bab ii tinjauan pustaka - universitas indonesia...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DAERAH ALIRAN SUNGAI
DAS adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh
punggung-punggung gunung, yang menampung dan menyimpan air hujan untuk
kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah tersebut
dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau catchment area) yang merupakan
suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air,
dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam [3].
DAS menurut pasal 1 Undang-undang No.7 Tahun 2004 tentang sumber
daya air adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan
sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, dan
batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Sungai merupakan salah satu komponen utama ekosistem DAS. Sungai
dapat diartikan suatu jaringan waduk dan penyalur air yang berada pada satu alur
tertentu yang dibatasi oleh tebing. Secara fisiologis sungai adalah badan air yang
menerima limpasan hidrologi dalam daerah alirannya. Selain berfungsi
mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah pengaliran, sungai juga
digunakan untuk berbagai aspek seperti pembangkit tenaga listrik, pelayaran,
pariwisata, perikanan, dan lain-lain [4].
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
7
Sumber : Persentasi Local Environmental Strategies Kota Depok
Gambar 2.1 Daerah Aliran Sungai
Umumnya DAS yang semakin luas mencerminkan sungai yang semakin
besar. DAS dapat dibagi menjadi beberapa sub-DAS. Berdasarkan karakteristik
dan bentuknya, DAS dapat berbentuk seperti bulu burung, daerah pengaliran yang
menyebar, dan daerah pengaliran sejajar. Bentuk-bentuk tersebut dapat
digambarkan seperti gambar dibawah ini.
Gambar 2.2 Bentuk-bentuk DAS
(b) Menyebar (c) Sejajar (a) Bulu Burung
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
8
DAS dapat dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. Secara
biogeofisik, daerah hulu dicirikan sebagai daerah konservasi dengan kemiringan
besar, memiliki vegetasi berupa hutan, merupakan sumber erosi karena alur
sungai melalui daerah pegunungan dan mempunyai kecepatan aliran yang lebih
besar dari pada bagian hilir. Daerah hilir memilki ciri-ciri kemiringan lereng yang
relatif datar sehingga menjadi daerah pemanfaatan, jenis vegetasi didominasi oleh
tanaman pertanian. Sementara daerah bagian tengah merupakan peralihan antara
bagian hulu dan hilir, kemiringan sungai lebih landai sehingga kecepatan aliran
relatif kecil.
2.1.1 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi atau program yang
bersifat alokasi sumber daya alam dan manusia yang terdapat di daerah aliran
sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan
terjadinya kerusakan sumber daya air. Termasuk dalam pengelolaan DAS adalah
identifikasi keterkaitan antara tata guna lahan, tanah dan air, dan keterkaitan
antara daerah hulu dan hilir suatu DAS [5].
Menurut undang-undang sumber daya air, pengelolaan sumber daya air
secara menyeluruh mencakup semua bidang pengelolaan yang meliputi konservasi
pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air, serta meliputi satu sistem
wilayah pengelolaan secara utuh yang mencakup semua proses perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Sedangkan pengelolaan sumber daya air
secara terpadu merupakan pengelolaan yang dilaksanakan dengan melibatkan
semua pemilik kepentingan antar sektor dan antar wilayah administrasi (UU no.7
Tahun 2004 pasal 3)
Selain sebagai masukan untuk penyusunan rencana tata ruang wilayah,
rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai juga digunakan sebagai
masukan untuk meninjau kembali rencana tata ruang wilayah dalam hal terjadi
perubahan-perubahan,baik pada rencana pengelolaan sumber daya air maupun
pada rencana tata ruang pada periode waktu tertentu. Perubahan yang dimaksud
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
9
merupakan tuntutan perkembangan kondisi dan situasi. Dengan demikian, antara
rencana pengelolaan sumber daya air dan rencana tata ruang wilayah terdapat
hubungan yang bersifat dinamis dan terbuka untuk saling menyesuaikan (UU no.7
Tahun 2004 pasal 59)
Sedangkan pengelolaan DAS secara terpadu merupakan suatu proses
penyusunan dan penerapan suatu tindakan yang melibatkan sumberdaya alam dan
manusia di dalam DAS, dengan mempertimbangkan faktor-faktor sosial, politik,
ekonomi, lingkungan dan institusi (kelembagaan) dalam DAS, untuk mencapai
seluas mungkin mengembangkan lingkup dari tujuan masyarakat jangka pendek
dan panjang (Boehmer et.al, 1997).
