bab ii tinjauan pustaka - perpustakaan digital itb ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan,...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Komposisi Sampah
Sampah menurut SNI 19-2454-1991 (3) tentang cara pengelolaan sampah
perkotaan didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan
zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah
umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon,
kertas/karton, plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb.
Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai
berikut:
a. Sampah organik, atau sampah basah yang terdiri atas daun-daunan, kayu, kertas,
karton, tulang, sisa-sisa makanan ternak, sayur, buah, dan lain-lain.
b. Sampah anorganik atau sampah kering: yang terdiri atas kaleng, plastik, besi dan
logam lainnya, gelas, mika atau bahan-bahaan, kadang ketas dimasukkan dalam
kelompok ini.
Komposisi sampah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Cuaca: di daerah yang kandungan airnya tinggi, kelembaban sampah juga akan
cukup tinggi.
2. Frekuensi pengumpulan: semakin sering sampah dikumpulkan maka semakin
tinggi tumpukan sampah terbentuk.
3. Musim: jenis sampah akan ditentukan oleh musim buah-buahan yang sedang
berlangsung.
4. Pendapatan per kapita: masyarakat dari tingkat ekonomi lemah akan menghasilkan
total sampah yang lebih sedikit dan homogen.
5. Kemasan produk: kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga akan
mempengaruhi. Negara maju akan lebih banyak menggunakan kertas sebagai
pengemas, sedangkan negara berkembang lebih banyak menggunakan plastik
sebagai pengemas.
II-1
II.2 Karakteristik Sampah
Selain komposisi, maka karakteristik lain yang biasanya ditampilkan dalam
penanganan sampah adalah karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik tersebut
sangat bervariasi, tergantung pada komponen-komponen sampah. Karakteristik
sampah dapat dikelompokkan menurut sifatnya-sifatnya seperti :
Karakteristik fisika: yang paling penting adalah densitas, kadar air, kadar volatil,
kadar abu, nilai kalor dan distribusi ukuran.
Karakteristik kimia: khususnya yang menggambarkan susunan kimia sampah
tersebut yang terdiri dari unsur C, N, O, P, H, S, dan sebagainya.
(Damanhuri, Enri & Padmi Tri, 2004)
II.3 Teori Dasar Thermal Processing
Proses thermal dari sampah padat, digunakan untuk mereduksi volume dan
recovery energi. Proses thermal pada pengolahan limbah padat dapat didefinisikan
sebagai, proses konversi dari sampah padat menjadi gas, cair dan hasil konversi
padatan, dengan melepaskan energi panas.
II.3.1 Pembakaran (Combustion)
Pembakaran sempurna (complete combustion) terdiri dari proses oksidasi cepat
suatu bahan combustible menjadi CO2 yang tidak berbahaya dan H2O diiringi
pelepasan energi panas dan cahaya. Ada beberapa komponen yang terlibat dalam
proses pembakaran:
Komponen pertama adalah bahan bakar, substansi yang mengandung energi energi
yang kaya akan ikatan karbon-karbon C-C dan ikatan karbon-hidrogen C-H. Saat
berlangsung pembakaran, ikatan tersebut akan lepas dan energi kimia akan
terlepas sebagai panas.
Komponen kedua yaitu oxidant, substansi yang melepas ikatan C-C dan C-H pada
bahan bakar. Contoh oxidant yang umum adalah oksigen.
Komponen ketiga adalah diluent, yaitu substansi yang tidak mengambil tempat
dalam pembakaran tetapi hadir saat pembakaran berlangsung.
II-2
Ada dua hal yang selalu terjadi pada saat pembakaran berlangsung (Wardana,
1996:11) yaitu :
Komposisi spesies campuran berubah terhadap waktu, dan perubahan ini
disebabkan oleh proses pada tingkat molekuler.
Ikatan-ikatan molekul yang lemah lepas kemudian digantikan oleh ikatan yang
lebih kuat. Kelebihan energi ikatan dilepaskan dalam sistem yang biasanya
menyebabkan kenaikan suhu.
Reaksi dasar pembakaran :
Bahan bakar + Oksidator + ignition Produk pembakaran II.3.2 Stoikiometri pembakaran Pembakaran stoikiometri adalah reaksi antara bahan bakar dan pengoksidasi
sehingga menghasilkan hasil pembakaran dan energi panas. Pengoksidasi yang biasa
digunakan adalah udara dengan komposisi utama oksigen 21% dan nitrogen 78%.
