bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan teori tentang ...repository.poltekkes-kdi.ac.id/1247/3/bab ii ni...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Tentang Gastritis
1. Definisi gastritis
Gastritis adalah peradagan atau inflamasi pada mukosa lambung
dengan faktor pencetus iritasi dan infeksi .gastritis sangat mengganggu
kegiatan sehari-hari bagi penderita di kalangan semua usia (Saydam,
2011).
Gastritis atau maag atau sakit uluh hati merupakan inflamasi didinding
lambung.gangguan gastritis paling sering dijumpai pada peraktek sehari-
hari karna diagnosanya didapatkan berdasarkan gejala klinis, penyakit ini
banyak ditemukan timbul secara tiba-tiba yang menimbulkan gejala rasa
mual dan muntah, nyeri, pendarahan, rasa lemas, dan nafsu makan
menurun (J Majority, 2015).
Gastritis merupakan peradangan yang terjadi pada mukosa lambung
yang sifatnya akut, kronik difus, dan lokal dengan karakteristik anoreksia,
rasa penuh, tidak enak pada epigastrium, nausea, dan vomitting
(suratum,2010).
Gastrium Akut merupakan peradangan pada permukaan mukosa
lambung yang akut dengan terjadinya pengikisan pada permukaan
lambung yang terjadi pada rentan waktu < 6 bulan .gastritis kronik
7
merupakan peradangan pada permukaan mukosa lambung yang bersifat
menahun atau > 6 bulan (Arif Muttaqin, 2011).
Gastritis adalah peradagan yang terjadi pada mukosa lambung.
Peradangan ini mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung hingga
terjadi pelepasan epitel mukosa superficial yang menjadi faktor pencetus
terjadinya gangguan saluran pencernaan dengan adanya pelepasan epitel
maka terjadi rangsangan yang menyebabkan terjadinya proses inflamasi
pada lambung (sukarmin, 2013).
Gastritis Merupakan peradangan lokal atau menyebar pada daerah
mukosa lambung yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa
lambung dipenuhi dengan bakteri atau bahan yang mengiritasi lambung.
Gastritis merupakan peradangan pada mukosa lambung yang bersifat akut,
kronik, dan lokal yang disebabkan oleh makanan, bakteri, stress, zat kimia,
dan obat-obatan (Nian Afrian Nuari, 2015).
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah
suatu peradagan yang terjadi pada mukosa lambung yang bersifat akut,
kronik, difus dan lokal yang diakibatkan oleh makanan, infeksi bakteri,
stress, zat kimia, obat-obatan yang dikonsumsi, dan bahan iritan lainnya
yang menyebabkan peradangan pada mukosa lambung atau perlukaan
yang menyebabkan erosi pada lapisan lambung dengan manifestasi klinik
anoreksia, rasah penuh, tidak enak pada epigastrium, nausea, dan
vomiting.
8
2. Jenis Gastritis
a. Gastritis akut, merupakan peradagan pada mukosa lambung yang
menimbulkan erosi dan pendaragan mukosa lambung yang terpapar zat
iritan, dan erosi tidak mengenai lapisan otot lambung
b. Gastritis kronik, adalah gastritis yang terkait dengan atropi mukosa
gastrik sehinggaproduksi HCI menurun dan menimbulkan achlorhydria
dan ulserasi peptic. Gastritis kronik memiliki dua tipe yang dapat
menandakan bahwa pasien sudah masuk dalam kategori gastritis
kronik yaitu :
1) Tipe A, merupakan gastritis autoimun., dimana adanya antibody
terhadap sel pariental menimbulkan reaksi peradangan yang pada
akhirnya dapat menimbulkan atropi mukosa lambung. Ada terdapat
95% pasien dengan anemia pernisiosa dan 60% pasien dengan
gastritis atropi kronik memiliki antibody terhadap sal pariental. Biasa
kondisi ini merupakan terjadinya Ca lambung pada fundus atau
korpus.
