bab ii tinjauan pustaka dan dasar teori 2.1 ...eprints.undip.ac.id/82352/3/3_bab_ii.pdfseperti suhu,...

15
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis yang menyebabkan terjadinya dua musim, penghujan dan kemarau. Demam Berdarah merupakan penyakit yang biasanya menyerang pada musim penghujan. Namun tidak menutup kemungkinan Demam Berdarah juga menyerang pada musim kemarau. Wabah Demam Berdarah butuh dilakukan penanggulangan secara tepat, salah satunya yaitu dengan melakukan upaya pencegahan dan persiapan sebelum wabah Demam Berdarah menyerang dengan menggunakan peramalan angka kejadian penyakit (Dinas Kesehatan Kabupaten Demak, 2019). Beberapa penelitian angka kejadian penyakit sudah pernah dilakukan sebelumnya. Sebagai contoh prediksi jumlah penderita penyakit Demam Berdarah di daerah Malang, Indonesia, menggunakan metode regresi linear Ordinary Least Square. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan data kepada Dinas Kesehatan kota Malang untuk dapat melakukan upaya pencegahan dan persiapan dalam menangani wabah Demam Berdarah di masa mendatang. Penelitian tersebut menggunakan variabel dependen angka kejadian untuk menguji variabel independen temperatur, curah hujan dan kelembapan udara yang paling berpengaruh terhadap angka kejadian penyakit Demam Berdarah. Data yang digunakan yaitu angka kejadian Demam Berdarah tahun 2009 sampai 2014 pada 39 kecamatan di seluruh kota Malang. Data meteorologi diperoleh dari Malang Regency Weather Observation Station (Anggraeni dkk, 2017). Peramalan angka kejadian penyakit Demam Berdarah yang pernah diteliti lainnya yaitu menggunakan algoritma genetika (GA) untuk optimasi parameter alfa, beta dan gamma pada algoritma Triple Exponential Smoothing untuk memprediksi angka kejadian penyakit Demam Berdarah pada dua Kecamatan Kabupaten Sragen mulai dari tahun 2016. Penelitian tersebut menggunakan variabel angka kejadian penyakit sebagai parameter tunggal peramalan. Data yang digunakan yaitu data penderita Demam Berdarah pada tahun 2013 sampai 2015. Rekombinasi GA

Upload: others

Post on 15-Mar-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 ...eprints.undip.ac.id/82352/3/3_BAB_II.pdfseperti suhu, kelembapan udara, curah hujan dan bahkan kecepatan angin (Xiang dkk, 2017). Hal

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis yang menyebabkan

terjadinya dua musim, penghujan dan kemarau. Demam Berdarah merupakan

penyakit yang biasanya menyerang pada musim penghujan. Namun tidak menutup

kemungkinan Demam Berdarah juga menyerang pada musim kemarau. Wabah

Demam Berdarah butuh dilakukan penanggulangan secara tepat, salah satunya

yaitu dengan melakukan upaya pencegahan dan persiapan sebelum wabah Demam

Berdarah menyerang dengan menggunakan peramalan angka kejadian penyakit

(Dinas Kesehatan Kabupaten Demak, 2019).

Beberapa penelitian angka kejadian penyakit sudah pernah dilakukan

sebelumnya. Sebagai contoh prediksi jumlah penderita penyakit Demam Berdarah

di daerah Malang, Indonesia, menggunakan metode regresi linear Ordinary Least

Square. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan data kepada Dinas Kesehatan

kota Malang untuk dapat melakukan upaya pencegahan dan persiapan dalam

menangani wabah Demam Berdarah di masa mendatang. Penelitian tersebut

menggunakan variabel dependen angka kejadian untuk menguji variabel

independen temperatur, curah hujan dan kelembapan udara yang paling

berpengaruh terhadap angka kejadian penyakit Demam Berdarah. Data yang

digunakan yaitu angka kejadian Demam Berdarah tahun 2009 sampai 2014 pada 39

kecamatan di seluruh kota Malang. Data meteorologi diperoleh dari Malang

Regency Weather Observation Station (Anggraeni dkk, 2017).

Peramalan angka kejadian penyakit Demam Berdarah yang pernah diteliti

lainnya yaitu menggunakan algoritma genetika (GA) untuk optimasi parameter alfa,

beta dan gamma pada algoritma Triple Exponential Smoothing untuk memprediksi

angka kejadian penyakit Demam Berdarah pada dua Kecamatan Kabupaten Sragen

mulai dari tahun 2016. Penelitian tersebut menggunakan variabel angka kejadian

penyakit sebagai parameter tunggal peramalan. Data yang digunakan yaitu data

penderita Demam Berdarah pada tahun 2013 sampai 2015. Rekombinasi GA

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 ...eprints.undip.ac.id/82352/3/3_BAB_II.pdfseperti suhu, kelembapan udara, curah hujan dan bahkan kecepatan angin (Xiang dkk, 2017). Hal

5

digunakan karena GA merupakan algoritma yang fleksibel sehingga dianggap

mampu memecahkan masalah non-linear. GA juga dinilai cocok untuk

mengoptimasi ruang lungkup dengan skala besar. Sementara algoritma Triple

Exponential Smoothing digunakan karena terdapat pola trend dan musiman pada

data angka kejadian penyakit Demam Berdarah selama 2013 hingga 2015. Akan

tetapi pada penelitian ini hanya menggunakan parameter angka kejadian penyakit

sebagai variabel peramalan angka kejadian Demam Berdarah saja (Kristianto dan

Utami, 2017).

