bab ii tinjauan pustaka dan landasan teori 2.1 penelitian ...eprints.umm.ac.id/47379/3/bab ii.pdf18...
TRANSCRIPT
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu
1. Penelitian yang ditulis oleh Intan Herayomi (2016) dengan judul Peran
Pemuda Dalam Pengembangan Desa Wisata Di Desa Kebonagung,
Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini yakni
peran pemuda dalam mengembangkan desa wisata adalah sebagai obyek,
bukan sebagai subyek, yang ditandai dengan: (a) tidak terdapat partisipasi
pemuda dalam pembuatan dan pengambilan keputusan dalam rencana-
rencana yang biasa dilaksanakan karena inisiatif setiap program tidak
muncul dari pemuda tapi dari pengurusnya. (b) partisipasi pemuda dalam
implementasi dan pelaksanaan. Pemuda terlibat pada beberapa kegiatan desa
wisata, yaitu outbound, permainan anak, kegiatan api unggun, dan kesenian
jathilan dan gejug lesung. (c) partisipasi pemuda dalam menikmati hasil
kegiatan yang memberikan keuntungan pada segi keuangan pemuda dan
kekompakan di masyarakat. (d) Tidak terdapat partisipasi pemuda dalam
evaluasi, yaitu pemuda tidak dilibatkan dalam forum musyawarah. Faktor
pendukung pemuda dalam pengembangan Desa Wisata Kebonagung antara
lain: semangat, faktor pengangguran, faktor masyarakat, dan atraksi Desa
Wisata Kebonagung. Sedangkan faktor penghambatnya antara lain: peran
pemuda belum maksimal, dan kurangnya dukungan dari berbagai pihak.
19
2. Penelitian yang ditulis oleh Aulia Rizki Nabila & Tri Yuningsih (tanpa
tahun) dengan judul Analisis Partisipasi Mayarakat Dalam Pengembangan
Desa Wisata Kandiri Kota Semarang. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk partisipasi
masyarakat Kelurahan Kandri dalam pengembangan Desa Wisata kandri
masih berbentuk partisipasi semu atau psudeo-participation, sedangkan
tingkat partisipasi masyarakat Kandri dalam pengembangan Desa Wisata
Kandri ini sudah berada pada tingkat tertinggi yaitu citizen power. Faktor
yang mendorong yaitu pengetahuan terhadap program, jenis kelamin,
kepercayaan masyarakat, dan faktor eksternal sedangkan faktor yang
menghambat yaitu pekerjaan masyarakat, pendidikan, dan faktor eksternal.
3. Penelitian yang ditulis oleh Ema Riana Dewi (2018) dengan judul Peran
Pemerintah Desa Dan Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Di
Desa Sawahan Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek. Metode
penelitian yang digunakan yakni metode penelitian kualitatif. Hasil dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) program dalam pengembangan desa
wisata di Desa Sawahan Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek ada 6
(enam) yaitu: program paket wisata, program kebersihan lingkungan,
program pengolahan pupuk organik dari sampah dapur, program sayur
organik, program edukasi stek durian, dan program festival durian. (2) Peran
Pemerintah Desa dalam pengembangan desa wisata di Desa Sawahan
meliputi sosialisasi, pendukung, mengontrol, promosi, dan mengevaluasi.
(3) Peran Masyarakat dalam pengembangan desa wisata di Desa Sawahan
meliputi perencanaan, pelaksanaan, promosi, serta ramah-tamah dan gotong
20
royong. (4) Faktor pendukung dalam pengembangan desa wisata di Desa
Sawahan meliputi hasil potensi desa, partisipasi masyarakat, dukungan
pemerintah desa, sinergi pemerintah desa dan masyarakat, dan modal sosial
masyarakat. (5) Faktor penghambat dalam pengembangan desa wisata di
Desa Sawahan meliputi partispasi masyarakat, pendanaan, dan wisata kebun
durian yang bersifat musiman. (6) Cara mengatasi hambatan dalam
pengembangan desa wisata di Desa Sawahan yaitu pemerintah desa
memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait pentingnya
pengembangan desa wisata, masyarakat sebagai pengelola pengembangan
desa wisata mengajukan proposal ke BAPPEDA (Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah) Kabupaten Trenggalek, dan pemanfaatan potensi
desa lainnya yang ada dan yang musim agar tidak tergantung dengan musim
durian dan pengembangan desa wisata di Desa Sawahan tetap berjalan.
4. Penelitian yang ditulis oleh Cadika Indrawati Putri, Rudi Saprudin Darwis,
& Budi M Taftazani (2017) dengan judul Peran Perempuan Dalam
Pengembangan Program Desa Wisata. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian awal
menunjukan bahwa Cianjur memiliki potensi desa wisata yang baik, melihat
jumla daerah dan jumlah sumber daya manusianya yang cukup banyak.
Namun pada kenyataannya masyarakat desa di Cianjur belum mmapu
mengoptimalkan potensi desa wisata dan jumlah sumber daya manusianya,
terlebih lagi untuk sumber daya perempuannya, padahal jumlah perempuan
dari tahun ketahun terus meningkat. Hal tersebut terjadi karena terjadi
sebuah dilema di masyarakat akan kedudukan wanita dalam kegiatan
21
bermayarakat khususnya pada program pengembangan masyarakat melalui
program desa wisata. Untuk itu hasil akhir dari penelitian ini akan
menunjukan peran perempuan dalam program desa wisata.
