bab ii tinjauan pustaka - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41402/3/bab ii.pdfitu, warna-warna ini...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman
Bunga Marigold merupakan salah satu bunga yang berasal dari thailand.
Dikarenakan bunga ini hampir setiap harinya digunakan guna upacara keagamaan
maka dibudidayakanlah bunga di pulau bali.
2.1.1. Klasifikasi (Bharathi et al.., 2014)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Tagetes
Spesies : Tagetes erecta L.
2.1.1 Nama Lain
Bunga Marigold sering disebut sebagai kenikir, randa kencana dan ades
(Indonesia), tahi kotok (Sunda), amarello (Filipina), (French) Oeillet d’inde, ( English
) Marigold, ( China ) Ades, Afrikaantjes, Wan shou ju (kristy, 2014).
2.1.2 Deskripsi
Tanaman Marigold (Tagetes erecta L.) merupakan tanaman yang memiliki
percabangan dengan tinggi sekitar 60-90 cm, batangnya tumbuh tegak dan bercabang-
cabang. Warnanya adalah putih kehijauan jika pucuknya masih muda dan hijau jika
sudah dewasa. Tumbuh di daerah tropis India Tamil Nadu, Andra Pradesh, Karnataka
serta di belahan bumi lainnya (Bharathi et al..,2014). Akar dari Tagetes erecta
merupakan akar tunggang. Akar jenis ini umum ditemukan pada tumbuhan biji belah
(dicotyledonae). Jika diamati, akarnya berwarna putih kekuningan. Jika ditinjau dari
anatominya, pada akar tagetes erecta biasa ditemukan rambut akar. Fungsinya adalah
untuk membantu tanaman mengambil air dan mineral dari tanah. Rambut akar ini
merupakan bagian dari epidermis akar.
6
Daun tunggal, menyirip menyerupai daun majemuk. Bentuknya memanjang
hingga lanset menyempit, dengan bintik kelenjar bulat dekat tepinya, warnanya hijau.
Bunganya merupakan bunga majemuk. Bunga ini berbentuk cawan dengan tangkai
yang panjang. Memiliki organ-organ bunga yang lengkap, berupa putik dan benang
sari pada tengah bunga, warnanya kuning atau orange. Tanaman ini biasa tumbuh liar
dan juga dijadikan sebagai tanaman hias, serta mampu sebagai sumber pigmen alami
karotenoid untuk pakan unggas. Pigmen ditambahkan untuk meningkatkan warna
kuning-oranye kuning telur dalam pakan unggas (Bharathi et al.., 2014).
Gambar 2. 1 Bunga Marigold
(Bharathi et al.., 2014)
Bunga Marigold lebih suka tumbuh pada tanah pH 7,0-7,5 dengan kapasitas
penahan air yang baik dan saluran air baik dengan tanah liat berpasir yang subur serta
cuaca yang cerah. Penggunaan bunga Marigold sebagai obat tradisional dan oleh
orang Romawi digunakan sebuah pewarna makanan pengganti kunyit. Sekarang,
bunga Marigold secara eksklusif digunakan untuk Malayali festival "Onam" di
Kerala, India dan di seluruh dunia untuk membuat "pookalam" (rangkaian bunga
karpet), karena kombinasi eksotis dengan bunga lainnya yang berwarna cerah. Di Bali
7
pun bunga Marigold digunakan dalam pembuatan canang yang dikombinasikan
dengan bunga lainnya. Bunga Marigold berpotensi sebagai obat tradisional karena
efek farmakologis sebagai anti radang, mengencerkan dahak, dan obat batuk. Sifat
fisik lainnya dari bunga ini adalah rasa pahit, bau khas, dan berwarna kuning
(Komalpreet and Ramninder, 2013).
2.1.3 Kandungan Kimia
Studi fitokimia menyebutkan bahwa tanaman Marigold positif memiliki
flavonoid, karotenoid dan triterpenoid. Tanaman Marigold telah terbukti mengandung
quercetagetin, glukosida dari quercetagetin, fenolat, asam syringic, metil-3,5
benzoatdihidroksi-4-metoksi, quercetin, thyenil dan ethyl gallate (Faizi and Naz,
2004 ; Farjana et al.., 2009; Ghani, 1998). Dalam penelitian Yunji et al. (2017),
terdapat tujuh macam karotenoid (empat jenis karoten: α-karoten, β-karoten, 9- cis -β-
karoten, dan 13- cis -β-karoten; dan tiga jenis xanthophyll: violaxanthin, lutein, dan
zeaxanthin) yang terdapat dalam ekstrak bunga Marigol.
Karotenoid adalah pigmen alami yang berkontribusi pada karakteristik warna
kuning, oranye, dan kemerahan dari jaringan tanaman termasuk daun, buah, sayuran,
dan bunga. Mereka memainkan peran penting dalam fotosintesis, photoprotection,
perkembangan, sebagai hormon stres, dan molekul pensinyalan pada tanaman. Selain
itu, warna-warna ini berfungsi untuk menarik agen penyerbuk dan penyebar benih.
Beberapa karotenoid berperan sebagai prekursor vitamin A, yang merupakan
antioksidan yang efisien dan penting untuk nutrisi manusia. Karena properti ini,
konsumsi makanan kaya karotenoid dianggap menawarkan perlindungan terhadap
beberapa jenis kanker, kerusakan kulit akibat sinar UV, penyakit jantung koroner,
katarak, dan degenerasi molecular (Yunji et al., 2017).
8
Gambar 2. 2 Jalur Biosintetik Karotenoid Utama pada Tagetes.
(Yunji et al., 2017).
Pada tanaman, karotenoid disintesis oleh enzim yang dikodekan nuklir pada
membran plastid. Jalur dimulai dengan pengembunan dua molekul geranylgeranyl
diphosphate (GGPP), yang berasal dari jalur metileriritrit (Hulu) hulu, membentuk
fitoina C 40 ( Gambar 1 ), dalam sebuah langkah yang dimediasi oleh phytoene
synthase (PSY). Phytoene kemudian diubah menjadi likopen dengan modifikasi
terus-menerus, yang meliputi desaturasi dan isomerisasi poli- cis. Selanjutnya,
siklisasi lycopene menyebabkan sintesis berbagai karoten [ 5 ]. α-Carotene dihasilkan
dari lycopene melalui aksi gabungan lycopene β-cyclase ( LCYB ) dan lycopene ε-
cyclase ( LCYE ). Likopen juga dapat dikonversi menjadi β-karoten oleh LCYB . α-
Karoten dan β-karoten dilarutkan menjadi lutein dan zeaxanthin oleh cincin-
hidroksilase-cincin ( CHXB ) dan cincin-hidroksilen ( CHXE ). Violaxanthin
dikatalisis oleh zeaxanthin epoxidase ( ZEP ). Sebagian besar β-karoten di Alam
terjadi sebagai bentuk trans , walaupun bentuk cis β-karoten juga terjadi pada
makanan (Yunji et al., 2017).