Penelitian angka kejadian penyakit Demam Berdarah juga pernah diteliti

menggunakan metode K-Means. Penelitian tersebut bertujuan untuk memprediksi

angka kejadian Demam Berdarah yang terjadi di Ho Chi Minh, Vietnam, mulai dari

bulan Oktober 2010 hingga Januari 2013 berdasarkan klasifikasi umur

menggunakan metode K-Means. Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap, yaitu

preprocessing, pemilihan atribut, clustering hingga hasil akhirnya untuk

memprediksi angka kejadian demam berdarah (Manivannan dan Isakki, 2017).

Pada tahap preprocessing, Metode DWIN digunakan untuk mengisi dataset yang

kosong dengan mengganti nilai atribut numerik dengan nilai rata-rata. Algoritma

K-Means clustering digunakan untuk mempartisi data Demam Berdarah menjadi

K-cluster. Data kemudian dikelompokkan dengan meminimalkan jumlah kuadrat

jarak antara data dan cluster centroid terkait.

Model peramalan dengan menggunakan fuzzy juga dapat digunakan pada

peramalan Demam Berdarah, di antaranya menggunakan Fuzzy Inference Systems

atau FIS untuk peramalan angka kejadian Demam Berdarah di Kabupaten Malang.

Data angka kejadian Demam Berdarah Metode FIS digunakan karena cenderung

memiliki nilai error yang lebih kecil dan akurasi peramalan yang tinggi

dibandingkan dengan metode konvensional. Metode FIS juga tidak tidak

membutuhkan data dalam jumlah banyak, sehingga proses peramalan cenderung

cepat. Peramalan dilakukan dengan memproses data jumlah angka kejadian Demam

Berdarah per bulan yang terjadi pada tiga kecamatan kemudian dikelompokkan

berdasarkan letak geografis dengan melibatkan variabel kepadatan penduduk.

Skema peramalan dibagi menjadi data train dan data test dengan perbandingan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 ...eprints.undip.ac.id/82352/3/3_BAB_II.pdfseperti suhu, kelembapan udara, curah hujan dan bahkan kecepatan angin (Xiang dkk, 2017). Hal

6

70:30. Skema I merupakan model dengan variabel jumlah angka kejadian Demam

Berdarah dengan fungsi keanggotaan dengan batas simetris, skema II model dengan

variabel jumlah kasus angka kejadian Demam Berdarah dengan fungsi keanggotaan

dengan batasan menurut persebaran data. Skema III model variabel kepadatan

penduduk dengan fungsi keanggotaan kurva linear. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa variabel kepadatan penduduk tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil

peramalan jumlah angka kejadian Demam Berdarah, melainkan jumlah himpunan

dan batas himpunan fuzzy yang sangat berpengaruh terhadap hasil peramalan.

MAPE pada tiap kelompok kecamatan Dataran Rendah sebanyak 6%, Dataran

Sedang 12%, dan Dataran Tinggi 14% (Pramana dan Anggraeni, 2015).

Metode MFTS pertama kali dikembangkan dan digunakan untuk meramalkan

data angka kejadian kecelakaan mobil di negara Belgia oleh Jilani dkk. Penelitian

ini mendefinisikan angka kematian kecelakaan sebagai faktor utama dan jumlah

kematian setelah luka parah, jumlah kematian setelah 30 hari, jumlah korban luka

parah dan jumlah korban luka ringan sebagai faktor pendukung. Penelitian ini

bertujuan untuk memberikan data prediksi angka kejadian kecelakaan mobil

sebagai penjaminan emisi pemegang polis asuransi. Metode MFTS merupakan

pengembangan dari metode FTS dengan menambahkan lebih dari satu variabel

kedalam peramalan untuk meningkatkan akurasi peramalan, karena suatu kejadian

diyakini terjadi karena memiliki lebih dari satu faktor penyebab. Model MFTS yang

diusung memiliki m-faktor orde tinggi. Semakin tinggi jumlah ordenya, semakin

tinggi akurasi hasil peramalan yang dihasilkan. MFTS diklaim memiliki akurasi

peramalan yang lebih baik dari model FTS lainnya (Jilani dan Bruney, 2008).

Model MFTS pernah digunakan untuk peramalan angka duga muka air waduk

dengan menggunakan variabel DMA atau Duga Muka Air waduk sebagai variabel

utama dan variabel Inflow dan Outflow sebagai variabel pendukung. Penelitian ini

meneliti pengaruh banyaknya Orde dengan akurasi peramalan. Hasil yang diperoleh

yaitu bahwa faktor pendukung dan banyaknya orde dapat membantu meningkatkan

akurasi hasil peramalan, karena faktor pendukung dan banyaknya orde digunakan

untuk pembentukan FLR dan FLRG, dimana keberadaan faktor pendukung dan

banyaknya orde dapat memberikan lebih banyak variasi FLRG, yang dapat

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 ...eprints.undip.ac.id/82352/3/3_BAB_II.pdfseperti suhu, kelembapan udara, curah hujan dan bahkan kecepatan angin (Xiang dkk, 2017). Hal

7

mengurangi duplikasi relasi antar fuzzy set, dan meningkatkan keakuratan hasil

prediksi. Dengan makin tinggi atau makin banyaknya Orde, makin akurat hasil

MFTS yang dihasilkan (Kartini dkk, 2019).

MFTS pernah digunakan untuk peramalan angka jumlah wisatawan Australia

yang datang ke Bali, dengan mempertimbangkan variabel angka jumlah wisatawan

dari Juli 2009 – Juni 2014. Tujuan penelitian yaitu membandingkan akurasi

peramalan metode FTS dengan MFTS dalam memodelkan jumlah wisatawan

Australia yang berkunjung ke Bali dan mengetahui prediksi jumlah wisatawan

Australia yang berkunjung ke Bali pada satu bulan berikutnya (Sukarsa dkk, 2015).

