bab ii tinjauan teori a. pengertian -...
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Sirosis adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif (Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).
Sirosis didefinisikan suatu penyakit hati kronis dan progresif yang dilalui
dengan degenerasi dan destruksi sel maupun jaringan hati (Reeves, Roux &
Lockhart, 2001).
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul (Suzanne & Bare, 2001).
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati yang normal oleh lembar – lembar jaringan ikat dan nodul – nodul
regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal (Price &
Wilson, 2005).
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi
8
dan regenerasi sel – sel hati sehingga timbul kekacauan dalam parenkim hati
(Mansjoer, 2001).
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Sirosis
Hepatis adalah suatu penyakit hati kronis menahun dengan keadaan patologis
yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif
diikuti dengan proliferasi jaringan ikat yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif sel hati maupun jaringan
hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal sehingga timbul kekacauan
dalam parenkim hati.
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1, 2 – 1, 8 kg
atau kurang lebih 25 % berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar
kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan
fungsi yang sangat kompleks. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang
interkostal V kanan dan batas bawah meyerong ke atas iga IX kanan ke iga VIII
kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekungan dan terdapat celah transversal
sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum miror terdapat mulai dari
sistem porta yang mengandung arteri hepatik, vena porta dan duktus koledokus.
Sistem porta terletak di depan vena kava dan di balik kandung empedu.
9
Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya
perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran
kira-kira 2 kali lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum falsiform dengan
kandungan empedu di lobus kanan kadang-kadang dapat ditemukan lobus
kuadran dan sebuah daerah yang disebut sebagai lobus kuadratus yang biasanya
tertutup oleh vena kava inferior dan ligamentum venosum pada permukaan
posterior. Hati terbagi dalam 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada
dasarnya, garis Cantlie yang terdapat mulai dari vena kava sampai kandungan
empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional dan dengan adanya
daerah dengan vaskularisasi relatif sedikit, kadang-kadang dijadikan batas
reseksi. Pembagian lebih lanjut menjadi 8 segmen didasarkan pada aliran cabang
pembuluh darah dan saluran empedu yang dimiliki oleh masing-masing segmen.
Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50.000 - 100.000
lobuli. Setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk
kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lembaran sel
hati terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang vena porta
dan arteri hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel kupffer) yang
merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan
benda asing lain di dalam tubuh. Jadi hati merupakan salah satu organ utama
pertahanan tubuh terhadap serangan bakteri dan organ toksik.
10
Selain cabang - cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi
bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapier
empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara lembar sel
hati (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).
2. Fisiologi
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Sirkulasi vena porta
yang menyuplai 75% dari suplai asinus memegang peran penting dalam fisiologi
hati, terutama dalam hal metabolisme karbohidrat, protein dan asam lemak. Telah
dibuktikan bahwa pada zona-zona hepatosit yang memperoleh oksigen yang lebih
baik (zona 1) mempunyai kemampuan glukoneogenesis dan sintesis glotation
yang lebih baik dibandingkan dengan zona 3.
Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hati
mengekskresikan ampedu sebanyak satu liter per hari ke dalam usus halus. Unsur
utama empedu adalah air ( 97%), elektrolit, garam empedu. Walaupun bilirubin
(pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak
memiliki peran aktif, tapi penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran
empedu, karena bilirubin dapat memeberi warna pada jaringan dan cairan yang
berhubungan dengannya.
Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen
dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini disuplai glukosa
11
secara konstan ke darah (glikogenesis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan tenaga dan
sisanya diubah menjadi glikogen (yang disimpan pada otot) atau lemak (yang
disimpan dalam jaringan subkutan).
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah menghasilkan protein
plasma berupa albumin (yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotik
koloid), protombin, fibrinogen dan faktor bekuan lainnya.
Fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah menghasilkan lipoprotein,
kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.
Fungsi hati selain itu adalah sebagai endokrin yang mensintesis 25 –
hidroksilase vitamin D. Sedangkan fungsi immunologinya adalah untuk
perkembangan limfosit B fetus, pembuangan kompleks imun sirkulasi,
pembuangan limfosit T CD 8 teraktifasi, fagositosis dan presentasi antigen,
produksi lipopolysaccaride – binding protein, pelepasan sitokin (TNFα dan
interferon), transport immunoglobnulin A. Fungsi lain yaitu kemampuan untuk
regenerasi sel – sel hati dan pengaturan angiogenesis (Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).
12
Gambar 1. 1
Gambar 1. 2
13
C. Etiologi
1. Virus hepatitis VHB dan VHC (komplikasi akhir dari penyakit ini adalah
Sirosis Hepatis).