2) Tipe B, merupakan gastritis yang diakibatkan oleh infeksi helicobacter
pylori. Terdapat inflamasi yang difuse pada lapisan mukosa sampai
muskularis, sehingga sering menyebabkan pendarahan dan erosi yang
sering mengenai antrum (Price, 2009)
3. Manifestasi klinik gastritis
Manifestasi klinik gastritis bermacam-macam mulai dari keluhan
ringan sampai adanya pendarahan saluran cerna bagian atas ada beberapa
9
pasien tidak menimbulkan gejala yang khas, manifestasi gastritis akut dan
kronik hampir sama yaitu :
a. Anoreksia
b. Rasa penuh
c. Nyeri pada epigastrium
d. Nausea dan vomiting
e. Sendawa
f. Hematemesis
4. Etiologi gastritis
a. Infeksi oleh bakteri helicobacter pilori, eschericia coli, salmonella.
b. Makanan dan minuman yang bersifat iritan, makanan berbumbu dan
minuman yang mengandung kafein merupakan agen-agen iritasi
mukosa lambung.
c. Konsumsi obat-obatan kimia (asetaminofen, aspirin, steroid
kortikosteroid, asetaminofen, dan kortikoteroid) yang dapat
mengakibatkan iritasi pada mukosa lambung.
d. Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosit(cuka dan lada) menjadi
penyebab kerusakan mukosa gaster,menimbulkan edema, dan
pendarahan.
e. Konsumsi alkohol, yang dapat menyebabkan kerusakan mukosa
lambung
10
f. Stress fisik yang disebabkan oleh trauma, luka bakar, sepsis,
pembedahan, gagal nafas, gagal jantung, kerusakan susunan saraf
pusat, dan refluks usus lambung.
g. Infeksi virus sitomegalovirus
h. Infeksi jamur : candidiasis, histoplasmosis, dan phycomycosis
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Darah lengkap, untuk mengetahui anemia.
b. Pemeriksaan serum vitamin B12, untuk mengetahui adanya defisiensi B12.
c. Analisa feses, untuk mengetahui adanya darah dalam feses.
d. Analisa gaster, untuk mengetahui kandungan HCI lambung, Achlorhidria
menggambarkan adanya gastritis atropi.
e. Test antibody serum, untuk mengetahui adanya antibody parietal dan
faktor instriksi lambung terhadap helicobacter pylori.
f. Endoscopy, biopsy dan pemeriksaan urin biasanya dilakukan bila ada
kecurigaan terhadap perkembangan ulkus peptikum.
g. Sitologi, untuk mengetahui adanya keganasan sel lambung (Price,2009).
6. Komplikasi gastritis
a. Gastritis akut
Komplikasi akibat gastritis akut bisa saja terjadi jika kondisi ini
tidak cepat ditagani maka akan menyebabkan hematemesis melena.
Oleh sebab itu dibutuhkan penaganan segera untuk mencegah
tejadinya komplikasi
11
b. Gastritis kronik
Komplikasi pada gastritis kronik yaitu, pendarahan saluran cerna
bagian atas, perforasi, dan anemia pernisiosa (Price,2009).
7. Patofisiologi
Helicobacter Pylori Zat-zat Korosif Stress
Infeksi mukosa
lambung
Gangguan difus
barier mukosa
Stimulasi nervus vagus
Reflex enterik dinding
lambung
Hormon gastrin
Stimulasi sel pariental
Peningkatan asam
lambung
Iritasi mukosa
lambung
Peradangan
mukosa lambung Nyeri
Kompres hangat
Mengaktifkan system
perifer pada abdomen
Melepaskan
endorphin
Memblok
transmisi nyeri
Hipotalamus
Smeltzer 2008
12
8. Penatalaksanaan gastritis
Pasien yang mengalami nausea dan vomiting anjurkan untuk bedrest,
pemberian antiemetik, dan pasang infuse untuk mempertahankan
keseimbangan cairah dalam tubuh pasien. Pada kasus ini biasanya pasien
sembuh secara spontan, jika nausea dan vomiting berkelanjutan perlu
dipertimbangkan pemasangan ENG (naso gastrik tube), berikan antibody bila
dicurigai adanya infeksi helicobacter pylori, kombinasi dua atau tiga antibiotic
yang dapat diberikan untuk melumpuhkan helicobacter pylori (clarithromycin
dan amoksisilin) (Price,2009).
Jika sudah terjadi pendarahan yang diakibatkan oleh erosi mukosa
lambung maka perlu dilakukan transfusi darah untuk mengganti darah dan
suplai cairan dalam tubuh dan dilakukan lavage (bilas) lambung. Bila cara ini
tidak berhasil maka pembedahan merupakan jalan alternatif, biasanya
pembedahan ini dilakukan pada pasien gastritis yaitu gastrectomi parsial,
vagotomi atau pyloroplasti. Focus intervensi keperawatan yaitu bagaimana
mengevaluasi dan mengeliminasi factor penyebab gastritis serta mengubah
gaya hidup dengan pola hidup sehat dan meminimalisir stress (Price,2009).
