bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan konsep kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/bab...

48
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar Oksigenasi 1. Kebutuhan oksigen Menurut Andina & Yuni (2017), Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan. Oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh. Masalah kebutuhan oksigen merupakan masalah utama dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Hal ini telah terbukti pada seseorang yang kekurangan oksigen akan mengalami hipoksia dan akan terjadi kematian. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpenuhi karena jika kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang, maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila hal itu berlangsung lama akan menimbulkan kematian. System yang berperan dalam proses pemenuhan kebutuhan adalah system pernapaan, persarafan, dan kardiovaskuler. Pada manusia, proses pemenuhan kebutuhan oksigen dapat dilakukan dengan cara pemberian oksigen melalui saluran pernapasan, memulihkan dan memperbaiki organ pernapasan agar berpungsi secara normal serta membebaskan saluran pernapasan dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen. Mengingat oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia, maka dalam lingkup keperawatan, perawat harus paham dengan manifestasi tingkat pemenuhan kebutuhan oksigen pada kliennya, serta mampu mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tersebut. Itulah sebabnya, perawat perlu memahami secara mendalam konsep oksigenasi pada manusia. Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia atau fisiska). Oksigen berupa gas tidak berwarna dan tidak berbau, yang mutlak dibutuhkn dalam proses metabolism sel. Akibat oksigenasi 6

Upload: others

Post on 29-Jul-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar Oksigenasi

1. Kebutuhan oksigen

Menurut Andina & Yuni (2017), Kebutuhan oksigen diperlukan untuk

proses kehidupan. Oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme

tubuh. Masalah kebutuhan oksigen merupakan masalah utama dalam

pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Hal ini telah terbukti pada

seseorang yang kekurangan oksigen akan mengalami hipoksia dan akan

terjadi kematian.

Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpenuhi karena jika

kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang, maka akan terjadi kerusakan

pada jaringan otak dan apabila hal itu berlangsung lama akan

menimbulkan kematian. System yang berperan dalam proses pemenuhan

kebutuhan adalah system pernapaan, persarafan, dan kardiovaskuler.

Pada manusia, proses pemenuhan kebutuhan oksigen dapat dilakukan

dengan cara pemberian oksigen melalui saluran pernapasan, memulihkan

dan memperbaiki organ pernapasan agar berpungsi secara normal serta

membebaskan saluran pernapasan dari sumbatan yang menghalangi

masuknya oksigen.

Mengingat oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia, maka dalam

lingkup keperawatan, perawat harus paham dengan manifestasi tingkat

pemenuhan kebutuhan oksigen pada kliennya, serta mampu mengatasi

berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tersebut.

Itulah sebabnya, perawat perlu memahami secara mendalam konsep

oksigenasi pada manusia.

Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia

atau fisiska). Oksigen berupa gas tidak berwarna dan tidak berbau, yang

mutlak dibutuhkn dalam proses metabolism sel. Akibat oksigenasi

6

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

7

terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Walupun begitu, akamn

memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel.

Menurut Tarwato & Wartonah (2015), Oksigen (O2) merupakan gas

yang sangat vital dalam kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh karena

oksigen diperlikan untuk proses metabolisme tubuh secara terus-menerus.

Oksigen diperoleh dari atmosfer melalui proses bernapas, pada atmosfer,

gas selain oksigen juga terdapat karbon dioksida (CO), nitrogen ( N), dan

unsure-unsur lain seperti argon dan helium.

2. Faktor-Faktor Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi

a. Faktor fisiologis

1) Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia.

2) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi

saluaran napas bagian atas.

3) Hipovolemia sehingga sehingga tekanan darah menurun

mengakibatkan transport O2 terganggu.

4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi,demam,ibu

hamil, luka.

5) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada

kehamilan, obesitas, musculoskeletal yang abnormal, serta penyakit

kronis seperti TB paru.

b. Faktor perkembangan

1) Bayi prematur

2) Bayi dan toodler

3) Anak usia sekolah dan pertengahan

4) Dewasa tua

c. Faktor prilaku

1) Nutrisi

2) Latihan fisik

3) Merokok

4) Penyalahgunaan substansi kecemasan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

8

d. Faktor lingkungan

1) Tempat kerja

2) Suhu lingkungan

3) Ketinggian tempat dari permukaan laut

(Haswita & Reni, 2017).

3. Tipe Kekurangan Oksigen Dalam Tubuh

Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), tipe kekurangan Oksigen dalam

tubuh di bagi menjadi 7 bagian yaitu:

a. Hipoksemia

Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi oksigen

dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri ( SaO2 ) dibawah

normal (normal PaO 85-100 mmHg, SaO,95%). Pada neonates, PaO2

< 50 mmHg atau SaO2 < 88%. Pada dewasa, anak, dan bayi, PaO2 < 60

mmHg atau SaO2 < 90%. Keadaan ini disebabkan oleh ganguuan

ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt), atau berada pada tempat yang

kurang oksigen. Pada keadaan hivoksemia, tubuh akan melakukan

kompensasi dengan cara meningkatkan pernapasan, meningkatkan

stroke volume, vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkata nadi.

Tanda dan gejala hipoksemia di anaranya sesak nafas, frekuensi nafas

dapat mencapai 35 kali per menit, nadi cepat dan dangkal, serta

sianosis.

b. Hipoksia

Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak

adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi

oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada

tingkat seluler. Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi

berhenti spontan. Penyebab lain hipoksia antara lain:

a) Menurunnya hemoglobin

b) Berkurangnya konsentrasi oksigen, misalnya jika kita berada di

puncak gunung

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

9

c) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen, seperti pada

keracunan sianida

d) Menurunya difusi oksigen dan alveoli ke dalam darah seperti pada

pneumonia;

e) Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok;

f) Kerusakan atau gangguan ventilasi

Tanda-tanda hipoksia di antaranya kelelahan, kecemasan,

menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan

cepat dan dalam sianosis sesak nafas, serta jari tabuh (clubling

finger).

c. Gagal nafas

Merupakan keadaan di mana terjadi kegagalan tubuh memenuhi

kebutuhan oksigen karna pasien kehilangan kemampuan ventilasi

secara adekut sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas karbon

dioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya peningkatan

gas karbon dioksida dan oksigen. Gagal nafas di tandai oleh adanya

peningkatan CO2 dan penurunan O2 dalam darah secara signifikan.

Gagal nafas dapat disebabkan oleh gangguan system saraf pusat yang

mengontrol system pernapasan, kelemahan neuromuscular, keracunan

obat, gangguan metabolism, kelemahan otot pernapsan, dan obstruktif

jalan nafas.

d. Perubahan pola nafas

Pada keadaan normal, frekuensi pernafasan pada orang dewasa

sekitar 12-20 x/menit,dengan irama teratur serta inspirasi lebih panjang

dari ekspirasi. Pernafasan normal disebut eupnea. Perubahan pola

nafas dapat berupa hal-hal sebagai berikut.

a) Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien dengan

asma.

b) Apnea, yaitu tidak bernapas, berhenti bernapas.

c) Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan

frekuensi lebih dari 24 x/menit.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

10

d) Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang) dari normal

dengan frekuensi kurang dari 16x/menit.

e) Kussmaul, yaitu pernpasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi

sama, sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam, misalnya

pada pasien koma dengan penyakit diabetes mellitus dan uremia.

f) Cheyne-stokes,merupakan pernapasan cepat dan dalam kemudian

berangsur-ansur dangkal dan diikuti periode apnea yang berulang

secara teratur. Misalnya pada keracunan obat bius,penyakit

jantung, dan penyakit ginjal.

g) Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apnea

dengan periode yang tidak teratur, misalnya pada meningitis.

4. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi

Menurut Lyndon (2013), System tubuh yang berperan dalam

oksigenasi adalah system pernapasan atau system respirasi. System

pernapasan dapat di bagi menjadi dua bagian yaitu system pernapasan ats

dan system pernapasan bawah.

a. Sistem pernapasan atas

System pernapasan atas terdiri atas hidung, faring, dan laring

1) Hidung

Hidung dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu nares

interior dan rongga hidung. Nares interior adalah saluran-saluran di

dalam hidung yang bermuara di rongga (vestibulum) hidung. Pada

nares interna terdapat kelenjar sebaesus yang di tutupi oleh bulu

kasur. Rongga hidung di lapisi oleh membran mukosa. Permukaan

membran mukosa akan menghasilkan lendir yang berfungsi

melembabkan dan menghangatkan udara yang masuk ke paru-paru.

Pada permukaan mukosa terdapat rambut-rambut yang berfungsi

menyaring debu atau kotoran yang masuk ke rongga hidung.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

11

2) Faring

Faring merupakan saluran berotot yang memanjang dari dasar

tengkorak hingga persambungannya dengan esofgus. Faring di bagi

menjadi tiga bagian, yaitu nasofaring (di belakang hidung),

orofaring (di belakang mulut), dan laringofaring (di belakang

laring). Faring kaya akan jaringan limfoid yang berfungsi

menangkap dan menghancurkan kuman pathogen yang masuk

bersama udara.

Faring merupkan rongga persimpangan antara saluran

pencernaan dan saluran pernapasan. Di pangkal saluran pernafasan

terdapat epiglotis yang menjaga agar makanan tidak masuk ke

saluran pernapasan. Saat menelan makanan, epiglotis akan

menutup pangkal saluran pernapasan sehigga makanan masuk ke

saluran pencernaan. Saat bernapas, epiglottis akan membuka

saluran pernapasan sehingga udara dapat masuk ke salurn tersebut.

3) Laring

Laring merupakan saluran yang terletak di depan bagian

terendah faring. Saluran ini terdiri atas rangkaian kepingan tulang

rawan yang diikat bersama oleh ligament dan membran. Di dalam

laring terdapat pita suara yang berfungsi menghasilkan bunyi atau

suara. Selain itu, laring juga berfungsi mempertahankan kepatenan

jalan nafas dan melindungi jalan nafas bawah dari air dan makanan

yang masuk.

b. Sistem pernafasan bawah

Sistem pernafasan bawah terdiri atas trakea dan paru-paru. Di

dalam paru terdapat bronkus, bronkiolius, dan alveolus.

1) Trakea

Trakea merupakan saluran udara dengan panjang sekitar Sembilan

sentimeter dan disokong oleh cincin-cincin kartilago. Trakea di

mulai dari laring dan memanjang hingga kira-kira ketinggian

vertebra torakalis kelima. Trakea di lapisi oleh membran mukosa

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

12

yang mengandung epitel bersila. Silia ini dapat bergerak untuk

menggiringi keluar debu dan butir-butir kotoran yang masuk

bersama udara.

2) Bronkus dan paru-paru (pulmo)

Ujung bawah trakea bergabung dua, ke kanan dan kiri.

