bab ii tinjauan teori a. dewasa
TRANSCRIPT
15
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Dewasa
1. Definisi Usia Dewasa
Dewasa atau adult merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin adalah
adultus yang berarti bahwa orang tersebut telah tumbh dan berkembang
secara semprna baik dari segi ukuran fisiknya maupun dari segi psikologis,
social dan spiritual dan telah siap menerima berbagai tugas dan tanggung
jawab sebagai suatu bagian dari masyarakat (Hurlock, 2011). Usia pada
orang dewasa yaitu semua orang yang telah beranjak umur delapan belas
tahun atau lebih yang kemudian dibagi dalam dua periode yaitu dewasa
muda / young yaitu yang berusia antara umur delapan belas hingga tiga
puluh lima tahun dan dewasa pertengahan usia tiga puluh lima hingga
enam puluh lima tahun (Allender & Rector).
Usia dewasa kemudian dapat dibagi menjadi dua masa yaitu masa dewasa
awal yang berlangsung antara umur 18 – 40 tahun, Usia dewasa menengah
yaitu umur 40 – 60 tahun (Hurloc, 2011), menurut Depkes (2009) batasan
usia Dewasa dibagi menjadi dua yaitu usia dewasa awal (25-35 tahun) dan
Dewasa Akhir (35-45 tahun). Menurut Prof. Dr. Koesoemanto
Setyonegoro bahwa batasan Usia dewasa muda (elderly adulthood) adalah
usia 18/20-25 tahun, Usia dewasa penuh (Middle years) atau maturitas
yaitu usia 25-60/65 tahun.
16
2. Perubahan – Perubahan pada Usia Dewasa
a. Perubahan fisik
Pada awal masa dewasa, pertumbuhan fisik terus berlanjut. Lebar bahu,
tinggi, dan ukuran dada mengalami peningkatan, dan orang-orang terus
mengembangkan kemampuan kebugaran tubuh mereka. Menjelang
pertengahan usia yakni pada usia tiga puluhan tahun, hampir setiap
orang menunjukkan beberapa gangguan pendengaran, tetapi bagi
kebanyakan orang, awal tiga puluh tahun merupakan kedewasaan dan
merupakan puncak kehidupan (Hurloc, 2011).
Usia dewasa pertengahan mengalami perubahan fisik lainnya dan
perlahan muncul, yang paling umum terjadi adalah dengan melibatkan
hilangnya ketajaman sensorik lebih lanjut. Orang menjadi kurang peka
terhadap cahaya, kurang akurat dalam memahami perbedaan jarak, dan
lebih lambat dan kurang bisa melihat secara sempurna. Pada sekitar
usia empat puluh, peningkatan rabun jauh adalah hal yang umum, dan
penggunaan kacamata mungkin diperlukan untuk memperbaiki kondisi
tersebut, di akhir empat puluhan atau awal lima puluhan, perempuan
umumnya mengalami menopause, penutupan kemampuan reproduksi.
Estrogen dan kadar progesteron turun, dan siklus haid akhirnya
berhenti (Potter dan Perry, 2009).
17
Kebanyakan orang memasuki usia dewasa sebelum fungsi tubuh
mereka tampak terlihat jelas dan mengalami penurunan jumlah baik
dari segi kualitas maupun kuantitas. Namun, di dalam tubuh, massa
tulang berkurang, dan risikonya penyakit jantung meningkat. Pria
menyusut sekitar satu inci tingginya, dan wanita sekitar dua inci, ketika
postur tubuh mereka berubah dan tulang rawan antara tulang belakang
menjadi lebih tipis. Orang dewasa yang lebih tua cenderung tidur lebih
awal tetapi mungkin lebih sulit untuk tidur malam tanpa bangun untuk
menggunakan kamar mandi (Park et al., 2002 dalam Breinsteim, 2008).
Pengerasan dari Arteri pembuluh darah dan penumpukan timbunan
lemak di dinding arteri dapat menyebabkan penyakit jantung koroner .
Sistem pencernaan melambat dan menjadi kurang efisien. Baik
gangguan pencernaan maupun penyakit jantung kadang-kadang
disebabkan oleh masalah diet karena terlalu sedikit mengonsumsi
cairan, terlalu sedikit makan serat, akan tetapi terlalu banyak makan
yang berlemak serta kurangnya aktiftas fisik. Selain itu, otak menyusut
pada akhir masa dewasa. Beberapa refleks akan mengalami gangguan
seperti refleks spontan, melemah atau menghilang. Aliran darah ke
otak melambat, akan tetapi semuanya ini dapat dicegah dengan
melakukan diet dan olahraga yang sehat serta teratur (Mubin dan
Cahyadin, 2006).
18
b. Perubahan Kognitif
Masa dewasa ditandai dengan peningkatan, serta penurunan, dalam
kemampuan kognitif. Kemampuan itu melibatkan pemrosesan
informasi intensif mulai menurun di awal dewasa, tetapi mereka itu
tergantung pada akumulasi pengetahuan dan pengalaman yang
meningkat dari awal hingga meninggal di usia tua. Bahkan, orang
dewasa yang lebih tua dapat berfungsi serta, atau lebih baik daripada,
yang lebih muda dari orang dewasa dalam situasi yang memanfaatkan
ingatan jangka panjang dan keterampilan yang dipelajari dengan baik
(Park et al., 2002; Park & Gutchess, 2006 dalam (Bernstein, 2008).
Dewasa Awal dan Menengah hingga usia enam puluh tahun, sangat
penting untuk memperbaiki kemampuan kognitif. Selama periode ini,
orang dewasa melakukan tes kosakata, pemahaman, dan pengetahuan
umum terutama jika mereka menggunakan kemampuan ini dalam
kehidupan sehari-hari atau terlibat dalam kegiatan yang memperkaya
seperti perjalanan atau membaca. Dewasa muda dan setengah baya
mempelajari informasi baru dan keterampilan baru, mereka mengingat
informasi lama dan mengasah keterampilan lama. Faktanya, orang-
orang berusia empat puluhan sampai awal enam puluhan untuk
menempatkan kinerja terbaik dalam hidup mereka pada tugas-tugas
mental yang kompleks seperti penalaran, memori verbal, dan kosa kata
(Willis & Schaie, 1999 dalam Breinstein, 2008).
19
Sifat pemikiran juga dapat berubah selama masa dewasa. Pikiran orang
dewasa seringkali lebih kompleks dan adaptif daripada pemikiran
remaja. Orang dewasa melihat kemungkinan dan masalah dalam setiap
kursus tindakan dalam memutuskan apakah akan memulai bisnis baru,
mendukung kandidat politik, pindah ke tempat baru, atau ganti
pekerjaan. Orang dewasa paruh baya lebih ahli daripada remaja atau
orang dewasa muda dalam membuat keputusan rasional dan
menghubungkan logika dan abstraksi dengan tindakan, emosi, masalah
sosial, dan hubungan pribadi. Ketika mereka menghargai hubungan-
hubungan ini, pemikiran mereka menjadi lebih global, lebih berkaitan
dengan masalah moral dan praktis yang luas. Pada tahap ini, pemikiran
orang menjadi dialektis, yang berarti mereka mengerti bahwa
pengetahuan itu relatif, bukan absolut sedemikian rupa sehingga apa
yang dilihat sebagai hari ini lebih baik daripada masa lalu. Mereka
melihat kontradiksi hidup sebagai hal yang tak terhindarkan sebagai
bagian dari kenyataan, dan mereka cenderung menimbang berbagai
solusi untuk memecahkan masalah.
Masa dewasa akhir yaitu usia enam puluh lima tahun atau lebih, bahwa
beberapa kemampuan intelektual menurun secara nyata. Orang dewasa
yang lebih tua melakukan hal yang sama baiknya dengan tugas yang
lebih muda, seperti penamaan benda yang dikenalnya (Radvansky,
1999). Namun, ketika diminta untuk melakukan tugas yang tidak
20
dikenal atau untuk memecahkan masalah rumit yang belum pernah
mereka lihat sebelumnya, orang dewasa yang lebih tua umumnya lebih
lambat dan kurang efektif daripada yang lebih muda. Saat berhadapan
dengan masalah yang kompleks, orang tua tampaknya mengalami
kesulitan, mereka kesulitan mempertimbangkan, memilih, dan
mengeksekusi solusi.
c. Perubahan Sosial
Masa dewasa adalah masa ketika perubahan terjadi dalam hubungan
dan posisi sebagai masyarakat sosial. Transisi seperti bercerai, dipecat,
pergi kembali ke sekolah, menikah lagi, kehilangan pasangan sampai
mati, dirawat di rumah sakit, pindah kembali ke rumah, atau pensiun
dapat mengarah pada perubahan kepribadian (Caspi & Shiner, 2006;
Roberts, Helson, & Klohnen, 2002).