Pada stoikiometri pembakaran material yang combustible membutuhkan sejumlah
oksigen untuk melakukan pembakaran yang lengkap. Jika jumlah suplai oksigen
berlebihan (untuk pembakaran lengkap) maka kelebihan jumlah tersebut tidak akan
dipakai untuk reaksi, akan tetapi hanya akan lewat saja di zona pembakaran. Disisi
lain defisiensi oksigen dalam pembakaran akan meyebabkan material tidak akan
terbakar.
Tabel 2.1 Substansi Dalam Pembakaran
Chemical Physical
Name Molecular Formula
Atomic Weight
Molecular Weight
Spesific Weight lb/ft3
Spesific volume ft3/lb
Heating value Btu/lb State
Air - - 29 0,075 13,28 - gas Carbon C 12 12 - - 14,54 solid Carbon dioxide CO2 - 44 0,114 8,75 - gas Carbon monoxide CO - 28 0,073 13,75 4,355 gas Hydrogen H2 1 2 0,005 192,52 62 gas Nitrogen N2 14 28 0,073 13,75 - gas Oxigen O2 16 32 0,083 12,03 - gas Sulfur S2 32 64 - - 4,05 solid Sulfur dioxide SO2 - 64 0,166 6,02 - gas Water Vapours H2O - 18 0,037 26,8 -
vapor
Sumber : www.digitalengineeringlibrary.com
II-3
Reaksi dasar stoikiometri pembakaran dari substansi yang terlibat dalam
pembakaran diantaranya adalah:
Untuk karbon : C + O2 CO2
2C + O2 2CO
2CO + O2 2CO2
Untuk hidrogen : 2H2 + O2 2H2O
Untuk sulfur : S + O2 SO2
2S + 3O2 2SO2
Parameter utama dalam pembakaran yang harus diperhatikan agar proses
penghancuran materi dapat berlangsung dengan baik diantaranya adalah:
Turbulensi antara udara dan bahan bakar
Udara dan bahan bakar harus dapat tercampur dengan baik, karena setiap partikel
pembakaran harus kontak dengan baik dengan oksigen yang ada di udara selama
pembakaran berlangsung. Jika distribusi udara dan tingkat pencampuran udara
rendah, maka akan terjadi kelebihan udara pada sebagian zona pembakaran dan
terjadi defisiensi di bagian lain.
Temperatur pembakaran
Pada praktek pembakaran dilapangan kadang didapatkan kondisi dimana material
dalam pembakaran telah kontak dengan udara, akan tetapi material tersebut masih
belum terbakar. Dalam hal ini sebetulnya reaksi kimia telah terjadi, tetapi berjalan
sangat lambat. Atau bisa disebut reaksi yang terjadi hanyalah reaksi oksidasi
bukan reaksi pembakaran. Udara yang dipasok akan menaikkan temperatur karena
proses oksidasi materi organik bersifat eksotermis.
Ketika material yang dapat terbakar (combustible) mencapai temperatur ignition,
akan terjadi reaksi percepatan oksidasi dan reaksi inilah yang disebut reaksi
pembakaran. Reaksi pembakaran adalah reaksi cepat yang terjadi antara oksigen
dan material combustible dari bahan bakar. Oleh karena itu penting mengatur
turbulensi antara udara dan bahan bakar pada temperatur yang cukup tinggi agar
dapat mendukung terjadinya pembakaran yang lengkap.
II-4
Waktu kontak
Suplai udara, pencampuran (mixing), dan temperatur akan meningkatkan laju
reaksi dari pembakaran. Hal penting lain yang harus diperhatikan agar reaksi
pembakaran dapat berlangsung sempurna adalah adanya waktu yang cukup. Jika
beban pembakaran tinggi maka akan dibutuhkan waktu yang cukup lama juga agar
semua proses dalam pembakaran dapat berlangsung dengan baik. Jika waktu
pembakaran tidak cukup maka akan ada materi yang tidak terbakar.
Pembakaran (combustion) sampah padat dapat didefinisikan sebagai proses
thermal dari sampah padat oleh oksidasi kimia dengan adanya suplai jumlah udara.
Produk akhir dari pembakaran limbah padat adalah gas panas hasil pembakaran, yang
biasanya mengandung gas nitrogen, karbon monoksida, dan uap air, serta hasil yang
tidak dapat terbakar berupa abu (ash).
