bab ii tinjauan pustaka a. taksonomi dan morfologi tomatrepository.ump.ac.id/9665/3/mentari suci...

21
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi dan Morfologi Tomat Tomat merupakan tanaman dikotil semusim. Kedudukan tanaman tomat dalam sistem taksonomi tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Solanales Famili : Solaneceae Genus : Solanum Spesies : Lycopersicum esculentum Subspesies : Lycopersicum esculentum var. Commune Lycopersicum esculentum var. cerasiforme (Vincent et al., 1999). Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang banyak dimanfaatkan oleh manusia. Tipe percabangan tomat dibagi menjadi tipe determinate dan tipe indeterminate. Tipe determinate memiliki ciri cabang produktif cepat terbentuk, namun pertumbuhan tunas utama akan berhenti. Tipe indeterminate memiliki ciri cabang produktif lambat terbentuk, namun pertumbuhan pucuk tunas tidak pernah berhenti (Wahyudi, 2012). Bunga tomat termasuk bunga tanaman menyerbuk sendiri, karena susunan tangkai putik tersembunyi dan dikelilingi benang sari (Syukur Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

Upload: others

Post on 07-Apr-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Taksonomi dan Morfologi Tomat

Tomat merupakan tanaman dikotil semusim. Kedudukan tanaman

tomat dalam sistem taksonomi tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Solanales

Famili : Solaneceae

Genus : Solanum

Spesies : Lycopersicum esculentum

Subspesies : Lycopersicum esculentum var. Commune

Lycopersicum esculentum var. cerasiforme (Vincent et al., 1999).

Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan salah satu tanaman

hortikultura yang banyak dimanfaatkan oleh manusia. Tipe percabangan tomat

dibagi menjadi tipe determinate dan tipe indeterminate. Tipe determinate

memiliki ciri cabang produktif cepat terbentuk, namun pertumbuhan tunas

utama akan berhenti. Tipe indeterminate memiliki ciri cabang produktif

lambat terbentuk, namun pertumbuhan pucuk tunas tidak pernah berhenti

(Wahyudi, 2012). Bunga tomat termasuk bunga tanaman menyerbuk sendiri,

karena susunan tangkai putik tersembunyi dan dikelilingi benang sari (Syukur

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

8

et al., 2015). Kemungkinan menyerbuk silang pada tanaman tomat secara

alami mencapai kurang dari 1% (Poespodarsono, 1988). Proses pembuahan

yang berlangsung pada tanaman tomat membutuhkan waktu 98 jam setelah

terjadi penyerbukan (Wijonarko, 1990).

Buah tomat termasuk buah beri dan berdaging tebal. Buah tomat muda

memiliki permukaan berbulu dan berubah menjadi licin saat matang. Buah

tomat memiliki banyak biji yang berbentuk pipih dengan panjang 2-3 mm dan

berwarna krem muda hingga coklat (Vincent et al., 1999). Bentuk buah tomat

dikelompokkan menjadi tipe flattened, oblate, circular, oblong, cylindric,

elliptic, cordate, ovate, obovate, pyriform, obcordate (UPOV, 2011).

Tanaman tomat dapat dibudidayakan pada kondisi iklim yang luas

dengan persebaran dari dataran tinggi tropis hingga daerah iklim sedang. Suhu

rata-rata budidaya tomat adalah diatas 160C minimum 3-4 bulan, suhu

minimum adalah 120C dan suhu optimum adalah 24

0C (Vincent et al., 1999).

Tanaman tomat memerlukan curah hujan optimal sebesar 750 – 1.250 mm per

tahun dengan lama penyinaran matahari minimum 8 jam per hari (Deptan,

2006). pH optimum yang dibutuhkan tanaman tomat berkisar antara 5,8

hingga 6,5 (Wahyudi, 2012).