Dari batasan-batasan tersebut, kata-kata penting yang menandai pengertian
pengelolaan DAS terpadu adalah :
1. Pengelolaan sumber daya alam
2. Pemenuhan kebutuhan manusia sekarang dan yang akan datang
3. Kelestarian dan keserasian ekosistem
4. Pengendalian hubungan timbal balik antara sumber daya alam dan manusia
5. Penyediaan air, pengendalian erosi dan sedimentasi
2.1.2 Sistem Hidrologi Dalam DAS
Dalam hubungannya dengan sistem hidrologi, DAS mempunyai
karakteristik yang spesifik serta berkaitan erat dengan unsur utamanya seperti
jenis tanah, tata guna lahan, topografi, kemiringan dan panjang lereng. Di antara
faktor-faktor yang berperan dalam menentukan sistem hidrologi diatas, faktor tata
guna lahan, kemiringan dan panjang lereng yang dapat direkayasa oleh manusia
(faktor lain bersifat alamiah). Dengan demikian, dalam merencanakan
pengelolaan DAS, perubahan tata guna lahan serta pengaturan kemiringan
menjadi salah satu fokus aktivitas perencanaan pengelolaan DAS [6].
Karena DAS merupakan suatu ekosistem, maka setiap ada masukan ke
dalam ekosistem tersebut dapat dievaluasi dengan cara melihat keluaran dari
ekosistem tersebut. Gambar 2.3 menunjukan proses yang berlangsung dalam suatu
ekosistem DAS. Gambar tersebut menunjukan hujan sebagai input yang
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
10
terdistribusi dalam ruang diatas permukaan DAS. Aliran yang keluar sebagai
output berupa debit aliran, yang terkonsentrasi dalam ruang di outlet DAS.
Sumber : Applied Hydrology, Ven Te Chow, 1988
Gambar 2.3 DAS sebagai Sistem Hidrologis
2.1.3 Tata Guna Lahan
Lahan adalah bentang tanah dan dapat juga merupakan suatu bagian dari
daerah aliran sungai yang terdapat diatas permukaan bumi yang sesuai bentuknya
dengan kondisi topografi daerah tersebut. Lahan dapat bermanfaat secara alami
maupun diolah terlebih dahulu sesuai dengan keperluannya.
Lahan dapat dibedakan menjadi :
1. Lahan asli
2. Lahan terbuka
Lahan asli merupakan daerah hutan yang masih ditumbuhi oleh tumbuh-
tumbuhan yang belum dijamah oleh manusia. Lahan ini banyak manfaatnya bagi
kehidupan dan lingkungan sekitar, terutama kemampuan untuk menahan air
permukaan (sehingga limpasan permukaan kecil).
Lahan terbuka merupakan lahan asli yang sudah diolah sesuai dengan
kebutuhan atau terjadi akibat pengaruh dari perubahan penggunaan lahan
sekitarnya. Kemampuan alami yang dimiliki lahan tersebut sudah berkurang
sehingga dapat menimbulkan pengaruh yang cukup besar terhdap kemampuan
menahan air permukaan, sehingga berpengaruh terhadap debit aliran di dalam
sungai.
Hujan I (t)
Aliran Keluar Q (t)
Permukaan DAS
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
11
Tata guna lahan (land use) adalah suatu kegiatan penggunaan lahan baik
secara alami maupun yang dibuat oleh manusia yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhannya atas suatu bentang alam yang kompleks. Penggunaan lahan
merupakan proses yang dinamis, mengalami perubahan secara terus-menerus,
sebagai hasil dari perubahan pola dan besarnya aktivitas manusia.
Dalam undang-undang Penataan Ruang No. 24 Tahun 1992 yang
dimaksud dengan wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-
unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan
yang secara hirarki dan struktural berhubungan satu dengan lainnya membentuk
tata ruang.
Pola pemanfaatan ruang dalam pasal 1 UU no. 24 adalah bentuk
pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran fungsi, serta karakter kegiatan
manusia dan atau kegiatan alam. Wujud pola pemanfaatan ruang diantaranya pola
lokasi, sebaran pemukiman, tempat kerja, industri, dan pertanian, serta pola
penggunaan tanah pedesaan dan perkotaan.
Tata guna tanah, tata guna air, dan tata guna udara merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang, supaya
berkelanjutan pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya lainnya untuk
kegiatan pembangunan dan peningkatan kualitas tata ruang dapat terus
berlangsung.
Dari wujud pola pemanfaatan ruang tersebut, lahan dapat dibedakan
berdasarkan penggunaannya, antara lain :
1. Lahan pemukiman
2. Lahan Industri
3. Lahan pertanian
4. Lahan berumput / padang rumput
5. Lahan keperluan kehutanan
6. Lahan transportasi
Peta tata guna lahan menunjukan pola serta intensitas penggunaan lahan.
Perbedaan intensitas tata guna lahan mempengaruhi volume air hujan yang
mengalir dipermukaan dan yang kemudian masuk kedalam badan sungai.
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
12
Sedangkan persentase air hujan yang akan dialirkan tergantung dari tingkat
kekedapan penutup permukaan terhadap air.
Tata guna lahan pada suatu DAS merupakan tempat jatuhnya hujan dan
sebagai daerah pengaliran menuju sungai. Sebagai fungsi tata guna lahan yang
berhubungan dengan pengendalian sungai antara lain :
1. Menentukan besar / kecilnya debit limpasan permukaan
Dalam menentukan debit limpasan, jenis tata guna lahan berpengaruh kepada
besarnya limpasan akibat curah hujan yang terjadi. Perbedaan jenis tata guna
lahan ini mengakibatkan perbedaan debit air yang melalui lahan tersebut.