5. Kajian dari Rudy Suryanto dengan judul Peta Jalan Bumdes Indonesia
Menuju Kemandirian Ekonomi Desa (2018) merupakan sebuah kajian yang
bertujauan agar badan usaha milik desa mempunyai arah dan sasaran yang
terarah dan terpadu sehinga kemandirian perekonomian di desa bisa
terlaksana. Pemaparan Rudy Suryanto terkait peta Jalan Bumdes dimulai
dari kondisi Bumdes saat ini, apa tujuan ideal yang akan diraih dan
bagaimana meraihnya. Strategi untuk meraih agar bumdes bisa berkembang
dan maju adalah dengan peningkatan kapasitas SDM, menggunakan
teknologi informasi dan berjejaring secara nasional. Upaya untuk
menjalankan strategi tersebut perlu didukung oleh Aliansi berbagai pihak
yaitu akademisi, pebisnis, masyarakat, pemerintah, layanan penyedia
keuangan dan media. metode pengukuran kinerja, kurikulum peningkatan
kapasitas SDM Bumdes serta pola-pola pengembangan Bumdes harus
secara jelas mulai dari taapan perencanaan sampai dengan pelaksanaan.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Judul/Nama/Th Hasil Penelitian Relevansi
1 Peran Pemuda Dalam
Pengembangan Desa
Wisata Di Desa
Kebonagung,
Kecamatan Imogiri,
Kabupaten Bantul,
Daerah Istimewa
Yogyakarta/ Intan
Herayomi/ 2016
Hasil penelitian yang diperoleh dalam
penelitian ini adalah : 1)Peran
pemuda dalam mengembangkan
desa wisata adalah sebagai
obyek, bukan sebagai subyek,
yang ditandai dengan: (a) tidak
terdapat partisipasi pemuda
dalam pembuatan dan
pengambilan keputusan dalam
rencana-rencana yang biasa
dilaksanakan karena inisiatif
Persamaan:
Kedua penelitian mengkaji peran warga
dalam mengembangkan desa
wisata alam.
Perbedaan:
Dalam penelitian yang ditulis
Intan, peneliti hanya mengkaji
tentang partisipasi pemuda
dalam pengembangan desa
wisata di Desa Kebonagung,
sedangkan dalam penelitian
22
No Judul/Nama/Th Hasil Penelitian Relevansi
setiap program tidak muncul
dari pemuda tapi dari
pengurusnya. (b) partisipasi
pemuda dalam implementasi
dan pelaksanaan. Pemuda
terlibat pada beberapa kegiatan
desa wisata, yaitu outbound,
permainan anak, kegiatan api
unggun, dan kesenian jathilan
dan gejug lesung. (c) partisipasi
pemuda dalam menikmati hasil
kegiatan yang memberikan
keuntungan pada segi keuangan
pemuda dan kekompakan di
masyarakat. (d) Tidak terdapat
partisipasi pemuda dalam
evaluasi, yaitu pemuda tidak
dilibatkan dalam forum
musyawarah.
(2) Faktor pendukung pemuda dalam
pengembangan Desa Wisata
Kebonagung antara lain:
semangat, faktor pengangguran,
faktor masyarakat, dan atraksi
Desa Wisata Kebonagung.
Sedangkan faktor
penghambatnya antara lain:
peran pemuda belum maksimal,
dan kurangnya dukungan dari
berbagai pihak.
yang akan dilakukan mengkaji
tentang peran masyarakat baik
tua maupun muda dalam
pengembangan desa wisata
Pujon Kidul.
2 Analisis Partisipasi
Mayarakat Dalam
Pengembangan Desa
Wisata Kandiri Kota
Semarang/ Aulia Rizki
Nabila & Tri
Yuningsih/ tanpa tahun
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa bentuk
partisipasi masyarakat
Kelurahan Kandri dalam
pengembangan Desa Wisata
kandri masih berbentuk
partisipasi semu atau psudeo-
participation, sedangkan tingkat
partisipasi masyarakat Kandri
dalam pengembangan Desa
Wisata Kandri ini sudah berada
pada tingkat tertinggi yaitu
citizen power. Faktor yang
mendorong yaitu pengetahuan
terhadap program, jenis
kelamin, kepercayaan
masyarakat, dan faktor
Persamaan :
penelitian sama-sama mengkaji
peran masyarakat dalam
pengembangan desa wisata
alam
Perbedaan:
penelitian yang ditulis oleh
Aulia dan Tri mengambil lokasi
penelitian di Desa Wisata
Kandiri Kota Semarang,
sedangkan dalam penelitian
yang akan dilakukan
mengambil lokasi penelitian di
Desa Wisata Pujon Kidul
.
23
No Judul/Nama/Th Hasil Penelitian Relevansi
eksternal sedangkan faktor yang
menghambat yaitu pekerjaan
masyarakat, pendidikan, dan
faktor eksternal.
3 Peran Pemerintah Desa
Dan Masyarakat Dalam
Pengembangan Desa
Wisata Di Desa
Sawahan Kecamatan
Watulimo Kabupaten
Trenggalek/ Ema Riana
Dewi/ 2018
Hasil penelitian diketahui : (1)
program dalam pengembangan
desa wisata di Desa Sawahan
Kecamatan Watulimo
Kabupaten Trenggalek ada 6
(enam) yaitu: program paket
wisata, program kebersihan
lingkungan, program
pengolahan pupuk organik dari
sampah dapur, program sayur
organik, program edukasi stek
durian, dan program festival
durian. (2) Peran Pemerintah
Desa dalam pengembangan
desa wisata di Desa Sawahan
meliputi sosialisasi, pendukung,
mengontrol, promosi, dan
mengevaluasi. (3) Peran
Masyarakat dalam
pengembangan desa wisata di
Desa Sawahan meliputi
perencanaan, pelaksanaan,
promosi, serta ramah-tamah dan
gotong royong. (4) Faktor
pendukung dalam
pengembangan desa wisata di
Desa Sawahan meliputi hasil
potensi desa, partisipasi
masyarakat, dukungan
pemerintah desa, sinergi
pemerintah desa dan
masyarakat, dan modal sosial
masyarakat. (5) Faktor
penghambat dalam
pengembangan desa wisata di
Desa Sawahan meliputi
partispasi masyarakat,
pendanaan, dan wisata kebun
durian yang bersifat musiman.
(6) Cara mengatasi hambatan
dalam pengembangan desa
wisata di Desa Sawahan yaitu
pemerintah desa memberikan
Persamaan:
penelitian sama-sama mengkaji
peran masyarakat dalam
pengembangan desa wisata.