B. Kerusakan Buah Tomat

Kerusakan yang dialami komoditas pertanian khususnya saat pasca

panen dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

adalah segala yang dipengaruhi dari dalam komoditas tersebut seperti

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

9

transpirasi dan respirasi. Transpirasi adalah perubahan air menjadi uap air

yang naik keudara melalui jaringan hidup tumbuh-tumbuhan, bisa melalui

stomata daun, lentisel dan cuticula. Respirasi adalah penggunaaan produk

karbohidrat dan produk fotosintesis untuk membangun dan memelihara

seluruh jaringan tumbuhan serta untuk memproduksi energi untuk digunakan

dalam metabolisme. Keduanya dipengaruhi susunan kimia jaringan dan

ukuran produk, kulit penutup alamiah dan tipe atau jenis jaringan. Faktor

eksternal produk seperti konsentrasi, suhu lingkungan, gas oksigen, gas

karbondioksida, zat pengatur tumbuh dan kerusakan fisik atau mekanis selama

penanganan.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap laju respirasi produk

mempunyai pengaruh terhadap umur simpan produk. Apabila laju respirasi

tidak dikendalikan dengan baik, maka produk akan cepat rusak dan umur

simpannya akan lebih singkat. Oleh karena itu perlu adanya metode

pengawetan yang tepat agar umur simpannya dapat tahan lama serta

kualitasnya dapat dipertahankan. Salah satu metode untuk menghambat laju

respirasi yang tinggi adalah dengan metode pelapisan yang bersifat edible dan

biodegradable yaitu edible coating.

Terdapat dua jenis buah jika digolongkan pada proses kematangan

yaitu, buah klimaterik dan buah non klimakterik, Ciri buah klimakterik adalah

adanya peningkatan respirasi yang tinggi dan mendadak (respiration burst)

yang menyertai atau mendahului pemasakan, melalui peningkatan CO2 dan

etilen. Tomat (Solanum lycopersicum) merupakan buah klimakterik jika

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

10

disimpan dalam suhu ruangan akan mengalami proses pematangan

(maturation) dan diikuti dengan proses pembusukan. Masa simpan buah

klimakterik yang pendek menjadikan kerusakan pascapanen yang cepat

(Widodo et al., 2013).

Buah tomat (Solanum lycopersicum) setelah dipanen masih melakukan

proses metabolisme menggunakan cadangan makanan yang terdapat dalam

buah. Berkurangnya cadangan makanan tersebut tidak dapat digantikan karena

buah sudah terpisah dari pohonnya, sehingga mempercepat proses hilangnya

nilai gizi buah dan mempercepat proses pemasakan (Wills et.al, 2007; Novita

et al., 2007 ). Dalam proses ini oksigen diserap untuk digunakan pada proses

pembakaran yang menghasilkan energi dan diikuti oleh pengeluaran sisa

pembakaran dalam bentuk CO2 dan air. Contoh reaksi yang terjadi pada

proses respirasi sebagai berikut C6H12O6 + 6O2 -> 6CO2 + 6H2O + energi.

Kegiatan metabolisme yang utama pada buah adalah respirasi yaitu

pemecahan bahan-bahan komplek dalam sel seperti tepung, glukosa

(C6H12O6) dan asam amino menjadi molekul sederhana seperti CO2 dan air

serta energi dan molekul lainnya yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi

sintesis (Miranti, 2009). Menurut Mikasari (2004) kerusakan tomat juga

dipercepat akibat aktivitas transpirasi, dimana transpirasi itu sendiri

merupakan kehilangan air karena evaporasi. Evaporasi ini karena adanya

perbedaan tekanan air di luar dan di dalam buah. Tekanan air di dalam buah

lebih tinggi sehingga uap air akan keluar dari buah. Menurut Pantastico (1986)

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

11

dan Lathifa (2013), tempat transpirasi utama pada tanaman adalah hidatoda,

mulut kulit, dan kutikula.

C. Fisiologi Pasca Panen

Sayuran dan buah-buahan pada waktu masih berada di pohon,

melangsungkan proses kehidupannya dengan cara melangsungkan proses

respirasi, yaitu proses biologis dimana oksigen diserap untuk melakukan

pembakaran (oksidasi) yang menghasilkan energi, dengan diikuti oleh

pengeluaran sisa pembakaran berupa gas karbondioksida dan air. Setelah

dipanen ternyata sayuran dan buah buahan juga masih melangsungkan proses

respirasi, dan oleh karena itu sayuran dan buah-buahan yang dipanen tetap

hidup.

