bab ii tinjauan pustaka a. taksonomi dan morfologi tomatrepository.ump.ac.id/9665/3/mentari suci...
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Taksonomi dan Morfologi Tomat
Tomat merupakan tanaman dikotil semusim. Kedudukan tanaman
tomat dalam sistem taksonomi tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Famili : Solaneceae
Genus : Solanum
Spesies : Lycopersicum esculentum
Subspesies : Lycopersicum esculentum var. Commune
Lycopersicum esculentum var. cerasiforme (Vincent et al., 1999).
Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan salah satu tanaman
hortikultura yang banyak dimanfaatkan oleh manusia. Tipe percabangan tomat
dibagi menjadi tipe determinate dan tipe indeterminate. Tipe determinate
memiliki ciri cabang produktif cepat terbentuk, namun pertumbuhan tunas
utama akan berhenti. Tipe indeterminate memiliki ciri cabang produktif
lambat terbentuk, namun pertumbuhan pucuk tunas tidak pernah berhenti
(Wahyudi, 2012). Bunga tomat termasuk bunga tanaman menyerbuk sendiri,
karena susunan tangkai putik tersembunyi dan dikelilingi benang sari (Syukur
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
8
et al., 2015). Kemungkinan menyerbuk silang pada tanaman tomat secara
alami mencapai kurang dari 1% (Poespodarsono, 1988). Proses pembuahan
yang berlangsung pada tanaman tomat membutuhkan waktu 98 jam setelah
terjadi penyerbukan (Wijonarko, 1990).
Buah tomat termasuk buah beri dan berdaging tebal. Buah tomat muda
memiliki permukaan berbulu dan berubah menjadi licin saat matang. Buah
tomat memiliki banyak biji yang berbentuk pipih dengan panjang 2-3 mm dan
berwarna krem muda hingga coklat (Vincent et al., 1999). Bentuk buah tomat
dikelompokkan menjadi tipe flattened, oblate, circular, oblong, cylindric,
elliptic, cordate, ovate, obovate, pyriform, obcordate (UPOV, 2011).
Tanaman tomat dapat dibudidayakan pada kondisi iklim yang luas
dengan persebaran dari dataran tinggi tropis hingga daerah iklim sedang. Suhu
rata-rata budidaya tomat adalah diatas 160C minimum 3-4 bulan, suhu
minimum adalah 120C dan suhu optimum adalah 24
0C (Vincent et al., 1999).
Tanaman tomat memerlukan curah hujan optimal sebesar 750 – 1.250 mm per
tahun dengan lama penyinaran matahari minimum 8 jam per hari (Deptan,
2006). pH optimum yang dibutuhkan tanaman tomat berkisar antara 5,8
hingga 6,5 (Wahyudi, 2012).
B. Kerusakan Buah Tomat
Kerusakan yang dialami komoditas pertanian khususnya saat pasca
panen dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
adalah segala yang dipengaruhi dari dalam komoditas tersebut seperti
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
9
transpirasi dan respirasi. Transpirasi adalah perubahan air menjadi uap air
yang naik keudara melalui jaringan hidup tumbuh-tumbuhan, bisa melalui
stomata daun, lentisel dan cuticula. Respirasi adalah penggunaaan produk
karbohidrat dan produk fotosintesis untuk membangun dan memelihara
seluruh jaringan tumbuhan serta untuk memproduksi energi untuk digunakan
dalam metabolisme. Keduanya dipengaruhi susunan kimia jaringan dan
ukuran produk, kulit penutup alamiah dan tipe atau jenis jaringan. Faktor
eksternal produk seperti konsentrasi, suhu lingkungan, gas oksigen, gas
karbondioksida, zat pengatur tumbuh dan kerusakan fisik atau mekanis selama
penanganan.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap laju respirasi produk
mempunyai pengaruh terhadap umur simpan produk. Apabila laju respirasi
tidak dikendalikan dengan baik, maka produk akan cepat rusak dan umur
simpannya akan lebih singkat. Oleh karena itu perlu adanya metode
pengawetan yang tepat agar umur simpannya dapat tahan lama serta
kualitasnya dapat dipertahankan. Salah satu metode untuk menghambat laju
respirasi yang tinggi adalah dengan metode pelapisan yang bersifat edible dan
biodegradable yaitu edible coating.