2. Alkohol (zat toksik yang paling sering dikonsumsi dan merusak hepar).
3. Hemokromatosis (akumulasi zat besi yang berlebihan di hepar).
4. Penyakit auto imun hepar (hepatitis ‘lupoid’ dan sirosis biliaris primer).
5. Obstruksi biliaris rekuren (misalnya batu empedu).
6. Penyakit Wilson (akumulasi tembaga yang berlebihan di hepar).
(Underwood, 1999)
D. Patofisiologi
Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang
utama. Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun
defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan
hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor
penyebab utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya.
Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki
kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi
alkohol yang tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu
(karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi
14
skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien
sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang
melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit
sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh
jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-
pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat
menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik
memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail
appearance) yang khas.
Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan
penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu
30 tahun/ lebih (teguhsubianto.wordpress.com).
E. Manifestasi Klinis
Penyakit ini mencakup gejala ikterus dan febris yang intermiten.
Pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar
dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi
tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai
akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada
15
perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan
parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan
hati akan teraba benjol-benjol (noduler).
Obstruksi Portal dan Asites. Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh
kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi
portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena
portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan
pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam
limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini
menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut
akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik.
Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau
diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring
telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru
kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan
keseluruhan tubuh.
16
Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi
akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah
kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh
portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai
akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah
abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae),
dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus,
lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan
membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan
yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan
menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi
untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus
gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan;
sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan
esofagus.
Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal
hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi
predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan
menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
17
Defisiensi Vitamin dan Anemia. Karena pembentukan, penggunaan dan
penyimpanan vitamin tertentu yan tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K),
maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai
fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis
dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak
adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering
menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien
yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan
untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
Kemunduran Mental. Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran
fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu,
pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup
perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta
tempat, dan pola bicara (Suzanne & Bare, 2001).
F. Komplikasi
1. Gagal hepar
a. Akibat dari sintesis albumin serta faktor pembekuan yang tidak adekuat.
b. Kegagalan mengeliminasi produk endogen seperti hormon, sampah
nitrogen dan sebagainya.
18
Berdasarkan fungsinya, sirosis dapat dikompensasi atau
didekompensasi. Apabila proses penyakit yang melanjut ke sirosis pada saat
itu tidak aktif, abnormalitas fungsi hepar mungkin tidak terdeteksi. Gagal
hepar merupakan manifestasi dekompensasi.
2. Hipertensi portal
Pada sirosis, peningkatan tekanan darah (> 7 mmHg) dalam vena
portal hepatika kemungkinan akibat kombinasi dari berbagai hal berikut :
a. Meningkatnya aliran darah portal.
b. Meningkatnya resistensi vaskuler hepatik.
c. Shunt arterio – venous intra hepatik.
3. Karsinoma sel hepar
Sirosis merupakan kondisi pre maligna, kondisi ini berhubungan
dengan meningkatnya resiko timbulnya karsinoma sel hepar. tumor hepar
sering multifokal, yang timbul pada banyak tempat dalam hepar. Resiko
terjadinya karsinoma ini lebih besar pada sirosis makronoduler dan semua tipe
etiologi (Undewood, 1999).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien sirosis hanya didasarkan pada gejala yang ada.
Sebagai contoh antacid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan
meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan suplemen
19
nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel – sel hati yang rusak dan
memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat diuretik yang
mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin diperlukan untuk mengurangi
asites jika gejala ini terdapat, dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit
yang akan terjadi pada penggunaan jenis diuretik lainnya. Asupan protein dan
kalori yang adekuat merupakan bagian esensial dalam penanganan sirosis
bersama – sama upaya untuk menghindari penggunaan alkohol yang selanjutnya.
Meskipun proses fibrosis pada hati sirotiktidak dapat diputar balik, perkembangan
keadaan ini masih dapat dihentikan/ diperlambat dengan tindakan tersebut.
Beberapa penelitian pendahuluan menunjukan bahwa cholchicine yang
merupakan preparat anti inflamasi untuk mengobati gejala gout, dapat
memperpanjang kelangsungan hidup penderita sirosis ringan hingga sedang
(Suzanne & Bare, 2001).
H. Pengkajian Fokus
Aktifitas/ Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, terlalu lemah.
Tanda : Letargi, Penurunan massa otot/ tonus.
Sirkulasi
Gejala : Riwayat GJK koronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik,
kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), disritmia, bunyi
jantung ekstra (S3, S4), DVJ; vena abdomen distensi.
20
Eliminasi
Gejala : Flatus.
Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan/
tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap,
pekat.
Makanan/ Cairan
Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat mencerna,
mual/ muntah.
Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan (cairan), penggunaan
jaringan, edema umum pada jaringan, kulit kering, turgor buruk,
ikterik, angioma spider, napas berbau/ fetor hepatikum, perdarahan
gusi.
Neurosensori
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,
penurunan mental.