9
2.1.4 Khasiat
Tagetes erecta (Asteraceae), yang umumnya dikenal sebagai marigold, ditanam
untuk tujuan pengobatan dan tanaman hias di seluruh dunia. Selain itu, sifat
nematocidal, fungicidal, dan insektisida ekstrak dari spesies ini telah ditunjukkan
pada beberapa penelitian. Ekstrak yang berasal dari spesies Tagetes telah terbukti
mengerahkan beragam tindakan farmakologis, termasuk anti-bakteri, antimikroba,
anti-oksidan, hepatoprotektif, penyembuhan luka, dan aktivitas larvisida (Yunji et al.,
2017).
Pada masa lalu, tanaman Marigold banyak digunakan sebagai tanaman obat
dalam penyembuhan luka. Tanaman ini sangat populer sebagai tanaman taman dan
menghasilkan minyak atsiri (minyak Tagetes) yang sangat aromatik. Minyak atsiri ini
biasa digunakan dalam peracikan parfum bermutu tinggi. Semua bagian tanaman ini
termasuk bunganya digunakan dalam pengobatan rakyat untuk menyembuhkan
berbagai penyakit (Bharathi et al..,2014). Daun Marigold dilaporkan efektif terhadap
masalah ginjal, nyeri otot, bisul, dan luka. Daun ditumbuk digunakan sebagai obat
luar untuk bisul dan peradangan kulit. Tanaman ini dilaporkan memiliki sifat
antioksidan, antimikotik, aktivitas analgesik dan 18 senyawa aktif lainnya yang
diidentifikasi dengan GC-MS. Senyawa yang teridentifikasi tersebut merupakan
terpenoid (Rhama and Madhavan 2011). Bunga Marigold berguna dalam
penyembuhan demam, epilepsi, astringent, karminatif, obat perut, kudis, dan keluhan
hati dan juga digunakan dalam penyakit mata serta untuk memurnikan darah. Jus
bunga Marigold diberikan sebagai obat penggumpalan darah dan juga digunakan
dalam rematik, pilek, dan bronkitis (Kirtikar and Basu, 1987; Ghani, 1998).. Rhama
and Madhavan (2011) melaporkan aktivitas anti bakteri dari Marigold dengan pelarut
yang berbeda terhadap bakteri Alcaligens faecalis, Bacillus cereus, Campylobacter
coli, Escherchia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Proteus
vulgaris, Streptococcus mutans dan Streptococcus pyogenes. Flavonoid yang
memiliki aktivitas anti bakteri terhadap semua strain diuji dan menunjukkan zona
inhibisi maksimum untuk Klebsiella pneumoniae (29,50 mm) (Priyanka et al.., 2013).
10
Pada hasil penelitian valvoya et al. (2012) didapat IC50 dari ekstrak bunga
Marigold seperti yang tertera pada table dibawah ini
Tabel II. 1 IC50 Ekstrak Bunga Marigold
Sample DPPH assay
IC50 (μg/mL)
Methanol extract 7,5±0,1
Ethanol extract 7,6±0,1
Petroleum ether fraction 100,1±12,4
Chloroform fraction 23,1±0,2
Ethyl acetate fraction 4,3±0,4
Α-tocopherol 3,5±0,2
Sedangkan pada hasil penelitian Chivde, dkk. (2011) ekstrak bunga marigold
memiliki IC50 3,40 μg/mL. Tingkat kekuatan antioksidan dikatakan sangat kuat bila
memiliki IC50 <50 μg/mL. jadi dapat dikatakan ekstrak etanol bunga marigold
memiliki intensitas antioksidan sangat kuat (Phrutivorapongkul dkk. 2013).
Tabel II. 2 Tingkat Kekuatan Antioksidan.
Intensitas Antioksidan Nilai IC50 (μg/mL)
Sangat kuat <50
Kuat 50-100
Sedang 100-250
Lemah 250-500
Tidak aktif >500
2.2 Antioksidan
2.2.1 Radikal Bebas
Oksigen merupakan molekul yang sangat penting bagi kelangsungan hidup.
Oksigen setiap saat masuk kedalam sel sel manusia. Darah kita setiap saat
mengalirkan oksigen ke sel-sel tubuh. Oksigen membantu sel mengubah nutrisi
11
menjadi energi. Dalam kondisi normal, molekul molekul di dalam sel memiliki
pasangan elektron yang lengkap sehingga stabil. Ketika melakukan kontak dengan
oksigen, molekul itu teroksidasi sehingga kehilangan elektron. Molekul yang
kehilangan elektron dan menjadi tidak stabil tersebut, lalu berubah menjadi apa yang
disebut radikal bebas (Krisnadi, 2015).
Radikal bebas merupakan senyawa yang memiliki elektron yang tidak
berpasangan. Radikal bebas dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker,
diabetes, penyakit kardiovaskuler, dan penyakit degeneratif lainnya. Radikal bebas
bekerja dengan merusak biomolekul penting pada tubuh seperti protein, lipid, dan
asam nukleat. Beberapa radikal bebas yang dapat merusak tubuh diantaranya anion
superoksida (O2¯
), hidrogen peroksida (H2O2), dan radikal hidroksil (•OH). Karena
efek radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh, banyak dilakukan penelitian untuk
mendapatkan senyawa yang dapat menangkal aktivitas radikal bebas dalam tubuh,
yaitu antioksidan (putra dan hasanah, 2017).
Biasanya, tubuh memiliki sistem pertahanan alami untuk menetralisir radikal
bebas agar tidak berkembang dan menjadi berbahaya bagi tubuh. Namun, pengaruh
lingkungan dan kebiasaan buruk seperti radiasi ultraviolet, polusi, kebiasaan
mengkonsumsi “junk food” dan merokok, dapat membuat system pertahanan tubuh
kewalahan menghadapi radikal bebas yang berjumLah besar. Pada saat tubuh kita
dipenuhi radikal bebas yang berlebihan, maka molekul yang tidak stabil yang berada
didalam tubuh kita menyerang bagian tubuh yang sehat maupun yang tidak sehat
sehingga terjadi penyakit (Krisnadi, 2015).
12
Proses masuknya radikal bebas ke dalam tubuh dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2. 3 Proses Masuknya Radikal Bebas ke dalam Tubuh
(Krisnadi, 2015)
2.2.2 Penuaan dan Stress Oksidatif
Penuaan merupakan proses multifaktorial. Sebagian besar hipotesis mengenai
mekanisme dasar proses penuaan adalah perubahan homeostasis metabolik, inflamasi,
dan/ atau proses redoks pada sel dan jaringan. Teori stres oksidatif atau radikal bebas
merujuk peningkatan ROS sebagai proses utama penuaan sel (Schöttker B et al..,
2015).
