bab ii tinjauan teoritis 2.1 kemandirian belajar ...repository.uir.ac.id/566/2/bab2.pdfmeningkatkan...
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Kemandirian Belajar
2.1.1 Pengertian Kemandirian Belajar
Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting
bagi individu itu sendiri. Dimana seseorang menjalani kehidupannya ini tidak
terlepas dari cobaan dan tantangan. Seseorang yang memiliki kemandirian yang
tinggi maka mampu menghadapi segala permasalahan yang ada, karena seseorang
yang mandiri tidak akan tergantung pada orang lain. Sehinga seseorang yang
mandiri akan selalu berusaha menghadapi dan memecahkan permasalahan yang
ada.
Kata kemandirian berasal dari kata diri yang mendapatkan awalan ke dan
akhiran an yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda.
Karena kemandirian berassal dari kata dasar diri, pembahasan mengenai
kemandirian tidak dapat dilepaskan dari pembahsan mengenai perkembangan diri
itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self karena diri
itu merupakan inti dari kemandirian, menurut Ali dan Asrori (2004: 109)
Menurut Parker (2005: 227) mengemukakan bahwa kemandirian belajar
adalah adanya kepercayaan terhadap ide diri sendiri. Kemandirian berkenaan
dengan kemampuan menyelesaikan suatu hal sampai tuntas. Kemandirian
berkenaan dengan dimilikinya tingkat kompetensi fisikal akan pernah terjadi di
15
tengah upaya seseorang mencapai sasaran. Kemandirian belajar berarti tidak
adanya keragu-raguan dalam menetapkan tujuan dan tidak dibatasi oleh kekuatan
akan kegagalan. Sedangakan menurut sudut pandang Erickson (dalam Monks,
2002: 272) kemandirian belajar yaitu suatu sikap usaha untuk melepaskan diri dari
orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya dengan proses mencari
identitas ego yaitu merupakan kearah yang mantap untuk berdiri sendiri.
Menurut Ali dan Asrori (2004: 112), perkembangan kemandirian adalah
proses yang menyangkut unsur-unsur normatif. Ini mengandung makna bahwa
kemandirian merupakan proses yang terarah. Karena perkembangan kemandirian
sejalan dengan hakikat eksistensi manusia, arah perkembangan tersebut harus
sejalan dan berlandaskan pada tujuan hidup manusia.
Menurut Hendra Surya (2003: 114), kemandirian belajar adalah proses
menggerakan kekuatan atau dorongan dari dalam diri individu yang belajar untuk
menggerakan potensi dirinya mempelajari objek belajar tanpa ada tekanan atau
pengaruh asing diluar dirinya. Dengan demikian beajar mandiri lebih mengarah
pada pembentukan kemandirian dalam cara-cara belajar. Sedangkan menurut
Haris Mujiman (2005: 1) kemandirian belajar merupakan kegiatan belajar aktif,
yang didorrong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna
mengatasi masalah dan dibangun kompetensi yang dimiliki.
16
Sedangkan menurut Ahmadi (2004: 31), kemandirian belajar adalah sebagai
belajar mandiri, tidak menggantungkan diri pada orang lain. Siswa dituntut
memiliki inisiatif, keaktifan, dan keterlibatan dalam proses pembelajaran untuk
meningkatkan prestasi belajar.
Menurut Umar Tirtaraharja dan La Sulo (2005: 50), kemandirian belajar
diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh
kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan sertai rasa tanggung jawab dari diri sendiri
didalam pembelajaran. Sedangkan menurut Hamzah B. Uno (2011:51)
kemandirian beajar merupakan metode belajar dengan kecepatan sendiri,
tanggung jawab sendiri, dan belajar yang berhasil. Jadi berhasil tidaknya dalam
belajar semuanya ditentukan oleh pribadi tersebut.
Berdasarkan pengertian yang dipaparkan maka dapat disimpulkan bahwa
kemandirian belajar adalah aktivitas belajar yang didorong oleh kemauan sendiri,
pilihan sendiri, dan mempunyai rasa tanggung jawab sendiri, tanpa bantuan orang
lain serta mampu mempertanggung jawabkan tindakannya sendiri. Siswa
dikatakan mampu belajar mandiri apabila ia telah mampu melakukan tugas belajar
dan tidak ketergangungan dengan orang lain.
17
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar
Menurut Ali dan Asrosi (2004: 118-119), ada sejumlah faktor yang sering
disebut sebagai kolerat bagi perkembangan kemandirian belajar yaitu sebagai
berikut:
1. Gen atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian
tinggi sering kali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga.
Namun, faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan karena ada yang
berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu
menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasarkan
cara orang tua mendidik anaknya.
2. Pola asuh orang tua. Cara orang tua mengasuh atau mendidik anak akan
mempengaruhi perkembangan kemandirian anaknya. Orang tua yang terlalu
banyak melarang atau mengeluarkan kata-kata “jangan” kepada anak tanpa
disertai dengan penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan
kemandirian anak. Sebaliknya, orang tua yang menciptakan suasana aman
dalam interaksi keluarganya akan dapat mendorong kelancaran
perkembangan anak. Demikian juga, orang tua yang cenderung sering
membanding-bandingkan anak satu dengan yang lainnya juga akan
berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan kemandirian anak.