Proses yang terjadi dalam pembakaran sampah biasanya terbagi dalam tiga
tahapan. Tiga tahapan tersebutlah yang akan menentukan jenis pencemar yang akan
dihasilkan dan tingkat efisiensi pembakaran sampah. Tiga proses yang akan terjadi
diantaranya adalah:
Mula-mula membuat air dalam sampah menjadi uap air, hasilnya limbah menjadi
kering yang akan siap terbakar.
Selanjutnya terjadi proses pirolisis dimana suhu pembakaran belum terlalu tinggi.
Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna.
Agar proses optimal maka ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam
menjalankan suatu proses pembakaran sampah padat antara lain :
Aspek keterbakaran : menyangkut nilai kalor, kadar air, dan kadar abu dari
buangan padat, khususnya smapah.
Aspek keamanan : menyangkut titik nyala, tekanan uap, deteksi logam berat, dan
operasional pembakaran.
Aspek pencegahan pencemaran udara : menyangkut penanganan debu terbang, gas
toksik, dan uap metalik.
(Damanhuri, Enri & Padmi Tri, 2004)
II-5
II.3.3 Kebutuhan Udara Karena sampah padat tidak konsisten, maka tidak akan mudah untuk
membakar sampah dengan kondisi udara yang sesuai dengan stoikiometri. Pada praktek sistem pembakaran, suplai udara harus cukup untuk dapat melakukan mixing dan menciptakan kondisi turbulen, hal tersebut dimaksudkan agar udara dapat mencukupi untuk seluruh materi yang akan dibakar. Kelebihan udara akan menyebabkan adanya kelebihan gas panas yang akan dibuang, sehingga efisiensi pembakaran akan menurun. Jika yang terjadi sebaliknya, kurangnya suplai udara maka sebagian material yang akan dibakar hanya sebagian bagian saja yang dapat terbakar sehingga efisiensi pembakaran juga akan menurun. Oleh karena itu penting untuk mengatur proporsi udara dalam pembakaran untuk mendapatkan efisiensi pembakaran yang tinggi. Suplai udara yang diberikan akan mempengaruhi temperatur dan komposisis dari hasil pembakaran.
II.4 Pembakaran Terbuka (open burning)
Di beberapa negara berkembang seperti Indonesia , selain menggunakan teknologi landfiling dan open dumping dalam pengolahan sampah rumah tangganya, biasanya juga dengan pembakaran terbuka atau open burning. Komposisi sampah domestik yang dibakar biasanya terdiri dari sampah jenis plastik, kayu, sampah makanan, gelas, kaleng bekas,dan beberapa jenis logam. Dasar mereka melakukan pembakaran terbuka (open burning) untuk mengolah sampah rumah tangga adalah karena cara ini relatif mudah, sudah menjadi kebiasaan masyarakat dan karena biaya pengelolaan sampah yang mahal. Ada beberapa negara yang melarang penduduknya untuk melakukan pembakaran terbuka, biasanya adalah negara maju.
Gambar 2.1 Pembakaran Sampah di Udara Terbuka
II-6
Emisi dari pembakaran terbuka sampah domestik akan dibuang ke udara dan
emisi tersebut akan turun dengan adanya proses pengenceran dengan dispersi. Akan
tetapi, pada temperatur pembakaran yang rendah dan kurangnya oksigen bergabung
dengan pembakaran akan menyebabkan terjadinya pembakaran tidak sempurna dan
akan meningkatnya emisi polutan yang dihasilkan.
Sub kategori dari pembakaran terbuka meliputi pembakaran sampah padat
domestik kota atau Municipal Solid Waste (MSW), sampah pekarangan, dan sampah
hasil pembukaan hutan atau lahan terbuka.
Sampah domestik kota (Municipal Solid Waste) adalah sampah tidak
berbahaya yang dihasilkan dari aktivitas domestik penduduk. MSW meliputi kertas,
plastik, logam, kayu, kaca, karet, kulit, tekstil dan sampah makanan. Biasanya
pembakaran sampah ini dilakukan secara individual. Beberapa negara melarang
pembakaran terbuka secara on-site. Biasanya pembakaran tersebut dilakukan didaerah
rural urban, dimana pembakaran sampah akan lebih murah daripada menggunakan
landfilling.
Emisi yang dikeluarkan dari pembakaran terbuka dipengaruhi oleh hal-hal
sebagai berikut, diantaranya :
1. Faktor proses
Meliputi : jenis sampah yang dibakar, jenis api, jenis bahan bakar yang digunakan
dan juga efisiensi pembakaran. Efisiensi pembakaran adalah proporsi dari sampah
yang terbakar sempurna dari total keseluruhan sampah yang dibakar.