Perbedaan:
penelitian yang ditulis oleh Ema
mengkaji tentang peran
pemerintah dan masyarakat
dalam pengembangan desa
wisata Sawahan Kecamatan
Watulimo Kabupaten
Trenggalek, sedangkan dalam
penelitian yang akan dilakukan
hanya mengkaji peran
masyarakat saja
24
No Judul/Nama/Th Hasil Penelitian Relevansi
sosialisasi kepada masyarakat
terkait pentingnya
pengembangan desa wisata,
masyarakat sebagai pengelola
pengembangan desa wisata
mengajukan proposal ke
BAPPEDA (Badan
Perencanaan Pembangunan
Daerah) Kabupaten Trenggalek,
dan pemanfaatan potensi desa
lainnya yang ada dan yang
musim agar tidak tergantung
dengan musim durian dan
pengembangan desa wisata di
Desa Sawahan tetap berjalan.
4 Peran Perempuan
Dalam Pengembangan
Program Desa Wisata/
Cadika Indrawati Putri,
Rudi Saprudin Darwis,
& Budi M Taftazani/
2017
Dari hasil penelitian awal
menunjukan bahwa Cianjur
memiliki potensi desa wisata
yang baik, melihat jumla daerah
dan jumlah sumber daya
manusianya yang cukup
banyak. Namun pada
kenyataannya masyarakat desa
di Cianjur belum mmapu
mengoptimalkan potensi desa
wisata dan jumlah sumber daya
manusianya, terlebih lagi untuk
sumber daya perempuannya,
padahal jumlah perempuan dari
tahun ketahun terus meningkat.
Hal tersebut terjadi karena
terjadi sebuah dilema di
masyarakat akan kedudukan
wanita dalam kegiatan
bermayarakat khususnya pada
program pengembangan
masyarakat melalui program
desa wisata. Untuk itu hasil
akhir dari penelitian ini akan
menunjukan peran perempuan
dalam program desa wisata
Persamaan:
penelitian mengkaji tentang
peran masyarakat dalam
mengembangkan desa wisata.
Perbedaan:
penelitian yang ditulis oleh
Cadika, Rudi dan Budi
mengkaji tentang peran
perempuan dalam
pengembangan program desa
wisata, sedangkan dalam
penelitian yang akan dilakukan
lebih mengkaji peran
masayarakat baik tua atau muda
maupun perempuan atau laki-
laki dalam pengembangan desa
wisata.
25
No Judul/Nama/Th Hasil Penelitian Relevansi
5 Peta Jalan Bumdes
Indonesia Menuju
Kemandirian Ekonomi
Desa, Rudy Suryanto,
UGM/2016
Pemaparan Rudy Suryanto
terkait peta Jalan Bumdes
dimulai dari kondisi Bumdes
saat ini, apa tujuan ideal yang
akan diraih dan bagaimana
meraihnya. Strategi untuk
meraih agar bumdes bisa
berkembang dan maju adalah
dengan peningkatan kapasitas
SDM, menggunakan teknologi
informasi dan berjejaring
secara nasional. Upaya untuk
menjalankan strategi tersebut
perlu didukung oleh Aliansi
berbagai pihak yaitu akademisi,
pebisnis, masyarakat,
pemerintah, layanan penyedia
keuangan dan media. metode
pengukuran kinerja, kurikulum
peningkatan kapasitas SDM
Bumdes serta pola-pola
pengembangan Bumdes harus
secara jelas mulai dari taapan
perencanaan sampai dengan
pelaksanaan.
Persamaan: peyampaian kajian
dari Rudy Suryanto mempunyai
persamaan dengan penelitian
yang sedang peneliti lakukan
yaitu bagaimana badan usaha
milik desa menjadi salah satu
alternatif wadah dalam
pengembangan sebuah desa.
Perbedaan; tidak ada perbedaan
secara substansial dengan
penelitian yang saya lakukan,
hanya saja dalam kajian yang
disampaikan Rudy Suryanto
tidak ada dibahas bagaimana
pengembagan desa wisata
melalui peran bumdes.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Peran Badan Usaha Milik Desa
Peranan menurut Gros, Mason dan M.C Eachern yang dikutip dalam buku
Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi karangan David Berry adalah perangkat
harapan-harapan yang dikenakan pada individu atau kelompok yang menempati
kedudukan sosial tertentu. Hal senada juga diungkapkan oleh David Berry,
menurutnya didalam peranan terdapat dua macam harapan yaitu:
1. Harapan-harapan dari masyarakat terdapat pemegang peran atau
kewajiban-kewajiban dari pemegang peran.
26
2. Harapan-harapan yang dimiliki oleh sipemegang peran terhadap
masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya
dalam menjalankan peranannya atau kewajibannya (Berry,1995:101).
Perbedaan antara kedudukan dan peranan adalah untuk kepentingan ilmu
pengetahuan, keduanya tidak dapat dipisahkan karena yang satu tergantung pada
yang lainnya dan begitu pula sebaliknya. Tidak ada peranan tanpa kedudukan atau
kedudukan tanpa peranan, sebagaimana halnya dengan kedudukan, peranan juga
mempunyai dua arti, setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang
berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu berarti sekaligus bahwa
peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta
kesempatankesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya.
Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang, peranan
menyebabkan seseorang pada batasan-batasan tertentu, dapat meramalkan
perbedaan-perbedaan orang lain. Orang yang bersangkutan akan dapat
menyesuaikan perilaku sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya,
hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat.