Terdapat dua jenis buah jika digolongkan pada proses kematangan
yaitu, buah klimaterik dan buah non klimakterik, Ciri buah klimakterik adalah
adanya peningkatan respirasi yang tinggi dan mendadak (respiration burst)
yang menyertai atau mendahului pemasakan, melalui peningkatan CO2 dan
etilen. Tomat (Solanum lycopersicum) merupakan buah klimakterik jika
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
10
disimpan dalam suhu ruangan akan mengalami proses pematangan
(maturation) dan diikuti dengan proses pembusukan. Masa simpan buah
klimakterik yang pendek menjadikan kerusakan pascapanen yang cepat
(Widodo et al., 2013).
Buah tomat (Solanum lycopersicum) setelah dipanen masih melakukan
proses metabolisme menggunakan cadangan makanan yang terdapat dalam
buah. Berkurangnya cadangan makanan tersebut tidak dapat digantikan karena
buah sudah terpisah dari pohonnya, sehingga mempercepat proses hilangnya
nilai gizi buah dan mempercepat proses pemasakan (Wills et.al, 2007; Novita
et al., 2007 ). Dalam proses ini oksigen diserap untuk digunakan pada proses
pembakaran yang menghasilkan energi dan diikuti oleh pengeluaran sisa
pembakaran dalam bentuk CO2 dan air. Contoh reaksi yang terjadi pada
proses respirasi sebagai berikut C6H12O6 + 6O2 -> 6CO2 + 6H2O + energi.
Kegiatan metabolisme yang utama pada buah adalah respirasi yaitu
pemecahan bahan-bahan komplek dalam sel seperti tepung, glukosa
(C6H12O6) dan asam amino menjadi molekul sederhana seperti CO2 dan air
serta energi dan molekul lainnya yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi
sintesis (Miranti, 2009). Menurut Mikasari (2004) kerusakan tomat juga
dipercepat akibat aktivitas transpirasi, dimana transpirasi itu sendiri
merupakan kehilangan air karena evaporasi. Evaporasi ini karena adanya
perbedaan tekanan air di luar dan di dalam buah. Tekanan air di dalam buah
lebih tinggi sehingga uap air akan keluar dari buah. Menurut Pantastico (1986)
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
11
dan Lathifa (2013), tempat transpirasi utama pada tanaman adalah hidatoda,
mulut kulit, dan kutikula.
C. Fisiologi Pasca Panen
Sayuran dan buah-buahan pada waktu masih berada di pohon,
melangsungkan proses kehidupannya dengan cara melangsungkan proses
respirasi, yaitu proses biologis dimana oksigen diserap untuk melakukan
pembakaran (oksidasi) yang menghasilkan energi, dengan diikuti oleh
pengeluaran sisa pembakaran berupa gas karbondioksida dan air. Setelah
dipanen ternyata sayuran dan buah buahan juga masih melangsungkan proses
respirasi, dan oleh karena itu sayuran dan buah-buahan yang dipanen tetap
hidup.
Terdapat tiga fase dalam respirasi yaitu perombakan polisakarida
menjadi gula sederhana, oksidasi gula sederhana tersebut diubah menjadi
asam piruvat dan perubahan (transformasi) aerobik dari piruvat dan asam-
asam organik lain menjadi karbondioksida, air dan energi (Muctadi.1992)
Menurut Pantastico (1993), faktor yang mempengaruhi respirasi yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu tahap perkembangan organ
tanaman, komposisi kimiawi dalam jaringan, ukuran produk, pelapis alami
dan tipe jaringan, sedangkan faktor eksternal terdiri temperature, etilen,
oksigen yang tersedia. konsentrasi karbondioksida zat pengatur tumbuh dan
kerusakan buah.
