bab ii tinjauan pustaka ii.1. konsep pengembangan ekonomi ... · pdf fileii.1. konsep...

20
16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal Secara garis besar dikenal tiga konsep utama dalam pengembangan wilayah, yaitu Konsep Pembangunan dari atas (Development from Above), Konsep Pembangunan dari Bawah (Development from Bellow) dan Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal (Local Economic Development). Konsep pertama dan kedua ternyata belum mampu menjawab seluruh dampak yang terjadi, khususnya dampak negatif berupa terjadinya disparitas wilayah. Konsep pertama cenderung menguntungkan wilayah yang lebih besar. Wilayah dengan potensi sumberdaya lebih kaya akan menghisap sumberdaya wilayah dibelakangnya (backwash effect) sehingga mengakibatkan terjadinya disparitas wilayah. Konsep Pembangunan dari Bawah secara konsepsi memungkinkan wilayah yang lebih kecil membangun dirinya sendiri karena terpisah dari wilayah lainnya. Namun pada kenyataannya, pembangunan lebih mengarah pada sistem pasar. Akibatnya hubungan antara wilayah menjadi tidak ada batas, yang kemudian dikenal dengan istilah globalisasi. Ini berarti Konsep Pembangunan dari Bawah sulit sekali diterapkan. Kondisi tersebut diatas mendorong timbulnya Konsep Pengembangan Wilayah dengan pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL). Konsep ini telah dikembangkan pada konteks Eropa Barat, namun semakin dirasakan relevansinya untuk negara berkembang seperti Indonesia (Firman,1996). Fenomena yang terjadi di Indonesia bahwa beberapa wilayah masih sangat bergantung kepada pemerintah pusat dan belum dapat secara optimal memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki sebagai pendorong pengembangan wilayahnya. Pengembangan Ekonomi Lokal diartikan sebagai penumbuhan suatu lokalitas secara sosial-ekonomi dengan lebih mandiri berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki, baik sumberdaya alam, geografis, kelembagaan, kewiraswastaan, pendidikan tinggi, asosiasi profesi dan lain-lain. Hal ini harus dilakukan pada skala yang kecil (skala komunitas). Titik sentralnya adalah mengorganisir serta mentransformasi potensi-potensi tersebut menjadi penggerak bagi pengembangan ekonomi lokal (Firman, 1999). Blakely (1989) menambahkan bahwa pengembangan ekonomi lokal adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan atau kelompok masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan mengambil bagian dalam susunan persekutuan (partnership) dengan sektor

Upload: vandan

Post on 24-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal

Secara garis besar dikenal tiga konsep utama dalam pengembangan wilayah,

yaitu Konsep Pembangunan dari atas (Development from Above), Konsep Pembangunan

dari Bawah (Development from Bellow) dan Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal

(Local Economic Development). Konsep pertama dan kedua ternyata belum mampu

menjawab seluruh dampak yang terjadi, khususnya dampak negatif berupa terjadinya

disparitas wilayah. Konsep pertama cenderung menguntungkan wilayah yang lebih

besar. Wilayah dengan potensi sumberdaya lebih kaya akan menghisap sumberdaya

wilayah dibelakangnya (backwash effect) sehingga mengakibatkan terjadinya disparitas

wilayah.

Konsep Pembangunan dari Bawah secara konsepsi memungkinkan wilayah yang

lebih kecil membangun dirinya sendiri karena terpisah dari wilayah lainnya. Namun pada

kenyataannya, pembangunan lebih mengarah pada sistem pasar. Akibatnya hubungan

antara wilayah menjadi tidak ada batas, yang kemudian dikenal dengan istilah

globalisasi. Ini berarti Konsep Pembangunan dari Bawah sulit sekali diterapkan.

Kondisi tersebut diatas mendorong timbulnya Konsep Pengembangan Wilayah

dengan pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL). Konsep ini telah

dikembangkan pada konteks Eropa Barat, namun semakin dirasakan relevansinya untuk

negara berkembang seperti Indonesia (Firman,1996). Fenomena yang terjadi di Indonesia

bahwa beberapa wilayah masih sangat bergantung kepada pemerintah pusat dan belum

dapat secara optimal memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki sebagai pendorong

pengembangan wilayahnya.

Pengembangan Ekonomi Lokal diartikan sebagai penumbuhan suatu lokalitas

secara sosial-ekonomi dengan lebih mandiri berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki,

baik sumberdaya alam, geografis, kelembagaan, kewiraswastaan, pendidikan tinggi,

asosiasi profesi dan lain-lain. Hal ini harus dilakukan pada skala yang kecil (skala

komunitas). Titik sentralnya adalah mengorganisir serta mentransformasi potensi-potensi

tersebut menjadi penggerak bagi pengembangan ekonomi lokal (Firman, 1999).

Blakely (1989) menambahkan bahwa pengembangan ekonomi lokal adalah suatu

proses dimana pemerintah daerah dan atau kelompok masyarakat mengelola sumberdaya

yang ada dan mengambil bagian dalam susunan persekutuan (partnership) dengan sektor

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

17

swasta atau yang lainnya, menciptakan lapangan kerja dan merangsang kegiatan

ekonomi dalam zona perekonomian yang telah ditetapkan dengan baik. Ciri utama dari

pengembangan ekonomi lokal ini didasarkan pada kebijakan pengembangan endogen

(endogenous development) yang menggunakan kekuatan lokal sumberdaya manusia,

kelembagaan dan fisik. Selanjutnya Blakely menambahkan bahwa pemerintah daerah,

lembaga kemasyarakatan dan sektor swasta merupakan partner penting dalam proses

pengembangan perekonomian lokal.

Selanjutnya Coffey dan Polese (1984) dalam Taufik 2005 memberikan pengertian

PEL sebagai peningkatan peran elemen-elemen endogenous dalam kehidupan sosial

ekonomi suatu lokalitas dengan tetap melihat keterkaitan serta integrasinya secara

fungsional dan spatial dengan wilayah yang lebih luas. Pada intinya PEL diartikan

sebagai tumbuhnya kewirausahaan lokal serta berkembangnya perusahaan lokal.

