bab ii tinjauan pustaka...di samping bentuk aoa (activity on arrow) juga dikenal dengan aon...
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengenalan Proyek Konstruksi
Proyek adalah rangkaian pekerjaan yang diadakan dalam jangka waktu
terbatas, mempunyai alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk
melaksanakan tugas dan sasarannya telah digariskan dengan jelas (Soeharto,
1999). Dalam dunia modern sekarang ini, proyek konstruksi semakin beraneka
ragam, canggih dan kompleks.
Proyek konstruksi merupakan suatu rangkain kegiatan yang dilakukan
untuk mencapai suatu hasil dalam bentuk fisik bangunan atau infrastruktur. Dalam
rangkaian kegiatan tersebut, ada suatu proses yang mengolah sumber daya proyek
menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Proses yang terjadi dalam
rangkaian kegiatan itu tentunya melibatkan pihak-pihak yang terkait, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
2.1.1 Karakteristik Proyek Konstruksi
Proyek konstruksi mempunyai tiga karakteristik sebagai berikut (Ervianto,
2002):
a. Bersifat unik, karena dalam proyek konstruksi tidak pernah terjadi
rangkaian kegiatan yang sama persis (tidak ada proyek identik, yang ada
adalah proyek sejenis), proyek bersifat sementara, dan selalu terlibat grup
pekerja yang berbeda-beda.
b. Membutuhkan sumber daya (resources), yaitu pekerja, uang, alat,
material, dan metode. Pengaturan semua sumber daya tersebut perlu
dilakukan dengan seksama agar menghasilkan suatu bangunan yang
bermutu dengan pembiayaan tidak boros dan dapat diwujudkan dalam
rentang waktu yang terbatas.
c. Organisasi kerja, dibutuhkan untuk memberikan efisiensi kerja yang lebih
baik. Organisasi kerja berfungsi sebagai alat pembagi tugas, alat
koordinasi, alat penempatan tenaga ahli, dan alat pengawasan pimpinan
5
terhadap stafnya. Dengan demikian, suatu proyek konstruksi harus
memenuhi kriteria di bawah ini:
1. Mempunyai waktu awal dan waktu akhir, artinya dimulai dari awal
proyek (awal rangkaian kegiatan) dan diakhiri dengan akhir proyek
(akhir rangkaian kegiatan) serta mempunyai jangka waktu tertentu.
2. Rangkaian kegiatan proyek hanya satu kali sehingga menghasilkan
produk yang bersifat unik. Oleh karena itu, tidak ada proyek identic
tetapi yang ada adalah proyek sejenis.
2.1.2 Pihak-pihak yang Terlibat dalam Proyek Konstruksi
Proses yang terjadi dalam rangkaian kegiatan proyek tentunya melibatkan
pihak-pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara
skematik, pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proyek konstruksi dapat
digambarkan seperti Gambar 2.1
Gambar 2.1 Pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi
(Sumber : Ervianto, 2002)
2.2 Penjadwalan
Penjadwalan merupakan penggambaran dari suatu diagram waktu untuk
tiap item pekerjaan yang menentukan kapan suatu aktivitas dimulai, ditunda dan
diakhiri sehingga pemakaian sumber daya dapat disesuaikan dengan waktunya
dan menurut kebutuhan yang telah ditentukan.
Teknik penjadwalan untuk proyek konstruksi dapat dilakukan dalam
bentuk diagram balok (Bar Chart) dan diagram jaringan (Network). Dari segi
6
penyusunan jadwal, diagram jaringan kerja dipandang sebagai langkah
penyempurnaan metode diagram balok.
2.2.1 Metode Diagram Balok (Bar Chart)
Sampai diperkenalkannya metode bagan balok oleh H. L. Gantt pada tahun
1917, dianggap belum pernah ada prosedur yang sistematis dan analisis dalam
aspek perencanaan dan pengendalian proyek. Bagan balok disusun dengan
maksud mengidentifikasi unsur waktu dan urutan dalam merencanakan suatu
kegiatan, yang terdiri dari waktu mulai, waktu penyelesaian, dan pada saat
pelaporan (Soeharto, 1999). Rencana kerja yang paling sering dan banyak
digunakan adalah diagram balok (Bar Chart) atau Gantt chart. Bar chart
digunakan secara luas dalam proyek konstruksi karena sederhana, mudah dalam
pembuatannya dan mudah dimengerti oleh pemakainya.
Bar chart adalah sekumpulan daftar kegiatan yang disusun dalam kolom
arah vertikal. Kolom arah horizontal menunjukkan skala waktu. Saat mulai dan
akhir dari sebuah kegiatan dapat terlihat dengan jelas, sedangkan durasi kegiatan
digambarkan oleh panjangnya diagram batang (Ervianto, 2002). Proses
penyusunan diagram batang dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
- Daftar item kegiatan, yang berisi seluruh jenis kegiatan pekerjaan yang
ada dalam rencana pelaksanaan pembangunan.