Pria Dewasa dan wanita dalam budaya Barat biasanya memasuki masa
dewasa pada usia dua puluhan. Prosesnya mungkin dimulai dengan
periode "dewasa kedewasaan" di mana mereka mengeksplorasi
kemungkinan kehidupan melalui pendidikan, kencan, dan perjalanan
sebelum mereka menetapkan peran dan tanggung jawab orang dewasa
yang stabil (Arnett, 2000; Roisman et al., 2004). Mereka memutuskan
suatu pekerjaan, atau setidaknya mengambil pekerjaan, dan menjadi
sibuk dengan karir mereka (Srivastava et al., 2003). Namun demikian,
pada usia 25 sekitar 20 persen orang dewasa muda masih tinggal
21
bersama orang tua mereka, dan hanya sebagian yang dapat mencari
pekerjaan. Di usia dua puluhan, orang dewasa muda juga demikian
menjadi lebih peduli dengan masalah cinta romantis. Setelah mencapai
keenam
Para peneliti telah menemukan bahwa pandangan orang dewasa muda
hubungan intim sejajar dengan pola keterikatan bayi yang kami
jelaskan sebelumnya (Campbell et al., 2005; Horowitz, Rosenberg, &
Bartholomew, 1993). Jika mereka pandangan mencerminkan
keterikatan yang aman, mereka cenderung merasa dihargai dan layak
untuk didukung dan kasih sayang; mereka mengembangkan kedekatan
dengan mudah. Mereka memiliki hubungan yang ditandai oleh
sukacita, kepercayaan, dan komitmen. Namun, jika pandangan mereka
mencerminkan keterikatan yang tidak aman, mereka cenderung untuk
disibukkan dengan hubungan dan mungkin merasa disalah pahami,
kurang dihargai, dan khawatir ditinggalkan. Hubungan mereka
seringkali negatif, obsesif, dan cemburu. Atau, mereka mungkin
menyendiri dan tidak dapat mempercayai atau berkomitmen sendiri
untuk pasangan. Secara keseluruhan, dewasa muda yang orang tuanya
telah menerima dan suportif cenderung mengembangkan hubungan
romantis yang hangat dan suportif .
22
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Perubahan fisik, kognitif, dan
sosial terjadi sepanjang masa dewasa. Dewasa pertengahan melihat
perubahan yang mencakup penurunan ketajaman indera, peningkatan
risiko penyakit jantung, dan penurunan kesuburan. Namun,
kebanyakan orang tidak mengalami masalah kesehatan utama sampai
dewasa akhir. Perubahan kognitif yang terjadi pada awal dan
pertengahan dewasa umumnya positif, termasuk perbaikan dalam
penalaran dan kemampuan memecahkan masalah. Pada akhir masa
dewasa, beberapa kemampuan intelektual menurun terutama mereka
yang terlibat dalam tugas yang tidak diketahui, rumit, atau sulit.
Kemampuan lain, seperti mengingat fakta atau membuat keputusan
yang bijak, cenderung tidak menurun. Di usia dua puluhan, dewasa
muda membuat pilihan pekerjaan dan membentuk komitmen yang
akrab. Pada akhir usia tiga puluhan, mereka menetap memutuskan apa
yang penting. Mereka menjadi peduli atau generativitas dengan
menghasilkan sesuatu yang akan bertahan lebih lama dari mereka.
Sekitar usia empat puluh, orang dewasa mengalami transisi paruh baya,
yang mungkin atau mungkin bukan masalah kritis. Empat puluhan dan
lima puluhan mengalami kepuasan dalam memanfaatkan waktu. Di
usia enam puluhan, orang-orang bersaing dengan masalah pensiun.
Mereka umumnya menjadi lebih berhati-hati, dan menyesuaikan diri.
Di usia tujuh puluhan, delapan puluhan, dan seterusnya, orang
23
berkonfrontasi kematian mereka sendiri. Mereka mungkin menjadi
lebih filosofis dan reflektif saat mereka meninjau kehidupan mereka.
Beberapa tahun atau bulan sebelumnya akan banyak mengalami
penurunan ketajaman dalam fungsi mental yang dikenal sebagai
terminal drop. Namun, mereka berjuang untuk mati dengan martabat,
cinta, dan tidak ada rasa sakit. Kematian tidak bisa dihindari, tetapi diet
yang sehat, olahraga, hati nurani dan rasa ingin tahu, dan rasa kontrol
atas kehidupan seseorang dikaitkan dengan hidup lebih lama dan lebih
bahagia. Orang dewasa yang lebih tua merasa lebih baik dan hidup
lebih lama jika mereka mendapat perhatian dari orang lain,
pertahankan sikap terbuka menuju pengalaman baru, dan menjaga
pikiran mereka tetap aktif (Breinstein, 2008).
B. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi terjadi ketika tekanan darah sistolik berada pada atau di atas
140 mm Hg atau darah diastolik. Tekanan berada pada atau di atas 90 mm
Hg. Tekanan darah orang dewasa normal kurang dari 120 mm Hg sistolik
dan 80 mm Hg diastolik. Hipertensi esensial, juga disebut hipertensi
primer, merupakan penyebab sebagian besar kasus hipertensi. Tidak ada
penyebab yang diketahui secara pastik. Hipertensi sekunder dapat
disebabkan oleh kondisi penyakit tertentu, seperti penyakit ginjal, atau
sebagai efek buruk dari beberapa obat. Pengobatan untuk hipertensi
24
sekunder terjadi dengan menghilangkan penyebabnya (tumor adrenal,
obat-obatan) (Sheryl Sommer,2013).
Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistol lebih dari 140 mmHg dan
tekanan darah diastol lebih dari 90 mmHg pada waktu yang terus
berkelanjutan pada pemeriksaaan rata – rata tekanan darah sebanyak dua
atau tiga kali yang dilakukan oleh petgas kesehatan (Health, 2004 dalam
Nies dan Mc.Ewen, 2018).
2. Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi tekanan darah menurut Join national commite on prevention,
detection, evaluation, and treatmen of high pressure VII/JNC VIII dapat di
tunjukkan pada tabel 2.1 dibawah ini :
Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Optimal
Normal
Normal tinggi
< 120
< 130
130-139
< 80
< 85
85-89
Hipertensi derajat I 140-159 90-99
Hipertensi derajat II 160-179 100-109
Hipertensi derajat III 180 110
(Nies dan Mc.Ewen, 2018).
3. Penyebab
Menurut Sagala (2009), hipertensi tergantung pada kecepatan denyut
jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR).
Peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat
25
menyebabkan hipertensi. Peningkatan TPR yang berlangsung lama dapat
terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau
responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal.
Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada
peningkatan TPR, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan
demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah
melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan
dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan
tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka
ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi (membesar). Hipertrofi
menyebabkan kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat
sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi
untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot
jantung juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada
akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup
(Hayens, 2013).
4. Patofisiologi Hipertensi
Biasanya jantung memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi
kebutuhan sel akan oksigen dan nutrisi. Saat memompa, jantung memaksa
darah melalui pembuluh darah. Tekanan diberikan oleh darah di dinding
pembuluh darah diukur sebagai tekanan darah. Tekanan darah ditentukan
oleh cardiac output (CO), resistensi pembuluh darah perifer (PVR;
26
kemampuan pembuluh darah untuk meregangkan), viskositas (ketebalan)
darah, dan jumlah darah yang beredar atau volume. Kemampuan
peregangan pembuluh darah menurun, peningkatan viskositas darah, dan /
atau peningkatan volume cairan dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah. Beberapa proses yang dapat mempengaruhi tekanan darah. Proses
ini termasuk regulasi sistem saraf, baroreseptor arteri dan kemoreseptor,
dan mekanisme renin-angiotensin aldosteron, dan menyeimbangkan cairan
tubuh. Satu cara tekanan darah dipengaruhi adalah melalui penyesuaian
CO, yang merupakan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menit.
Denyut jantung naik untuk meningkatkan CO menanggapi baik aktivitas
fisik maupun emosional itu membutuhkan lebih banyak oksigen untuk
organ dan jaringan. PVR juga mempengaruhi tekanan darah; itu adalah
pertentangan bahwa darah bertemu saat mengalir melalui arteri. Apa pun
penyebabnya Pembuluh darah menjadi lebih sempit menyebabkan
peningkatan PVR. Setiap kali PVR meningkat, dibutuhkan lebih banyak
tekanan untuk mendorong darah melalui pembuluh, sehingga tekanan
darah meningkat sebagai hasil dari suatu mekanisme. Jika PVR menurun,
makan tekana lebih sedikit yang dibutuhkan.
Peningkatan PVR arteriol adalah mekanisme utama yang meningkat
tekanan darah pada hipertensi. Faktor-faktor yang merusak pengaturan
normal tekanan darah dapat menyebabkan hipertensi. Banyak dari faktor-
faktor ini yang tidak baik dimengerti. Stimulasi sistem saraf simpatik, yang
27
menyebabkan vasokonstriksi, dapat berkontribusi terhadap hipertensi.