Terapi Farmakologi
a. Antasida, dapat menetralisir asam lambung
b. Antibiotik (mis, amoxicillin, klaritromisin, dan metronidazole) dapat
membunuh helicobacter pilori
c. Obat antagoni reseptor H2 (H2RA) mis, ranitidin mampu menurunkan
produksi asam lambung (Marianti, 2017).
13
Tindakan keperawatan yang biasa dilakukan pada pasien gastritis yang
mengalami nyeri epigastrium maka dilakukan tira baring dalam waktu
tertentu dengan tujuan untuk mengurangi nyeri (potter & Perry, 2006).
9 . Diagnosa keperawatan utama pada pasien gastritis menurut Arif
Muttaqin & Kumal Sari (2011).
a. Nyeri akut b/d iritasi mukosa lambung
Ada beberapa batasan karakteristik nyeri akut berdasarkan buku
diagnosa keperawatan antara lain :
1) Ekspresi wajah nyeri (mis., mata kurang bercahaya, tampak kacau,
gerakan mata berpencar, atau tetap pada satu focus, dan meringis)
2) Focus menyempit (mis., persepsi waktu, proses berfikir, interaksi
dengan orang dan lingkungan).
3) Fokus pada diri sendiri
4) Keluhan tentang intensitas mengunakan standar skala nyeri (skala
penilaian numerik, dan penilaian deskritif)
5) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan mengunakan standar
intrumen nyeri
6) Laporan tentang perilaku nyeri atau perubahan aktivitas (mis., anggota
keluarga, pemberi asuhan)
7) Mengekspresikan prilaku (mis., gelisah, merengek, menangis, dan
waspada).
8) Perilaku distraksi
14
9) Perubahan pada parameter fisiologis (mis., tekanan darah, frekunsi
jantung, frekunsi nafas)
10) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
11) Perubahan selera makan sikap melindungi area nyeri
NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan “Tingkat Nyeri” dengan kriteria
hasil :
a) Nyeri yang dilaporkan
NIC:
“Aplikasi Panas Dingin”
a) Observasi kondisi umum, keamanan dan kenyamanan pasien.
b) Posisikan untuk memungkinkan gerakan dari sumber suhu jika
diperlukan
c) Periksa suhu aplikasi, terutama ketika mengunakan aplikasi panas.
d) Tentukan durasi aplikasi berdasarkan respon verbal, perilaku, dan
biologis individu.
e) Hindari penggunaan panas atau dingin pada jaringan yang terkena
terapi radiasi
f) Pertimbangkan kondisi kulit dan identifikasi setiap perubahan yang
memerlukan perubahan prosedur atau kontra indikasi terhadap
stimulasi
g) Jelaskan penggunaan aplikasi panas atau dingin, alasan perawatan,
dan bagaimana hal tersebut akan mempengaruhi gejalah pasien
15
h) Anjurkan untuk tidak menyesuaikan pengaturan suhu secara
mandiri tanpa instruksi sebelumnya
i) Evaluasi atau dokumentasi respon terhadap aplikasi panas atau
dingin.
b. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b/d keluarnya cairan dari
muntah yang berlebihan
NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan “Keseimbangan cairan” dengan
kriteria hasil :
1. Keseimbangan intek dan output dalam 24 jam
2. Turgor kulit
3. Berat badan stabil
NIC:
1. Monitor jumlah dan jenis cairan serta kebiasaan eliminasi
2. Monitor membran mukosa, turgor kulit, dan respon haus
3. Berikan cairan dengan tepat
4. Pastikan bahwa semua IV dan asupan enteral berjalan dengan benar,
terutama jika tidak diatur oleh pompa infuse
5. Konsultasikan kedokter jika pengeluaran urin kurang dari 0,5ml/kg/jam
16
c. Ansietas b/d adanya nyeri dan muntah darah
NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan“Kontrol Kecemasan Diri” dengan
kriteria hasil :
1. Mengurangi penyebab kecemasan
2. Mencari informasi untuk mengurngi kecemasan
3. Mengunakan tehnik relaksasi untuk mengurangi kecemasan
NIC:
1. Monitor tanda-tanda verbal dan non verbal kecemasan
2. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
3. Identifikasi pada saat terjadi perubahan kecemasan
4. Jelaskan semua prosedur termaksut sensasi yang akan dirasakan yang
mungkin akan dialami klien selam prosedur dilakukan
5. Berikan aktivitas pengganti yang bertujuan untuk mengurangi tekanan
B. Tinjauan Teori Tentang Nyeri
1. Definisi Nyeri
International Association for Studi of Pain, (1979) Nyeri merupakan
suatu sensorik subjektif dan pengalaman emosional yang tidak
meyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang bersifat
sementara atau potensial yang dirasakan pada bagian-bagian yang terjadi
kerusakan (prasetyo,2010).