- Urutan pekerjaan, dari daftar item kegiatan tersebut di atas, disusun
urutan pelaksanaan pekerjaan berdasarkan prioritas item kegiatan yang
akan dilaksanakan lebih dahulu dan item kegiatan yang akan
dilaksanakan kemudian, dan tidak mengesampingkan kemungkinan
pelaksanaan pekerjaan secara bersamaan.
- Waktu pelaksanaan pekerjaan, adalah jangka waktu pelaksanaan dari
seluruh kegiatan yang dihitung dari permulaan kegiatan sampai
seluruh kegiatan berakhir. Waktu pelaksanaan kegiatan diperoleh dari
penjumlahan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap item
kegiatan.
7
2.2.2 Metode Jaringan kerja
Dari segi penyusunan jadwal, jaringan kerja dipandang sebagai suatu
langkah penyempurnaan metode diagram balok, karena dapat memberikan jadwal
atas pertanyaan-pertanyaan yang belum terpecahkan oleh metode diagram balok,
seperti tidak tercantumnya informasi mengenai perkiraan kurun waktu
penyelesaian proyek atau kegiatan-kegiatan yang bersifat kritis dalam
hubungannya dengan penyelesaian proyek. Disamping itu jaringan kerja juga
berguna untuk:
1. Menyusun urutan kegiatan yang memiliki sejumlah besar komponen
dengan hubungan ketergantungan yang kompleks.
2. Membuat perkiraan jadwal yang paling ekonomis.
3. Mengusahakan fluktasi minimal penggunaan sumber daya.
Jaringan kerja merupakan metode yang dianggap mampu menyuguhkan
teknik dasar dalam menentukan urutan dan kurun waktu kegiatan proyek dan
pada giliran selanjutnya dapat dipakai memperkirakan waktu penyelesaian
proyek. Diantara berbagai versi analisis jaringan kerja, yang amat luas
pemakaiannya adalah Metode Jalur Kritis (Critical Path Method–CPM) dan
Metode Preseden Diagram (Precedence Diagram Method-PDM). Metode PDM
menghasilkan jaringan kerja yang relatif sederhana dibandingkan CPM, terutama
untuk kegiatan yang oleh karena satu dan lain har perlu dipecah-pecah menjadi
subkegiatan.
2.2.2.1 Metode Jalur Kritis (Critical Path Method-CPM)
Critical Path Method (CPM) termasuk klasifikasi activity on arrow
(AOA), sehingga dalam beberapa literature CPM kerap juga disebut dengan
Arrow Diagram Method (ADM). Dalam metode ini kegiatan digambarkan
sebagai anak panah yang menghubungkan dua lingkaran ataupun segiempat
yang mewakili dua peristiwa. Penulisan kejadian seperti pada gambar 2.2.
8
Gambar 2.2 Simbol kejadian
(Sumber: Ervianto 2002)
Ekor anak panah merupakan awal dan ujungnya sebagai akhir kegiatan.
Nama dan kurun waktu kegiatan berturut-turut ditulis di atas dan di bawah
anak panah. Kejadian di awal dari anak panah disebut node “i”, sedangkan
kejadian di akhir anak panah disebut node “j”. Untuk lebih jelasnya,
penggambaran hubungan peristiwa dan kegiatan ini dapat dilihat pada gambar
2.3.
Gambar 2.3 Hubungan peristiwa dan kegiatan pada ADM
(Sumber: Ervianto, 2002)
Dalam pembuatan teknik penjadwalan menggunakan ADM tersebut,
perlu di perhatikan hal-hal berikut:
a. Inventarisasi semua kegiatan pekerjaan yang akan dilakukan untuk
suatu proyek.
b. Menentukan logika ketergantungan antara satu kegiatan dengan
kegiatan lainnya serta urutan pelaksanaan kegiatan.
c. Berdasarkan kedua hal tersebut diatas (kegiatan dan hubungan
ketergantungan) dapat dibuat diagram jaringannya.
d. Masukkan unsur waktu untuk tiap-tiap kegiatan pekerjaan pada
jaringan diagram tersebut sehingga dapat diketahui jangka waktu
proyek.
e. Tentukan lintasan kritis berdasarkan syarat-syarat yang ada.
9
2.2.2.2 Metode Diagram Preseden (Preseden Diagram Method-PDM)
Di samping bentuk AOA (activity on arrow) juga dikenal dengan AON
(activity on node). Metode preseden diagram (PDM) adalah jaringan kerja yang
termasuk klasifikasi AON (Soeharto, 1999). Di sini kegiatan dituliskan di dalam
node yang umumnya berbentuk segi empat, sedangkan anak panah hanya sebagai
petunjuk hubungan antara kegiatan-kegiatan yang bersangkutan. Kelebihan
Precedence Diagram Method dibandingkan dengan Arrow Diagram adalah
(Ervianto, 2002):
a. Tidak diperlukan kegiatan fiktif/dummy sehingga pembuatan jaringan
menjadi lebih sederhana.
b. Hubungan overlapping yang berbeda dapat dibuat tanpa
menambah jumlah kegiatan.