Sejalan dengan pernyataan diatas, Schumpeter (1961) dalam Coffey dan Polese (1984),

menambahkan bahwa konsep PEL yang dibangun atas dasar semangat jiwa

kewirausahaan dapat dijadikan penggerak utama ekonomi masyarakat. Peningkatan

ekonomi masyarakat merupakan salah satu indikasi didalam pengembangan wilayah.

Empat tahapan dari proses pengembangan lokal menurut Coffey dan Polese

(1984) adalah sebagai berikut :

1. Tumbuh kembangnya kewiraswastaan lokal, yaitu masyarakat lokal mulai

membuka bisnis kecil-kecilan, mulai mengambil resiko keuangan dengan

menginvestasikan modalnya dalam kegiatan bisnis baru.

2. Pertumbuhan dan perluasan perusahaan-perusahaan lokal, yaitu lebih banyak

perusahaan yang mulai beroperasi dan perusahaan-perusahaan yang sudah ada

semakin bertambah besar dalam hal penjualan, tenaga kerja dan keuntungannya

(lepas landasnya perusahaan lokal)

3. Berkembangnya perusahaan-perusahaan lokal keluar lokalitas

4. Terbentuknya suatu perekonomian wilayah yang bertumpu pada kegiatan dan

inisiatif lokal serta keunggulan komparatif aktivitas ekonomi lokal tersebut.

Dengan demikian pengembangan perekonomian lokal umumnya merujuk pada

pengembangan lokal dengan pertumbuhan ekonomi sebagai landasannya, atau dengan

kata lain pengembangan lokal adalah pertumbuhan ekonomi yang dimulai pada tingkat

lokal dan terjadi dalam kondisi lokal yang sudah ada (sistem pasar bebas yang sudah

ada). Dengan istilah sederhana, pengembangan ekonomi lokal menunjuk pada suatu

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

18

bentuk khusus dari pengembangan lokal dimana faktor-faktor internal atau lokal

memainkan peran utama atau dapat juga menggunakan istilah pengembangan yang

didasarkan pada lokalitas (locally based development).

Aplikasi dari Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal dapat dilakukan melalui

pengembangan industri, terutama melalui industri kecil. Peranan industri dalam

pertumbuhan wilayah salah satunya dikemukakan oleh Yeates and Gardner (dalam

Tambunan dkk, 2002) bahwa kegiatan industri merupakan salah satu faktor penting

dalam mekanisme perkembangan dan pertumbuhan wilayah. Kaitan perkembangan

wilayah dengan kegiatan industri merupakan proses yang simultan. Hal ini disebabkan

oleh adanya efek multiplier dan inovasi yang ditimbulkan oleh kegiatan industri

berinteraksi dengan potensi dan kendala yang dimiliki wilayah.

II.2. Peranan Industri Kecil Kerajinan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal.

Konsep pembangunan seringkali dikaitkan sebagai suatu proses. Proses

industrialisasi merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Industrialisasi juga tidak lepas dari usaha untuk meningkatkan mutu sumberdaya

manusia dan kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal.

Soepono (2000) dalam Wibowo menyatakan bahwa peranan industri kecil di

Indonesia adalah karena persebarannya yang merata diseluruh tanah air, membentuk

suatu saluran pemasaran barang dan jasa yang efektif, memanfaatkan bahan baku lokal

dalam proses produksinya, menyediakan peluang kerja, sarana mengembangkan

kewirausahaan, memperkuat struktur ekonomi dengan kemampuannya untuk mengaitkan

dengan industri menengah dan besar.

Industri kecil atau industri kerajinan mempunyai peranan yang strategis, baik

dalam aspek pemerataan kesempatan berusaha yang menumbuhkan banyak wiraswasta

dalam sektor industri; pemerataan penyebaran lokasi industri yang mendorong

pembangunan daerah; pemerataan kesempatan kerja; maupun dalam menunjang program

ekspor non migas dan melestarikan seni budaya bangsa.

II.2.1. Pengertian Industri Kecil

Diberbagai Negara dan lembaga terdapat berbagai pengertian yang berbeda

mengenai industri kecil yang dianut. Di Indonesia terdapat berbagai pengertian, masing-

masing dengan kriteria yang berbeda. Industri kecil adalah kegiatan manufaktur dengan

jumlah tenaga kerja 5 – 19 orang (Biro Pusat Statistik), dengan modal kurang dari Rp. 20

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

19

juta dan modal maksimum untuk satu siklus produksi Rp. 25 juta (Bank Indonesia).

Secara lebih lengkap, Deperindag mendefinisikan industri kecil adalah industri dengan

teknologi madya (tradisional), merupakan organisasi padat karya dengan kekayaan

keseluruhan tidak lebih dari Rp. 600 juta, investasi per pekerja tidak lebih dari Rp. 625

ribu dan investasi peralatan (tidak termasuk tanah, gedung dan pembangkit listrik) tidak

lebih dari Rp. 300 juta.

Industri kecil tergolong dalam batasan Usaha Kecil menurut Undang-undang No.

9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, maka batasan Industri kecil didefinisikan sebagai

berikut :

“ Industri Kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah

tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk memproduksi barang ataupun jasa untuk

diperniagakan secara komersial, yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp.

200 juta, dan mempunyai nilai penjualan pertahun sebesar Rp. 1 milyar atau kurang”.

Berdasarkan karakteristik faktor produksinya yaitu bahan baku, tenaga kerja,

permodalan, teknologi, pemasaran, misi, pengelolaan dan keterkaitannya, industri kecil

dibedakan ke dalam 3 jenis (Rosyidie, 1987 ; Wie, 1996) yaitu :

a. Industri Kecil Modern (IKM) meliputi industri kecil dengan ciri-ciri menggunakan

teknologi madya; skala produksi yang terbatas; tergantung pada dukungan litbang

dan industri-industri rekayasa (industri besar); dilibatkan dalam sistem produksi

industri besar dan menengah melalui sistem subkontrak, menggunakan mesin khusus

dan alat perlengkapan modal lainnya; kualitas produk relatif baik dengan

kemampuan bersaing dan jangkauan pasar relatif luas; dengan sistem pemasaran

domestik dan eksport; lebih berorientasi profit dibandingkan perluasan lapangan

kerja; sistem pengelolaan industri formal dengan pembagian kerja yang jelas.

