bab ii tinjauan pustaka - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/58059/3/bab_ii.pdfkawasan industri...

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Kawasan Industri Kawasan industri dapat didefinisikan sebagai sebuah hamparan lahan yang dikembangkan dan dibagi bagi dalam luasan tertentu berdasarkan sebuah perencanaan yang menyeluruh dan dilengkapi dengan fasilitas jalan, transportasi, dan fasilitas umum lainnya yang diperuntukkan untuk kegiatan beberapa perusahaan industri (UNIDO, 1997). Sebuah kawasan industri dapat juga dipahami sebagai sebuah klaster industri yang dirancang untuk memenuhi berbagai kebutuhan dari perusahaan yang berbeda beda yang terletak dalam satu lokasi (Yong Geng, Zhao Hengxin, 2009). Pembangunan kawasan industri dipandang sebagai salah satu bagian penting dari strategi pembangunan sebuah negara. Melalui pembangunan kawasan industri diharapkan dapat meminimalkan biaya pembangunan infrastruktur serta sarana prasarana pendukung, mendorong terciptanya industri penunjang serta memicu multiplier effect bagi lingkungan sekitarnya. Pembangunan kawasan industri yang terencana dengan baik akan mendorong desentralisasi pembangunan sehingga pembangunan di daerah dapat berkembang dengan baik (Singhal dan Kapur, 2002). Pengembangan kawasan industri dapat mendukung dan meningkatkan perekonomian suatu negara. Negara yang berhasil menciptakan serta megnembangkan kawasan industri serta memelihara iklim usaha yang kondusif akan dapat menarik investor untuk berinvestasi di negara tersebut (Budiyanto, dkk, 2015). Definisi kawasan industri berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 142 tahun 2015 tentang Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola Perusahaan Kawasan Industri. Berdasarkan pengertian

Upload: trinhdiep

Post on 21-May-2019

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Kawasan Industri

Kawasan industri dapat didefinisikan sebagai sebuah hamparan lahan yang

dikembangkan dan dibagi – bagi dalam luasan tertentu berdasarkan sebuah

perencanaan yang menyeluruh dan dilengkapi dengan fasilitas jalan, transportasi,

dan fasilitas umum lainnya yang diperuntukkan untuk kegiatan beberapa

perusahaan industri (UNIDO, 1997). Sebuah kawasan industri dapat juga dipahami

sebagai sebuah klaster industri yang dirancang untuk memenuhi berbagai

kebutuhan dari perusahaan yang berbeda – beda yang terletak dalam satu lokasi

(Yong Geng, Zhao Hengxin, 2009).

Pembangunan kawasan industri dipandang sebagai salah satu bagian

penting dari strategi pembangunan sebuah negara. Melalui pembangunan kawasan

industri diharapkan dapat meminimalkan biaya pembangunan infrastruktur serta

sarana prasarana pendukung, mendorong terciptanya industri penunjang serta

memicu multiplier effect bagi lingkungan sekitarnya. Pembangunan kawasan

industri yang terencana dengan baik akan mendorong desentralisasi pembangunan

sehingga pembangunan di daerah dapat berkembang dengan baik (Singhal dan

Kapur, 2002). Pengembangan kawasan industri dapat mendukung dan

meningkatkan perekonomian suatu negara. Negara yang berhasil menciptakan serta

megnembangkan kawasan industri serta memelihara iklim usaha yang kondusif

akan dapat menarik investor untuk berinvestasi di negara tersebut (Budiyanto, dkk,

2015).

Definisi kawasan industri berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 142

tahun 2015 tentang Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan

industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang

dikembangkan dan dikelola Perusahaan Kawasan Industri. Berdasarkan pengertian

10

di atas, suatu lokasi dapat disebut sebagai Kawasan Industri harus memenuhi 2 ciri

utama, yaitu : Lahan yang disiapkan sudah dilengkapi prasarana dan sarana

penunjang dan terhadap lahan yang dipersiapkan tersebut terdapat suatu

badan/manajemen pengelola yang telah memiliki izin usaha sebagai kawasan

industri (Sipayung dan Susanty, 2014)

Pembangunan kawasan industri menurut peraturan di atas bertujuan untuk :

1. Mempercepat penyebaran dan pemerataan pembangunan industri

2. Meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan.

3. Meningkatkan daya saing investasi dan daya saing industri.

4. Memberikan kepastian lokasi sesuai tata ruang.

Data pada Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa pembangunan

kawasan industri di Indonesia pertama dimulai pada tahun 1973 yaitu dengan

berdirinya Jakarta Industrial Estate Pulo Gadung (JIEP), kemudian tahun 1974

dibangun Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), selanjutnya dibangun

Kawasan Industri Cilacap (tahun 1974), menyusul Kawasan Industri Medan (tahun

1975), Kawasan Industri Makasar (tahun 1978), Kawasan Industri Cirebon (tahun

1984), dan Kawasan Industri Lampung (tahun 1986) (Kwanda, 2000). Dalam kurun

waktu 20 tahun, Kawasan Industri telah tumbuh di 13 Provinsi dengan jumlah 81

Kawasan Industri dengan luas 23.449 hektar, yang sudah operasional dan masih

banyak lagi yang sedang mempersiapkan pembangunan Kawasan Industri .

Pembangunan kawasan industri biasanya terletak pada kawasan peruntukan

industri / zona industri , yaitu bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan

industri berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah yang ditetapkan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Walaupun banyak keuntungan yang dapat diambil dari pembangunan

kawasan industri, pada penelitian yang dilakukan oleh Kimberly pada tahun 2011

menunjukkan beberapa hambatan yang dialami dalam pengembangan kawasan

industri, antara lain :

11

a. Adanya kecenderungan peningkatan harga lahan yang tinggi apabila

terdapat pembangunan pada suatu kawasan.

b. Pembangunan kawasan industri yang kurang didukung oleh kebijakan

pembangunan infrastuktur pendukung , seperti : jaringan jalan, pelabuhan,

listrik, air bersih , serta fasilitas pengolahan limbah.

c. Beberapa industri baru masih diijinkan untuk didirikan di luar kawasan

industri.

d. Transportasi darat, laut dan udara untuk kelancaran arus barang, baik bahan

mentah maupun bahan jadi, masih belum efisien sehingga seringkali

menimbulkan biaya yang tidak efisien sehingga mengurangi minat investor.

e. Belum adanya insentif khusus yang diberikan oleh pemerintah bagi

pengembang kawasan industri maupun industri yang telah berlokasi di

kawasan industri.

f. Belum adanya peraturan yang jelas mengatur kewenangan pusat dan daerah

dalam pengembangan kawasan industri.

g. Keterkaitan antara kawasan industri sering terganggu oleh peraturan daerah

masing – masing.

h. Pembatasan pemanfaatan alokasi lahan untuk kawasan industri belum

sepenuhnya ditetapkan oleh masing – masing daerah.