Tanda : perubahan mental, halusinasi, koma, bicara lambat atau tidak jelas,
asterik (ensefalofati hepatik).
Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritis
perifer.
Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri.
Pernafasan
21
Gejala : Dispnea
Tanda : Takipnea, pernafasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi
paru terbatas (asites), hipoksia.
Keamanan
Gejala : Pruritus.
Tanda : Demam (lebih pada sirosis alkoholik), ikterik, ekimosis, petekie,
angioma spider/ teleangiektasis, eritema palmar.
Seksualitas
Gejala : Gangguan menstrusi, impoten.
Tanda : Atrofi testis, ginelomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan,
pubis)
Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala : Riwayat penggunaan alkohol jangka panjang/ penyalahgunaan,
penyakit hati alkoholik (Doengoes, 1999).
I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan pigmen
1) bilirubin serum direk nilai normal 0 – 0, 3 mg/ dl
2) bilirubun serum total nilai normal 0 – 0, 9 mg/ dl
3) bilirubin urine nilai normal 0
4) urobilinogen urine normal 0, 05 – 2, 5 mg/ 24 jam
22
5) eurobilinogen feses normal 40 - 200 mg/ 24 jam
b. Pemeriksaan protein
1) protein total serum nilai normal 7, 0 – 7, 5 g/ dl
2) albumin serum nilai normal 3, 5 – 5, 5 g/ dl
3) globulin serum nilai normal 1, 5 – 3, 0 g/ dl
4) HbsAG menunjukan hepatitis yang akut atau kronis atau status carier,
menunjukan keadaan yang menular
c. Waktu protombin
1) respon waktu protombin terhadap vitamin K nilai normal 100 %
kembali ke normal
d. Pemeriksaan serum transferase dan transaminase
1) AST atau SGOT nilai normal 4,8 – 19 U/ L
2) ALT atau SGPT nilai normal 2, 4 – 17 U/ L
3) LDH nilai normal 165 – 400 U/ L
4) Amonia serum nilai normal 20 – 120 µg/ dl
2. Radiologi
a. Foto rontgen abdomen untuk menentukan ukuran makroskopis hati.
b. Pemindaian hati dengan preparat technetium, emas, atau rose bengal yang
berlabel radioaktif untuk memperlihatkan ukuran dan bentuk hati; untuk
memperlihatkan penggantian jaringan hati oleh jaringan parut atau tumor.
c. Kolestogram dan kalangiogram untuk melihat kandung empedu dan
salurannya.
23
d. Arteriografi pembuluh darah seliaka untuk melihat hati dan pankreas
3. Pemeriksaan tambahan
a. Endoskopi untuk mencari varises dan abnormalitas esofagus
b. Biopsi hati untuk menentukan perubahan anatomis pada jaringan hati
c. Ultrasonografi untuk memperlihatkan ukuran organ dan keberadaan
massa
d. Laparoskopi untuk visualisasi langsung permukaan anterior hati, kandung
empedu dari mesentrium lewat alat trokar
(Suzanne & Bare, 2001)
24
J. Pathways
25
K. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diet yang
tidak adekuat, ketidakmampuan untuk memproses/ mencerna makanan,
anoreksia, mual/ muntah, tidak mau makan, mudah kenyang (asites), fungsi
usus abnormal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan
nilai laboratorium normal.
b. Tak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut.
Intervensi :
a. Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/
defisiensi.
b. Timbang sesuai indikasi. Bandingkan perubahan status cairan, riwayat
berat badan, ukuran kulit trisep.
Rasional : Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai
indicator langsung status nutrisi karena ada gambaran edema/
asites. Lipatan kulit trisep berguna dalam mengkaji perubahan
massa otot dan simpanan lemak subkutan.
26
c. Bantu dan dorong pasien untuk makan; jelaskan alasan tipe diet. Beri
pasien makan bila pasien mudah lelah, atau biarkan orang terdekat
membantu pasien. Pertimbangakn pilihan makanan yang disukai.
Rasional : Diet yang tepat penting untuk penyembuhan. Pasien mungkin
makan lebih baik bila keluarga terlibat dan makanan yang
disukai sebanyak mungkin.
d. Dorong pasien untuk makan semua makanan/ makanan tambahan.
Rasional : Pasien mungkin mencungkil atau hanya makan sedikit gigitan
karena kehilangan minat pada makanan dan mengalami mual,
kelemahan umum, malaise
e. Beri makan sedikit dan sering.
Rasional: Buruknya toleransi terhadap makanan banyak mungkin
berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen/ asites
f. Beri tambahan garam jika diijinkan hindari yang mengandung ammonium.
Rasional: Tambahan garam meningkatkan rasa makan dan membantu
meningkatkan selera makan; ammonia potensial meningkatkan
resiko ensefalopati.
g. Batasi masukan kafein, makanan yang menghasilkan gas atau berbumbu,
dan terlalu panas atau terlalu dingin.