Dalam ADM kegiatan fiktif/dummy diperlukan untuk menunjukkan
hubungan ketergantungan, sedangkan dalam PDM tidak diperlukan. Untuk proyek
dengan kegiatan yang tumpang tindih dan berulang-ulang memerlukan garis
kegiatan fiktif/dummy yang banyak, sehingga tidak praktis dan kompleks.
Sedangkan pada metode PDM akan menghasilkan diagram yang relatif sederhana,
karena PDM mengenal adanya konstrain antara kegiatan yaitu SS (start to start),
SF (start to finish), FS (finish to start) dan FF (finish to finish), yang
memungkinkan menggambarkan kegiatan tumpang tindih lebih sederhana.
Gambar 2.4 Denah node PDM
(Sumber: Soeharto, 1999)
10
dimana,
TE : Waktu paling awal peristiwa (node/event) dapat terjadi (Earliest
Time of Occurance), yang berarti waktu paling awal suatu kegiatan yang
berasal dari node tersebut dapat dimulai, karena menurut aturan dasar
jaringan kerja, suatu kegiatan baru dapat dimulai bila kegiatan terdahulu
selesai.
TL : Waktu paling akhir peristiwa boleh terjadi (Latest Allowable
Event/Occurance Time), yang berarti waktu paling lambat yang masih
diperbolehkan bagi suatu peristiwa terjadi.
ES : Earliest Start Time atau waktu mulai paling awal. Bila waktu
kegiatan dinyatakan atau berlangsung dalam hari, maka waktu ini adalah
hari paling awal kegiatan dimulai.
EF : Earliest Finish Time atau waktu selesai paling awal suatu kegiatan.
Bila hanya ada satu kegiatan terdahulu, maka EF suatu kegiatan
terdahulu merupakan ES kegiatan berikutnya.
LS : Latest Allowable Start Time atau waktu paling akhir kegiatan boleh
mulai, yaitu waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai tanpa
memperlambat proyek secara keseluruhan.
LF : Latest Allowable Finish Time atau waktu paling akhir kegiatan
boleh selesai tanpa memperlambat penyelesaian proyek.
D : Kurun waktu suatu kegiatan. Umumnya dengan satuan waktu hari,
minggu, bulan dan lain-lain.
F : Tenggang waktu total.
Telah disinggung di atas bahwa pada PDM tidak terbatas pada aturan
dasar jaringan kerja ADM (kegiatan boleh mulai setelah kegiatan yang
mendahului selesai), maka hubungan antar kegiatan berkembang menjadi
beberapa kemungkinan berupa konstrain.
Konstrain menunjukkan hubungan antar kegiatan dengan satu garis dari
node terdahulu ke node berikutnya. Satu konstrain hanya dapat menghubungkan
dua node.
11
Karena setiap node memiliki dua ujung yaitu ujung awal atau mulai
(start) = (S) dan ujung akhir atau selesai (finish) = (F), maka ada 4 macam
konstrain yaitu:
1. Konstrain selesai ke mulai (Finish to Start-FS)
Konstrain ini memberikan penjelasan hubungan mulainya suatu
kegiatan dengan selesainya kegiatan terdahulu. Dirumuskan sebagai
SF (i-j) = a, yang berarti kegiatan (j) mulai “a” hari, setelah kegiatan
yang mendahuluinya (i) selesai.
Gambar 2.5 Konstrain selesai ke mulai
(Sumber: Soeharto, 1999)
2. Konstrain mulai ke mulai (Start to Start-SS)
Konstrain ini memberikan penjelasan hubungan antara mulainya suatu
kegiatan dengan mulainya kegiatan terdahulu atau SS (i-j) = b, yang
berarti suatu kegiatan (j) setelah b hari kegiatan terdahulu (i) mulai.
Besarnya angka b tidak boleh melebihi kurun waktu kegiatan
terdahulu, karena perdefinisi b adalah sebagian dari kurun waktu
kegiatan yang terdahulu. Jadi disini terjadi kegiatan tumpang tindih.
Gambar 2.6 Konstrain mulai ke mulai
(Sumber: Soeharto, 1999)
3. Konstrain selesai ke selesai (Finish to Finish-FF)
Memberikan penjelasan hubungan antara selesainya suatu kegiatan
terdahulu, atau FF (i-j) = c yang berarti suatu kegiatan (j) selesai
setelah c hari kegiatan yang terdahulu (i) selesai. Besarnya angka c
tidak boleh melebihi angka kurun waktu kegiatan yang bersangkutan
(j).
