bab ii tinjauan pustaka - wisuda.unud.ac.id ii.pdf · komponen timbal juga digunakan sebagai...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Timbal
Timbal dalam kehidupan sehari-hari lebih dikenal sebagai timah hitam. Nama
ilmiah dari timbal adalah plumbum dan disimbolkan dengan Pb. Logam timbal ini
termasuk ke dalam kelompok golongan IV-A pada Tabel Periodik Unsur Kimia.
Timbal memiliki nomor atom (NA) 82 dengan berat atom 207,2 merupakan suatu
logam berat berwarna kelabu kebiruan dan lunak dengan titik leleh 327OC dan titik
didih 1.620OC. Pada suhu 550-600 OC, timbal menguap dan bergabung dengan
oksigen di udara membentuk timbal oksida. Bentuk oksidasi yang paling umum
adalah timbal (II). Walaupun timbal tersebut bersifat lunak dan lentur, timbal juga
sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas,
dan air asam. Timbal dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat sdan asam sulfat
pekat (Palar, 2008).
Timbal banyak digunakan untuk berbagai keperluan karena sifatnya sebagai
berikut (Fardiaz, 1992):
1. Timbal merupakan logam yang lunak sehingga mudah untuk diubah menjadi
berbagai bentuk.
2. Timabl (Pb) mempunyai titik cair rendah, sehingga jika digunakan dalam bentuk
cair dibutuhkan teknik yang sederhana dan tidak mahal.
3. Sifat kimia timbal menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai lapisan
pelindung jika kontak dengan udara lembab.
4. Timbal dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang terbentuk
mempunyai sifat berbeda dengan timbal yang murni. 6
5. Densitas timbal lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya kecuali emas
dan merkuri.
2.1.1 Kegunaan timbal
Penggunan timbal terbesar adalah dalam produksi beterai penyimpanan untuk
mobil, dimana digunakan timbal metalik dan komponen-komponennya. Penggunaan
lainnya dari timbal adalah untuk produk-produk logam seperti amunisi, pelapis
kabel, pipa, dan solder. Solder mengandung 50-95% timbal, sedangkan sisanya
adalah timah. (Fardiaz, 1992).
Logam pencetak yang digunakan dalam percetakan terdiri dari timbal, timah
dan antimony, dimana komposisinya pada umumnya terdiri dari 85% timbal, 12%
antimony, dan 3% timah. Sedangkan penggunaan timbal yang bukan alloy terutama
terbatas pada produk-produk yang harus tahan terhadap karat. Produk-produk
tersebut antara lain: pelapis kabel listrik yang akan digunakan di dalam tanah atau di
bawah permukaan air, pipa timbal yang digunakan untuk mengalirkan bahan-bahan
kimia yang korosif, lapisan timbal digunakan untuk melapisi tempat-tempat cucian
yang sering mengalami kontak dengan bahan-bahan korosif (Fardiaz, 1992).
Komponen timbal juga digunakan sebagai pewarna cat karena kelarutannya
di dalam air rendah, dapat berfungsi sebagai pelindung dan timbal tersebut terdapat
dalam berbagai warna. Timbal juga digunakan sebagai campuran dalam pembuatan
pelapis keramik yang disebut Glaze. Glaze merupakan lapisan tipis gelas yang
menyerap ke dalam permukaan tanah liat yang digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan keramik. Komponen timbal ditambahkan ke dalam glaze untuk
membentuk sifat mengkilap yang tidak dapat dibentuk dengan okside lainnya.
2.1.2 Sumber pencemaran timbal
1. Sumber alami
Kadar timbal secara alami terdapat dalam bebatuan sekitar 13 mg/kg.
Khusus timbal yang tercampur dengan batu fosfat dan terdapat di dalam
batu pasir dengan kadar 100 mg/kg. Timbal terdapat di tanah berkisar 5-25
mg/kg dan di air bawah tanah berkisar 1-60 µg/liter. Timbal juga terdapat
pada air permukaan. Kadar timbal pada air telaga dan air sungai adalah
sekitar 1-10 µg/liter. Secara alami timbal juga ditemukan di udara yang
kadarnya berkisar antara 0,0001-0,001 µg/liter (Sudarmaji, dkk, 2006).