Terdapat tiga fase dalam respirasi yaitu perombakan polisakarida

menjadi gula sederhana, oksidasi gula sederhana tersebut diubah menjadi

asam piruvat dan perubahan (transformasi) aerobik dari piruvat dan asam-

asam organik lain menjadi karbondioksida, air dan energi (Muctadi.1992)

Menurut Pantastico (1993), faktor yang mempengaruhi respirasi yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu tahap perkembangan organ

tanaman, komposisi kimiawi dalam jaringan, ukuran produk, pelapis alami

dan tipe jaringan, sedangkan faktor eksternal terdiri temperature, etilen,

oksigen yang tersedia. konsentrasi karbondioksida zat pengatur tumbuh dan

kerusakan buah.

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

12

1. Proses Respirasi

Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O2 dari

lingkungan. Proses transport gas-gas dalam tumbuhan secara keseluruhan

berlangsung secara difusi. Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk

ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang antar sel,

dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian juga halnya dengan

CO2 yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke

dalam ruang antar sel. Hal ini karena membran plasma dan protoplasma

sel tumbuhan sangat permeabel bagi kedua gas tersebut. Setelah

mengambil dari udara, O2 kemudian digunakan dalam proses respirasi

dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu glikolisis, dekarboksilasi

oksidatif, siklus asam sitrat, dan transport elektron. Reaksi pembongkaran

glukosa sampai menjadi H20 + CO2 + Energi.

2. Faktor Penghambat Laju Respirasi

a. Ketersediaan Oksigen

Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi,

namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing

spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama.

Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak

mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan

tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang

tersedia di udara.

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

13

b. Suhu

Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat

terkait dengan faktor lingkungan, dimana umumnya laju reaksi

respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC,

namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies.

c. Tipe dan Umur Tumbuhan

Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan

metabolisme, dengan demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi

akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda

menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang

tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa

pertumbuhan.

D. Edible Coating

Edible packaging dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu yang

berfungsi sebagai pelapis (edible coating) dan berbentuk lembaran (edible

film). Edible coating merupakan lapisan tipis yang diaplikasikan dan

dibentuk secara langsung pada permukaan bahan pangan (Guilbert and

Biquet, 1996). Menurut McHugh and Krochta (1994), edible coating

diaplikasikan dalam bentuk cair langsung pada permukaan makanan yang

berfungsi sebagai pengawet. Edible coating banyak digunakan untuk pelapis

produk daging beku, makanan semi basah (intermediate moisture foods),

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

14

produk konfeksionari, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan dan

obat-obatan terutama untuk pelapis kapsul (Krochta et al., 1994. a).

Edible coating telah diterapkan pada buah seperti anggur, jeruk dan

apel sebagai pengemas dan ditampilkan di supermarket tanpa kemasan

(plastik) (Baldwin, 2005). Edible coating menggunakan bahan dasar

polisakarida (karagenan) banyak digunakan terutama pada buah dan sayuran,

karena memiliki kemampuan bertindak sebagai membrane permeable yang

selektif terhadap pertukaran gas karbondioksida dan oksigen (Budiman,

2011).

(Mc Hught and Krochta, 1994). Edible coating juga dibuat dari bahan-

bahan organik sehingga dapat dimakan dan dibentuk di atas komponen

makanan yang berfungsi sebagai penghambat transfer massa seperti

kelembaban, oksigen, lemak, zat terlarut, sebagai pembawa bahan makanan

atau adiktif dan untuk meningkatkan penanganan makanan (Krochta, 1992).

Edible coating adalah lapisan tipis kontinyu yang terbuat dari bahan

bisa dimakan, digunakan di atas atau di antara produk pangan, berfungsi

sebagai penahan (barrier) perpindahan massa (uap air, O2, CO2) atau sebagai

pembawa (carrier) bahan tambahan makanan, seperti zat anti mikrobial dan

antioksidan (Krochta et al., 1994). (Fitriani, 2003) menyatakan bahwa edible

coating adalah lapisan tipis yang dapat diaplikasikan dengan cara pencelupan,

penyikatan, atau penyemprotan untuk memberikan penahan yang selektif

terhadap perpindahan gas, uap air dan bahan terlarut serta perlindungan

terhadap kerusakan mekanis.