Rasional: membantu dalam menurunkan iritasi gaster/ diare dan
ketidaknyamanan abdomen yang dapat mengganggu pemasukan
oral/ pencernaan.
27
h. Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi
Rasional: perdarahan dari varises esofagus dapat terjadi pada sirosis berat.
i. Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan.
Rasional: pasien cenderung mengalami luka dan/ atau perdarahan gusi dan
rasa tak enak pada mulut dimana menambah anoreksia.
j. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan khususnya sebelum makan
Rasional: penyimpanan energi menurunkan kebutuhan metabolik pada
hati dan meningkatkan regenerasi seluler.
k. Anjurkan menghentikan rokok
Rasional: menurunkan rangsangan gaster berlebihan dan resiko iritasi atau
perdarahan.
l. Awasi pemeriksaan laboratorium, cotoh glukosa serum, albumin, total
proteinamonia
Rasional: Glukosa menurun karena gangguan gliogenesis, penurunan
simpanan glikogen,atau masukan takade kuat.. Protein menurun
karena gangguan metabolisme, penurunan sistesis hepatik, atau
kehilangan ke rongga peritoneal (asites). Peningkatan kadar
ammonia perlu pembatasan masukan protein untuk mencegah
komplikasi serius.
m. Pertahankan status puasa jika diindikasikan.
Rasional: pada awalnya pengistirahatan GI diperlukan untuk menurunkan
kebutuhan pada hati dan produksi ammonia atau urea GI.
28
n. Konsul dengan ahli diet untuk memberikan diet tinggi dalam kalori dan
karbohidrat sederhana,rendah lemak dan tinggi protein sedang;batasi
natrium dan cairan bila perlu, Berika tambahan cairan sesuai indikasi.
Rasional: makanan tinggi kalori dibutuhkan pada kebanyakan pasien yang
pemasukannya dibatasi, karbohidrat memberikan energi yang
siap pakai. Lemak diserap dengan buruk karena disfungsi hati
dan mungkin memperberat ketidaknyamanan abdomen. Protein
dipelukan pada perbaikan kadar protein serum untuk
menurunkan edema dan untuk meningkatkan regenerasi sel hati.
Catatan: Protein dan makanan tinggi ammonia (contoh gelatin)
dibatasi bila kadar ammonia tinggi atau pasien mempunyai
tanda klinis ensefalopati hepatik. Selama itu individu ini dapat
mentolerir protein nabati lebih baik dari protein hewani.
o. Berikan makanan dengan selang, hiperlimentasi, lipid sesuai indikasi
Rasional: mungkin diperlukan untuk diet tambahan untuk memberikan
nutrient bila pasien terlalu mual atau anoreksia untuk makan
atau varises esophagus mempengaruhi masukan oral.
p. Berikan obat sesuai indikasi, contoh:
Tambahan vitamin, tiamin, besi, asam folat
Rasional: pasien biasanya kurang vitamin karena diet yang buruk
sebelumya. Juga hati yang rusak tidak dapat menyimpan
29
vitamin A, B komplek, D, K. Juga dapat kekurangan besi dan
asam folat yang menimbulkan anemia.
Sink
Rasional: meningkatkan rasa kecap atau bau yang dapat merangsang nafsu
makan.
Enzim pencernaan contoh pankreatin (Viokase)
Rasional: meningkatkan pencernaan lemak dapatmenurunkan
steatorea/diare
Antiemetik contoh trimetobenzamid (Tigan)
Rasional: digunakan dengan hati-hati untuk menurunkan
mual/muntah dan meningkatkan masukan oral.
(Doengoes, 1999)
2. Volume cairan perubahan kelebihan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi (contoh SIADH penuruna protein plasma, malnutrisi).
Kelebihan natrium atau masukan cair.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan
volume cairan dalam tubuh seimbang.
Kriteria Hasil :
a. Menurunkan volume cairan stabil, dengan keseimbangan pemasukan dan
pengeluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam rentang normal, dan tak
ada edema.
30
Intervensi:
a. Ukur masukan dan keluaran, catat keseimbangan positif (pemasukan
melebihi pengeluaran). Timbang berat badan tiap hari, dan catat
peningkatan lebih dari 0,5 kg/ hari
Rasional: menunjukan status volume sirkulasi, terjadinya atau perbaikan
perpindahan cairan, dan respons terhadap terapi. Keseimbangan
positif/ peningkatan berat badan sering menunjukan retensi
cairan lanjut. Catatan: penurunan volume sirkulasi (perpindahan
cairan) dapat mempengaruhi secara langsung fungsi/ haluaran
urine, mengakibatkan sindrom hepatorenal.
b. Awasi TD dan CVP, Catat JVD/distensi vena
Rasional: Peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan
volume cairan tetapi mingkin tidak terjadi karena perpindahan
cairan keluar area vaskuler. Distensi jugular eksternal dan vena
abdominal sehubungan dengan kongesti vaskuler.
c. Auskultasi paru, catat penurunan/tak adanya bunyi napas dan terjadinya
bunyi tambahan (contoh, krekels)
Rasional: peningkatan kongensi pulmonal dapat mengakibatkan
konsolidasi, gangguan pertukaran gas, dan komplikasi contoh
edema paru.
d. Awasi disritmia jantung. Auskultasi bunyi jantung, catat terjadinya irama
gallop S3/ S4.