Perubahan pada baroreseptor dan chemoreseptor juga dapat mempengaruhi
perkembangan hipertensi. Untuk Contohnya, baroreseptor mungkin
menjadi kurang sensitif karena berkepanjangan peningkatan tekanan
pembuluh dan selanjutnya gagal untuk merangsang vasodilatasi melalui
peregangan pembuluh. Selain itu, peningkatan hormon yang menyebabkan
retensi natrium, seperti aldosteron, menyebabkan peningkatan retensi
cairan. Perubahan fungsi ginjal yang mengubah ekskresi cairan juga
menghasilkan peningkatan cairan tubuh secara keseluruhan yang dapat
berkontribusi untuk hipertensi (William dan Hopper, 2007).
5. Tanda dan Gejala
Seringkali hipertensi tidak menyebabkan tanda atau gejala selain
pembacaan tekanan darah tinggi. Akibatnya, hipertensi disebut sebagai
"silent killer." Pasien dengan hipertensi sering kali pertama didiagnosis
ketika mencari perawatan kesehatan karena alasan tidak berhubungan
dengan hipertensi. Dalam sejumlah kecil kasus, seorang pasien dengan
hipertensi mungkin mengeluh sakit kepala, hidung berdarah, kecemasan
berat, atau sesak napas, meskipun biasanya tidak mungkin bagi pasien
untuk menghubungkan ketidakhadiran atau adanya gejala dengan derajat
tekanan darah. Sebagian besar tanda dan gejala hipertensi berasal dari
dampak yang beraikbat merusak jangka panjang pada darah besar dan kecil
28
pembuluh jantung, ginjal, otak, dan mata. Efek ini dikenal sebagai
penyakit organ target (William dan Hopper, 2007).
6. Faktor Risiko Hypertensi
Faktor Risiko yang tidak dapat diubah
a. Umur
Penduduk Amerika Serikat yang berumur 18 tahun keatas menderita
hipertensi 34 % pada pria dan 31 % pada wanita yang berkulit hitam,
sedangkan wanita berkulit putih 25% , pria 24% yang mengidap
hipertensi, sedangkan pada orang hispanik terdapat 23% pria dan 22%
wanita, pada keturunan Asia dan suku-suku di kepulauan Pasifik
diketemukan hanya 10% pria dan 8 % wanita sedangkan diantara
orang Indian Amerika kira-kira 27% pria dan wanitanya menderita
hipertensi (Sheps, 2005).
Di Indonesia pria di daerah perkotaan lebih banyak mengalami
kemungkinan menderita hipertensi dibanding wanita. Secara umum
wanita lebih banyak menderita hipertensi dibanding pria. Hipertensi
berdasarkan gender ini dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis.
Wanita sering mengadopsi perilaku tidak sehat seperti merokok dan
pola makan yang tidak seimbang sehingga kelebihan berat badan;
depresi; dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pria hipertensi
lebih berkaitan dengan pekerjaan seperti perasaan kurang nyaman
terhadap pekerjaan dan pengangguran (Sutanto, 2010).
29
b. Rasa atau Suku Bangsa
Di Amerika Serikat, kaum Negro Kota mempunyai prevalensi dua
kali lebih tinggi dari pada kelompok kulit putih dan lebih dari empat
kali lipat morbidity rate yang diakibatkan oleh hipertensi (Bustan,
2015).
c. Genetik atau Riwayat keluarga
Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi
maka sekitar 45 orang akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu
orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun
ke anak-anaknya. Faktor keturunan memiliki peran yang besar
terhadap munculnya hipertensi. Hal tersebut terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak terjadi pada
kembar monozigot (berasal dari satu sel telur) dibanding heterozigot
(berasal dari sel telur yang berbeda) (Sutanto, 2010).
Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan, jika seorang
dari orang tua kita menderita hipertensi maka sepanjang hidup kita
mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya, jika orang tua kita
menderita hipertensi maka kemungkinan kita mendapatkan hipetensi
60%, penelitian terhadap penderita hipertensi dikalangan orang
kembar dan anggota keluarga yang sama, menunjukan pada kasus-
kasus tertentu ada komponen keturunan yang berperan (Sheps, 2005).
30
Faktor Risiko yang dapat diubah
a. Obesitas
Obesitas adalah massa tubuh meningkat yang disebabkan oleh
jaringan lemak yang jumlahnya berlebihan. Pada orang- orang
kegemukan sering terdapat hipertensi, walau sebabnya belum jelas.
Oleh sebab itu orang yang terlampau gemuk sebaiknya berusaha
untuk menurunkan berat badan. (Nies dan Mc.Ewen, 2018).
Berdasarkan penelitian, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi
hipertensi. Telah dibuktikan bahwa pula bahwa faktor kegemukan
mempunyai kaitan erat dengan terjadinya hipertensi dikemudian hari.
Bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita
obesitas dengan hipertensi lebih lanjut dibandingkan dengan penderita
hipertensi dengan berat badan normal. Pada orang yang menderita
obesitas, organ-organ tubuh dipaksa harus bekerja lebih berat, karena
harus membawa kelebihan berat badan yang tidak memberikan
manfaat langsung. Karena itu mereka merasa lebih cepat gerah
(merasa panas) dan lebih cepat berkeringat untuk menghilangkan
kelebihan panas tersebut (Dalimartha, 2008).
Indonesia telah merekomendasikan bahwa obesitas dapat diukur
dengan indek massa Tubuh (IMT) sebagai indikator kekurangan berat
badan, kelebihan berat badan atau obesitas IMT menggambarkan
31
obesitas menyeluruh atan general obesity yang paling akurat dapat
dihitung dengan mudah: IMT = BB (Kg)/TB2(m) (Kemenkes RI,
2016).
Tabel 2.2 Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh Kategori
< 18,5 BB Kurang
18,5 – 22,5 BB Normal
23 – 24,9 Gemuk dengan Risiko
25 – 29,9 Obesitas Tingkat 1
> 30 Obesitas Tingkat 2
Sumber Depkes RI, 2004
b. Stres atau Ketegangan Jiwa
Stres bersifat fisik maupun mental menyebabkan ketegangan
dalam kehidupan sehari-hari, mengakibatkan jantung berdenyut lebih
kuat dan cepat sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat
fungsi kelenjar tiroid tergangu dan produksi adrenalin meningkat
sehingga otak memerlukan darah lebih banyak (Budisetio, 2001).
Hormon epinefrin (adrenalin) atau kortisol yang dilepas saat stres
akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dengan menyempitkan
pembuluh darah dan meningkatkan tekanan jantung. Besarnya
peningkatan tekanan darah tergantung pada beratnya stres dan sejauh
mana kita dapat mengatasinya. Pengaruh stres yang akut biasanya
32
hanya sementara namun jika secara teratur menderita stres maka
kenaikan tekanan darah dalam jangka lama akan mengalami kerusakan
jantung, arteri, otak, ginjal, dan mata (Sheps, 2005).
c. Merokok
Rokok adalah salah satu kebiasaan yang identik dengan
kebanyakan penyakit tidak menular, termasuk terbukti hadir sebagai
Risiko pada penelitian di negara-negara kawasan Sub Sahara Afrika
(Belue dkk, 2009). Menurut WHO (2002), individu yang terus
merokok cenderung meningkatkan hipertensi, hal ini disebabkan
adanya konsumsi kumulatif dari pengguna tembakau. Merokok dapat
meningkatkan tekanan darah, meskipun pada beberapa penelitian
didapatkan kelompok perokok dengan tekanan darah lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok yang tidak merokok (Susalit, dkk,
2001).
Nikotin dalam tembakau penyebab meningkatnya tekanan darah
segera setelah isapan pertama, seperti zat-zat kimia yang terdapat
dalam asap rokok, nikotin diserap dalam pembuluh darah amat kecil
didalam paru-paru dan diedarkan kealiran darah hanya dalam
hitungan detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap
nikotin dengan member sinyal pada adrenal untuk melepas epineprin.
Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan
33
memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan-tekanan
yang lebih tinggi (Sheps, 2005).
d. Asupan garam.
Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme
timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi
adalah melalui peningkatan volume plasma atau cairan tubuh dan
tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi
(pengeluaran) kelebihan garam sehingga kembali pada kondisi
keadaan sistem hemodinamik yang normal (Sutanto, 2010).
Natrium memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi.
Natrium dan klorida adalah ion utama cairan ekstraseluler. Konsumsi
natrium yang berlebihan menyebabkan konsentrasi natrium didalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya kembali,
cairan intraseluler harus ditarik keluar sehingga volume cairan
ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler
tersebut menyebabkan meningkatya volume darah, sehingga
berdampak pada timbulnya hipertensi (Sutanto, 2010).
e. Konsumsi Alkohol
Alkohol dalam darah merangsang pelepasan epinefrin (adrenalin)
atau hormon-hormon lain yang membuat pembuluh darah menyempit
34
atau menyembabkan penumpukan lebih banyak natrium dan air
(Sheps, 2005).
Menurut Hendra Budiman, dari FK UNIKA Atmajaya, pada
penelitian epidemiologi dengan pendekatan cross sectional rata-rata
tekanan darah meningkat bila intake alkohol diatas 3 gelas perhari.
