bab ii tinjauan pustaka - umprepository.ump.ac.id/3540/3/irsyad sidik_bab ii.pdf · 2017. 8....
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai tinjauan fatwa terhadap akad murabahah dan
wakalah ataupun akad lain sebelumnya sudah ada beberapa yang dilakukan
dan ditulis secara teoritis di dalam literatur. Namun, dari beberapa penelitian
tersebut belum ada yang secara khusus meneliti akad produk pembiayaan iB
MUM pada Bank Muamalat cabang Purwokerto. Berikut beberapa penelitian
terdahulu.
Penelitian mengenai aplikasi murabahah dengan wakalah dilakukan
oleh Hopi Ludhin dengan judul “Aplikasi Murabahah dengan Sistem Akad
Wakalah di Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah Bhakti Sumekar Sumenep
dalam Perspektif Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah”. Hasil peneltian tersebut
menunjukkan bahwa aplikasi murabahah dengan sistem wakalah yang ada
di BPRS Bhakti Sumekar Sumenep tidak sejalan dengan fatwa DSN
Muinomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah. Karena, akad
murabahah dilakukan ketika barang belum secara prinsip menjadi milik bank
sedangkan bank memberikan kuasa pada nasabah untuk melakukan
pembelian barang. Hal ini dalam fatwa DSN MUI tentang murabahah dan
dalam fikih Islam tidak diperbolehkan, karena syarat sahnya murabahah salah
satunya adalah harus mengetahui harga pertama. Dan jika barang belum
7
Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017
8
secara prinsip menjadi milik bank, maka secara otomatis nasabah tidak bisa
mengetahui harga pertama barang (Hopi Ludhin, 2011).
Penelitian berikutnya oleh Marlina Navitri skripsi dengan judul
“Tinjauan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional terhadap Pembiayaan Murabahah
dan Wakalah (Studi Kasus di BMT Istiqomah Karangrejo Tulungagung”.
Hasil penelitinya, BMT Istiqomah Tulungagung Karangrejo tidak melakukan
pembiayaan murabahah sesuai fatwa DSN dkarenakan beberapa faktor
diantaranya, nasabah yang rata-rata berasal dari kalangan bawah dan belum
bisa diajak untuk menganut peraturan fatwa DSN (Marlina Navitri, 2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Fuad Noor Ghufron dengan
judul “Analisis Pembiayaan Murabahah di BMT El Labana dalam Perspektif
Fatwa DSN-MUI NO.04 TAHUN 2000”. Hasil penelitianya, secara prinsip
fatwa murabahah, BMT El Labana telah menerapkan prinsip fatwa DSN
MUI No.04 tahun 2000 tentang murabahah (Ahmad Noor Ghufron, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Evi Normah Wati dengan judul
“Praktek Denda pada Pembiayaan Murabahah di KJKS Maslahat Ummat
Semarang dalam Perspektif Fatwa DSN MUI NO.43”. Hasil penelitianya,
penentuan besranya denda pada pembiayaan murabahah tidak sesuai dengan
fatwa DSN-MUI. Karena, dalam akad pembiayaan murabahah tersebut
seharusnya tidak dikenakan denda, akan tetapi dalam praktenya di KJKS
Maslahat Ummat Semarang, apabila anggota dalam tanggal angsuran
mengalami keterlambatan maka dikenakan denda 0,1% dikalikan hari
keterlambatan (Evi Normah Wati, 2010).
Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017
9
Penelitian lain oleh Rizka Kurnia Anggriani “Studi Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional (DSN) terhadap Aplikasi Konversi Akad pada Nasabah
yang tidak Prospektif di BMT UGT Sidogiri Cabang Waru Sidoarjo”. Hasil
penelitianya, konversi akad yang diberikan kepada nasabah yang tidak
prospektif di BMT UGT Sidogiri Cabang Waru Sidoarjo tidak sesuai
dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.49/DSN-MUI/II/2005,
ketidaksesuaiannya yakni konversi akad tersebut diberikan kepada
nasabah yang tidak prospektif (Rizka Kurnia Anggriani, 2014).