2.2 Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan

Pembangunan industri menjanjikan pertumbuhan kesejahteraan dan

kemakmuran bagi para pelakunya, tetapi di sisi yang lain perindustrian juga

menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan, seperti pemanasan global,

penipisan lapisan ozon, berkurangnya lahan hutan, dan lain – lain (Shrivastava,

1995). Untuk meminimalisasi dampak tersebut, pemerintah telah mengeluarkan

kebijakan pajak yang ketat serta peraturan – peraturan untuk mendesak perusahaan

industri untuk melakukan kegiatan produksi yang lebih berkelanjutan seiring

dengan pertumbuhan industri (Yong et. al., 2008). Keinginan untuk mewujudkan

hal tersebut kemudian mengarah kepada tercetusnya gagasan tentang simbiosis

12

industri yang bermula dari konsep ekologi industri yang dipopulerkan oleh Frosch

and Gallopoulos (1989) berdasarkan analogi terhadap aktivitas simbios di

ekosistem alam. Ekologi industri menekankan pada pentingnya potensi- potensi

keuntungan yang dapat diraih apabila terjadi hubungan simbiosis antar perusahaan

industri di dalam satu lokasi. Umumnya hal tersebut dapat terjadi apabila limbah

dari satu industri dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri yang lain.

Contoh hubungan semacam itu sudah terjadi adalah di kawasan industri

Kalundborg di Denmark , kawasan bioenergi Handelö di Swedia, kawasan

lingkungan Turin di Italia dan kawasan teknologi Basque di Spanyol (Andiappan,

et.al, 2016). Dari contoh kawasan tersebut, ketika simbiosis industri dapat

sepenuhnya dijalankan maka akan terjadi penurunan limbah, pengurangan

kebutuhan energi serta berkurangnya kebutuhan bahan baku yang tentunya berasal

dari sumber daya alam (Kornohen, 2001). Hubungan simbiosis tersebut sering

terjadi pada perusahaan yang berlokasi dalam satu kawasan yang sama maka

kemudian timbul istilah eco-industrial park (EIP) atau kawasan industri

berwawasan lingkungan (Lowe et al.,1996).

Terdapat beberapa penelitian yang telah menjelaskan tentang pengertian

EIP , antara lain :

1. Lowe (2001), EIP merupakan penjabaran dari konsep industrial ecology, yaitu

konsep yang memandang kawasan industri sebagai bagian dari ekosistem

dimana terjadi interaksi antara sistem lingkungan, ekonomi dan social sehingga

dalam pengembangnnya harus mempertimbangkan tercapainya ekologis,

peningkatan kualitas hidup dan keberlanjutan ekonomi untuk kegiatan industri

secara seimbang. Selanjutnya dikatakan bahwa defenisi umum yang digunakan

untuk EIP adalah pemusatan komunitas industri dan jasa dalam suatu kawasan,

yang saling bekerjasma dalam pengelolaan lingkungan dan sumberdaya

(informasi, energi, air,bahan baku, infrastruktur dan lingkungan) untuk

meningkatkan kinerja lingkungan, ekonomi dan social serta memperoleh

manfaat kolektif yang lebih besar dibandingkan bila pengelolaan dilakukan oleh

13

masing-masing industri secara parsial. Sebuah EIP juga harus memberikan

dampak positif kepada masyarakat sekitar kawasan.

2. Kuznetsova, et al. (2016), menjelaskan EIP sebagai sekumpulan simbiosis yang

terjadi pada beberapa perusahaan industri yang melibatkan pertukaran energi

dan material antar perusahan industri yang berbeda serta bertujuan untuk

meningkatkan kinerja ekonomi dan lingkungan perusahaan – perusahan

tersebut.

3. State Environtmental Protection Administration (SEPA) di China pada tahun

2003 menerbitkan petunjuk teknis perencanaan EIP yang menjelaskan definisi

EIP sebagai sebuah kawasan industri yang dirancang berdasarkan tuntutan

konsep produksi bersih, konsep circular economy serta prinsip ekologi industri.

Sehingga pada kawasan tersebut terjadi perputaran material dan energi dan

menghubungkan berbagai macam pabrik dan perusahaan ke dalam sebuah

hubungan yang saling menguntungkan dan terjadi pertukaran sumber daya dan

produk samping. Limbah atau produk samping dari satu perusahaan dapat

dijadikan sebagai bahan baku ataupun sumber energi bagi perusahaan yang lain.

Kawasan tersebut mencoba untuk menerapkan sistem ekologi alam serta

membangun mekanisme produsen-konsumen-pengurai antar perusahaan yang

ada di dalamnya. Sistem ini bertujuan untuk mencapai sirkulasi material yang

tertutup, berbagai tingkatan uitlisasi sumber daya serta meminimalkan limbah.

4. Taddeo (2016) berpendapat bahwa EIP merupakan penerapan dari konsep

ekologi industri pada tingkat lokal. EIP adalah sebuah kawasan industri yang

dikembangkan dan dikelola sebagai sekumpulan perusahaan yang bertujuan

untuk mencapai keuntungan ekonomi, sosial dan lingkungan yang tinggi

melalui kolaborasi dan sinergi yang saling menguntungkan. Sebuah EIP dapat

dipandang sebagai sebuah model yang tepat untuk menggambarkan integrasi

antara ketiga dimensi pembangunan yang berkelanjutan yaitu bertujuan untuk

mencapai sinergi antara pertumbuhan ekonomi, kelestarian alam dan sosial

masyarakat lokal.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

karakteristik utama sebuah EIP adalah sebagai berikut (SEPA, 2003) :

14

- EIP merupakan sebuah kawasan yang terdiri dari lingkungan alam,

perusahaan industri dan masyarakat di sekitarnya.