2. Menentukan pola aliran
Dalam menentukan pola aliran sungai, sebagian air hujan yang meresap
kedalam tanah akan menjadi mata air pada musim kemarau. Hal ini
menyebabkan aliran pada sungai akan cenderung konstan sepanjang tahun
pada daerah dengan tata guna lahan yang banyak menyerap air hujan,
dibandingkan dengan tata guna lahan yang besar melimpaskan air hujan.
Terwujudnya pola penggunaan lahan pada tempat tertentu dan dalam
kurun waktu tertentu tergantung dari berbagai faktor penyebab yang berkaitan
dengan karakteristik manusia yang tercermin dalam jumlah populasi dengan
bentuk dan tingkat sosial-ekonominya. Faktor-faktor tersebut juga berkaitan
dengan kondisi tanah itu sendiri yang juga dipengaruhi oleh komponen-komponen
lingkungan fisik lainnya.
2.2 LIMPASAN
Runoff atau limpasan merupakan sisa air yang keluar dari hujan yang
jatuh ke permukaan dan tidak terserap kedalam tanah. Sebagian curah hujan yang
mencapai permukaan tanah akan diserap ke dalam tanah, dan sebagian lagi yang
tidak terserap akan menjadi limpasan permukaan. Jumlah yang disimpan di dalam
tanah tergantung dari kondisi kandungan air tanah pada saat presipitasi. Limpasan
terjadi saat air yang sampai ke permukaan tanah melebihi tingkat infiltrasi atau
kemampuan tanah menyerap air. Ketika tingkat infiltrasi dilampaui, maka air
mulai menggenang pada permukaan tanah. Namun setelah tahanan permukaan
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
13
terlampaui, air mulai mengalir diatas permukaan tanah dan mengumpul di saluran-
saluran alam. Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan [7] :
a. Intensitas curah hujan
Karakteristik hujan memegang peranan penting dalam limpasan yang akan
terjadi. Hujan kecil mungkin akan semuanya terintersepsi oleh tumbuhan, atau
disimpan dalam tanah. Hujan deras dengan durasi singkat dapat menyebabkan
limpasan yang besar karena tingkat hujan jauh melampaui kemampuan
kapasitas infiltrasi.
b. Karakteristik daerah pengaliran
Karakteristik daerah dimana hujan turun juga berperan penting dalam
menentukan kuantitas limpasan yang akan terjadi. Ukuran dan bentuk daerah
pengaliran, juga memegang peranan. Daerah pengaliran yang panjang dan
sempit biasanya memiliki tingkat limpasan yang lebih rendah dibandingkan
dengan daerah pengaliran yang luas.
c. Kondisi topografi daerah pengaliran
Elevesi daerah pengaliran mempunyai hubungan yang penting terhadap curah
hujan. Demikian juga gradiennya mempunyai hubungan dengan infiltrasi,
limpasan permukaan, kelembaban, dan pengisian air tanah. Gradien daerah
pengaliran adalah salah satu faktor yang mempengaruhi waktu mengalirnya
aliran permukaan (waktu konsentrasi).
d. Kondisi penggunaan tanah (landuse)
Hidrograf sebuah sungai dipengaruhi oleh kondisi penggunaan tanah dalam
daerah pengaliran itu. Daerah hutan yang ditutupi tumbuh-tumbuhan yang
lebat menjadi sulit air menyebabkan limpasan permukaan karena kapasitas
infiltrasinya sangat besar. Apabila daerah tersebut dijadikan pemukiman
maka kapasitas infiltrasi daerah tersebut akan turun karena pemampatan
permukaan tanah.
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
14
2.2.1 Koefisien Limpasan [8]
Koefisien limpasan adalah suatu angka yang memberikan pengertian
berapa persen air yang mengalir dari bermacam-macam permukaan akibat
terjadinya hujan pada suatu wilayah, atau perbandingan antara jumlah limpasan
yang terjadi dengan jumlah curah hujan yang ada. Angka ini dikenal dengan
koefisien limpasan C. Adapun nilai koefisien aliran untuk berbagai permukaan
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Hubungan Kondisi Permukaan Tanah dan Koefisien Pengaliran
No Tipe Daerah Aliran Koefisien Pengaliran ( C )
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Perumputan
Tanah berpasir, datar (2 %)
Tanah berpasir, rata-rata (2 - 7%)
Tanah berpasir, curam (7%)
Bisnis
Daerah kota
Daerah pinggiran
Perumahan
Daerah keluarga-tunggal
Multi satuan, terpisah-pisah
Multi satuan, berdempetan (rapat)
“Suburban”
Daerah rumah apartemen
Perindustrian
Daerah ringan
Daerah berat
Pertamanan
Lapangan Bermain
Halaman kereta api
Jalan-jalan
Beraspal
Beton
Con block
0,05 – 0,10
0,10 – 0,15
0,15 – 0,20
0,75 - 0,95
0,50 - 0,70
0,30 – 0,50
0,40 – 0,60
0,60 – 0,75
0,25 – 0,40
0,50 – 0,70
0,50 – 0,80
0,60 – 0,90
0,10 – 0,25
0,20 – 0,35
0,20 – 0,40
0,70 – 0,95
0,80 – 0,95
0,70 – 0,85
Sumber : Banjir Rencana untuk Bangunan Air, Departemen Pekerjaan Umum, 1992
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
15
Nilai C yang besar menunjukan bahwa lebih banyak air hujan yang
menjadi air limpasan. Hal ini kurang menguntungkan dari segi konservasi
sumberdaya air karena besarnya air yang menjadi air tanah akan berkurang.