2.2 Situasi Penyakit Demam Berdarah

Penyakit Demam Berdarah atau Demam Berdarah merupakan penyakit yang

mirip dengan influenza dan disebarkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes

Albopictus dengan gejala demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas selama

2-7 hari, manifestasi perdarahan termasuk uji Tourniquet positif, trombositopeni

(jumlah trombosit ≀ 100.000/ΞΌl), hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit β‰₯

20%), disertai dengan atau tanpa perbesaran hati. Pada anak-anak yang sebelumnya

belum pernah terinfeksi virus dengue, gejala Demam Berdarah yang ditimbulkan

cenderung lebih parah dibanding orang yang lebih dewasa. Beberapa komplikasi

parah seperti ruam merah pada kulit, kebocoran plasma, kesulitan bernafas hingga

muntah darah dapat terjadi hingga berpotensi menyebabkan kematian (Jing dan

Wang, 2019).

Model peramalan Demam Berdarah umumnya di sajikan menjadi data per

bulan karena fenomena keterlambatan yang menjadi salah satu faktor pendukung

angka kejadian Demam Berdarah mempunyai keterkaitan erat dengan faktor iklim,

seperti suhu, kelembapan udara, curah hujan dan bahkan kecepatan angin (Xiang

dkk, 2017). Hal tersebut mengakibatkan terjadinya efek keterlambatan penyebaran

penyakit Demam Berdarah. Fenomena keterlambatan penyebaran penyakit Demam

Berdarah dapat di manfaatkan sebagai celah untuk melakukan prediksi angka

kejadian Demam Berdarah berdasarkan data di bulan sebelumnya dan memberikan

kesempatan untuk mengambil tindakan pencegahan (Lowe dkk, 2018).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 ...eprints.undip.ac.id/82352/3/3_BAB_II.pdfseperti suhu, kelembapan udara, curah hujan dan bahkan kecepatan angin (Xiang dkk, 2017). Hal

8

Banyak penelitian yang sudah dilakukan mengenai penyakit Demam

Berdarah. Hal ini bertujuan untuk melakukan pencegahan dan tindakan

pengendalian penyebaran penyakit Demam Berdarah. Beberapa penelitian yang

sudah dilakukan salah satunya menggabungkan pengetahuan komputer dan ilmu

epidemiologi dalam mengembangkan metode memprediksi potensi penyakit

Demam Berdarah pada sebuah daerah. Beberapa faktor yang dicurigai berpengaruh

dalam penyebaran penyakit Demam Berdarah sering digunakan sebagai variabel

yang digunakan dalam peramalan penyakit Demam Berdarah, dengan selanjutnya

disebut faktor dengue.

Faktor dengue merupakan faktor yang berdampak pada penyebaran infeksi

dengue baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti angka kejadian

Demam Berdarah mempunyai keterkaitan erat dengan faktor iklim, seperti suhu,

kelembapan udara, curah hujan, suhu, kelembaban relatif, dan kepadatan populasi

(Siriyasatien dkk, 2018).

2.3 Fungsi Keanggotaan Fuzzy

Fungsi keanggotaan (membership function) merupakan kurva yang

menunjukkan pemetaan titik input data (sumbu x) kepada nilai keanggotaan atau

derajat keanggotaan yang mempunyai nilai interval mulai 0 sampai 1 (Harliana dan

Rahim, 2017). Fungsi keanggotaan Fuzzy menunjukkan pemetaan titik-titik input

data ke dalam nilai keanggotaannya. Ada beberapa fungsi yang dapat digunakan

melalui pendekatan fungsi untuk mendapatkan nilai keanggotaan. Beberapa fungsi

keanggotaan fuzzy di antaranya :

1. Fungsi keanggotaan trapesium

Representasi kurva trapesium dasarnya seperti bentuk segitiga, hanya saja ada

beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan 1. Kurva keanggotaan fuzzy

trapesium dapat di representasikan pada gambar 2.1 :

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 ...eprints.undip.ac.id/82352/3/3_BAB_II.pdfseperti suhu, kelembapan udara, curah hujan dan bahkan kecepatan angin (Xiang dkk, 2017). Hal

9

Gambar 2.1 Fungsi Trapesium

Fungsi keanggotaan kurva trapesium memiliki persamaan 2.1:

πœ‡[π‘₯] = π‘šπ‘Žπ‘₯ (π‘šπ‘–π‘› (π‘₯βˆ’π‘Ž

π‘βˆ’π‘Ž, 1,

π‘‘βˆ’π‘₯

π‘‘βˆ’π‘) , 0)

Keterangan :

π‘Ž ∢ nilai domain terkecil dengan derajat keanggotaan 0

𝑏 ∢ nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan 1

𝑐 ∢ nilai domain terbesar dengan derajat keanggotaan 1

𝑑 ∢ nilai domain terbesar dengan derajat keanggotaan 0

π‘₯ ∢ nilai input yang akan dirubah kedalam fuzzy

2. Fungsi keanggotaan tringular

Representasi kurva segitiga merupakan gabungan antara 2 garis (linear). Nilai-

nilai di sekitar b memiliki derajat keanggotaan menjauhi 1. Dalam fungsi

keanggotaan tringular ditentukan oleh 3 parameter {π‘Ž, 𝑏, 𝑐}. Kurva keanggotaan

fuzzy triangular dapat di representasikan pada gambar 2.2 :

Gambar 2.2 Fungsi Tringular

(2.1)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 ...eprints.undip.ac.id/82352/3/3_BAB_II.pdfseperti suhu, kelembapan udara, curah hujan dan bahkan kecepatan angin (Xiang dkk, 2017). Hal