Penuaan kulit adalah perubahan dermatologis yang berlangsung seiring usia
seseorang atau terpapar radiasi ultraviolet (UVR) jika tidak ada pengobatan yang
diadopsi. Aktivitas penelitian yang ekstensif difokuskan pada masalah kulit ini yang
melibatkan munculnya tanda-tanda yang tidak menyenangkan dan dapat diamati pada
permukaan kulit karena proteolisis serat elastis kutaneous yang mengakibatkan fungsi
sel berkurang. Penuaan kulit dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu penuaan intrinsik
atau penuaan kronologis (fenomena yang tak terelakkan) dan ekstrinsik atau prematur
atau fotoaging (fenomena evitable) karena faktor fisiologis dan lingkungan masing-
masing. Secara morfologis, photoaging ditandai dengan kulit kering, kasar,
berpigmen, dan abraded terutama wajah dan tangan pada individu yang tinggal di
13
wilayah geografis yang cerah dan secara kronis terpapar sinar matahari langsung
(Jadoon et al., 2015).
Gambar 2. 4 Gambaran Klinis Ekstrinsik (a) Dan Intrinsik (b) Penuaan Kulit
Sebaliknya, halus, keriput halus pada kulit kering dan pucat memberikan
karakteristik penuaan intrinsic. Diagnostik, penuaan kulit intrinsik diidentifikasi oleh
keratosis seboroik yang bukan merupakan biomarker fotoaging. Secara patologis,
kulit yang terpotret itu menunjukkan kerusakan vaskular yang tidak ada pada kulit
usia intrinsik. Peningkatan vaskularisasi kulit dan angiogenesis diamati pada kulit
fotoaging. Secara mikroskopis, epidermis tebal adalah fitur lain dari kulit fotoaging.
Perlu dicatat bahwa kekuatan dan ketahanan kulit bergantung pada susunan fibril
kolagen (tipe I dan III) yang tepat dan seragam dan elastin di dermis ; Dengan
demikian, defisiensi kolagen dapat menyebabkan penuaan kulit akibat produksi
kolagenase dan dimerimin dalam kulit saat terpapar UVR. Secara histologis, matriks
ekstraselular pada kulit usia intrinsik memiliki tingkat elastin yang berkurang,
sementara elastin yang tertumpuk pada kulit foto terlihat di bawah persimpangan
dermal-epidermal. Elastin adalah protein berserat yang diperkecil dengan ketebalan
dari dermis yang lebih dalam sampai superfisial. Ini memberikan elastisitas dan
kekuatan alami pada tubuh manusia. Ini juga berperan dalam perbaikan jaringan.
Dasar dan unit molekul utama yang terlibat dalam konstruksi kulit manusia adalah
kolagen yang dihasilkan dari procollagen. Kolagen adalah protein yang ada di
14
jaringan ikat tubuh manusia.Fibroblas dermal menghasilkan prokolagen di bawah
pengaruh transformasi growth factor- β (TGF- β ) dan activator protein-1 (AP-1), di
mana TGF- β dan AP-1 mengatur produksi dan rincian kolagen. Di bawah pengaruh
UVR yang diterima dari matahari, upregulasi enzim matriks metaloproteinase
(MMPs) yang disekresikan oleh keratinosit, fibroblas, dan sel lainnya meningkatkan
pemecahan kolagen oleh AP-1 serta penurunan sintesis kolagen. Ini menghasilkan
pemecahan jaringan ikat saat fotoaging. Selama masa dewasa, ada sekitar 1%
penurunan kandungan kolagen per tahun, namun tingkat ini lebih tinggi pada orang
lanjut usia sejak orang tua memiliki tingkat MMP yang lebih tinggi (Jadoon et al.,
2015).
Salah satu hipotesis konsep penuaan yang diterima sampai saat ini adalah teori
stres oksidatif. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Denham Harman sebagai
teori penuaan radikal bebas dan melaporkan bahwa oksigen radikal bebas terbentuk
secara endogen sebagai produk sampingan proses metabolisme yang menggunakan
oksigen. Teori ini kemudian dimodifikasi dengan melaporkan peran mitokondria
dalam proses penuaan karena organela ini merupakan sumber utama produksi
reactive oxygen species (ROS) (Schöttker B et al., 2015).
Paparan terhadap UVR adalah penyebab utama stres oksidatif pada kulit dan
dengan demikian merupakan faktor risiko penting untuk pengembangan masalah
kulit, misalnya pembentukan kerut, lesi, dan kanker.Pada paparan sinar matahari,
molekul kulit menyerap UVR sehingga menghasilkan generasi spesies oksigen reaktif
(ROS). Ada dua jenis ROS: tipe 1 terdiri dari satu molekul oksigen tereksitasi tunggal
(1 O2 ), sedangkan molekul oksigen dengan elektron tidak berpasangan merupakan
tipe kedua dari ROS. Contoh tipe kedua disajikan pada Tabel 2.3 yang juga
menjelaskan enzim yang terlibat dalam pembangkitan ROS ini. Ental oksigen reaktif
menghasilkan efek merusak pada fraksi seluler termasuk dinding sel, membran lipid,
mitokondria, nukleus, dan DNA yang menghasilkan "stres oksidatif," yaitu perbedaan
antara ROS dan antioksidan, ROS yang kelebihan yang menyebabkan cedera jaringan
dan perkembangan penyakit termasuk penuaan, kanker, iskemia, cedera hati, artritis,
dan sindrom Parkinson.
15
Tabel II. 3 Enzim Terlibat dalam Pembangkitan ROS dengan Elektron yang Tidak
Berpasangan.
Nomor Nama Symbol Enzim
1 Oksida radikal superoksida O2 NADPH oksidase dan xantin
oksidase
2 Hydroxyl radikal OH Superoksida dismutase (SOD)
3 Radikal oksida radikal - Nitrat oksida sintase (NOS)
4 Radikal peroksil lipida LOO Superoksida dismutase
Radikal bebas bertanggung jawab terhadap kerusakan tingkat sel dan jaringan
terkait usia. Pada kondisi normal, terjadi keseimbangan antara oksidan, antioksidan,
dan biomolekul. Radikal bebas yang berlebih menyebabkan antioksidan seluler
natural kewalahan, memicu oksidasi, dan berkontribusi terhadap kerusakan
fungsional seluler. Radikal bebas merupakan penyebab utama terkait proses penuaan,
dianggap sebagai satu-satunya proses utama, dimodifikasi oleh genetik dan faktor
lingkungan; oksigen radikal bebas bertanggungjawab (karena reaktivitasnya tinggi)
terhadap kerusakan tingkat sel dan jaringan terkait usia. Akumulasi radikal oksigen
pada sel dan modifikasi oksidatif molekul biologi (lipid, protein, dan asam nukleat)
berperan pada penuaan dan kematian sel (Schöttker B et al.., 2015).