17
Melzack dan Wall (1998) dalam judha dkk (2012) nyeri merupakan
pengalaman pribadi, subjektif yang dipengaruhi oleh budaya, persepsi
seseorang, perhatian, dan variable-variabel psikologis lainnya, yang
menyebabkan prilaku terganggu berkelanjutan dan mencari cara untuk
menghentikan rasa nyeri tersebut
Nyeri adalah kondisi perasaan yang tidak menyenangkan yang bersifat
subjektif karena nyeri yang dialami setiap orang berbeda dalam hal skala
atau tingkatnya dan hanya penderita tersebut yang bisa menjelaskan dan
mengevaluasi kejadian yang dia alami (andarmoyo, 2013).
2. Proses Fisiologi Nyeri
Andarmoyo (2013) menggambarkan proses terjadinya nyeri adalah
sebuah rangkaian yang rumit. Dalam hal ini dibutuhkan pengetahuan
mengenai struktur dan fisiologi sistem saraf karena system in lah yang
memegang kendali dalam terciptanya nyeri, ada lima proses terjadinya
nyeri yaitu : stimulsi, transduksi, transmisi, persepsi, dan modulasi.
Sel saraf atau neuron terdiri dari badan sel dan dua sel tonjolan yang
bertanggung jawab untuk transmisi implus saraf, termasuk implus nyeri,
tonjolan dari badan sel merupakan tonjolan pendek bercabang yang
dinamakan dendrite yang menerima rangsangan sensorik dari lingkungan
luar sel dan membawahnya menuju badan sel. Tonjolan ini disebut neuron
atau aferen (sensorik), yaitu saraf yang memantau sensori dan membawah
informasi dari prifer ke SSP (system saraf pusat), yang merupakan reseptor
untuk stimulasi implus yang tidak menyenangkan (nyeri). Pada masing-
18
masing sel juga memiliki tonjolan tunggal yang disebut akson dengan
panjang bervariasi, disepanjang akson itulah implus saraf dikonduksikan
menjauhi badan sel neuron menuju ke dendrite neuron lain atau struktur
eferen, contohnya kelenjar atau otot, saraf ini disebut neuron eferen
(motorik) yaitu, saraf yang membawah implus saraf dari SSP ke dalam
tubuh (Bresnick, 2003, andarmoyo, 2013 dalam Afdal, 2018).
a. Stimulasi
Stimulasi yang disadari dimana persepsi nyeri diantarkan oleh
neuron khusus yang bertindak sebagai reseptor, pendeteksi stimutus,
penguat, dan penghantar menuju SSP. Respon Khusus tersebut
dinamakan nociceptor.Mereka tersebar luas dalam lapisan superficial
kulit dan juga dalam jaringan seperti periosteum, dinding arteri,
permukaan sendi serta falks dan tentorium serebri.Ada tiga kategori
respon nyeri, yaitu nosiseptor mekanis yang berrespon terhadap
kerusakan mekanis, contohnya tusukan, benturan atau cubitan.
Nosiseptor termal yang berrespon terhadap suhu yang berlebihan
terutama suhu panas : nosiseptor polimodal, yang berespon setara
terhadap semua jenis rangsangan yang merusak termaksud iritasi zat
kimia yang dikeluarkan dari jaringan yang cederah
b. Transduksi
Transduksi adalah suatu stimulus nyeri yang diubah menjadi
suatu aktifitas listrik yang akan diterima dari ujung-ujung saraf yang
berupa stimulus fisik (TD), suhu (panas), dan kimia (subtansi nyeri).
19
Terjadi perubahan yang patologis karena mediator-mediator kimia
misalnya prostaglandin dari sel rusak, bradikinin dari plasma,
histamine dari sel mast, serotonin dari trombasit, dan subtansi p dari
ujung saraf nyeri yang mempengaruhi nosiseptor pada daerah luar
trauma yang menyebabkan nyeri meluas.
c. Transmisi
Transmisi adalah proses penerusan implus nyeri dari nociceptor
saraf perifer melewati cornu dorsalis dan cardo spinalis menuju
korteks serebri. Cornu dorsalis dari medulla spinalis dapat dianggap
sebagai tempat proses sensorik. Serabut prifer (mis, reseptor nyeri)
berakhir disini dan serabut traktus sensori asendes berawal dari
sini.Yang berkoneksi antara system neuronal desenden dan traktus
sensori asenden.Traktus asenden berakhir pada bagian bawah otak dan
bagian tengah maka implus-implus dipancarkan ke korteks serebri.