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
12
1. Proses Respirasi
Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O2 dari
lingkungan. Proses transport gas-gas dalam tumbuhan secara keseluruhan
berlangsung secara difusi. Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk
ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang antar sel,
dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian juga halnya dengan
CO2 yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke
dalam ruang antar sel. Hal ini karena membran plasma dan protoplasma
sel tumbuhan sangat permeabel bagi kedua gas tersebut. Setelah
mengambil dari udara, O2 kemudian digunakan dalam proses respirasi
dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu glikolisis, dekarboksilasi
oksidatif, siklus asam sitrat, dan transport elektron. Reaksi pembongkaran
glukosa sampai menjadi H20 + CO2 + Energi.
2. Faktor Penghambat Laju Respirasi
a. Ketersediaan Oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi,
namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing
spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama.
Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak
mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan
tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang
tersedia di udara.
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
13
b. Suhu
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat
terkait dengan faktor lingkungan, dimana umumnya laju reaksi
respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC,
namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies.
c. Tipe dan Umur Tumbuhan
Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan
metabolisme, dengan demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi
akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda
menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang
tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa
pertumbuhan.
D. Edible Coating
Edible packaging dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu yang
berfungsi sebagai pelapis (edible coating) dan berbentuk lembaran (edible
film). Edible coating merupakan lapisan tipis yang diaplikasikan dan
dibentuk secara langsung pada permukaan bahan pangan (Guilbert and
Biquet, 1996). Menurut McHugh and Krochta (1994), edible coating
diaplikasikan dalam bentuk cair langsung pada permukaan makanan yang
berfungsi sebagai pengawet. Edible coating banyak digunakan untuk pelapis
produk daging beku, makanan semi basah (intermediate moisture foods),
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
14
produk konfeksionari, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan dan
obat-obatan terutama untuk pelapis kapsul (Krochta et al., 1994. a).
Edible coating telah diterapkan pada buah seperti anggur, jeruk dan
apel sebagai pengemas dan ditampilkan di supermarket tanpa kemasan
(plastik) (Baldwin, 2005). Edible coating menggunakan bahan dasar
polisakarida (karagenan) banyak digunakan terutama pada buah dan sayuran,
karena memiliki kemampuan bertindak sebagai membrane permeable yang
selektif terhadap pertukaran gas karbondioksida dan oksigen (Budiman,
2011).
(Mc Hught and Krochta, 1994). Edible coating juga dibuat dari bahan-
bahan organik sehingga dapat dimakan dan dibentuk di atas komponen
makanan yang berfungsi sebagai penghambat transfer massa seperti
kelembaban, oksigen, lemak, zat terlarut, sebagai pembawa bahan makanan
atau adiktif dan untuk meningkatkan penanganan makanan (Krochta, 1992).
Edible coating adalah lapisan tipis kontinyu yang terbuat dari bahan
bisa dimakan, digunakan di atas atau di antara produk pangan, berfungsi
sebagai penahan (barrier) perpindahan massa (uap air, O2, CO2) atau sebagai
pembawa (carrier) bahan tambahan makanan, seperti zat anti mikrobial dan
antioksidan (Krochta et al., 1994). (Fitriani, 2003) menyatakan bahwa edible
coating adalah lapisan tipis yang dapat diaplikasikan dengan cara pencelupan,
penyikatan, atau penyemprotan untuk memberikan penahan yang selektif
terhadap perpindahan gas, uap air dan bahan terlarut serta perlindungan
terhadap kerusakan mekanis.
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
15
Pada proses pembentukan droplet menggunakan metode spray. Dalam
aplikasi yang tertentu yang lebih sempit, istilah "spray and atomization"
(semprotan dan atomisasi) lebih sering digunakan dari pada spray technology.
Isltilah atomisasi merujuk pada nosel penyemprot cairan yang diatomisasi.
Dalam beberapa penelitian dilaporkan bahwa efisiensi enkapsulasi dari
material inti partikel dapat ditingkatkan melalui pengurangan ukuran tetesan
emulsi, (Jafary,2008).