Setiap percabangannya disebut bronkus, sedangkan tempat

percabangannya di sebut bifurkasi. Bronkus kanan lebih pendek

dan lebih lebar dari pada bronkus kiri. Di dalam paru-paru, bronkus

utama bercabang-cabang lagi menjadi bronkus yang lebih kecil dan

berakhir di bronkiolus terminal. Bronkiolus berujung pada

gelembung-gelembung halus yang diamankan alveoli.

Alveoli memiliki dinding yang elastis dan banyak

mengandung kapiler darah. Pada bagian inilah terjadi pertukaran

gas antara oksigen dan karbon dioksida. Alveoli bersifat lentur

karena di lumasi suatu zat yang disebut surfakat.

Paru-paru terdiri atas dua bagian, yaitu paru kanan dan paru

kiri. Paru kanan terdiri atas tiga lobus (atas, tengah, dan bawah),

sedangkan paru kiri terdiri atas dua lobus (atas dan bawah).

5. Proses pernafasan

Pross pernafasan dapat di bagi menjadi dua tahap, yaitu pernafasan

eksternal dan pernafasan eksternal. Pernafasan eksternal adalah

keseluruhan proses pertukaran gas antara lingkungan eksternal adalah

proses pertukaran gas antara pembuluh darah kapiler dan jaringan tubuh.

a. Pernafasan eksternal

Pernafasana eksteral dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu

ventilasi pulmober, difusi gas, dan traspor oksigen serta karbon

dioksida.

1) Ventilasi merupakan proses pertukaran gas dari atmosfer ke alveoli

dan sebaliknya. Gas yang di hirup dari atmosfer ke alveoli adalah

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

13

oksigen, sedangkan gas yang di keluarkan dari alveoli ke atmosfer

adalah karbondioksida.

Proses ventilasi di pengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

a) Perbedaan tekanan udara antara atmosfer dan paru-paru

b) Jalan nafas yang berih serta system pernafasan yang utuh

c) Kemampuan rongga toraks untuk mengembang dan

berkomunikasi dengan baik

d) Kerja sistem saraf autonom, yaitu rangsangan simpatik dapat

menyebbkan relaksasi sehingga vasodilatasi dapat terjadi,

sedangkan rangsangan parasimpetik dapat menyebabkan

kontraksi seingga vasokonstriksi dapat terjadi

e) Kerja sistem saraf pusat karena pada system saraf pusat

terdapat bagian yang berperan sebagai pusat pernafsan, yaitu

mendula oblongata dan pons. Keberadaan karbon dioksida akan

merangsang kedua pusat saraf terebut.

f) Kemampuan paru-paru untuk mengembang dan menyempit.

Kemampuan paru-paru untuk mengembang di sebut

compliance di pengaruhi oleh keberadaan surfakat di alveoli

yang menurunkan tegangan permukaan dan keberadaan sisa

udara sehingga tidak terjadi kolaps dan gangguan toraks.

Kemampuan paru-paru untuk menyempit sehingga dapat

mengeluarkan CO2 di sebut recoil.

2) Difusi gas alveolar

Pada saat oksigen memasuki alveoli, terjadi difusi oksigen

dari alveoli ke pembuluh darah kapiler paru. Selain itu, juga terjadi

difusi karbon dioksid dari pembuluh darah kapiler paru ke alveoli.

Proses difusi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain luas

permukan paru, ketebalan membran respirasi, perbedaan tekanan

karbon dioksida di dalam alveoli dan di kapiler paru, perbedaan

tekanan dan konsentrasi oksigen di dalam alveoli dan di kapiler

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

14

paru, serta afinitas gas (kemampuan O2 dan CO2 dalam menembus

dan mengikat hemoglobin).

3) Transpor oksigen dan karbon dioksida

Transport gas di dalam tubuh dapat di bagi menjadi dua bagian,

yaitu traspor oksigenasi dan transport karbon dioksida.

a) Transpor oksigen merupakan proses pengangkutan oksigen dari

pembuluh kapiler ke jaringan tubuh. Oksigen yang masuk ke

dalam pembuluh kapiler sebagai besar akan berikatan dengan

hemoglobin (97%) dalam bentuk oksihemoglobin (HBO2) dan

sisanya (3%) terlarut di dalam plasma. Transpor oksigena di

pengaruhi oleh jumlah oksigen yang masuk ke dalam paru

(ventilasi) serta aliran darah ke paru dan jaringan (perfusi).

b) Transpor krbon dioksida

Transpor karbon dioksida merupakan proses pengangkutan

karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru.

b. Pernapasan Internal (Pernapasan Jaringan)

Pernapasan internal merupakan proses pertukaran gas antara

pembuluh darah kapiler dan jaringan tubuh. Setelah oksigen berdifusi

ke dalam pembuluh darah, darah yang banyak mengandung oksigen di

angkut ke seluruh bagian tubuh hingga mencapai kapiler sistemik. Di

bagian ini terjadi pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara

kapiler sistemik dan sel jaringan. Oksigen berdifusi dari kapiler

sistemik ke sel jaringan, sedangkan karbon dioksida berdifusi dari sel

jaringan ke kapiler sistemik.

6. Perubahan fungsi pernafasan

Menurut Haswita (2017), perubahan fungsi pernafasan ada tiga yaitu:

a. Hiperventilasi

Hiperventilasi merupakan suatu kondisi ventilasi berlebih, yang

dibutuhkan untuk mengeliminasikan karbon dioksida normal di vena,

yang di produksi melalui metabolisme seluler. Hiperventilasi dapat di

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

15

sebabkan oleh ansietas, infeksi, obat-obatan, ketidakseimbangan sam

basa, hipoksia yang di kaitkan dengan embolus paru dan syok.

b. Hipoventilasi

Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat

memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasikan karbon

dioksida secara adekuat. Sehingga apabila ventilasi alveolar menurun,

maka PaCO2 akan meningakat. Hipoventilasi dapat di sebabkan oleh

atelektasis.

c. Hipoksia

Hipoksia adalah oksigenasi jaringan yang tidak adekuat pada

tingkat jaringan. Kondisi ini terjadi akibat penghantaran oksigen atau

tingkat penggunaan oksigen di seluler. Hipoksia dapat di sebabkan

oleh (1) penurunan kadar hemoglobin dan penurunan kapasitas drah

yang membawa oksigen,(2) penurunan konsentrasi oksigen yang

diinspirasi, (3) ketidakmampuan jaringan untuk mengambil oksigen

dari darah, seperti keracunan sinida,(4) penurunan difusi oksigen dari

alveoli ke darah, seperti pneumonia,(5) perfusi darah yang

mengandung oksigen di jaringan yang buruk, seperti syok.(6)

kerusakan ventilasi, seperti fraktur iga multipel atau trauma dada.

7. Mekanisme pernafasan

Menurut Tarwanto & Wartonah (2015), Tekanan yang berperan dalam

proses bernapas adalah tekanan atmosfer, tekanan intrapulmonal, atau

intraalveoli, dan tekanan intrapleura,adanya peredan teknn yang terjadi

mengakibatkan perubahan rongga toraks menjadi lebih besar atau

mengecil.

a. Tekanan atmosfer, yaitu tekanan udara luar, biasanya sekitar 760

mmHg, tekanan ini di akibatkan oleh kandungan gas yang berada di

atmosfer.

b. Tekanan intrapulmonal atau intralveoli, yaitu tekanan yang terjadi

dalam alveoli paru-paru. Ketika bernapas normal atau biasa terjadi

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

16

perbedan tekanan dengan atmosfer. Pada saat inspirasi, tkanan

intrapulmonal 759 mmHg, lebih rendah 1 mmHg dari atmosfer dan

pada saat kspirasi tekanannya menjadi lebih tinggi + 1 mmHg menjadi

761 mmHg. Tekanan intrapulmonal akan meningkat ketika bernapas

maksimum, pada inspirasi perbedan tekanan dapat mencapai -30

mmHg dan kspirai + 100 mmHg.

c. Tekanan intrapleura, adalah tekanan yang terjadi pada rongga pleura

yaitu ruang antara pleura parientalis dan visralis. Besarnya tekanan ini

kurang dari tekanan pada alveoli atau atmosfer sekitar -4 mmHg atau

sekitar 756 mmHg pada pernapasan biasa dan dapat mencapai -18

mmHg pada inspirasi dalam atau kuat.

8. System kardivaskuler

Menurut Tarwanto & Wartonah (2015), System kardiovaskuler juga

berperan dalam proses oksigenai ke jaringan tubuh, aitu berperan dalam

proses transportasi oksigen. Oksigen ditranspormasikan ke seluruh tubuh

melalui aliran darah. Aliran darah yang adekuat hanya dapat terjadi apabila

fungsi jantung normal. Dengan demikian, kemampuan oksigenasi pada

jaringan sangat di tentukan oleh adekuatnya fungsi jantung. Fungsi jantung

yang adekuat dapat dilihat dari kemampuan jantung memompa drah dan

perubahan tekanan darah.

a. Jantung sebagai pemompa

Jantung merupakan organ yaitu memopa darah melalui sirkulasi

sistemik maupun pulmonal. Kerja jantung di perlihatkan melalui curah

jantung. Selama diastole atau relaksasi, tekanan ventrikel lebih rendah

dari atrium ke ventrikel mellui katup atriventricular yang terbuka dan

pada akhir diastole ventrikel, trium berkontrksi mendorong darah

masuk ke ventrikel.

b. Preload

Adalah keadaan di mana serat otot ventrikel kiri jantung

memanjang atau meregang sampai akhir diastole. Sesuai dengan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

17

hukum frank starling bahwa semakin besar regangan otot jantung,

maka semakin besar pula kekuatan kontaksinya dan semakin besar

pula curah jantungnya. Pada keadaan preload, terjadi pengisisan

ventrikel sehingga semain panjang otot ventrikel meregang, maka

semakin besar pula volume drah yang masuk dalam ventikelnya.

c. Afterload

Adalah tekanan yang di libatkan oleh pompa ventrkel kiri, untuk

membuka katup aorta selama sistoldan pada saat memompa darah.

Fterload secara langsung di pengaruhi oleh tekanan darah arteritinggi,

maka jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah ke

sirkulasi.

9. Bersihan jalan nafas tidak efektif

1. Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk

mempertahankan jalan nafas tetap paten.

Penyebab:

a. Fisiologis

1) Spasme jalan nafas

2) Hipersekresi jalan nafas

3) Disfungsi neuromuskuler

4) Benda asing dalam jalan nafas

5) Adanya jalan nafas buatan

6) Sekresi yang tertahan

7) Hiperplasia dinding jalan nafas

8) Proses infeksi

9) Respon alergi

10) Efek agen farmakologis (mis. Anastesi)

b. Situasional

1) Merokok aktif

2) Merokok pasif

3) Terpajan polutan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

18

2. Gejala dan tanda mayor

a. Subjektif

Tidak tersedia

b. Objektif

1) Batuk tidak efektif

2) Tidak mampu batuk

3) Sputum berlebih

4) Mengi, wheezing dan/ atau ronkhi kering

5) Mekonium di jalan nafas (pada neonates)

3. Gejala dan tanda minor

a. Subjektif

1) Dispnea

2) Sulit berbicara

3) Ortopnea

b. Objektif

1) Gelisah

2) Sianosis

3) Bunyi nafas menurun

4) Frekuensi nafas berubah

5) Pola nafas berubah

4. Kondisi klinis terkait

a. Guliian barre syndrom

b. Sklerosis multipel

c. Myasthenia gravis

d. Prosedur diagnoistik (mis, bronkoskopi, transesophageal

echocardiography [ TEE]

e. Depresi system saraf pusat

f. Cedera kepala

g. Stroke

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

19

h. Kuadriplegia

i. Sindrom aspirasi mekonium

j. Infeksi saluran nafas

( SDKI edisi 1, 2017).