12
Gambar 2.7 Konstrain selesai ke selesai
(Sumber: Soeharto, 1999)
4. Konstrain mulai ke selesai (Start to Finish-SF)
Memberikan penjelasan hubungan antara selesainya kegiatan dengan
mulainya kegiatan terdahulu. Dituliskan dengan SF (i-j)=d, yang
berarti suatu kegiatan (j) selesai setelah d hari kegiatan (i) terdahulu
mulai. Jadi dalam hal ini sebagian dari porsi kegiatan terdahulu harus
selesai sebelum bagian akhir kegiatan yang dimaksud boleh
diselesaikan.
Gambar 2.8 Konstrain mulai ke selesai
(Sumber: Soeharto, 1999)
Catatan :
b dan d disebut lead time (waktu mendahului).
a dan c disebut lagi time (waktu tertunda).
Dengan adanya parameter yang bertambah banyak, perhitungan untuk
mengidentifikasi kegiatan dan jalur kritis akan lebih kompleks karena makin
banyak faktor yang perlu diperhatikan. Untuk maksud tersebut, dikerjakan
analisis dengan memperhatikan konstrain yang terkait. Dalam menghitung pada
jaringan PDM terdapat dua macam hitungan yaitu:
1. Hitungan maju
Berlaku dan ditunjukan untuk hal-hal berikut:
a. Mengambil ES, EF dan kurun waktu penyelesaian proyek
b. Diambil angka ES terbesar bila lebih dari satu kegiatan bergabung
c. Notasi (i) bagi kegiatan terdahulu (predecessor) dan (j) kegiatan yang
sedang ditinjau
d. Waktu awal dianggal nol
13
A. Menghitung ES
Waktu mulai paling awal dari kegiatan yang sedang ditinjau ES(j),
adalah sama dengan angka terbesar dari jumlah angka kegiatan
terdahulu ES(i) atau EF (i) ditambah konstrain yang bersangkutan.
Karena terdapat empat konstrain maka bila ditulis dengan rumus
menjadi:
ES(j) = Pilih angka terkecil dari ES(i) + SS(i-j) atau
ES(i) + SF(i-j) – D(j) atau
EF(i) + FS(i-j) atau
EF(i) + FF(i-j) – D(j)
Tabel 2.1 Rumus menghitung ES
(Sumber: Soeharto, 1999)B. Menghitung EF
Waktu selesai paling awal kegiatan yang sedang ditinjau EF(j),
adalah sama dengan angka waktu mulai paling awal kegiatan
tersebut ES(j), ditambah kururn waktu kegiatan yang bersangkutan
D(j). Atau ditulis dengan rumus, menjadi:
EF(j) = ES(j) – D(j)
2. Hitungan Mundur
Berlaku dan ditunjukkan untuk hal-hal berikut:
a. Menghasilkan LS, LF, dan kurun waktu float
b. Bila lebih dari satu kegiatan bergabung diambil angka LS terkecil
c. Notasi (i) bagi kegiatan yang sedang ditinjau sedangkan (j) adalah
kegiatan berikutnya.
A. Menghitung LF
Hitung LF(i), waktu selesai paling akhir kegiatan (i) yang sedang
ditinjau, yang merupakan angka terkecil dari jumlah kegiatan
terdahulu LS dan LF plus konstrain yang bersangkutan. Bila ditulis
dengan rumus menjadi:
14
ES(j) = Pilih angka terkecil dari LF(j) – FF(i-j) atau
LS(j) – FS(i-j) atau
LF(j) – SF(i-j) + D(i) atau
LS(j) – SS(i-j) + D(j)
Tabel 2.2 Rumus Menghitung LF
(Sumber: Soeharto, 1999)
B. Menghitung LS
Waktu mulai paling akhir kegiatan yang sedang ditinjau LS(i),
adalah sama dengan angka waktu selesai paling akhir kegiatan
tersebut LF(i), dikurangi kurun waktu kegiatan yang bersangkutan
D(i). Atau ditulis dengan rumus menjadi:
LS(i) = LF(i) – D(i)
2.3 Sistematika Penyusunan Jaringan Kerja
Sistematika lengkap dari proses penyusunan jaringan kerja (Soeharto,
1999) adalah sebagai berikut:
1. Mengkaji dan mengidentifikasi lingkup proyek, menguraikan atau
memecahkannya menjadi kegiatan-kegiatan atau kelompok kegiatan
yang merupakan komponen proyek.
2. Menyusun kembali komponen-komponen tersebut pada butir satu,
menjadi mata rantai dengan urutan yang sesuai dengan logika
ketergantungan. Urutan ini dapat berbentuk seri dan/atau pararel.
3. Memberikan kurun waktu bagi masing-masing kegiatan yang
dihasilkan dari penguraian lingkup proyek.
4. Mengidentifikasi jalur kritis (critical path) dan tenggang waktu
(float) pada jaringan kerja. Jalur kritis adalah jalur yang terdiri dari
rangkaian kegiatan dalam lingkup proyek, yang bila terlambat akan
menyebabkan keterlambatan proyek secara keseluruhan. Kegiatan yang
berada pada jalur ini dinamakan kegiatan kritis. Sedangkan float
tenggang waktu suatu kegiatan tertentu yang nonkritis dari suatu proyek.