Pelapisan atau coating tidak hanya melapisi metal dari korosi, tetapi
juga mencegah kontak antara makanan dengan logam yang dapat
menghasilkan warna atau cita rasa yang tidak diinginkan. Misalnya warna
hitam yang dihasilkan dari reaksi antara besi atau timah dengan sulfida pada
makanan yang berasam rendah atau pemucatan pigmen merah pada sayuran
atau buah-buahan, seperti bit atau anggur karena reaksi dengan baja, timah,
dan alumunium (Winarno, 2002).
Menurut (Ghasemzadeh et al., 2008), penggunaan edible coating
memberikan 4 keuntungan, yaitu:
1. Cocok untuk produk pangan
2. Mengurangi pencemaran lingkungan
3. Berpengaruh besar terhadap komponen rasa
4. Menambah nilai gizi
(Ghasemzadeh et al., 2008), mengatakan bahwa aplikasi dari edible
coating atau edible film dapat dikelompokkan antara lain:
1. Sebagai kemasan primer dari produk pangan
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
16
Contoh penggunaannya, yaitu pada permen, sayuran, buah-buahan
segar, sosis, daging dan produk hasil laut.
2. Sebagai barrier
Contoh penggunaan edible film adalah sebagai berikut:
Edible coating yang terbuat dari zein (protein jagung) terdiri dari
zein, minyak sayuran, BHA, BHT, dan etil alkohol digunakan untuk
produk-produk konfiksionari, seperti permen dan cokelat. Fry shield terdiri
dari pektin, remahan roti dan kalsium, digunakan untuk mengurangi lemak
pada saat penggorengan, seperti pada penggorengan french fries.
Gellan gum yang direaksikan dengan garam mono atau bivalen
yang membentuk film merupakan barrier yang baik untuk absorbsi
minyak pada bahan pangan yang digoreng, sehingga menghasilkan bahan
dengan kandungan minyak yang rendah.
Film Zein dapat bersifat sebagai barrier untuk uap air dan gas pada
kacang-kacangan dan buah-buahan, diaplikasikan pada kismis untuk
sereal dan sarapan siap santap (ready to eat-breakfast cereal).
3. Sebagai pengikat (Binding)
Edible film juga dapat diaplikasikan pada snack atau crackers yang
diberi bumbu sebagai pengikat atau adesif bumbu yang diberikan agar
dapat lebih merekat pada produk. Pelapisan ini berguna untuk mengurangi
lemak pada bahan yang diberi penambahan bumbu.
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
17
4. Sebagai pelapis (Glaze)
Edible film dapat bersifat sebagai pelapis untuk meningkatkan
penampilan dari produk-produk bakery, yaitu menggantikan pelapisan
dengan telur. Keuntungan pelapisan ini adalah dapat menghindari
masuknya mikroba yang dapat terjadi jika dilapisi dengan telur.
Edible coating telah banyak diaplikasikan ke dalam produk pangan
sebelum penggorengan. Menurut (Ghasemzadeh et al., 2008), penggunaan
edible coating bermanfaat untuk melindungi komponen nutrisi pada
makanan, khususnya buah dan sayur serta dapat memperpanjang daya tahan
makanan. Awalnya, penggunaan edible coating diperoleh dari kulit buah dan
sayur yang berupa lapisan tipis dari komponen pelapis yang dapat melindungi
buah dan sayur terhadap hilangnya air, oksigen, dan komponen lain yang
terdapat dalam bahan pangan.
Edible coating bekerja dengan membuat atmosfer termodifikasi di
sekitar komoditas, hampir sama dengan kondisi penyimpanan dengan kontrol
atmosfer atau modifikasi atmosfer. Atmosfer termodifikasi yang diciptakan
edible coating mampu melindungi makanan mulai saat diaplikasikan hingga
pada konsumen akhir. Kemampuan film dan coating yang terbukti mampu
membatasi transfer uap air dari lingkungan menjadi kunci pada produk
gorengan yang lebih renyah. Selain itu, edible film dan coating berperan
sebagai pengontrol transfer uap air, oksigen, karbondioksida, lipida, dan
komponen flavor yang dapat mencegah dan meningkatkan umur simpan
produk makanan (Astuti, 2011).