10

Fungsi keanggotaan kurva tringular ditunjukan dengan persamaan 2.2 :

𝑑(π‘₯: π‘Ž, 𝑏, 𝑐) = {

π‘œ, π‘₯ ≀ π‘Ž π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ π‘₯ β‰₯ 𝑐π‘₯βˆ’π‘Ž

π‘βˆ’π‘Ž, π‘Ž ≀ π‘₯ ≀ 𝑏

π‘βˆ’π‘₯

π‘βˆ’π‘, 𝑏 ≀ π‘₯ ≀ 𝑐

Keterangan :

π‘Ž ∢ nilai domain terkecil dengan derajat keanggotaan 0

𝑏 ∢ nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan 1

𝑐 ∢ nilai domain terbesar dengan derajat keanggotaan 1

π‘₯ ∢ nilai input yang akan dirubah kedalam fuzzy

3. Fungsi keanggotaan Generalized Bell (Gbell)

Fungsi keanggotaan Generalized Bell (Gbell) biasanya diterapkan pada sistem

neuro-fuzzy dan jaringan saraf tiruan. Fungsi Bentuk dari fungsi keanggotaan

Generalized bell ditentukan oleh tiga parameter {a,b,c} seperti ditunjukkan pada

Gambar 2.3:

Gambar 2.3 Fungsi Generalized bell

Fungsi keanggotaan Generalized bell ditunjukkan dengan persamaan 2.3:

Keterangan :

𝑏 ∢ nilai bias yang biasanya bernilai positif

𝑐 ∢ nilai mean kurva

π‘Ž ∢ standar deviasi yang terbentuk

(2.2)

(2.3)

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 ...eprints.undip.ac.id/82352/3/3_BAB_II.pdfseperti suhu, kelembapan udara, curah hujan dan bahkan kecepatan angin (Xiang dkk, 2017). Hal

11

4. Fungsi Keanggotaan Gaussian

Sama seperti fungsi keanggotaan Generalized bell, fungsi keanggotaan

Gaussian juga banyak diterapkan pada sistem pembelajaran untuk jaringan syaraf

tiruan. Bentuk dari fungsi keanggotaan gaussian ditentukan oleh dua parameter {c

dan Οƒ } seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.5 :

Gambar 2.4 Fungsi Gaussian

Fungsi keanggotaan gaussian ditunjukkan persamaan 2.4 :

Keterangan :

Οƒ ∢ lebar dari fungsi keanggotaan.

𝑐 ∢ domain derajat keanggotaan pusat dari fungsi keanggotaan gaussian.

2.4 Fuzzy Time Series

Konsep Fuzzy time series atau FTS merupakan perkembangan dari teori fuzzy

dan system fuzzy dari konsep milik Wang dan Mendel dengan mengembangkan

metode peramalan time series menggunakan Fuzzy Inference System (Hansun,

2013). Konsep FTS pertama kali digunakan untuk memprediksi jumlah pendaftar

mahasiswa baru di Universitas Alabama. Relasi fuzzy ditentukan menggunakan

metode Fuzzy Mamdani (Song dan Chissom, 1993). Konsep FTS dikembangkan

dengan menyederhanakan operasi aritmatika di dalam algoritma kemudian diuji

keakuratan metode yang diajukan dengan melakukan pengujian dengan data yang

(2.4)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 ...eprints.undip.ac.id/82352/3/3_BAB_II.pdfseperti suhu, kelembapan udara, curah hujan dan bahkan kecepatan angin (Xiang dkk, 2017). Hal

12

sama, yaitu data jumlah pendaftar mahasiswa baru di Universitas Alabama yang

dipakai oleh Song dan Chissom (Chen,1996).

FTS memiliki kelebihan karena kemampuannya untuk melakukan prediksi

meskipun pada situasi kritis dengan sebagian besar model peramalan konvensional

diragukan untuk diterapkan atau menghasilkan nilai fit yang tidak akurat dan

mampu untuk melakukan prediksi data time series tanpa perlu memvalidasi asumsi

teoritis (Selim dan Elanany, 2013). Untuk melakukan peramalan dengan Fuzzy time

series, ada beberapa konsep yang harus diperhatikan, di antaranya mampu

mendefinisikan himpunan semesta, menerapkan interval berbasis rata-rata,

melakukan proses fuzzifikasi, menentukan fuzzy logic relationship, membagi fuzzy

logic relationship menjadi grup-grup fuzzy, kemudian dilakukan proses

defuzzifikasi. Salah satu kekurangan yang dimiliki oleh metode FTS yaitu

bagaimana memilih model yang tepat, bagaimana menentukan himpunan semesta,

menentukan panjang interval, identifikasi hubungan antara variabel fuzzy dan

defuzzifikasi, karena tahapan-tahapan ini sangat mempengaruhi akurasi peramalan

(Bose dan Mali, 2019).