31
Rasional: mungkin disebabkan oleh GJK. Penurunan perfusi arteri
koroner, dan ketidak seimbangan elektrolit.
e. Kaji derajat ferifer/ edema dependen.
Rasional: perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retensi natrium
dan air, penurunan albumin, dan penurunan ADH.
f. Ukuran lingkar abdomen.
Rasional: menunjukan akumulasi cairan (asites) diakibatkan oleh
kehilangan protein plasma/cairan kedalam area peritoneal.
Catatan : akumulasi kelebihan cairan dapat menurunkan
volume sirkulasi menyebabkan defensit (tanda dehidrasi)
g. Dorongan untuk tirah baring bila ada asites
Rasional: dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.
h. Berikan perawatan mulut sering; kadang-kadang beri es batu (bila puasa)
Rasional: menurunkan rasa haus.
i. Awasi albumin serum dan elektrolit (khususnya kalium dan natriun)
Rasional: penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik
koloid plasma, mengakibatkan pembentukan edema dan kadar
aldosteron dan penggunaan diuretik (untuk menurunkan air total
tubuh) dapat menyebabkan berbagai
perpindahan/ketidakseimbangan elektrolit.
j. Awasi seri foto dada
Rasional: kongesti vaskuler, edema paru, dan efusi pleural sering terjadi.
32
k. Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi.
Rasional: natrium mungkin dibatasi untuk meminimalkan retemsi cairan
dalam area ekstravaskuler. Pembatasan cairan perlu untuk
memperbaiki/ mencegah pengenceran hiponatremia.
(Doengoes, 1999)
3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
sirkulasi/ status metabolik, akumulasi garam empedu pada kulit, turgor kulit
buruk, penonjolan tulang, adanya edema, asites.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan
integritas kulit dapat dipertahankan.
Kriteria hasil :
a. Mengidentifikasi faktor risiko dan menunjukkan perilaku/ teknik untuk
mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
a. Lihat permukaan kulit/ titik tekanan secara rutin. Pijat penonjolan tulang
atau area yang tertekan terus menerus. Gunakan losion minyak; batasi
penggunaan sabun untuk mandi.
Rasional : Edema jaringan lebih cenderung untuk mengalami kerusakan
dan terbentuk dekubitus. Asites dapat meregangkan kulit sampai
pada titik robekan pada sirosis berat.
33
b. Ubah posisi pada jadwal teratur, saat di kursi tempat tidur; bantu dengan
latihan rentang gerak aktif/ pasif.
Rasional : Pengubahan posisi permukaan tekanan pada jaringan edema
untuk memperbaiki sirkulasi. Latihan meningkatkan sirkulasi
dan perbaikan/ mempertahankan mobilitas sendi.
c. Tinggikan ekstremitas bawah.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan edema pada
ekstremitas.
d. Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan.
Rasional : Kelembaban meningkatkan pruritus dan meningkatkan resiko
kerusakan kulit.
e. Gunting kuku jari hingga pendek; berikan sarung tangan bila
diindikasikan.
Rasional : Mencegah pasien dari cedera tanbahan pada kulit khususnya
bila tidur.
f. Berikan perawatan perineal setelah berkemih dan defekasi.
Rasional : Mencegah eksoriasi kulit dari garam empedu.
g. Gunakan kasur bertekanan tertentu, kasur, karton telur, kasur air, kulit
domba, sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan tekanan kulit, meningkatkan sirkulasi, dan
menurunkan resiko iskemia/ kerusakan jaringan.
34
h. Berikan lotion kalamin, berikan mandi soda kue. Berikan kolestiramin
(Questran) bila diindikasikan.
Rasional : Mungkin menghentikan gatal sehubungan dengan ikterik,
garam empedu pada kulit.
(Doengoes, 1999)
4. Pola pernafasan tak efektif, resiko tinggi terhadap pengumpulan cairan paru
intraabdomen (asites), penurunan ekspansi paru, akumulasi sekret, penurunan
energi/ kelemahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan
pola nafas klien efektif.
Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan pola pernafasan efektif, bebas dispnea dan sianosis
dengan nilai GDA dan kapasitas vital dalam rentang normal
Intervensi :
a. Awasi frekuensi,kedalaman dan upaya pernafasan.