2. Sumber dari industri
Terdapat beberapa industri yang menggunakan timbal sebagai bahan
baku maupun bahan tambahan, sehingga memiliki potensi pencemaran
timbal, seperti (Sudarmaji, dkk, 2006):
a. Industri pengecoran maupun pemurnian. Industri ini menghasilkan
timbal konsentrat (primary lead), maupun secondary lead yang berasal
dari potongan logam (scrap).
b. Industri baterai. Industri ini banyak menggunakan logam timbal
terutama lead antimony alloy dan lead oxides yang digunakan sebagai
bahan dasarnya.
c. Industri bahan bakar. Timbal berupa tetra ethyl lead dan tetra methyl
lead yang banyak digunakan sebagai anti knock pada bahan bakar,
sehingga industri maupun bahan bakar yang dihasilkan merupakan
sumber pencemaran timbal.
d. Industri kabel. Industri kabel menggunakan timbal sebagai bahan
pelapis kabel.
e. Industri kimia, yang menggunakan bahan pewarna. Timbal digunakan
karena toksisitasnya relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan
logam pigmen yang lain.
3. Sumber dari transportasi
Timbal, atau Tetra Etil Lead (TEL) banyak ditemukan pada bahan
bakar terutama bensin. Timbal yang terkandung dalam bahan bakar
membawa dampak negatif dan menjadi racun yang dapat merusak sistem
pernapasan, sistem saraf serta meracuni darah. Penambahan timbal dalam
bahan bakar, dilakukan sejak sekitar tahun 1920-an oleh kalangan kilang
minyak. Hal tersebut dilakukan selain meningkatkan oktan, juga dipercaya
berfungsi sebagai pelumas dudukan katup mobil (produksi di bawah tahun
90-an) sehingga katup terjaga dari keausan, awet, dan lebih tahan lama.
Penggunaan timbal dalam bensin dikarenakan daya sensitivitasnya tinggi
dalam menaikkan angka oktan. Setiap 0,1 gram timbal per liter bensin,
menurut para ahli mampu menaikkan angka oktan 1,5 sampai 2 satuan.
Selain itu, harga timbal lebih murah untuk meningkatkan satu oktan
dibandingkan dengan senyawa lainnya (Santi, 2001).
Hasil pembakaran dari bahan tambahan timbal pada bahan bakar
kendaraan bermotor menghasilkan emisi timbal anorganik. Logam berat
timbal yang bercampur dengan bahan bakar tersebut akan bercampur
dengan oli dan melalui proses di dalam mesin maka logam berat timbal
akan keluar dari knalpot pembuangan bersama dengan gas buang lainnya
(Sudarmaji, dkk, 2006).
2.1.3 Jalur masuk timbal ke dalam tubuh manusia
Menurut Mukono (2002), debu, udara, dan tanah yang mengandung timbal
didalamnya akan mengkontaminasi air minum dan kemudian dikonsumsi manusia.
Keracuanan yang diakibatkan oleh persenyawaan timbal disebut juga plumbism
(Darmono, 2001). Keracunan oleh timbal dapat terjadi diakibatkan masuknya logam
tersebut melalui beberapa jalur, yaitu:
1. Melalui udara
Udara ambien di pinggiran kota negara barat dapat mencapai kadar timbl
(Pb) sebesar 0,5µg/m3 dan di dalam kota dapat mencapai 1-10 µg/m3. Dalam
keadaan yang sangat padat oleh kendaraan bermotor kadar di udara dapat
mencapai 14-25 µg/m3. Timbal di udara ini akan masuk melalui saluran
pernapasan dan penetrasi atau perembesan pada selaput kulit. Selain terhadap
manusia, hewan dan tanaman juga dapat terpapar oleh timbal di udara. Bila
tanaman yang tercemar dikonsumsi oleh hewan, hal tersebut menyebabkan
hewan tersebut akan semakin terpapar dengan timbal. Apabila hewan yang telah
terpapar tersebut dikonsumsi oleh manusia, mengakibatkan timbal terakumulasi
dalam tubuh manusia (Mukono, 2002).
2. Melalui air
Pemaparan timbal oleh air jumlahnya lebih rendah dibandingkan dengan
pemaparan oleh udara dan makanan. Seperti kasus pencemaran timbal yang
terjadi di Amerik Serikat, kadar timbal di dalam air minum mencapai 50 µg/l.