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

15

Pada proses pembentukan droplet menggunakan metode spray. Dalam

aplikasi yang tertentu yang lebih sempit, istilah "spray and atomization"

(semprotan dan atomisasi) lebih sering digunakan dari pada spray technology.

Isltilah atomisasi merujuk pada nosel penyemprot cairan yang diatomisasi.

Dalam beberapa penelitian dilaporkan bahwa efisiensi enkapsulasi dari

material inti partikel dapat ditingkatkan melalui pengurangan ukuran tetesan

emulsi, (Jafary,2008).

Pelapisan atau coating tidak hanya melapisi metal dari korosi, tetapi

juga mencegah kontak antara makanan dengan logam yang dapat

menghasilkan warna atau cita rasa yang tidak diinginkan. Misalnya warna

hitam yang dihasilkan dari reaksi antara besi atau timah dengan sulfida pada

makanan yang berasam rendah atau pemucatan pigmen merah pada sayuran

atau buah-buahan, seperti bit atau anggur karena reaksi dengan baja, timah,

dan alumunium (Winarno, 2002).

Menurut (Ghasemzadeh et al., 2008), penggunaan edible coating

memberikan 4 keuntungan, yaitu:

1. Cocok untuk produk pangan

2. Mengurangi pencemaran lingkungan

3. Berpengaruh besar terhadap komponen rasa

4. Menambah nilai gizi

(Ghasemzadeh et al., 2008), mengatakan bahwa aplikasi dari edible

coating atau edible film dapat dikelompokkan antara lain:

1. Sebagai kemasan primer dari produk pangan

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

16

Contoh penggunaannya, yaitu pada permen, sayuran, buah-buahan

segar, sosis, daging dan produk hasil laut.

2. Sebagai barrier

Contoh penggunaan edible film adalah sebagai berikut:

Edible coating yang terbuat dari zein (protein jagung) terdiri dari

zein, minyak sayuran, BHA, BHT, dan etil alkohol digunakan untuk

produk-produk konfiksionari, seperti permen dan cokelat. Fry shield terdiri

dari pektin, remahan roti dan kalsium, digunakan untuk mengurangi lemak

pada saat penggorengan, seperti pada penggorengan french fries.

Gellan gum yang direaksikan dengan garam mono atau bivalen

yang membentuk film merupakan barrier yang baik untuk absorbsi

minyak pada bahan pangan yang digoreng, sehingga menghasilkan bahan

dengan kandungan minyak yang rendah.

Film Zein dapat bersifat sebagai barrier untuk uap air dan gas pada

kacang-kacangan dan buah-buahan, diaplikasikan pada kismis untuk

sereal dan sarapan siap santap (ready to eat-breakfast cereal).

3. Sebagai pengikat (Binding)

Edible film juga dapat diaplikasikan pada snack atau crackers yang

diberi bumbu sebagai pengikat atau adesif bumbu yang diberikan agar

dapat lebih merekat pada produk. Pelapisan ini berguna untuk mengurangi

lemak pada bahan yang diberi penambahan bumbu.

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

17

4. Sebagai pelapis (Glaze)

Edible film dapat bersifat sebagai pelapis untuk meningkatkan

penampilan dari produk-produk bakery, yaitu menggantikan pelapisan

dengan telur. Keuntungan pelapisan ini adalah dapat menghindari

masuknya mikroba yang dapat terjadi jika dilapisi dengan telur.

Edible coating telah banyak diaplikasikan ke dalam produk pangan

sebelum penggorengan. Menurut (Ghasemzadeh et al., 2008), penggunaan

edible coating bermanfaat untuk melindungi komponen nutrisi pada

makanan, khususnya buah dan sayur serta dapat memperpanjang daya tahan

makanan. Awalnya, penggunaan edible coating diperoleh dari kulit buah dan

sayur yang berupa lapisan tipis dari komponen pelapis yang dapat melindungi

buah dan sayur terhadap hilangnya air, oksigen, dan komponen lain yang

terdapat dalam bahan pangan.