5. Bila semua langkah-langkah di atas telah diselesaikan, dilanjutkan
dengan usaha-usaha meningkatkan daya guna dan hasil guna pemakaian
sumber daya, yang meliputi kegiatan:
15
a. Menentukan kegiatan yang paling ekonomis untuk memilih
berbagai alternatif jadwal dilihat dari segi biaya.
b. Meminimalkan fluktuasi pemakaian sumber daya untuk
meningkatkan efisiensi pengelolaan proyek, dengan jalan sejauh
mungkin mencegah naik turun yang terlalu tajam dalam waktu
yang relatif singkat terhadap keperluan sumber daya, misalnya
keperluan tenaga kerja.
Setelah tersusun rencana dan jadwal yang cukup realistis, kemudian dapat
digunakan sebagai tolak ukur atau alat pembanding dalam kegiatan pengendalian
pada tahap implementasi fisik. Pengendalian dilakukan dengan membandingkan
antara perencanaan jadwal dengan hasil pelaksanaan nyata di lapangan.
2.4 Penggunaan Microsoft Project
Microsoft Project merupakan program yang sangat baik untuk menyusun
sebuah perencanaan proyek konstruksi, selain itu di dalamnya juga terdapat
berbagai aplikasi yang digunakan untuk proses pengendalian maupun menyusun
sebuah proyek. Dalam menyusun sebuah proyek konstruksi, terlebih dahulu
masukkan data-data kegiatan. Data-data tersebut meliputi: jenis kegiatan (Task
Name), durasi kegiatan (Duration), awal kegiatan (Start), serta hubungan masing-
masing kegiatan dimasukkan dalam lembaran kerja (Spread Sheet). Dan secara
otomatis, Microsoft Project akan membuat Gantt Chart (Diagram Balok) dari
kegiatan-kegiatan tersebut.
Setelah menyusun pekerjaan dengan Microsoft Project dapat ditemukan
pekerjaan apa saja yang termasuk dalam kegiatan kritis. Yang dimaksud dengan
pekerjaan dalam kegiatan kritis adalah pekerjaan yang tidak mempunyai waktu
tenggang (float). Pekerjaan yang termasuk dalam kegiatan kritis inilah yang
selanjutnya akan dilakukan percepatan, karena dengan melakukan percepatan
pada kegiatan kritis dapat mempengaruhi item pekerjaan yang mengikutinya
sehingga berpengaruh juga pada durasi proyek secara keseluruhan.
2.5 Biaya Proyek
Perkiraan biaya memegang peranan yang penting dalam penyelenggaraan
suatu proyek. Segala sesuatu mengenai penyelenggaraan kegiatan proyek mulai
16
dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian akan dihitung dalam nilai
uang. Maka pengalaman dan ketelitian akan sangat penting dalam perhitungan
penyusunan perkiraan biaya proyek (Soeharto, 1999).
Ada beberapa jenis biaya yang berhubungan dengan pembiayaan suatu
proyek konstruksi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu biaya langsung (direct
cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost).
2.5.1 Biaya Langsung (Direct Cost)
Biaya langsung adalah semua biaya yang langsung berhubungan dengan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi dilapangan. Biaya langsung merupakan hasil
perkalian antara volume pekerjaan dan harga satuan pekerjaan. Biaya-biaya yang
merupakan unsur biaya langsung adalah :
1. Biaya bahan / material
Semua pekerja di rencanakan dipakai dari daerah sekitar proyek
termasuk operator dan mekanik alat berat, sesuai dengan keahlian yang
dibutuhkan. Bahan yang di perlukan sepanjang tersedia dan memenuhi
syarat diambil dari daerah sekitar proyek. Biaya bahan atau material
terdiri dari biaya pembelian material, biaya transportasi, biaya
penyimpanan material dan kerugian akibat kehilangangan atau
kerusakan material.
2. Biaya pekerja atau upah
Biaya pekerja atau upah adalah biaya yang dikeluarkan untuk menggaji
para pekerja yang melaksanakan proyek. Biaya pekerja dibedakan atas:
a. Upah harian
Upah harian yaitu upah yang dibayar per satuan waktu. Sementara
untuk menentukan besarnya upah dipengaruhi oleh jenis keahlian
pekerja, lokasi pekerjaan, jenis pekerjaan, dan lain-lain.
b. Upah borongan
Upah ini dibayar tergantung pada hasil negosiasi atau
kesepakatan bersama antara kontraktor dengan pekerja atau
kelompok kerja atas satu atau lebih item pekerjaan. Besarnnya upah
ini tergantung dari besarnya volume pekerjaan yang dikerjakan.
17
c. Upah berdasarkan produktivitas
Besarnya upah ini tergantung banyaknya pekerjaan yang
dapat diselesaikan oleh pekerja dalam satuan waktu tertentu.