- EIP bertujuan untuk memaksimalkan penggunaan sumberdaya serta

meminimalkan pembuangan limbah melalui pertukaran produk samping

dan limbah, penggunaan energi dan air limbah secara sirkular serta berbagi

infrastruktur antar perusahaan.

- EIP akan memastikan pertumbuhan kawasan yang stabil dan berkelanjutan

melalui penerapan administrasi modern, kebijakan dan teknologi seperti

berbagi informasi, penghematan air dan energi, pemantauan lingkungan

serta penggunaan moda transportasi yang berkelanjutan.

- Melalui pembangunan dan pengoperasian infrastruktur EIP, kondisi

lingkungan dari perusahaan , kawasan dan masyarakat akan mencapai

pertumbuhan yang berkelanjutan.

Selain karakteristik EIP menurut SEPA (2003) di atas, terdapat beberapa

karakteristik penting lainnya sebagaimana ditulis oleh beberapa ahli dan institusi

seperti Research Triangle Institute (1994), Côté et al (1995), Lowe dan Warren

(1996), the President’s Council on Sustainable Development (1997), Peck and

Associates (1997), yang kemudian dirangkum oleh Côté dan Cohen (1998) sebagai

berikut :

1. EIP memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat sekitar serta

melibatkannya dalam proses perencanaan kawasan.

2. EIP mengurangi dampak lingkungan melalui substitusi bahan beracun

berbahaya, penyerapan karbon dioksida, pertukaran material serta pengolahan

limbah terpadu.

3. EIP memaksimalkan efisiensi energi melalui perancangan dan pembangunan

fasilitas.

4. Penghematan bahan baku melalui penerapan 3R (reduce,reuse, recycle).

5. Menghubungkan perusahaan dalam EIP baik dengan pemasok maupun

pelanggan yang berada di luar kawasan.

15

6. Terus- menerus meningkatkan kinerja lingkungan baik oleh masing – masing

perusahaan maupun kawasan secara keseluruhan.

7. Mempunyai sistem peraturan harus dipatuhi serta fleksibel terhadap perubahan

yang mampu mendorong masing – masing perusahaan untuk mencapai tujuan

kinerjanya.

8. Menggunakan perhitungan ekonomis untuk pengurangan limbah dan polusi.

9. Menjalankan sistem informasi manajemen yang memudahkan aliran energi dan

material lebih / kurang bersifat closed loop.

10. Menciptakan mekanisme untuk melatih dan mendidik tenaga kerja dan manajer

tentang pembaharuan strategi, teknologi, dan peralatan untuk meningkatkan

kinerja kawasan.

11. Mengarahkan strategi pemasarannya untuk menarik perusahaan di luar kawasan

untuk bergabung dan melengkapi kegiatan bisnis dalam kawasan.

Konsep EIP dikembangkan berdasarkan hasil penelitian beberapa bidang

yang telah dilakukan selama beberapa dekade terakhir, termasuk ekologi industri

dan porduksi bersih. Faktor terpenting pada penerapan produksi bersih ada pada

peningkatan efisiensi serta pengelolaan lingkungan melalui pencegahan

pencemaran, penerapan pada proses maupun produk dan jasa yang dihasilkan,

peningkatan efisiensi di setiap kegiatan produksi, serta meminimalkan resiko.

Penerapan produksi bersih memerlukan komitmen organisasi untuk melakukan

perubahan sikap, manajemen yang peduli dan memperhatikan lingkungan, serta

pemilihan dan evaluasi teknologi kegiatan yang dilakukan oleh organisasi tersebut.

Pada kegiatan industri, penerapan produksi bersih dilakukan melalui

efisiensi pemakaian bahan baku, sumber daya energi, mencegah dan melakukan

substitusi terhadap bahan beracun berbahaya, mengurangi keluaran limbah dan

emisi serta mengurangi kadar beracun dari limbah yang akan dikeluarkan ke

lingkungan. Penerapan produksi bersih akan menghasilkan berkurangnya dampak

negatif produk selama daur hidupnya, sejak dari pemilihan bahan baku sampai

dengan pembuangan produk ketika sudah tidak lagi dipergunakan.

16

Produksi bersih telah dikembangkan pada penerapan yang lebih luas yang

tidak hanya berfokus pada proses internal di perusahaan saja, tetapi telah

dikembangkan pada berbagai macam aktivitas yang dapat dilakukan untuk

mengatasi limbah yang sudah tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila suatu perusahan

menghasilkan limbah yang tidak dapat diolah lagi oleh perusahaan tersebut, masih

terdapat kemungkinan limbah tersebut masih dapat diolah dan dipergunakan oleh

perusahaan lain sebagai bahan baku dalam kegiatan produksinya. Proses tersebut

sering disebut sebagai waste-to-products. (Purwanto, 2009).

2.3 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian telah dilakukan dalam bidang pengembangan kawasan

industri berwawasan lingkungan, beberapa diantaranya diringkas dan disajikan

pada tabel 2.1. .

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

Nomor Peneliti / Tahun Judul Artikel Ringkasan Penelitian

1. Park, et. al.

(2015)

A review of the

National Eco-

Industrial Park

Development

Program in

Korea: progress and

achievements in the

first phase, 2005 –

2010

Korea Selatan merencanakan

3 tahap pengembangan EIP

selama kurun waktu 15 tahun.

Pada 5 tahun pertama telah

dilaksanakan 47 proyek

simbiosis industri pada 5

lokasi yang telah berhasil

menghemat 189 juta dolar dan

mengurangi emisi gas rumah

kaca sebesar 51%

2. Sipayung dan

Susanty (2014)

Penilaian Kesiapan

Kawasan Industri

Candi Untuk

Menjadi Eco-

Industrial Park

Penerapan prinsip-prinsip EIP

di Kawasan Industri Candi

saat ini masih dikategorikan

belum sama sekali dilakukan.