3. Sistem pendidikan di sekolah. Proses pendidikan disekolah yang tidak
mengembangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan
indoktrinasi tanpa argumantasi akan menghambat perkembangan
kemandirian anak. Demikian juga, proses pendidikan yang banyak
18
menekankan pentingnya pemberian sanksi atau hukuman (punishment) juga
dapat menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, proses
potensi anak, pemberian reward, dan penciptaan kompetisi positif akan
memperlancar perkembangan kemandirian belajar.
4. Sistem kehidupan di masyarakat. Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu
menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau
mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi anak dalam
kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan
kemandirian anak. Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang aman,
menghargai, dan tidak terlalu hierarki akan merangsang dan mendorong
perkembangan kemandirian anak.
Sedangkan menurut Hasan Basri (2000: 55), kemandirian merupakan salah
satu tujuan pendidikan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar
yaitu faktor yang terdapat didalam dirinya sendiri (endogen), dan faktor yang
terdapat di luar dirinya sendiri (eksogen).
1. Faktor endogen. Faktor endogen adalah semua pengaruh yag bersumber dari
dalam dirinya sendiri. Seperti keadaaan keturunan, dan konstitusi tubuhnya
sejak dilahirkan dengan segala perlengkapan yang melekat padanya. Segala
sesuatu yang dibawa sejak lahir adalah merupakan bekal dasar bagi
pertumbuhan dan perkembangan individu selanjutnya. Bermacam-macam
sifat dasar dari ayah dan ibunya mungkin didapatkan didalam diri seseorang,
seperti bakat, potensi, intelektual, dan potensi pertumbuhan tubuhnya.
19
2. Faktor eksogen. Faktor eksogen adalah semua keadaan atau pengaruh yang
berasal dari luar dirinya, sering pula dinamakan dengan faktor lingkungan.
Lingkungan kehidupan yang dihadapi individu sangat mempengaruhi
perkembangan seseorang, baik dalam segi negatif maupun positif.
Lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik terutama dalam bidang nilai
dan kebiasan-kebiasan hidup akan membentuk kepribadian, termasuk pula
dalam hal kemandirianya.
Menurut Siswoyo (2004: 9) menyetakan bahwa kemandirian belajar sebagai
dari bagian kepribadian mempunyai faktor-faktor sebagai berikut:
a. Faktor kodratik seperti umur, jenis kelamin, dan urutan kelahiran. Faktor
kodratik berkaitan dengan faktor dari dalam individu, dari segi umur akan
mempengaruhi tingkat kemandirian belajar karena semakin bertambanhya
umur seseorang akan semakin tinggi pula tingkat kemandirian belajarnya.
b. Faktor lingkungan, terbagi atas faktor tidak permanen yaitu peristiwa-
peristiwa penting dalam hidup sesorang yang mengakibatkan
ketergantungan kepribadian seseorang, misalnya kematian orang tua, atau
bencana alam, dan faktor permanen seperti pendidikan dan pekerjaan.
Berdasarkan dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwasanya dalam
mencapai kemandirian belajar seseorang tidak dapat terlepas dari faktor-faktor
yang mempengaruhi kemandirian belajar siswa. Untuk itu faktor-faktor disini
sangat berperan penting didalam membentuk kemandirian belajar siswa, dan
20
kehidupan selanjutnya akan menentukan seberapa jauh seseorang individu
bersikap dan berfikir secara mandiri didalam kehidupannya.
Kemandirian siswa dalam belajar juga akan terwujud bergantung pada siswa
tersebut, didalam melihat, merasakan, dan melakukan aktivitas belajar atau
kegiatan belajar sehari-hari didalam lingkungan tempat tinggalnya.
2.1.3 Ciri-ciri Kemandirian Belajar
Siswa yang dapat belajar mandiri, maka siswa itu harus mampu berfikir
kritis, bertanggung jawab, atas tindakan ataupun segala perbuatannya, tidak
mudah terpengaruh pada orang lain, bekerja keras, selalu berusaha, dan tidak
bergantung pada orang lain.
Menurut Sardiman (2008: 45) mengemukakan bahwa ciri-ciri kemandirian
belajar adalah:
1. Adanya kecenderungan untuk berpendapat, berperilaku dan bertindak atas
kehendaknya sendiri. Dimana siswa dapat berani mengemukakan
pendapatnya dan padat bertindak atas kehendaknya sediri.
2. Memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan. Dimana siswa
bekerja keras dalam mencapai tujuan belajar yang optimal.
3. Membuat perencanaan dan berusaha dengan ulet dan tekun untuk
mewujudkan harapan. Dimana siswa selalu bekerja keras dan berusaha
semaksimal mungkin agar tercapainya belajar yang baik.
21
4. Mampu untuk berfikir dan bertindak secara kreatif, penuh inisiatif dan
tidak sekedar meniru. Siswa selalu optimis dan selalu bertindak kreatif,
inisiatif tanpa dibantu oleh orang lain.