2. Kondisi udara
Hal-hal yang menentukan emisi gas buang pada pembakaran terbuka yang
berhubungan dengan kondisi udara meliputi: suhu udara, kelembaban udara,
musim, dan lain-lain. Pada kondisi udara dengan suhu yang sangat panas, di
beberapa negara melarang melakukan pembakaran terbuka, walaupun saat kondisi
udara biasa diperbolehkan. Untuk inventori emisi, pada musim panas akan
menghasilkan emisi yang lebih kecil dari emisi pada kondisi normal. Kondisi
udara yang buruk dapat meningkatkan emisi dari pembakaran terbuka.
II-7
3. Kontol teknik.
Kontrol teknik yang paling efektif untuk pembakaran terbuka adalah larangan
untuk melakukan pembakaran terbuka dan memilih metode lain selain
pembakaran terbuka untuk mengolah sampah misalnya dengan pembakaran yang
lebih ramah lingkungan yaitu dengan menggunakan insinerator yang dilengkapi
dengan alat pengendali emisi gas buang sisa pembakaran.
II.5 Karakterisasi Emisi
Pencemaran udara dapat didefinisikan sebagai hadirnya substansi di udara
dalam konsentrasi yang cukup untuk menyebabkan gangguan pada manusia, hewan,
tanaman maupun material. Substansi ini bisa berupa gas, cair maupun partikel padat.
(Cooper,1994).
II.5.1 Karbon Monoksida (CO)
II.5.1.1 Sifat dan Karakteristik
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senjawa karbon monoksida
(CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2)
sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang
tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak
berwarna. Karbon Monoksida merupakan pencemar udara yang paling besar dan
umum dijumpai. Sebagian besar CO terbentuk akibat proses pembakaran bahan-bahan
karbon yang digunakan sebagai bahan bakar, secara tidak sempurna, misalnya dari
pembakaran bahan bakar minyak, pemanas, proses-proses industri dan pembakaran
sampah. Kegiatan dalam sektor industri perminyakan merupakan kegiatan yang
menimbulkan emisi CO dalam jumlah yang signifikan.
II.5.1.2 Sumber dan Distribusi
Karbon monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi
sumber utamanya adalah dari kegiatan manusia, Karbon monoksida yang berasal dari
alam termasuk dari lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan
dan badai listrik alam. Semua aktivitas yang melibatkan pembakaran bahan-bahan
II-8
organik merupakan sumber karbon monoksida. CO terbentuk juga dalam proses
ledakan dan secara alami.
Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang
menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari sumber
buatan diperkirakan mendekati 60 juta Ton per tahun. Separuh dari jumlah ini berasal
dari kendaraan bermotor yang menggunakan bakan bakar bensin dan sepertiganya
berasal dari sumber tidak bergerak seperti pembakaran batubara dan minyak dari
industri dan pembakaran sampah domestik. Didalam laporan WHO (1992) dinyatakan
paling tidak 90% dari CO diudara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor.
Selain itu asap rokok juga mengandung CO, sehingga para perokok dapat memajan
dirinya sendiri dari asap rokok yang sedang dihisapnya.
II.5.1.3 Dampak Kesehatan
Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya
untuk berikatan dengan haemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengakut oksigen
keseluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihaemoglobin (HbCO)
yang 210 kali lebih stabil dibandingkan oksihaemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO
yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut
dalam fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa
berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan.
II.5.1.4 Reaksi Pembentukan
Karbon monoksida terbentuk ketika karbon atau material yang mengandung
karbon terbakar dalam keadaan udara yang tidak mencukupi untuk pembakaran
tersebut. Akan tetapi walaupun jumlah dari udara sudah mencukupi CO masih dapat
terbentuk karena reaksi tidak selamanya berlangsung sempurna sehingga pembakaran
gas akan menghasilkan beberapa oksigen dan karbon bebas.
Karbon monoksida merupakan jenis gas yang terbentuk secara kinetik sebelum
terbentuknya gas karbon dioksida. Reaksi pembentukan karbon monoksida dapat
terjadi sebagai bagian dari pembentukan gas karbon dioksida pada pembakaran.
Reaksi sempurna untuk suatu senyawa hidrokarbon yang terbakar sempurna adalah :
II-9
(2.1) 2 2 2( )nHC O CO H O panas+ → + +
Secara skematik pembakaran sempurna akan menghasilkan gas karbon
dioksida. Reaksi tersebut jika pembakaran terjadi secara sempurna, sehingga gas hasil
pembakaran adalah gas karbon dioksida.