Pada penderita hipertensi yang konsumsi alkoholnya tinggi, tekanan
darah akan menurun dengan menurunnya konsumsi alkohol. Puddey,
salah satu pusat penelitian kesehatan di Australia, menemukan
penurunan tekanan darah yang bermakna pada peminum alkohol jenis
standard beer (5% alkohol) dan menggantikannya dengan swan
spensial light (0,9 alkohol).
7. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah teridiri dari beberapa hal
diantaranya yaitu :
a. Memberikan pemahaman kepada klien tentang proses penyakit
hipertensi pencegahan dan pengobatannya
b. Meingkatkan partisipasi masyarakat pada program perawatan diri yang
meliputi
1) Mengurangi konsumsi garam (tidak melebihi 2000 mg
natrium/sodium per hari ) atau 1 sendok makan / hari.
2) Melakukan aktifitas fisik secara teratur olahraga selama 30 menit
perhari dilakukan selama 5 kali dalam seminggu
35
3) Tidak merokok dan menghindari asap rokok dari paparan
4) Diet sehat dan seimbang dengan makan sayur – sayuran
5) Mempertahankan berat badan agar ideal
6) Menghindsri minuman – minuma yang beralkohol dan bersoda
7) Mengola jiwa agar tidak stress dengan baik dan benar
c. Tidak adanya komplikasi Hipertensi
1) Tidak terdapat adanya gangguan pada penglihatan (katarak)
2) Tanda – tanda vital dalam batas normal, tekanan darah,nadi dan
pernafasan
3) Tidak ada nyeri saat bernafas dan udem
4) Fungsi ginjal dalam batas normal
5) Tidak terdapat gangguan pada saraf sensorik dan motoric
6) Tidak melaporkan adanya pusing, kuping berdengung, dan jatuh
(Nies dan Mc.Ewen, 2018).
C. Perilaku
1. Definsi
Perilaku dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau tindakan aktifitas
manusia yang memiliki kemampuan untuk berjalan, berbicara, tertawa
bekrerja, menulis membaca yang dapat diamati secara langsung maupn
tidak langsung oleh sesorang dari luar (Notoatmojo, 2012).
Definisi lain yang disampaikan oleh Skinner tahun 1938 dalam
Notoatmojo (2012) mendefinisikan bahwa perilaku adalah merupakan
36
suatu respon atau stimulus dari seseorang terhadap adanya rangsangan dari
luar atau disebut SOR (Stimulus,Organisme Respons).
2. Domain Perilaku
Ada 3 domain perilaku yaitu
a. Pengetahuan, pengetahuan adalah hasil dari apa yang kita ketahui dan
akan terjadi setelah individu melakukan proses pengindraan terhadap
suatu objek tertentu dan melibatakna seluruh panca indra manusia
mulai dari indra peraba, penglihatan, penciuman, pendengaran.
Pengetahuan merupakan bagian kognitif dan merupakan domain yang
sangat penting yang dapat mempengaruhi seseorang untuk berperilaku
dan bertindak. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara
melakukan Tanya jawab atau wawancara atau dengan menyebar
kuisioner yang berisikan tentang materi – materi yang ingin di ukur
dan di ketahui secara mendalam pada subjek penelitian atau kepada
responden (Notoatmojo, 2012).
b. Sikap, sikap adalah suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari
manusia atau seseorang terhadap adanya suatu stimulus atau respon,
batasan dari sikap itu tidak dapat dilihat, akan tetapi dapat ditafsirkan
terlebih dahulu ketika ada rangsangan karena perilaku yang tertutup.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi
merupakan cikal bakal atau predisposisi dari suatu perilaku.
Pengukuran sikap dapat dilakukan, baik dilakkan secara langsung
maupun tidak langsung, secara langsung misalnya yaitu dengan
37
melakukan atau mengajukan pertanyaan kepada responden untuk
menstimulus pendapat atau pernyatan responden tetang misalnya
penyakit hipertensi di suatu daerah, atau pendapat tentang pelayanan
disuatu rumah sakit, sdangkan secara tidak langsung dapat di buat
seperti pernyataan – pernyataan yang dimuat dalam suatu kuisioner
dan diminta responden untuk mengisinya (Notoatmojo,2012).
c. Praktik atau Tindakan, praktik atau tindakan merupakan wujud dari
sikap akan tetapi memerlukan faktor pendukung seperti fasilitas.
Beberapa tingkatan praktik adalah sebagai berikut :
1) Respon terpimpin yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan
urutan yang benar dan sesuai dengan contoh yang telah
diperagakan atau diberikan .
2) Mekanisme atau aturan, yaitu merupakan tindakan yang kedua
setelah respon terpimpin dan sudah mampu melakukannya karena
sudah menjadi kebiasaan
3) Adopsi, merupakan suat praktik atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik dan merupakan tingkatan ketiga dan
sudah mampu memodifikasi tanpa melakukan pengurangan
kebenaran dari tindakan tersebut.
Pengukruan perilaku dapat dilakukan oleh seseorang secara tidak
langsung yaitu dengan melalui wawancara terhadap kegiatan yang
dilakukan beberapa saat, jam, hari, atau pada bulan yang telah berlalu,
sedangkan untuk pengukuran secara langsung yaitu dengan melakukan
38
pengamatan atau mengobservasi kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang atau responden (Notoatmojo, 2012).
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku
Menurut teori Lawrence Green (1980) dalam Notoatmojo (2012) faktor
faktor yang mempengaruhi perilaku ada 3 yaitu
a. Faktor predisposisi, yaitu dapat di wujudkan dalam bentuk sperti
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai – nilai.
b. Faktor pendukung atau enabiling factor yaitu dapat terwujud dalam
lingkungan fisik, dapat tersedia atau tidak tersedia misalnya fasilitas-
fasilitas atau sarana dan prasarana kesehatan yang ada.
c. Faktor pendorong, yang terwujud dalam sikap dan perilaku yang
menjadi panutan pada petugas dan akan di adopsi oleh suatu
masyarakat dan menjadi referensi dalam masyarakat.
D. Posbindu
1. Definisi
Posbindu merupakan program pos pembinaan terpadu (Posbindu) yang
merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meberdayakan masyarakat
dalam melakukan kegiatan penemuan awal penyakit di masyarakat,
melakukan pemantauan, dan melakukan kegiatan tindakan yang
berkelanjutan secara dini terhadap masyarakat yang mengalami Risiko
penyakit tidak menular yang dilakukan secara mandiri dan komprehensif
serta berkesinambungan. Program ini merupakan upaya atau langkah awal
yang di lakukan di masyarakat sebagai bentuk persiapan sebelum
39
terjadinya penyakit karena penyakit tidak menular hampir tidak
menimbulkan gejala terutama yang merasa masih tetap sehat. Posbindu
merupakan wujud serta peran masyarakat dan merupakan kegiatan
pemberdayaan masyarakat atau Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
yang tugas pokoknya adalah kegiatan pencegahan dan peningkatan
kesehatan atau disebut upaya promotif dan prefentif di masyarakat dengan
melibatkan masyarakat sebagai mitra kerja mulai dari proses perencanaan
sampai kepada tahap evaluasi. Masyarakat berperan sebagai sasaran
kegiatan, sekaligus sebagai target dari kegiatan, target perubahan di
Masyarakat, ageng of change dan sebagai sumber daya yang akan
melakukan kegiatan sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan oleh
masyarakat (Kemenkes, 2014).
2. Perencanaan Posbindu
Hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan kegiatan posbindu
adalah dengan melakukan persiapan. Persiapan yang di perlukan adalah
dengan melakukan pendataan terhadap kelompok masyarakat yang
potensial dan beRisiko di masyarakat, melakukan advokasi terhadap
pemerintah setempat, fasilitas yang ada dan sarana serta prasarana yang
memadai, serta dibuatkannya mekanisme kerja antara teaga pelaksana di
kesehatan di Puskesmas dan Masyarakat atau kader serta pembiayaannya.
Akan tetapi secara sunstansi kegiatan posbindu ini dilakukan berdasarkan
kegiatan bukan kepada tempat, hal inilah yang membedakan dengan
kegiatan lainnya. Kegiatannya yaitu melakukan deteksi dini , melakukan
40
pemantauan secara kontinyu terhadap adanya faktor risiko, serta
melakukan rujukan jika tidak mampu di tangani (Kemenkes, 2014).
Kegiatan posbindu ini dapat dilakukan secara bersama jika terdapat
kegatan seperti pengajian, kegiatan karang taruna, atau kegiatan yang ada
di masyarakat yang sudah terbentuk guna untuk efisiensi biaya yang ada
dapat pula dilakukan di sekolah – sekolah, perusahaan atau kantor – kantor
lembaga permasyarakat yang sudah terbentuk di masyarakat (Kemenkes,
2014).