Kerugian lainnya adalah dengan semakin besarnya jumlah air hujan yang menjadi
air limpasan, maka ancaman terjadinya erosi dan banjir menjadi lebih besar.
Nilai koefisien ini tergantung pada beberapa faktor yang
mempengaruhinya seperti karakteristik dari daerah tangkapan hujan, yang
termasuk didalamnya :
1. Tata guna lahan tersebut
2. Relief atau kelandaian daerah tangkapan
3. Karakteristik daerah, seperti perlindungan vegetasi, jenis penutup permukaan,
jenis tanah dan daerah kedap air
2.2.2 Jenis Penutup Permukaan
Jenis penutup permukaan lahan juga merupakan faktor yang
mempengaruhi besarnya koefisien aliran. Jenis penutup ini dapat berupa bahan
yang tembus air ataupun kedap air. Jenis penutup permukaan dapat dibedakan
berdasarkan dari tata guna lahan itu sendiri. Pada daerah perkotaan sebagian besar
daerah ini ditutupi oleh bahan yang cukup kedap oleh air, berupa lapisan aspal,
beton dan bangunan sehingga angka koefisien alirannya akan menjadi besar akibat
tidak adanya lagi kemampuan air untuk menyerap kedalam tanah [9].
Jenis penutup permukaan dapat dibedakan berdasarkan tata guna lahan
sebagai berikut :
1. Daerah perhutanan berupa tumbuhan tanaman keras
2. Daerah pertanian berupa tanaman muda
3. Daerah perkotaan, industri dan perumahan yang sebagian besar berupa
material kedap air seperti beton, aspal, dll.
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
16
2.3 METODE PERHITUNGAN
Dalam melakukan perhitungan debit limpasan, digunakan dua metode
perhitungan yaitu dengan dengan metode rasional dan simulasi program TR-20.
2.3.1 Metode Rasional
Cara rasional merupakan salah satu cara tertua dalam memperkirakan
limpasan (debit) dari curah hujan. Pertama kali dikembangkan oleh Lloyd-Davis
1906. Sifat kesederhanaan rumusnya mengandung arti penyederhanaan berbagai
proses alami, menjadi proses sederhana sehingga mempunyai kendala dan
keterbatasan dalam pemakaiannya. Cara tersebut didasarkan atas rumus :
0,278 . .Q C i A= .......................................................................(2.1)
Dimana : Q = Debit banjir yang terjadi (m3/jam)
i = Intensitas hujan (mm/jam)
A = Luas daerah pengaliran (m2)
C = Koefisien Pengaliran
Sumber : Hidrologi Teknik, C.D. Soemarto, 1999
Data curah hujan pada titik pengamatan dapat berupa data curah hujan
harian, bulanan, atau tahunan. Dari data curah hujan ini dapat dihitung intensitas
hujan dengan menggunakan analisa frekuensi. Analisa frekuensi adalah analisa
yang digunakan untuk menentukan atau memperkirakan kejadian curah hujan
berdasarkan masa ulang peristiwa yang dapat diharapkan menyamai atau lebih
besar dari pada rata-rata curah hujan. Analisa frekuensi yang digunakan
berdasarkan metode Gumbel, dengan cara analitis. Data yang diperlukan untuk
menunjang teori analisa frekuensi ini adalah minimal 10 tahun besaran hujan.
( )xT T N
N
X X Y Y= + −σσ
........................................................(2.2)
Dimana :
XT = curah hujan harian maksimum sesuai dengan periode ulang T tahun
X = curah hujan harian maksimum rata-rata dari hasil pengamatan ixX
n
∑=
YT = reduced variated, yang besarnya tergantung pada periode ulang (T)
YN = reduced mean yang besarnya tergantung pada jumlah tahun pengamatan
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
17
σx = Standard deviation dari data pengamatan2( )
1i
xx x
n
Σ −=
−σ
σN = reduced standard deviation, tergantung dari jumlah tahun pengamatan
Sumber : Banjir Rencana untuk Bangunan Air, Ir. Joerson Loebis, 1992
Setelah persamaan XT diperoleh, langkah selanjutnya adalah menghitung
intensitas. Intensitas curah hujan merupakan ketinggian curah hujan yang terjadi
pada suatu kurun waktu dimana air tersebut berkonsentrasi. Analisa ini dapat
diproses dari data cura hujan yang telah terjadi pada masa lampau. Intensitas
curah hujan umumnya dihubungkan dengan kejadian dan lamanya hujan turun,
yang disebut Intensitas Duration Frequency (IDF). Untuk mengetahui besar
intensitas yang terjadi maka curah hujan rencana yang telah diperoleh sebelumnya
diubah menjadi lengkung IDF. Lengkung (kurva) IDF digunakan untuk
menentukan intensitas curah hujan pada periode tertentu (10, 25 dan 50 tahunan).