Kontribusi peran dari masyarakat kemudian mengalami perkembangan yaitu
peran dari sebuah organisasi. Organisasi adalah unit sosial yang sengaja didirikan
untuk jangka waktu yang relatif lama, beranggotakan dua orang atau lebih yang
bekerja bersama-sama dan terkoordinasi, mempunyai pola kerja tertentu yang
terstruktur, serta didirikan untuk mencapai tujuan bersama atau satu tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya (Wibowo, 2011:17). Organisasi mempunyai beragam bentuk
dan tujuan yang ingin dicapai, salah satu bentuk organisasi yang bergerak dibidang
sosial dan ekonomi adalah Badan Usaha Milik Desa (Bumdes)
27
Badan Usaha Milik Desa merupakan pilar kegiatan ekonomi di desa yang
berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial
institution). BUMDes sebagai lembaga sosial berpihak kepada kepentingan
masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial. Sedangkan
sebagai lembaga komersial bertujuan mencari keuntungan melalui penawaran
sumberdaya lokal (barang dan jasa) ke pasar.” (Tim Pusat Kajian Dinamika
Sistem Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya: 2007: 3)
Terdapat 10 (sepuluh) ciri utama yang membedakan BUMDes dengan lembaga
ekonomi komersial pada umumnya yaitu:
1. Badan usaha ini dimiliki oleh desa dan dikelola secara bersama;
2. Modal usaha bersumber dari desa (51%) dan dari masyarakat (49%)
melalui penyertaan modal (saham atau andil);
3. Dijalankan dengan berdasarkan asas kekeluargaan dan kegotongroyongan
serta berakar dari tata nilai yang berkembang dan hidup dimasyarakat
(local wisdom);
4. Bidang usaha yang dijalankan didasarkan pada pengembangan potensi
desa secara umum dan hasil informasi pasar yang menopang kehidupan
ekonomi masyarakat
5. Tenaga kerja yang diberdayakan dalam BUMDes merupakan tenaga kerja
potensial yang ada didesa
6. Keuntungan yang diperoleh ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa dan atau penyerta modal
7. Pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah dilakukan melalui
musyawarah desa
28
8. Peraturan-peraturan Bumdes dijalankan sebagai kebijakan desa (village
policy)
9. Difasilitasi oleh Pemerintah, Pemprov, Pemkab, dan Pemdes;
Organisasi ekonomi perdesaan menjadi bagian penting sekaligus masih
menjadi titik lemah dalam rangka mendukung penguatan ekonomi perdesaan.
Oleh karenanya diperlukan upaya sistematis untuk mendorong organisasi ini agar
mampu mengelola aset ekonomi strategis di desa sekaligus mengembangkan
jaringan ekonomi demi meningkatkan daya saing ekonomi perdesaan. Dalam
konteks demikian, Bumdes pada dasarnya merupakan bentuk konsolidasi atau
penguatan terhadap lembaga-lembaga ekonomi desa. Beberapa agenda yang bisa
dilakukan antara lain:
1. Pengembangan kemampuan SDM sehingga mampu memberikan nilai
tambah dalam pengelolaan aset ekonomi desa,
2. Mengintegrasikan produk-produk ekonomi perdesaan sehingga memiliki
posisi nilai tawar baik dalam jaringan pasar,
3. Mewujudkan skala ekonomi kompetitif terhadap usaha ekonomi yang
dikembangkan,
4. Menguatkan kelembagaan ekonomi desa,
Bumdes merupakan instrumen pendayagunaan ekonomi lokal dengan berbagai
ragam jenis potensi. Pendayagunaan potensi ini terutama bertujuan untuk peningkatan
kesejahteran ekonomi warga desa melalui pengembangan usaha ekonomi mereka.
Disamping itu, keberadaan Bumdes juga memberikan sumbangan bagi peningkatan
sumber pendapatan asli desa yang memungkinkan desa mampu melaksanakan
pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat secara optimal.
29
2.2.2 Pengembangan Pariwisata
a. Pariwisata
Secara etimologi pariwisata terdiri dari dua suku kata yaitu “pari”
dan “wisata” yang mana dapat dijelaskan bahwa pari artinya banyak,
berkali-kali, dan wisata dapat diartikan sebagai perjalanan dan berpergian.
Atas dasar tersebut sehingga pariwisata dapat diartikan sebagai perjalanan
yang dilakukan secara berkali-kali dari suatu tempat ke tempat yang lain
dalam waktu yang cukup lama ( Yoeti Oka, 1996:108).
b. Pengertian Obyek dan Daya Tarik Wisata
Pengertian obyek dan daya tarik wisata menurut Marpaung adalah
suatu bentukan dari aktifitas dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat
menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah
atau tempat tertentu (Marpaung, 2002:78). Obyek dan daya tarik wisata
sangat erat hubungannya dengan travel motivation dan travel fashion,
karena wisatawan ingin mengunjungi serta mendapatkan suatu
pengalaman tertentu dalam kunjungannya. Sehingga dengan
mengembangkan obyek dan daya tarik wisata ini akan meningkatkan
kunjungan wisatawan.
Menurut UU RI No 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan,
dinyatakan bahwa obyek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang
menjadi sasaran wisata baik itu pembangunan obyek dan daya tarik wisata,
yang dilakukan dengan cara mengusahakan, mengelola dan membuat
obyek-obyek baru sebagai obyek dan daya tarik wisata. Dalam undang-
undang di atas, yang termasuk obyek dan daya tarik wisata terdiri dari :
30
1) Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang
berwujud keadaan alam serta flora dan fauna, seperti pemandangan
alam, panorama indah, hutan rimba dengan tumbuhan hutan tropis
serta binatang-binatang langka.
2) Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud
museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya,
pertanian (wisata agro), wisata tirta (air), wisata petualangan, taman
rekreasi, dan tempat hiburan lainnya.
3) Sasaran wisata minat khusus, seperti : berburu, mendaki gunung, gua,
industri dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat-
tempat ibadah, tempat- tempat ziarah, dan lain-lain.
4) Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata,
termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang
terkait di bidang tersebut. Dengan demikian pariwisata meliputi Semua
kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan wisata. Berkunjungnya
wisatawan ke obyek wisata dikarenakan adanya motivasi dan keinginan
seperti yang dikemukakan oleh Fandeli “wisatawan datang disuatu tempat
sangat ditentukan oleh motivasi dan keinginan, ada dua faktor yang
mendorong wisatawan untuk melakukan pariwisata yaitu: faktor
pendorong yaitu ingin terlepasnya dari kehidupan/rutinitas sehari-hari,
terbebas dari kemacetan, polusi dan lain-lain (Fandeli, 1995:37).