Rasional : pernafasan dangkal cepat/dispnea, mungkin ada sehubungan
hipoksia dan/atau akumulasi cairan dalam abdomen.
b. Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengi,ronki
Rasional : menunjukan terjadinya komplikasi (contoh adanya bunyi
tambahan menunjukan akumulasi cairan/ sekresi; tak ada/
menurunkan bunyi atelektatis) meningkatkan resiko infeksi.
35
c. Selidiki perubahan tingkat kesadaran
Rasional : perubahan mental dapat menunjukan hipoksemia dan gagal
pernafasan yang sering disertai koma hepatik.
d. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring.
Rasional : memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan pada
diafragma dan meminimalkan ukuran aspirasi sekret.
e. Ubah posisi dengan sering; dorong nafas dalam, latihan dan batuk.
Rasional : membantu ekspansi paru dan memobilisasi sekret.
f. Awasi suhu. Catat adanya menggigil, meningkatnya batuk, perubahan
warna/ karakter sputum.
Rasional: menunjukan timbulnya infeksi, contoh pneumonia.
g. Awasi seri GDA, nadi oksimetri, ukur kapasitas vital, foto dada.
Rasional : menyatakan perubahan status pernafasan, terjadinya komplikasi
paru.
h. Berikan tambahan O2 sesuai indikasi.
Rasional : mungkin perlu untuk mengobati/mencegah hipoksia. Bila
pernafasan/oksigen tidak adekuat, ventilasi mekanik sesuai
kebutuham.
i. Bantu dengan alat pernafasan contohnya spirometri insentif, tiupan botol.
Rasional : menurunkan insiden atelektasis, meningkatkan monilitas sekret.
j. Siapkan untuk/ bantu untuk prosedur, contoh:
36
Parasintesis
Rasional : kadang-kadang dilakukan untuk membuang cairan asites bila
keadaan pernafasan tidak membaik dengan tindakan lain.
Pirau peritoneovena
Rasional : bedah penanaman kateter untuk mengembalikan akumulasi
cairan dalam abdomen ke sistem sirkulasi melalui vena kava,
memberikan penghilang asites jangka panjang dan memperbaiki
fungsi pernafasan.
(Doengoes, 1999)
5. Resiko tinggi hemoragi berhubungan dengan profil darah yang abnormal,
gangguan factor pembekuan (penurunan produksi protrombin, fibrinogen, dari
faktor VIII, IX, dan X gangguan absorbs vitamin K, dan pengeluaran
tromboplastin).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan
tidak terjadi perdarahan.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukan perilaku penurunan resiko perdarahan.
Intervensi ;
a. Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan GI. Contoh periksa semua
sekresi untuk adanya darah warna coklat atau samar. Observasi warna dan
konsistensi feses, drainase NG atau muntah.
37
Rasional : traktus GI (esofagus dan rektum) paling biasa untuk sumber
perdarahan sehubungan dengan mukrosa yang mudah rusak dan
gangguan dalam hemostasis kerena sirosis.
b. Observasi adanya petekie,ekimosis, perdarahan dari satu atau lebih
sumber.
Rasional : KID subakut dapat terjadi sekunder terhadap gangguan faktor
pembekuan.
c. Awasi nadi,TD,dan CVP bila ada.
Rasional : peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat
menunjukan kehilangan volume darah sirkulasi,memerlukan
evaluasi lanjut.
d. Catatan perubahan mental/ tingkat kesadaran.
Rasional : perubahan dapat menunjukan penurunan perfusi jaringan
serebral sekunder terhadap hipovolemia,hipoksemia.
e. Hindari pengukuran suhu rektal hati-hati memasukan selang GI.
Rasional : rektal dan vena esofageal paling rentan untuk sobek.
f. Dorong menggunakan sikat gigi halus, pencukur elektrik, hindari
mengejan saat defekasi, meniupkan hidung dengan kuat dan sebagainya.
Rasional : Pada adanya gangguan faktor pembekuan, trauma minimal
dapat menyebabkan perdarahan mukosa.
g. Gunakan jarum kecil untuk injeksi. Tekan lebih lama pada bekas suntikan.
38
Rasional : Meminimalkan kerusakan jaringan, menurunkan risiko
perdarahan/ hematoma.
h. Hindarkan penggunaan produk yang mengandung aspirin.
Rasional : Koagulasi memanjang, berpotensi untuk risiko perdarahan.
i. Awasi Hb/ Ht dan faktor pembekuan.
Rasional : Indikator anemia, perdarahan aktif atau terjadinya komplikasi
(contoh KID).
j. Berikan obat sesuai indikasi :
Vitamin tambahan (contoh K, D, dan C).
Rasional : Meningkatkan sintesis protrrombin dan koagulasi bila hati
berfungsi. Kekurangan vitamin C meningkatkan kerentanan
terhadap fungsi GI untukterjadi iritasi/ perdarahan.