Edible coating bekerja dengan membuat atmosfer termodifikasi di

sekitar komoditas, hampir sama dengan kondisi penyimpanan dengan kontrol

atmosfer atau modifikasi atmosfer. Atmosfer termodifikasi yang diciptakan

edible coating mampu melindungi makanan mulai saat diaplikasikan hingga

pada konsumen akhir. Kemampuan film dan coating yang terbukti mampu

membatasi transfer uap air dari lingkungan menjadi kunci pada produk

gorengan yang lebih renyah. Selain itu, edible film dan coating berperan

sebagai pengontrol transfer uap air, oksigen, karbondioksida, lipida, dan

komponen flavor yang dapat mencegah dan meningkatkan umur simpan

produk makanan (Astuti, 2011).

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

18

(Wong et al., 1994), menyatakan bahwa secara teoritis edible coating

harus memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Mampu menahan kehilangan kelembaban produk

2. Memiliki permeabilitas selektif terhadap gas tertentu

3. Mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan

warna pigmen alami dan gizi

4. Menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna, pengawet dan penambah

aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan.

Bahan dasar pembuatan edible coating dapat digolongkan menjadi 3

kelompok, yaitu hidrokoloid (protein dan polisakarida), lipid (asam lemak

dan wax) dan campuran (hidrokoloid dan lemak). Protein yang digunakan

sebagai bahan dasar adalah protein jagung, kedelai, wheat gluten, kasein,

kolagen, gelatin, corn zein, protein susu dan protein ikan (Krochta, 1994).

Polisakarida yang digunakan dalam pembuatan edible coating adalah selulosa

dan turunannya (metilselulosa, karboksilmetilselulosa, hidroksipropilselulosa,

hidroksipropilmetilselulosa), pati dan turunannya (hidroksipropilamilosa),

pektin, ekstrak ganggang laut (alginat, karagenan, agar), gum (gum arab, gum

karaya), xanthan, dan kitosan.

Bahan dasar pembentuk edible coating sangat mempengaruhi sifat-

sifat edible coating itu sendiri. Edible coating yang berasal dari hidrokoloid

memiliki ketahanan yang baik terhadap gas O2 dan CO2, meningkatkan

kekuatan fisik, namun ketahanan terhadap uap air sangat rendah akibat sifat

hidrofiliknya. Oleh karena itu, protein dan polisakarida tidak dapat digunakan

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

19

sebagai penahan (barrier) terhadap kelembaban pada permukaan yang

mempunyai aktivitas air permukaan tinggi (Wong et al., 1994). Akan tetapi,

Baldwin (1994) menyatakan bahwa edible coating yang berasal dari

polisakarida lebih unggul dalam menahan perpindahan gas dibandingkan

uap air.

E. Xhantan Gum

Glukosa merupakan bahan baku dalam fermentasi gum xanthan oleh

bakteri Xanthomonas campestris. Kadar glukosa dan konsentrasi kultur

bakteri Xanthomonas campestris merupakan 2 faktor yang berpengaruh

terhadap gum xanthan yang dihasilkan. Untuk memfermentasi bahan baku

tersebut agar menghasilkan gum xanthan maka diperlukan bakteri

Xanthomonas campestris (Ochoa et al., 2000).

Xanthomonas campestris sebagai penghasil gum xanthan, untuk

tumbuh dan berkembang biak tidak hanya memerlukan sumber karbon tetapi

membutuhkan pula sumber nitrogen. Untuk itu, maka perlu ditambahkan

senyawa sumber nitrogen ke dalam media yang digunakan untuk

menghasilkan gum xanthan. Salah satu senyawa sumber nitrogen adalah urea

(Adi, 1994).

Xanthan gum berupa bubuk berwarna krem, mudah larut dalam air

panas dan air dingin membentuk larutan kental. Xanthan gum pada

konsentrasi rendah memiliki viskositas yang tinggi, tahan terhadap panas, pH

asam dan enzim. Xanthan gum dinyatakan aman digunakan dalam pangan

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

20

sebagai pemantap, pengemulsi dan pengental (Tranggono et al., 1991).

