diperhatikan dan dikelola dengan baik, dimana sang anak akan
mendapatkan asupan makan sesuai dengan jadwal dan kebutuhannya bagi
pertumbuhan dan perkembagannya. Ibu yang tidak bekerja cenderung
mempunyai banyak waktu untuk memperhatikan sang anak sehari-hari.
Hal ini akan berpengaruh pada status gizi pada anak 1-3 tahun akan terjaga
kesehatannya (Supariasa, 2002). Pada ibu yang tidak bekerja dapat
mengasuh anaknya dengan baik dan mencurahkan kasih sayangnya
dibandingkan dengan ibu yang bekerja.
E. Perbedaan Status Gizi Balita 1-3 Tahun Pada Ibu Bekerja Dan Tidak
Bekerja
Status kesehatan seorang anak balita sangat dipengaruhi oleh peran
serta ibu, masyarakat, apabila seorang anak usia 1-3 tahun yang mempunyai
ibu yang bekerja, karena kemungkinan besar akan terjadi suatu pengelolaan
asupan makan yang tidak terkontrol yang berlanjut pada status gizi anak usia
24
1-3 tahun. Pola asuh orangtua terutama ibu, perhatian dan asupan makanan
mempengaruhi status gizi yang berakibat terjadinya penyakit infeksi dan akan
memperparah keadaan anak (Diah, 2007). Pada balita yang status gizinya
salah satunya disebabkan kurangnya perhatian ibu karena kesibukan bekerja
dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. (Supariasa, 2002).
Selain kesibukan ibu yang bekerja yang berpengaruh pada status gizi
pada anak usia 1-3 tahun, dipengaruhi juga oleh kurangnya pengetahuan gizi
pada ibu, berdampak terjadinya gangguan gizi yang dipengaruhi oleh faktor
utama yaitu susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan kualitas
contohnya penyediaan pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan
yang salah, faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat
gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan di konsumsi (Almatsier
2002).
Kekurangan gizi dapat menyebabkan efek yang serius yaitu kegagalan
pertumbuhan fisik, menurunnya perkembangan kecerdasan, menurunnya
produktivitas, dan menurunnya daya tahan terhadap penyakit yang
mengakibatkan kematian. Balita yang kekurangan gizi sangat berpengaruh
pada perkembangan otak yang proses pertumbuhannya terjadi pada masa itu
dan apabila hal ini berlangsung secara terus menerus akan menyebabkan
terjadinya penyakit infeksi. Hasil penelitian Yani (2006) menunjukkan bahwa
ibu yang bekerja dan tidak bekerja tetapi mempunyai pengetahuan yang
kurang sangat berpengaruh besar pada penyediaan makanan, jika penyediaan
makanan oleh ibu tidak baik maka berlanjut pada status gizi.
25
F. Kerangka Teori
Gambar 2.1. Kerangka Teori (Sumber : Supariasa (2001), Notoatmodjo, 2003)
G. Kerangka Konsep
Variabel Independent (bebas) Variabel Dependent (terikat)
H. Hipotesa
Ada perbedaan status gizi balita 1-3 tahun pada ibu bekerja dan tidak
bekerja di RW VI di desa Ngaliyan Kelurahan Ngaliyan Kota Semarang.
26