2.5.2 Biaya Tak Langsung (Indirect Cost)
Biaya tak langsung adalah semua biaya proyek yang tidak secara langsung
berhubungan dengan konstruksi dilapangan, tetapi biaya ini harus ada dan tidak
dapat dilepaskan dari proyek tersebut. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tak
langsung adalah sebagai berikut:
1. Biaya overhead
Biaya yang termasuk overhead adalah komponen biaya yang meliputi
pengeluaran operasi perusahaan yang dibebankan kepada proyek (biaya
menyewa kantor, biaya rekening listrik, air, telepon, biaya pemasaran,
gaji karyawan) dan pengeluaran untuk pajak, asuransi, jaminan dan
ijin-ijin usaha serta biaya rapat lapangan (site meeting).
2. Biaya tak terduga (contingence)
Biaya tak terduga adalah cadangan biaya dari suatu perkiraan biaya atau
anggaran untuk dialokasikan pada butir-butir yang belum ditentukan,
yang menurut pengalaman dan statistik menunjukkan selalu diperlukan.
Pada umumnya biaya ini diperlukan antara 0,5%-5% dari biaya total
proyek. Yang termasuk biaya tak terduga adalah sebagai berikut:
a. Kesalahan
Kealpaan pemborong dalam memasukkan beberapa pos pekerjaan.
Gambar yang kurang lengkap.
b. Ketidakpastian yang subjektif
Ketidakpastian yang subjektif timbul karena interprestasi
yang subjektif terhadap bestek.
Ketidakpastian subjektif yang lainnya adalah fluktuasi harga
material dan upah buruh yang tidak tepat diperkirakan.
c. Ketidakpastian yang objektif
Ketidakpastian yang objektif adalah ketidakpastian tentang perlu
tidaknya suatu pekerjaan dilakukan atau tidak, dimana ketidakpastian
itu ditentukan objek diluar kemampuan manusia.
18
d. Varian efisensi
Varian efisiensi adalah variansi efisiensi dari sumber-sumber daya,
yaitu efisensi dari buruh, peralatan, dan material.
3. Keuntungan / profit
Keuntungan disini adalah keuntungan yang diterima kontraktor yang
telah dimasukkan dalam biaya proyek keseluruhan.
Pejumlahan dari biaya langsung dan biaya tak langsung ini merupakan
biaya total yang digunakan selama pelaksanaan proyek. Besarnya biaya ini sangat
tergantung oleh lamanya waktu pelaksanaan proyek. Keduanya berubah sesuai
dengan kemajuan proyek.Meskipun tidak ada rumus tertentu, umumnya makin
lama proyek berjalan makin tinggi komulatif biaya tak langsung yang diperlukan
(Soeharto, 1999). Seperti yang terlihat dalam grafik yang menunjukkan hubungan
antara biaya langsung, biaya tak langsung dan total biaya dalam suatu grafik dan
terlihat bahwa biaya optimal didapat dengan mencari biaya proyek terkecil.
Gambar 2.9 Hubungan waktu dengan biaya total, biaya langsung,
dan biaya tak langsung
(Sumber: Nugroho,1986)
2.6 Menghitung Biaya Percepatan dengan Least Cost Analysis
Least Cost Analysis dipakai sebagai bahan pertimbangan pengambilan
keputusan dalam melakukan percepatan waktu dan suatu proyek untuk
mendapatkan total biaya percepatan yang minimal (Soeharto, 1999). Pada
prinsipnya teori least cost analysis dipakai untuk menentukan kondisi optimal
19
biaya dan waktu dalam proses pelaksanaan suatu proyek dimana proses
tersebut menuntut untuk dilakukannya percepatan terhadap proyek itu. Dalam
kondisi normal (tidak perlu percepatan), proyek akan mempunyai waktu
maksimum dan biaya yang minimum, sedangkan pada kondisi dibutuhkan
percepatan durasi pelaksanaan maka akan diperoleh waktu minimum dengan
biaya yang maksimum yang dapat diterima.
Untuk mempercepat durasi proyek, salah satu caranya adalah crashing.
Terminologi proses crashing adalah mereduksi suatu pekerjaan yang akan
berpengaruh terhadap waktu penyelesaian proyek. Crashing adalah suatu proses
disengaja, sistematis, dan analitik dengan cara melakukan pengujian dari semua
kegiatan dalam suatu proyek yang dipusatkan pada kegiatan yang berada pada
jalur kritis. Proses crashing adalah cara melakukan perkiraan dari variable cost
dalam menentukan pengurangan durasi yang paling maksimal dan paling
ekonomis dari suatu kegiatan yang masih mungkin untuk direduksi (Ervianto,
2002). Maka harus dipercepat adalah kegiatan-kegiatan yang ada pada lintasan
kritis. Percepatan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya
menambah tenaga kerja, melakukan kerja lembur, menambah peralatan,
merubah metoda pelaksanaan dan lain-lain. Dengan melakukan percepatan durasi
kegiatan maka akan mengakibatkan tambahan biaya, sebagai contoh adalah
bila ingin mempercepat tercapainya karakteristik kuat tekan beton yang
disarankan dengan menggunakan bahan additive beton, maka kuat tekan
beton yang disarankan dapat dicapai dalam waktu 14 hari yang biasanya dalam
waktu 28 hari. Tambahan biaya akan terjadi untuk penggunaan additive,
penambahan tenaga kerja, penambahan alat dan sebagainya.