b. Industri Kecil Tradisional (IKT) dengan ciri – ciri : menggunakan teknologi proses

sederhana; teknologi pada bantuan unit pelayanan teknis (UPT) yang disediakan

pemerintah sebagai bagian dari program bantuan teknis; mesin yang digunakan dan

alat perlengkapan modal relatif sederhana; tenaga kerja tidak berkeahlian khusus;

bahan baku dan modal industri terbatas; produk dengan jumlah dan kualitas terbatas;

akses untuk menjangkau pasar diluar lingkungan langsungnya yang berdekatan

terbatas; lokasinya di daerah perdesaan dan memiliki kaitan dengan sektor lain

(pertanian, perdagangan, tenaga kerja)

c. Industri Kecil Kerajinan (IKK) yang meliputi berbagai industri kecil yang sangat

beragam mulai dari industri kecil yang menggunakan teknologi sederhana, teknologi

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

20

madya dan bahkan teknologi tinggi; tenaga kerja dengan ketrampilan khusus; produk

barang kerajinan dan khas dengan jangkauan pasar lokal hingga eksport.

Berdasarkan kriteria diatas maka dapat dikatakan bahwa industri kecil kerajinan

adalah bagian dari industri kecil yang dalam proses produksinya membutuhkan

ketrampilan khusus dari tenaga kerjanya. Hasil produksi industri kerajinan ini memiliki

nilai seni yang tinggi dan membutuhkan kreatifitas dari pengrajin. Industri kecil

kerajinan ini sebagian besar masih berskala industri rumah tangga, maka oleh sebab itu

industri kecil kerajinan dikelompokkan kedalam industri kecil kerajinan rumah tangga.

Industri kerajinan ini dalam proses produksinya dibedakan atas dua yaitu industri

kerajinan tangan yang lebih dikenal dengan handycraft dan industri kerajinan

(menggunakan mesin).

II.2.2. Pengembangan Industri Kecil Kerajinan untuk menunjang Pengembangan

Ekonomi Lokal

Industri kecil, khususnya industri kecil kerajinan seringkali dipandang sebagai

sektor marginal dengan berbagai kelemahan yang antara lain sebagai berikut :

Tidak mempunyai perencanaan tertulis baik perencanaan produksi, perencanaan

pasokan barang, perencanaan tenaga kerja dan sebagainya

Kurang berorientasi pada masa depan

Kurang memperhatikan administrasi dan sumberdaya manusia

Standarisasi dan spesialisasi produk kurang terjaga

Kapasitas peralatan dan mesin yang terbatas sehingga hanya mampu mengerjakan

pekerjaan yang sederhana, akibatnya pada ukuran-ukuran dan kapasitas tertentu

akan lebih mahal

Perancangan (disain), riset dan pengembangan produk kurang diperhatikan.

Memiliki posisi tawar yang lemah dalam pasar

Akses kepermodalan yang lemah

Namun demikian, industri kecil kerajinan juga memiliki kekuatan yang perlu

diperhatikan antara lain :

Hubungan antara aspek fisik dan rekayasa

Faktor ini ditandai dengan adanya keselarasan hubungan antara aspek fisik dan

rekayasa dalam proses produksi. Hubungan ini menyebabkan produk-produk

tertentu hanya menguntungkan apabila dibuat oleh industri kecil, akibat sifat

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

21

produknya yang ringan dan kecil, membutuhkan tingkat ketelitian sedang, dapat

dikerjakan dengan mesin-mesin ringan dalam proses perakitan yang sederhana

dengan tingkat pulang pokok yang dapat dicapai dalam kuantitas yang rendah.

Produk yang membutuhkan tenaga kerja yang sangat terampil dan ketelitian yang

tinggi.

Produk yang hanya dibuat dalam jumlah kecil dan tidak baku, dibuat bervariasi

sesuai dengan permintaan konsumen

Produk dengan keunggulan khusus dalam aspek desain ataupun produk khusus

yang memerlukan inovasi dan kreatifitas dalam pembuatannya

Hubungan antara pekerja dan pimpinan erat, maupun antar pekerja sendiri. Hal

ini dapat meningkatkan produktivitas dan langkanya pemutusan hubungan kerja

Pelayanan penjualan yang lebih baik

Cepat memanfaatkan kesempatan yang sedang berkembang.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa keberadaan industri kecil

kerajinan memiliki potensi untuk mewujudkan Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) di

suatu wilayah. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal berupaya memberdayakan

potensi-potensi lokal dengan cara meningkatkan kewirausahaan lokal untuk mencapai

pertumbuhan dan kemandirian lokalitas. Konsep ini selaras dengan karakteristik industri

kecil kerajinan yang umumnya berbasiskan pada sumberdaya lokal. Dalam hal ini

industri kecil kerajinan dapat menjadi pemicu bagi pengimplementasian pengembangan

ekonomi lokal suatu wilayah.

Namun demikian, untuk mewujudkan PEL disuatu wilayah memerlukan

prasyarat tertentu, baik dari industri kecil kerajinan itu sendiri (sebagai komponen

pemicu), kondisi pengembangan wilayah suatu daerah, dan pemerintah daerah setempat

(Firman, 1999). Prasyarat yang dimaksud adalah bagaimana ketiga komponen diatas

dapat mendorong timbulnya kewirausahaan lokal sebagai indikasi berjalannya konsep

PEL di suatu wilayah.

Keberadaan industri kecil kerajinan dapat memberikan peran dalam

pengembangan wilayah karena industri tersebut dapat membentuk jaringan (linkage) di

wilayah tersebut.

Keterkaitan jaringan pada sentra industri kecil kerajinan dapat dibagi menjadi tiga bagian

yaitu :

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

22

1. Jaringan/keterkaitan industri dengan pelaku usaha lainnya yang terkait dengan

input-output dalam proses produksi, misalnya hubungan industri kecil kerajinan

dengan penghasil faktor produksi dan penerima hasil produksi.

2. Jaringan/keterkaitan industri kecil kerajinan dalam sentra industri dengan sesama

industri kecil lainnya dalam semua jenis kegiatan yang dapat dilakukan bersama.

3. Jaringan/keterkaitan industri dengan berbagai institusi/lembaga terkait. Jaringan

inilah yang menjadi kunci eksistensi industri kecil dalam mewujudkan PEL suatu

wilayah.