2.5 Multivariate Fuzzy Time Series

Multivariate fuzzy time series atau MFTS merupakan pengembangan metode

dari Fuzzy time series dengan menambahkan beberapa variabel yang

mempengaruhi peramalan. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan akurasi

peramalan, karena dalam kehidupan sehari – hari, sebuah kejadian terjadi karena

banyak faktor. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam peramalan

diperlukan mempertimbangkan banyak faktor (Jilani dan Burney, 2008). Metode

MFTS memiliki beberapa model, di antaranya model Two-factor fuzzy time series

yang diusulkan oleh Chen dan Hwang, Model Heuristic fuzzy time series yang

diusulkan oleh Huarng dan model Markov fuzzy time series yang diusulkan oleh

Wu dan Hsu. Pada penelitian ini akan digunakan model MFTS model Jilani, Ardil

dan Burney untuk meramalkan angka kejadian Demam Berdarah. Model MFTS

Jilani, Ardil dan Burney dipilih karena kemampuan untuk mengolah data dengan

jumlah data yang terbatas dan biaya komputasi yang cukup rendah (Wang dkk,

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 ...eprints.undip.ac.id/82352/3/3_BAB_II.pdfseperti suhu, kelembapan udara, curah hujan dan bahkan kecepatan angin (Xiang dkk, 2017). Hal

13

2009), karena dalam membentuk nilai keanggotaan model MFTS yang diusulkan

menggunakan fungsi keanggotaan segitiga sehingga tidak terlalu membebani RAM

komputer.

Data yang diolah pada proses peramalan angka kejadian penyakit Demam

Berdarah menggunakan model MFTS dengan alur sebagai berikut (Lee dkk, 2006)

:

1. Mendefinisikan faktor utama dan faktor pendukung. Pada kasus ini, faktor

utama yaitu angka kejadian Demam Berdarah yang di notasikan dengan X di

daerah Demak sedangkan faktor pendukung curah hujan dan hari hujan

daerah Demak yang di notasikan dengan Y.

2. Setelah mendefinisikan faktor utama dan pendukung, langkah selanjutnya

adalah merubah nilai data menjadi presentase dengan persamaan 2.5.

𝑑𝑗 βˆ’π‘‘π‘—βˆ’1

π‘‘π‘—βˆ’1 π‘₯ 100%

3. Mendefinisikan himpunan semesta faktor utama π‘ˆ = [π·π‘šπ‘–π‘› βˆ’ 𝐷1, π·π‘šπ‘Žπ‘₯ +

𝐷2], dengan π·π‘šπ‘–π‘› merupakan nilai minimum pada data dan π·π‘šπ‘Žπ‘₯ merupakan

batas atas nilai maksimum. 𝐷1 dan 𝐷2 merupakan bilangan real positif

random untuk membagi himpunan semesta kedalam 𝑛 interval 𝑒1, 𝑒2, … . 𝑒𝑛

yang sama panjang.

4. Untuk faktor pendukung, definisikan himpunan semesta faktor pendukung

𝑉𝑖, 𝑖 = 1,2, … ,π‘š βˆ’ 1 dengan 𝑉𝑖 = [(𝐸𝑖)π‘šπ‘–π‘› βˆ’ 𝐸𝑖1, (𝐸𝑖)π‘šπ‘Žπ‘₯ βˆ’ 𝐸𝑖2] , dengan

(𝐸𝑖)π‘šπ‘–π‘› = (𝐸1)π‘šπ‘–π‘›, (𝐸2)π‘šπ‘–π‘›, … (πΈπ‘š)π‘šπ‘–π‘› dan (𝐸𝑖)π‘šπ‘Žπ‘₯ =

(𝐸1)π‘šπ‘Žπ‘₯, (𝐸2)π‘šπ‘Žπ‘₯, … (πΈπ‘š)π‘šπ‘Žπ‘₯ merupakan nilai minimum dan nilai maksimum

pada masing-masing data faktor pendukung. 𝐸𝑖1dan 𝐸𝑖2 merupakan vektor dari

bilangan positif untuk membagi tiap bilangan semesta pada faktor pendukung

𝑉𝑖, 𝑖 = 1,2, … ,π‘š βˆ’ 1 kedalam interval yang sama rata, selanjutnya disebut

sebagai 𝑣1,𝑙 , 𝑣2,𝑙, … , π‘£π‘šβˆ’1,𝑙, 𝑙 = 1,2, … , 𝑝, dengan 𝑣1,1, 𝑣1,2, … , 𝑣1,𝑝mewakili 𝑛

interval dengan panjang yang sama dari himpunan semesta 𝑣1untuk faktor

pendukung fuzzy time series pertama. Matriks interval faktor pendukung di

notasikan sebagai (π‘š βˆ’ 1) Γ— 𝑙.

(2.5)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 ...eprints.undip.ac.id/82352/3/3_BAB_II.pdfseperti suhu, kelembapan udara, curah hujan dan bahkan kecepatan angin (Xiang dkk, 2017). Hal

14

5. Setelah himpunan semesta faktor utama dan faktor pendukung didefinisikan,

langkah selanjutnya adalah mendefinisikan nilai linguistik 𝐴𝑖 yang

didefinisikan oleh fuzzy set dari faktor utama pada persamaan 2.6 :

𝐴1 = 1 𝑒1⁄ + 0,5𝑒2⁄ + 0

𝑒3⁄ + 0𝑒4⁄ + β‹―+ 0

𝑒𝑙 βˆ’ 2⁄ + 0𝑒𝑙 βˆ’ 1⁄ + 0

𝑒𝑙⁄

𝐴2 = 0,5 𝑒1⁄ + 1𝑒2⁄ + 0,5

𝑒3⁄ + 0𝑒4⁄ + β‹―+ 0

𝑒𝑙 βˆ’ 2⁄ + 0𝑒𝑙 βˆ’ 1⁄ + 0

𝑒𝑙⁄

𝐴3 = 0 𝑒1⁄ + 0,5𝑒2⁄ + 1

𝑒3⁄ + 0,5𝑒4⁄ + β‹―+ 0

𝑒𝑙 βˆ’ 2⁄ + 0𝑒𝑙 βˆ’ 1⁄ + 0

𝑒𝑙⁄

.

.

.