Xanthan gum mempunyai kemampuan menyerap air dengan cepat sehingga

dapat membentuk dispersi koloid sangat kental dan membentuk gel yang

dapat mempertahankan kelembapan. Xanthan gum dapat membentuk larutan

kental pada konsentrasi rendah (0,1% – 0,2%). Pada konsentrasi 2% - 3%

terbentuk gel. Xanthan gum dapat dicampur dengan protein atau polisakarida

lain. Xanthan gum ini membentuk film yang liat dan lentur (deMan, 1997).

Penelitian mengenai Xhantan (gum) saat ini mulai dikembangkan.

Xhantan (gum) merupakan additive makanan yang aman dan mempunyai ciri-

ciri tidak mempengaruhi warna pada bahan yang ditambahkan walaupun

dalam konsentrasi yang tinggi, larut dalam air panas dan air

dingin,menaikkan viskositas larutan, terlarut dan stabil pada kondisi asam dan

basa, tidak mudah terdegradasi oleh enzim, (Monsanto, 2000).

Pada peneliatan sebelumnya, penambahan xanthan gum pada

pembuatan roti bebas gluten memberikan keuntungan berupa kemampuannya

berinteraksi dengan komponen lain seperti pati dan protein, serta kemampuan

mengikat air sehingga saat pemanggangan air yang dibutuhkan untuk

gelatinisasi pati tersedia dan gelatinisasi lebih cepat terjadi. Selain itu gum

xanthan dapat membentuk lapisan film tipis dengan pati sehingga dapat

berfungsi seperti gluten dalam roti (Whistler dan Be Miller, 1993). Xanthan

gum juga mampu membentuk gel yang dapat mempertahankan kelembaban

dan memperbaiki sifat sensoris roti tawar tanpa gluten. Pada umumnya

penggunaan gum xanthan pada produk roti berkisar antara 0,1-0,5%

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

21

(Kuswardani et al., 2008). Lopez et al. (2004) menggunakan gum xanthan

sebanyak 0,5% dalam pembuatan roti tawar non gluten yang dibuat dari sat

macam tepung saja, yaitu tepung beras, maizena, atau tapioka.

Konsentrasi xanthan gum memberikan pengaruh yang berbeda sangat

nyata terhadap karakteristik fisik (volume spesifik dan indeks pencoklatan),

kadar serat serta karakteristik sensori warna dan tekstur, memberikan

pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap karakteristik sensori rasa, tetapi

memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap tekstur, kadar air, kadar

abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan nilai hedonik aroma

roti (Forianus Waruwu et al., 2014).

F. Gelatin

Gelatin merupakan hasil hidrolisis kolagen tulang yang banyak

digunakan untuk berbagai keperluan industri baik pangan maupun non pangan

karena memiliki sifat yang khas yaitu dapat berubah secara reversible menjadi

gel, mengembang oleh air, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas

bahan dan membentuk sistem koloid. Gelatin merupakan salah satu suatu

protein alam, kadang-kadang digunakan bersama dengan akasia. Gelatin lebih

konsisten daripada akasia dan tragakan, lebih mudah dipersiapkan dalam

bentuk larutan, dan tablet yang terbentuk kerasnya sama dengan bila memakai

akasia atau tragakan (Banker and Anderson, 1986).

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

22

Pemanasan yang dilakukan untuk melarutkan gelatin sekurang-

kurangnya 490C atau biasanya pada suhu 60-70

0C (Johns, 1977). Penelitian

pembuatan coating sebagai pelapis buah buahan telah banyak dilakukan

diantaranya penggunaan karagenan dan gliserol oleh (Tamaela dan Lewerissa,

2007), pati biji nangka dan gliserol (Sari et al., 2013), lilin cair, gelatine dan

gliserol Garnida Y., (2007).

Berdasarkan hasil penelitian Rudito (2005), pelapisan pada buah tomat

dengan perlakuan konsentrasi gelatin 14% dan konsentrasi asam sitrat 0,9%

(pencelupan selama ± 3 menit), setelah disimpan pada suhu ruangan selama 15

hari adalah memberikan hasil penelitian yang terbaik pada penelitian yang

sudah dilaksanakan. Konsentrasi gelatin dan konsentrasi asam sitrat yang

semakin tinggi menyebabkan laju respirasi edible coating buah tomat menjadi

lebih kecil. Hal ini disebabkan karena dengan adanya pelapisan buatan pada

permukaan kulit buah tomat maka laju O2 yang masuk ke dalam jaringan

menjadi lebih sedikit dan akumulasi CO2 di dalam jaringan menjadi lebih

banyak.