Seandainya data curah hujan yang ada hanya curah huja harian, maka Dr.
Mononobe merumuskan Intensitas Curah Hujan sebagai berikut :
23
24R 24I
24 t =
...........................................................................(2.3)
Dimana : I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
t = Durasi (jam)
24R = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
Sumber : Banjir Rencana untuk Bangunan Air, Ir. Joerson Loebis, 1992
Gambar berikut merupakan diagram alir perhitungan debit limpasan
dengan menggunakan metode rasional. Diagram ini dimulai dari parameter data
yang diperlukan dalam perhitungan, kemudian proses analisa data curah hujan
hingga mendapatkan kurva IDF dan yang terakhir proses perhitungan debit.:
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
18
Gambar 2.4 Diagram Alir Perhitungan Rasional
Mulai
Data Curah Hujan Maksimum Periode
ulang tertentu
Parameter Data
1. Perhitungan curah hujan rata-rata :
ixX
n
∑=
2. Hitung Standar deviasi : 2( )
1i
xx x
Sn
Σ −=
−
3. Dari tabel diperoleh nilai dan N NYσ
4. Tentukan nilai TY berdasarkan periode ulang yang ditinjau
5. Dengan menggunakan rumus
xTr T N
N
X X (Y Y )σ= + −σ
diperoleh persamaan regresi
Peta Topografi
Perhitungan Analisa Frekuensi
Intensitas hujan didapat dari Kurva IDF
Peta Penggunaan Tanah
Debit Aliran Q = 0,278 C.I.A
Proses Analisis - - - - - - -
Luas daerah tangkapan ( A )
Koefisien Pengaliran ( C )
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
19
Beberapa asumsi dasar dalam menggunakan formula rasional adalah
sebagai berikut (Wanielista, 1990) :
a. Luas DAS atau daerah tangkapan dianggap rata di seluruh daerah tidak
berubah selama durasi hujan.
b. Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam satu jangka waktu
tertentu, setidaknya sama dengan waktu konsentrasi.
c. Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan
intensitas yang tetap, sama dengan waktu konsentrasinya.
d. Koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan.
2.3.2 Metode Simulasi Program TR-20
Program TR-20 merupakan model komputer dalam bidang keairan yang
menggunakan metode Soil Conservation Service (SCS) Pada mulanya metode
SCS ini dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA,
1986) digunakan untuk menghitung jumlah direct runoff dari suatu kejadian
hujan. Kemudian The Maryland State Highway Administration (MDSHA)
menggunakan metode ini sebagai perangkat lunak (software) untuk menganalisa
suatu daerah aliran sungai (DAS). Dalam metode SCS, hubungan (kombinasi)
antara tata guna lahan dengan karakteristik tanah (hydrologic soil types)
menghasilkan koefisien limpasan yang disebut curve number (CN). Nilai CN
menunjukan potensi limpasan untuk hujan tertentu [10]. Persamaan yang berlaku
dalam metode SCS adalah sebagai berikut :
( )( )
20.2
0.8
P SQ
P S
−=
+...........................................................................(2.4)
Dimana : Q = Limpasan (inch)
P = Curah Hujan (inch)
S = Retensi Maksimum (inch)
( )1000
10S
CN=
+..............................................................................(2.5)
Sumber : Urban Hydrology for Small Watersheds, User Manual of TR-55, 1986
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
20
Nilai S berkaitan dengan kondisi tanah dan penutup lahan yang ditunjukan
melalui curve number (CN) pada gambar grafik berikut :
Sumber : Urban Hydrology for Small Watersheds, User Manual of TR-55, 1986
Gambar 2.5 Grafik Hubungan antara CN dengan Curah Hujan
Beberapa batasan menurut TR-55 yang dipertimbangkan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
a. Kondisi hidrologis DAS atau daerah tangkapan dianggap homogen dan
terdistribusi secara merata di seluruh daerah.
b. Sistem sungai hanya memiliki satu alur utama saja, jika terdapat anak sungai
maka waktu konsentrasi anak sungai harus sama dengan induknya.
c. Metode ini tidak dapat dipakai jika ada penelusuran waduk.
d. Nilai CN < 30 dianggap tidak masuk ke dalam analisa karena ekses hujan
adalah tidak ada atau semua habis terserap ke dalam tanah.
e. Maksimum data lama hujan yang digunakan adalah 10 jam.