Pelunak feses.
Rasional : Mencegah mengejan yang akhirnya meningkatkan tekanan
intraabdomen dan risiko robekan vaskuler/ perdarahan.
k. Berikan lavase gaster dengan cairan garam faal bersuhu kamar/ dingin
atau air sesuai indikasi.
Rasional : Evakuasi darah dari traktus GI menurunkan produksi ammonia
dan resiko ensefalopati hepatic.
l. Bantu dalam memasukan/ mempertahankan selang GI/ esophageal (contoh
selang Sengstaken – Blakemore).
39
Rasional : Sementara mengontrol perdarahan varises esophagus bila
control yang lain tak mampu (contoh, lavase) dan stabilitas
hemodinamik tak dapat ditingkatkan
m. Siapkan prosedur bedah contoh ligasi langsung (pengikatan) varises,
reseksi esofagogastrik, anastomosis splenorenalportakaval.
Rasional : Mungkin diperlukan umtuk mengontrol perdarahan aktif atau
untuk menurunkan tekanan portal dan kolateral pembuluh darah
untuk meminimalkan risiko berulangnya perdarahan.
(Doengoes, 1999)
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan/ mengingat; kesalahan interpretasi,
ketidakbiasaan terhadap sumber informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1 x 60 menit diharapkan
klien dan keluarga memahami proses penyakit/ prognosis.
Kriteria hasil :
a. Menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
b. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam perawatan.
Intervensi :
a. Kaji ulang proses penyakit/ prognosis dan harapan yang akan datang.
40
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang dapat
membuat pilihan informasi.
b. Tekankan pentingnya menghindari alkohol. Berikan informasi tentang
pelayanan masyarakat yang ada untuk membantu dalam rehabilitasi
alcohol sesuai indikasi.
Rasional : Alkohol menyebabkan sirosis.
c. Informasikan pasien tentang efek gangguan karena obat pada sirosis dan
pentingnya penggunaan obat hanya yang diresepkan atau dijelaskan oleh
dokter yang mengenal riwayat pasien.
Rasional : Beberapa obat bersifat hepatotoksik (khususnya narkotik,
sedative, dan hipnotik). Selain itu kerusakan hati telah
menurunkan kemampuan metabolism semua obat, potensial
efek akumulasi dan atau meningkatnnya kecenderungan
perdarahan.
d. Kaji ulang prosedur untuk mempertahankan fungsi pirau peritoneovena
bila ada.
Rasional : Pemasangan pirau Denver memerlukan pemompaan bilik
untuk mempertahankan patensi alat. Pasien dengan pirau Le –
Veen dapat menggunakan pengikat abdomen dan atau
melakukan gerakan Valsalva untuk mempertahankan fungsi
pirau.
41
e. Tekankan pentingnya nutrisi yang baik. Anjurkan menghindari bawang
dan keju padat. Berikan instruksi diet tertulis.
Rasional : Pemeliharaan diet yang tepat dan menghindari makanan tinggi
ammonia membantu perbaikan gejala dan membantu mencegah
kerusakan hati. Instruksi tertulis akan membantu pasien sebagai
rujukan di rumah.
f. Tekankan perlunya mengevaluasi kesehatan dan mentaati program
terapeutik.
Rasional : Sifat penyakit kronis mempunyai potensial untuk komplikasi
mengancam hidup. Memberikan kesempatan untuk evaluasi
keefektifan program termasuk patensi pirau yang digunakan.
g. Diskusikan pembatasan natrium dan garam serta perlunya membaca label
makanan/ obat yang dijual bebas.
Rasional : Meminimalkan asites dan pembentukan edema. Penggunaan
berlebihan bahan tambahan mengakibatkan ketidakseimbangan
elektrolit lain. Makanan, produk yang dijual bebas/ pribadi
(contoh antasida, beberapa pembersih mulut) dapat
mengandung natrium tinggi atau alcohol.
h. Dorong menjadwalkan aktifitas dengan periode istirahat adekuat.
Rasional : Istirahat adekuat menurunkan kebutuhan metabolic tubuh dan
meningkatkan simpanan energy untuk regenerasi jaringan.
i. Tingkatkan aktifitas hiburan yang dapat dinikmati pasien.
42
Rasional : Mencegah kebosanan dan meminimalkan ansietas dan depresi.
j. Anjurkan menghindari infeksi, khususnya ISK.
Rasional : Penurunan pertahanan, gannguan nutrisi dan respons imun
(contoh leucopenia, dapat terjadi pada splenomegali) potensial
resiko infeksi.
k. Identifikasi bahaya lingkungan contoh karbon tetraklorida tipe pembersih,
terpajan pada hepatitis.