B. Asuhan Keperawatan Tuberkulosis

1. Pengkajian keperawatan

a. Anamnesia

Keluhan utama

Tuberkulosis sering di juluki the great imitator, yaitu suatu

penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain

yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada

sejumlah klien gejala yang timbul tidak jelas sehingga di abaikan

bahkan kadang-kadang asimptomatik.

Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta

pertolongan dari tim kesehatan dapat di bagi menjadi dua golongan

yaitu:

1) Keluhan respiratorik

a) Batuk

Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan

gangguan yang paling sering di keluhkan perawat harus

menanyakan apakah keluhan batuk bersifat

nonproduktif/produktif atau aputum beercampur darah.

b) Batuk Darah

Keluhan batuk darah pada klien dengan TB paru selalu

menjadi alasan utama klien untuk meminta pertolngan

kesehatan. Hal ini di sebabkan rasa takut klien pada darah yang

keluar dari jalan nafas. Perawat harus menanyakan seberapa

banyak darah yang keluar atau hanya berupa blood streak,

berupa garis, atau bercak-bercak darah.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

20

c) Sesak Nafas

Keluhan ini di temukan bila kerusakan parenkim paru

sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi

pleura, pneumothoraks, anemia, dan lain-lain.

d) Nyeri Dada

Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik ringan.

Gejala ini timbul apabila system persarafan di pleura terkena

TB.

2) Keluhan sistemis

a) Demam

Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada

sore atau malam hari mirip demam influenza, hilang timbul,

dan semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan

mau bebas serangan semakin pendek. Demam mencapai suhu

tinggi 40º- 41ºC.

b) Keluhan sistemis lain

Keluhan yang biasa timbul ialah keringat malam, anoreksia,

penurunan berat badan, dan malaise. Timbulnya keluhan

biasanya bersifat gradual muncul dalam beberapa minggu-

bulan. Akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, dan

sesak nafas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai

gejala pneumonia. Keluhan yang sering menyebabkan klien

dengan TB paru meminta pertolongan dari tim kesehatan dapat

dibagi menjadi dua golongan keluhan respiratoris dan keluhan

sistemis.

b. Riwayat penyakit saat ini

Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.

Lakukan pertanyaan yang bersifat ringkas sehingga jawaban yang di

berikan klien hanya kata “Ya” atau “Tidak” atau hanya dengan

anggukan dan gelengan kepala. Apabila keluhan utama adalah batuk,

maka perawat harus menanyakan sudah berapa lama keluhan batuk

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

21

muncul (onsef). Pada klien dengan pneumonia. Keluhan batuk

biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum obat

batuk yang biasa ada di pasaran.

Keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang

paling sering dikeluhkan mula-mula nonproduktif kemudian berdahak

bahkan bercampur darah bila sudah terjadi kerusakan jaringan. Batuk

akan timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus di mana

terjadi iritasi bronkus selanjutnya akibat adanya peradangan pada

bronkus, batuk akan menjadi produksi yang berguna untuk membuang

produk ekskresi peradangan dengan sputum yang bersifat mukoid atau

purulen.

Tanyakan selama keluhan batuk muncul, apakah ada lain seperti

demam, keringat malam, atau menggigil yang mirip dengan demam

influenza karena keluhan demam dan batuk merupakan gejala awal

dari TB paru. Tanyakan apakah batuk di sertai sputum yang kental atau

tidak, serta apakah klien mampu untuk melakukan batuk efektif untuk

mengeluarkan sekret yang menempel pada jalan nafas.

Apakah keluhan utama adalah batuk darah, maka perlu

ditanyakan kembali berapa banyak darah yang keluar. Saat melakukan

anamnesis perawat perlu meyakinkan pada klien tentang perbedaan

antara batuk darah dan muntah darah, karena pada keadaan klinis, hal

ini sering menjadi rancu.

Klien TB paru sering menderita batuk darah. Adanya batuk darah

menimbulkan kecemasan pada diri klien karena batuk darah sering di

anggap sebagai suatu tanda dari beratnya penyakit yang diidapnya.

Kondisi seperti ini seharusnya tidak terjadi jika perawat memberikan

pelayanan keperawatan yang baik pada klien dengan member

penjelasan tentang kondisi yang sedang terjadi pada dirinya. Wilson-

Barnett dalam Nancy Roper (1996) mengatakan bahwa adanya

hubungan terapeutik dengan menjelaskan kepada klien mengenai apa

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

22

yang akan terjadi pada dirinya dapat mengurangi kadar tingkat

kecemasan.

Oleh karena itu, peran perawat dalam mengkaji keluhan batuk

darah yang komprehensif sangat mendukung tindakan perawatan

selanjutnya. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kecemasan dan

mengadaftasikan klien dengan kondisi yang dialaminya.

Perawatan batuk darah yang komprehensif bertujuan agar klien

dapat beradaptasi dengan keadaannya adri mengurangi tingkat batuk

darah serta dapat menghilangkan atau menurunkan tingkat kecemasan

yang di alaminya.

Jika keluhan utama atau yang menjadi alasan klien meminta

pertolongan kesehatan adalah sesak nafas, maka perawat perlu

mengarahkan atau menegaskan pertanyaan untuk membedakan antara

sesak nafas yang di sebabkan oleh gangguan pada sistem pernapasan

dan system kardiovaskular.

Sesak nafas yang di sebabkan oleh TB paru. Biasanya akan di

temukan gejala jika tingkat kerusakan parenkim paru sudah luas atau

karena ada hal-hal yang menyertinya seperti efusi pleura,

pneumothoraks, anemia, dan lain-lain. Agar memudahkan perawat

mengkaji keluhan sesak nafas maka dapat di bedakan sesuai tingkat

klasifikasi sesak. Pengkajian ringkas dengan menggunakan PQRST

dapat lebih memudahkan perawat dalam melengkapi pengkajin.

1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor

penyebab sesak nafas, apakah sesak nafas berkurang apabila

beristirahat.

2) Quality of Pain: seperti apa rasa sesak nafas yang di rasakan atau

di gambarkan klien sifat keluhan (karakter), dalam hal ini perlu di

Tanya kepada klien apa maksud dari keluhan-keluhannya. Apakah

rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan

inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam

melakukan pernapasan?

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

23

3) Region: radiation, relief: dimana rasa berat dalam melakukan

pernapasan? Harus di tunjukkan dengan tepat oleh klien.

4) Serty (Scale) of fain : seberapa jauh rasa sesak nafas yang di

rasakan klien, bisa berdasarkan skala sesak sesuai klasifikasi sesak

nafas dan klien menerapkan seberapa jauh sesak nafas

memengaruhi aktivis sehari-harinya.

5) Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah

bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. Sifat mula

timblnya (onset), tentukan apakah gejala timbul mendadak,

perlahan-lahan atau seketika itu juga. Tanyakan apakah timbu

gejala secara terus menerus atau hilang timbul (intermiten).

Tanyakan apa yang sedang di lakukan klien pada waktu gejala

timbul. Lama timbulnya (durasi), tentukan kapan gejala tersebut

pertama kali timbul (onset) misalnya tanyakan kepada klien apa

yang pertama kali dirasakan sebagai “tidak biasa” atau “tidak

enak” tanyakan apakah klien sudah pernah menderita penyakit

yang sama sebelumnya.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah

sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada

masa kecil, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening, dan

penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes melitus.

Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien

pada masa yang lalu yang masih relevan, obat-obat ini meliputi obat

OAT dan antitusif, catat adanya efek samping yang terjadi di masa

lalu. Adanya alergi obat juga harus ditanyakan serta alergi yang timbul.

Sering kali klien mengacukan suatu alergi dengan efek samping obat.

Kali lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan berat badan (BB)

dalam enam bulan terakhir. Penurunan BB pada klien dengan TB paru

berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya

anoreksia dan mual yang sering di sebabkan karena OAT.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

24

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Secara patologi TB paru tidak di turunkan, tetapi perawat perlu

menanyakan apakah penyakit ini pernah di alami oleh anggota

keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.

e. Pengkajian psiko-sosial-spiritual

Pengkajian psikosial klien meliputi beberapa dimensi untuk

memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan

perilaku klien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal

klien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting

untuk menentukan tingkat perlunya pengkjian psiko-sosial-spiritual

yang seksama. Pada kondisi klinis, klien dengan TB paru sering

mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang di

alaminya.

Perawat juga perlu menanyakan kondisi pemukiman klien

bertempat tinggal. Hal ini penting mengingat TB paru sangat rentan di

alami oleh mereka yang bertempat tinggal di pemukiman padat dan

kumuh karena populasi bakteri TB perlu lebih mudah hidup di tempat

yang kumuh dengan ventilasi dan pencahayaan sinar matahari yang

kurang.

TB paru merupakan penyakit yang ada umumnya menyerang

masyarakat miskin karena tidak sanggup meningkatkan daya tahan

tubuh nonspesifik dan mengakonsumsi makanan kurang bergii. Selain

itu, juga karena ketidaksanggupan membeli obat, di tambah lagi

kemiskinan membuat individunya di haruskan bekerja secara fisik

sehingga mempersulit penyembuhan penyakitnya.

Klien TB paru kebanyakan berpendidikan rendah, akibatnya

mereka sering kali tidak menyadari bahwa penyembuhan penyakit dan

kesehatan merupakan hal yang penting. Pendidikan yang rendah sering

kali menyebabkan seseorang tidak dapat meningkatkn kemampuannya

untuk mencapai taraf hidup yang baik. Padahal, taraf hidup yang baik

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

25

amat di butuhkan untuk penjagaan kesehatan pada umumnya dan

dalam menghadapi infeksi pada khususnya.

f. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemeriksan

fisik umum per sistem dari observasi keadaan umum pemeriksaan

tanda-tanda vital, BI ( Breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4

(Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone) serta pemeriksaan yang focus

pada B2 dengan pemeriksaan menyeluruh system pernapasan.

Keadaan umum dan tanda-tanda vital.

Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat di lakukan secara

selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh.

Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang

terdiri atas compos metis, apatis, somnolen, spoor, soporokoma, atau

koma. Seorang perawat perlu mempunai pengalaman dan pengetahuan

tetang konsep anatomi fisiologi umum sehingga dengan cepat dapat

menilai keadaan umum, kesadaran, dan pengukuran GCS bila

kesadaran klien menurun yng memerlukan kecepatan dan ketepatan

penilaian.

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru

biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan,

frekuensi nafas meningkat apabila di sertai sesak nafas, denyut nadi

biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan

frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan

adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.

1) BI (Breathing)

Pemeriksaan fisik pada klien TB paru merupakan pemeriksaan

focus yang terdiri atas infeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

2) Inpeksi

Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Sekilas pandang klien

dengan TB paru biasanya tampak kurus seingga terihat adanya

penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior di

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

26

bandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB

paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya

ketidaksimestrisan rongga dada, pelebaran intercostal space (ICS)

pada sisi yang sakit. TB paru yang di sertai atelektesis paru

membuat dada menjadi tidak simestris, yang membuat

penderitanya mengalami penyempitan intercostal space (ICS) pada

saat yang sakit.

Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi ,

biasanya gerakan pernapasan tidak mengalami perubahan.

Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi yang melibatkan

kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien akan terlihat

mengalami sesak nafas. Peningkatan frekuensi nafas dan

menggunakan otot buntu napas. Tanda lainnya adalah klien dengan

TB paru juga mengalami efusi pleura yang masif, pneuomothoraks,

abses paru masif, dan hidropneumothoraks. Tanda-tanda tersebut

membuat geraka pernapasan menjadi tidak simetris, sehingga yang

terlihat adalah pada sisi yang sakit pergerakan dadanya tertinggal.

Batuk dan sputum Saat melakukan pengkajian batuk pada klien

dengan TB paru, biasanya di dapatkan batuk produktif yang di

sertai adanya peningakatan produksi sekret dan sekrsi sputum yang

purulen periksa jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru

di sertai adanya bronkhiektasis yang membuat klien akan

mengalami peningkatan produksi sputum per hari sebagai

penunjang evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang teah

diberikan.

3) Palpasi

Palpasi trakhea. Adanya pergeseran trakhea menunjukkan-

meskipun tetapi tidak spesifik-penyakit dari lobus atas paru. Pada

TB paru yang disertai adanya efusi pleura masif dan

pneumothoraks akan mendorong posisi trakhea ke arah berlawanan

dari sisi sakit.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

27

Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB

paru tanpa komplikasi pada saat di lakukan palpasi, gerakan dada

saat bernapas biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan

dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya

di temukan pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru

yang luas.

Gerakan suara (fremitus lokal) getaran yang terasa ketika

perawat meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara

adalah bunyi yang di bangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah

distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada

dalam gerakan resonan. Terutama pada bunyi konsonan. Kapasitas

untuk merasakan bunyi pada dinding dada tersebut taktil fremitus.

adanya penurunan taktil fremitus pada klien dengan TB paru

biasanya ditemukan pada klien yang disertai komplikasi efusi

pleura masif, sehingga hantaran suara menurun karena transmisi

getaran suara harus melewati cairan yang berkumpul di rongga

pleura.

4) Perkusi

Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi,

biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh

lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang di sertai komplikasi

seperti efusi pleura akan di dapatkan bunyi redupsmpai pekak pada

sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura.

Apabila di sertai pneumothoraks, maka di dapatkan bunyi

hiperrsonan terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong

posisi paru ke sisi yang sehat.

5) Auskultasi

Pada klien dengan TB paru di dapatkn bunyi napas tambahan

(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa

untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana di

dapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

28

ketika klien berbicara di sebut sebagai resonan vocal. Klien

dengan TB paru yang di sertai komplikasi seperti efusi pleura dan

pneumothoraks akan di dapatkan penurunan resonan vocal pada

sisi yang sakit.

6) B2 (Blood)

Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi

Inpeksi : Inpeksi tentang adanya perut dan keluhan kelemhan

fisik

Palpasi : Denyut nadi perifer melemah

Palpasi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru

dengan efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat

Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung

tambahan biasanya tidak didapatkan

7) B3 (Brain)

Keasadaran biasanya compos metis, ditemukan adanya sianosis

perifer apbila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian

objektif, klien tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih,

meregang, dan menggelit. Saat di lakukan pengkajian pada mata,

biasanya di dapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB paru

dengan hemoptoe masif dan kronis. Dan sclera ikterik pada TB

paru dengan gangguan fungsi hati.

8) B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake

cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria

karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien

diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga

pekat dan berbu yang menandakan fungsi ginjal masih normal

sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama rifampisin.

9) B5 (Bowel)

Klien biasanya menglami mual, muntah, penurunan nafsu

makan, dan penurunan berat badan

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

29

10) B6 (Bone)

Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB

paru. Gejala yang muncul anatara lain kelemahan, kelelahan,

imsomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi tak

teratur.

g. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan rontgen thoraks

Pada hasil pemeriksaan Rontgen thoraks, sering di dapatkan

adanya suatu lesi sebelum di temukan adana gejala subjektif awal

dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru,

bila pemeriksaan Rontgen menemukan suatu kelainan, tidak d

gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali lokasi di lobus

bawah dan biasanya berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainn

ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis yang ukurannya bervariasi

dengan batas lesi yang tidak jelas kriteria yang kabur dan gambar

yang kurang jelas ini sering di duga sebagai pneumonia atau suatu

proses eksudatif, yang akan tampak lebih jelas dengan pemberian

kontras, sebagaimana gambaran dari penyakit fibrotic kronis. Tidak

jarang kelainan ini tampak kurang jelas di bagian atas maupun

bawah, memanjang di daerah klavikula atau satu bagian lengan

atas, dan selanjutnya tidak mendapat perhatian kecuali di lakukan

pemeriksaan Rontgen yang lebih teliti.

2) Pemeriksaan CT Scan

Pemeriksaan CT Scan di lakukan untuk menemukan hubungan

kasus TB inaktif/stabil yang di tunjukkan dengan adanya gambaran

garis-garis fibrotic ireguler, pita parenkimal,klasifikasi nodul dan

adenopati, perubahan kelengkungan berkas bronkhovaskular,

bronkhiektasis, dan empiesme perisikatriksial. Sebagaimana

pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif

tidak dapat hanya berdasarkan pada temuan CT scan pada

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

30

pemeriksan tunggal, namun selalu di hubungkan dengan kultur

sputum yang ngatif dan pemeriksaan secara serial setiap saat.

3) Radiologis TB paru Milier

TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier

akut dan TB paru milier subakut (kronis). Penyeberan milier terjadi

setelah infeksi primer TB milier akut di ikuti oleh infeksi pembuluh

darah secara masif menyeluruh sera mengakibatkan penyakit akut

yang berat dan sering di sertai akibat yang fatal sebelum

penggunaan OAT.

Pada bayi dan anak-anak, penyakit ini dapat di sebabkan oleh

penyebaran dari TB primer dan mengakibatkan manifestasi klinis

yang berat. Keadaan ini bisa terjadi pada bayi-bayi dengan gizi

buruk atau penyakit kronis yang biasanya sangat rentan. Pada

sebagian besar anak-anak, jumlah bakteri hanya sedikit dalam

tubuhnya (hospes), namun cukup resisten untuk mencgah

penyebaran milier sehingga tidak menimbulkan manifestasi klinis.

Pada orang dewasa, khususnya orang tua, angka kejadian

penyakit ini cukup tinggi dan sulit sekali diidentifikasi. Hasil

pemeriksaan Rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah

tuberkel milier. Nodul-nodul dapat terlibat pada rontgen akibat

tumpang tindih dengan lesi parenkim sehingga cukup terihat

sebagai nodul-nodul kecil. Pada beberapa klien, di dapatkan bentuk

berupa granul-granul halus atau nodul-nodul kecil yang menyebar

secara difusi di kedua lapangan paru. Pada saat lesi mulai bersih,

terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung banyaknya

dan masing-masing berupa garis-garis tajam.

4) Pemeriksaan laboratorium

Diagnosis terbaik dari penyakit tuberkulosis di peroleh dengan

pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk

membedakan spesies mycobacterium antara yang satu dengan yang

lainnya harus di lihat sifat koloni, waktu pertumbuh, sifat biokimia

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

31

pada berbagai medis, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan

kemoterafik, perbedan kepekaan terhadap binatang percobaan, dan

percobaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen

mycobacterium. Bahan pemeriksaan untuk isolasi mycobacterium

tuberculosis berupa.

a) Sputum klien sebaiknya sputum diambil pada pagi hari dan

yang pertama keluar jika sulit di dapatkan maka sputum

dikumpulkan selama 24 jam.

b) Urine yang di ambil adalah adalah urine pertama di pagi hari

atau urine yang di kumpulkan selama 12-24 jam. Jika klien

menggunakan kateter maka urine yang tertampung di dalam

urine bag dapat diambil.

c) Cairan kumbah lumbung. Umumnya bahan pemeriksaan ini di

gunakan jika anak-anak atau klien tidak dapat mengeluarkan

sputum. Bahan pemeriksaan di ambil pagi hari sebelum

sarapan.

d) Bahan-bahan lain. Misalnya pus, cairan, serebrospinal (sumsum

tulang belakang), cairan pleura, jaringan tubuh, feses, dan swab

tengorok.

(Arif mutaqin, 2012)

2. Diagnosis keperawatan

a. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif Berhubungan Dengan Sekresi Yang

Tertahan

b. Hipertermi Berhubungan Dengan Reaksi Inflamasi

c. Gangguan Pertukaran Gas Berhubungan Dengan Kongesti Paru

d. Resiko Infeksi Berhubungan Dengan Organisme Purulen

e. Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Hambatan Upaya

Nafas

f. Gangguan Pola Tidur Berhubungan Dengan Hambatan Lingkungan

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

32

g. Resiko Defisit Nutrisi Berhubungan Dengan Ketidakmampuan

Menelan Makanan (SDKI, 2017).

3. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1 Intervensi Masalah Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Tidak

Efektif ( SIKI,2018)

Diagnosa

Keperawatan

Perencanaan Keperawatan

Intervensi Utama Intervensi

Pendukung

Bersihan jalan nafas

tidak efektif

berhubungan dengn

sekresi yang tertahan

Definisi :

ketidakmampuan

untuk memb ersihkan

sekresi atau obstruksi

dari saluran

pernafasan untuk

mempertahankan

kebersihan jalan

nafas.

faktor yang

berhubungan

penyebab :

1. Fisiologis

a) Spasme jalan

nafas

b) Hipersekresi

neuromuskule

r

c) Disfungsi

neuromuskule

r

d) Benda asing

dalam jalan

nafas

e) Adanya jalan

nafas buatan

f) Sekresi yang

tertahan

g) H iperplasia

dinding jalan

nafas

h) Proses infeksi

i) Respon alergi

j) Afek agen

farmakologis

(mis.anastesi)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

di harapkan pasien menunjukkan jalan

nafas yang bersih di tandai dengan kritria

hasil :

1) Menunjukkan jalan nafas yang

paten

( klien tidak merasa tercekik, irama

nafas, frekuensi pernafasan dalam

rentang normal, tidak ada suara

nafas abnormal)

2) Mampu megidentifikasi dan

mencegah factor yang dapat

menghambat jalan nafas

3) Mendemonstrasikan batuk efektif

dan suara nafas yang bersih, tidak

ada sianosis dan dyspneu( mampu

mengeluarkan sputum, mampu

bernafas dengan mudah, tidak ada

pursed lips)

1. Latihan Batuk Efektif

Observasi

a) Identifikasi kemampuan batuk

b) Monitor adanya retensi sputum

c) Monitor tanda dan gejala infeksi

saluran napas

d) Monitor input dan output cairan

(mis. Jumlah dan karakteristik)

Terapeutik

a) Atur posisi semi-fowler atau fowler

b) Pasang perlak dan bengkok di

pangkuan pasien

c) Buang buang sekret pada tempat

sputum

Edukasi

1) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk

efektif

2) Anjurkan tarik nafas dalam melalui

hidung selama 4 detik, ditahan

selama 2 detik,kemudian keluarka

dari mulut dengan bibir mencucu

(dibulatkan) selama 8 detik

1) Fisioterapi dada

2) Manajemen

jalan nafas

buatan

3) Pemberian obat

inhalasi

4) Pengaturan

posisi

5) Penghisapan

jalan nafas

6) Terapi oksigen

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

33

2. Situsional

a) Merokok aktif

b) Merokok

pasif

c) Terpajan

polutan

Batasan karakteristik

1. Tanda mayor

objektif

a) Batuk tidak

efektif

b) Tidak mampu

batuk

c) Sputum

berlebih

d) Mengi,

wheezing

dan/atau

ronkhi kering

e) Mekonium di

jalan nafas

(pada

neonates)

2. Tanda minor

subjektif

a) Dispnea

b) Sulit bicara

c) Ortopnea

Objektif

a) Gelisah

b) Sianosis

c) Bunyi nafas

menurun

d) Frekuensi

nafas berubah

e) Pola nafas

berubah

3) Anjurkan mengulangi tarik nafas

dalam hingga 3 kali

4) Anjurkan batuk dengan kuat

langsung setelah tarik nfas dalam

yang ke-3

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian ambrocol

2. Manajemen jalan nafas

observasi

1) Monitor pola nafas ( frekuensi,

kedalaman, usaha napas)

2) Monitor bunyi napas tambahan(

mis, gurgling, mengi, wheeing, ronki

kering)

3) Monitor sputum (jumlah, warna,

aroma)

terapeutik

1) Pertahankan kepatenan jalan napas

dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-

thrust jika curiga trauma servikal)

2) Posisikan semi-fowler atau fowler

3) Berikn minum hangat

4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

5) Lakukan penghisapan lender kurang

dari 15 detik

6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum

penghisapan endotrakeal

7) Keluarkan sumbatan benda padat

dengan forsep McGill

8) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,

jika tidak kontraindikasi

2) Ajarkan teknik batuk efektif

kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian bronkodilatr,

ekspektoran, mukolitik, jika perlu

3. Pemantauan respirasi

observasi

1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman

dan upaya napas

2) Monitor pola napas(seperti

bradipnea, takipnea, hiperventilasi,

kussmaul, Cheyne-Syroke, bot,

ataksik)

3) Monitor kemampuan batuk efektif

4) Monitor adanya produksi sputum

5) Monitor adanya sumbatan jalan nafas

6) Palpasi kesimetrisan ekspensi paru

7) Auskulatasi bunyi napas

8) Monitor saturasi oksigen

9) Monitor nilai AGD

10) Monitor hasil x-ray torakas

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

34

terapeutik

1) Alur interval pemantaun respirasi

sesuai kondisi pasien

2) Dokumentasi hasil pemantauan\

Edukasi

1) Jelaskan tujuan dan prosedur

pemantauan

2) Informatika hasil pemantauan, jika

perlu

Tabel 2.2 Intervensi Masalah Keperawatan Hipertermi

Diagnosa

Keperawatan

Rencana Keperawatan

Intervensi Utama Intervens

Pendukung

hipertermi b.d

reaksi inflamasi

Defenisi :

Suhu tubuh

meningkatkan di atas

rentang normal tubuh

penyebab :

a) Dehidrasi

b) Terpapar

lingkungan

panas

c) Proses penyakit

(mis. Infeksi,

kanker)

d) Ketidaksesuaian

pakaian dengan

suhu lingkungan

e) Peningkatan

laju

metabolisme

f) Respon trauma

g) Aktivitas

berlebihan

h) Penggunaan

inkubator

batasan karakteristik

1. Tanda mayor

objektif

a) Suhu tubuh

di atas

normal

2. Tanda minor

objektif

a) Kulit merah

b) Kejang

c) Takikardi

d) Takipnea

e) Kulit terasa

hangat

setelah dilakukan tindakan keperawatan

di harapkan pasien menunjukkan tanda-

tanda vital dalam rentan normal dengan

kriteria hasil:

1) Suhu tubuh dalam rentang

normal(36,5ºC)

2) Nadi dan RR dalam rentang normal

(80X/menit)

3) Tidak ada perubahan warna kulit

dan tidak ada pusing

1. Manajemen hipertermi

observasi

1) Identifikasi penyebab hipertermi

(mis, dehidrasi, terpapar, lingkungan

panas, penggunaan incubator)

2) Monitor usaha tubuh

3) Monitor kadar elektrolit

4) Monitor komplikasi akibat

hipertermia

Terpeutik

1) Sediakan lingkungan yang dingin

2) Longgarkan atau lepaskan pakaian

3) Basehi dan kipasi permukaan tubuh

4) Berikan cairan oral

5) Ganti linen setiap hari atau lebih

sering jika mengalami hiperhidrosis

(keringat berlebih)

6) Lakukan pendinginan eksternal (mis,

selimut hipotermi atau kompres

dingin pada dahi, leher, dada,

abdomen, aksila)

7) Hindari pemberian antipiretik atau

aspirin

8) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

1) Anjurkan tirah baring

kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian cairan dan

1) Edukasi

Pengukuran

Suhu Tubuh

2) Kompres

Dingin

3) Pemantauan

Cairan

4) Pemberian

Obat

5) Pemberian

Obat Oral

6) Pencegahan

Hipertermi

keganasan

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

35

elektrolit intravena, jika perlu

2. Regulasi temperature

observasi

1) Monitor suhu bayi sampai stabil

(36,5ºC-37,5ºC)

2) Monitor suhu tubuh anak tiap dua

jam, jika perlu

3) Monitor tekanan darah, frekuensi

pernapasan dari nadi

4) Monitor warna dan suhu kulit

5) Monitor dan catat tanda dan gejala

hipotermia dan hipertermia

Terapeutik

1) Pasang alat pemantauan suhu

kontinu, jika perlu

2) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi

yang adekuat

3) Bedong bayi segera setelah lahir

untuk mencegah kehilang panas

4) Masukan bayi BBLR ke dalam

plastik segera setelah lahir (mis,

bahan polyethylene, polyurethane)

5) Gunakan topi bayi untuk mencegah

kehilanan panas pada bayi baru leher

6) Tempatkan bayi baru lahir di bawah

radiant warmer

7) Pertahankan kelembaban incubator

50% atau lebih untuk mengurangi

kehilangan panas karena proses

evaporasi

8) Atur suhu incubator sesuai

kebutuhan

9) Hangatkan terlebih dahulu bahan-

bahan yang akan kontak dengan bayi

(mis, selimut, kain, bedongan,

stetoskop)

10) Hindari meletakan bayi di dekat

jendela terbuka atau di area aliran

pendingin ruangan atau kipas angin

11) Gunakan matras penghangat, selimut

hangat, dn penghangat ruangan

untuk menaikkan suhu tubuh, jika

perlu

12) Gunakan kasur pendingan, water

circuling blankets, ice pack atau gel

pad dan intravascular cooling

catheterization untuk menurunkan

suhu tubuh

13) Sesuaikan suhu lingkungan dengan

kebutuhan pasien

Edukasi

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

36

1) Jelaskan cara pencegahan heal

exhaustion dan seat stroke

2) Jelaskan cara pencegahan hipotermi

karena terpapar udara dingin

3) Demonstrasikan teknik perawatan

metode kanguru (PMK) untuk bayi

BBLR

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian antiseptic, jika

perlu

Tabel 2.3 Intervensi Masalah Keperawatan Gangguan Pertukaran Gas

Diagnose

Keperawatan

Rencana keperawatan

Intervensi Utama Intervensi

Pendukung

Gangguan

pertukuran gas b.d

kongesti paru

Definisi

kelebihan atau

kekurangan

oksigenasi dan/atau

eleminasi

karbondiosida pada

membrane alveolus-

kapiler.

penyebab

1) Ketidakseimbanga

n ventilasi-perfusi

2) Perubahan

membran

alveolus-kapiler

batasan

karakteristik

1. tanda mayor

subjektif

a) Dispnea

objektif

a) POA2

meningkatkan/

menurun

b) PO2 menurun

c) Takikardi

d) pH arteri

meningkatkan/

menurun

e) Bunyi napas

tambahan

2. Tanda minor

subjektif

a) Pusing

b) Penglihatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

di harapkan pasien menunjukkan pola

nafas efktif dengan kriteria hasil:

1) Mendemonstrasikan peningkatan

ventilasi dan oksigenasi yang

adekuat

2) Memelihara kebersihan paru-paru dn

bebas dari tanda-tanda distress

pernafasan

3) Mendemonstrasikan batuk efektif

dan suara nafas yang bersih, tidak

ada sianosis dan dyspneu (mampu

mengeluarkan sputum, mampu

bernafas dengan mudah, tidak ada

pused lips)

4) Tanda-tanda vital dalam rentang

normal

1. Pemantau Respirasi

observasi 1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman

dan upaya napas

2) Monitor pola napas (seperti

bradipnea, tkipna, hiperventilasi,

kussmaul, Cheyme-Stokes, biot,

ataksik)