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
18
(Wong et al., 1994), menyatakan bahwa secara teoritis edible coating
harus memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Mampu menahan kehilangan kelembaban produk
2. Memiliki permeabilitas selektif terhadap gas tertentu
3. Mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan
warna pigmen alami dan gizi
4. Menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna, pengawet dan penambah
aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan.
Bahan dasar pembuatan edible coating dapat digolongkan menjadi 3
kelompok, yaitu hidrokoloid (protein dan polisakarida), lipid (asam lemak
dan wax) dan campuran (hidrokoloid dan lemak). Protein yang digunakan
sebagai bahan dasar adalah protein jagung, kedelai, wheat gluten, kasein,
kolagen, gelatin, corn zein, protein susu dan protein ikan (Krochta, 1994).
Polisakarida yang digunakan dalam pembuatan edible coating adalah selulosa
dan turunannya (metilselulosa, karboksilmetilselulosa, hidroksipropilselulosa,
hidroksipropilmetilselulosa), pati dan turunannya (hidroksipropilamilosa),
pektin, ekstrak ganggang laut (alginat, karagenan, agar), gum (gum arab, gum
karaya), xanthan, dan kitosan.
Bahan dasar pembentuk edible coating sangat mempengaruhi sifat-
sifat edible coating itu sendiri. Edible coating yang berasal dari hidrokoloid
memiliki ketahanan yang baik terhadap gas O2 dan CO2, meningkatkan
kekuatan fisik, namun ketahanan terhadap uap air sangat rendah akibat sifat
hidrofiliknya. Oleh karena itu, protein dan polisakarida tidak dapat digunakan
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
19
sebagai penahan (barrier) terhadap kelembaban pada permukaan yang
mempunyai aktivitas air permukaan tinggi (Wong et al., 1994). Akan tetapi,
Baldwin (1994) menyatakan bahwa edible coating yang berasal dari
polisakarida lebih unggul dalam menahan perpindahan gas dibandingkan
uap air.
E. Xhantan Gum
Glukosa merupakan bahan baku dalam fermentasi gum xanthan oleh
bakteri Xanthomonas campestris. Kadar glukosa dan konsentrasi kultur
bakteri Xanthomonas campestris merupakan 2 faktor yang berpengaruh
terhadap gum xanthan yang dihasilkan. Untuk memfermentasi bahan baku
tersebut agar menghasilkan gum xanthan maka diperlukan bakteri
Xanthomonas campestris (Ochoa et al., 2000).
Xanthomonas campestris sebagai penghasil gum xanthan, untuk
tumbuh dan berkembang biak tidak hanya memerlukan sumber karbon tetapi
membutuhkan pula sumber nitrogen. Untuk itu, maka perlu ditambahkan
senyawa sumber nitrogen ke dalam media yang digunakan untuk
menghasilkan gum xanthan. Salah satu senyawa sumber nitrogen adalah urea
(Adi, 1994).
Xanthan gum berupa bubuk berwarna krem, mudah larut dalam air
panas dan air dingin membentuk larutan kental. Xanthan gum pada
konsentrasi rendah memiliki viskositas yang tinggi, tahan terhadap panas, pH
asam dan enzim. Xanthan gum dinyatakan aman digunakan dalam pangan
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
20
sebagai pemantap, pengemulsi dan pengental (Tranggono et al., 1991).
Xanthan gum mempunyai kemampuan menyerap air dengan cepat sehingga
dapat membentuk dispersi koloid sangat kental dan membentuk gel yang
dapat mempertahankan kelembapan. Xanthan gum dapat membentuk larutan
kental pada konsentrasi rendah (0,1% – 0,2%). Pada konsentrasi 2% - 3%
terbentuk gel. Xanthan gum dapat dicampur dengan protein atau polisakarida
lain. Xanthan gum ini membentuk film yang liat dan lentur (deMan, 1997).