Hal tersebut terjadi akibat penggunaan tandon dan pipa air yang berlapiskan
timbal (Mukono, 2002).
3. Melalui makanan
Jenis makanan yang dikonsumsi manusia juga terdapat kemungkinan
mengandung timbal secara alami. Sehingga perlu diperhatikan menu makanan
yang dikonsumsi setiap harinya. Telah diketahui bahwa setiap 100 mg timbal
yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut akan menghasilkan timbal
darah sebesar 6-10 µg/100 liter darah (Mukono, 2002).
2.1.4 Mekanisme timbal dalam tubuh manusia
1. Absorbsi
Sumber pencemaran timbal yang terdapat di lingkungan berasal
dari alam dan kegiatan manusia yaitu emisi kendaraan dan industri. Emisi
timbal yang terdapat diudara dapat mencemari udara, tanaman, tanah dan
binatang, yang akhirnya akan membawa dampak terhadap kesehatan
manusia. Absorbsi timbal melalui saluran pernafasan dapat dipengaruhi
oleh tiga proses yaitu: deposisi, pembersihan mukosiliar dan pembersihan
alveolar. Deposisi tersebut tergantung pada ukuran partikel timbal,
volume nafas dan daya larut. Pembersihan mukosiliar membawa partikel
ke faring lalu ditelan, fungsinya adalah untuk membawa partikel ke
eskalator mukosiliar, menembus lapisan jaringan paru menuju kelenjar
limfe dan aliran darah. Sebanyak 30-40% timbal yang diabsorbsi melalui
saluran nafas akan masuk ke dalam saluran pernafasan dan aliran darah,
tergantung ukuran, daya larut, volume nafas dan variasi faal antar
individu (Darmono, 2001).
Absorbsi timbal yang melalui saluran pencernaan, biasanya terjadi
akibat timbal tersebut tertelan bersama dengan perilaku merokok, makan
dan minum dengan menggunakan tangan yang sebelumnya telah
terkontaminasi oleh timbal. Hal yang sama terjadi jika memakan makanan
yang telah terkontaminasi dengan debu jalanan. Kurang lebih 5-10% dari
timbal yang tertelan diabsorbsi melalui mukosa saluran pencernaan. Pada
orang dewsa timbal diserap melalui usus sekitar 5-10%, namun terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi misalnya dalam keadaan puasa
penyerapan timbal dari usus lebih besar, yaitu sekitar 15-12% (Darmono,
2001).
2. Distribusi dan penyimpanan
Timbal yang telah diabsorbsi melalui saluran pencernaan
didistribusikan kedalam jaringan lain melalui darah. Dalam tubuh
manusia timbal tersebut terdeteksi dalam (Darmono, 2001):
a. Jaringan lunak seperti hati dan ginjal, mempunyai waktu paruh sekitar
beberapa bulan. Terdapat keseimbangan antara kadar timbal dalam
darah dan jaringan lunak. Pada jaringan ini sejumlah timbal
didistribusikan dan yang lainnya didepositkan.
b. Darah, timbal tersebut terikat dalam sel darah merah (eritrosit) yaitu
sekitar 95%. Waktu paruh timbal dalam darah sekitar 25-30 hari.
c. Tulang dan jaringan keras seperti tulang rawan, gigi dan sebagainya.
Hampir sekitar 90-95% timbal dalam tubuh terdapat dalam tulang,
terutama pada tulang panjang. Waktu paruh mencapai 30-40 tahun.
Tulang berfungsi sebagai tempat pengumpulan timbal karena sifat ion
timbal hampir sama dengan Ca. Jika kadar timbal tersebut dalam
darah menurun, tulang akan mengembalikan timbal tersebut dalam
peredaran darah.
3. Ekskresi
Ekskresi timbal melalui beberapa cara, yang terpenting adalah
melalui ginjal dan saluran pencernaan. Timbal diekskresikan melalui
urine sebesar 75-80%, melalui feses 15% dan lainnya melalui empedu,
keringat, kuku dan rambut (Palar, 2008). Biasanya ekskresi timbal dari
tubuh sangat kecil meskipun intake timbal tiap harinya naik, sehingga
dapat menaikkan kandungan timbal yang terdapat dalam tubuh. Rata-rata
intake timbal perhari sekitar 0,3 mg/hari, apabila intake mencapai 0,6
mg/hari akan menunjukkan gejala yang positif, namun karena timbal
lambat dideposit maka dosis tersebut tidak akan memperlihatkan gejala
keracunan pada orang selama hidupnya (Darmono, 2001).