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
21
2.3.2.1 Input TR-20
Pada program TR-20 ini ada beberapa perintah yang digunakan untuk
mengetahui output yang dihasilkan yaitu perintah runoff, reach, struk dan addhyd.
Dalam tiap perintah ini diperlukan input yang berbeda, untuk perintah runoff
diperlukan data x section saluran, panjang saluran, luas sub DAS, nilai CN
wilayah dan nilai waktu konsentrasinya. Untuk perintah reach digunakan untuk
mengetahui perubahan hidrograf ketika air mengalir melalui saluran dengan
panjang tertentu. Sedangkan perintah addhyd digunakan untuk menambahkan 2
hidrograf yang bertemu. Prosedur perhitungan TR-20 adalah sebagai berikut :
a. Pengolahan data mentah
Sebelum mendapatkan data yang akan dimasukan kedalam perhitungan
program, kita perlu mengolah data hujan (rainfall) terlebih dahulu. Data curah
hujan yang akan diinput kedalam TR-20 adalah data hujan yang diolah dengan
mengunakan metode Gumbel dengan rumus :
_
Tr Tr xX X K S= + .......................................................(2.6)
Dimana : TrX = besarnya curah hujan periode tahun berulang Tr
Tr = periode tahun ulang
_
X = curah hujan maksimum rata-rata
Sx = standar deviasi
K = faktor frekuensi = Tr n
n
Y Y
S
−
Sumber : Banjir Rencana untuk Bangunan Air, Ir. Joerson Loebis, 1992
Sn dan Yn merupakan fungsi dari besarnya sampel/data (lihat lampiran 3). Dari
data ini diperoleh intensitas hujan harian maksimum komulatif yang akan
digunakan dalam TR-20.
b. Menghitung luas daerah aliran sungai yang akan ditinjau
c. Selanjutnya dengan bantuan program excel, dilakukan perhitungan debit (Q),
luas dimensi, dan elevasi yang digunakan untuk input data perhitungan
program TR-20.
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
22
d. Data lain yang diperlukan sebagai parameter input program TR-20 adalah nilai
curve number (CN) wilayah. Penentuan nilai CN dihitung berdasarkan pada
jenis pemanfaatan lahan yang ada pada wilayah yang ditinjau.
e. Menghitung waktu konsentrasi berdasarkan metode Kirpich dengan rumus :
0,77
tc 0,0195L
S
=
......................................................................(2.7)
Dimana : tc = waktu konsentrasi (menit)
L = panjang jarak dari tempat terjauh di daerah aliran, menurut
jalanya sungai (meter)
S = kemiringan saluran
Setelah semua data siap, kemudian data dimasukan kedalam program
TR-20. Tampilan dari program ini adalah dalam bentuk notepad. Berikut
merupakan contoh tampilan perhitungan debit limpasan periode ulang 10 tahunan
dari dengan menggunakan program TR-20 :
Gambar 2.6 Input TR-20
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
23
2.3.2.2 Output TR20
Output/hasil dari program TR-20 adalah debit limpasan dalam satuan
cubic feet second (cfs) dan grafik hidrograf muka air. Grafik hidrograf ini
digunakan untuk mengevaluasi dimensi saluran drainase yang telah direncanakan
apakah dapat menampung limpasan hujan atau tidak. Jika debit limpasan melebihi
elevasinya, maka dimensi drainase perlu direncanakan ulang karena dimensi yang
direncanakan sebelumnya tidak dapat menampung debit limpasan air hujan.
Output data yang diperoleh dari program, kemudian diplot ke dalam excel
untuk mendapatkan grafik hidrograf. Grafik ini merupakan grafik yang
menggambarkan hubungan antara besar aliran debit terhadap waktu. Berikut
adalah salah satu contoh gambar grafik hidrograf debit.
0
10
20
30
40
50
60
70
0.3 0.8 1.3 1.8 2.3 2.8 3.3 3.8 4.3 4.8 5.3 5.8 6.3 6.8 7.3 7.8 8.3 8.8 9.3 9.8
jam
Q (
m3/
s)
Sumber : User Manual of TR-20
Gambar 2.7 Grafik Hidrograf Debit
Grafik hidrograf juga dapat digunakan untuk menganalisa kelayakan suatu
sistem sungai ataupun dimensi saluran, dengan cara mengetahui elevasi air pada
saluran yang dihitung. Parameter terjadinya limpasan adalah grafik hidrograf
tinggi muka air yang sudah melebihi elevasi tanah pada saluran tersebut. Gambar
dibawah ini merupakan contoh grafik hidrograf muka air yang sudah melebihi
elevasi tanah.
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
24
Hidrograf
33
34
35
36
37
38
39
0.0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9Tc (jam)
Ele
v. (
m)
dasar saluran
elev tanah
elev. air
Sumber : User Manual of TR-20
Gambar 2.8 Grafik Hidrograf Tinggi Muka Air
Berikut ini merupakan tabel perbandingan kelebihan dan kekurangan
masing-masing metode yang digunakan dalam perhitungan.