Hal ini terlihat dari hasil

analisis penerapan EIP di

Kawasan Industri Candi di

mana diperoleh hasil yang

menunjukkan bahwa 5 prinsip

EIP belum sama sekali

diterapkan dan 1 prinsip sudah

dilakukan namun belum

17

sepenuhnya. Di Kawasan

Industri Candi juga belum

terdapat hubungan simbiosis

antara masing-masing

industri.

3. Panyathanakun,

et. al. (2012)

Development of eco-

industrial estates in

Thailand: initiatives

in the northern

region community-

based eco-industrial

estate

Kolaborasi antar stakeholder

menjadi perhatian utama

dalam kesuksesan

pengembangan kawasan

industri berwawasan

lingkungan. Kolaborasi

tersebut dapat dirangsang

dengan menyamakan

kepentingan dan keuntungan

bersama dalam

pengembangan kawasan.

Masayarakat sebagai

stakeholder kunci juga harus

berperan serta dalam

pengembangan kawasan.

4. Taddeo, et. al.

(2012)

Implementing eco-

industrial parks in

existing clusters.

Findings from a

historical

Italian chemical site

Kawasan industri berwawasan

lingkungan dapat

memaksimalkan sinergi dari

sebuah klaster industri agar

dengan mudah menciptakan

model produksi baru di mana

sektor ekonomi, sosial dan

dimensi lingkungan saling

terkait dan saling tergantung,

seperti yang didefinisikan

dalam konsep pembangunan

berkelanjutan

5. Lowe (2001) Eco-industrial Park

Handbook for Asian

Developing

Countries

Konsep eco industrial park

(EIP), merupakan penjabaran

dari konsep industrial

ecology, yaitu konsep yang

memandang kawasan industri

sebagai bagian dari ekosistem

dimana terjadi interaksi antara

sistem lingkungan, ekonomi

dan social sehingga dalam

pengembangnnya harus

mempertimbangkan

tercapainya ekologis,

18

peningkatan kualitas hidup

dan keberlanjutan ekonomi

untuk kegiatan industri secara

seimbang

6. Coˆte´, dan

Cohen-

Rosenthal

(1998)

Designing eco-

industrial parks: a

synthesis of some

experiences

Analisis kawasan industri

berwawasan lingkungan

terdiri dari 3 tahapan. Pertama

gambaran tentang pertukaran

bahan dan energi serta

teknologi yang digunakan

antar industri. Kedua

kerangka bisnis yang disusun

untuk tujuan ekonomi dan

bisnis dalam rangka

mewujudkan pertukaran di

atas. Ketiga adalah adanya

hubungan antara jaringan

industri dengan masyarakat

sekitarnya.

7. Lowe (1997) Creating by-product

resource exchange :

strategies for eco-

Industrial Parks

Beberapa proyek di Amerika

Utara. Asia, Eropa dan

Amerika Selatan telah

dilakukan dalam upaya

mewujudkan kawasan industri

berwawasan lingkungan ,

salah satunya dengan

pertukaran sumber daya

maupun pertukan produk

sampingan antar industri

dalam satu wilayah

2.4 Perencanaan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan

Menurut Lowe (2001), proyek pengembangan EIP dibagi ke dalam tiga

kelompok dasar. Pembagian kedalam tiga kategori tersebut berguna dalam

pengelolaan EIP, walaupun dalam kasus-kasus tertentu ketiga kategori tersebut

dapat saling melengkapi (overlapping) yaitu :

1. Eco-Industrial Park or estate (EIP) adalah kawasan industri yang

dikembangkan dan dikelola untuk memperoleh sebuah kawasan bisnis yang

19

sempurna karena diperoleh keuntungan-keuntungan di bidang ekonomi,

lingkungan dan sosial.

2. By-product Exchange (BPX) adalah sekumpulan perusahaan yang bekerja sama

untuk saling menggunakan kembali produk atau material yang berupa (energi,

air dan bahan lain) daripada membuangnya sebagai limbah.

3. Eco-industrial Network (EIN) adalah sekumpulan perusahaan yang

bekerjasama untuk memperbaiki performa lingkungan, ekonomi dan sosial

pada suatu kawasan.

Perencanaan EIP tidak memiliki cetak biru yang baku. Setiap EIP yang

direncanakan dan dibangun pasti memiliki keunikan dan ciri kas masing – masinng.

Agar perencanaan dapat terealisasi dengan baik, prinsip – prinsip EIP harus

diselaraskan dengan karakteristik ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya dari

lokasi EIP yang direncanakan. Namun terdapat beberapa hal yang fundamental

dalam perencanaan EIP yang diukur melalui pemenuhan beberapa prinsip sebagai

berikut (Lowe, 2001) :

a. Terintegrasi dengan sistem alam.

Tingkat integrasi antara industri-industri yang berada di kawasan dengan sistem

alam adalah tingkat integrasi kawasan EIP dengan lingkungan yang

memperhatikan kesesuaian dengan lingkungan di mana dalam

menyeleksi/menentukan lokasi harus dilakukan assessment terhadap daya

dukung lingkungan dan pembangunan kawasan memberikan dampak

lingkungan seminimal mungkin.

b. Sistem Energi.

Sistem penggunaan energi yang berkelanjutan adalah tingkat penggunaan

sistem energi yang memperhatikan efisiensi dalam proses produksi di kawasan

industri. Memaksimalkan penggunaan energi dapat pula dilakukan melalui

desain atau renovasi fasilitas yang ramah energi, ataupun mengutamakan

penggunaan energi terbarukan.

20

c. Aliran material dan manajemen limbah untuk keseluruhan kawasan.

Tingkat integrasi aliran material dan pengelolaan limbah seluruh industri adalah

tingkat integrasi aliran material dan pengelolaan limbah yang menekankan pada

penerapan produksi bersih (cleaner production), pencegahan polusi,

minimalisasi penggunaan material-material beracun. Tingkat integrasi ini

ditunjukkan dengan terhubungnya industri-industri yang berada di kawasan EIP

dalam simbiosis mutualisme . Selain itu dalam EIP dapat pula dikembangkan

sebuah infrastruktur terpadu yang bertujuan untuk memproses hasil samping

(by-products) sebuah industri menjadi bahan baku industri lainnya.

d. Manajemen kawasan yang efektif.