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas timbal adalah:
1. Faktor lingkungan
a. Dosis paparan
Dosis atau konsentrasi yang besar dapat menimbulkan efek yang
berat dan berisiko berbahaya. Semakin besar konsentrasi timbal yang
terakumulasi dalam tubuh maka semakin besar dampak yang
ditimbulkan.
b. Kelangsungan pemaparan
Terdapat dua jenis pemaparan yang dapat mempengaruhi berat
ringan efek timbal, yaitu bentuk pemaparan timbal secara terus
menerus (kontinyu) atau bentuk pemaparan terputus-putus
(intermitten). Bentuk pemaparan secara terus menerus akan
mengakibatkan efek yang lebih berat dibandingkan pemaparan secara
terputus-putus.
c. Jalur pemaparan atau cara kontak
Kandungan timbal akan memberikan efek yang berbahaya
terhadap kesehatan bila masuk melalui jalur yang tepat. Orang dengan
sumbatan hidung mungkin juga berisiko lebih tinggi, karena
pernafasan lewat mulut dapat mempermudah inhalasi partikel debu
yang lebih besar (Suyono, 1995).
2. Faktor manusia, meliputi:
a. Umur
Usia muda pada umumnya lebih peka terhadap aktivitas timbal,
hal tersebut berhubungan erat dengan perkembangan organ dan
fungsinya yang belum sempurna. Sedangkan pada usia tua
kepekaannya lebih tinggi dari rata-rata orang dewasa, hal tersebut
diakibatkan oleh aktivitas enzim biotransformase berkurang dengan
bertambahnya umur dan daya tahan organ tertentu berkurang terhadap
efek timbal. Semakin tua umur seseorang, akan semakin tinggi jumlah
timbal yang terakumulasi pada jaringan tubuh (Palar, 2008).
b. Jenis kelamin
Efek toksik pada laki-laki dan perempuan mempunyai pengaruh
yang berbeda. Perempuan lebih rentan daripada laki-laki. Hal tersebut
diakibatkan oleh perbedaan faktor ukuran tubuh (fisiologi),
keseimbangan hormonal dan perbedaan metabolisme (Suyono, 1995).
Jenis kelamin turut mempengaruhi konsentrasi timbal dalam
jaringan tubuh seseorang, sehingga jenis jaringan juga turut
mempengaruhi kadar timbal yang terkandung, sehingga kadar timbal
yang terdapat dalam jaringan otak tidak sama dengan kadar timbal
dalam paru-paru maupun dalam ginjal. Pada laki-laki yang berumur
antara 21-30 tahun akan ditemukan 0,055 mg/100 gr timbal dalam
jaringan otaknya, sedangkan pada laki-laki yang berumur antara 51-60
tahun, jumlah kandungan timbal dalam jaringan otaknya adalah 0,064
mg/100 gr. Sementara pada perempuan, kadar timbal dalam jaringan
otaknya lebih rendah dibanding laki-laki yaitu sekitar 0,46 sampai
0,051 mg/100gr. Dalam paru-paru perempuan, kadar timbal yang ada
sekitar 55% dari kadar timbal yang ada dalam paru-paru laki-laki
(Palar, 2008).
c. Lama paparan
Lama terpapar yaitu lamanya seseorang kontak dengan sumber
pencemaran. Potensi bahan kimia untuk dapat menimbulkan efek
negatif terhadap kesehatan tergantung pada toksisitas bahan kimia
tersebut dan besarnya paparan. Setiap paparan di udara yang tercemar
timbal 1 µg/m3 berpeluang menyumbangkan 2,5-5,3 µg/dl pada darah
seseorang yang berada di tempat tersebut. Timbal yang masuk
kedalam tubuh normalnya 0,3 µg/100cc perhari, jika intake timbal 2,5
µg/hari maka butuh waktu tiga sampai empat tahun untuk
mendapatkan efek toksik sedangkan apabila intake timbal 3,5 µg/hari
maka butuh waktu hanya beberapa bulan saja untuk terpapar timbal
(Darmono, 2001).