Jika reaksi berlangsung tidak sempurna (incomplete combustion) maka reaksi
yang terjadi akan berubah menjadi:
2 2 2 2793.7621x yC H nO N aCO bH O cCO nN+ + → + + + 2 (2.2)
Ketika karbon terbakar menjadi karbon monoksida (CO) pada pembakaran
tidak sempurna volume oksigen yang digunakan hanya setengah dari yang dibutuhkan
untuk pembakaran sempurna yang menghasilkan karbon dioksida (CO2), sedangkan
volume karbon monoksida (CO) yang diproduksi adalah dua kali dari oksigen yang
disuplai.
Gambar 2.2 Skematik Pembentukan Gas Karbon Monoksida dalam Pembakaran
Pada saat oksigen tidak memenuhi untuk tejadinya proses pembakaran
sempurna maka akan terbentuklah gas karbon monoksida. Hal lain yang dapat
menyebabkan terbentuknya gas karbon monoksida pada pembakaran diantaranya
adalah :
1. Kurangnya turbulensi sehingga bahan bakar dan udara tidak dapat tercampur
dengan baik pada zone pembakaran.
2. Karbon monoksida bisa terbentuk pada temperatur tinggi pada zona pembakaran,
karena terjadi reaksi dissosiasi dari CO2 menjadi CO.
II-10
Reaksi kesetimbangan yang terjadi saat terjadi pembakaran yang tidak sempurna
atau pada saat kurangnya oksigen untuk pembakaran adalah :
212
CO O CO+ 2 (2.3)
Pada suhu diatas 2000 K nilai konstanta kesetimbangan untuk CO2 diabaikan
sehingga gas CO yang terbentuk akan lebih banyak daripada gas CO2.
Tabel 2.2 Konstanta Equilibrium untuk CO - CO2
2 212
CO O CO+ T ( °K ) T ( °F ) Kp
298 77 1.2x1045
500 440 1.1x1025
1000 1340 1.7x1010
1500 2240 2.1x105
2000 3140 766 2
12
2( )p
PCOKPCO PO
=
2500 4040 28
Sumber : JANAF Thermochemicals Tables
Pada temperatur spesifik dan tekanan tertentu dapat terlihat bahwa sejumlah
CO bereaksi dengan oksigen untuk membentuk CO2 dan kesetimbangan reaksi lebih
condong ke kiri. Sehingga pada suhu yang tinggi keberadaan CO juga dapat
meningkat secara signifikan.
II.5.2 Hidrokarbon
II.5.2.1 Sifat atau Karakteristik
Hidrokarbon adalah senyawa organik yang sederhana, yang terdiri dari atom
karbon dan hidrogen. Hidrokarbon dapat berbentuk rantai lurus, rantai cabang dan
molekul yang siklik.
II-11
Gambar 2.3 Skematik Bentuk-Bentuk Hidrokarbon
Karbon mempunyai sifat tetravalen yang berarti bahwa karbon memiliki empat
elektron valensi, sedangkan hidrogen memiliki valensi satu. Walaupun senyawa
hidrokarbon hanya terdiri dari atom karbon dan hidrogen, susunan molekul-
molekulnya sedikit lebih kompleks, di mana beberapa atom karbon dan hidrogen bisa
tersusun dalam beberapa struktur yang memiliki perbedaan sifat fisik dan kimia yang
signifikan.
Tabel 2.3 Komposisi Standar Hidrokarbon C1-C5 Hidrokarbon komposisi (%) Rumus Kimia BM
Methane 70 CH4 16 Ethane 10 C2H6 30
Propane 6 C3H8 44 i-Butane 5 C4H10 60 n-Butane 5 C4H10 60 i-Pentane 2 C5H12 72 n-Pentane 2 C5H12 72
Sumber : Laporan praktikum udara
Struktur Hidrokarban (HC) terdiri dari elemen hidrogen dan karbon dan sifat
fisik HC dipengaruhi oleh jumlah atom karbon yang menyusun molekul HC. HC
adalah bahan pencemar udara yang dapat berbentuk gas, cairan maupun padatan.
II-12
Semakin tinggi jumlah atom karbon, unsur ini akan cenderung berbentuk padatan.
Hidrokarbon dengan kandungan unsur C antara 1-4 atom karbon akan berbentuk gas
pada suhu kamar, sedangkan kandungan karbon diatas 5 akan berbentuk cairan dan
padatan.