Untuk menganalisa lebih lanjut hubungan antara waktu dan biaya suatu
kegiatan, dipakai definisi berikut:
a. Kurun waktu normal (Normal Time)
Merupakan kurun waktu yang diperlukan untuk melakukan
kegiatan sampai selesai, dengan cara yang efisien tetapi diluar
pertimbangan adanya kerja lembur dan usaha -usaha khusus
lainnya, seperti menyewa peralatan yang lebih canggih.
20
b. Kurun waktu dipercepat (Crash Time)
Merupakan waktu tercepat untuk menyelesaikan kegiatan yang secara
teknis masih mungkin dilakukan. Dalam hal ini dianggap sumber
daya bukan merupakan hambatan.
c. Biaya normal (Normal Cost)
Merupakan biaya langsung yang diperlukan untuk menyelesaikan
kegiatan dengan kurun waktu normal.
d. Biaya untuk waktu dipercepat (Crash Cost)
Merupakan jumlah biaya langsung untuk menyelesaikan kegiatan
dengan kurun waktu yang sudah dipercepat. Crash Cost yang
dimaksud adalah crash cost total dari besarnya biaya/upah pekerja
yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan dengan kurun waktu
dipercepat (crash duration).
Hubungan antara waktu dan biaya digambarkan seperti pada grafik
Gambar 2.10 di bawah ini. Titik A menunjukkan titik normal, sedangkan B
adalah titik dipersingkat. Garis yang menghubungkan titik A dengan titik B
disebut kurva waktu biaya.
Gambar 2.10 Grafik hubungan waktu-biaya normal dan dipercepat
(Sumber: Soeharto, 1999)
Penambahan biaya akan memberikan besaran perbedaan biaya akibat
percepatan waktu sesuai dengan banyaknya waktu percepatan. Besarnya
penambahan biaya per satuan waktu dinyatakan dengan cost slope (CS)
21
yang dapat dihitung untuk tiap jenis kegiatan yang dipercepat. Rumus yang
digunakan untuk menghitung cost slope adalah (Gray dan Larson, 2007):
Cost Slope (Cs) = ……………………(2.1)
Dimana : Cc = Crash cost (biaya dipercepat)
Cn = Normal cost (biaya normal)
Tn = Normal time (waktu normal)
Tc = Crash time (waktu dipercepat)
Seiring dengan berkurangnya waktu pelaksanaan karena percepatan maka
biaya overhead dan biaya lain yang besarnya tergantung waktu akan menjadi
lebih kecil. Komponen biaya ini sering disebut biaya tidak langsung.
2.7 Produktivitas Tenaga Kerja
Produktivitas merupakan faktor mendasar yang mempengaruhi
performansi kemampuan bersaing dalam industri konstruksi.Peningkatan tingkat
produktivitas berelasi terhadap waktu yang dibutuhkan, khusunya berasal dari
pengurangan biaya yang dikonsumsi oleh pekerja bangunan (Ervianto, 2008).
Ervianto (2004), dalam bukunya Teori-Aplikasi Manajemen Proyek
Konstruksi mengatakan bahwa produktivitas didefenisikan sebagai rasio antara
output dan input, atau rasio antara hasil produk dengan total sumber daya yang
digunakan. Selain itu beliau juga mengungkapkan dalam jurnal yang berjudul
Pengukuran Produktivitas Kelompok Pekerja Bangunan Dalam Proyek
Konstruksi (2008), pengertian produktivitas tersebut biasanya dihubungkan
dengan produktivitas pekerja dan dapat dijabarkan sebagai perbandingan antara
hasil kerja dan jam kerja.
Jenis dan intensitas kegiatan proyek dapat berubah cepat sepanjang
siklusnya sehingga penyedian jumlah tenaga kerja, jenis keterampilan dan
keahlian harus mengikuti tuntutan perubahan kegiatan yang sedang
berlangsung.Untuk itulah diperlukan suatu parameter yang sangat penting yaitu
produktivitas tenaga kerja yang digunakan untuk mengukur efisiensi kerja.
Menurut Soeharto (1999), definisi indeks produktivitas dapat dirumuskan
sebagai berikut:
22
Indeks Produktivitas=
(2.2)
Kondisi standar adalah kondisi rata-rata dimana indeks produktivitas
diberi angka= 1,0. Jika indeks produktivitas > 1,0 berarti produktivitas tenaga
kerja kurang dari standar. Sebaliknya, jika indeks produktivitas < 1,0 berarti
produktivitas tenaga kerja melebihi standar yang ditetapkan (Soeharto, 1999).