Pada kondisi normal, reactive oxygen species (ROS) berperan sebagai “redox
messenger” dalam pengaturan jaras interseluler. Stres oksidatif terjadi jika produksi
ROS alamiah tidak dapat diseimbangkan oleh kapasitas antioksidan jaringan. ROS
berlebihan dapat menginduksi kerusakan komponen seluler secara ireversibel dan
menyebabkan kematian sel melalui jalur apoptosis intrinsik melalui mitokondria,
sehingga memicu kerusakan DNA mitokondria, disfungsi, dan peningkatan apoptosis
sel. Peningkatan apoptosis berhubungan dengan perombakan sel dan pemendekan
telomer - ujung DNA yang membatasi jumLah mitosis sel. Peningkatan jumLah
telomer yang hilang akibat ketidakseimbangan produksi ROS menjadi salah satu
faktor dalam proses penuaan. Akumulasi mutasi DNA mitokondria, gangguan
fosforilasi oksidatif, dan ketidakseimbangan ekspresi enzim antioksidan berakhir
pada produksi ROS yang berlebihan. Defek rantai respirasi mitokondria dapat
16
menyebabkan produksi ROS yang berlebihan, yang dapat meningkatkan kerusakan
oksidatif bukan saja di mitokondria tetapi juga pada kompartemen seluler lainnya
(Wang CH et al.,2013).
DNA mitokondria merupakan target kunci dari radikal bebas. Identifikasi reaksi
radikal bebas sebagai promotor proses penuaan menyiratkan bahwa intervensi yang
bertujuan untuk membatasi atau menghambat reaksi radikal bebas diharapkan turut
menurunkan tingkat penuaan dan patogenesis penyakit. Penurunan stres oksidatif
dapat dicapai melalui 3 tahap, yaitu dengan menurunkan pajanan ke polutan
lingkungan yang mengandung oksidan, meningkatkan jumLah antioksidan endogen
dan eksogen, dan menurunkan stres oksidatif dengan menstabilkan produksi dan
efisiensi energi mitokondria. Stres oksidatif endogen dapat dipengaruhi dengan dua
cara, yaitu dengan mencegah formasi ROS atau menghilangkan efek ROS dengan
antioksidan. Oleh karena itu, setiap individu penting membiasakan gaya hidup sehat
termasuk di antaranya diet tinggi antioksidan (Wang CH et al.,2013).
2.2.3 Antioksidan
Perkembangan penyakit yang dimediasi oleh oksidatif dapat dikendalikan
dengan penggunaan antioksidan aman yang berkepanjangan. Studi literatur
mengungkapkan bahwa banyak senyawa telah diteliti dengan tujuan untuk
mengeksplorasi bukti yang melawan kerusakan akibat ROS dan mencatat efek
antiaging pada kulit. Senyawa ini efisien untuk mengatasi masalah kulit akibat sinar
matahari dan membuatnya segar, sehat, dan muda melalui sintesis kolagen.
Umumnya, antioksidan berperilaku sebagai senyawa antipenuaan dalam beraksi
karena mampu mengulurkan ROS yang meninggalkan efek sehat pada kulit. Karena
sistem kehidupan memiliki kemampuan untuk mempertahankan homeostasis ROS di
dalam sel, kulit manusia dilindungi dari UVR melalui sistem pertahanan antioksidan
kompleks yang terdiri dari dua jenis antioksidan, yaitu antioksidan endogen dan
eksogen (dikonsumsi). Kategori bekas merupakan jaringan antioksidan pelindung di
kulit; Ini mencakup melanin dan beberapa enzim. Manganese-superoxide dismutase
adalah enzim mitokondria yang menghancurkan ion superoksida yang dihasilkan oleh
aktivitas rantai pernafasan (Jadoon et al., 2015).
17
Secara umum, enzim antioksidan ditemukan sangat tinggi di lapisan epidermal
dibandingkan dengan stratum korneum dan dermis. Jika terjadi ketidakseimbangan
antara oksidan dan antioksidan endogen, antioksidan eksogen sangat membantu untuk
mengembalikan keseimbangan. Antioksidan eksogen terdiri dari senyawa yang tidak
dapat disintesis oleh tubuh manusia. Vitamin, askorbat, karotenoid, dan polifenol
merupakan jenis antioksidan terakhir yang juga terlibat dalam pemeliharaan
homeostasis oksidatif. Antioksidan endogen di lapisan kulit dan epidermal kulit yang
terpapar sinar matahari terkuras di bawah pengaruh tingkat peningkatan ROS yang
dihasilkan oleh UVR. Penipisan tersebut mengakibatkan berkurangnya aktivitas
antioksidan ini yang menyebabkan kerusakan kulit. Seiring bertambahnya usia,
antioksidan endogen terus meningkat sehingga meningkatkan risiko stres oksidatif;
maka penggunaan antioksidan eksogen sebagai strategi pencegahan sangat penting.
Terbukti dari pembahasan di atas bahwa sel kulit rusak akibat stres oksidatif yang
mungkin akan berkurang akibat aksi antioksidan (Jadoon et al., 2015).
Antioksidan merupakan senyawa yang menghambat radikal bebas dalam tubuh
dengan mendonorkan satu elektronnya kepada radikal bebas sehingga aktivitasnya
terhambat . Efek antioksidan sebagai penangkal radikal bebas sangat penting untuk
mencegah resiko kanker dan penuaan . Antioksidan juga dapat diperoleh secara
sintetik seperti PMK-S005 yang merupakan bentuk sintetik dari SAC (S-allyl-L-
cysteine). Namun, penggunaan antioksidan sintetik diketahui berdampak negatif
terhadap kesehatan sehingga antioksidan alami lebih dipilih (Putra dan Hasanah,
2017).
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa antioksidan mengurangi risiko penyakit
kronis termasuk kanker dan penyakit jantung. Selain itu, dengan meningkatnya polusi
gangguan kesehatan kulit pun sering terjadi. Menurut Hernani et al. tahun 2005
wanita memiliki resiko lebih besar dari pada pria dikarenakan pemakaian kosmetika
yang berlebihan. Resiko ini juga berbanding lurus dengan bertambahnya umur karena
metabolisme semakin tidak stabil dan terjadi penurunan aktivitas dan produksi
antioksidan dalam tubuh. Untuk itu penambahan antioksidan dari luar tubuh sangat
diperlukan tubuh. untuk pemakaian antioksidan dibedakan menjadi dua yaitu
18
pemakaian internal dan pemakaian eksternal. Pemakaian internal .yaitu pemakaian
dengan cara ditelan atau diminum sehingga akan diproses didalam tubuh. Sedangkan
pemakaian eksternal yaitu pemakaian dengan cara dioleskan (produk kosmetik)
(Krisnadi, 2015).
Gambar 2. 5 Cara Kerja Antioksidan
(Krisnadi, 2015)
Antioksidan ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat oksidasi
zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah. Antioksidan juga
sesuai didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek
berbahaya radikal bebas oksigen reaktif jika berkaitan dengan penyakit, radikal bebas
ini dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya seperti
polusi udara. Antioksidan merupakan nutrisi alami yang ditemukan dalam buah-
buahan dan sayuran tertentu, dan telah terbukti dapat melindungi sel-sel manusia dari
kerusakan oksidatif dan memberikan keuntungan lainnya, antara lain :
a. Menguatkan kekebalan tubuh agar tahan terhadap flu, virus, dan infeksi.
b. Mengurangi kejadian semua jenis kanker.
c. Mencegah terjadinya glukoma dan degenerasi makular.
d. Mengurangi risiko terhadap oksidasi kolestrol dan penyakit jantung.