C1-C4 bersifat gas pada suhu dan tekanan ruang karena gaya tarik
antarmolekulnya (kohesi) pada kondisi tersebut tak lagi mampu menahan dinamika
pergerakan molekulnya. Karena sifatnya yang nonpolar, gaya intermolekulernya
(kohesi) menjadi rendah. Terlebih lagi jika mengandung ikatan rangkap, awan
elektron menghasilkan gaya tolak antar molekul yg membuat kohesinya lebih lemah
lagi sehingga titik didihnya lebih rendah lagi.
II.5.2.2 Sumber dan Distribusi
Sebagai bahan pencemar udara, Hidrokarbon dapat berasal dari proses industri
yang diemisikan ke udara dan kemudian merupakan sumber fotokimia dari ozon. HC
merupakan polutan primer karena dilepas ke udara ambien secara langsung,
sedangkan oksidan fotokima merupakan polutan sekunder yang dihasilkan di atmosfer
dari hasil reaksi-reaksi yang melibatkan polutan primer. Kegiatan industri yang
berpotensi menimbulkan cemaran dalam bentuk HC adalah industri plastik, resin,
pigmen, zat warna, pestisida dan pemrosesan karet. Diperkirakan emisi industri
sebesar 10 % berupa HC.
Sumber HC dapat pula berasal dari sarana transportasi. Kondisi mesin yang
kurang baik akan menghasilkan HC. Hidrokarbon juga merupakan pencemar utama
yang diemisikan oleh kendaraan bermotor dari lalu lintas di dalam perkotaan. Di
beberapa kota besar, sumber ini merupakan sumber hidrokarbon yang paling dominan,
sebagai pencemar primer dan yang memberikan kontribusi terbesar dalam pencemaran
oksidan fotokimia. Pada umumnya pada pagi hari kadar HC di udara tinggi, namun
pada siang hari menurun. Sore hari kadar HC akan meningkat dan kemudian menurun
lagi pada malam hari.
II-13
II.5.2.3 Pengaruh Kesehatan
Hidrokarbon diudara akan bereaksi dengan bahan-bahan lain dan akan
membentuk ikatan baru yang disebut polycyclic aromatic hidrocarbon (PAH) yang
banyak dijumpai di daerah industri dan padat lalulintas. Bila PAH ini masuk dalam
paru paru akan menimbulkan luka dan merangsang terbentuknya sel-sel kanker.
Semakin rendah berat molekul (BM) hidrokarbon, maka tingkat volatilitasnya
semakin tinggi. Ini berarti kecenderungannya senyawa hidrokarbon tersebut semakin
mudah menguap dan berada pada udara ambien (atmosfer). Bila terhirup dalam
jumlah yang tinggi, hidrokarbon mampu memicu Infeksi Saluran Pernafasan Atas
(ISPA), selain itu diduga pula bahwa senyawa-senyawa hidrokarbon memiliki potensi
karsinogenik.
II.5.2.4 Reaksi Pembentukan Hidrokarbon
Dalam pembakaran khususnya sampah domestik yang terdiri dari sampah
organik, akan mengandung atom karbon (C) dan uap air sebagai komponen utamanya,
dapat menghasilkan hidrokarbon bila tidak terbakar dengan sempurna.. Reaksi umum
untuk reaksi pembakaran sampah yang mengandung hidrokarbon:
(2.4) 2 2 2 2a b c dC H O N S O N HC C H O H S NH+ + → + + + + 3
N2 disertakan dalam rumus diatas untuk mengingatkan bahwa pada tiap prosess
pembakaran menggunakan udara, selalu terdapat nitrogen.
Apabila suatu senyawa hidrokarbon terbakar sempurna (bereaksi dengan
oksigen) maka hasil reaksi pembakaran tersebut adalah karbondioksida (CO2) dan air
(H2O). Walaupun rasio perbandingan antara udara dan bahan bakar (AFR/Air-to-Fuel-
Ratio) sudah tepat, tetapi tetap saja sebagian dari bahan bakar seolah-olah tetap dapat
bersembunyi dari api saat terjadi proses pembakaran dan menyebabkan emisi HC
cukup tinggi.
Emisi HC ini dapat ditekan dengan cara memberikan tambahan panas dan
oksigen diluar ruang bakar untuk menuntaskan proses pembakaran. Proses injeksi
oksigen akan dapat menekan emisi HC secara drastis.