3) Monitor kemampuan batuk efektif

4) Monitor adanya sumbatan jalan

napas

5) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

6) Auskultasi bunyi napas

7) Monitor saturasi oksigen

8) Monitor nilai AGD

9) Monitor hasil x-ray toraks

Terpeutik

1) Atur interval pemantauan respirasi

sesuai kondisi pasien

1) Dukugan

berhenti

merokok

2) Edukasi

pengkuran

respirasi

3) Fisioterapi dada

4) Insersi jalan

nafas buatan

5) Pemberian obat

6) Pemberian obat

intravena

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

37

kabur

Objektif

a) Sianosis

b) Diaphoresis

c) Gelisah

d) Napas cuping

hidung

e) Pola nafas

abnormal

(cepat/lambat,

regular/regular,

dalam/dangkal)

f) Warna kulit

abnormal (mis,

pucat, kebiruan)

g) Kesadaran

menurun

2) Dokumentasikan hasil pemantauan

Evakuasi

1) Jelaskan tujuan dan prosedur

pemantauan

2) Informasikan hasil pemantauan, jika

perlu

2. Terapi oksigen

1) Monitor kecepatan aliran oksigen

2) Monitor posisi alat terapi oksigen

3) Monitor aliran oksigen secara

periodic dn pastikan fraksi yang

diberikan cukup

4) Monitor efektifitas terapi oksigen

(mis, oksimetri, analisa gas darah),

jika perlu

5) Monitor kemampuan melepaskan

oksigen saat makan

6) Monitor tanda-tanda hipoventilasi

7) Monitor tanda dan gejala toksikasi

oksigen dan atelektasis

8) Monitor tingkat kecemasan akibat

terapi oksigen

9) Monitor integrias mukosa hidung

akibat pemasangan oksigen

terapeutik 1) Bersihkan sekret pada mulut, hidung

dan trakea, jika perlu

2) Pertahankan kepatenan jalan nafas

3) Siapkan dan atur peralatan

pemberian oksigen

4) Berikan oksigen tumbuhan, jike

perlu

5) Tetap berikan oksigen saat pasien di

transportasi

6) Gunakan perangkat oksigen yang

sesuai dengan tingkat mobilitas

pasien

Evakuasi

1) Ajarkan pasien dan keluarga cara

menggunakan oksigen di rumah

kolaborasi

1) Kolaborasi penentuan dosis oksigen

2) Kolaborasi penggunaan oksigen saat

aktivitas dan/atau tidur

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

38

Tabel 2.4 intervensi masalah keperawatan resiko infeksi

Diagnosa

Keperawatan

Rencana Keperawatan

Intervensi utama Intervensi

pendukung

Resiko infeksi b.d

organisme purulen

defenisi: mengalami

peningkatan resiko

terserang organisme

patogenik

faktor resiko:

1. penykit

kronis(mis.

Diabetes mellitus)

2. efek prosedur

invasif

3. malnutrisi

4. peningkatan

paparan organism

patogen,

lingkungan

5. ketidakadekuat

pertahanan tubuh

primer

a) Gangguan

peristalik

b) Kerusakan

integritas

kulit

c) Perubahan

sekresi ph

d) Penurunan

kerja siliaris

e) Ketuban

pecah lama

f) Ketuban

pecah

sebelum

waktunya

g) Merokok

h) Statis cairan

tubuh

6. ketidakadekuat

pertahanan tubuh

sekunder:

a) penurunan

hemoglobin

b) imununosupre

si

c) leukoponia

d) supresi respon

inflamasi

e) vaksinasi

tidak adekuat

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

di harapkan pasien menunjukkan pola

nafas efektif dengan kriteria hasil:

1) klien bebas dari tanda dan gejala

infeksi

2) mendeskripsikan proses penularan

penyakit faktor yang mempengaruhi

penularan serta penatalaksanaannya

3) menunjukkan kemampuan untuk

mencegah timbulnya infeksi

4) jumlah leukosit dalam batas normal

5) menunjukkan perilaku hidup sehat

1. manajemen imunisasi/vaksinasi

Observasi

1) Identifikasi riwayat kesehatan dan

riwayat alergi

2) Identifikasi kontraindikaasi

pemberian imunisasi ( mis, reaksi

anafilaksis terhadap vaksin

sebelumnya dan atau sakit parah

dengan atau tanpa demam)

3) Identifikasi status imunisasi setiap

kunjungan ke pelayanan kesehatan

Terapeutik

1) Berikan suntikan pada bayi di bagian

paha anterolateral

2) Dokumentasikan informasi vaksinasi

(mis, nama produsen, tanggal

kedaluwarsa)

3) Jadwalkan imunisasi pada interval

waktu yang tepat

Edukasi

1) Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang

terjadi, jadwal, dan efek samping

2) Informasikan imunisasi yang

wajibkan pemerintah ( mis. Hepatitis

B, BCG, difteri, tetanus, pertutis, H.

influenza, polio, campak, measles,

rubela)

3) Informasikan imunisasi yang

melindungi terhadap penyakit namun

saat ini tidak di wajibkan pemerintah

( mis, influenza, pneumokokus)

4) Informasikan vaksinasi untuk

kejadian khusus (mis.rabies, tetanus)

5) Informasikan penundaan pemberian

imunisasi tiak berarti mengulang

jadwal imunisasi kembali

6) Informasikan penyedia layanan

1) manajemen

lingkungan

2) latihan batuk

efektif

3) manajemen

lingkungan

4) pemantauan

elektrolit

5) pemberian obat

intraven

6) pencegahan

luka tekan

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

39

kondisi klinis

terkait

1. AIDS

2. Penyakit paru

obstruktif

3. Gangguan fungsi

hati

pecan imunisasi Nasional yang

menyediakan vaksin gratis

2. Pencegahan infeksi

Observasi

1) Monitor tanda dan gejala infeksi

lokal dan sistemik

Terapeutik

1) Batasi jumlah pengunjung

2) Berikan perawatan kulit pada area

edema

3) Cuci tangan sebelum dan sesudah

kontak dengan pasien dan

lingkungan pasien

4) Pertahankan tehnik aseptic pada

pasien beresiko tinggi

Edukasi

1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi

2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan

benar

3) Ajarkan etika batuk

4) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka

atau oprasi

5) Anjurkan meningkatkan asupan

nutrisi

6) Anjurkan meningkatkan asupan

cairan

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian imunisasi, jika

perlu

Tabel 2.5 intervensi masalah keperawatan pola nafas tidak efektif

Diagnosa

Keperawatan

Rencana Keperawatan

Intervensi Utama Intervensi

Pendukung

Pola nafas tidak

efektif b.d hambatan

upaya nafas

definisi: inspirasi

dan/atau ekspirasi

yang tidak adekuat

memberikan ventilasi

adekuat penyebab:

1) Depresi pusat

pernafasan

2) Hambatan upaya

nafas

3) Deformitas

dinding dada

4) Deformitas tulang

dada

5) Gangguan

neurimuskular

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

di harapkan pasien menunjukkan pola

nafas efektif dengan kriteria hasil:

1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan

suara nafas yang bersih,tidak ada

sianosis dan dyspneu (mampu

meneluarkan sputum, mampu

bernapas dengan mudah, tidak ada

pused lips)

2) Menunjukkan jalan nafas yang paten

(klien tidak merasa tercekik, irama

nafas, frekuensi pernafasan dalam

rentang normal, tidak ada suara nafas

abnormal)

3) Tanda-tanda vital dalam rentang

normal (tekanan darah, nadi,

pernafasan)

1. Manajemen jalan nafas

Observasi

1) Manajemen

jalan nafas

buatan

2) Edukasi

pengukuran

respirasi

3) Pengaturan

posisi

4) Pencegahan

aspirasi

5) Dukungan

ventilasi

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

40

6) Gangguan

neurologis

7) Imaturitas

8) Penurunan energi

9) Obesitas

10) Posisi tubuh

yang menghambat

ekspansi paru

batasan

karakteristik

1. Tanda mayor

subjektif

a) Dispnea

Objektif

a) Penggunaan

otot bantu

pernafasan

b) Fase ekspirasi

memanjang

c) Pola nafas

abnormal

2. Gejala dan tanda

minor

subjektif

a) Pernfasan

pursed-lip

b) Pernapasan

cuping hidung

c) Diameter

thoraks

anterior-

posterior

meningkat

d) Ventilasi

semenit

menurun

e) Kpasitas vital

menurun

f) Tekanan

ekspirasi

menurun

g) Tekanan

inspirasi

menurun

h) Ekskursi dada

berubah

1) Monitor pola nafas ( frekuensi,

kedalaman, usaha napas)

2) Monitor bunyi napas tambahan( mis,

gurgling, mengi, wheeing, ronki

kering)

3) Monitor sputum (jumlah, warna,

aroma)

terapeutik

1) Pertahankan kepatenan jalan napas

dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-

thrust jika curiga trauma servikal)

2) Posisikan semi-fowler atau fowler

3) Berikn minum hangat

4) Lakukn fisioterapi dada, jika perlu

5) Lakukan penghisapan lender kurang

dari 15 detik

6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum

penghisapan endotrakeal

7) Keluarkan sumbatan benda padat

dengan forsep McGill

8) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

1) Anjurkan asupan cairan 2000

ml/hari, jika tidak kontraindikasi

2) Ajarkan teknik batuk efektif

kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian bronkodilator,

ekspektoran, mukolitik, jika perlu

2. pemantauan respirasi 1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman

dan upaya napas

2) Monitor pola napas(seperti bradipnea,

takipnea, hiperventilasi, kussmaul,

Cheyne-Syroke, bot, ataksik)

3) Monitor kemampuan batuk efektif

4) Monitor adanya produksi sputum

5) Monitor adanya sumbatan jalan nafas

6) Palpasi kesimetrisan ekspensi paru

7) Auskulatasi bunyi napas

8) Monitor saturasi oksigen

9) Monitor nilai AGD

10) Monitor hasil x-ray torakas

terapeutik

1) Alur interval pemantaun respirasi

sesuai kondisi pasien

2) Dokumentasi hasil pemantauan\

Edukasi

1) Jelaskan tujuan dan prosedur

pemantauan

2) Informatika hasil pemantauan, jika

perlu

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

41

Tabel 2.6 Intervensi Masalah Keperawatan Gangguan Pola Tidur

Diagnosa

Keperawatan

Rencana Keperawatan

Intervensi Utama Intervensi

Pendukung

gangguan pola tidur

b.d hambatan

lingkungan

definisi:

gangguan kualitas

dan kuantitas waktu

tidur akibat faktor

eksternal

penyebab:

1) Hambatan

lingkungan

(mis.kelembapan

lingkungan

sekitar, suhu

lingkungan,pecah

ayaan,

kebisingan, bau

tidak sedap,

jadwal

pemantauan/pem

eriksaan/tinakan)

2) Kurang kontrol

tidur

3) Kurang privasi

4) Restraint fisik

5) Ketiadaan teman

tidur

6) Tidak familiar

dengan peralatan

tidur

batasan

karakteristik

1. Tanda mayor

subjektif

a) Mengeluh

sulit tidur

b) Mengelu

sering terjaga

c) Mengeluh

tidak puas

tidur

d) Mengeluh

pola tidur

berubah

e) Mengeluh

istirahat tidak

cukup

Objektif

setelah dilakukan tindakan keperawatan

di harapkan pasien menunjukkan pola

nafas efektif dengan kriteria hasil:

1) Jumlah jam tidur dalam batas normal

6-8 jam/hari

2) Pola tidur, kualitas dalam batas

normal

3) Perasaan segar sesudah tidur atau

istirahat

4) Mampu mengidentifikasi hal-hal yang

meningkatkan tidur

1. Dukungan tidur

Observasi

1) Identifikasi pola aktivitas dan tidur

2) Identifikasi faktor penggangu tidur

(fisik dan/atau psikologis)

3) Iidentifikasi makanan dan minuman

yang mengganggu tidur(mis,

kopi,the, alcohol, makan mendekati

waktu tidur, minum banyak air

sebelum tidur)

4) Identifikasi obat tidur yang di

konsumsi

Terapeutik

1) Modifikasi lingkungan (mis,

pencahayaan, kebisingan, suhu,

matras, dan tempat tidur)

2) Batasi waktu tidur siang, jika perlu

3) Fasilitasi menghilangkan stress

sebelum tidur

4) Tetapkan jadwal tidur rutin

5) Lakukan prosedur untuk

meningkatkan kenyamanan( mis,

pijat, pengaturan posisis, terapi

akupresur)

6) Sesuaikan jadwal pemberian obat

dan/atau tindakan untuk menunjang

siklus tidur-terjaga

Edukasi

1) Jelaskan pentingnya tidur cukup

selama sakit

2) Anjurkan menepati kebiasaan waktu

tidur

3) Anjurkan menghindari

makanan/minuman yang menggangu

tidur

4) Anjurkan penggunaan obat tidur yang

tidak mengandung supresor terhadap

tidur REM

1) Manajemen

lingkungan

2) Pemberian obat

oral

3) Terapi

pemijatan

4) Trapi relaksasi

5) Teknik

menenangkan

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

42

5) Ajarkan faktor-faktor yang

berkontribusi terhaap gangguan pola

tidur (mis, psikologis, gaya hidup

serin berubah shift bekerja)

6) Ajarkan relaksasi otot autogenic atau

cara nonfarmakologi lainnya

2. Edukasi aktivitas/istirahat

Observasi

1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan

menerima informasi

Terapeutik

1) Sediakan materi dan media

pengaturan aktivitas dan istiraha

2) Jadwalkan pemberian pendidikan

kesehatan sesuai kesepakatan

3) Berikasn kesempatan kepada pasien

dan keluarg untuk bertanya

Edukasi

1) Jelaskan pentingnya melakukan

aktivitas fisik/ olahraga secara rutin

2) Anjurkan terlibat dalam aktivitas

kelompok, aktivitas bermain atau

aktivitas lainnya

3) Anjurkan menyusun jadwal aktivitas

dan istirahat

4) Ajarkan cara mengidentifikasi

kebutuhan istirahat (mis, kelelahan,

sesak nafas saat aktivitas)

5) Ajarkan cara mengidentifikasi target

dan jenis aktivitas sesuai kmampuan

Tabel 2.7 Intervensi Masalah Keperawatan Resiko Defisit Nutrisi

Diagnosa

Keperawatan

Rencana Keperawatan

Intervensi Utama Intervensi

Pendukung

resiko defisit nutrisi

b.d ketidakmampuan

menelan makanan

Definisi:

beresiko mengalami

asupan nutrisi tidak

cukup untuk

memenuhi kebutuhan

metabolisme

setelah dilakukan tindakan keperawatan

di harapkan pasien menunjukkan pola

nafas efektif dengan kriteria hasil:

1) Adanya peningkatan berat badan

sesuai dengan tujuan

2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi

badan

3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan

nutrisi

4) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

5) Menunjukkan peningkatan fungsi

pengecapan dari menelan

6) Tidak terjadi penurunan berat badan

yang berarti

1. Manajemen gangguan makanan

Observasi

1) Monitor asupan dan keluarnya

makanan dan cairan serta kebutuhan

1) Edukasi berat

badan efektif

2) Edukasi diet

3) Edukasi nutrisi

4) Pemantauan

cairan

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

43

kalori

Terapeutik

1) Timbang berat badan secara rutin

2) Diskusikan prilaku mkan dan jumlah

aktivitas fisik (termasuk olahraga)

yang sesuai

3) Lakukan kontrak perilaku ( mis, target

berat badan, tanggung jawab perilaku)

Edukasi

1) Anjurkan membuat catatan harian

tentang perasaan dan situasi pemicu

pengeluaran makanan (,is,

pengeluaran yang di sengaja, muntah,

aktivitas berlebih)

2) Ajarkan pengaturan diet yang tepat

3) Ajarkan keterampilan koping untuk

penyelesaian masalah perilaku makan

kolaborasi

1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang

target berat badan, kebutuhan kalori

dan pilihan makanan

2. Manajemen nutrisi

Observasi

1) Identifikasi status nutrisi

2) Identifikasi alergi dan intoleransi

makanan

3) Identifikasi makanan yang di sukai

4) Identifikasi kebutuhan kalori dan

jenis nutrien

5) Identifikasi perlunya penggunaan

selang nasogastrik

6) Monitor asupan makanan

7) Monitor berat badan

8) Monitor hasil pemeriksaan

laboratorium

Terapeutik

1) Lakukan oral hygiene sebelum

makan, jika perlu

2) Fasilitasi menentukan pedoman diet(

mis. Piramida makanan)

3) Sajikan makanan secara menarik dan

suhu yang sesuai

4) Berikan makanantinggi serat untuk

mencegah konstipasi

5) Berikan makanan tinggi kalori dan

tinggi protein

6) Berikan suplemen makanan, jika

perlu

7) Hentikan pemberian makan melalui

selang nasogatrik jika asupan oral

dapat di toleransi

Edukasi

1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu

2) Ajarkan diet yang di programkan

Kolaborasi

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

44

1) Kolaborasi pemberian medikasi

sebelum makan(mis, pereda nyeri,

antiemetik), jika perlu

2) Kolborasi dengan ahli gizi untuk

menentukan jumlah kalori dan jenis

nutrient yang di butuhkan, jika perlu.

4. Implementasi

Menurut Nursalam (2009), Implementasi adalah pelaksanaan dari

rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap

implementasi di mulai setelah rencana intervensi di susun dan di tunjukan

pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang di

harapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik di laksanakan

untuk memodifikasi faktor-faktor yang memengaruhi masalah kesehatan

klien.

5. Evaluasi

Menurut Nursalam (2009), Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk

malengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari

diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap

evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi

selama tahap pengkajian, analisis, perencanaan, dan implementasi

intervensi.

C. Tinjauan Askep Penyakit

1. Defenisi tuberkulosis

Menurut Santu Manurang (2009), Tuberkulosis (TBC) merupakan

penyakit yang sudah di kenal sejak dahulu kala dan telah melibatkan

manusia sejak zaman purbakala, seperti terlihat pada peningkatan sejarah.

TB paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru

yang secara khas di tandai oleh pembentukan granuloma dan

menimbulkan nekrosi jaringan. Penykit ini bersifat menahun dan dapat

menular dan penderita kepada orang lain.

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

45

Menurut Alvin kosasih (2008) Tuberkulosis Ekspektorasi darah dapat

terjadi akibat infeksi tuberkulosis yang masih aktif ataupun akibat kelainan

yang ditimbulkan akibat penyakit TB yang telah sembuh. Susunan

parenkim paru dan pembuluh darahnya dirusuk oleh penyakit ini sehingga

terjadi bronkiektasi dengan hipervaskularisasi, pelebaran pembuluh darah

bronchial, anastomosis pembuluh darah bronchial pulmoner.

Penyakit TB juga dapat mengakibtkan timbulnya kaviti dan terjadi

pneumoni TB akut dapat menyebabkan ulserasi bronkus disertai nekrosis

pembuluh darah di sekitarnya dan alveoli bagian distal. Pecahnya

pembuluh darah tersebut mengakibatkan ekspektorasi darah dalam dahak,

ataupun batuk darah massif.

2. Etiologi

Menurut Santu Manurang (2009), TB paru disebabkan oleh

“Mycobacterium Tuberkulosis” sejenis kuman berbentuk batang dengan

ukuran panjang 1-4/ um, dan tebal 0,3-0,6/ um. Kuman terdiri dari asam

lemak, sehingga kuman lebih tahan asam dan tahan terhadap gangguan

kimia dan fisis.

Menurut Danusantoso (2000), sebagai mana telah diketahui, TB paru

disebabkan oleh hasil TB (mycobacterium tuberculosis humoris).

Selanjutnya hanya akan di kemukakan beberapa hal yang prinsip saja.

Untuk detail-detailnya pembaca dirujuk ke buku-buku bakteriologi.

a. M. tuberculosis termasuk famile mycobacteriaceae yang mempunyai

berbagai genus, satu di antaranya adalah mycobacterium, yang salah

satu speciesnya adalah M.tuberculosis.

b. M. tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type

humanis (kemungkinan infeksi type bovinus saat ini dapat di abaikan,

setelah higine peternakan makin di tingkatkan).

c. Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, sifat ini

di manfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnainya secara khusus.

Oleh karena itu, kuman ini disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

46

d. Karena sebetulnya mycobacterium pada umumnya tahan asam, secara

teoritis BTA belum tentu identik dengan basil TB. Tetapi karena dalam

keadaan normal penyakit paru yang di sebabkan oleh mycobacterium

lain ( y.i. M .antipik) jarang sekali di temukan, dalam praktek BTA

dianggap identik dengan basil TB. (di Negara dengan prevalensi. IDS/

infeksi HIV yng tinggi, penyakit paru yang disebabkan M.antipik

(mycobacteriosis) mkin sering ditemukan, sehingga dalam kondisi

seperti ini, perlu di waspadai bahwa BTA belum tentu harus identik

dengan basil TB. Malahan mungkin saja BTA yang di temukan adalah

mycobacterium antipik yang menjadi penyebab mycobacteriosis.

e. Kalau untuk bakteri-bakteri lain hanya di perlukan beberapa menit

sampai 20 menit untuk mitosis, basil TB memerlukan waktu 12 sampai

24 jam. Hal ini memungkinkan pemberian obat secara intermiten (2-3

hari sekali).

f. Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam

beberapa menit saja akan mati ternyata kerentanan ini terutama

terhadap gelombang cahaya ultraviolet. Basil TB juga rentan terhadap

panas-basah, sehingga dalam 2 menit saja basil TB yang berada dalam

lingkungan basah sudah akan mati bila terkena air bersuhu 100ºC .

basil TB juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alkohal

70%. Atau lisol 5%.

3. Manifestasi Klinis

Pada stadium awal penyakit TB paru tidak menunjukan tanda dan

gejala yangspesifik. Namun seiring dengan perjalanan penyakit akan

menambah jaringan parunya mengalami kerusakan, sehingga dapat

meningkatkan produksi sputum yang ditunjukkan dengan seringnya klien

batuk sebagai bentuk kompensasi pengeluaran dahak.