Sedangkan faktor penarik berkaitan dengan adanya atraksi wisata didaerah
atau di tempat tujuan wisata”. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
Obyek dan Daya Tarik Wisata dalam penelitian ini adalah keindahan alam
Desa Wisata Pujon Kidul yang masih terjaga.
31
c. Daya Saing Wisata
Daya saing merupakan salah satu kriteria untuk menentukan
keberhasilan dan pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu
negara dalam peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi.
Menurut Porter (1990:122) daya saing diidentifikasikan dengan masalah
produktifitas, yakni didefenisikan sebagai nilai output yang dihasilkan oleh
seorang tenaga kerja. Meningkatnya produktifitas ini disebabkan oleh
peningkatan jumlah input fisik modal dan tenaga kerja, peningkatan
kualitas input yang digunakan, dan peningkatan teknologi.
Selanjutnya Porter dalam (Putra, 2012:18) menjelaskan pentingnya daya
saing karena tiga hal berikut (1) mendorong produktivitas dan meningkatkan
kemampuan mandiri; (2) dapat meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam
konteks regional ekonomi maupun entitas pelaku ekonomi sehingga pertumbuhan
ekonomi meningkat; (3) kepercayaan bahwa mekanisme pasar lebih mencipatakan
efisiensi. Selain itu, daya saing juga dapat diartikan dari sisi permintaan (demand
side) dan dari sisi penawaran (supply side). Dari sisi permintaan, kemampuan
bersaing mengandung arti bahwa produk pariwisata yang dijual haruslah produk
yang sesuai dengan atribut yang dituntut konsumen atau produk yang
dipersepsikan bernilai tinggi oleh konsumen (consumer’svalue perception)
2.2.3 Desa Wisata
Menurut Wiendu, desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara
atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur
kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku
32
(Wiendu, 1993:2-3). Desa wisata biasanya memiliki kecenderungan kawasan
pedesaan yang memiliki kekhasan dan daya tarik sebagai tujuan wisata. Desa
wisata menekankan pengembangan wisata berbasis masyarakat lokal dan
keindahan alam lokal.
Sejalan dengan dinamika, gerak perkembangan pariwisata merambah
dalamberbagai terminologi seperti, sustainable tourism development, village
tourism, ecotourism, merupakan pendekatan pengembangan kepariwisataan yang
berupaya untuk menjamin agar wisata dapat dilaksanakan di daerah tujuan wisata
bukan perkotaan. Salah satu pendekatan pengembangan wisata alternatif adalah
desa wisata untuk pembangunan pedesaan yang berkelanjutan dalam bidang
pariwisata. Ramuan utama desa wisata diwujudkan dalam gaya hidup dan kualitas
hidup masyarakatnya. Keaslian juga dipengaruhi keadaan ekonomi, fisik dan
sosial daerah pedesaan tersebut, misalnya ruang, warisan budaya, kegiatan
pertanian, bentangan alam, jasa, pariwisata sejarah dan budaya, serta pengalaman
yang unikdan eksotis khas daerah.
Menurut pola, proses, dan tipe pengelolanya desa wisata terbagi dalam dua
bentuk yaitu tipe terstruktur dan tipe terbuka (Wiendu, 1993-8).
1. Tipe Terstruktur
Tipe terstruktur ditandai dengan karakter sebagai berikut:
a) Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik untuk
kawasan tersebut. Kelebihan tipe ini adalah dalam citra yang ditumbuhkan
mampu menembus pasar internasional. Lokasi pada umumnya terpisah dari
masyarakat lokal sehingga dampak negative yang ditimbulkan diharapkan
terkontrol dan pencemaran sosial budaya akan terdeteksi sejak dini.
33
b) Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan
perencanaan yang integratif dan terkoordinir sehinga diharapkan menjadi
agen untuk mendapatkan dana internasional sebagai unsurutama
menangkap jasa dari hotel-hotel berbintang.
2. Tipe Terbuka
Tipe ini ditandai dengan karakter tumbuh dan menyatunya kawasan
dengan struktur kehidupan, baik ruang maupun pola masyarakat lokal.
Distribusi pendapatan yan didapat dari wisatawan dapat langsung dinikmati
oleh penduduk lokal, akan tetapi dampak negatifnya cepat menjalar menjadi
satu ke dalam penduduk lokal sehingga sulit dikendalikan. Senada dengan
hal diatas, menurut Syamsu dalam Suatu kawasan dikatakan dapat menjadi
desa wisata harus memperhatikan faktor-aktor sebagai berikut (Prakoso,
2005:57):
a) Faktor kelangkaan adalah sifat dari atraksi wisata yang tidak bias dijumpai
atau langka di tempat lain.
b) Faktor kealamiahan adalah sifat atraksi wisata yang belum pernah
mengalami perubahan akibat campur tangan manusia.
c) Keunikan, yakni sifat atraksi wisata yang memiliki keunggulan komparatif
dibanding objek wisata lain.
d) Faktor pemberdayaan masyarakat yang mampu menghimbau agar
masyarakat ikut serta dan diberdayakan dalam pengelolaan objek wisata
didaerahnya.
34
2.2.4 Konsep Pengembangan Desa Wisata
Ada beberapa pendapat para ahli tentang arti dari pengembangan itu
sendiri. Menurut Paturusi mengungkapkan bahwa pengembangan adalah suatu
strategi yang dipergunakan untuk memajukan, memperbaiki dan meningkatkan
kondisi kepariwisataan suatu objek dan daya tarik wisata sehingga dapat
dikunjungi wisatawan serta mampu memberikan manfaat bagi masyarakat
disekitar objek dan daya tarik wisata maupun bagi pemerintah (Prakoso, 2005).
Selanjutnya Suwantoro pengembangan bertujuan untuk mengembangkan
produk dan pelayanan yang berkualitas, seimbang dan bertahap (Suwantoro, 2004:54).