Agar nyeri dapat dirasakan secara sadar, neuron pada system asenden
harus diaktifkan yang akan terjadi sebagai akibat inputdari reseptor
yang terletak dalam kulit dan ronga internal.
d. Modulasi
modulasi merupakan proses pengendalian internal oleh saraf,
yang dapat mengurangi atau meningkatkan implus nyeri. Hambatan
terjadi melalui system analgesic endogen yang melibatkan bermacam-
macam neurotrasnsmitter antara lain endorphin yang dikeluarkan oleh
sel otak dan neuron dispinalis. Implus ini bermula dari area
20
periaquaductuagrey (PAG) dan menghambat transmisi implus pre
maupun pascasinaps di tingkat spinalis.Modulasi nyeri dapat timbul di
nosiseptor perifer medulla spinalis atau suprespinalis.
e. Presepsi
Presepsi merupakan hasil rekontruksi susunan saraf pusat tengah
implus nyeri yang diterima, rekonstruksi adalah hasil interaksi system
saraf sensori, informasi kognitif (korteks serebri), dan pengalaman
emosional. Persepsi menentukan berat ringannya nyeri yang
dirasakan,setelah sampai ke otak nyeri dirasakan secara sadar dan
menimbulkan respon berupa perilaku dan verbal yang merespon
adanya nyeri, atau ucapan akibat respon misalnya, aduh, aw ah
(andarmoyo, 2013).
3. Klasifikasi Nyeri
a. Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi:
1. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi setelah cederah akut,
penyakit, intervensi bedah, dan memiliki dutasi yang cepat. Dengan
intensitas yang berfariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung
untuk waktu singkat (Smeltzer, 2002)
2. Nyeri kronik merupakan nyeri konstan atau intermiten yang
menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung
lama, intensitas yang bervariasi, biasanya berlangsung lebih dari
enam bulan (Potter & Perry, 2005).
21
Tabel 2.1. Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronik berdasarkan durasi
Karakteristik Nyeri akut Nyeri kronik
Pengalaman Satu kejadian Satu situasi, status
ekstensi
Sumber Sebab internal atau
penyakit dari
dalam
Tidak diketahui atau
pengobatan terlalu
lama
Serangan Mendadak Bisa mendadak,
perkembang, dan
terselubung
Waktu Sampai 6 bulan Lebih dari 6 bulan
sampai bertahun tahun
Pernyataan
nyeri
Daerah nyeri tidak
diketahui secara
pasti
Daerah nyeri sulit
dibedahkan
intensitasnya sehingga
sulit di evaluasi
(perubahan perasaan)
Gejala-gejala
klinis
Pola respon yang
khas dengan gejala
yang jelas
Pola respon yang
bervariasi dengan
sedikit gejala
(adaptasi)
b. Klasifikasi nyeri berdasarkan asas (Andarmoyo, 2013)
1. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang diakibatkan oleh aktifitas atau
sensitisasi nosiseptor perifer yang merupakan reseptor khusus
yang mengantarkan stimulasi noxious. Nyeri nosiseptif perifer
dapat terjadi karna adanya stimulus yang mengenai kulit, tulang,
sendi, otot, jaringan ikat.
2. Nyeri neuropatik adalah cedera atau abnormalitas yang didapat
pada struktur saraf perifer maupun sentral. Berbeda dengan nyeri
nosiseptif, nyeri neuropatik bertahan lebih lama dan merupakan
22
proses input saraf sensorik yang abnormal oleh system saraf
perifer.
c. Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi (Andarmoyo, 2013)
1. Superficial atau kutaneus merupakan nyeri yang disebabkan oleh
stimulus kulit. Nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisir, nyeri
bisanya terasa seperti sensasi yang tajam, misalnya tertusuk jarum
suntik, luka potong yang kecil dan laserasi.
2. Visceral dalam merupakan nyeri yang terjadi akibat stimulus
organ-organ internal, nyeri bersifat difus dan menyebar ke
beberapa area, durasinya bervariasi tapi pada umumnya
berlangsung lebih lama dari pada nyeri superficial.