Tabel 2.2 Perbandingan Metode Rasional dan Program TR-20
Metode Rasional Program TR-20
Kelebihan :
1. Metode ini lebih cepat digunakan
untuk merencanakan dimensi
saluran drainase.
2. Memudahkan perhitungan karena
parameter yang digunakan lebih
sederhana (C, I, A ).
Kekurangan :
Kemampuannya terbatas hanya
dapat digunakan untuk menentukan
debit banjir bagi saluran-saluran
dengan daerah aliran kecil, seperti
untuk perencanaan system drainase
local, daerah perkotaan, lapangan
terbang, dll.
Kelebihan :
1. Metode ini dapat memprediksi
kelayakan sungai, apabila dilakukan
modifikasi pada sungai tersebut
sehingga tidak diperlukan
perhitungan ulang.
2. Metode program TR-20 dapat
disimulasikan terhadap variasi
beberapa model.
3. Informasi yang dipeeroleh lebih
detail.
Kekurangan :
Variasi data input lebih banyak,
sehingga diperlukan ketelitian
dalam memasukannya.
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
25
2.4 WILAYAH STUDI
2.4.1 Umum
Dalam konteks hulu–hilir (upstream – down stream) wilayah Kota Depok
termasuk pada katagori wilayah tengah (middle stream). Dalam kaitannya
dengan banjir, wilayah tengah ini hanya menjadi wilayah yang dilewati sebelum
air sampai di daerah hilir (Jakarta dan sekitarnya). Namun demikian karena
karakteristik fisik lahan maupun akibat penggunaan lahan di Kota Depok terdapat
dibeberapa kawasan yang menjadi kawasan rawan genangan.
Secara topografi, kota Depok termasuk dataran rendah dan dengan
ketinggian berkisar antara ± 70 m – 90 m dari permukaan laut dan merupakan
daerah resapan air bagi DKI Jakarta. Depok terletak di propinsi Jawa Barat, antara
6o19’00” - 6o28’00” LS dan 106o43’00” - 106o55’30” BT. Karena lokasinya yang
berada di daerah periferi Kota Jakarta, Depok merupakan daerah penyangga bagi
Ibukota DKI Jakarta, terutama dalam penyedia kawasan permukiman. Batas-batas
wilayahnya adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : berbatasan dengan DKI Jakarta dan Kecamatan Ciputat
Kabupaten Tangerang
2. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan
Cibinong Kab. Bogor
3. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Gunung Sindur dan Parung
Kabupaten Bogor
4. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Gunung Putri Kab. Bogor
dan Kec. Pondok Gede Bekasi
2.4.2 Bagian Wilayah Kota (BWK)
Untuk mempermudah pengarahan pembangunan kota, perlu di
identifikasikan unit wilayah pengembangan kota. Berdasarkan pengenalan
struktur ruang dan jangkauan pelayanannya, wilayah kota dibagi atas beberapa
Bagian Wilayah Kota (BWK) yang mencerminkan fungsi dominan dan
penunjangnya.
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
26
Menurut Perda Kota Depok No. 12 Tahun 2001 Bagian Wilayah Kota atau
selanjutnya disingkat BWK adalah kawasan yang diarahkan bagi pemusatan
berbagai kegiatan campuran maupun spesifik, memiliki fungsi strategis dalam
menarik berbagai kegiatan pemerintahan, sosial, ekonomi, dan budaya.
Sesuai dengan karakteristik fisik dan perkembangannya, pengembangan
RTRW Depok dibagi menjadi 12 Bagian Wilayah Kota yaitu : Beji, Tugu,
Mekarsari, Sukatani, Mekarjaya, Jatijajar, Sukmajaya, Pancoran Mas, Sawangan,
Bojongsari, Rangkapan Jaya, dan Cinere.
Gambar 2.9 Pembagian BWK
2.4.3 Karakteristik Sub DAS Sugutamu
Sub DAS Sugutamu berada pada 06º22’30” BT dan 06º28’35” LS -
106º50’50” BT dan termasuk ke dalam wilayah administratif kecamatan
Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat. Sungai Sugutamu termasuk ke dalam anak
sungai Ciliwung dan berada dalam wilayah tengah DAS Ciliwung.
BBeejjii TTuugguu MMeekkaarrssaarrii
SSuukkaattaannii MMeekkaarrjjaayyaa
SSuukkmmaajjaayyaa JJaattiijjaajjaarr
PPaannccoorraann MMaass
SSaawwaannggaann
BBoojjoonnggssaarrii
RRaannggkkaappaann JJaayyaa
CCiinneerree
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
27
Secara geografis, Sub DAS Sugutamu dibagi menjadi 3 (tiga) bagian sub-
DAS, yaitu bagian hulu, tengah, dan hilir. Bagian hulu mulai dari ujung mata air
Cikaret sampai dengan batas jalan Divisi 1 Cilodong. Bagian tengah antara jalan
Divisi 1 Cilodong sampai jalan Tole Iskandar. Bagian hilir antara jalan Tole
Iskandar sampai dengan pertemuan kali Sugutamu dengan Sungai Ciliwung.