Lama terpapar akan mempengaruhi jumlah konsentrasi timbal
yang masuk ke dalam tubuh. Emisi gas buang kendaraan dengan
bahan bakar bertimbal yang dihirup setiap harinya oleh seseorang saat
berada di ruang terbuka sangat mendorong meningkatnya konsentrasi
timbal dalam darahnya (Suma’mur, 2009).
d. Masa kerja
Masa kerja adalah lamanya seseorang bekerja dalam suatu
perusahaan. Faktor yang mempengaruhi kadar timbal dalam darah
tergantung pada lama masa kerja, dimana semakin lama masa kerja
seseorang akan berpengaruh terhadap tingginya paparan timbal
(Sutomo, 2001).
e. Alat perlindungan diri (APD)
Alat perlindungan diri merupakan alat yang digunakan oleh
pekerja untuk memproteksi dirinya dari kecelakaan yang terjadi akibat
pekerjaanya. Alat perlindungan diri yang dimaksud untuk mengurangi
absorbsi timbal adalah masker. Salah ssatu jenis masker yaitu N95
karena dapat menyaring hingga 95 % dari keseluruhan partikel yang
berada di udara. Bentuknya setengah bulat dan berwarna putih,
terbuat dari bahan solid dan tidak mudah rusak. Pemakaiannya juga
harus benar-benar rapat, sehingga tidak ada celah bagi udara luar
masuk .Diharapkan dengan menggunakan masker sebagai alat
perlindungan diri, dapat menurunkan risiko bahaya penyakit dari
paparan timbal yang disebabkan oleh pekerjaannya. Kebersihan diri
yang kurang dan rendahnya kesadaran pekerja dalam menggunakan
alat perlindungan diri (APD) meningkatkan resiko terhadap paparan
timbal (Dongre, dkk, 2012).
2.1.6 Nilai ambang batas timbal pada tubuh manusia
Menurut Menteri Kesehatan (2002) dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1406/MENKES/SK/IX/2002 tentang standar
pemeriksaan kadar timah hitam pada spesimen biomarker manusia, pengukuran
kadar timbal pada tubuh manusia dapat dilakukan melalui spesimen darah, urine, dan
rambut. Adapun pada masing-masing spesimen tersebut memiliki nilai ambang batas
yang berbeda-beda, yaitu:
1. Spesimen darah
Nilai ambang batas kadar timbal dalam spesimen darah pada orang dewasa
normal adalah 10-25 µg per desiliter.
2. Spesimen urine
Nilai ambang batas kadar timbal dalam spesimen urine 150 µg/ml creatinine.
3. Spesimen rambut
Nilai ambang batas kadar timbal dalam spesimen rambut 0,007-1,17 mg
Pb/100gr Jaringan Basah. (Palar, 2008).
Untuk dapat mengetahui kandungan timbal di dalam tubuh manusia
ditetapkan cara yang akurat dalam bentuk pengukuran kadar timbal di dalam darah
dan urine. Konsentrasi timbal di dalam darah merupakan indikator yang lebih baik
dibandingkan dengan konsentrasi timbal di dalam urine (Chahaya, 2005). Dalam
aliran darah sebagian besar Pb diserap dalam bentuk ikatan dengan eritrosit. Plasma
darah mendistribusikan Pb dalam bagian syaraf, ginjal, hati, kulit dan otot rangka.
Sehingga kadar Pb dalam darah dapat menggambarkan kandungan Pb yang tersebar
di seluruh tubuh secara lengkap.
2.1.7 Efek timbal terhadap kehidupan
Timbal adalah logam beracun yang dapat terakumulasi dalam organ tubuh
manusia, hewan dan tumbuhan. Apabila manusia memanfaatkan hewan dan
tumbuhan yang telah terpapar timbal sebagai sumber pangan, maka akan
mengakumulasi timbal di dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan gangguan
kesehatan (Wardhayani, dkk, 2006).