Tabel 2.2. Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronik berdasarkan lokasi
Karakteristik Nyeri Stomatik Nyeri
viseral Superficial Dalam
Kualitas Tajam,menusuk,
membakar
Tajam,
tumpul,
nyeri terus
Tajam,
tumpul,
nyeri terus,
kejang
Menjalar Tidak Tidak Ya
Stimulasi Torehan, abrasi,
terlalu panas dan
dingin
Torehan,
panas,
iskemia,
pergeseran
Distensi,
iskemia,
Spasmus,
iritasi
kimiawi
Reaksi
otonom
Tidak Ya Ya
Reflex
kontraksi otot
Tidak Ya Ya
23
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
1) Usia
Usia adalah varibel yang penting yang mempengaruhi nyeri pada
individu. Anak kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri
dan prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan nyeri, anak kecil
juga belum dapat mengucapkan kata-kata dimana dia masih
mengalami kesulitan dalam ungkapan secara verbal dalam
mengekspresikan nyeri pada kedua orang tua atau pada
perawat.Sedangkan pada lansia seorang perawat harus melakukan
pengkajian lebih rinci ketika seorang lansia melaporkan adanya nyeri,
seringkali lansi memiliki sumber nyeri lebih dari satu.
2) Jenis kelamin
Pria dan wanita tidak berbeda secara siknifikan dalam respon
terhadap nyeri, ada beberapa budaya yang menganggap bawha
seorang anak laki-laki lebih kuat atau berani dan tidak boleh menangis
dibandingkan anak permpuan dalam situasi yang sama merasakan
nyeri.
3) Ansietas
Hubungan nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas yang
dirasakan seseorang sering kali meningkatkan persepsi nyeri, akan
tetapi nyeri juga bisa menimbulkan perasaan cemas, misalnya
seseorang yang menderita kanker kronik dan merasa takut akan
kondisi penyakitnya nyeri yang dia alami akan semakin meningkat.
24
4) Keletihan
Keletihan atau kelelahan yang dialami seseorang akan
meningkatkan sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping
individu.
5) Lokasi dan tingkat keparahan nyeri
Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dantingkat
keparahanya pada masing-masing individu, nyeri yang dirasakan
mungkin terasa ringan sedangkan pada individu lain merupakan nyeri
yang hebat.
5. Penilaian respon intensitas nyeri
1. Skala deskritif
Skala deskritif adalah alat pengukur tingkat keparahan nyeri yang
lebih objektif skala pendeskripsi verbal yaitu sebuah garis yang terdiri
dari tiga sampai lima kata pendeskipsi yang tersusun dengan jarak yang
sama di sepanjang garis.
25
Keterangan :
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringa yaitu dimana secara objektif pasien dapat
berkomunikasi
4-6 : nyeri sedang yaitu secara objektif pasien menyeringai
7-9 : nyeri berat terkontrol yaitu secara objektif pasien tidak
dapat dapat mengikuti perintah tetapi masih berespon
terhadap tindakan
10 : nyeri berat tidak terkontrol yaitu pasien memukul dan
tidak mampu lagi berkomunikasi (Potter & Perry, 2005).
2. Skala numeric
Skala numeric digunakan sebagai alat penganti pendeskripsi kata,
dalam hal ini pasien manila nyeri dengan mengunakan skala angka 0-10
yang digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah
intervensi dilkukan(Potter & Perry, 2006)
Keterangan:
0 : tidak nyeri (nyaman)
4-6 :nyeri sedang yaitu pasien menyeringgai dan dapat
menunjukan lokasi nyeri
26
7-10 : nyeri berat : dimana pasien tidak dapat mengikuti perintah
tetapi masih berespon terhadap tindakan dan dapat
menunjukan lokasi nyeri.
3. Skala analog visual
Skala analog visual merupakan suatu garis lurus atau horizontal
sepanjang 10 cm, yang mewakili identitas nyeri yang terus menerus dan
pendeskripsian verbal di setiap ujungnya, biasanya pasien diminta
untuk menunjukan titik pada garis untuk menentukan letak nyeri terjadi
sepanjang garis tersebut, ujung kiri menandakan tidak ada nyeri
(nyaman) dan ujung kanan menandakan nyeri berat atau nyeri yang
paling hebat.
4. Skala wajah
Skala wajah adalah pengukuran nyeri mengunakan enam macam
gambar ekspresi wajah, nilai berkisar antara 0 sampai 6, dimana nilai 0
tidak nyeri (nyama) dan nilai 6 sangat nyeri atau nyeri hebat(wong,
1998).
27