Tingkat efektivitas pengelolaan kawasan adalah tingkat keefektifan

pengelolaan kawasan EIP yang memperhatikan komposisi jenis industri yang

ada di kawasan sehingga antar industri-industri yang dibangun dapat

dikembangkan simbiosis mutualisme . Manajemen kawasan juga harus mampu

untuk mendukung peningkatan kinerja lingkungan, baik pada masing – masing

perusahaan maupun kawasan secara keseluruhan. Manajemen kawasan juga

harus mempunyai sistem informasi yang mendukung komunikasi antar

perusahaan, menyediakan informasi tentang kondisi lingkungan terkini, dan

menyediakan update mengenai kinerja EIP.

e. Pembangunan dan Renovasi Infrastuktur.

Tingkat rehabilitasi infrastruktur adalah tingkat pembangunan infrastruktur

yang memperhatikan efisiensi penggunaan material dan meminimalkan polusi.

Dengan kontruksi bangunan maupun renovasi bangunan yang sudah ada harus

memperhatikan sisi lingkungan dalam pemilihan material maupun teknologi

bangunan, termasuk pula prinsip reuse dan rescycle pada material yang

digunakan serta pertimbangan dampak daur hidup lingkungan dari material dan

teknologi yang digunakan. Seluruh pembangunan fasilitasnya harus

direncanakan dan dirancang agar kuat, mudah perawatannya, dan mudah diubah

mengikuti perkembangan serta apabila sudah tidak dipakai mudah untuk di daur

ulang (recycle) .

21

f. Integrasi dan masyarakat setempat.

Tingkat integrasi kawasan industri dengan masyarakat sekitar adalah tingkat

integrasi EIP dengan lingkungan masyarakat sekitar yang terbina dengan baik

di mana EIP harus memberi manfaat bagi perkembangan ekonomi masyarakat

sekitar . Integrasi tersebut dapat dilakukan antara lain dengan program

pendidikan dan pelatihan kerja, pengembangan bisnis di masyarakat,

penyediaan tempat tinggal bagi para pekerja, serta kerjasama pada perencanaan

wilayah sekitar EIP.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Koenig et al. (2009) yang kemudian

dituangkan dalam Eco-Industrial Park Development : A Guide for North American

Officials, disebutkan bahwa dalam road map perencanaan dan pengembangan EIP

terdapat empat tahapan, yaitu :

1. Identifikasi Proyek :

- Ide dan gagasan EIP

- Penggalangan dukungan

- Identifikasi calon pelaku dan pemangku kepentingan

- Pendekatan pengembangan EIP

2. Persiapan Proyek :

- Pemilihan lokasi

- Pemilihan calon mitra kerja

- Survei terhadap pemegang kepentingan

- Membentuk tim pengembangan EIP

- Menyebarluaskan ide dan gagasan pengembangan EIP

3. Perencanaan Proyek :

- Pengumpulan data awal

- Menetapkan indikator kinerja

- Menetapkan visi dan misi

- Perencanaan desain dan skenario yang dapat dilakukan

- Penyusunan strategi rencana kerja

22

4. Implementasi EIP :

- Pembentukan manajemen EIP

- Mempromosikan EIP

- Pembangunan EIP

- Memfasilitasi adanya sinergi antar industri serta sarana pendukungnya

Secara lebih jelas, peta jalan dalam perencanaan dan pengembangan EIP

dapat dilihat pada gambar 2.1

Initial EIP

Idea and Champion

Mobilization of SupportLocating Actors and

StakeholderIdentifying Project

Selecting Project Site

And Project Region

Identifying

Potential Partners

Setting Up EIP TeamStakeholder Survey Communicating Ideas

Initial Data CollectionDefining

Vision and Goals

Planning Scenarios

and Design

Defining Performance

IndicatorsDevelop

Action Plan

Develop

Strategic Plan

Setting Up

EIP Management

Promoting the

EIP Concept

Building Industrial

Community

Facilitation

of Synergy Projects

Facilitation

of EIP Tools

Phase 1 : Project Identification

Phase 2 : Preparation

Phase 3 : Project Planning

Phase 4 : EIP Implementation

Gambar 2.1 Roadmap pengembangan EIP , Koenig et al. (2009)

23

2.5 Pengelolaan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan

Pengelolaan EIP harus dilakukan oleh manajemen yang benar - benar

berkomitmen terhadap perwujudan rencana awal pengembangan EIP. Pengelolaan

EIP adalah salah satu faktor terpenting dalam keberhasilan EIP untuk mencapai

tujuan kinerjanya, karena dalam EIP keberhasilan tidak hanya dipandang dari

sukses atau tidaknya masing – masing perusahaan, tetapi diukur dari kinerja

keseluruhan kawasan, seperti kinerja pengelolaan lingkungan, hubungan terhadap

masyarakat dan kemajuan bisnis masing – masing perusahaan. Hubungan yang

saling menguntungkan atau adanya simbiosis industri antar perusahaan akan

mendorong majunya satu industri beimbas positif kepada industri yang lain.

Pengelolaan EIP bukan hanya diukur dari kondisi fisik kawasan, manajemen

sebuah EIP adalah mewujudkan komitmen berkelanjutan terhadap peningkatan

kinerja lingkungan, hubungan kerjasama yang semakin erat antar industri dalam

kawasan, serta manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat di sekitarnya.

Untuk memenuhi tujuan di atas , menurut UNEP (1997) pengelolaan EIP

setidaknya berhubungan dengan hal – hal sebagai berikut :

Perencanaan :

- Pemilihan lokasi

- Melakukan AMDAL

- Melaksanaan kegiatan pra-konstruksi

- Perencanan lay out

- Perencanan kebijakan lingkungan dan membuat target kinerja lingkungan

- Membuat kerangka peraturan yang akan dijalankan

- Mencari sumber dana untuk pembiayaan proyek

Pengoperasian :

- Pelaksanaan pembangunan sarana – prasarana

- Pengoperasian infratruktur dan melayani perancangan pabrik masing –

masing perusahaan

- Mempromosikan kualitas lingkungan serta memenuhi baku mutu

lingkungan.