Toksisitas timbal pada setiap orang tergantung pada daya tahan tubuhnya
masing-masing. Biasanya orang yang mengkonsumsi timbal sekitar 0,2-2,0 mg/hari
akan mengalami keracunan dan pada orang dewasa timbal tersebut diserap melalui
usus sekitar 5-10%. Intake timbal 2,5 mg/hari akan memerlukan waktu hampir empat
tahun untuk menjadi toksik, dan hal itu terjadi pada waktu timbal terakumulasi
dengan jaringan lunak. Sedangkan intake timbal 3,5 mg/hari akan mengakibatkan
kandungan timbal yang toksik dalam beberapa bulan saja. Gejala yang ditimbulkan
apabila sesorang terpapar timbal dalam konsentrasi tinggi yaitu: sering sakit kepala,
tenggorokan terasa kering, mudah lelah, sering merasa lesu, mulut terasa logam,
keluhan lead line. (Darmono, 2001).
Keracunan akibat kontaminasi timbal dapat menimbulkan berbagai hal
diantaranya (Palar, 2008):
1. Meningkatkan kadarALAD (Amino Levulinic Acid Dehidrase) dalam darah dan
urine.
2. Meningkatkan kadar protophorine dalam sel darah merah.
3. Memperpendek umur sel darah merah.
4. Menurunkan jumlah sel darah merah dan kadar sel darah merah yang masih
muda.
5. Meningkatkan kandungan Fe dalam plasma darah.
Menurut Widowati (2008), mekanisme toksisitas timbal berdasarkan organ
yang dipengaruhinya adalah:
1. Sistem haemopoietik; dimana timbal menghambat sistem pembentukan
hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia
2. Sistem saraf; dimana timbal bisa menimbulkan kerusakan otak dengan gejala
epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar dan delirium.
3. Sistem urinaria; dimana timbal bisa menyebabkan lesi tubulus proksimalis, Loop
of Henle serta menyebabkan aminasiduria.
4. Sistem gastro-intestinal; dimana timbal bisa menyebabkan kolik dan konstipasi.
5. Sistem kardiovaskuler; dimana timbal bisa menyebabkan peningkatan
permiabilitas pembuluh darah.
6. Sistem reproduksi; berpengaruh terutama terhadap gametoksisitas atau janin
belum lahir menjadi peka terhadap timbal. Ibu hamil yang terkontaminasi timbal
bisa mengalami keguguran, tidak berkembangnya sel otak embrio, kematian janin
waktu lahir, serta hipospermia dan teratospermia pada pria.
7. Sistem endokrin; dimana timbal mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi
adrenal. Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi.
Toksisitas timbal bersifat kronis dan akut. Paparan timbal secara kronis bisa
mengakibatkan kelelahan, kelesuan, gangguan iritabilitas, gangguan gastrointestinal,
depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu, dan sulit tidur.
Sedangkan toksisitas akut dapat terjadi bila timbal masuk kedalam tubuh seseorang
melalui makanan atau menghirup gas timbal yang relatif pendek dengan dosis atau
kadar yang relatif tinggi (Widowati. 2008).
2.1.8 Pengukuran pencemaran timbal
Untuk dapat mengetahui kandungan timbal di dalam tubuh manusia
ditetapkan cara yang akurat dalam bentuk pengukuran kadar timbal di dalam darah
dan urine. Konsentrasi timbal di dalam darah merupakan indikator yang lebih baik
dibandingkan dengan konsentrasi timbal di dalam urine. Oleh karena itu indikator
kadar timbal dalam darah sering digunakan sebagai parameter pemajaman dalam
kaitannya dengan pajanan eksternal. Dengan mengukur kadartimbal dalam darah,
dapat diketahui jumlah timbal yang sesungguhnya masuk ke dalam tubuh (Chahaya,
2005).
Adapun tahap-tahapan pengukuran kadat timbal dalam spesimen darah adalah
sebagai berikut:
1. Pengambilan darah dilakukan pada darah vena, kemudian ditempatkan pada
wadah terbuat dari kaca atau tetap di dalam spuit.
2. Spesimen diberi nomor dan kode, sedangkan identitas lengkap dapat dilihat pada
lembar kuesioner yang telah diisi oleh responden.
3. Selanjutnya, sampel darah akan di uji di laboratorium. Dengan batas maksimum
pengiriman spesimen 3 hari.
4. Uji laboratorium dilakukan dengan menggunakan metode pengabuan,
menggunakan alat FAAS (Flame Emission Atomic Absorption
Spectrophotometer) dengan nomor kode AA-6401F merk Shimadzu, dengan
ketelitian 0,01 µg/dL.