Adanya jaringan diatas pada satu sisi akan dapat mengembangkan usaha industri kecil,

disisi lain akan dapat memberikan kontribusi terhadap ekonomi lokal berupa :

- Pertumbuhan : penambahan jumlah aktivitas ekonomi di wilayah tersebut

- Pemerataan : kesempatan masyarakat lokal untuk ikut serta dalam kegiatan

ekonomi baik pada industri kerajinan tersebut maupun kegiatan ikutannya

- Pemberdayaan : peningkatan kesejahteraan yang dialami penduduk lokal.

Sementara itu, disisi pemerintah yang diperlukan adalah kebijakan-kebijakan apa yang

telah dikeluarkan untuk mendorong tumbuhnya kewirausahaan lokal. Kebijakan ini dapat

berupa kebijakan sektoral maupun spasial. Kebijakan dan regulasi pemerintah tidak

selalu kondusif bagi perkembangan industri kecil. Kebijakan pemerintah untuk

menciptakan kondisi persaingan domestik, struktur industri dan strategi

pengembangannya akan kondusif bagi perkembangan industri.

II.2.3. Kebijakan Pembinaan Industri Kecil

Sejak lama Pemerintah sudah melakukan pembinaan terhadap Industri kecil.

Berdasarkan Program Pembangunan Nasional ditetapkan program pokok pembinaan

industri kecil, sebagai berikut:

1. Program penciptaan Iklim Industri yang Kondusif.

Program ini bertujuan untuk membuka kesempatan berindustri seluas-luasnya, serta

menjamin kepastian industri dengan memperhatikan kaidah efisiensi ekonomi sebagai

prasyarat untuk berkembangnya industri kecil. Sedangkan sasaran yang akan dicapai

adalah menurunnya biaya transaksi dan meningkatnya skala industri kecil dalam

kegiatan ekonomi.

2. Program Peningkatan Akses kepada Sumber Daya Produktif.

Tujuan program ini adalah meningkatkan kemampuan industri kecil dalam

memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

23

daya lokal yang tersedia. Sedangkan sasarannya adalah tersedianya lembaga

pendukung untuk meningkatkan akses industri kecil terhadap sumber daya produktif,

seperti SDM, modal, pasar, teknologi dan informasi.

3. Program Pengembangan Kewirausahaan dan industri kecil berkeunggulan kompetitif.

Tujuannya untuk mengembangkan perilaku kewirausahaan serta meningkatkan daya

saing industri kecil. Sedangkan sasaran adalah meningkatnya pengetahuan serta sikap

wirausahawan dan meningkatnya produktivitas industri kecil.

Sebelum dilaksanakannya kebijakan Otonomi Daerah pembinaan terhadap

industri kecil, ditangani langsung oleh jajaran Departemen Perindustrian yang berada di

daerah. Sedangkan pemerintah daerah hanya sekedar memfasilitasi, kalau tidak boleh

dikatakan hanya sebagai penonton. Semua kebijakan dan pedoman pelaksanaannya

merupakan kebijakan yang telah ditetapkan dari pusat, sementara aparat di lapangan

hanya sebagai pelaksana. Pembinaan yang diberikan tersebut cenderung dilakukan secara

seragam terhadap seluruh daerah dan lebih bersifat mobilisasi dibandingkan

pemberdayaan terhadap industri kecil.

Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah maka pembinaan terhadap industri

kecil perlu dirumuskan dalam suatu pola pembinaan yang dapat memberdayakan dan

mendorong peningkatan kapasitas industri kecil tersebut. Pola pembinaan tersebut harus

memperhatikan kondisi perkembangan lingkungan strategis yang meliputi perkembangan

global, regional dan nasional. Disamping itu juga pola pembinaan tersebut hendaknya

belajar kepada pengalaman pembinaan terhadap industri kecil yang telah dilaksanakan

selama ini. Salah satu strategi pemberdayaan industri kecil adalah melalui kemitraan

II.3. Kemitraan Usaha

Kemitraan usaha bukanlah suatu konsep baru. Kemitraan usaha mengandung

pengertian adanya hubungan kerja sama usaha diantara berbagai pihak yang sinergis,

bersifat sukarela, dan dilandasi oleh prinsip saling membutuhkan, saling menghidupi,

saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Prinsip kerja sama seperti itu dapat

mengatasi pembatas potensi usaha yang melekat pada satu unit usaha.

Kemitraan ada yang bersifat vertikal (antar skala usaha), yaitu antara usaha kecil

dengan usaha menengah atau usaha besar, dan ada pula yang bersifat horisontal pada

skala usaha yang sama. Namun, yang pada umumnya dimaksud dengan kemitraan adalah

antar skala usaha. Ditinjau dari aspek bentuk usaha para pelakunya, kemitraan dapat

terjalin antara koperasi, usaha swasta, dan BUMN.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

24

Dalam Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Nomor. 44 Tahun1997 terutama

dalam Pasal 1 menyatakan bahwa :

“Kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan

atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah

dan atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling

memperkuat dan saling menguntungkan”.

Dalam Kepmenkeu RI No. 316/KMK.016/1994 sebagaimana telah dirubah

dengan Kepmenkeu RI No. 60/KMK.016/1996 tentang “Pedoman Pembinaan Usaha

Kecil dan Koperasi Melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba BUMN”, mewajibkan

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyisihkan dana pembinaan sebesar 1 % - 3 %

dari keuntungan bersih, sistem keterkaitan Bapak Angkat Mitra Usaha, penjualan saham

perusahaan besar yang sehat kepada koperasi dan lain sebagainya.

Kemitraan usaha akan menghasilkan efisiensi dan sinergi sumber daya yang

dimiliki oleh pihak-pihak yang bermitra dan karenanya menguntungkan semua pihak

yang bermitra. Selain dapat memberikan kelenturan dan kelincahan bagi usaha besar,

kemitraan usaha juga dapat menjawab masalah diseconomies of scale yang sering

dihadapi oleh usaha besar. Kemitraan juga memperkuat mekanisme pasar dan persaingan

usaha yang efisien dan produktif sehingga dapat mengalihkan dari kecenderungan

monopoli/monopsoni atau oligopoli/oligopsoni. Bagi usaha kecil kemitraan jelas

menguntungkan karena dapat turut mengambil manfaat dari pasar, modal, teknologi,

manajemen, dan kewirausahaan yang dikuasai oleh usaha besar. Usaha besar juga dapat

mengambil keuntungan dari keluwesan dan kelincahan usaha kecil.