3. Manfaat Posbindu
Manfaat yang dapat dirasakan keika melakukan kegiatan posbindu
adalah dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat, meningkatkan rasa
percaya diri, meningkatkan motivasi untuk hidup, meningkatkan kualitas
hidup masyarakat, dapat mampu secara produktif mengembangkan
kemampuan yang dimiliki, dapat meringankan biaya pelayanan kesehatan,
meberikan bimbingan pada usia lanjut, dapat meningkatkan status derajat
kesehatan yang setinggi tingginya. Kegatan posbindu ini merupakan
kegiatan promotif dan prefentif dan tidak mengabaikan kuratif dan
rehabilitative yang di harapkan masyarakat aktif dalam melakukan
pemeriksaan di tempat tersebut, serta mapu memandirikan masyarakat
(Depkes, 2007).
41
4. Tujuan Posbindu
a. Dapat meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan di masyarakat yang
tidak dapat di jangkau sehingga kebutuhan masyarakat terpenuhi.
b. Dapat melakukan pendekatan pelayanan dengan melihat langsung serta
melakukan komunikasi yang lebih akrab dengan masyarakat.
c. Dapat mengurangi angka kematian dan meningkatkan usia harapan
hidu bagi masyarakat.
d. Dapat membantu petugas kesehatan dalam melakukan pembinaan
secara terencana mulai dari perencanaan sampai evaluasi.
e. Dapat meningkatkan kemampuan kader dalam melakukan pelayanan
yang lebih professional kepada masyarakat.
f. Dapat menigkatkan kemampuan petugas kesehatan untuk lebih
mengaktifkan masyarakat dan melakukan mitra kepada masyarakat
dalam melakukan pembinaan.
g. Dapat meningkatkan peran serta masyarakat serta seuruh komponen
yang ada di masyarakat seperti organisasi – organisasi yang telah
terbentuk di masyarakat seperti karang taruna, organisiasi social dan
lembaga swadaya masyarakat dalma melakukan pembinaan kepada
masyarakat yang beRisiko baik masyarakat yang sehat maupun yang
sakit (Kemenkes, 2014).
42
5. Langkah yang dilakukan
Langkah langkah yang dapat di tempuh dalam melakukan pembinaan
kesehatan adalah :
a. Memberikan informasi pembinaan kepada masyarakat.
b. Membuat kesepakatan tentang pelaksanaan pembinaan kesehatan
masyarakat.
c. Melakukan pembinaan kepada staf puskesmas yang akan melakukan
pembinaan kepada masyarakat.
d. Membuat daftar rencana kegiatan pembinaan kesehatan pada
masyarakat.
e. Melakukan kemitraaan baik lintas sektor maupun lintas program
f. Melakukan survey mawas diri bersama pemerintah setempat, baik
camat, kelurahan, desa untuk melakukan identifikasi terhadap masalah
kesehatan yang ada di wilayah kerjanya.
g. Bersama pemerintah dan masyarakat melakukan musyawarah
masyarakat desa untuk melakukan kesepakatan bersama untuk kegiatan
pengebangan kesehatan masyarakat.
h. Melakukan pembentukan kelompok kerja dengan melibatkan
masyarakat
i. Melakukan pembentukan dan pengembangan pembinaan kesehatan
masyarakat pada usia berisiko dan yang rentang dimasyarakat
(Kemenkes, 2014).
43
6. Mekanisme Posbindu
Penyelenggaraan posbindu dilakukan oleh kader kesehatan yang
sebelumnya telah mendapatkan pelatihan oleh petugas kesahatan yang ada
di wilayahnya serta bersama tenaga kesehatan melakukan kegiatan.
Adapun tahapan terdiri dari 5 meja yaitu sebagai berikut :
a. Tahapan meja Pertama
Melakukan registrasi atau pendaftaran pada masyarakat yang datang
dilakukan oleh kader kesehatan
b. Tahapan meja ke dua
Melakukan pencatatan kegiatan sehari hari, melakukan pemeriksaan
berat badan dan tinggi badan kemudian menginterpretasi hasilnya,
dapat dilakukan oleh kader.
c. Tahapan pada Meja ke Tiga
Melakukan pemeriksaan tekanan darah, status mental, dan tanda –
tanda vital secara komprehensif.
d. Tahapan meja ke empat
Pemriksaan Urine dan kadar kolesterol, asam urat dan glukosa secara
sederhana
e. Tahapan Meja Kelima
Melakukan pemberian informasi kepada masyarakat atau konseling,
dilakukan oleh petugas kesehatan.
7. Bentuk Pelayanan Posbindu
a. Pemeriksaan kegiatan sehari hari yang dapat dilakukan oleh lansia.
44
b. Pemeriksaan status mental kepada lansia .
c. Pengukuran tekanan dara yang dapat dilakukan oleh kader.
d. Melakukan rujukan terhadap klien yang tidak bisa ditangani.
e. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat yang bisa dilakukan oleh
kader.
8. Kegiatan petugas puskesmas
a. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat secara teratur dengan
menggunakan media yang ada yang sasarannya kepada seluruh
masyarakat.
b. Melakukan penjaringan terhadap seluruh masyarakat yang beRisiko
dan yang rentang melakukan pemeriksaan secara berkala, memberi
petunjuk tentang pencegahan penyakit dan bahaya yang akan terjaid
serta dampaknya.
9. Kegiatan masyarakat
a. Melakukan kegaiatan olahraga teratur seperti senam, akan tetapi di
sesuaikan dengan kondisi kesehatan yang ada, memotivasi masyarakat
untuk melakukan rekreasi, pengembangan keterampilan dan hobi.
b. Mengajarkan tentang diet seimbang, mengajarkan perilaku kesehatan
yang baik dan sesuai.
c. Ikut serta dan berperan pada penyuluhan mengenai kondisi kesehatan
usia lanjut secara berkelompok melalui media massa (Kemenkes,
2014).
45
E. Kader
1. Definisi Kader
Kader kesehatan merupakan tenaga yang secara sukarela yang di pilih oleh
masyarakat dan memiliki tugas membantu petugas kesehatan di
masyarakat dalam bidang kesehatan ( Yulifah, dkk 2009). Definisi lain dari
kader adalah seorang pria atau wanita yang telah terlatih dan mampu untuk
menanggulangi masalah kesehatan yang ada di masyarakat (Meilani, dkk
2009). Sehingga defenisi kader dapat di ambil kesimpulan bahwa tenaga
yang berasal dari masyarakat, dipilih oleh masyarakat dan bekerja untuk
masyarakat dan merupakan pemberdayaan masyarakat dan menjadi
penyelenggara dalam pelayanan kesehatan (Fallen dkk, 2010).
2. Peran dan Fungsi Kader
a. Melakukan pendataan terhadap seluruh masyarakat yang ada di
daerahnya.
b. Mampu melakukan kegiatan kepada masyarakat dengan prinsip
melakukan penyampaian informasi, komunikasi dan mampu
memberikan motivasi kepada seluruh masyarakat.
c. Mampu menggerakkan masyarakat untuk datang ke posyandu untuk
melakukan pemeriksaan kesehatan dan merencanakan kegiatan untuk
disepakati dalam melakukan kegiatan yang akan dilaksanakan.
d. Meemberi obat yang dirsepkan oleh dokter, membantu dalam
mengumpulkan bahan – bahan pemeriksaan hasil lab, melaporkan
kepada petugas jika menemukan pendatang yang baru masuk ke
46
wilayahnya, dan membantu dalam pemantauan kasus penyakit seperti
TB.
3. Tugas – Tugas Kader pada Kegiatan Posyandu
Kader merupakan tenaga yang ada di masyarakat yang telah di latih yang
merupakan perpanjangan tangan dari tenaga kesehatan, akan tetapi kader
bukan merupakan tenaga yang professional akan tetapi dapat membantu
dalam melakukan pendaftaran pasien pada saat kegiatan posyandu
berlangsung, melakukan rekapan hasil pencatatan seperti hasil
penimbangan, melakukan penyuluhan kepada masyarakat terkait penyakit
yang di derita, serta dapat membantu dalam pelayanan kesehatan jika
diperlukan.
4. Persyaratan untuk menjadi Kader
a. Mampu membaca dan menulis dengan baik
b. Dapat dipilih oleh Pemerintah setempat atau masyarakat
c. Mampu bekerja bersama masyarakat dalam mencegah penyakit
d. Mampu memotivasi dan berjiwa sosial kepada masyarakat
e. Sopan dan santun dalam melakukan kegiatan terutama dalam
menghadapi masyarakat
5. Tugas tambahan Kader di luar pelaksaan posyandu
a. Melakukan kunjungan kepada masyarakat yang tidak sempat hadir di
psoyandu.
b. Bersama Petugas kesehatan melakukan Survei Mawas Diri (SMD)
kepada masyarakat .
47
c. Melakukan musyawarah bersama untuk menyepakati jadwal dan
tempat untuk kegiatan posyandu berikutnya.
d. Mengajak seluruh masyarakat untuk ikut dan selalu hadir di Posyandu.
e. Menyebarkan informasi kepada masyarakat tentang jadwal posyandu
serta mampu menggalang dana untuk suatu kegiatan.
f. Melakukan kegiatan di Posyandu seperti kegiatan jalan sehat, senam
lansia, melatih melakukan tehnik relaksasi otot progresif, bersepeda
atau pengajian.
g. Melakukan pencatatan secara terus menerus terutama ketika
didapatkan kasus.