2.8 Pelaksanaan Penambahan Jam Kerja (Lembur)
Secara umur, produktivitas merupakan perbandingan antara output dan
input. Dibidang konstruksi, output dapat dilihat dari kuantistas pekerjaan yang
telah dilakukan seperti meter kubik galian atau penimbunan, ataupun meter
persegi untuk plesteran. Sedangkan inputnya merupakan jumlah sumber daya
yang dipergunakan seperti tenaga kerja, peralatan dan material. Karena peralatan
dan material biasanya bersifat standar, maka tingkat keahlian tenaga kerja
merupakan salah satu penentu produktivitas. Seringkali kerja lembur atau jam
kerja lebih tidak dapat dihindari, misalnya untuk mengerjar sasaran sesuai jadwal.
Adapun rencana kerja yang akan dilakukan dalam mempercepat durasi
sebuah pekerjaan dengan metode jam kerja lembur adalah:
a. Waktu kerja normal adalah 8 jam (08.00–17.00), sedangkan lembur
dilakukan setelah waktu kerja normal
b. Harga upah pekerja untuk kerja lembur menurut Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Nomor KEP. 102/ MEN/ VI/ 2004 pasal 11 diperhitungkan
sebagai berikut:
1. Untuk jam kerja lembur pertama, harus dibayar upah lembur sebesar
1,5 (satu setengah) kali upah satu jam.
2. Untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar upah lembur
sebesar 2 (dua) kali upah satu jam.
Dengan dilakukannya kerja lembur tentu akan ada penurunan
produktivitas, penurunan produktivitas ini disebabkan oleh kelelahan pekerja,
keterbatasan pandangan pada waktu malam hari, serta keadaan cuaca yang lebih
dingin. Adapun penurunan produktivitas tersebut dapat dilihat pada grafik
Gambar 2.11.
23
Gambar 2.11 Grafik indikasi menurunnya produktivitas karena kerja lembur
(Sumber: Soeharto, 1997)
Pendekatan yang digunakan untuk mengukur hasil guna tenaga kerja
adalah dengan memakai parameter indeks produktivitas pada Gambar 2.11, nilai
selisih dari indeks produktivitas akibat kerja lembur adalah 0,1 per jamnya atau
mengalami indeks produktivitas sebesar 0,1 dalam tiap jamnya.
Prestasi kerja = 0,1 x 3 jam = 0,3/jam
Persentase prestasi kerja = 0,3 x 100% = 30%
Koefisien pengurangan produktivitas akibat kerja lembur
= 100% - 30% 70% = 0,7
Dari uraian diatas dapat ditulis sebagai berikut:
a. Produktivitas harian
= (2.3)
b. Produktivitas tiap jam
=
(2.4)
c. Produktivitas harian sesudah crash
= (8jam x prod tiap jam) + (a x b x prod tiap jam) (2.5)
Dimana: a = Jumlah jam kerja lembur (3 jam)
b = Koef penurunan produktivitas kerja lembur (0,7)
d. Crash duration
= . (2.6)
24
2.9 Pelaksanaan Penambahan Tenaga Kerja
Ketepatan waktu menyelesaikan suatu proyek sangat dipengaruhi oleh
produktivitas tenaga kerja yang dilibatkan. Secara teoritis, keperluan rata-
rata jumlah tenaga kerja dapat dihitung dari total lingkup kerja proyek yang
dinyatakan dalam jam-orang atau bulan-orang (man-month) dibagi dengan kurun
waktu pelaksanaan. Untuk merencanakan tenaga proyek yang realistis perlu
diperhatikan bermacam-macam faktor, diantaranya yang terpenting adalah sebagai
berikut:
1. Produktivitas tenaga kerja
2. Tenaga kerja periode puncak
3. Jumlah tenaga kerja kantor pusat
4. Perkiraan jumlah tenaga kerja konstruksi di lapangan
5. Meratakan jumlah tenaga kerja guna mencegah gejolak (fluctuation)
yang tajam.
Besarnya penambahan tenaga kerja yang diperlukan dapat dihitung
dengan rangkaian rumus sebagai berikut:
a. Produktivitas grup pekerja
= (2.7)
b. Jumlah tenaga kerja
= koef analisa x produktivitas tenaga kerja (2.8)
c. Konversi tenaga kerja ke pekerja
= ℎ (2.9)
d. Penambahan tenaga kerja
= ℎ . . ℎ (2.10)
e. Produktivitas perhari/pekerja
= (2.11)
f. Produktivitas perhari setelah penambahan
= Produktivitas perhari/pekerja x jumlah pek. set. Penambahan (2.12)
g. Jumlah penambahan tenaga kerja
= koef analisa x prod. grup pek. setelah penambahan (2.13)
25
h. Perhitungan crash duration
=. (2.14)
i. Crash Cost
= normal ongkos pekerja perhari + biaya penambahan tenaga kerja
perhari (2.15)
j. Cost slope
= (2.16)