II.3.1. Unsur-Unsur Kemitraan

Pada dasarnya kemitraan itu merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan

dengan berbagai macam bentuk kerjasama dalam menghidupi dan memperkuat satu

sama lainnya. Julius Bobo menyatakan, bahwa tujuan utama kemitraan adalah untuk

mengembangkan pembangunan yang mandiri dan berkelanjutan (Self-Propelling Growth

Scheme) dengan landasan dan struktur perekonomian yang kukuh dan berkeadilan

dengan ekonomi rakyat sebagai tulang punggung utamanya.

Berkaitan dengan kemitraan seperti yang telah disebut di atas, maka kemitraan itu

mengandung beberapa unsur pokok yang merupakan kerjasama usaha dengan prinsip

saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling memerlukan yaitu :

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

25

1. Kerjasama Usaha

Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang

dilakukan antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada

kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak

yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha

besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara dengan

hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada yang

saling mengeksploitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya rasa saling percaya di

antara para pihak dalam mengembangkan usahanya.

2. Antara Pengusaha Besar atau Menengah Dengan Pengusaha Kecil

Dengan hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha besar

atau menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dengan

pengusaha kecil atau pelaku ekonomi lainnya, sehingga pengusaha kecil akan lebih

berdaya dan tangguh didalam berusaha demi tercapainya kesejahteraan.

3. Pembinaan dan Pengembangan

Pada dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan dengan hubungan dagang

biasa oleh pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah adanya bentuk pembinaan

dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan pada

hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain pembinaan

didalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen usaha, pembinaan

peningkatan sumber daya manusia (SDM), pembinaan manajemen produksi, pembinaan

mutu produksi, teknologi, pemasaran serta menyangkut pula pembinaan didalam

pengembangan aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi.

Berdasarkan uraian diatas bahwa kemitraan dapat didefinisikan merupakan

jalinan kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak

atau lebih dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling

menguntungkan. Dalam kerjasama tersebut tersirat adanya satu pembinaan dan

pengembangan, hal ini dapat terlihat karena pada dasarnya masing - masing pihak pasti

mempunyai kelemahan dan kelebihan, justru dengan kelemahan dan kelebihan masing-

masing pihak akan saling melengkapi dalam arti pihak yang satu akan mengisi dengan

cara melakukan pembinaan terhadap kelemahan yang lain dan sebaliknya.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

26

II.3.2. Pola Kemitraan

Dalam rangka merealisasikan kemitraan sebagai wujud dari keterkaitan usaha,

maka diselenggarakan melalui pola-pola yang sesuai dengan sifat dan tujuan usaha yang

dimitrakan. Pola kemitraan yang umumnya telah banyak dilaksanakan mengacu pada

pola kemitraan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha

Kecil yang dijelaskan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang

Kemitraan adalah sebagai berikut :

- Pola Bapak Angkat

- Kredit Bunga Lunak

- Pola Subkontrak

- Pola Dagang Umum

- Pola Keagenan

- Pola Waralaba

- Bentuk - bentuk Lain

Pola kemitraan yang dimaksud adalah bentuk atau sistem kerjasama antara dua pihak

yang pelaksanaannya sesuai kesepakatan bersama.

Pola kemitraan tersebut dapat dijelaskan dibawah ini.

1. Pola Bapak Angkat

Pola hubungan ini dapat dibagi menjadi “keterkaitan langsung” (direct economic

linkages) dalam bentuk “subkontrak”. Pola lain adalah hubungan “keterkaitan tidak

langsung” (indirect economic linkages) di mana industri besar membantu industri kecil

yang produknya diluar “bisnis utama” (line of business) industri besar. Dalam hal ini

berupa hubungan dagang (pemasaran, pengadaan kebutuhan operasional) dan

pembinaan. Dalam pola bapak angkat ini pihak perusahaan besar atau BUMN membina

usaha kecil yang menjadi mitranya dalam bimbingan teknis produksi, manajemen,

membantu memasarkan produk mitra binaan atau dengan pemberian bantuan fasilitas

promosi pemasaran. Bapak angkat juga memfasilitasi mitra binaannya dalam bantuan

modal usaha. Pola hubungan “bapak-anak angkat” yang murni, didasari oleh semangat

kemitraan yang tinggi.

2. Kredit Bunga Lunak

Kredit bunga lunak diberikan oleh BUMN kepada usaha kecil sebagai bantuan

modal usaha. Kredit bunga lunak ini sebagai bagian dari pola kemitraan bapak angkat

dimana BUMN menyalurkan kredit dengan bunga lunak untuk membantu permodalan

usaha bagi usaha kecil. Bantuan kredit ini ada yang dengan persyaratan jaminan dan ada

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

27

juga yang tanpa jaminan. Usaha kecil dapat mengakses kredit ini dengan penilaian

kelayakan usaha dari BUMN.

3. Pola Subkontrak

Subkontrak adalah keadaan dimana sebuah perusahaan induk, dari pada

melakukan pekerjaan sendiri, memesan pada sebuah perusahaan independen lainya untuk

melakukan seluruh atau sebagian dari sebuah order yang telah diterima, dengan tetap

bertanggung jawab untuk pekerjaan tersebut terhadap sipembeli” (Watanabe, 1972 dalam

Julissar, 2007).

Hubungan subkontrak terdapat di mana sebuah perusahaan (pihak prinsipal) memberi

pesanan kepada pihak lain (subkontraktor) untuk menghasilkan bagian-bagian,

komponen-komponen, subassemblies atau assemblies untuk diintegrasikan ke dalam

suatu produk yang akan dipasarkan oleh pihak prinsipal” (UNIDO, 1974 dalam Julissar,

2007).

Pola subkontrak adalah pola hubungan kemitraan yang dibangun oleh perusahaan

dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang diperlukan oleh

perusahaan sebagai bagian dari proses produksinya. Ciri khas dari bentuk subkontrak ini

adalah membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu

penyelesaian/penyerahan produk kepada pemesan. Pola ini mempunyai keuntungan yang

dapat mendorong terciptanya alih teknologi, modal dan ketrampilan serta menjamin

pemasaran produk kelompok mitra usahanya.