5. Hasil yang di dapat dari pengukuran kadar timbal dalam spesimen darah akan
dibandingkan dengan nilai ambang batas (NAB) timbal dalam darah yaitu 10-25
µg/dl.
2.2 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum
Stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) merupakan prasarana umum
yang disediakan oleh PT. Pertamina unutk melayani masyarakat luas guna memenuhi
kebutuhan akan bahan bakar. Pada umumnya SPBU menjual bahan bakar sejenis
premium, solar, pertamax dan pertamax plus. Pada SPBU harus memenuhi prasarana
standar yang wajib yaitu (Pertamina, 2009):
1. Sarana pemadam kebakaran.
2. Sarana lindung lingkungan:
a. Instalasi pengolahan limbah.
b. Instalasi oil catcher dan well catcher.
Saluran yang digunakan untuk mengalirkan minyak yang tercecer di area
SPBU kedalam tempat penampungan.
c. Instalasi sumur pantau.
Sumur pantau dibutuhkan untuk memantau tingkat polusi terhadap air tanah
di sekitar bangunan SPBU yang diakibatkan oleh seluruh kegiatan usaha
SPBU.
d. Saluran bangunan atau drainase sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan
oleh PT. Pertamina.
3. Sistem keamanan:
a. Memiliki pipa ventilasi tangki pendam.
b. Memiliki ground point atau strip tahan karat.
c. Memiliki dinding pembatas atau pagar pengaman.
d. Terdapat rambu-rambu tanda peringatan yang dipasang pada tempat-tempat
yang strategis.
4. Terdapat sistem pencahayaan:
a. SPBU memiliki lampu penerangan yang menerangi seluruh area dan jalur
pengisian bahan bakar minyak.
b. Papan penunjuk sebaiknya berlampu agar keberadaan SPBU mudah terlihat
oleh pengendara.
5. Peralatan dan kelengkapan filling bahan bakar minyak sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan PT. Pertamina berupa:
a. Tangki pendam.
b. Pompa.
c. Pulau pompa
6. Duiker, dibutuhkan sebagai saluran air minum di depan bangunan SPBU.
7. Sensor api dan perangkat pemadam kebakaran.
8. Lambang PT. Pertamina
9. Generator.
10. Racun api.
11. Fasilitas umum:
a. Toilet.
b. Mushola.
c. Lahan parkir.
12. Instalasi listrik dan air yang memadai.
13. Rambu-rambu standar PT. Pertamina:
a. Dilarang merokok.
b. Dilarang menggunakan telepon seluler.
c. Jagalah kebersihan.
d. Tata cara penggunaan alat pemadam kebakaran.
2.2.1 Bangunan SPBU berdasarkan standar PT. Pertamina
Bangunan SPBU harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Pertamina, 2009):
1. Desain bangunan harus disesuaikan dengan karakter lingkungan sekitar (contoh:
letak pintu masuk, pintu keluar, dan lain-lain).
2. Elemen bangunan yang adaptif terhadap iklan dan lingkungan (sirip penangkal
sinar matahari, jendela yang menjorok ke dalam, dan penggunaan material dan
tekstur yang tepat).
3. Desain bangunan SPBU harus disesuaikan dengan bangunan di lingkungan
sekitar yang dominan.
4. Arsitektur bangunan sarana pendukung harus terintegrasi dengan bangunan
utama.
5. Seluruh fasade atau bagian tampak bangunan harus mengedepankan detail dan
karakter arsitektur yang konsisten.
6. Variasi bentuk dan garis atap yang menarik.
7. Bangunan harus adaptif terhadap panas matahari dan pantulan sinar matahari
dengan merancang sirip penangkal sinar matahari dan jalur pejalan kaki atau
trotoar yang tertutup dengan atap.
8. Bangunan dibagi-bagi menjadi komponen yang berskala lebih kecil untuk
menghindari bentuk massa yang terlalu besar.
9. Panduan untuk kanopi adalah sebagai berikut:
a. Integrasi antara kanopi tempat pompa bensin dan bangunan diperbolehkan.
b. Ketinggian ambang kanopi dihitung dari titik terendah kanopi tidak lebih dari
13’9’’. Ketinggian keseluruhan kanopi tidak lebih dari 17’.
c. Ceiling kanopi tidak harus menggunakan bahan yang bertekstur atau flat,
tidak diperbolehkan menggunakan material yang mengkilat atau bisa
memantulkan cahaya.
d. Tidak diperbolehkan menggunakan lampu tabung pada warna logo
perusahaan.