19
e. Anti-penuaan dari sel dan keseluruhan tubuh.
Mengkonsumsi lebih banyak antioksidan membantu tubuh untuk menetralisir
radikal bebas berbahaya. Antioksidan berperan menetralisir radikal bebas dengan
“menyumbangkan” elektron sehingga membuatnya stabil kembali (Krisnadi, 2015).
2.3 Kulit
2.3.1 Struktur kulit
Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar yang menutupi dan
melindungi permukaan tubuh. Kulit disebut juga integument atau kutis, tumbuh dari
dua macam jaringan yaitu jaringan epitel yang menumbuhkan lapisan dermis ( kulit
dalam). Kulit merupakan organ yang paling luas sebagai pelindung tubuh terhadap
bahaya bahan kimia, cahaya matahari, mikroorganisme dan menjaga keseimbangan
tubuh dengan lingkungan ( Syaifuddin, 2012).
Gambar 2. 6 Anatomi Kulit
(Taghizadeh dan Bastanfard, 2012)
Kulit merupakan bagian tubuh yang bersentuhan langsung dengan kosmetik,
khususnya kulit wajah menjadi fokus perhatian utama. Kulit juga merupakan lapisan
terluar dari tubuh manusia. Kulit menjadi bagian tubuh yang bersentuhan langsung
dengan lingkungan, sehingga fungsi utama kulit tidak lain adalah sebagai
perlindungan, dapat melindungi tubuh dari luka fisik, pengaruh angin, air, sinar
20
matahari, unsur kimiawi dan bakteri. Kulit mempunyai alat perasa dan peraba yang
dapat merasakan panas, dingin, sakit dan nyeri. Jaringan kulit luar dapat menahan
panas, dingin, sentuhan, rasa sakit dan tekanan. Secara umum kulit terdiri dari, yaitu:
1. Epidermis
Epidermis dikenal juga dengan kulit ari, yaitu lapisan kulit paling luar. Lapisan
ini bertanggung jawab terhadap interaksi dan komunikasi kulit dengan dunia luar dan
melindungi lapisan kulit yang ada di bawahnya. Dalam kaitannya dengan kosmetik,
epidermis merupakan bagian kulit paling luar, karena sebagian besar produk kosmetik
diaplikasikan pada lapisan ini. Meskipun pengaplikasian kosmetik juga dilakukan
hingga ke lapisan dermis. Epidermis tetap saja menjadikan tujuan utama penampilan
dalam penggunaan kosmetik, baik sebagai riasan maupun perawatan. Epidermis
terbagi menjadi 5 lapisan yaitu :
a. Stratum corneum merupakan lapisan terluar dari lapisan epidermis. Lapisan
tanduk disusun dari sel-sel yang pipih, mati, tak berinti, tak mengalami
metabolisme, tak berwarna, dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini
sebagian besar terdiri atas keratin yang merupakan protein yang tidak larut
dalam air dan resisten terhadap bahan-bahan kimia. Permukaan lapisan tanduk
dilapisi oleh lapisan pelindung yang lembab dan tipis dan bersifat asam yang
disebut sebagai mantel asam;
b. Stratum lucidum merupakan lapisan yang terletak di bawah stratum corneum
dan merupakan lapisan yang tipis, jernih, dan mengandung eleidin. Stratum
lucidum hanya dijumpai pada kulit yang tebal. Antara stratum lucidum dengan
lapisan di bawahnya,yaitu stratum granulosum terdapat lapisan keratin yang
disebut rein’s barrier.
c. Stratum granulosum tersusun atas 3-5 lapisan sel keratinosit yang gepeng dan
berinti. Stratum granulosum merupakan lapisan tempat diproduksinya keratin;
d. Stratum spinosum atau malphigi layer terdiri atas sel-sel keratinosit. Inti sel dari
sel keratinosit penyusun lapisan ini besar dan berbentuk oval. Pada lapisan ini,
sel keratinosit secara aktif bermitosis, terutama pada lapisan yang lebih dalam.
Langerhan’s cell juga terdapat pada lapisan ini, dimana langerhan’s cell
21
merupakan sel yang berasal dari sumsum tulang belakang yang merupakan
bagian dari sistem imunitas;
e. Stratum basale atau stratum germinativum merupakan lapisan sel epidermis
yang paling dalam dan mengandung sel-sel melanosit dan merkel sel. Sel
melanosit merupakan sel yang tidak mengalami keratinasi dan berfungsi
menghasilkan pigmen melanin dan menyalurkannya kepada sel-sel keratinosit
melalui dendrit-dendritnya
Gambar 2. 7 Lapisan Epidermis
(Tranggono dan Latifah, 2007; Gartner et al.., 2011)
2. Dermis
Dermis adalah lapisan kulit yang berada paling bawah epidermis. Lapisan ini
bertanggung jawab terhadap elastisitas dan kehalusan kulit. lapisan dermis juga
berperan menyerupai nutrisi bagi epidermis. Epidermis dapat diibaratkan seperti
mesin yang merupakan cover atau dinding tempat berlindungnya berbagai jenis
peralatan mesin, sementara dermis adalah rambut, saluran keringat, kelenjar sebasea
(kelenjar minyak), otot penegak rambut, ujung pembuluh darah, ujung saraf, serta
serabut lemak yang berada pada lapisan lemak bawah kulit (Nidi Adijaya, 2014).
22
Dermis terdiri dari dua lapisan dengan batas yang tidak nyata, stratum papilare di
sebelah stratum reticular yang lebih dalam.
i. Stratum papilar, terdiri atas jaringan ikat longgar, fibroblast dan sel jaringan
ikat lainnya, seperti sel mast dan makrofag. Pada lapisan ini terdapat lapisan
kolagen. Kolagen merupakan protein utama dari matriks ekstraseluler penyusun
lapisan dermis. Kolagen berfungsi dalam memelihara bentuk jaringan
(Junquiera, 2007).
ii. Stratum reticular, terdiri atas jaringan ikat padat tak teratur, memiliki lebih
banyak serat dan lebih sedikit sel daripada stratum papilar (Junquiera, 2007).
Gambar 2. 8 Penampang Dermis
3. Hypodermis
Lapisan ini terletak dibawah dermis, mengandung jaringan adipose dalam
jumLah besar. Hipodermis akan membentuk agregat dengan jaringan kolagen
sehingga terbentuk ikatan lentur antara struktur kulit pada bagian dalam dengan
struktur kulit pada permukaan. Lapisan ini berfungsi sebagai protektor panas dan
mekanik.
Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut hipodermis. Ia
berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi terutama
sejajar terhadap permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya menyatu dengan
23
yang dari dermis. Pada daerah tertentu, seperti punggung tangan, lapis ini
meungkinkan gerakan kulit di atas struktur di bawahnya. Di daerah lain, serat-serat
yang masuk ke dermis lebih banyak dan kulit relatif sukar digerakkan. Sel-sel lemak
lebih banyak daripada dalam dermis. JumLahnya tergantung jenis kelamin dan
keadaan gizinya. Lemak subkutan cenderung mengumpul di daerah tertentu. Tidak
ada atau sedikit lemak ditemukan dalam jaringan subkutan kelopak mata atau penis,
namun di abdomen, paha, dan bokong, dapat mencapai ketebalan 3 cm atau lebih.