24

- Menarik perusahaan untuk bergabung dalam kawasan

- Memfasilitasi jejaring antar perusahaan agar hubungan simbiosis industri

dapat terjadi.

Pemantauan :

- Memantau limbah yang keluar kawasan serta memantau kualitas limbah

agar sesuai baku mutu.

- Memotivasi penghuni kawasan untuk mencapai kinerja lingkungan yang

telah ditargetkan.

- Penegakan peraturan

- Audit linkungan

- Pelaporan kinerja lingkungan kepada pemerintah

Agar sebuah kawasan layak disebut kawasan berwawasan lingkungan,

sistem manajemen lingkungan mutlak diterapkan pada pengelolaan kawasan.

Melalui penerapan SML diharapkan akan mempermudah pengelola EIP dalam

melaksanakan dan meningkatkan kinerja lingkungan yang telah ditetapkan. Konsep

pengelolaan lingkungan melalui pelaksanaan sistem manajemen lingkungan pada

EIP dapat dilihat pada gambar 2.2 (Lowe, 2001).

Performance

ObjectivesIndicators

MonitoringLearning &

Responses

Learning &

Responses

New

External Inputs

Covenants &

Guideline

Environmental

Impact Assesment

Tenant EMSEIP

Environmental Management System

Gambar 2.2 Sistem Manajemen Lingkungan EIP (Lowe, 2001)

25

2.6 Strategi Pengembangan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan

Strategi adalah rencana yang disatukan, luas dan berintegrasi yang

menghubungkan keunggulan strategis perusahaan dengan tantangan lingkungan,

yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dari perusahaan dapat

dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi . Kata strategi berasal dari

bahasa Yunani "strategia" yang diartikan sebagai "the art of the general" atau seni

seorang panglima yang biasanya digunakan dalam peperangan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian strategi adalah ilmu dan

seni menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan

tertentu dalam perang dan damai; ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk

menghadapi musuh dalam perang, dalam kondisi yang menguntungkan ; rencana

yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus; tempat yang baik

menurut siasat perang;

Definisi strategi secara umum dan khusus sebagai berikut:

1. Definisi Umum

Strategi adalah proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus

pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau

upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai.

2. Definisi khusus

Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat)

dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang

diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi

hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa

yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola

konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu

mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.

26

Perumusan strategi merupakan proses penyusunan langkah-langkah ke

depan yang dimaksudkan untuk membangun visi dan misi organisasi, menetapkan

tujuan strategis dan keuangan perusahaan, serta merancang strategi untuk mencapai

tujuan tersebut dalam rangka menyediakan hasil terbaik. (Hariadi, 2005).

Strategi pengembangan EIP menurut beberapa literatur adalah sebagai berikut :

1. Kawasan Industri Hijau (Green Industrial Park)

Kawasan industri hijau (Green Industrial Park) merupakan sekumpulan

perusahaan / industri yang menerapkan teknologi/produksi bersih, memproses

limbah/sampah yang dihasilkan, dan/atau melakukan usaha – usaha mengurangi

emisi gas rumah kaca di lokasi produksinya.

Untuk menuju status EIP dalam suatu kawasan / zona industri yang sudah

ada, masing – masing perusahaan industri yang ada dalam kawasan tersebut harus

melakukan langkah – langkah sebagai berikut (Lowe, 2001) :

a. Penerapan Produksi Bersih

Penerapan produksi bersih merupakan hal yang mutlak bagi setiap

perusahaan yang ingin menyandang status “hijau”. Penerapan produksi

bersih dapat dimulai dari identifikasi peluang pengurangan limbah,

penggantian bahan B3 dengan non B3, modifikasi proses produksi untuk

meminimalkan atau bahkan menghilangkan emisi, dan hal – hal lain yang

dapat mengurangi / menghilangkan limbah. Penerapan teknologi / produksi

bersih juga dapat didukung oleh Kementerian/Badan Lingkungan Hidup,

Universitas maupun lembaga lain untuk dapat menyediakan dukungan

teknis dan pelatihan yang dibutuhkan, khususnya bagi perusahaan yang

berskala kecil dan menengah.

b. Revitalisasi Fasilitas Produksi

Penerapan industri hijau dalam suatu perusahaan/kawasan dapat pula

ditempuh dengan memodifikasi atau mengganti komponen dan sistem yang

sekarang dipergunakan dalam proses produksi. Hal ini tentu saja akan

membutuhkan investasi baru pada fasilitas lama yang sudah ada.

27

c. Pembentukan Komunitas

Manajemen kawasan industri berkoordinasi dengan masing – masing

perusahaan dalam kawasan dalam meningkatkan kondisi kawasan,

termasuk lansekap masing – masing perusahaan. Dalam suatu kawasan , hal

ini dapat dilakukan bersama – sama oleh asosiasi industri bekerjasama

dengan dinas terkait. Pelaksanaan kegiatan ini dapat meningkatkan ekologi

lingkungan serta dapat menjadikan kawasan lebih menarik minat para

pekerja maupun pelanggan.

d. Pengubahan bentuk lahan

Perubahan bentuk lahan dapat dilakukan dalam hal untuk dapat

memanfaatkan limpahan air hujan yang dapat dipergunakan untuk kegiatan

yang lebih bermanfaat. Air tersebut selain dapat dipergunakan untuk segi

estetika kawasan, juga dapat di daur ulang untuk kegiatan produksi ,

maupun sebagai sarana untuk mengisi kembali air tanah yang dipergunakan

oleh kawasan.

e. Reformasi Organisasi

Untuk mewujudkan visi menjadi kawasan yang lebih hijau, manajemen

perusahaan dapat juga diubah untuk dapat membentuk ulang budaya,

struktur, dan operasional kawasan .

2. Simbiosis Industri

Simbiosis industri merupakan sebuah bentuk kerjasama yang memiliki

tingkat kebergantungan antar perusahaan dalam pertukaran material, energi dan hal

lainnya yang dapat mendatangkan keuntungan bersama. Simbiosis industri

merupakan bentuk sederhana dari ekologi industri , dimana konsumsi energi dan

material dioptimalkan dan output dari satu proses di perusahaan dapat dijadikan

input di perusahaan yang lain. Lebih jauh lagi digambarkan bahwa ekologi industri

seperti sebuah jejaring makanan dan menginterpretasikan peranan masing – masing

perusahaan sebagai produsen – konsumen dan dekomposer seperti yang terdapat

pada sistem alam (Frosch dan Gallopoulus,1989).