B. Landasan Teori
1. Bank Syari’ah
a. Pengertian bank syari’ah
Bank syari’ah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi
sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak
yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainya
sesuai dengan hukum Islam. Selain itu, bank syari’ah biasa disebut
Islamic banking atau interest fee banking, yaitu suatu sistem
perbankan dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan
sistem bunga (riba), spekulasi (maysir), dan ketidakpastian atau
ketidakjelasan (Zainudin Ali, 2008: 1).
Pengertian bank syari’ah juga terdapat dalam UU No. 21
Tahun 2008 tentang perbankan syari’ah yaitu bahwa Bank syari’ah
adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip syari’ah (Andri Soemitra, 2009: 61).
Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017
10
b. Kegiatan dan Usaha pada Bank Syari’ah
Kegiatan dan usaha bank syari’ah akan selalu berkait dengan
komoditas, anatara lain: pemindahan uang, menerima dan
pembayaran kembali uang dalam rekening koran, mendiskonto surat
wesel, surat order maupun surat-surat berharga lainya, membeli dan
menjual surar-surat berharga, membeli dan menjual cek wesel, surat
wesel, dan kertas dagang, memberi kredit, dan memberi jaminan
(Heri Sudarsono, 2012: 29).
2. Akad
a. Pengertian Akad
Kata akad berasal dari bahasa Arab al-„aqd yang secara
etimologi berarti perikatan, perjanjian, dan permufakatan (al-ittifaq).
Secara terminologi fikih, akad didefinisikan dengan:
“Pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan kabul
(pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syari’at
yang berpengaruh kepada objek perikatan” (Abdul Rahman Ghazaly
dkk, 2010: 50-51).
b. Rukun-rukun Akad
1) „Aqid, adalah orang yang berakad;
2) Ma‟uqud „alaih, ialah benda-benda yang diakadkan;
3) Maudhu‟ al-„aqad, yaitu tujuan atau maksud pokok yang
mengadakan akad.
Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017
11
4) sighat al-„aqd, ialah ijab kabul (Abdul Rahman Ghazaly dkk,
2010: 51-53).
3. Murabahah
a. Pengertian Murabahah
Secara etimologi, Murabahah berasal dari kata ribh yang
bermakna tumbuh dan berkembang dalam perniagaan
(keuntunganya). Perniagaan yang dilakukan mengalami
perkembangan dan pertumbuhan (Dimyauddin Djuawini, 2008:
103). Murabahah biasa disebut juga disebut juga ba‟ bitsmanil ajil
dan Murabahah sendiri berarti saling menguntungkan. Secara
sederhana murabahah berarti jual beli barang ditambah keuntungan
yang disepakati (Mardani, 2012: 136).
Secara terminlogi, Murabahah berarti akad jual beli atas
suatu barang, dengan harga yang disepakati antara penjual dan
pembeli, setelah sebelumnya penjual menyebutkan dengan
sebenarnya harga perolehan atas barang tesebut dan besarnya
keuntungan yang diperolehnya (Veithzal Riva’i, 2008: 145).
Akad murabahah ini pada mulanya digunakan untuk
bertransaksi dengan anak kecil atau dengan orang yang kurang
akalnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari mereka dari penipuan.
Dewasa ini, akad muarabah pun digunakan dalam praktik perbankan
syari’ah, karena nasabah diasumsikan tidak begitu mengetahui teknis
perhitungan bagi hasil (dengan demikian dapat dianalogikan sebagai
Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017
12
orang yang kurang mengerti, seperti anak kecil). Jadi bank syari’ah
memberitahukan tingkat keuntungan yang diambilnya kepada
nasabah (Adiwarman Azwar Karim, 2011: 73).
b. Dasar hukum murabahah
Al-Qur’an bagaimanapun juga tidak pernah secara langsung
membicarakan tentang murabahah, meski di sana telah dijelaskan
tentang acuan jual beli, laba, rugi dan perdagangan. Demikian pula
tidak ada hadis yang memiliki rujukan langsung kepada murabahah.