(R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).
Dari persyaratan-persyaratan yang diutarakan oleh beberapa ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa kriteria pemilihan kader kesehatan antara lain sanggup
bekerja secara sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat serta
mempunyai kredibilitas yang baik dimasyarakat dimana perilakunya menjadi
panutan masyarakat, memiliki jiwa pengabdian yang tinggi kepada
masyarakat, mempunyai penghasilan tetap, mampu membaca dan menulis,
serta sanggup membina masyarakat sekitarnya terutama dalam mencegah
terjadinya penyakit (Efendi Ferry dan Makhfudli, 2009).
Brownstein et al. (2007 dalam IOM, 2010) melakukan review uji coba
terkontrol secara acak (RCT) dan beberapa penelitian lain untuk menguji
efektivitas kader dalam mendukung perawatan individu dengan hipertensi.
Hasil dari review tersebut mengatakan bahwa terdapat perubahan perilaku
48
positif. Jumlah total 9 dari 10 studi menujukkan hasil yang bermakna bahwa
pelatihan tersebut dapat meningkatkan kepatuhan terhadap obat-obatan, dan
meningkatkan kontrol terhadap tekanan darah. Di antara 5 studi yang
membahas kepatuhan terhadap obat, 2 RCT melihat peningkatan yang
signifikan pada kelompok intervensi yang termasuk peranan kader
dibandingkan dengan kelompok kontrol. RCT lain ditemukan 26 persen
kepatuhan yang lebih besar di antara pasien yang menerima intervensi kader
secara teratur.
Penelitian yang lain yaitu sebuah studi time-series dan studi sebelum dan
sesudah juga mencatat peningkatan dengan Intervensi Kader. Sehubungan
dengan kontrol tekanan darah, 9 dari 10 studi melaporkan peningkatan positif.
Peningkatan kontrol tekanan darah berkisar antara 4 hingga 46 persen selama
periode waktu yang berbeda (6 hingga 24 bulan). Peran dan tugas Kader
cenderung serupa di seluruh studi dan mencerminkan tujuan bersama
meningkatkan kontrol tekanan darah melalui serangkaian dukungan perilaku
dan sosial yang diawasi oleh petugas kesehatan. Tindakan meliputi
pengukuran dan pemantauan tekanan darah,pemberian pendidikan kesehatan
kepada pasien dan keluarga tentang perilaku faktor risiko hipertensi;
merekomendasikan perubahan dalam diet dan aktivitas fisik; menjelaskan
protokol perawatan, masalah asuransi kesehatan, dan pentingnya mematuhi
rejimen pengobatan, memberikan bantuan dengan melakukan rujukan kepada
petugas, melayani sebagai mediator antara pasien dan perawatan kesehatan
dan sistem layanan sosial dan akhirnya, mendengarkan keluhan pasien dan
49
keluarga, memotivasi mereka, mengurangi isolasi mereka, dan memimpin
swadaya kelompok di masyarakat (Brownstein et al. (2007 dalam IOM, 2010).
Beberapa peran dan keberhasilan yang dicapai tampaknya serupa dengan
mereka dari perawat yang telah memberikan intervensi pendidikan yang
ditujukan untuk mengontrol hipertensi dan menyarankan strategi yang efisien
untuk mewujudkan peningkatan pengobatan dan kontrol tekanan darah yang
berkelanjutan untuk ditargetkan secara rasial atau beragam populasi berisiko
tinggi secara etnis. Meskipun orang awam terlatih tidak dapat melakukan
dalam kapasitas yang sama dengan perawat profesional dan pendidik
kesehatan, dengan pelatihan dan pengawasan yang tepat mereka dapat berhasil
berkontribusi pada perawatan anggota masyarakat dengan hipertensi
(Bosworth et al., 2005 dalam IOM, 2010).
F. Health Promotion Model (HPM) Pender
1. Definisi
HPM adalah model yang berorientasi pada kompetensi atau pendekatan.
Berbeda dengan model pencegahan, seperti HBM, HPM tidak
memasukkan "ketakutan" atau "ancaman" sebagai sumber motivasi untuk
perilaku kesehatan. HPM mengusulkan kerangka kerja untuk
mengintegrasikan perspektif ilmu keperawatan dan perilaku dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan. Model ini
menawarkan panduan untuk mengeksplorasi proses biopsikososial
kompleks yang memotivasi individu untuk terlibat dalam perilaku yang
diarahkan untuk meningkatkan kesehatan (Alligood, 2015).
50
HPM merangsang penelitian untuk menggambarkan potensi tujuh kognitif
perseptual faktor dan lima faktor pengubah untuk memprediksi perilaku
kesehatan. Faktor kognitif persepsi adalah pentingnya kesehatan, kontrol
yang dirasakan kesehatan, definisi kesehatan, status kesehatan yang
dirasakan, efikasi diri yang dirasakan, manfaat yang dirasakan, dan
hambatan yang dirasakan. Faktor pengubahnya adalah karakteristik
demografis dan biologis, pengaruh interpersonal, pengaruh situasional, dan
faktor perilaku (Alligood,2015).
HPM berlaku untuk semua perilaku kesehatan ancaman mana yang tidak
diusulkan sebagai sumber utama motivasi untuk perilaku tersebut
(Pender,2014).
2. Dasar Teoritis untuk Model Promosi Kesehatan
HPM adalah upaya untuk menggambarkan sifat multidimensi orang yang
berinteraksi dengan mereka lingkungan interpersonal dan fisik saat mereka
menginginkan kesehatan. HPM mengintegrasikan konstruksi dari teori
nilai-harapan dan teori kognitif sosial, dalam perspektif keperawatan
holistik fungsi manusia.
Tiga variabel baru yang ditambahkan ke model revisi adalah pengaruh
yang berhubungan dengan aktivitas, komitmen terhadap rencana aksi, dan
tuntutan bersaing yang mendesak dan preferensi (Pender, 2014).
51
3. Penjelasan Komponen Health Promotion Model Pender
a. Karakteristik dan Pengalaman Individu
Setiap orang memiliki karakteristik dan pengalaman pribadi yang unik
yang memengaruhi tindakan selanjutnya. Pentingnya efeknya
tergantung pada perilaku target yang dipertimbangkan. Karakteristik
individu dan pengalaman termasuk perilaku terkait sebelumnya dan
faktor pribadi.
b. Perilaku Terkait Sebelumnya
Penelitian menunjukkan bahwa sering kali prediktor perilaku terbaik
adalah frekuensi perilaku yang sama atau serupa di masa lalu. Perilaku
sebelumnya diusulkan untuk memiliki keduanya efek langsung dan
tidak langsung pada kemungkinan terlibat dalam perilaku yang
mempromosikan kesehatan. efek langsung dari perilaku masa lalu pada
perilaku mempromosikan kesehatan saat ini mungkin karena
pembentukan kebiasaan, predisposisi seseorang untuk terlibat dalam
perilaku secara otomatis dengan sedikit perhatian pada spesifik rincian
pelaksanaannya. Kekuatan kebiasaan bertambah setiap kali perilaku
terjadi dan ditambah oleh praktik perilaku yang terkonsentrasi dan
berulang. Konsisten dengan teori kognitif sosial, perilaku sebelumnya
diusulkan untuk mempengaruhi secara tidak langsung perilaku
mempromosikan kesehatan melalui persepsi efikasi diri, hambatan
manfaat, dan aktivitas yang dapat mempengaruhi (Pender, 2015).
52
c. Faktor Pribadi
Faktor-faktor pribadi yang relevan yang memprediksi perilaku tertentu
dibentuk oleh sifat perilaku target yang dipertimbangkan. Faktor
pribadi dikategorikan sebagai biologis, psikologis, dan sosiokultural.
Contoh faktor biologis termasuk usia, indeks massa tubuh, status
pubertas, status menopause, kapasitas aerobik, kekuatan, kelincahan,
atau keseimbangan. Faktor Psikologis termasuk harga diri, motivasi
diri, dan status kesehatan yang dirasakan. Sosiokultural faktor
termasuk ras, etnis, akulturasi, pendidikan, dan status sosial ekonomi.
Pribadi faktor-faktor harus dibatasi pada faktor-faktor yang secara teori
relevan untuk menjelaskan atau memprediksi suatu pemberian perilaku
target.
d. Kognisi dan Pengaruh Khusus Perilaku
Variabel perilaku spesifik dianggap memiliki signifikansi motivasi
utama. Variabel-variabel ini merupakan “inti” kritis karena mereka
dapat dimodifikasi melalui intervensi. Mereka termasuk manfaat yang
dirasakan, hambatan yang dirasakan, persepsi self-efficacy, pengaruh
yang berhubungan dengan aktivitas, pengaruh interpersonal, dan
pengaruh situasional. Mengukur variabel-variabel ini sangat penting
untuk menilai apakah perubahan benar-benar hasil dari intervensi.
e. Manfaat Persepsi dari Tindakan
Manfaat tindakan yang dirasakan adalah representasi mental
konsekuensi positif atau memperkuat dari suatu perilaku. Harapan
53
individu untuk terlibat dalam perilaku tertentu bergantung pada
manfaat yang diantisipasi. Dalam HPM, manfaat yang dirasakan
adalah diusulkan untuk secara langsung dan tidak langsung
memotivasi perilaku melalui penentuan tingkat komitmen untuk
rencana aksi untuk terlibat dalam perilaku. Individu cenderung
menginvestasikan waktu dan sumber daya dalam kegiatan yang
memiliki hasil yang positif.