28

Chertow (1998) menjelaskan simbiosis industri sebagai keterlibatan

sejumlah perusahaan industri yang biasa beroperasi terpisah, untuk mendapatkan

keuntungan bersama melalui pertukaran material, energi, air , dan produk samping.

Chertow juga menggarisbawahi bahwa simbiosis industri merupakan kunci utama

dari suksesnya pengembangan EIP.

3. Pembangunan EIP Baru

Pembangunan EIP baru dikembangkan dan dikelola oleh sebuah perusahaan

kawasan industri dengan tujuan untuk memperoleh kinerja lingkungan , ekonomi

dan sosial yang tinggi dan menguntungkan dari segi bisnis. EIP mempunyai pola

yang jelas bagaimana pola pembangunan, kepemilikan, status properti, yurisdiksi ,

tanggung jawab pemeliharaan dan pengelolaan serta pengendalian dalam kawasan.

Prinsip mendasar dalam pembangunan EIP adalah pengembangan kawasan dengan

memperhatikan karakteristik ekosistem lokal dan daerah, konsep pengembangan

harus sesuai dengan kebutuhan sumber daya serta pemenuhan kepentingan ekonomi

lokal dan daerah (Lowe,2001).

4. Pemberdayaan Masyarakat

Kegiatan pemberdayaan masyarakat memiliki tiga karakter utama yaitu

berbasis masyarakat , berbasis sumber daya setempat dan berkelanjutan . Dua

sasaran yang ingin dicapai yaitu: sasaran kapasitas masyarakat dan sasaran

kesejahteraan. Sasaran pertama yaitu kapasitas masyarakat dapat dicapai melalui

upaya pemberdayaan agar anggota masyarakat dapat ikut dalam proses produksi

atau institusi penunjang dalam proses produksi, kesetaraan dengan tidak

membedakan status dan keahlian, keamanan , keberlanjutan dan kerjasama,

kesemuanya berjalan secara simultan.

Pemberdayaan masyarakat dapat diawali melalui keikutsertaan dalam

perencanaan EIP. Partisipasi masyarakat kawasan sangat penting karena dapat

mempertemukan kebutuhan sosial , ekonomi dan kelestarian lingkungan di

kawasan EIP. Melalui keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan,

29

diharapkan hal – hal yang dapat menghambat terwujudnya EIP dapat

meminimalkan atau mengatasi hal – hal sebagai berikut ( Taddeo, et al. , 2012 ) :

a. Keterbatasan pengetahuan mengenai EIP.

Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengembangan EIP

diharapkan mampu membuka wawasan masyarakat mengenai kelebihan

EIP dibandingkan kawasan industri konvensional. Melalui EIP diharapkan

dampak positif adanya kegiatan industri dapat langsung dirasakan dan

dimanfaatkan oleh masyarakat, tanpa perlu khawatir akan dampak

lingkungan yang ditimbulkan.

b. Pengalaman negatif terdahulu.

Masyarakat cenderung memandang semua pengembangan industri atau

kawasan industri adalah sama, kurang memperhatikan kepentingan

masyarakat dan memberikan dampak negatif bagi lingkungan.

c. Anti terhadap perubahan.

Dengan adanya pengembangan suatu kawasan, terlebih lagi menjadikan

suatu daerah menjadi kawasan industri, tentunya akan menyebabkan

perubahan pada kondisi sosial budaya masyarakat. Pengembangan EIP

dalam daerah tersebut diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi sebagian

kecil masyarakat yang mampu memanfaatkan peluang adanya EIP, tetapi

dapat bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.

Partisipasi masyarakat dalam EIP diharapkan tidak hanya sebatas pada

proses perencaaan saja, masyarakat di sekitar kawasan juga dapat dilibatkan dalam

pengelolaan kawasan. Hubungan yang baik antara pengelola EIP dengan

masyarakat lokal menjadikan kawasan tersebut mempunyai daya tarik lebih untuk

para calon investor, tentunya masyarakat juga mengharapkan dengan adanya

kegiatan EIP akan berkontribusi terhadap peningkatan taraf hidup mereka.

Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan oleh pengelola EIP dalam

melakukan pemberdayaan masyarakat, antara lain (Koenig, et al, 2009 ):

- Mempersilahkan masyarakat sekitar untuk mengakses, memanfaatkan ,

bahkan mengelola fasilitas – fasilitas yang ada di dalam kawasan.

30

- Mendukung kegiatan – kegiatan yang ada di masyarakat yang diharapkan

dapat menimbulkan rasa kepedulian antara pengelola EIP dan masyarakat.

- Membuka akses informasi mengenai kinerja lingkungan EIP, dengan

demikian masyarakat dapat merasa tenang karena mengetahui kegiatan

kawasan tidak akan berpengaruh buruk terhadap lingkungannya.

- Melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan dalam pengelolaan

EIP.

- Melibatkan masayarakat dalam menarik minat investor, pengelola EIP

dapat menunjukkan kepada calon investor bahwa setiap investasi yang

sejalan dengan prinsip EIP akan diterima dengan baik oleh pengelola

maupun masyarakat sekitar.

2.7 Analytic Hierarchy Process (AHP)

Analytic Hierarchy Process merupakan metode untuk memecahkan suatu

situasi yang kompleks tidak terstruktur ke dalam beberapa komponen atau kriteria

dalam susunan yang hirarki melalui pemberian nilai yang subjektif mengenai bobot

kepentingan setiap kriteria secara relatif dan kemudian menetapkan kriteria mana

yang memiliki prioritas paling tinggi untuk yang mempengaruhi hasil pada situasi

tersebut . Metode ini pertama kali dikembangkan oleh T.L Saaty pada tahun 1971

– 1975 di Wharton School. Dalam penggunaan AHP untuk memodelkan sebuah

permasalahan perlu dibuat sebuah struktur jaringan atau hirarki untuk yang

menggambarkan permasalahan yang ada serta perbandingan kriteria yang

berhubungan dengan pemecahan permasalahan tersebut. Input utama dari hirarki

AHP berasal dari persepsi manusia, sehingga penentuan responden yang tepat akan

sangat mempengaruhi hasil akhir dari perhitungan AHP. (Saaty, 1987).