Sedangkan Poerwadarminta (2003:28) lebih menekankan kepada suatu proses atau
suatu cara menjadikan sesuatu menjadi maju, baik sempurna dan berguna. Disamping
itu pengembangan pariwisata bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi wisatawan
maupun komunitas tuan rumah. Dengan adanya pembangunan pariwisata diharapkan
mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Pengembangan pariwisata melalui penyediaan fasilitas infrastruktur,
wisatawan dan penduduk setempat akan saling diuntungkan. Pengembangan
tersebut hendaknya sangat memperhatikan berbagai aspek, seperti ; aspek budaya,
sejarah dan ekonomi daerah tujuan wisata. Pada dasarnya pengembangan
pariwisata dilakukan untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan
permasalahan (Mill, 2010:168). Pengembangan pariwisata secara mendasar
memperhatikan beberapa konsep seperti :
1) Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan,
2) Pembangunan Wilayah Terpadu dan Pengembangan Produk Wisata;
3) Pembangunan Ekonomi Pariwisata; serta
4) Pengembangan Lingkungan.
35
Konsep pengembangan merupakan sebuah keharusan yang harus
diaplikasikan dalam kehidupan, Kata konsep artinya ide, rancangan atau
pengertian yang diabstrakan dari peristiwa kongkrit sedangkan pengembangan
artinya proses, cara, perbuatan mengembangkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2002). Dengan demikian konsep pengembangan adalah rancangan
mengembangkan sesuatu yang sudah ada dalam rangka meningkatkan kualitas
lebih maju. Bila konsep pengembangan ini diterapkan dalam pariwisata, maka ide,
gagasan ataupun rancangan yang sudah dianggap matang dan berhasil kemudian
lebih ditinggkatkan dengan tujuan kualitas wisata yang sudah ada akan lebih
meningkat ketika proses pengembangan ini terus dilaksanakan.
Konsep dari pengembangan desa wisata adalah sebagai salah satu produk
wisata alternatif yang dapat memberikan dorongan bagi pembangunan pedesaan
yang berkelanjutan serta memiliki prinsip-prinsip pengelolaan antara lain, ialah:
1) Memanfaatkan sarana dan prasarana masyarakat setempat,
2) menguntungkan masyarakat setempat,
3) berskala kecil untuk memudahkan terjalinnya hubungan timbal balik
dengan masyarakat setempat,
4) melibatkan masyarakat setempat,
5) menerapkan pengembangan produk wisata pedesaan, dan beberapa criteria
yang mendasarinya seperti antara lain:
a) Penyediaan fasilitas dan prasarana yang dimiliki masyarakat lokal
yang biasanya mendorong peran serta masyarakat dan menjamin
adanya akses ke sumber fisik merupakan batu loncatan untuk
berkembangnya desa wisata.
36
b) Mendorong peningkatan pendapatan dari sektor pertanian dan
kegiatan ekonomi tradisional lainnya.
c) Penduduk setempat memiliki peranan yang efektif dalam proses
pembuatan keputusan tentang bentuk pariwisata yang memanfaatkan
kawasan lingkungan dan penduduk setempat memperoleh pembagian
pendapatan yang pantas dari kegiatan pariwisata.
d) Mendorong perkembangan kewirausahaan masyarakat setempat
(Sastrayudha, 2010:9).
Sementara itu, tujuan pengembangan kawasan desa wisata adalah:
a) Mengenali jenis wisata yang sesuai dan melengkapi gaya hidup yang
disukai penduduk setempat.
b) Memberdayakan masyarakat setempat agar bertanggung jawab
terhadap perencanaan dan pengelolaan lingkungannya.
c) Mengupayakan agar masyarakat setempat dapat berperan aktif dalam
pembuatan keputusan tentang bentuk pariwisata yang memanfaatkan
kawasan lingkungannya, dan agar mereka, mendapat jaminan
memperoleh bagian pendapatan yang pantas dari kegiatan pariwisata.
d) Mendorong kewirausahaan masyarakat setempat.
e) Mengembangkan produk wisata desa.
2.3 Landasan Teori
1. Teori Fungsionalisme-Struktural Talcott Parsons
Sosiologi mempelajari transaksi-transaksi sosial yang mencakup
usaha-usaha bekerja sama antara para pihak karena semua kegiatan
37
masyarakat didasarkan pada gotong-royong. Pelaksanaan gotong royong
inilah yang akan membawa masyarakat pada sebuah proses sosial dimana
orang perorangan dan kelompok sosial saling bertemu untyk menentukan
sistem serta bentuk-bentuk hubungan yang akan digunakan bersama sebagai
pedoman pengembangan masyarakat.
Bentuk umum dari sebuah proses sosial adalah interaksi sosial yang
didalamnya terjadi hubungan-hubungan sosial yang dinamis antar anggota
sosial/masyarakat. Berlangsungnya suatu proses interaksi sosial dapat terjadi
jika adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Kontak sosial terjadi bukan
hanya tergantung dari tindakan, akan tetapi juga tanggapan terhadap tindakan
tersebut. sedangkan komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran
pada perilak orang laian dan orang yang bersangkutan kemudian memberikan
reaksi terhadap tafsiran dari orang lain tersebut.
Interaksi sosial yang dilakukan bermuara pada suatu proses perubahan
sosial yang mengharuskan anggota masyarakat memiliki peningkatan
kemampuan secara adaptif. Peningkatan adaptif memerlukan kemampuan-
kemampuan fungsional tetentu sehingga penekanan harus lebih banyak
didasarkan pada sumber-sumber daya yang umum.
Peningkatan adaptif dari sebuah interaksi sosial inilah yang menjadi
dasar lahirnya teori struktural fungsional yang dikemukakan oleh emile
durkheim. Pendekatan teori sosiologi struktural-fungsional menyangkut
struktur (aturan pola sosial) dan fungsinya dalam masyarakat dan pada
kehidupan sosial secara total. Penganut pandangan teori struktural-
fungsional melihat sistem sosial sebagai suatu sistem yang seimbang,
38
harmonis dan berkelanjutan. Konsep struktur sosial meliputi bagian-bagian
dari sistem dengan cara kerja pada setiap bagian yang terorganisir. Durkheim
memahami masyarakat dengan beberapa perspektif antara lain adalah: (1)
setiap masyarakat secara relatif bersifat langgeng, (2) Setiap masyarakat
merupakan struktur elemen yang terintregrasi dengan baik, (3) setiap elemen
didalam suatu masyarakat memiliki satu fungsi, yaitu menyumbang pada
bertahanya sistem itu, dan (4) setiap struktur sosial yang berfungsi didasarkan
pada konsensus nilai antara para anggotanya (Wirawan, 2006:47).