𝐴𝑛 = 0 𝑒1⁄ + 0𝑒2⁄ + 0

𝑒3⁄ + 0𝑒4⁄ + β‹―+ 0

𝑒𝑙 βˆ’ 2⁄ + 0,5𝑒𝑙 βˆ’ 1⁄ + 1

𝑒𝑙⁄

Begitu pula dengan nilai linguistik dari faktor pendukung dengan 𝐡𝑖,𝑗 , 𝑖 =

1,2, … ,π‘š βˆ’ 1, 𝑗 = 1,2, . . , 𝑛, didefinisikan dengan fuzzy set faktor pendukung

pada persamaan 2.7 :

𝐡𝑖,1 = 1 𝑣𝑖, 1⁄ + 0,5𝑣𝑖, 2⁄ + 0

𝑣𝑖, 3⁄ + 0𝑣𝑖, 4⁄ + β‹―+ 0

𝑣𝑖, 𝑙 βˆ’ 2⁄ + 0 𝑣𝑖, 𝑙 βˆ’ 1⁄ +

0𝑣𝑖, 𝑙⁄

𝐡𝑖,2 = 0,5 𝑣𝑖, 1⁄ + 1𝑣𝑖, 2⁄ + 0,5

𝑣𝑖, 3⁄ + 0𝑣𝑖, 4⁄ + β‹―+ 0

𝑣𝑖, 𝑙 βˆ’ 2⁄ +

0 𝑣𝑖, 𝑙 βˆ’ 1⁄ + 0𝑣𝑖, 𝑙⁄

𝐡𝑖,3 = 0 𝑣𝑖, 1⁄ + 0,5𝑣𝑖, 2⁄ + 1

𝑣𝑖, 3⁄ + 0,5𝑣𝑖, 4⁄ + β‹―+ 0

𝑣𝑖, 𝑙 βˆ’ 2⁄ +

0 𝑣𝑖, 𝑙 βˆ’ 1⁄ + 0𝑣𝑖, 𝑙⁄

𝐡𝑖,3 = 0 𝑣𝑖, 1⁄ + 0,5𝑣𝑖, 2⁄ + 1

𝑣𝑖, 3⁄ + 0,5𝑣𝑖, 4⁄ + β‹―+ 0

𝑣𝑖, 𝑙 βˆ’ 2⁄ +

0 𝑣𝑖, 𝑙 βˆ’ 1⁄ + 0𝑣𝑖, 𝑙⁄

.

.

.

𝐡𝑖,𝑛 = 0 𝑣𝑖, 1⁄ + 0𝑣𝑖, 2⁄ + 0

𝑣𝑖, 3⁄ + 0𝑣𝑖, 4⁄ + β‹―+ 0

𝑣𝑖, 𝑙 βˆ’ 2⁄ +

0,5 𝑣𝑖, 𝑙 βˆ’ 1⁄ + 1𝑣𝑖, 𝑙⁄

6. Selanjutnya adalah proses fuzzifikasi data time series untuk faktor utama dan

faktor pendukung. Proses fuzzifikasi faktor utama di awali dengan mencari

interval 𝑒𝑙, dengan 𝑙 = 1,2, … , 𝑝 dengan kondisi :

(2.6)

(2.7)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 ...eprints.undip.ac.id/82352/3/3_BAB_II.pdfseperti suhu, kelembapan udara, curah hujan dan bahkan kecepatan angin (Xiang dkk, 2017). Hal

15

Kondisi 1. Jika nilai dari faktor utama terdapat dalam interval 𝑒1, maka nilai

dari faktor utama di fuzzifikasikan menjadi 1 𝐴1⁄ + 0,5𝐴2⁄ + 0

𝐴3⁄ , di notasikan

menjadi 𝑋1.

Kondisi 2. Jika nilai dari faktor utama terdapat dalam interval 𝑒𝑙 , 𝑙 =

2,3, … , 𝑝 βˆ’ 1 maka nilai dari faktor utama di fuzzifikasikan menjadi

0,5π΄π‘–βˆ’1⁄ + 1

𝐴𝑖⁄ + 0,5

𝐴𝑖+1⁄ , di notasikan menjadi 𝑋𝑖.

Kondisi 3. Jika nilai dari faktor utama terdapat dalam interval 𝑒𝑝, maka nilai

dari faktor utama di fuzzifikasikan menjadi 0 π΄π‘›βˆ’2⁄ + 0,5

π΄π‘›βˆ’1⁄ + 1

𝐴𝑛⁄ , di

notasikan menjadi 𝑋𝑛.

7. Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai fuzzifikasi data time series untuk

faktor pendukung ke π‘–π‘‘β„Ž dengan cari interval 𝑉𝑖,1, yang mana terdapat nilai dari

faktor pendukung pda data time series, dengan beberapa kondisi :

Kondisi 1. Jika nilai dari faktor pendukung ke-π‘–π‘‘β„Ž, terdapat dalam 𝑣𝑖,1, maka

nilai dari faktor pendukung di fuzzifikasikan menjadi 1 𝐡𝑖,1⁄ + 0,5

𝐡𝑖,2⁄ + 0

𝐡𝑖,3⁄ ,

di notasikan menjadi Y𝑖,1 = [Y1,1, Y2,1, … , Yπ‘šβˆ’1,1].

Kondisi 2. Jika nilai dari faktor pendukung ke-π‘–π‘‘β„Ž, terdapat dalam 𝑣𝑖,𝑙, 𝑙 =

2,3, … , 𝑝 βˆ’ 1, maka nilai dari faktor pendukungπ‘–π‘‘β„Ž di fuzzifikasikan menjadi

0,5𝐡𝑖,π‘—βˆ’1

⁄ + 1𝐡𝑖,𝑗⁄ + 0,5

𝐡𝑖,𝑗+1⁄ , 𝑗 = 𝑖 = 2,3,… , 𝑛 βˆ’ 1, di notasikan menjadi π‘Œπ‘–,𝑗,

dengan 𝑗 = 2,3, … , 𝑛 βˆ’ 1.