Menurut Fatah (2009), prinsip – prinsip dasar dalam AHP adalah sebagai

berikut :

1. Prinsip penyusunan hirarki

Merupakan pemecahan masalah yang kompleks ke dalam sub sistem , elemen,

sub elemen, dan seterusnya yang kemudian dikelompokkan ke dalam kelas –

31

kelas yang homogen sehingga dapat diketahui gambaran permasalahan tersebut

secara keseluruhan.

2. Prinsip penentuan prioritas

Hirarki di atas merupakan model terstruktur yang terdiri dari tujuan, kriteria dan

alternatif suatu sistem pengambilan keputusan sehingga hubungan aksi dan

reaksi pada sistem tersebut secara keseluruhan dapat dipelajari untuk

mendapatkan adanya hubungan antar elemen yang diamati, membandingkan

dua elemen berdasarkan kriteria tertentu dan memberikan penilaian terhadap

preferensi antara elemen – elemen di atas. Perbandingan tersebut kemudian

disintesa untuk mendapatkan urutan prioritas antar elemen pada setiap tingkatan

hirarki.

Setiap tingkatan hirarki keputusan mempengaruhi tujuan dengan instensitas

yang berbeda – beda. Sehingga dipergunakanlah model matematis untuk

mengevaluasi dampak suatu keputusan terhadap tingkat keputusan / hirarki di

bawahnya, yakni berdasarkan prioritas antar elemen – elemen pada tingkat

keputusan yang sama.

Saaty telah menyusun prioritas elemen dengan membuat perbandingan

berpasangan dengan skala banding sesuai dengan tabel di bawah ini :

Tabel 2.2 Penetapan Prioritas Elemen dengan Perbandingan Berpasangan

Intensitas Kepentingan Keterangan

1 Kedua elemen sama penting

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting

5 Elemen yang satu lebih penting

7 Elemen yang satu jelas lebih penting

9 Elemen yang satu mutlak lebih penting

2,4,6,8 Nilai – nilai antara dua nilai yang berdekatan

32

3. Prinsip Konsistensi Logika

Perhitungan perbandingan di atas dilakukan melalui matriks melalui prinsip

konsistensi logika. Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara

berpasangan tersebut harus memiliki hubungan kardinal dan ordinal sebagai

berikut :

- Hubungan kardinal : aij . ajk = ajk

- Hubungan ordinal : Ai>Aj>Aj>Ak, maka Ai>Ak

Hubungan di atas dapat digambarkan melalui ilustrasi di bawah ini :

- Dengan melihat preferensi multiplikatif, misalnya jika semangka

lebih enak 4 kali daripada melon dan melon lebih enak 2 kali dari

mangga, maka semangka lebih enak 8 kali daripada mangga;

- Dengan melihat preferensi transitif, misalnya semangka lebih enak

daripada melon, dan melon lebih enak daripada mangga , maka

semangka lebih enak daripada mangga;

Apabila dilihat pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan

dari hubungan tersebut, sehingga matriks di atas tidak konsisten secara

sempurna. Hal ini diakibatkan oleh ketidakkonsistenan dari preferensi

seseorang.

Perhitungan AHP menggunakan survey/kuesioner kepada responden dalam

menilai perbandingan berpasangan , sehingga ketidakkonsistenan seringkali

tidak dapat dihindarkan. Sehingga dalam perhitungan AHP, matriks

perbandingan dapat diterima apabila nilai konsisten (consistency ratio/CR) <

0,1. Nilai CR 0,1 tersebut merupakan ukuran bagi konsistensi suatu

perbandingan berpasangan dalam matriks pendapat. Apabila dalam perhitungan

ditemukan bahwa nilai CR terlalu tinggi, dapat dilakukan perubahan penilaian

(judgement revision).

33

4. Prinsip Perhitungan Pembobotan

Metode AHP juga mempergunakan proses perhitungan pembobotan dengan

melalui beberapa tahap yaitu dengan menghitung vektor Eigen dan nilai Eigen

maksimum, kemudian dilakukan pengujian rasio konsistensi dari matriks yang

dihasilkan untuk mengetahui apakah matriks tersebut dapat diterima atau tidak.

2.8 Pembentukan Struktur Hirarki Penelitian

Pembentukan struktur hirarki dalam penelitian ini menggunakan kriteria –

kriteria EIP menurut penelitian Lowe (2001) yaitu :

a. Terintegrasi dengan sistem alam.

b. Sistem Energi.

c. Aliran material dan manajemen limbah untuk keseluruhan kawasan.

d. Manajemen kawasan yang efektif.

e. Pembangunan dan Renovasi Infrastuktur.

f. Integrasi dan masyarakat setempat.

Kriteria – kriteria ini akan sebagai utama dalam strategi pengembangan EIP

di zona industri Pringapus yang terdiri dari :

a. Menghijaukan industri yang sudah ada

b. Menerapkan simbiosis industri

c. Pembangunan kawasan baru

d. Pelibatan masyarakat dalam kegiatan industri

Kriteria dan alternatif strategi tersebut kemudian disusun dalam bentuk

hirarki untuk mendapatkan pertanyaan dari tujuan penelitian ini, yaitu model

pengembangan EIP di zona Industri Pringapus sebagaimana terlihat pada gambar

2.3.

34

Kawasan Industri

Berwawasan Lingkungan

Integrasi dengan

Sistem Alam

Penggunaan Air dan

Energi Berkelanjutan

Integrasi Aliran

Material dan

Pengelolaan Limbah

Efektivitas

Pengelolaan Kawasan

Pembangunan

Infrastruktur

Integrasi dengan

Masyarakat

Meng Hijaukan

Industri yang Sudah

Ada

Menerapkan Simbiosis

Industri

Pembangunan

Kawasan Baru

Pelibatan Masyarakat

dalam Kegiatan

Industri

TUJUAN

KRITERIA

STRATEGI

Gambar 2.3 Struktur Hirarki Pengembangan EIP di zona Industri Pringapus