Selain itu, klien dapat merasa letih, lemah, berkeringat pada malam

hari dan mengalami penurunan berat badan yang berarti. Secara rinci tanda

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

47

dan gejala TB paru ini dapat di bagi atas 2 (dua) golongan yaitu gejala

sistematik dan gejala respiratorik.

a. Gejala sistemik

1) Demam

Demam merupakan gejala pertama dari tuberkulosis paru, biasanya

timbul pada sore dan malam hari di sertai dengan keringat mirip

demam influenza yang segera mereda. Tergantung dari daya tahan

tubuh dan virulensi kuman, serangan demam yang berikut dapat

terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan. Demam seperti influenza

ini hilang timbul dan semakin lama makin panjang masa

serangannya, sedangkan masa bebas serangan akan makin pendek.

Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40º-41ºC.

2) Malaise

Karena tuberculosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi

rasa tidk enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan

makin kurus, sakit kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-

kadang dapat terjadi gangguan siklus haid.

b. Gejala respiratorik

1) Batuk

Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan

bronkhus. Batuk mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkhus,

selanjutnya akibat adanya peradangan pada ronkhus, batuk akan

menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang

produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid

atau purulen.

2) Batuk Darah

Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah berat dan

ringannya batuk darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya

pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat

pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga dapat terjadi karena

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

48

ulserasi pada mukosa bronkhus. Batuk darah inilah yang paling

sering membawa penderita berobat ke dokter.

3) Sesak Nafas

Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan

paru yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah di

temukan.

4) Nyeri Dada

Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di

pleura terkena, gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik.

4. Paofisiologi

Kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh melalui udara pernafasan.

Bakteri yang terhirup akan di pindahkan melalui jalan nafas ke alveoli,

tempat dimana mereka berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri.

Selaian itu bakteri juga dapat di pindahkan melalui sistem limfe dan cairan

darah ke bagian tubuh yang lainnya.

Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.

Fagosit menekan banyak bakteri, limposit spesifik tuberkulosis

menghancurkan bakteri dan jaringan normal.

Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudut alveoli yang

dapat menyebabkan bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2

sampai 10 minggu setelah pemajaman.

Masa jaringan baru yang di sebut granuloma merupakan gumpalan

basil yang masih hidup dan sudah mati di kelilingi oleh makrofag dan

membentuk dinding protektif granuloma diubah menjadi jaringan fibrosa

bagian setral dari fibrosa ini di sebut “TUBERKEL” Bakteri dan makrofag

menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju.

Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami

penyakit taktif karena penyakit tidak adekuatnya sistem imun tubuh.

Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri.

Tuberkel memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronchi.

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

49

Tuberkel yang pecah menyembuh dan membentuk jaringan perut paru

yang terinfeksi menjadi lebih membengkak dan mengakibatkan terjadinya

bronchopneumonia lebih lanjut (Santa Manurang, 2009).

5. Pathway

Invasi bakteri tuberkulosis via inhalasi

Sembuh Penyebaran bakteri

secara bronkogen,

limfogen, dan

hematogen Infeksi primer

Sembuh dengan fokus ghon

Bakteri dorman

Infeksi pasca -

primer (reaktivitas)

Bakteri muncul beberapa tahun kemudian

Sembuh dengan

fibrotik

Reaksi infeksi/inflamasi,membentuk kavitas dan

merusak prenkim paru

Edema trakeal/faringeal

Peningkatan produksi

sekret

Pechnya pembuluh darah

jalan nafas

Btuk produktif

Batuk darah

Sesak nafas

Penurunan kemampuan

batuk efektif

Ketidakefektifan

bersihan jalan nafas

Risiko tinggi sufokasi

Penurunan jaringan efektif paru,

atelektasis, kerusakan membrane

alveolar-kapiler merusak pleur,

dan perubahan cairan intrapleura .

Komplikasi TB paru

Efusi pleura

Pneumothoraks

Sesak nafas, penggunaan

otot bantu nafas, dan pola

napas tidak efektif

Pola nafas tidak efektif

Gangguan pertukaran

gas

Reaksi

sistemis:Anoreksia,

mual, demam,

penurunan berat badan,

dan kelemahan.

Intake nutrisi tidak adekuat

Tubuh makin kurus

Ketergantungan aktivitas sehari-hari

Kurangnya pemenuhan istirahat dan

tidur

Kecemasan

Kurangnya informasi

Perubahan pemenuhan nutrisi kurang

dri kebutuhan

Gangguan pemenuhan ADL (Activity

Daily Living)

Gangguan pemenuhan istirahat dan

tidur

Kecemasan

Ketidaktahuan/pemenuhan informasi

Gambar 2.1 Pathway

Sumber : Arif mutaqqin, 2012

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

50

6. Test Diagnoistik

Untuk menegakkan diagnosa TB paru, maka test diagnoistik yang

sering di lakukan pada klien adalah:

a. Pemeriksan Radiologis foto rontgen toraks

Tuberkulosis dapat memberikan gambaran yang bermacam-macam

pada foto rontgen toraks, akan tetapi terdapat beberapa gambaran yang

karakteristik untuk tuberkulosis paru yaitu:

1) Apabila lesi terdapat terutama dilapangan di atas paru

2) Bayangan berwarna atau bercak

3) Terdapat kavitas tunggal atau multipel

4) Terdapat klasifikasi

5) Apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas

paru

6) Bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto

ulang beberapa minggu kemudian.

Lesi pada orang dewasa mempunyai predileksi di segmen apical

dan posterior lobus atas serta segmen apical lobus bawah. Umumnya

lesi tuberkulosis bersifat multiform, yaitu terdapat membrane beberapa

stadia pada saat yang sama misalnya terdapat infiltrate, fibrosis dan

klasifikasi bersamaan.

Gambaran yang tampak pada foto toraks tergantung dari stadium

penyakit. Pada lesi baru di paru yang berupa sarang pneumonia

terdapat gambaran bercak seperti awan dengan batasyang tidak jelas.

Kemudian pada fase berikutnya bayangan akan lebih padat dan batas

lebih jelas. Apabila lesi diliputi oleh jaringan ikat maka akan terlihat

bayangan bulat berbatas tegas di sebut tuberkuloma. Apabila lesi

tuberkulosis meletus maka akan terjadi perkijun, yang apabila

dibatukkan akan menimbulkan kavitas. Kavitas ini akan bermacam-

macam bentuknny “multiloculatied” , dinding tebal dan skelorotik.

Bisa juga ditemukan atelektasis pada satu lobus bahkan pada satu paru,

kadang-kadang kerusakan yang luas ditemukan pada kedua paru.

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

51

Gambaran fibrosis tampak seperti garis-garis yang padat, sedangkan

klasifikasi terlihat sebagai bercak dengan densitas tinggi. Sering juga

di temui penebalan yang tersebar merata dikedua paru. Gambaran efusi

pleura dan pneumotoraks juga sering menyertai tuberkulosis paru. Foto

toraks PA dan lateral biasanya sudah cukup memberikan gambaran.

Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan radiologic khususnya seperti

foto top lordotik, tomogram dan bronkografi. Penting sekali

melakukan evaluasi foto dn membandingkan hasilnya, untuk

mengetahui apakah ada kemajuan, perburukan atau terdapat kelainan

yang menetap.

b. Pemeriksaan Laboratorium

1) Darah

Pada TB paru aktif biasanya di temukan peningkatan leukosit dan

laju endap darah (LED)

2) Sputum BTA

Pemeriksaan bakteriologik dilakukan untuk menemukan kuman

tuberkulosis. Diagnosa pasti di tegakkan bila ada biakan ditemukan

kuman tuberkulosis. Pemeriksaan penting untuk diagnosa definitive

dan menilai kemajuan klien. Dilakukan tiga kali berturut-turut dan

biakan/kultur BTA selama 4-8 minggu.

c. Test Tuberkulosis (Mantoux Test)

Pemeriksaan ini banyak digunakan untuk menegakkan diagnosa

terutama pada anak-anak. Biasanya diberikan suntikan PPD (Protein

Perifed Derivation) secara intracutan 0,1 cc. lokasi penyuntikan

umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah sebelah kiri bagian depan.

Penilaian test tuberkulosis di lakukan setelah 48-72 jam penuntikn

dengan mengukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi

pada lokasi suntikan. Indurasi berupa kemerahan dengan hasil sebagai

berikut:

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

52

1) Indurasi 0-5 mm: negatif

2) Indurasi 6-9 mm: meragukan

3) Indurasi > 10 mm: positif

d. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin timbul pada klien TB paru dapat berupa:

1) Malnutrisi

2) Empiema

3) Efusi Pleura

4) Hepatitis, ketulin dan gangguan gastrointestinal (sebagai efek

samping obat-obatan).

e. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan TBC di Indonesia sesuai program nasional menggunakan

panduan OAT yang diberikan dalam bentuk kombipak, sebagai

berikut:

1) Kategori I: 2 RHZE / 4H3R3

Diberikan untuk:

a) Penderita baru TB paru dengan BTA (+)

b) Penderita baru TB paru, BTA (-), RO (+), dengan kerusakan

parenkim paru yang luas.

c) Penderita paru TB paru dengan kerusakan yang berat pada TB

ekstra pulmons

2) Kategori II: 2 RHES/HRZE/5 R3H3E3.

Diberikan untuk:

Penderita TB paru BTA (+) dengan riwayat pengobatan sebelumnya

kambuh, kegagalan pengobatan atau pengobatan tidak selesai.

3) Kategori III: 2 RHZ/4 R3H3

Diberikan untuk:

a) Penderita baru BTA (-) dan Ro (+) sakit ringan.

b) Penderita ekstra paru ringan, yaitu TB kelenjar limfe, pleuritis

eksudatif unilateral, TB kulit, TB tulang pembedahan paru pada

klien biasanya dilakukan apabila jkien mengalami resisutasi

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/206/3/BAB II.pdf1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita

53

terhadap berbgai racun OAT. Pembedahan dilakukan dengan

mengangkut bagian paru yang tertutup kavietas (Santu

manurang, 2009).

f. Obat-obat anti tuberkulosis

1) Isoniazid (INH/H)

Dosis: 5 mg/kg BB, per oral

Efek samping: peripherl neuritis, hepatim, dan hipersensitivitas.

2) Ethambutol hydrochloride (EMB/E)

Dengan dosis sebagai berikut

a) Dewasa 15 mg/KgBB/hari selama 60 hari, kemudian di

turunkan sampai 15 mg/KgBB/hari

b) Anak (6-12 tahun): 10-15 mg/KgBB/hari

Efek samping optic neuritis (efek terburuk adalah kebutuhan)

dan skin rash

c) Rifamdin/rifampisin (RFP/R)

Dosis 10 mg/KgBB/hari per oral

Efek samping, hepatitis, reaksi demam, purpura nausea, dan

vomiting.

d) Pyrazinamide (PZA/Z)

Dosis 15-30 mg/KgBB per oral

Efek samping, hiperurisemia, hepatotoxicity, skin rash, artralgia,

distress gastrointestinal (Irman Somantri, 2009) .