Manfaat dapat bersifat intrinsik atau ekstrinsik. Manfaat intrinsik
termasuk peningkatan kewaspadaan dan energi serta daya tarik yang
dirasakan meningkat. Manfaat ekstrinsik termasuk hadiah atau
interaksi sosial mungkin sebagai hasil dari keterlibatan dalam perilaku.
Awalnya, ekstrinsik manfaat perilaku kesehatan mungkin sangat
signifikan, sedangkan manfaat intrinsik mungkin lebih kuat dalam
memotivasi keberlanjutan perilaku kesehatan. Percaya pada harapan
hasil yang positif secara umum telah terbukti diperlukan meskipun
kondisi tidak mencukupi untuk terlibat perilaku kesehatan tertentu
(Alligood, 2015).
f. Persepsi Hambatan terhadap Tindakan
Hambatan terdiri dari persepsi tentang tidak tersedianya,
ketidaknyamanan, biaya, kesulitan, atau sifat yang memakan waktu
dari tindakan tertentu. Hambatannya adalah sering dipandang sebagai
hambatan mental, rintangan, dan biaya pribadi untuk melakukan
54
perilaku tertentu. Hambatan biasanya membangkitkan motif
penghindaran dalam kaitannya dengan perilaku yang diberikan.
Hambatan yang diantisipasi telah berulang kali ditemukan
mempengaruhi niat untuk terlibat dalam perilaku tertentu. Kehilangan
kepuasan dari berhenti dari perilaku yang merusak kesehatan seperti
merokok atau makan makanan tinggi lemak mengadopsi gaya hidup
yang lebih sehat juga bisa menjadi penghalang (Pender, 2015).
Ketika kesiapan untuk bertindak rendah dan hambatan tinggi, tindakan
tidak mungkin terjadi. Dirasakan hambatan untuk bertindak dalam
HPM yang direvisi memengaruhi perilaku mempromosikan kesehatan
secara langsung dengan berperan sebagai memnghambat tindakan serta
secara tidak langsung melalui penurunan komitmen terhadap rencana
aksi.
g. Persepsi Kemanjuran Diri
Kemanjuran diri adalah penilaian kemampuan pribadi untuk
berorganisasi dan melakukan tindakan tertentu. Self-efficacy
melibatkan penilaian atas apa yang dapat dilakukan seseorang dengan
keterampilan apa pun yang dimiliki seseorang. Penilaian efikasi
pribadi dibedakan dari hasil harapan. Perceived self-efficacy adalah
penilaian kemampuan seseorang untuk mencapai sesuatu tingkat
kinerja, sedangkan ekspektasi hasil adalah penilaian konsekuensi yang
mungkin terjadi (manfaat, biaya) perilaku yang akan dihasilkan.
55
Persepsi keterampilan dan kompetensi pada khususnya domain
memotivasi individu untuk terlibat dalam perilaku di mana mereka
unggul. Merasa berkhasiat dan terampil lebih mungkin mendorong
seseorang untuk terlibat dalam perilaku yang ditargetkan lebih sering
daripada yang sebenarnya merasa tidak kompeten dan tidak terampil (
Alligood, 2015).
HPM mengusulkan bahwa persepsi efikasi diri dipengaruhi oleh
pengaruh yang berhubungan dengan aktivitas. Semakin positif
pengaruhnya, semakin besar persepsi keberhasilan. Namun dalam
kenyataannya, hubungan ini bersifat timbal balik. Persepsi kemanjuran
yang lebih besar, pada gilirannya, meningkatkan pengaruh positif. Self
efficacy mempengaruhi hambatan yang dirasakan untuk tindakan,
dengan keberhasilan yang lebih tinggi menghasilkan Persepsi
hambatan. Self-efficacy memotivasi perilaku mempromosikan
kesehatan secara langsung oleh efficacy harapan dan secara tidak
langsung dengan mempengaruhi hambatan yang dirasakan dan tingkat
komitmen atau kegigihan dalam mengejar rencana aksi.
h. Aktivitas Yang Mempengaruhi
Pengaruh yang berhubungan dengan aktivitas terdiri dari tiga
komponen: emosional gairah terhadap tindakan itu sendiri (tindakan
terkait), akting diri (terkait diri), dan lingkungan di mana aksi
berlangsung (terkait konteks). Keadaan perasaan yang dihasilkan
56
cenderung mempengaruhi apakah suatu individu akan mengulangi
perilaku itu lagi atau mempertahankan perilaku itu dalam jangka
panjang. Perasaan subyektif keadaan terjadi sebelum, selama, dan
mengikuti suatu kegiatan, berdasarkan pada sifat-sifat stimulus terkait
dengan acara perilaku. Respons afektif ini mungkin ringan, sedang,
atau kuat dan secara kognitif diberi label, disimpan dalam memori, dan
dikaitkan dengan pemikiran selanjutnya tentang tingkah laku.
Pengaruh yang terkait dengan perilaku mencerminkan reaksi
emosional langsung atau gutlevel respons terhadap perilaku, yang bisa
positif atau negatif — apakah itu menyenangkan, menyenangkan,
menyenangkan, menjijikkan, atau tidak menyenangkan? Perilaku yang
terkait dengan pengaruh positif cenderung diulang, sedangkan yang
terkait dengan dampak negatif cenderung dihindari. Baik positif
maupun negatif negara perasaan diinduksi untuk beberapa perilaku.
Dengan demikian, keseimbangan relatif antara positif dan pengaruh
negatif sebelum, selama, dan mengikuti perilaku penting untuk
dipastikan (Pender, 2014).
Aktivitas terkait Mempengaruhi berbeda dari dimensi evaluatif sikap
yang diusulkan oleh Fishbein dan Ajzen (1975). Dimensi evaluatif dari
sikap mencerminkan evaluasi afektif dari spesifik hasil dari perilaku
daripada respons terhadap sifat-sifat stimulus perilaku acara itu sendiri.
Untuk setiap perilaku yang diberikan, rentang penuh perasaan negatif
57
dan positif terkait dengan tindakan, diri sebagai aktor, dan konteks
tindakan harus diukur. Dalam banyak ukuran pengaruh, perasaan
negatif diuraikan lebih luas daripada perasaan positif. Ini tidak
mengejutkankarena kecemasan, ketakutan, dan depresi dipelajari lebih
dari sukacita, kegembiraan, dan ketenangan.
Respon emosional dan keadaan fisiologis yang diinduksi selama
perilaku berfungsi sebagai sumber informasi efikasi (Bandura, 1985
dalam Pender, 2014). Dengan demikian, pengaruh yang berhubungan
dengan aktivitas diusulkan untuk mempengaruhi perilaku kesehatan
secara langsung maupun tidak langsung melalui self-efficacy dan
komitmen terhadap suatu rencana tindakan.
i. Pengaruh Interpersonal
Pengaruh interpersonal adalah kognisi yang melibatkan perilaku,
keyakinan, atau sikap orang lain. Kognisi ini mungkin berhubungan
atau tidak dengan kenyataan. Sumber utama pengaruh interpersonal
pada perilaku promosi kesehatan adalah keluarga, teman sebaya, dan
penyedia layanan kesehatan. Pengaruh interpersonal termasuk norma
sosial (harapan signifikan lainnya), dukungan sosial (dorongan
instrumental dan emosional), dan pemodelan (perwakilan) belajar
melalui mengamati orang lain). Tiga pengaruh interpersonal ini
menentukan individu kecenderungan untuk terlibat dalam perilaku
yang meningkatkan kesehatan. Norma sosial menetapkan standar
58
kinerja yang dapat diadopsi atau ditolak individu. Sosial dukungan
untuk perilaku memanfaatkan sumber daya berkelanjutan yang
ditawarkan oleh orang lain. Pemodelan menggambarkan komponen
berurutan dari perilaku kesehatan dan merupakan strategi penting
untuk perubahan perilaku.
HPM mengusulkan bahwa pengaruh interpersonal memengaruhi
perilaku mempromosikan kesehatan secara langsung serta secara tidak
langsung melalui tekanan sosial atau dorongan untuk berkomitmen
pada rencana aksi. Individu berbeda-beda dalam hal sejauh mana
mereka peka terhadap keinginan, contoh, dan pujian lainnya. Namun,
dengan motivasi yang memadai, individu cenderung melakukan
perilaku itu akan diperkuat secara sosial. Kerentanan terhadap
pengaruh orang lain mungkin berbeda secara perkembangan dan
menjadi sangat jelas pada masa remaja. Beberapa budaya lebih
menekankan pada interpersonal pengaruh daripada orang lain.