Penelitian mengenai Xhantan (gum) saat ini mulai dikembangkan.
Xhantan (gum) merupakan additive makanan yang aman dan mempunyai ciri-
ciri tidak mempengaruhi warna pada bahan yang ditambahkan walaupun
dalam konsentrasi yang tinggi, larut dalam air panas dan air
dingin,menaikkan viskositas larutan, terlarut dan stabil pada kondisi asam dan
basa, tidak mudah terdegradasi oleh enzim, (Monsanto, 2000).
Pada peneliatan sebelumnya, penambahan xanthan gum pada
pembuatan roti bebas gluten memberikan keuntungan berupa kemampuannya
berinteraksi dengan komponen lain seperti pati dan protein, serta kemampuan
mengikat air sehingga saat pemanggangan air yang dibutuhkan untuk
gelatinisasi pati tersedia dan gelatinisasi lebih cepat terjadi. Selain itu gum
xanthan dapat membentuk lapisan film tipis dengan pati sehingga dapat
berfungsi seperti gluten dalam roti (Whistler dan Be Miller, 1993). Xanthan
gum juga mampu membentuk gel yang dapat mempertahankan kelembaban
dan memperbaiki sifat sensoris roti tawar tanpa gluten. Pada umumnya
penggunaan gum xanthan pada produk roti berkisar antara 0,1-0,5%
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
21
(Kuswardani et al., 2008). Lopez et al. (2004) menggunakan gum xanthan
sebanyak 0,5% dalam pembuatan roti tawar non gluten yang dibuat dari sat
macam tepung saja, yaitu tepung beras, maizena, atau tapioka.
Konsentrasi xanthan gum memberikan pengaruh yang berbeda sangat
nyata terhadap karakteristik fisik (volume spesifik dan indeks pencoklatan),
kadar serat serta karakteristik sensori warna dan tekstur, memberikan
pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap karakteristik sensori rasa, tetapi
memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap tekstur, kadar air, kadar
abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan nilai hedonik aroma
roti (Forianus Waruwu et al., 2014).
F. Gelatin
Gelatin merupakan hasil hidrolisis kolagen tulang yang banyak
digunakan untuk berbagai keperluan industri baik pangan maupun non pangan
karena memiliki sifat yang khas yaitu dapat berubah secara reversible menjadi
gel, mengembang oleh air, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas
bahan dan membentuk sistem koloid. Gelatin merupakan salah satu suatu
protein alam, kadang-kadang digunakan bersama dengan akasia. Gelatin lebih
konsisten daripada akasia dan tragakan, lebih mudah dipersiapkan dalam
bentuk larutan, dan tablet yang terbentuk kerasnya sama dengan bila memakai
akasia atau tragakan (Banker and Anderson, 1986).
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
22
Pemanasan yang dilakukan untuk melarutkan gelatin sekurang-
kurangnya 490C atau biasanya pada suhu 60-70
0C (Johns, 1977). Penelitian
pembuatan coating sebagai pelapis buah buahan telah banyak dilakukan
diantaranya penggunaan karagenan dan gliserol oleh (Tamaela dan Lewerissa,
2007), pati biji nangka dan gliserol (Sari et al., 2013), lilin cair, gelatine dan
gliserol Garnida Y., (2007).
Berdasarkan hasil penelitian Rudito (2005), pelapisan pada buah tomat
dengan perlakuan konsentrasi gelatin 14% dan konsentrasi asam sitrat 0,9%
(pencelupan selama ± 3 menit), setelah disimpan pada suhu ruangan selama 15
hari adalah memberikan hasil penelitian yang terbaik pada penelitian yang
sudah dilaksanakan. Konsentrasi gelatin dan konsentrasi asam sitrat yang
semakin tinggi menyebabkan laju respirasi edible coating buah tomat menjadi
lebih kecil. Hal ini disebabkan karena dengan adanya pelapisan buatan pada
permukaan kulit buah tomat maka laju O2 yang masuk ke dalam jaringan
menjadi lebih sedikit dan akumulasi CO2 di dalam jaringan menjadi lebih
banyak.