Lapisan lemak ini disebut pannikulus adiposus (sonny, 2013).
Gambar 2. 9 Penampang Hipodermis
2.3.2 Fungsi kulit
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh.
Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi,
persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D
(Djuanda, 2007).
1. Fungsi Proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai
berikut:
1. Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia.
24
2. Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan
dehidrasi, selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh
melalui kulit.
3. Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari
kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri
di permukaan kulit.
4. Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada
stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di
sekitarnya. Pigmen ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari,
sehingga materi genetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan
pada proteksi oleh melanin, maka dapat timbul keganasan.
5. Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang
pertama adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap
mikroba. Kemudian ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba
yang masuk melewati keratin dan sel Langerhans (Martini, 2006).
2. Fungsi Absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti
vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida (Djuanda,
2007). Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu
beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri (Harien,
2010). Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga
mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan
(Martini, 2006).
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung
melalui celah antarsel atau melalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang
melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar (Tortora dkk., 2006).
3. Fungsi Ekskresi
25
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar
eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:
a. Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan
melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen (Harien, 2010). Sebum
dikeluarkan ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan kelenjar sebasea
sehingga sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum
tersebut merupakan campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolit.
Sebum berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi
keratin (Tortora dkk., 2006).
b. Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar
dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari (Djuanda, 2007). Seorang
yang bekerja dalam ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi
orang yang aktif jumLahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas,
keringat juga merupakan sarana untuk mengekskresikan garam, karbondioksida, dan
dua molekul organik hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan urea (Martini,
2006). Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan
kelenjar keringat merokrin.
Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis, serta
aktif pada usia pubertas dan menghasilkan sekret yang kental dan bau yang
khas (Djuanda, 2007). Kelenjar keringat apokrin bekerja ketika ada sinyal dari
sistem saraf dan hormon sehingga sel-sel mioepitel yang ada di sekeliling
kelenjar berkontraksi dan menekan kelenjar keringat apokrin. Akibatnya
kelenjar keringat apokrin melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke
permukaan luar (Tortora dkk., 2006).
Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak tangan dan kaki.
Sekretnya mengandung air, elektrolit, nutrien organik, dan sampah metabolism
(Harien, 2010). Kadar pH-nya berkisar 4,0−6,8 dan fungsi dari kelenjar
keringat merokrin adalah mengatur temperatur permukaan, mengekskresikan air
26
dan elektrolit serta melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit
perlekatan agen asing dan menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil
dengan sifat antibiotik (Djuanda, 2007).
4. Fungsi Persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis (Djuanda,
2007). Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis
dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di
dermis, badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan,
demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap
tekanan diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut
lebih banyak jumLahnya di daerah yang erotik (Tortora dkk., 2006).
5. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi)
Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua
cara: pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler
(Djuanda, 2007). Pada saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam
jumLah banyak serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas
akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu rendah, tubuh akan
mengeluarkan lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh darah
(vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh (Harien, 2010).
6. Fungsi Pembentukan Vitamin D
Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7 dihidroksi
kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet (Djuanda, 2007). Enzim di hati dan ginjal
lalu memodifikasi prekursor dan menghasilkan kalsitriol, bentuk vitamin D yang
aktif. Calcitriol adalah hormon yang berperan dalam mengabsorpsi kalsium makanan
dari traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah (Tortora dkk.,2006). Walaupun
tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri, namun belum memenuhi kebutuhan
tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap
diperlukan.Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya
pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit (Djuanda, 2007).
27
1.4 Ekstraksi
Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara: (Ditjen POM, 2000)
Pembagian metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) yaitu :
2.4.1 Cara Ekstraksi Dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan
perendaman dan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif yang akan larut, karena adanya perbedaan kosentrasi
larutan zat aktif didalam sel dan diluar sel maka larutan terpekat didesak keluar.
Proses ini berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan didalam
dan diluar sel. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, metanol,
etanol-air atau pelarut lainnya. Remaserasi berarti dilakukan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Remaserasi berarti
dilakukan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan
seterusnya. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana yang mudah diusahakan (Ditjen POM, 2000).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan
penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Proses perkolasi terdiri dari
tahapan pengembang bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat)
(Ditjen POM, 2000).
2.4.2 Cara Ekstraksi Panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur tititk didihnya, selama
waktu tertentu dan jumLah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik (Ditjen POM, 2000).
b. Sokletasi
28
Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang pada umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan dan jumLah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50ºC (Ditjen POM, 2000).
d. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik
didih air, yakni 30 menit pada suhu 90-100ºC (Ditjen POM, 2000).
2.5 Masker Gel Peel Off
Masker wajah adalah sediaan kosmetik untuk perawatan kulit wajah. Masker
wajah memiliki manfaat sebagai pemberi kelembaban, mengembalikan tekstur kulit,
memberi nutrisi pada kulit, melembutkan kulit, membersihkan pori-pori kulit,
mencerahkan warna kulit, mengendurkan otot-otot wajah dan menyembuhkan jerawat
(Irawati dan Sulandjari, 2013; Utami, 2014). Salah satu jenis masker wajah adalah
masker gel peel off (Shai et al.., 2009).
Kegunaan masker wajah (Mitsui, 1997)
c. Menjaga lapisan tanduk pada kulit tetap dalam keadaan lembab. Kelembaban
ini berasal dari sediaan masker yang mengandung humektan dan emolient.
d. Masker mempunyai kemampuan sebagai adsorben dan membersihkan kotoran
pada permukaan kulit ketika dikelupas setelah masker mengering.
e. Pengeringan dari flim pada kulit mengakibatkan sejumLah tekanan pada kulit.
Setelah pengeringan, suhu kulit dan sirkulasi darah meningkatkan.
f. Masker tipe peel off, sangat efektif dalam membersihkan lapisan tanduk yang
sudah tua.