10. Sirkulasi atau jalur masuk dan keluar:
a. Jalan keluar masuk mudah untuk berbelok ke tempat pompa dan tempat
antrian dekat pompa, mudah pula untuk berbelok pada saat keluar dari
tempat pompa tanpa terhalang apa-apa dan jarak pandang yang baik bagi
pengemudi pada saat kembali memasuki jalan raya.
b. Pintu masuk dan keluar dari SPBU tidak boleh saling bersilangan.
c. Jumlah lajur masuk minimum dua lajur.
d. Lajur keluar minimum 3 lajur atau sama dengan lajur pengisian bahan bakar
minyak.
e. Lebar pintu masuk dan keluar minimal 6 meter.
2.2.2 Pelaksanaan oprasional SPBU
Adapun pelaksanaan oprasional dari SPBU, yaitu (Pertamina, 2009):
1. Pelaksanaan oprasional SPBU harus sesuai dengan standad operating procedure
(SOP) dari PT. Pertamina.
2. Perekrutan dan pengadaan karyawan adalah tanggung jawab pemohon, dan para
pekerja diwajibkan bekerja sesuai dengan etika kerja standar PT. Pertamina.
2.2.3 Bentuk kerjasama dalam pembangunan SPBU
Ada dua bentuk kerjasama yang ditawarkan oleh PT. Pertamina, yaitu
(Pertamina, 2009):
1. DODO (Dealer Owned Dealer Operated) adalah SPBU milik swasta, baik lahan,
investasi, maupun oprasionalnya.
2. CODO (Company Owned Dealer Operate) merupakan SPBU sebagai bentuk
kerjasama antara PT. Pertamina dengan pihak-pihak tertentu. Antara lain
kerjasama pemanfaatan lahan milik perusahaan ataupun individu untuk dibangun
SPBU PT. Pertamina.
2.2.4 Klasifikasi SPBU
Dalam pembangunan sebuah SPBU, luas minimal lahan tergantung dari letak
lahan yang akan dibangun menjadi sebuah SPBU. Apabila lahan yang akan
digunakan sebagai lokasi pembangunan SPBU terletak dijalan besar atau utama,
maka luas lahan yang harus dimiliki minimal 2500 m2. Sedangkan untuk akses jalan
lokal minimal 700 m2. SPBU sendiri terdiri dari lima tipe diantaranya adalah tipe A,
B, C, D dan E dimana klasifikasi SPBU tersebut adalah sebagai berikut (Pertamina,
2009):
Tabel 2.1 Klasifikasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)
Komponen Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D Tipe E
Minimal ukuran
lahan 2500 1600 1225 900 700
Minimal lebar muka
jalan 50 40 35 30 20
Jumlah selang Min. 26 20-25 16-20 10-16 Max 10
Kapasitas tangki (kl) Min. 160 Min. 140 Min. 100 Min. 80 Min. 60
2.2.5 Proses kerja petugas SPBU
Secara umum struktur organisasi SPBU terdiri dari direktur, manajer
oprasional, supervisor, administrasi, office boy, security, teknisi dan operator SPBU.
Dalam struktur organisasi tersebut petugas yang setiap harinya terpapar oleh partikel
timbal yang bersumber dari pipa pembuangan gas kendaraan secara langsung dan
uap bensin yang terhirup yaitu operator SPBU (Riyadina, dkk, 2002).
Adapun tugas dan wewenang dari operator SPBU adalah:
1. Mengoprasikan dispensing pump untuk melayani penjualan kepada konsumen
berdasarkan standar oprasional pelayanan konsumen yang diberlakukan.
2. Mampu mengoprasikan alat pemadam api, bila diperlukan.
3. Mengatur antrian kendaraan konsumen disekitar dispenser.
4. Berperan aktif dalam menjaga kebersihan peralatan dan lingkungan SPBU.
5. Mencatat setiap jumlah transaksi, sesuai dengan data totalisator dispendsing
pump dengan jumlah uang hasil penjualan dan membuat laporan penjualan harian
sesuai shift, selanjutnya dilaporkan.
6. Menerima pembayaran dan memberikan uang kembalian sesuai dengan jumlah
transaksi.