Imam Syafi’i dan Imam Malik yang secara khusus mengatakan
bahwa jual beli murabahah adalah halal, tidak memperkuat pendapat
mereka dalam satu hadis pun. Mengingat tidak adanya rujukan baik
di dalam al Qur’an maupun hadis sahih yang diterima umum, para
fuqaha harus membenarkan murabahah dengan dasar yang lain.
(Veithzal Riva’i, 2008: 145).
Namun demikian, murabahah merupakan salah satu bentuk
jual beli (al bai‟), sehingga Murabahah memiliki landasan atau dasar
hukum yang sama dengan jual beli secara umum dalam al-Qur’an
dan sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam. Terdapat
beberapa ayat al-Qur’an dan Hadis Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wasallam yang berbicara tentang jual beli, antara lain:
1) Surat al-Baqarah ayat 275:
Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017
13
275. Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-
orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,
lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa
yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali
(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya.
2) Hadis riwayat Bukhari:
“Dari Jabir Radhiyallahu Anhu, katanya: Rasulullah SAW
bersabda: „Allah mengasihani seseorang yang murah hati bila
menjual, bila membeli dan bila menawar.” (Mardani, 2011: 177)
c. Rukun dan syarat murabahah
Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017
14
Perjanjian jual beli (murabahah) merupakan perbuatan
hukum yang mempunyai konsekuensi terjadinya peralihan hak atas
sesuatu barang dari pihak penjual kepada pihak pembeli, maka
dengan sendirinya dalam perbuatan hukum ini haruslah dipenuhi
rukun dan syarat sahnya jual beli (Suwardi Lubis & Farid Wajdi, 2012:
140) yang mana merupakan rukun dan syarat sahnya murabahah
pula, sehingga murabahah itu nantinya dapat dikatakan sah secara
hukum dan oleh syara‟. Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun
murabahah itu ada tiga (Abdul Rahman Ghazaly, 2010: 71), yaitu:
1) Ada orang yang berakad atau al-muta‟aqidain (penjual dan
pembeli).
2) Ada shighat (lafal ijab dan kabul).
3) Ada obyek/barang yang diperjualbelikan.
Selain rukun murabahah di atas, harus direalisasikan pula
beberapa syaratnya yang berkaitan dengan subjek, objek, dan ijab
kabulnya:
1) Tentang subjeknya.
Subjek/Orang yang diperbolehkan untuk menjalankan
akad murabahah ialah oarng memenuhi beberapa kriteria
sebagai berikut (Muhammad Arifin Badri, 2015: 104-108):
a) Telah baligh.
b) Mampu membelanjakan hartanya dengan baik.
c) Berakal sehat.
Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017
15
d) Dasar suka sama suka.
2) Tentang objeknya.
Objek jual beli di sini maksudnya adalah benda yang menjadi
sebab terjadinya jual beli. Syarat terkait objek murabahah
adalah sebagai berikut:
a) Barang yang menjadi objek murabahah harus halal.
b) Milik Orang yang melakukan akad.
c) Dapat dimanfaatkan.
d) Diketahui.
e) Dapat diserahkan.
3) Tentang ijab kabulnya.
Tidak ada ucapan tertentu yang harus diucapkan dalam
transaksi jual beli, sehingga ucapan apa saja yang menunjukan
akad jual beli, maka terjalinlah denganya transaksi jual beli
(Muhammad Arifin Badri, 2015: 97-98).
Adapun syarat khusus yang hanya ada pada jual beli
murabahah, dan tidak terdapat pada jual beli lain adalah sebagai
berikut:
1) Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal dan
biaya-biaya lain yang laizim dikeluarkan dalam jual beli pada
suatu komoditas, semuanya harus diketahui oleh pembeli saat
transaksi. Ini merupakan suatu syarat sah Murabahah (Mardani,
2012: 137). Jika modal/harga beli tidak dijelaskan kepada
Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017
16
pembeli, dan ia telah meninggalkan majlis, maka jual beli
dinyatakan rusak dan akadnya batal (Dimyauddin Djuwaini,
2008: 108).