Tipe masker wajah yang dilepaskan dengan dikelupas (masker wajah peel off)
dibedakan berdasarkan bentuknya menjadi:
a. Gel: masker wajah berbentuk gel transparan atau semi transparan yang mampu
menyebar dengan baik serta membentuk lapisan pada kulit yang mudah
29
diaangkat serta dikeringkan. Setelah lapisan film tersebut dikelupas maka kulit
akan terasa lembab, lembut dan terasa bersih.
b. Pasta: masker wajah yang berbentuk pasta yang opak yang memiliki kandungan
serbuk, minyak dan pelembab yang diformulasikan menjadi pasta. Kulit akan
menjadi lembut dan lembab ketika lapisan yang terbentuk dari pasta tersebut
mengering dan mengelupas.
c. Powder: masker wajah yang berbentuk serbuk terlebih dahulu harus
ditambahkan air untuk membentuk campuran yang seragam yang akan
diaplikasikan ke kulit. Pengaruh panas yang menguapkan air pada pemakaian
ini, akan membentuk lapisan yang mengering dan mengelupas serta membuat
kulit menjadi lebih bersih dan agak kencang (Mitsui, 1997)
Masker gel peel off merupakan masker yang terbuat dari bahan polimer seperti
polivinil alkohol dan bahan seperti lateks dan senyawa karet al.am (Shai et al..,
2009). Dalam formulasi masker wajah peel off tipe gel, komposisi bahan-bahan yang
digunakan diantaranya adalah gelling agent, agent peningkat viskositas, dan
humektan akan mempengaruhi sifat fisika dan kimia dari masker wajah gel peel off.
Polimer pembentuk lapisan film yang umumnya dipergunakan adalah polivinil
alkohol (PVA) dan polivinil pirolidon (PVP) (Mitsui, 1997). Lapisan film terbentuk
melalui proses hidrasi komponen pelarut dan rantai polimer yang kemudian akan
berkoalesen (bergabung) membentuk sebuah lapisan film ketika mengering
(Siepmann et al.., 2007). Dalam formulasi masker gel peel off agen peningkat
viskositas yang dapat digunakan adalah HPMC, karbomer, PEG 6000, gom, guar dan
CMC Na (Vieira, 2009; Septiani et al.., 2011). Humektan berfungsi menjaga
kestabilan dengan cara mengabsorbsi lembab dari lingkungan dan mengurangi
penguapan air dari sediaan. Selain menjaga kestabilan sediaan, secara tidak langsung
humektan juga dapat mempertahankan kelembaban kulit sehingga kulit tidak kering.
Jenis humektan yang banyak digunkan adalah gliserin, propilen glikol, dan sorbitol
(Yuliani, 2010).
Dibandingkan dengan sediaan masker lain seperti pasta dan serbuk, masker gel
peel off memiliki beberapa keunggulan yaitu, dapat menimbulkan efek dingin akibat
30
lambatnya penguapan air pada kulit, tidak menghambat fungsi fisiologis kulit
khususnya respiration sensibilis karena tidak membentuk lapisan lilin yang melapisi
permukaan kulit secara kedap serta tidak menyumbat pori-pori kulit, memungkinkan
pemakaian pada bagian tubuh yang berambut, daya sebar dan daya lekat baik, serta
mampu melepaskan zat aktif dengan baik (Lieberman and Banker, 1989; Voigt,
1994). Masker diaplikasikan pada permukaan kulit dengan cara dioleskan, ditunggu
mengering, mengeras dan membentuk lapisan tipis, fleksibel serta transparan
biasanya 15-30 menit kemudian dikelupas seperti pada gambar 2.2.
Gambar 2. 10 Cara Menggunakan Masker Gel Peel Off
(Shai et al.., 2009).
2.6 Sediaan Gel
2.6.1 Penggolongan gel
1. Menurut Farmakope Indonesia Edisi ke IV (1995), berdasarkan fase
pembentukan gel, gel dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
Gel dua fase. Dalam sistem dua fase, jika massa gel terdiri dari jaringan partikel
kecil yang terpisah (misalnya gel Aluminium Hidroksida). Namun jika ukuran
partikel dari fase terdispersi relative besar, massa gel tersebut biasanya disebut
sebagai magma (misalnya Magma Bentonit).
Gel fase tunggal. Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organic yang
tersebar serba sama dalam suatu cairan hingga tidak terlihat adanya ikatan
antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat
31
dari makromolekul sintetik (misalnya karbomer, turunan selulosa) atau dari
gom alam (misalnya tragakan).
2. Menurut Lieberman dkk., (1989), berdasarkan sifat pelarutnya, gel
dikelompokkan menjadi hidrogel dan organogel.
Hidrogel adalah gel dengan pelarut air. Hidrogel umumnya terbentuk oleh
molekul polimer hidrofil yang saling sambung silang melalui ikatan hidrogen,
interaksi ionik atau interaksi hidrofob. Hidrogel memiliki tegangan permukaan
yang rendah dengan cairan biologi dan jaringan sehingga meminimalkan
kekuatan adsorbs protein dan adhesi sel.
Organogel adalah gel dengan pelarut bukan air.
2.6.2 Pembuatan gel
Proses pembuatan gel dan magma harus dibuat baru atau segar dengan cara
pengendapan fase terdispersi, agar mendapatkan suatu derajat kehalusan dan bersifat
seperti gelatin dari bagian partikel-partikel tersebut. Endapan yang bersifat gelatin
dihasilkan apabila larutan unsur anorganik bereaksi membentuk suatu senyawa kimia
yang tidak larut, sehingga mempunyai daya tarik-menarik yang tinggi dengan air
(Ansel, 1989).
Gel dan magma juga dapat dibuat dengan cara hidrasi langsung dalam air dari
zat kimia anorganik, bentuk yang dihidrasi terdiri dari fase terdispersi. Gel dan
magma memiliki daya tarik-menarik yang tinggi antara fase terdispersi dan medium
berair, sehingga sediaan ini akan tetap merata atau tidak ada perubahan selama
didiamkan (Ansel, 1989).
2.6.3 Sifat dan karakteristik gel
1. Swelling. Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat
mengabsorbsi larutan yang mengakibatkan terjadi pertambahan volume. Pelarut
akan berpenetrasi di antara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut
dengan gel.
2. Sineresis. Sineresis adalah suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di
dalam masa gel dan akibatnya akan keluar air yang terjerat dari dalam gel,
disebabkan oleh penyimpanan gel dalam waktu lama dan terjadi fluktuasi suhu
32
pada penyimpanan gel. Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas
permukaan gel. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase
relaksasi akibat tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan
pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antara matriks berubah, sehingga
memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada
hidrogel maupun organogel.
3. Efek suhu. Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui
penurunan temperatur, tetapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah
pemanasan sampai suhu tertentu. Contohnya metil selulosa dan HPMC terlarut
dan membentuk gel pada air dingin. Sedangkan karagenan membentuk gel pada
suhu 80oC. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan gel yang disebabkan
oleh pemanasan disebut thermogelation.
4. Efek elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada
gel hidrofilik, karena ion akan berkompetisi secara efektif dengan koloid
terhadap pelarut yang ada dan terbentuk garam koloid yang larut. Contohnya
gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumLah konsentrasi ion
kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat
sebagai kalsium alginat yang tidak larut.
5. Rheologi. Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang
terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan
jalan aliran non-Newton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan
peningkatan laju aliran.