Kondisi 3. Jika nilai dari faktor pendukung ke-π‘–π‘‘β„Ž, terdapat dalam 𝑣𝑖,𝑝, maka

nilai dari faktor pendukung di fuzzifikasikan menjadi 0 𝐡𝑖,π‘›βˆ’2⁄ + 0,5

𝐡𝑖,π‘›βˆ’1⁄ +

1𝐡𝑖,𝑛⁄ , di notasikan menjadi π‘Œπ‘–,𝑛.

8. Bentuk FLR dari faktor ke-π‘š orde ke- π‘˜ berdasarkan nilai fuzzifikasi faktor

utama dan faktor pendukung. Bentuk FLR faktor ke-π‘š orde ke- π‘˜ dengan

persamaan 2.8

(π‘‹π‘—βˆ’π‘˜; π‘Œ2,π‘—βˆ’π‘˜,… , π‘Œπ‘šβˆ’1,π‘—βˆ’π‘˜), … , (π‘‹π‘—βˆ’2; π‘Œ2,π‘—βˆ’2,… , π‘Œπ‘šβˆ’1,π‘—βˆ’2),

(π‘‹π‘—βˆ’1; π‘Œ1,π‘—βˆ’1,π‘Œ2,π‘—βˆ’1,… , π‘Œπ‘šβˆ’1,π‘—βˆ’1),β†’ 𝑋𝑗

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 ...eprints.undip.ac.id/82352/3/3_BAB_II.pdfseperti suhu, kelembapan udara, curah hujan dan bahkan kecepatan angin (Xiang dkk, 2017). Hal

16

dengan 𝑗 > π‘˜. π‘‹π‘—βˆ’π‘˜ menunjukkan langkah ke- π‘˜ ketergantungan dari nilai ke

– 𝑗 faktor utama 𝑋𝑗 , π‘Œπ‘–, 𝑗 βˆ’ π‘˜, i = 1,2, … ,π‘š βˆ’ 1, 𝑗 = 1,2, … , π‘˜. Langkah

selanjutnya bagi FLR kedalam FLRG berdasarkan current states dari FLR.

FLR dibagi kedalam FLRG dengan cara mengurutkan FLR dari nilai FLR yang

terkecil ke nilai FLR terbesar. Sedangkan faktor pendukung berperan seperti

komponen pendukung vector dimensi ke – π‘š.

9. Hitung nilai peramalan berdasarkan aturan di bawah;

Aturan 1. Jika π‘š – faktor orde ke-π‘˜ FLRG, dengan nilai FLRG yang muncul

hanya satu, ditunjukkan pada persamaan 2.9 berikut

(π‘‹π‘—βˆ’π‘˜; π‘Œ2,π‘—βˆ’π‘˜,… , π‘Œπ‘šβˆ’1,π‘—βˆ’π‘˜), … , (π‘‹π‘—βˆ’2; π‘Œ2,π‘—βˆ’2,… , π‘Œπ‘šβˆ’1,π‘—βˆ’2),

(π‘‹π‘—βˆ’1; π‘Œ1,π‘—βˆ’1,π‘Œ2,π‘—βˆ’1,… , π‘Œπ‘šβˆ’1,),β†’ 𝑋𝑗

Dimana 𝑋 merupakan nilai fuzzifikasi faktor utama dan π‘Œ merupakan nilai

fuzzifikasi faktor pendukung, peramalan hari ke- 𝑗 dihitung pada persamaan

2.10 sebagai berikut :

𝑑𝑗 =

{

(

π‘š1+0,5βˆ—π‘š2

1+0,5)

(0,5βˆ—π‘šπ‘—βˆ’1+π‘šπ‘—+0,5βˆ—π‘šπ‘—+1

0,5+1+0,5)

(0,5βˆ—π‘šπ‘›βˆ’1+π‘šπ‘›

0,5+1)

π‘—π‘–π‘˜π‘Ž 𝑗=1

π‘—π‘–π‘˜π‘Ž 2β‰€π‘—β‰€π‘›βˆ’1

π‘—π‘–π‘˜π‘Ž 𝑗=𝑛

dengan π‘šπ‘—βˆ’1, π‘šπ‘— dan π‘šπ‘—+1 merupakan nilai titik tengah interval π‘’π‘—βˆ’1, 𝑒𝑗 dan

𝑒𝑗+1. Nilai 𝑗 merupakan nilai fuzzy set yang banyaknya di notasikan dengan 𝑛.

Aturan 2. Jika π‘š – faktor orde ke-π‘˜ sebelum hari ke-i, dengan nilai FLRG

yang muncul lebih dari satu, ditunjukkan pada persamaan 2.11 di bawah :

(π‘‹π‘—βˆ’π‘˜; π‘Œ2,π‘—βˆ’π‘˜,… , π‘Œπ‘šβˆ’1,π‘—βˆ’π‘˜), … , (π‘‹π‘—βˆ’2; π‘Œ2,π‘—βˆ’2,… , π‘Œπ‘šβˆ’1,π‘—βˆ’2),

(π‘‹π‘—βˆ’1; π‘Œ1,π‘—βˆ’1,π‘Œ2,π‘—βˆ’1,… , π‘Œπ‘šβˆ’1,π‘—βˆ’1),β†’ 𝑋𝑗1

(π‘‹π‘—βˆ’π‘˜; π‘Œ2,π‘—βˆ’π‘˜,… , π‘Œπ‘šβˆ’1,π‘—βˆ’π‘˜), … , (π‘‹π‘—βˆ’2; π‘Œ2,π‘—βˆ’2,… , π‘Œπ‘šβˆ’1,π‘—βˆ’2),

(π‘‹π‘—βˆ’1; π‘Œ1,π‘—βˆ’1,π‘Œ2,π‘—βˆ’1,… , π‘Œπ‘šβˆ’1,π‘—βˆ’1),β†’ 𝑋𝑗2

.