II-14
II.6 Faktor Emisi Faktor emisi merupakan suatu nilai representatif yang menghubungkan antara kuantitas polutan yang dibuang ke atmosfer per satuan unit penghasil emisi. Faktor tersebut biasanya dirumuskan dengan pembagian antara berat polutan dengan unit berat, volume, jarak atau durasi aktivitas yang mengemisikan polutan ( misalnya : kilogram partikulat yang diemisikan per megagram batubara yang dibakar). Faktor emisi seperti suatu faktor untuk memperkirakan besarnya emisi dari satu sumber polusi udara. Di kebanyakan kasus, faktor ini merupakan rata-rata dari semua data yang tersedia yang menggambarkan kualitas udara dan umumnya diasumsikan sebagai data rata-rata representatif dalam jangka waktu yang lama untuk berbagai sumber kategori. Berdasarkan OBTF (Open Burning Test Facility), merupakan salah satu penelitian tentang pembakaran terbuka dari badan research di Triangel Park U.S, yang mengadakan simulasi pembakaran terbuka dengan melakukan pembakaran didalam suatu bilik dengan suplai udara dan energi panas yang sesuai untuk pembakaran sampah rumah tangga didapatkan persamaan yang mengkonversikan emisi pencemar yang dihasilkan dalam bentuk massa pencemar. Pada percobaan ini seluruh gas hasil pembakaran seperti karbon monoksida, karbon dioksida, sulfur dioksida, oksida nitrogen dan Total Hidrokarbon (THC) diukur secara kontinu selama percobaan.
(Sumber : Dokumen EPA, AP-42, Open Burning in Barrels)
Gambar 2.4 Simulasi Pembakaran Sampah dalam Tong (barrel)
II-15
Estimasi emisi yang dikeluarkan dari pembakaran terbuka per unit berat
sampah yang terbakar, dapat dihitung dengan menganalisa data-data yang tersedia dari
percobaan seperti, volume udara yang dimasukkan untuk melakukan pembakaran,
volume udara yang melewati tempat sampling, temperatur, tekanan barometer dan
berat sampah yang dibakar. Emisi yang dikeluarkan dari pembakaran diekpresikan
dalam berat produk yang dihasilkan per berat sampah yang dibakar.
Persamaan tersebut dirumuskan dengan :
sample OBTF
burned
C x Q x τEF =
m (2.5)
Dimana :
EF : faktor emisi (mg/kg sampah)
Csample : konsentrasi pencemar dalam sample sampah (mg/m3)
QOBTF : flow rate of dilution air into the OBTF in (m3
/min)
τ : waktu pembakaran (menit)
mburned : massa sampah yang dibakar (kg). (sumber : US-EPA Open Burning in Barrels, 2001)
Pembakaran terbuka untuk sampah domestik akan menghasilkan senyawa-
senyawa toksik yang berbahaya bagi kesehatan. Karena kondisi pembakaran di udara
tebuka, maka penyebaran senyawa toksik tersebut akan lebih luas. Menurut studi yang
dilakukan oleh Gerstle and Kemnitz, 1967 U.S. EPA (Lemieux, 1997; Lemieux et al.,
2000), dapat dilihatkan jenis-jenis senyawa toksik yang dihasilkan beserta jumlahnya,
dari pembakaran per kg sampah domestik.
II-16
Tabel 2.5 Faktor Emisi Pembakaran Sampah Domestik
( EPA 1995 dan EPA 1995a) Emission Emision
Pollutant
(lb/ton entire
refuse weight)
(lb/ton actually
burned)
Emission Factor
Source
Sulfur Oxides 1 AP-42 (EPA, 195a)
Carbon Monoxide 85 AP-42 (EPA, 195a)
Methane 13 AP-42 (EPA, 195a)
Nitrogen Oxides 6 AP-42 (EPA, 195a)
VOC 8,556 EPA 1997
PM 10 38 EPA 1997
PM 2.5 34,8 EPA 1997
Chlorobenzenes 0,0008484 EPA 1997
Benzene 2,48 EPA 1997
Acetone 1,88 EPA 1997
Styrene 1,48 EPA 1997
Phenol 0,28 EPA 1997
Diclorobenzenes 0,00032 EPA 1997
Trichlorobenzenes 0,00022 EPA 1997
Tetrachlorobenzenes 0,000148 EPA 1997
Pentachlorobemzenes 0,000106 EPA 1997
Hexachlorobenzenes 0,00044 EPA 1997
Total Polycyclic Aromatic
Hydrocarbon (PAHs) 0,132 EPA 1997
Acenaphthylene 0,022 EPA 1997
Naphthalene 0,036 EPA 1997
Phenanthrene 0,0146 EPA 1997
Total Polychlorinated Dibenxo-
p-dioxins(PCDD) 0,000076 EPA 1997
Total Polychlorinated Dibenxo
furans (PCDF) 0,0000122 EPA 1997
Total Polychlorinated biphenyls
(PCB) 0,00572 EPA 1997
Hydrogen Chloride (HCL) 0,568 EPA 1997
Hydrogen Cyanide (HCN) 0,936 EPA 1997
Sumber : Open Burning, EPA, Revised Final, 2001
II-17
Pada database AP-42 dijelaskan hasil dari perhitungan faktor emisi dalam
suatu range dari A sampai dengan E, dengan A sebagai nilai yang terbaik. Rating nilai
faktor emisi merupakan indikator umum yang menunjukkan keandalan nilai faktor
tersebut. Data test dari A sampai D, adalah data yang dapat dianjurkan.