Di Jepang subkontrak merupakan salah satu kebanggaan atas sumber-sumber

kemajuan ekonomi mereka. Subkontrak memungkinkan terjadinya pembagian kerja yang

ideal dari berbagai pelaku usaha. Subkontrak juga merupakan faktor penting dalam

mencapai efisiensi ekonomi. Disamping itu subkontrak juga menyediakan kesempatan

berusaha yang lebih luas bagi masyarakat.

Dalam implementasinya, subkontrak bisa dibeda-bedakan menurut jenisnya

(Dicken, 1986 dalam Julissar, 2007) :

- Subkontrak Industrial : mengerjakan proses-proses tertentu, atau menghasilkan

komponen-komponen tertentu (tetapi bukan barang jadi) yang akan diolah lebih lanjut

oleh pihak pemesan. Dalam hal ini bisa berupa subkontrak komponen dan subkontrak

proses.

- Subkontrak Komersial : mengerjakan/menghasilkan barang jadi yang tinggal

dipasarkan oleh pihak pemesan. Dalam hal ini umumnya pihak prinsipal bukanlah

suatu industri manufaktur, tapi lebih merupakan perusahaan dagang.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

28

4. Pola Dagang Umum

Pola hubungan dagang umum tidak terlalu kompleks untuk diterapkan karena

hanya merupakan wujud yang lebih formal dari transaksi dagang sepanjang saling ada

kebutuhan. Dalam kemitraan dagang umum, kelompok mitra memasok kebutuhan yang

diperlukan perusahaan mitra atau perusahaan mitra memasarkan hasil produksi

kelompok mitra. Pola kemitraan dagang umum ini memiliki kelemahan antara lain

kurangnya jaminan pemasaran, kelompok mitra sangat tergantung pada order dari

perusahaan mitra. Disamping itu praktek pemasaran konsinyasi yang sering merugikan

kelompok mitra, dimana berdampak langsung pada perputaran modal kelompok mitra

yang umumnya terbatas dalam hal permodalan.

5. Pola Keagenan

Merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana industri kecil diberi

hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha menengah atau usaha besar

sebagai mitranya yang bertanggungjawab terhadap produk yang dihasilkan, sedangkan

industri kecil diberi kewajiban untuk memasarkan barang dan jasa tersebut, bahkan

disertai dengan target yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan yang disepakati.

6. Pola Waralaba

Merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan

perusahaan pemberi hak lisensi, merek dagang, saluran distribusi perusahaannya kepada

kelompok mitra usahanya sebagai penerima waralaba yang disertai dengan bantuan

manajemen. Pemilik waralaba bertanggungjawab terhadap sistem operasi, pelatihan,

program pemasaran, merek dagang dan hal lainnya kepada mitra pemegang usaha

waralaba. Pemegang waralaba hanya mengikuti pola yang ditetapkan pemilik serta

memberikan sebagian pendapatan berupa royalty dan biaya yang terkait dengan kegiatan

usaha tersebut.

7. Bentuk-bentuk lainnya

Selain daripada pola-pola seperti yang telah disebutkan di atas, seiring dengan

semakin berkembangnya lalu lintas usaha (bisnis) dimungkinkan pula dalam

perjalanannya nanti adanya timbul bentuk pola-pola lain yang mungkin saat ini atau pada

saat yang mendatang akan atau sudah berkembang tetapi belum dibakukan.

Pada studi ini pola kemitraan yang digunakan sebagai indikator untuk

mengidentifikasi kemitraan yang terjadi antar stakeholders adalah pola kemitraan yang

sudah biasa dilaksanakan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar

yang diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan PP Nomor 44

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

29

Tahun 1997 tentang Kemitraan dan bentuk kemitraan lainnya yang disesuaikan dengan

kebutuhan pembinaan bagi industri kecil. Pembinaan bagi usaha kecil dilaksanakan

untuk mengatasi permasalahan dasar yang dihadapi usaha kecil terutama dalam

lemahnya struktur permodalan dan keterbatasan untuk mengakses sumber-sumber

permodalan, kelemahan dalam menangkap peluang pasar, kelemahan dalam akses

terhadap teknologi, sulitnya mendapatkan bahan baku dan bahan penolong yang

disebabkan ketatnya persaingan usaha, masalah perbaikan kualitas produk, lemahnya

sumberdaya manusia (Kuncoro, 2000). Menurut Kuncoro, pembinaan bagi usaha kecil

ini dapat dilakukan melalui program pembinaan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga

pendukung usaha kecil antara lain dapat dilihat pada tabel II.1 berikut :

Tabel II.1. Program Lembaga-lembaga pendukung pengembangan usaha kecil

No. Lembaga Pendukung Program

1. Pemerintah (Deperin) - Pendidikan dan pelatihan - Penelitian dan pengembangan teknologi

produksi melalui riset & development - Pelayanan teknis melalui unit pelayanan teknis

(UPT) - Pelayanan informasi dan konsultasi - Perantara usaha kecil dengan bapak angkat

2. Swasta - Peningkatan SDM melalui pendidikan dan latihan

- Program keterkaitan usaha besar dan usaha kecil melalui kemitraan

3. LSM - Pelatihan teknis produksi dan pengelolaan administrasi

- Penelitian dan konsultasi 4. Lembaga penelitian di

Perguruan Tinggi - Penelitian dan pengembangan teknologi

produksi, sumberdaya manusia - Pelatihan dan teknis manajemen - Konsultasi dan pembinaan

Sumber : Mudrajat Kuncoro, 2000

Berdasarkan pola kemitraan antara usaha besar dan usaha kecil serta program pembinaan

usaha kecil oleh lembaga-lembaga pendukung usaha kecil tersebut dijadikan sebagai

indikator dalam mengidentifikasi kemitraan antar stakeholders dalam pengembangan

industri kecil kerajinan. Penetapan indikator ini disesuaikan dengan kebutuhan masing-

masing stakeholders dalam menjalin kerjasama melalui kemitraan.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

30

II.3.3. Faktor-faktor yang Menentukan Keberhasilan Kemitraan

Bila disarikan dari berbagai tulisan mengenai kemitraan usaha, maka faktor-

faktor yang menentukan keberhasilan kemitraan dapat dilihat pada tabel II.2 sebagai

berikut.