Rasional : Dapat mencetuskan kekambuhan.
l. Anjurkan pasien/ orang terdekat melihat tanda/ gejala yang perlu
pemberitahuan pada pemberi perawatan, contoh peningkatan lingkar
abdomen; penurunan/ peningkatan berat badan cepat; peningkatan edema
perifer; peningkatan dispnea, demam; darah pada feses atau urine;
perdarahan berlebihan dalam bentuk apapun, ikterik.
Rasional : Pelaporan segera tentang gejala menurunkan risiko kerusakan
hati lebih lanjut dan memberikan kesempatan untuk mengatasi
komplikasi sebelum mengancam hidup.
m. Instrusikan orang terdekat untuk memberitahu pemberi perawatan akan
adanya bingung, tidak rapi, tidur berjalan, tremor, atau perubahan
kepribadian.
Rasional : Perubahan (menunjukan penyimpangan) dapat lebih tampak
oleh orang terdekat, meskipun adanya perubahan dapat dilihat
oleh orang lain yang jarang kontak dengan pasien.
43
(Doengoes, 1999)
7. Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hati yang membesar
serta nyeri tekan dan asites.
Tujuan : Setelah dilakuklan tindakan selama 1 x 30 menit diharapkan
terjadi peningkatan rasa nyaman.
Kriteria Hasil :
c. Mempertahanjan tirah baring dan mengurangi aktifitas ketika nyeri terasa.
d. Menggunakan anti spasmodic dan sedative sesuai indikasi dan resep yang
diberuikan.
e. Melaporkan pengurangan rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman pada
abdomen.
f. Melaporkan rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman jika terasa.
g. Mengurangi asupan natrium dan cairan sesuai kebutuhan hingga tingkat
yang diinstruksikan untuk mengurangi asites.
h. Merasakan pengurangan nyeri.
i. Memperlihatkan pengurangan lingkar perut dan perubahan BB yang
sesuai.
Intervensi
44
a. Pertahankan tirah baring ketika pasien mengalami gangguan rasa nyaman
pada abdomen.
Rasional : Mengurangi kebutuhan metabolik dan melindungi hati.
b. Berikan antispasmodik dan sedatif seperti yang diresepkan.
Rasional : Mengurangi iritabilitas traktus gastrointestinal dan nyeri serta
gangguan rasa nyaman pada abdomen.
c. Amati, catat dan laporkan keberadaan serta sifat rasa nyeri dan gangguan
rasa nyaman.
Rasional : Memberikan dasar untuk mendeteksilebih lanjut kemunduran
keadaan pasien dan untuk mengevaluasi intervensi.
d. Kurangi asupan natrium dan cairan jika diinstruksikan.
Rasional : Meminimalkan pembentukan asites lebih lanjut.
(Suzanne & Bare, 2001)
8. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat
badan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan
terjadi peningkatan energi dan partisipasi dalam aktifitas.
Kriteria Hasil :
45
a. Melaporkan peningkatan kekuatan dan kegiatan pasien.
b. Merencanakan aktifitas untuk memberikan kesempatan beristirahat yang
cukup.
c. Meningkatkan aktifitas dan latihan bersama dengan bertambahnya
kekuatan.
d. Bertambah berat tanpa peningkatan edema/ pembentukan asites.
e. Memperlihatkan asupan nutrisi yang adekuat dan menghilangkan alkohol
dari diet.
Intervensi
a. Tawarkan diet TKTP
Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses
penyembuhan.
b. Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C, dan K).
Rasional : Memberikan nutrient tambahan.
c. Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat.
Rasional : Menghemat tenaga pasien untuk melakukan latihan dalam batas
toleransi pasien.
d. Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu
yang ditingkatkan secara bertahap.
46
Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.
(Suzanne & Bare, 2001)
9. Perubahan suhu tubuh ; hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
pada sirosis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan
menunjukan pemeliharaan suhu tubuh yang normal.
Kriteria Hasil :
a. Melaporkan suhu tubuh yang normal dan tidak terdapatnya gejala
mengginggil/ perspirasi.
b. Memperlihatkan asupan cairan yang adekuat.
Intervensi
a. Catat suhu tubuh secara teratur.
Rasional : Memberikan dasar untuk deteksi hati dan evaluasi intervensi.
b. Motivasi asupan cairan.
Rasional : Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris
dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
c. Lakukan kompres dingin/ kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu
tubuh.
47
Rasional : Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi dan
meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
d. Berikan antibiotik seperti yang diresepkan.
Rasional : Meningkatkan konsentrasi antiobiotik serum yang tepat untuk
mengatasi infeksi.
e. Hindari kontak dengan infeksi.
Rasional : Meminimalkan risiko peningkatan infeksi, suhu tubuh serta laju
metabolik.
f. Jaga agar pasien dapat beristirahat sementara suhu tubuhnya tinggi.
Rasional ; Mengurangi laju metabolik.
(Suzanne & Bare, 2001)