Gambar 2.10 Peta Sub DAS Sugutamu
Sungai Sugutamu merupakan anak dari sungai Ciliwung. Sungai
Sugutamu berada dalam wilayah administrasi Kota Depok. Bagian hilir sungai
pada kecamatan Sukmajaya sedangkan bagian hulu terletak di kecamatan
Cibinong, Bogor. Sungai Sugutamu di dalam Kota Depok melalui daerah
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
28
pemukiman padat penduduk seperti Perumahan Pesona Khayangan, Griya Depok
Asri, Griya Lembah, Sukmajaya Permai, Permata Duta, Taman Cipayung, dan
Mutiara Depok. Berikut merupakan peta daerah pemukian yang dilalui sungai
Sugutamu.
Gambar 2.11 Peta Daerah Pemukiman
Detail propertis kali Sugutamu dijabarkan sebagai berikut dibawah ini :
1. Luas Sub DAS Sugutamu sebesar + 1.684,46 ha (16,84 km2), yaitu seluas +
511,3 ha di luar wilayah Kota Depok dan + 1172,7 ha di dalam Kota Depok.
2. Panjang sungai Sugutamu adalah 13,925 km, yaitu antara ujung DAS-titik
hulu sungai sepanjang 0,85 km, antara titik hulu sungai-selatan di wilayah
Depok sepanjang 2,55 km, dan antara Utara Depok-hilir sepanjang 10,525 km.
Perumahan Pesona Khayangan
S. Ciliwung
Taman Cipayung
Griya Lembah Depok
Mutiara Depok
Situ Baru
S. Sugutamu
Jl. Proklamasi
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
29
Sedangkan panjang mulai yang memasuki wilayah Depok yaitu mulai dari
Situ Baru sampai ke bagian hilir pertemuan dengan sungai Ciliwung adalah
sepanjang 6,340 km.
3. Kondisi Topografi Sub DAS Sugutamu memiliki elevasi tertinggi di bagian
hulu mencapai +130 m di atas muka air laut serta di bagian hilir +74 m,
sehingga permukaan lahan dapat dinyatakan cukup datar dengan kemiringan
rata-rata 0,40 % dan berbentuk memanjang. Sedangkan untuk kemiringan
memanjang rata-rata sungai Sugutamu adalah 5 %.
4. Penampang sungai Sugutamu berbentuk trapesium dengan kondisi saluran
cukup baik terbuat dari pasangan batu. Variasi dimensi sungai dapat dilihat
dari tabel dibawah ini.
Tabel 2.3 Dimensi Sungai Sugutamu
Lokasi Panjang Lebar Atas Lebar Bawah Dalam
Pengamatan (meter) (m) (m) (m)
Pesona Khayangan 0 9 – 10 4.0 – 7,0 1,5 – 2,6
Jl. Proklamasi 1345 7 – 11 4,5 – 7,5 1,5 – 2,2
Perumahan Cipayung 2330 4 – 5,5 3,0 – 4,0 1,8 – 2,0
Griya Lembah Asri 2930 6 – 9 4,5 – 7,0 2,0 – 2,5
Mutiara Depok 3980 3 – 6 2,2 – 4,0 1,8 – 2,5
Situ Baru 6340 3,5 – 5,5 2,8 – 3,5 1,8 – 2,5
Sumber :Laporan Normalisasi Sungai Sugutamu
Jenis penutup permukaan atau pemanfaatan lahan di dalam wilayah Sub
DAS Sugutamu akan mempengaruhi besarnya koefisien aliran permukaan wilayah
tersebut. Pemukiman mengambil persentasi terbesar dalam pemanfaatan lahan
dalam sub DAS Sugutamu dan akan terus mengalami pertumbuhan pesat. Untuk
data tata guna lahan Sub DAS Sugutamu mengacu pada peta tata guna lahan yang
terdapat didalam RTRW kota Depok tahun 2000-2010. Berikut merupakan data
tata guna lahan Sub DAS Sugutamu :
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008
30
Tabel 2.4. Tata Guna Lahan Sub DAS Sugutamu
Jenis Pemanfaatan Tahun 2007 Tahun 2010
Luas (km2) %
Luas (km2) %
Sawah teknis 0.061 0.520 0.061 0.520
Industri 0.121 1.032 0.128 1.091
Pemukiman 8.003 68.244 9.018 76.899
Situ 0.169 1.411 0.169 1.441
Kebun 1.616 13.780 1.533 13.072
Dagang / jasa 0.352 3.002 0.440 3.725
Ladang / tegalan 1.405 11.981 0.378 3.223
Total 11.727 11.727
Sumber :Peta Tata Guna Lahan Kota Depok Tahun 2000- 2010
Analisa perbandingan penentuan..., Windu Praputra setia, FT UI, 2008