Pendekatan struktural-fungsional menekankan pada keseimbangan
sistem yang stabil dalam masyarakat. Konsep keseimbangan mengarah
kepada konsep homeostasis suatu organisme yaitu suatu kemampuan untuk
memelihara stabilitas agar kelangsungan suatu sistem tetap terjaga dengan
baik meskipun didalamnya mengakomodasi adanya adaptasi dengan
lingkungan. Pendekatan struktural fungsional juga menganalisis adanya
penyimpangan, misalnya penyimpangan nilai-nilai budaya dan norma,
kemudian memperhitungkan seberapa besar penyimpangan dapat
berkontribusi pada kestabilan atau perubahan sistem sosial. Penerapan teori
struktural fungsional dalam konteks peran masyarakat terlihat dari struktur
dan aturan yang diterapkan (Soekamto, 1988:21)
Asumsi dasar dari Teori ini adalah salah satu paham atau prespektif di
dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri
dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian yang
satu tidak dapat berfungsi tanpa adanya hubungan dengan bagian yang lainya.
Kemudian perubahan yang terjadi pada satu bagian akan menyebabkan
39
ketidakseimbangan dan pada giliranya akan menciptakan perubahan pada
bagian lainya. Perkembangan fungsionalisme didasarkan atas model
perkembangan sistem organisasi yang di dapat dalam biologi, teori ini
menekankan bahwa semua elemen harus berfungsi sehingga masyarakat bisa
menjalankan fungsinya dengan baik (Raho, 2007:48).
Pondasi teori dasar dari struktural fungsional yang dikemukakan oleh
emile durkheim inilah yang kemudian membuat Talcott Parson
mengembangkan pola analisis terhadap kondisi sosial masyarakat.
Masyarakat menurut Talcott Parson terintegrasi atas dasar kesepakatan dari
para anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai
kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut
dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam
suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat adalah merupakan
kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan
salingketergantungan (Grathoff, 2000:70).
Teori fungsionalisme-strukturalisme melakukan analisis dengan
melihat masyarakat sebagai suatu sistem dari interaksi antar manusia dan
berbagai institusinya, dan segala sesuatunya disepakati dengan konsensus,
termasuk dalam hal nilai dan norma. Teori fungsionalisme menekan pada
harmonisasi, konsistensi, dan keseimbangan dalam masyarakat.
Setiap masyarakat merupakan hasil dari siklus-siklus proses
perubahan sosial. hasil dari peroses perubahan sosial tersebut pada taraf yang
lebih umum cenderung menghasilkan perubahan dengan tipe-tipe yang
berbeda karena situasi yang lain dan derajat integrasi. Apabila pada bagian
40
masyaraka tmuncul terobosan dikarenakn perbedaan situasi dan derajat
integrasi yang memunculkan sifat perubahan, maka proses sosial tersebut
akan dapat dimasukkan kedalam paradigma perubahan evolusioner.
Sistem organisasi biologis dalam sistem tindakan berhubungan
dengan fungsi adaptasi yakni menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
mengubah lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Sistem kepribadian
melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan merumuskan tujuan dan
menggerakan segala sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan. Sistem
sosial berhubungan dengan fungsi integrasi dengan mengontrol komponen
dalam pembentukan masyarakat. Akhirnya sistem kebudayaan berhubungan
dengan fungsi pemeliharaan pola-pola atau struktur yang ada dengan
menyiapkan norma-norma dan nilai yang memotivasi mereka dalam
melakukan suatu tindakan (Raho, 2007:48).
Prespektif fungsionalis ini suatu masyarakat dilihat sebagai suatu
jaringan kelompok yang bekerja sama secara terorganisir yang bekerja dalam
suatu cara yang agak teratur menurut seperangkat peraturan dan nilai yang
dianut oleh sebagian besar masyarakat. Masyarakat dipandang sebagai suatu
sistem yang stabil dengan suatu kecenderungan ke arah keseimbangan.
Sebagai para juru bicara yang terkemuka, setiap kelompok atau lembaga
melaksanakan tugas tertentu dan terus-menerus, karena hal itu fungsional.
Parson menganalisis masyarakat sebagai suatu sistem sosial. Inti dari
suatu sistem adalah hubungan antara bagian yang membentuk satu
keseluruhan yaitu berupa organisme sosial. Karena organisme sosial
merupakan suatu sistem, maka bagian dari organisme sosial (masyarakat)
41
tersebut berusaha untuk menetralisir ganguan atau mempertahankan
keseimbangan. Parson memperkenalkan dua konsep yang berkenaan dengan
sistem sosial yaitu sebagai berikut (Parsons, 1951: 5-6).
a. Konsep Fungsi,yang mana dimengerti sebagai sumbangan kepada
keselamatan dan ketahanan sistem sosial.
b. Konsep pemeliharaan keseimbangan, dimana hal ini merupakan ciri utama
dari tiap sistem sosial.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa parson melihat masyarakat
sebagai suatu sistem yang mana tiap unsur saling mempengaruhi, saling
membutuhkan, dan bersama-sama membangun totalitas yang ada, serta
bertujuan untuk mewujudkan keseimbangan.
Teori fungsional melihat manusia dalam masyarakat sebagai ditandai
oleh dua tipe kebutuhan dan dua jenis kecenderugan bertindak. Demi
kelanjutan hidupnya, manusia harus bertindak terhadap lingkungan, baik
dengan cara menyesuaikan diri pada lingkungan itu atau menguasai dan
mengendalikannya. Teori fungsionalisme memandang sumbangan agama
terhadap masyarakat dan kebudayaan berdasarkan atas karakteristik
pentingnya, yakni transendensi pengalaman sehari-harinya dalam lingkungan
alam.