Misalnya, keluarga di antara populasi Hispanik mungkin dorong
individu untuk terlibat dalam perilaku tertentu demi kebaikan keluarga
dan bukan untuk keuntungan pribadi (Pender, 2015).
j. Pengaruh Situasional
Persepsi pribadi dan kognisi tentang situasi atau konteks apa pun
memfasilitasi atau menghambat perilaku. Pengaruh situasional pada
perilaku promosi kesehatan meliputi persepsi opsi yang tersedia,
59
karakteristik permintaan, dan karakteristik lingkungan di dimana suatu
perilaku tertentu diusulkan untuk terjadi. Individu tertarik dan
melakukan lebih banyak kompeten dalam situasi atau konteks
lingkungan di mana mereka merasa cocok, terkait, dan aman dan
diyakinkan Dalam revisi HPM, pengaruh situasional telah
direkonseptualisasi menjadi langsung dan tidak langsung
mempengaruhi perilaku kesehatan. Situasi dapat secara langsung
mempengaruhi perilaku dengan menghadirkan lingkungan "Penuh"
dengan isyarat yang memicu tindakan. Misalnya, lingkungan "tidak
merokok" tercipta menuntut karakteristik untuk perilaku tidak
merokok.
k. Komitmen terhadap Rencana Aksi
Komitmen terhadap rencana tindakan memulai suatu peristiwa
perilaku. Komitmen mendorong individu ke dalam tindakan kecuali
ada permintaan bersaing yang tidak dapat dihindari atau preferensi
bersaing itu tidak ditolak. Individu umumnya terlibat dalam
terorganisir daripada tidak terorganisir tingkah laku. Dalam HPM yang
direvisi, komitmen terhadap rencana aksi menyiratkan yang mendasari
berikut proses kognitif: (1) komitmen untuk melakukan tindakan
tertentu pada waktu dan tempat tertentu dan dengan orang-orang
tertentu atau sendiri, terlepas dari preferensi yang bersaing (niat
60
implementasi), dan (2) identifikasi strategi pasti untuk memunculkan,
melaksanakan, dan memperkuat tingkah laku.
Identifikasi strategi spesifik untuk digunakan pada titik yang berbeda
dalam perilaku urutan melampaui kesengajaan untuk memajukan
kemungkinan bahwa rencana tindakan akan berhasil
diimplementasikan. Sebagai contoh, strategi kontrak terdiri dari
perjanjian yang disepakati bersama serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh satu pihak dengan pemahaman bahwa pihak lain akan
melakukannya memberikan hadiah atau penguatan nyata jika
komitmen dipertahankan. Strategi adalah dipilih untuk memberi energi
dan memperkuat perilaku kesehatan sesuai dengan preferensi individu
(Pender, 2015).
Komitmen sendirian tanpa strategi terkait sering menghasilkan "niat
baik" tetapi gagal melakukan perilaku kesehatan. Komitmen terhadap
rencana mirip dengan konsep implementasi niat di mana komitmen
yang kuat dilengkapi dengan kapan, di mana, dan bagaimana
komitmen akan terwujud.
l. Permintaan dan Preferensi Bersaing Segera
Tuntutan atau preferensi yang bersaing secara langsung mengacu pada
perilaku alternatif yang mengganggu kesadaran segera sebelum
kejadian yang direncanakan dari perilaku mempromosikan kesehatan
yang direncanakan. Tuntutan yang bersaing adalah perilaku alternatif
61
di mana individu memiliki tingkat yang relatif rendah kontrol karena
kemungkinan lingkungan seperti pekerjaan atau tanggung jawab
perawatan keluarga. Kegagalan untuk menanggapi permintaan yang
bersaing mungkin memiliki efek buruk untuk diri sendiri atau untuk
signifikan lainnya.
Preferensi yang bersaing memiliki sifat penguat yang kuat yang
digunakan individu tingkat kontrol yang relatif tinggi. Sejauh mana
seseorang menolak preferensi yang bersaing tergantung pada
kemampuan untuk mengatur diri sendiri. Contoh "menyerah" untuk
preferensi yang bersaing adalah memilih makanan yang tinggi lemak
daripada rendah lemak karena rasa atau preferensi rasa, atau
mengemudi melewati pusat rekreasi di mana orang biasanya
berolahraga untuk berhenti di mal berdasarkan preferensi berbelanja
daripada aktivitas fisik. Baik tuntutan dan preferensi yang bersaing
dapat menggagalkan suatu rencana tindakan. Preferensi yang bersaing
dibedakan dari hambatan seperti kurangnya waktu, karena preferensi
yang bersaing adalah desakan menit terakhir berdasarkan pada hierarki
preferensi seseorang yang menggagalkan suatu rencana untuk tindakan
kesehatan yang positif. Individu bervariasi dalam kemampuan mereka
untuk mempertahankan perhatian dan menghindari gangguan perilaku
kesehatan (Alligod, 2015).
62
m. Hasil Perilaku
Perilaku Mempromosikan Kesehatan. Perilaku mempromosikan
kesehatan adalah titik akhir atau hasil tindakan dalam HPM. Namun,
perilaku mempromosikan kesehatan pada akhirnya diarahkan untuk
mencapai hasil kesehatan yang positif untuk klien. Perilaku
mempromosikan kesehatan, terutama ketika terintegrasi menjadi gaya
hidup sehat, menghasilkan peningkatan kesehatan, peningkatan
kemampuan fungsional, dan lebih baik kualitas hidup di semua tahap
perkembangan. Studi terus dilakukan untuk mendukung konstruksi
model HPM. Sebagian besar studi telah fokus pada pengujian
prediktabilitas model daripada berfungsi sebagai dasar teori untuk
mengembangkan dan menguji intervensi untuk mempelajari
mekanisme perubahan yang diusulkan dalam model (Pender,2014).
Model ini telah digunakan untuk memprediksi aktivitas fisik, nutrisi,
kesehatan mulut, dan perlindungan pendengaran. Masalah yang sedang
berlangsung adalah hanya sebagian pengujian model HPM yang
dilakukan di banyak penelitian, daripada mengukur semua konsep
model. Alasan yang mungkin adalah kompleksitas model dan sejumlah
besar konsep yang perlu diukur untuk menguji model penuh. Terlepas
dari keterbatasannya.
Model HPM terus memberikan kontribusi yang signifikan dalam
prediksi perilaku kesehatan dalam keperawatan dan kesehatan
masyarakat. Penelitian telah membuktikan bahwa itu adalah model
63
motivasi untuk memahami penentu utama perilaku kesehatan. Pender
memiliki mengembangkan rencana penilaian klinis yang dapat
digunakan oleh perawat dan profesional perawatan kesehatan lainnya
untuk menilai delapan konsep model kepercayaan. Konsep yang dinilai
adalah perilaku sebelumnya, faktor pribadi, kognisi spesifik perilaku,
pengaruh pribadi, pengaruh interpersonal, situasional pengaruh,
tuntutan dan preferensi yang bersaing, dan komitmen terhadap rencana
aksi. Penilaian dapat memberikan informasi berharga untuk
mengembangkan strategi konseling untuk membantu klien mengubah
perilaku negatif atau mengadopsi perilaku sehatyang lebih baik.
Model HPM dapat di tunjukkan pada gambar. 2.1 dibawah ini :
Keuntungan2 dari
tindakan yang
dirasakan
Penghambat2 untuk
bertindak yang
dirasakan
Kemajuan diri yang
dirasakan
Tindakan yang terkait
yang mempengaruhi
Pengaruh hubungan
interpersonal (klg,
kelompok, provider),
norma dukungan dan
model
Pengaruh situasional;
pilihan, sifat
kebutuhan; estetika
Komitment
pd Rencana
Tindakan
Kebutuhan bersaing
segera (control rendah)
& Pilihan2 (Kontrol
tinggi
Perilaku Promosi
Kesehatan HPM)
Sifat2 & Pengalaman
Individu
Perilaku Spesifik
Pengetahuan dan Sikap
Hasil Perilaku
Hubungan
dengan perilaku
sebelumnya
Faktor Pribadi;
biologi,psikologis
, social budaya
64
G. KERANGKA TEORI
Gambar. 2.2. Health Promotion Model Pender ( Tommy dan Alligood, 2015).
Perilaku Deteksi Dini
Hipertensi Yang
Buruk
Faktor Personal
a. Faktor Biologis
1.Umur
2.Jenis Kelamin
3.Pendidikan
4.Status Ekonomi
b. Faktor Psikologis
1.Motivasi
2.Persepsi Status
kesehatan
c. Faktor
Sosiokultural
1.budaya
Pengaruh situasional;
pilihan, sifat
kebutuhan; estetika
Self Efficacy
Hambatan yang
dirasakan
Pemberian
Pelatihan Kader
Posbindu
Tentang Deteksi
Dini Hipertensi Pengaruh hubungan
interpersonal (klg,
kelompok, provider),
norma dukungan dan
model
Merasakan Manfaat
Tindakan
Komitmen
Terhadap
Rencana
Tindakan
Perilaku
Deteksi Dini
Hipertensi