2.7 Polivinil Alkohol (PVA)
Polivinil alkohol merupakan suatu material yang dibuat melalui proses
alkoholisis dari polivinil asetat (PVAc). Polivinil alkohol memiliki sifat tidak
berwarna, padatan termoplastik yang tidak larut pada sebagian besar pelarut organik
dan minyak, tetapi larut dalam air bila jumLah dari gugus hidroksil dari polimer
tersebut cukup tinggi (Harper & Petrie 2003). Polivinil alkohol memiliki
permeabilitas uap air terendah dari semua polimer komersial tetapi sensitivitas airnya
telah membatasi penggunaannya (Beswick & Dunn 2002). Wujud dari polivinil
33
alkohol berupa serbuk ( powder ) berwarna putih dan memiliki densitas 1,2000-
1,3020 g/cm serta dapat larut dalam air pada suhu 80ºC Liang et al.. (2009). Struktur
kimia dari polivinil alkohol disajikan pada Gambar 2
Gambar 2. 11 Struktur Kimia Polivinil Alkohol
Secara komersial, polivinil alkohol adalah plastik yang paling pentingdalam
pembuatan film yang dapat larut dalam air.Hal ini ditandai dengankemampuannya
dalam pembentukan film, pengemulsi, dan sifat adesifnya. Polivinil alkohol memiliki
kekuatan tarik yang tinggi, fleksibilitas yang baik, dansifat penghalang oksigen yang
baik. Aplikasi dari polivinil alcohol sudah meliputi banyak bidang (Lestari dkk.,
2013).
Film agent atau film former diklasifikasikan dalam senyawa yang memiliki tipe
kelarutan dalam air dan alkohol. Film agent memiliki kemampuan untuk membentuk
film setelah pelarutnya menguap. Salah satu jenis filming agent yang banyak
digunakan dalam sediaan kosmetik adalah PVA (Polivinil alkohol). PVA adalah
polimer sintetik yang berupa serbuk berbentuk granul berwarna putih dan tidak
berbau, dibuat dengan polimerisasi vinil asetat yang diikuti dengan hidrolisis parsial
dari gugus ester. PVA dapat digunakan sebagai filming agent dan agen peningkat
viskositas. PVA digunakan sebagai filming agent karena dapat membentuk lapisan
yang dapat dikelupas setelah mengering. Viskositas dan kekuatan film bervariasi,
tergantung pada derajat saponifikasi dan polimerisasi (Rowe dkk., 2009).
34
PVA memiliki serbuk yang higroskopis, agak sukar larut dalam air dan tidak
larut dalam seluruh pelarut organik. Dalam kosmetik, konsentrasi polivinil alkohol
yang digunakan sekitar 7-10% yang diketahui bersifat tidak iritasi terhadap kulit dan
mata. Polivinil alkohol digunakan sebagai pembentuk lapisan film masker wajah gel
peel off dengan rentang konsentrasi 10-16% (Lestari dkk., 2013).
2.8 Polietilen glikol (PEG) 6000
Gambar 2. 12 Struktur Polietilen glikol 6000
Polyethylene glycol 6000 (PEG) adalah senyawa polieter dengan banyak
aplikasi dari industri manufaktur hingga obat - obatan. PEG juga dikenal sebagai
polyethylene oxide (PEO) atau polyoxyethylene (POE), tergantung pada berat
molekulnnya. Struktur PEG adalah (perhatikan elemen yang diulang dalam kurung):
HO-CH2 - (CH2 -O-CH2 -) n -CH2 –OH
Polyethylene glycol, disebut sebagai PEG, digunakan sebagai bahan aktif
dalam industri farmasi sebagai pelarut, plasticizer, surfaktan, salep dan supositoria
dasar, tablet dan pelumas kapsul (Institute of pharmaceutical science & Research
centre Bhagwant University, 2011).
Pemerian dari PEG 6000 yaitu berwarna putih atau hampir putih, seperti lilin
atau parafin. Kelarutannya larut dalam air, memiliki melting point 55 - 65ºC, dan
kepadatan 1,13g/cm³. PEG 600 mendidih pada suhu dengan minimal suhu 250ºC.
Polyethylene glycol memiliki toksisitas rendah dan digunakan dalam berbagai
produk. Polimernya digunakan sebagai pelapis pelumas untuk berbagai permukaan
dalam lingkungan berair dan tidak berair. Karena PEG adalah polimer yang fleksibel
dan larut dalam air, PEG dapat digunakan untuk menciptakan osmotik yang sangat
35
tinggi tekanan (pada urutan puluhan atmosfer) (Institute of pharmaceutical science &
Research centre Bhagwant University, 2011).
2.9 Evaluasi Sediaan Masker Gel Peel Off
2.9.1 Pengujian Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis meliputi warna dan bau gel yang diamati secara
visual bertujuan untuk menilai parameter bau dan warna sehingga menghasilkan
sediaan yang berpenampilan baik. Masker gel peel off ekstrak kulit buah manggis
memiliki warna kuning kecoklatan (Sukmawati, 2013).
2.9.2 Pengujian homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan untuk menghasilkan sediaan yang homogen.
Pengujian dilakukan dengan mengoleskan sampel pada gelas objek dan diamati
menggunakan mikroskop optik pada perbesaran 10 kali (Arikumalasari, 2013). Hasil
uji harus menunjukkan susunan yang homogen. Bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan masker gel peel off ekstrak kulit buah manggis harus terdispersi merata
dalam sediaan (DepKes RI, 1979).
2.9.3 Pengujian viskositas
Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu viskositas
sediaan. Pengukuran viskositas cuatu cairan dilakukan dengan menggunakan
viskometer. Viskometer yang digunakan untuk menentukan sistem non Newton
adalah viskometer yang memiliki kontrol shearing stress yang bervariasi, yaitu
Viskometer Brookfield DV-E (Handojo, 2011). Viskometer Brookfield DV-E dapat
menentukan tahanan yang dialami oleh suatu silinder berputar yang dicelupkan dalam
bahan kental. Nilai viskositas gel yang baik berada pada rentang 2000-4000 cPs
karena dengan kekentalan tersebut gel mampu menyebar dengan baik saat
diaplikasikan (Garg et al.., 2002).
2.9.4 Pengujian daya sebar
Uji daya sebar bertujuan untuk mengetahui kecepatan penyebaran sediaan pada
kulit serta untuk mengetahui kelunakan dari sediaan gel untuk dioleskan pada kulit
(Voigt, 1994). Daya sebar gel yang baik adalah 5-7 cm. Pada rentang daya sebar
tersebut masker gel peel off menunjukkan konsistensi yang sangat nyaman dalam
penggunaan (Garg et al.., 2002).
36
2.9.5 Pengujian waktu sediaan mengering
Pengujian waktu sediaan mengering dilakukan dengan mengamati waktu yang
diperlukan sediaan untuk mengering. Waktu sediaan mengering dihitung dari saat
masker gel peel off dioleskan hingga benar-benar terbentuk lapisan yang kering.
Waktu sediaan mengering dikatakan baik apabila sediaan mengering pada rentang
waktu 15-30 menit setelah diaplikasikan (Shai et al.., 2009).
2.9.6 Pengujian pH
Pengujian pH dilakukan untuk mengetahui kesesuaian pH sediaan dengan pH
kulit. pH sediaan topikal yang baik berada pada rentang pH 4-8 (Aulton, 1998).