Perubahan sosial tidak akan terjadi jika tidak ada tindakan yang
dilakukan oleh anggota masyarakat. Secara logika, tindakan adalah
menyangkut hal-hal berikut, tindakan mengsyaratkan adanya seorang
pelaku/aktor, tindakan yang dilakukan harus ada tujuan yang jelas dan tearah,
dan tindakan didukung dengan sarana-saran yang mampu mempercepat
42
proses pencapaian tujuan. Teori fungsionalisme struktural, sebagaimana
dijelaskan oleh Talcott Parsons bahwa terdapat empat fungsi penting untuk
semua sistem “tindakan”, terkenal dengan Skema AGIL, yaitu (Hartono
1990:72) :
1) Adaptation (Adaptasi), sebuah sistem harus mampu menanggulangi situasi
eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan
dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhan.
2) Goal Attainment (pencapaian tujuan), sebuah sistem harus mendefinisikan
dan mencapai tujuan utamanya.
3) Integration (Integrasi), suatu sistem harus mengatur antar-hubungan
bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola
antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya.
4) Latency (pemeliharan pola), sebuah sistem harus memperlengkapi,
memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola
kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.
Inti pemikiran parsons ditemukan didalam empat sistem tindakan
ciptaannya. Dengan asumsi yang dibuat Parsons dalam sistem tindakannya, kita
berhadapan dengan masalah yang sangat diperhatikan Parsons dan telah menjadi
sumber utama kritikan atas pemikirannya. Parsons menemukan jawaban problem
di dalam struktural fungsional dengan asumsi sebagai berikut(Ritzr,2007:123):
a. Sistem memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling
tergantung.
b. Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri atau
keseimbangan.
43
c. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur.
d. Sifat dasar bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk bagianbagian
lain.
e. Sistem memelihara batas-batas dengan lingkungannya.
f. Alokasi dan integrasi merupakan suatu proses fundamental yang
diperlukan untuk memelihara keseimbangan sistem.
Asumsi-asumsi ini menyebabkan Parsons menempatkan analisis
struktur keteraturan masyarakat pada prioritas utama. Dengan demikian, ia
sedikit sekali memperhatikan masalah perubahan sosial.
Parsons mendesain skema AGIL agar dapat digunakan pada semua
level sistem teoritsnya. Dalam pembahasan ini tentang keempat sistem
tindakan maka akan menjabarkan cara parsons menggunakan AGIL.
Organisme behavioral adalah sistem tindakan yang menangani fungsi
adaptasi dengan menyesuaikan dan mengubah dunia luar. Sistem kepribadian
menjalankan fungsi pencapaian tujuan dengan mendefinisikan tujuan sistem
dan memobilitasi sumber daya yang digunakan untuk mencapainnya. Sistem
sosial menangani fungsi integrasi dengan mengontrol bagian bagian yang
menjadi komponennya, akhirnya , sistem kultur menjalankan fungsi latency
dengan membekali aktor dengan norma dan nilai- nilai yang memotivasi
mereka untuk bertindak.
Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu bahwa tindakan
individu manusia itu diarahkan pada tujuan. Di samping itu, tindakan itu
terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya sudah pasti, sedang unsur-unsur
lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Selain itu, secara
44
normatif tindakan tersebut diatur berkenaan dengan penentuan alat dan
tujuan. Atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang
sebagai kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar, yang unsur-unsurnya
berupa alat, tujuan, situasi, dan norma.
Penulis menggunakan teori fungsional struktural untuk melihat
bagaimana suatu sistem sosial mempertahankan keutuhannya, bagaimana
masyarakat melakukan tindakan survive dalam menghadapi tantangan
perubahan. Teori ini mendukung dalam mengetahui indikator keberhasilan
pengembangan suatu desa wisata. Dengan indikator strategi pemerintah,
bentuk dukungan masyarakat, dan hambatan yang dialami masyarakat.
Indikator ini mengarah pada struktur sosial yang terlibat dalam
pengembangan desa wisata, yaitu lembaga-lembaga pemerintahan desa dan
kelompok masyarakat desa.
Teori AGIL (Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latency),
yang diperkenalkan oleh Talcott Parsons, jika dikorelasikan dengan fenomena
yang di teliti bahwa peran masyarakat sangat vital dalam pengembangan desa
wisata Di Desa Pujon Kidul.
Perkembangan sektor pariwisata yang terus menerus mengalami tren
peningkatan mengharuskan masyarakat Pujon Kidul bisa beradaptasi situasi
maupun tekanan yang datang dari eksternal maupun internal. tekanan ini
haruslah disikapi dengan tindakan yang menyesuaikan dengan pola dan
struktur masyarakat Desa Pujon Kidul yang sudah ada sebelumnya.
Proses selanutnya setelah menyikapi adanya tekanan melalui adaptasi
, maka tindakan selanjutnya adalah melakukan pencapaian tujuan. Pencapaian
45
tujuan bisa dilakukan dengan merefleksikan hasil dari penyesuaian adaptasi
yang dituangkan dalam ide-ide atau gagasan terkait dengan pembentukan
desa wisata Pujon Kidul. Gagasan-gagasan yang tertuang dalam pembentukan
Desa Pujon Kidul harus disenergikan dengan seluruh komponen masyarakat
Desa Pujon Kidul sehingga gagasan tersebut menjadi satu-kesatuan dan
terintegrasi kedalam sistem sosial dan masyarakat bisa ikut andil didalm
pelaksanaan pembentukan Desa Wisata Pujon Kidul.
Tahapan terkahir dari konsep AGIL yang diadopsi dari teori Talcott
Parson utnuk penelitian ini adalah terkait dengan pemeliharaan pola terkait
keberlangsungan dan keberlanjutan Desa Wisata Pujon Kidul. Pentingnya
keterlibatan individu maupun kelompok dalam program pengembangan Desa
wisata bisa ditunjukkan melalui ide-ide dan gagasan yang bersifat konstruktif
dan inovatif.