2) Adanya informasi yang jelas tentang margin (keuntungan), baik
nominal maupun presentase sehingga diketahui oleh pembeli
sebagai salah satu syarat sah Murabahah (Mardani, 2012: 137).
Margin juga merupakan bagian dari harga, karena harga pokok
plus margin merupakan harga jual, dan mengetahui harga jual
merupakan syarat sahnya jual beli (Dimyauddin Djuwaini, 2008:
108).
d. Aplikasi Murabahah dalam Perbankan
Menurut Veitzal rivai dalam bukunya (2008: 147-148),
aplikasi murabahah dalam perbankan syari’ah meliputi beberapa hal
berikut:
1) Murabahah adalah akad jual beli antara lembaga keuangan dan
nasabah atas suatu jenis barang tertentu dengan harga yang
disepakati bersama. Lembaga keuangan akan mengadakan
barang yang dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah dengan
harga setelah ditambah keuntungan yang disepakati.
2) Guna memastikan keseriusanya untuk membeli, bank dapat
mensyaratkan nasabah agar terlebih dahulu membayar uang
muka.
Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017
17
3) Nasabah membayar kepada bank atas harga barang tersebut
(setelah dikurangi uang muka) secara angsuran selama jangka
waktu yang disepakati, dengan memperhatikan kemampuan
mengangsur ataupun arus kas usahanya. Pembayaran secara
angsuran ini dikenal dengan istilah bai‟u bitsaman ajil (BBA).
4) Baik harga jual maupun besar angsuran yang telah disepakati
tidak berubah hingga akad pembiayaan berakhir.
5) Tidak ada denda atas keterlambatan pembayaran angsuran
(penalty ove).
Gambar 2.1. Skema Murabahah dalam Perbankan
(Sumber: Veitzal rivai, 2008: 147-148)
(1) Negoisasi
(2) Akad Murabahah
Penjual
Barang
(4) Bayar Kewajiban Pembeli
Kirim barang
& dokumen
(3)
Terima barang
& dokumen
(3a)
Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017
18
4. Wakalah
a. Pengertian Wakalah
Secara bahasa kata al-wakalah atau al-wikalah berarti al-
Tahwidh (penyerahan, pendelegasian dan pemberian mandat) seperti
perkataan : “Aku serahkan urusanku kepada Allah”.
Secara terminologi, menurut Abdul Rahman Al-Ghazaly
dalam bukunya (2010: 187) mendefinisikan, wakalah adalah Sebuah
transaksi di mana seseorang menunjuk orang lain untuk
menggantikan dalam mengerjakan pekerjaanya/perkaranya ketika
masih hidup. Sedangkan menurut Heri Sudarsono dalam bukunya
juga (2012: 84) mendefinisikan wakalah sebagai Pelimpahan
kekuasaan oleh seorang sebagai pihak pertama kepada orang lain
sebagai pihak kedua dalam ha-hal yang diwakilkan.
b. Dasar Hukum Wakalah
1) Surat Al-Kahfi ayat 19:
Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017
19
19. Dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka
saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah
seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada
(disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau
setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih
mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka
suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota
dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat
manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia
membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku
lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu
kepada seorangpun.
3) Hadis Riwayat Abu Dawud
“Dari Jabir Radhiyallahu Anhu ia berkata: Aku keluar pergi ke
khaibar, lalu aku datang kepada Rasulullah SAW maka beliau
bersabda, „Bila engkau datang pada wakilku di Khaibar, maka
ambillah darinya 15 wasaq.” (Mardani, 2011: 195)
c. Rukun dan Syarat Wakalah
Abdul Rahman Ghazaly dalam bukunya menyebutkan
beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam wakalah
(2010: 189-190), sebagai berikut:
1) Orang yang mewakilkan (muwakkil) syaratnya dia berstatus
sebagai pemilik urusan/benda dan menguasainya.