Penambahan gliserol juga menyebabkan film yang terbentuk memiliki
ikatan hidrogen yang lebih kompak, Sehingga ikatan antar matriks menjadi
lebih erat. Hal ini juga menyebabkan daya tembus gas-gas (O2 dan CO2) yang
keluar dan masuk jaringan menjadi lebih kecil. Kandungan O2 yang rendah
atau peningkatan konsentrasi CO2 dapat menunda sintesis enzim-enzim yang
berperan dalam respirasi sehingga proses respirasi akan terhambat.
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
23
Berdasarkan pada penlitian Licodiedoff et al, (2016) terhadap
penggunaan gelatin dan kalsium klorida sebagai pelapis Physalis peruviana
menunjukan bahwa penggunaan gelatin (7%) dengan kalsium klorida (1,0%)
(pencelupan selama 1 menit) dapat menghambat terjadinya susut bobot pada
penyimpanan 50C selama 21 hari dan penyimpanan 20
0C selama 14 hari,
tetapi tidak berpengaruh pada ketegaran buah, index browning, dan total
padatan terlarut. Penambahan kalsium klorida pada pelapis gelatin dapat
menghambat pertumbuhan jamur pada buah.
G. CMC (Carboxy Methyl Cellulose)
CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) sebagai salah satu bahan aditif dan
sudah banyak digunakan dalam berbagai industri (Hercules incorporated pada
tahun 1999) karena tidak beracun, dan secara umum tidak menimbulkan alergi
dan bersifat inert, sehingga relatif sangat aman untuk digunakan atau
dikonsumsi. Di Indonesia penggunaan CMC banyak dijumpai pada industri
makanan, farmasi, kosmetik, kertas dan industri tekstil. Berdasarkan
pengamatan terhadap beberapa produk minuman yang telah beredar di
Indonesia, belum ada produk minuman yang mencantumkan CMC sebagai
komposisi produk.
CMC termasuk kelompok bahan pengikat polimer, berfungsi memberi
daya adhesi pada massa serbuk pada kempa langsung serta untuk menambah
daya kohesi yang telah ada pada bahan pengisi. Digunakan dalam bentuk
kering untuk memudahkan dalam proses pengempaan, sehingga tidak
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
24
dibutuhkan tekanan yang tinggi untuk menghasilkan tablet yang cukup keras
(Sulaiman, 2007).
CMC berfungsi mempertahankan kestabilan minuman agar partikel
padatannya tetap terdispersi merata ke seluruh bagian sehingga tidak
mengalami pengendapan (Prasetyo, et al., 2015). CMC juga berperan sebagai
pengikat air, pengental, stabilisator emulsi, dan tekstur gum. CMC mampu
menggantikan produk-produk seperti gelatin, gum arab, agar agar, karageenan
dan tragacanth. Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk
memperbaiki kenampakan tekstur dari produk berkadar gula tinggi (Pitaloka,
2015). Dengan demikian perlu dilakukan studi pengembangan penamabahan
CMC pada susu biji ketapang untuk mengetahui nilai gizi dan organoleptik
dari susu biji ketapang tersebut salah satu upaya untuk pengembangan
tanaman-tanaman lokal yang bermanfaat bagi pangan
Berdasarkan hasil penelitian (Siti et al., 2017) maka dapat disimpulkan
bahwa perlakuan terbaik penambahan CMC pada pembuatan susu ketapang
yakni pada penambahan CMC 0.4 % dengan rerata penilaian organoletik
disukai oleh panelis. Hal ini dikarenakan CMC merupakan hidrokoloid atau
bahan pengental yang dapat meningkatkan viskositas yang lebih baik
(Cahyadi, 2005).