Tabel II.2. Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan kemitraan

Penulis/Tahun Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan kemitraan

1. Marrioti (1993) Hubungan kemitraan harus didasarkan atas etika bisnis yaitu : 1. Karakter, integritas dan kejujuran 2. Kepercayaan 3. Komunikasi yang terbuka 4. Adil 5. Keinginan pribadi dari pihak yang bermitra (motivasi/minat) 6. Keseimbangan antara insentif dan resiko

2. Ratcheva and Vyakarnam (2001)

Hubungan kemitraan biasanya dimulai antara dua pihak yang saling mengenal sehingga kredibilitas masing-masing tidak diragukan. Hubungan kemitraan tersebut harus didasarkan atas : 1. Kepercayaan, sehingga akan terjadi komunikasi dan saling

berbagi informasi 2. Kemitraan tersebut dijalin bukan hanya atas hubungan

komplementer namun pengertian adanya keuntungan jika terjalin kerjasama

3. Hubungan kerjasama harus dilegalkan

Keberhasilan hubungan kemitraan sangat tergantung pada hubungan yang melibatkan

interaksi pihak-pihak yang bermitra. Keeratan hubungan antar pelaku sedikit banyak

berpengaruh pada pelaksanaan kemitraan antara kelompok mitra dan perusahaan mitra

baik di sisi produksi ataupun di sisi pemasaran. Hubungan tersebut antara lain :

1. Hubungan saling mengenal.

Banyak hubungan kemitraan yang dimulai atas dasar koneksitas, artinya pihak yang

ingin menjalin kemitraan telah mengenal sebelumnya karakter dari calon mitranya.

Alasan utama biasanya karena bemitra dengan orang yang sudah dikenal sebelumnya

karakter orang tersebut sudah diketahui terutama kejujuran.

2. Saling percaya

Kepercayaan merupakan landasan utama dalam bermitra, kepercayaan bisa tumbuh

karena telah saling mengenal sebelumnya atau tumbuh karena jangka waktu

pelaksanaan kemitraan. Bila telah ada saling percaya satu sama lain maka hubungan

bermitra pun berjalan lebih baik. Hal tersebut karena tidak timbulnya rasa curiga dan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

31

disisi lainpun antara pihak bermitra lebih transparan dalam hal-hal yang terkait

langsung dengan usaha mereka. Kegagalan dalam membangun kemitraan biasanya

bermula dari rasa curiga dan akhirnya sikap saling tidak percaya. Oleh karena itu

sangat penting bila di antara pihak yang bermitra saling percaya sehingga

memudahkan dalam melaksanakan kesepakatan yang telah disusun bersama.

3. Komunikasi

Komunikasi merupakan hal penting dalam kerjasama. Melalui komunikasi maka

setiap kendala, informasi dan gagasan bisa saling dipertukarkan. Komunikasi yang

terbuka bisa berdampak pada kemajuan usaha.

4. Keinginan dari pihak yang bermitra

Sebelum menjalin kemitraan, masing-masing pihak pasti memiliki keinginan untuk

meningkatkan nilai tambah. Nilai tambah ini baik dari sisi ekonomi seperti

penanaman modal, peningkatan keuntungan dan perluasan pasar. Dari sisi non

ekonomi adalah penguasaan manajemen, penguasaan teknologi dan sebagainya.

Kemitraan hanya dapat berlangsung secara efektif dan berkesinambungan jika

kemitraan dijalankan dalam kerangka berfikir pembangunan ekonomi, dan bukan

semata-mata konsep sosial yang dilandasi motif belas kasihan atau kedermawanan.

Kemitraan yang dilandasi motif belas kasihan cenderung mengarah kepada inefisiensi

sehingga tidak akan berkembang secara sinambung.

Pemerintah juga berperan penting dalam memberikan informasi peluang

kemitraan dan bantuan teknis kepada usaha kecil dalam perencanaan kemitraan dan

negosiasi bisnis. Pemerintah dapat mendukung kemitraan dengan memantapkan sarana-

prasarana dan memperkuat kelembagaan pendukung kemitraan antara lain dengan

mengembangkan sistem dan lembaga keuangan yang efektif bagi usaha kecil.

Pemerintah juga dapat berperan dalam memberikan pedoman dan rambu-rambu tentang

kemitraan melalui peraturan perundangan, misalnya bagaimana kemitraan itu dapat

dijalankan secara saling menguntungkan, apa saja kriteria yang menjamin penanggungan

resiko dan pembagian keuntungan secara adil, serta bagaimana mengatasi perselisihan

yang terjadi diantara pihak-pihak yang bermitra.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

32

II.4. Kajian Pengumpulan Data, Stakeholders dan Analisis Data

Pada subbab ini terdapat beberapa bagian yang membahas tentang teori

pengumpulan data, analisis stakeholders dan analisis data yang dilakukan dalam

penelitian ini.

II.4.1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam studi berhubungan dengan

tujuan dan keluaran yang diharapkan. Dalam penelitian kualitatif ada 3 macam teknik

pengumpulan data (M.Q. Patton, 1990) yaitu :

1. Observasi langsung yaitu kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran

detail tentang aktivitas, prilaku serta tindakan orang-orang dan rentang

menyeluruh dari interaksi antarpersonal serta proses-proses keorganisasian yang

menjadi bagian pengalaman manusia yang dapat diobservasi.

2. Wawancara mendalam yang terdiri dari 3 bentuk yaitu :

a. Wawancara tidak terstruktur, yaitu wawancara yang mengacu kepada

pertanyaan-pertanyaan yang dihasilkan secara spontan dalam alur interaksi

yang alami.

b. Wawancara semi terstruktur, yaitu wawancara yang mencakup tampilan

serangkaian isu yang akan dieksplor kepada setiap responden yang biasa

disebut dengan checklist wawancara.

c. Wawancara terstruktur, yaitu wawancara yang terdiri dari serangkaian

pertanyaan yang disusun dan diatur dengan hati-hati dengan tujuan untuk

mengarahkan tiap responden melalui pertanyaan yang sama dengan kata-kata

yang sama secara mendasar,

3. Dokumen tertulis, yaitu pengumpulan data kualitatif dalam bentuk petikan,

kutipan atau keseluruhan bagian rekaman program, klinis, atau keorganisasian,

memorandum dan korespondensi, laporan resmi, catatan harian personal dan

respon terbuka yang tertulis berdasarkan survey dan kuesioner.