Penambahan gliserol juga menyebabkan film yang terbentuk memiliki

ikatan hidrogen yang lebih kompak, Sehingga ikatan antar matriks menjadi

lebih erat. Hal ini juga menyebabkan daya tembus gas-gas (O2 dan CO2) yang

keluar dan masuk jaringan menjadi lebih kecil. Kandungan O2 yang rendah

atau peningkatan konsentrasi CO2 dapat menunda sintesis enzim-enzim yang

berperan dalam respirasi sehingga proses respirasi akan terhambat.

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

23

Berdasarkan pada penlitian Licodiedoff et al, (2016) terhadap

penggunaan gelatin dan kalsium klorida sebagai pelapis Physalis peruviana

menunjukan bahwa penggunaan gelatin (7%) dengan kalsium klorida (1,0%)

(pencelupan selama 1 menit) dapat menghambat terjadinya susut bobot pada

penyimpanan 50C selama 21 hari dan penyimpanan 20

0C selama 14 hari,

tetapi tidak berpengaruh pada ketegaran buah, index browning, dan total

padatan terlarut. Penambahan kalsium klorida pada pelapis gelatin dapat

menghambat pertumbuhan jamur pada buah.

G. CMC (Carboxy Methyl Cellulose)

CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) sebagai salah satu bahan aditif dan

sudah banyak digunakan dalam berbagai industri (Hercules incorporated pada

tahun 1999) karena tidak beracun, dan secara umum tidak menimbulkan alergi

dan bersifat inert, sehingga relatif sangat aman untuk digunakan atau

dikonsumsi. Di Indonesia penggunaan CMC banyak dijumpai pada industri

makanan, farmasi, kosmetik, kertas dan industri tekstil. Berdasarkan

pengamatan terhadap beberapa produk minuman yang telah beredar di

Indonesia, belum ada produk minuman yang mencantumkan CMC sebagai

komposisi produk.

CMC termasuk kelompok bahan pengikat polimer, berfungsi memberi

daya adhesi pada massa serbuk pada kempa langsung serta untuk menambah

daya kohesi yang telah ada pada bahan pengisi. Digunakan dalam bentuk

kering untuk memudahkan dalam proses pengempaan, sehingga tidak

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

24

dibutuhkan tekanan yang tinggi untuk menghasilkan tablet yang cukup keras

(Sulaiman, 2007).

CMC berfungsi mempertahankan kestabilan minuman agar partikel

padatannya tetap terdispersi merata ke seluruh bagian sehingga tidak

mengalami pengendapan (Prasetyo, et al., 2015). CMC juga berperan sebagai

pengikat air, pengental, stabilisator emulsi, dan tekstur gum. CMC mampu

menggantikan produk-produk seperti gelatin, gum arab, agar agar, karageenan

dan tragacanth. Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk

memperbaiki kenampakan tekstur dari produk berkadar gula tinggi (Pitaloka,

2015). Dengan demikian perlu dilakukan studi pengembangan penamabahan

CMC pada susu biji ketapang untuk mengetahui nilai gizi dan organoleptik

dari susu biji ketapang tersebut salah satu upaya untuk pengembangan

tanaman-tanaman lokal yang bermanfaat bagi pangan

Berdasarkan hasil penelitian (Siti et al., 2017) maka dapat disimpulkan

bahwa perlakuan terbaik penambahan CMC pada pembuatan susu ketapang

yakni pada penambahan CMC 0.4 % dengan rerata penilaian organoletik

disukai oleh panelis. Hal ini dikarenakan CMC merupakan hidrokoloid atau

bahan pengental yang dapat meningkatkan viskositas yang lebih baik

(Cahyadi, 2005).