2) Wakil (orang yang mewakili) syaratnya ialah orang berakal.
3) Muwkkal fih (sesuatu yang diwakilkan), syaratnya:
a) Pekerjaan/urusan itu dapat diwakilkan atau digantikan oleh
orang lain.
Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017
20
b) Pekerjaan itu dimiliki oleh muwakkil sewaktu akad
wakalah.
c) Pekerjaan itu diketahui secara jelas. Maka tidak sah
mewakilkan sesuatu yang masih samar.
d) Shghat: Shighat hendaknya berupa lafal yang menunjukan
arti “mewakilkan” yang diiringi kerelaan dari muwakkil.
d. Berakhirnya Akad Wakalah
Transaksi wakalah dinyatakan berakhir atau tidak dapat
dilanjutkan dikarenakan oleh salah satu sebab di bawah ini:
1) Matinya salah seorang dari yang berakad.
2) Bila salah satunya gila.
3) Pekerjaan yang dimaksud dihentikan.
4) Pemutusan oleh muwakkil terhadap wakil, meskipun wakil tidak
mengetahui (menurut Syafi’i dan Hambali) tetapi menurut
Hanafi wakil wajib tahu sebelum ia tahu maka tidakanya seperti
sebelum ada pemutusan.
5) Wakil memutuskan sendiri. Menurut Hanafi tidak perlu
muwakkil mengetahuinya.
6) Keluarnya orang yang mewakilkan (muwakkil) dari status
pemilikan (Abdul Rahman Ghazaly, 2010: 190).
5. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia
a. Pengertian Fatwa
Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017
21
Definisi fatwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
yaitu: (1) jawaban berupa keputusan atau pendapat yang diberikan
oleh mufti/ahli tentang suatu masalah; dan (2) nasihat orang
alim; pelajaran baik; dan petuah.
Dalam definisi klasik fatwa adalah jawaban resmi terhadap
pertanyaan dan persoalan yang menyangkut masalah hukum.
Fatwa berasal dari kata bahasa arab al-ifta’, al-fatwa yang
secara sederhana berarti “pemberian keputusan”. Fatwa bukanlah
sebuah keputusan hukum yang dibuat dengan gampang, atau yang
disebut dengan membuat hukum tanpa dasar. Dari sini dimengerti
bahwa fatwa pada hakikatnya adalah memberi jawaban hukum
atas persoalan yang tidak diketemukan dalam Alquran maupun
hadis atau memberi penegasan kembali akan kedudukan suatu
persoalan dalam kaca mata ajaran Islam (Ahyar A. Gayo, 2011: 14-
15).
b. Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Dewan Syari’ah Nasional (DSN) berada di bawah Majelis
Ulama Indonesia (MUI), dibentuk pada tahun 1999. Lembaga ini
mempunyai kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk
dan jasa dalam kegiatan usaha Bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syari’ah. DSN berwenang untuk (Suwardi
K. Lubis & Farid Wajdi, 2012: 226-227):
Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017
22
1) Memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan
duduk sebagai Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) pada suatu
lembaga keuangan syari’ah, dengan memperhatikan
pertimbangan Badan Pelaksana Harian (BPH)-DSN.
2) Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di setiap lembaga
keuangan syari’ah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak
terkait.
3) Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Bank
Indonesia dan BAPEPAM. Memberikan peringatan kepada
lembaga keuangan sayri’ah untuk menghentikan penyimpangan
dari fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
c. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor
04/IV/2000 Tentang Murabahah bagian pertama mengenai
Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah:
1) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang
bebas riba.
2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh
syari’ah Islam.
3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian
barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama
bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan
dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan
secara utang.
6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada
nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli
plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus
memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada
nasabah berikut biaya yang diperlukan.
Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017
23
7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati
tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau
kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan
perjanjian khusus dengan nasabah.
9) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk
membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli
murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip,
menjadi milik bank.
Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017