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
25
H. Daun Kelor
Tanaman kelor merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah
tropis. Di Indonesia tanaman kelor sudah banyak dikenal oleh masyarakat
luas, tetapi dalam pemanfaatan belum dapat secara maksimal. Daun kelor
biasanya hanya dikonsumsi sebagai sayuran dan juga digunakan sebagai
pakan ternak. Daun kelor mengandung banyak energi per 100 gram bahan
diantaranya air 75 gr, energi 92 Kal, protein 6,8 gr, fosfor 70 mg, kalsium 440
mg, besi 7mg, potasium 259 mg yang dapat digunakan untuk mempercepat
pertumbuhan secara alami (Fuglie, 2001).
Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa reaktif, yang
secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak
berpasangan di kulit terluarnya (Winarsi, 2007). Radikal bebas berperan
penting pada terjadinya arterosklerosis, penyakit jantung koroner, stroke,
kanker, gagal ginjal, dan proses penuaan manusia (Kumalaningsih, 2006;
Youngson, 2005). Meskipun manusia juga dapat memproduksi senyawa-
senyawa yang dapat berperan aktif dalam menanggulangi radikal bebas,
seperti enzim SOD (superoksida dismutase), glutathione, dan katalase, namun
jumlahnya seringkali tidak mencukupi, oleh sebab itu dibutuhkan asupan
makanan yang banyakmengandung antioksidan seperti vitamin C, E,
betakaroten, maupun antioksidan fitokimia dari golongan fenolik, sehingga
dapat melindungi dari serangan radikal bebas. Sumber antioksidan alami ini
dapat diperoleh dari buah-buahan dan sayur-sayuran (Kumalaningsih, 2006).
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
26
Salah satu tanaman yang banyak mengandung antioksidan ditemukan
dalam tumbuhan kelor (Moringa oleifera Lam.), salah satunya pada bagian
daun. Penelitian sebelumnya terhadap ekstraksi daun kelor (Moringa oleifera
Lam.) menunjukkan adanya aktivitas antioksidan yang tinggi dalam proses in
vivo dan in vitro (Chumark, et al., 2008), selain itu dalam daun kelor
(Moringa oleifera Lam.) kaya akan phytochemicals, karoten, vitamin, mineral,
asam amino, senyawa flavonoid dan phenolic (Anwar, et al., 2007).
Kelor disebut Miracle Tree dan Mother’s Best Friend karena kelor
memiliki sifat fungsional bagi kesehatan serta mengatasi kekurangan nutrisi.
Kelor berpotensi sebagai bahan baku dalam industri kosmetik, obat-obatan
dan perbaikan lingkungan yang terkait dengan cemaran dan kualitas air bersih.
Daun kelor mengandung antioksidan tinggi dan antimikrobia. Di Indonesia
pemanfaatan kelor masih belum banyak diketahui, umumnya hanya dikenal
sebagai salah satu menu sayuran. Selain dikonsumsi langsung dalam bentuk
segar. dicampur dengan jenis sayuran lainnya. Masyarakat Indonesia belum
banyak mengetahui manfaat daun kelor. Menurut Sahakitpichan (2011) bahwa
pemanfaatan kelor tidak hanya sebagai sayuran akan tetapi dapat diolah
menjadi berbagai macam bentuk olahan, diantaranya biscuit, cake, pudding
dengan daun kelor, serta dapat dikeringkan kemudian diproses menjadi
tepung, ekstrak,atau dalam bentuk teh herbal.
Secara umum tahap proses blanching bertujuan untuk menonaktifkan
enzim polifenoloksidase, akan tetapi akhir akhir ini banyak penelitian tentang
perubahan komponen aktif selama blanching. Pada bahan tertentu proses
blanching dapat meningkatkan aktivitas antioksidan misalnya pada jagung
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019
27
(Randhir et al., 2008), tomat (Kwan et al., 2007), kobis brussel (Viña et al.,
2007; Olivera et al., 2008). Peningkatan aktivitas antioksidan selama
blanching diduga terjadi perubahan senyawa kurang aktif menjadi aktif, hal ini
sesuai hasil penelitian (Kim et al, 2010) bahwa pemanasan tanin menunjukkan
peningkatan aktivitas antioksidan dibanding tanpa pemanasan.
Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019