Wawancara yang dilakukan dalam studi ini adalah wawancara semi terstruktur.

Jenis wawancara ini dipilih karena dengan begitu responden dapat menjawab secara

bebas dan lengkap tanpa adanya batasan tertentu. Meskipun begitu, serangkaian

pertanyaan ditetapkan untuk menjaga agar wawancara tetap berada di dalam lingkup

materi penelitian. Observasi langsung dan pengumpulan dokumen tertulis juga dilakukan

untuk melengkapi data hasil wawancara.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

33

II.4.2. Definisi Stakeholders

Stakeholders didefinisikan sebagai individu, grup atau institusi yang memiliki

kepentingan terhadap suatu proyek atau program. Secara lebih rinci, UN HABITAT

(2000) mendefinisikan stakeholderss sebagai individu atau grup yang :

- memiliki kepentingan, baik dalam mempengaruhi atau dipengaruhi oleh

aktivitas/kegiatan yang menjadi isu utama

- memiliki informasi, sumber daya dan keahlian yang dibutuhkan untuk

penyusunan dan implementasi dari strategi

- memiliki kontrol terhadap alat atau implementasi yang relevan

Definisi stakeholders lainnya adalah kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi

dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu (Freedman,1982 dalam

Ramizes, 1999). Sedangkan definisi stakeholders menurut Bank Dunia (1998), yaitu

masyarakat, kelompok atau lembaga yang kemungkinannya dipengaruhi oleh intervensi

yang diajukan (secara positif atau negatif), atau yang dapat mempengaruhi hasil

intervensi. Definisi stakeholders menurut McCracken, 1998 dalam Sayuti, 2003 adalah

orang, kelompok atau institusi yang dikenai dampak dari sebuah intervensi program

(baik posistif maupun negatif) atau pihak-pihak yang dapat mempengaruhi dan atau

dipengaruhi hasil intervensi tersebut.

Untuk pengelompokan stakeholders, UNDP (1999) telah membagi dalam tiga kelompok

yaitu pemerintah (state), masyarakat (society) dan swasta (privat sector).

Dalam penelitian ini, stakeholders didefinisikan sebagai individu atau kelompok

yang memiliki kepentingan, baik dalam mempengaruhi atau dipengaruhi oleh

aktivitas/kegiatan yang menjadi isu utama. Berdasarkan definisi tersebut, stakeholders

dalam pengembangan industri kecil kerajinan dapat dikelompokkan dalam :

1. Kelompok regulator (pemerintah). Pemerintah dalam hal ini dinas teknis terkait

dalam pengembangan industri kecil yaitu Dinas Perindagkop DIY,

Disperindagkop Gunungkidul, UPT Balai Bisnis DIY, Dekranasda

2. Industri kecil dalam hal ini industri kecil kerajinan sebagai anggota masyarakat

yang menjadi sasaran proses perubahan dan diharapkan keterlibatannya dalam

proses pemberdayaan.

3. Pihak swasta (pedagang/eksportir, BUMN, Asosiasi/yayasan), berfungsi sebagai

mitra usaha industri kecil kerajinan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

34

4. Lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai pakar, penyedia informasi IPTEK

dan dukungan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan sebagai perwujudan Tri

Dharma Perguruan Tinggi

II.4.3. Metode Analisi Data

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga

dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain (Bogdan

dalam Sugiyono, 2007). Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data,

menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,

memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat

diceritakan kepada orang lain. Metode penelitian kualitatif dibedakan dengan metode

penelitian kuantitatif dalam arti metode penelitian kualitatif tidak mengandalkan bukti

berdasarkan logika matematis, prinsip angka atau metode statistik. Bahan untuk analisis

kualitatif adalah pembicaraan yang sebenarnya, isyarat dan tanda sosial lainnya

(Mulyana, 2000).

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data

berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat

wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai.

Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis belum memuaskan, maka peneliti

akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu diperoleh data yang dianggap

kredibel. Miles dan Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis

data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai

tuntas sehingga datanya sudah jenuh. Secara umum terdapat 3 tahap yang perlu

dilakukan dalam analisis kualitatif, yaitu :

1. Reduksi data

Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian, penyederhanaan,

pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan

tertulis di lapangan. Reduksi data bukanlah sesuatu yang terpisah dari analisis.

Pilihan peneliti tentang bagian mana yang dikode, bagian mana yang dibuang,

pola-pola mana saja yang meringkas bagian yang tersebar, cerita yang sedang

berkembang, semuanya merupakan pilihan analisis. Reduksi data merupakan

suatu bentuk analisis yang mengarahkan, membuang yang tidak perlu,

mengorganisasikan data, dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan final

bisa ditarik dan diverifikasi.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Ekonomi ... · PDF fileII.1. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal ... negara berkembang seperti Indonesia ... sistem pengelolaan industri

35

2. Tampilan/penyajian data (data display)

Penyajian data adalah penyusunan informasi untuk memungkinkan proses

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif dapat

berupa teks naratif, bagan, matriks atau grafik. Semuanya dirancang untuk

menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan

mudah dicerna. Dalam proses penyajian data, yang dilakukan oleh peneliti adalah

dengan memberikan gambaran dan rangkaian wawancara yang disajikan secara

sistematis kemudian diperkuat oleh cuplikan atau penggalan kalimat dari

responden yang diwawancarai. Penggalan kalimat tersebut untuk mempertegas

pernyataan yang sudah dikemukakan oleh peneliti.

3. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan adalah mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan,

pola, kejelasan, konfigurasi yang mungkin dan alur sebab akibat dengan menguji

kebenaran, kekokohan dan kecocokan makna-makna yang muncul dari data.

Tipe analisis kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif

kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan dalam menganalisis data berupa

dokumen-dokumen (literatur) dan hasil wawancara. Dalam metode analisis kualitatif,

prosedur penelitian akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan dan Tailor dalam Moleong, 2001).