.

(2.9)

(2.8)

(2.10)

(2.11)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 ...eprints.undip.ac.id/82352/3/3_BAB_II.pdfseperti suhu, kelembapan udara, curah hujan dan bahkan kecepatan angin (Xiang dkk, 2017). Hal

17

.

(π‘‹π‘—βˆ’π‘˜; π‘Œ2,π‘—βˆ’π‘˜,… , π‘Œπ‘šβˆ’1,π‘—βˆ’π‘˜), … , (π‘‹π‘—βˆ’2; π‘Œ2,π‘—βˆ’2,… , π‘Œπ‘šβˆ’1,π‘—βˆ’2),

(π‘‹π‘—βˆ’1; π‘Œ1,π‘—βˆ’1,π‘Œ2,π‘—βˆ’1,… , π‘Œπ‘šβˆ’1,π‘—βˆ’1),β†’ 𝑋𝑗𝑝

Hitung nilai prediksi menggunakan prinsip kedua yang ditunjukkan oleh

persamaan 2.12:

π‘›π‘—βˆ’1 βˆ— 𝑑𝑗1 + π‘›π‘—βˆ’2 βˆ— 𝑑𝑗2 +β‹―+ 𝑛𝑗𝑝 βˆ— 𝑑𝑗𝑝

𝑛𝑗1 + 𝑛𝑗1 +β‹―+ π‘›π‘˜π‘

Dengan nilai 𝑑𝑗1, 𝑑𝑗2, …, dan 𝑑𝑗𝑝 mengacu pada hasil 𝑑𝑗pada prinsip satu.

Aturan 3. Jika π‘š – faktor orde ke-π‘˜ dengan π‘˜ β‰₯ 2 sebelum hari ke-i dengan

nilai FLRG yang tidak diketahui seperti yang ditunjukkan pada persamaan

2.13:

(π‘‹π‘—βˆ’π‘˜; π‘Œ2,π‘—βˆ’π‘˜,… , π‘Œπ‘šβˆ’1,π‘—βˆ’π‘˜), … , (π‘‹π‘—βˆ’2; π‘Œ2,π‘—βˆ’2,… , π‘Œπ‘šβˆ’1,π‘—βˆ’2),

(π‘‹π‘—βˆ’1; π‘Œ1,π‘—βˆ’1,π‘Œ2,π‘—βˆ’1,… , π‘Œπ‘šβˆ’1,π‘—βˆ’1),β†’ #

Hitung hasil prediksi dengan persamaan 2.14 :

1 βˆ— π‘‘π‘–π‘˜ + 2 βˆ— 𝑑𝑖(π‘˜βˆ’1) +β‹―+ π‘˜ βˆ— 𝑑𝑖𝑙

1 + 2 +β‹―+ π‘˜

Dengan nilai π‘‘π‘–π‘˜, 𝑑𝑖(π‘˜βˆ’1),…, 𝑑𝑖𝑙 mengacu pada perhitungan pada prinsip satu.

10. Setelah didapat nilai prediksi yang masih berupa presentase, langkah

selanjutnya adalah mengubah hasil prediksi presentase menjadi nilai data

aktual dengan persamaan 2.15

(Hasil Prediksi Presentase βˆ— Data aktual) + Data aktual

2.6 Pengujian Akurasi

Sebuah model peramalan yang sudah dilakukan kemudian akan diujikan

keakurasiannya menggunakan beberapa indikator. Ada beberapa cara untuk

melakukan pengujian akurasi yang dihasilkan oleh peramalan. Beberapa di

antaranya menggunakan RMSE, AFER, MSE maupun MAPE. MAPE (Mean

Absolute Percentage Error) merupakan nilai rata - rata persentase absolut dari

kesalahan peramalan dengan menghitung nilai kesalahan absolut pada tiap periode

nilai kesalahan dibagi dengan n.

(2.12)

(2.13)

(2.14)

(2.15)

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 ...eprints.undip.ac.id/82352/3/3_BAB_II.pdfseperti suhu, kelembapan udara, curah hujan dan bahkan kecepatan angin (Xiang dkk, 2017). Hal

18

MAPE banyak digunakan untuk mengukur akurasi peramalan karena nilai

yang dihasilkan oleh MAPE berupa akurasi peramalan dalam bentuk persentase

sehingga lebih mudah untuk dibaca. Model MAPE yang digunakan di

representasikan dengan persamaan 2.17 sebagai berikut:

𝑀𝐴𝑃𝐸 = (βˆ‘|

π‘‹π‘‘βˆ’πΉπ‘‘π‘‹π‘‘

Γ—100|

𝑛)% (2.17)

Dengan : 𝑛 = nilai periode waktu

𝑋𝑑 = nilai sebenarnya pada periode ke-t

𝐹𝑑 = nilai peramalan pada periode ke-t

Untuk kriteria MAPE yang digunakan untuk menukur akurasi peramalan,

digunakan table kriteria menurut tabel 2.1 di bawah (Ding dkk, 2018).

Tabel 2.1 Tabel Kriteria MAPE

MAPE (%) Akurasi Peramalan

< 10 Sangat Akurat

10-20 Akurat

20-50 Cukup Akurat

>50 Tidak Akurat