Keterangan dari kualitas nilai data tersebut diantaranya :
A - Excellent. Faktor ditentukan dari rating A dan B dari sumber data tes yang diambil
secara acak dari seluruh fasilitas dalam suatu populasi industri. Sumber
pengelompokan kategori cukup spesifik untuk meminimasi keragaman.
B - Above average. Faktor ditentukan dari rating A atau B dari data test dengan angka
tertentu dari fasilitas yang ada. Walaupun tidak ada bias spesifik yang terbukti,
tidaklah jelas apakah tes fasilitas merepresentasikan sebuah contoh yang acak pada
industri. Seperti pada rating A, sumber pengelompokan kategori cukup spesifik
untuk meminimasi keragaman.
C - Average. Faktor ditentukan dari rangking A-, B-, dan atau C data tes dari jumlah
yang beralasan dari fasilitas. Walaupun tidak ada bias spesifik yang terbukti,
tidaklah jelas apakah tes fasilitas merepresentasikan sebuah contoh yang acak pada
industri. Seperti pada rating A, sumber pengelompokan kategori cukup spesifik
untuk meminimasi keragaman.
D - Below average. Faktor ditentukan dari rating A atau B dari data test dengan angka
yang kecil dari fasilitas yang ada dan ada beberapa alasan sebagai dasar bahwa
fasilitas tidak dapat menggambarkan sample acak dari industri. Ada kemungkinan
ada bukti keragaman dalam sumber polusi.
E - Poor. Faktor ditentukan dari rangking C- dan D- data tes, dan memungkinkan
bahwa tes fasilitas tidak merepresentasikan sample acak dari industri. Ada
kemungkinan ada bukti keragaman dalam sumber polusi.
Data kualitas hasil pengukuran yang akan di gunakan untuk penentuan faktor
emisi juga memiliki peringkat, yaitu sebagai berikut :
A= data didapatkan dengan metode yang sesuai dan dilaporkan dengan cukup detail
dan lengkap untuk keperluan validasi
B = data didapatkan dengan metode yang sesuai, namun kurang lengkap untuk
validasi
II-18
C = data didapat dengan metodologi baru dan belum diterima atau kurangnya alasan
yang signifikan sebagai latar belakang informasi.
D = data didapat dengan metode yang tidak dapat di terima, namun metode tersebut
dapat memberikan informasi tentang kualitas sumber emisi.
II.7 Inventarisasi Emisi
Inventarisasi emisi adalah basis data mengenai sumber-sumber pengemisi
pencemar udara yang komprehensif yang dilengkapi dengan nilai beban pencemar
untuk tiap-tiap parameter yang diinventarisasi yang terdapat pada suatu lokasi
geografis dan pada periode waktu tertentu. Inventarisasi emisi umumnya meliputi
beberapa pencemar kriteria seperti TSP, PM10, HC, NOx, SO2 dan CO.
Persamaan umum yang biasanya digunakan untuk menggambarkan emisi
adalah :
E = A x EF x (1-ER/100) Dimana :
E = emisi
A = rerata aktivitas
EF = faktor emisi, (g/kg)
ER =Reduksi emisi keseluruhan (%) (Sumber: US-EPA Open Burning in Barrels).
Tujuan dan kegunaan pembaharuan data inventarisasi emisi adalah:
• Pengkajian kualitas udara
• Pengamatan trend emisi
• Input pemodelan kualitas udara
• Mengevaluasi skenario di masa yang akan datang, seperti memprediksi dampak
suatu rencana aksi pengelolaan terhadap perbaikan kualitas udara, dampak adanya
sumber pengemisi baru, atau skenario penurunan emisi.
II-19