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

25

H. Daun Kelor

Tanaman kelor merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah

tropis. Di Indonesia tanaman kelor sudah banyak dikenal oleh masyarakat

luas, tetapi dalam pemanfaatan belum dapat secara maksimal. Daun kelor

biasanya hanya dikonsumsi sebagai sayuran dan juga digunakan sebagai

pakan ternak. Daun kelor mengandung banyak energi per 100 gram bahan

diantaranya air 75 gr, energi 92 Kal, protein 6,8 gr, fosfor 70 mg, kalsium 440

mg, besi 7mg, potasium 259 mg yang dapat digunakan untuk mempercepat

pertumbuhan secara alami (Fuglie, 2001).

Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa reaktif, yang

secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak

berpasangan di kulit terluarnya (Winarsi, 2007). Radikal bebas berperan

penting pada terjadinya arterosklerosis, penyakit jantung koroner, stroke,

kanker, gagal ginjal, dan proses penuaan manusia (Kumalaningsih, 2006;

Youngson, 2005). Meskipun manusia juga dapat memproduksi senyawa-

senyawa yang dapat berperan aktif dalam menanggulangi radikal bebas,

seperti enzim SOD (superoksida dismutase), glutathione, dan katalase, namun

jumlahnya seringkali tidak mencukupi, oleh sebab itu dibutuhkan asupan

makanan yang banyakmengandung antioksidan seperti vitamin C, E,

betakaroten, maupun antioksidan fitokimia dari golongan fenolik, sehingga

dapat melindungi dari serangan radikal bebas. Sumber antioksidan alami ini

dapat diperoleh dari buah-buahan dan sayur-sayuran (Kumalaningsih, 2006).

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

26

Salah satu tanaman yang banyak mengandung antioksidan ditemukan

dalam tumbuhan kelor (Moringa oleifera Lam.), salah satunya pada bagian

daun. Penelitian sebelumnya terhadap ekstraksi daun kelor (Moringa oleifera

Lam.) menunjukkan adanya aktivitas antioksidan yang tinggi dalam proses in

vivo dan in vitro (Chumark, et al., 2008), selain itu dalam daun kelor

(Moringa oleifera Lam.) kaya akan phytochemicals, karoten, vitamin, mineral,

asam amino, senyawa flavonoid dan phenolic (Anwar, et al., 2007).

Kelor disebut Miracle Tree dan Mother’s Best Friend karena kelor

memiliki sifat fungsional bagi kesehatan serta mengatasi kekurangan nutrisi.

Kelor berpotensi sebagai bahan baku dalam industri kosmetik, obat-obatan

dan perbaikan lingkungan yang terkait dengan cemaran dan kualitas air bersih.

Daun kelor mengandung antioksidan tinggi dan antimikrobia. Di Indonesia

pemanfaatan kelor masih belum banyak diketahui, umumnya hanya dikenal

sebagai salah satu menu sayuran. Selain dikonsumsi langsung dalam bentuk

segar. dicampur dengan jenis sayuran lainnya. Masyarakat Indonesia belum

banyak mengetahui manfaat daun kelor. Menurut Sahakitpichan (2011) bahwa

pemanfaatan kelor tidak hanya sebagai sayuran akan tetapi dapat diolah

menjadi berbagai macam bentuk olahan, diantaranya biscuit, cake, pudding

dengan daun kelor, serta dapat dikeringkan kemudian diproses menjadi

tepung, ekstrak,atau dalam bentuk teh herbal.

Secara umum tahap proses blanching bertujuan untuk menonaktifkan

enzim polifenoloksidase, akan tetapi akhir akhir ini banyak penelitian tentang

perubahan komponen aktif selama blanching. Pada bahan tertentu proses

blanching dapat meningkatkan aktivitas antioksidan misalnya pada jagung

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019

27

(Randhir et al., 2008), tomat (Kwan et al., 2007), kobis brussel (Viña et al.,

2007; Olivera et al., 2008). Peningkatan aktivitas antioksidan selama

blanching diduga terjadi perubahan senyawa kurang aktif menjadi aktif, hal ini

sesuai hasil penelitian (Kim et al, 2010) bahwa pemanasan tanin menunjukkan

peningkatan aktivitas antioksidan dibanding tanpa pemanasan.

Pengaruh Jenis Edible..., Mentari Suci Bondhan Pertiwi, Fakultas Pertanian UMP, 2019