5. Memiliki kecenderungan untuk mencapai kemajuan, yaitu untuk
meningkatkan prestasi belajar. Siswa selalu berusaha didalam belajarnya
agar tercapainya belajar yang optimal.
6. Mampu menemukan sendiri tentang sesuatu yang harus dilakukan tanpa
mengharapkan bimbingan dan tanpa pengarahan orang lain.
Ciri-ciri kemandirian belajar menurut Danuri (2010: 15) adalah sebagai
berikut:
a. Adanya pondasi untuk berperilaku bebas dan berinisiatif, bersikap, dan
berpendapat.
b. Adanya pondasi untuk percaya diri.
c. Adanya sifat original (keaslian) dan bukan sekedar meniru orang lain.
d. Adanya pondasi untuk mencoba dalam diri.
Sejalan pendapat diatas, menurut Negoro (2008: 17) menyatakan bahwa
ciri-ciri kemandirian belajar adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kebebasan untuk berinisiatif.
b. Memiliki rasa percaya diri.
c. Mampu dalam mengambil keputusan.
d. Dapat bertanggung jawab.
e. Mampu menyesuaiakn diri dengan lingkungan.
22
Selanjutnya menurut Desmita (2011: 185-188) mengatakan bahwa
kemandirian belajar dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut:
1) Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang
dihadapi. Siswa dapat mengambil keputusan sendiri tanpa dipengaruhi
teman sebayanya.
2) Memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri. Siswa
selalu berusaha untuk maju kedepan dalam kebaikan untuk dirinya sendiri.
3) Bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Siswa selalu bertanggung
jawab atas apa yang dilakukan dan didalam mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru.
4) Mampu melakukan kritik dan penilaian diri. Siswa selalu berbenah diri jika
melakukan kesalahan yang telah dilakukan.
5) Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya. Siswa selalu
percaya diri dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
2.1.4 Keuntungan didalam Kemandirian Belajar
Menurut Mardziah Hayati Abdulah (2001: 3), didalam menhutip dari
berbagai para ahli memaparkan tentang keuntungn-keuntungan belajar mandiri.
Orang yang melakukan kegiatan belajar secara mandiri, maka akan mendapatkan
keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
1. Mempunyai kesadaran dan rasa tanggung jawab yang lebih besar dalam
membuat pembelajaran menjadi bermakna terhadap dirinya sendiri.
23
2. Menjadi lebih penasaran untuk mencoba hal-hal baru.
3. Siswa yang dapat belajar mandiri memandang permasalahan sebagai
tantangan yang harus dihadapi, dan minat belajar terus berkembang dan
didalam pembelajaran yang lebih menyenangkan.
4. Menjadi lebih termotivasi, gigih, mandiri, disiplin, percaya diri, dan
berorientasi pada tujuan.
5. Memungkinkan untuk belajar dan bersosialisasi dengan lebih efektif.
6. Lebih mampu untuk mencari informasi dari berbagai sumber, menggunakan
berbagai strategi untuk mencapai suatu tujuan, dan dapat mengungkapkan
gagasannya dengan format yang berbeda atau lebih kreatif.
2.1.5 Upaya Mengembangkan Kemandirian Belajar
Upaya untuk mengembangkan nilai kemandirian belajar melalui
pengembangan atau pendidikan itu diperlukan kelancaran perkembangan
kemandirian belajar siswa. Menurut Desmita (2009: 190) mengemukakan bahwa
upaya–upaya dalam mengembangkan kemandirian belajar siswa adalah sebagai
berikut:
1. Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis, yang
memungkinkan seorang peserta didik dapat dihargai.
2. Mendorong anak untuk berpatisipasi aktif dalam pengambilan keputusan
dan dalam berbagai kegiatan yang ada di sekolah.
3. Memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengekplorasi
lingkungan serta mendorong rasa ingin tau.
24
4. Penerimaan positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan peserta didik,
tidak membeda-bedakan peserta didik yang satu dengan yang lainnya.
5. Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan peserta didik.
Sedangkan menurut Ali dan Asrori (2005: 119-120) menjelaskan hal-hal
yang dapat dilakukan dalam pengembangan kemandirian belajar siswa
diantaranya sebagai berikut:
1) Penciptaan partisipasi dan keterlibatan dalam keluarga yang diwujudkan
dalam bentuk saking menghargai antaranggota keluarga dan keterlibatan
dalam memecahkan masalah peserta didik.
2) Penciptaan keterbukaan yang diwujudkan dalam bentuk toleransi terhadap
perbedaan pendapat, memberikan alasan terhadap keputusan yang diambil
bagi peserta didik, mengembangkan komitmen terhadap tugas, kehadiran
dan keakraban hubungan dengan peserta didik.
3) Penciptaan kebebasan untuk mengekplorasi lingkungan diwujudkan dalam
bentuk mendorong rasa ingin tahu peserta didik, adanya aturan tetapi tidak
cenderung mengancam apabila ditaati, adanya jaminan rasa aman, dan
kebebasan mengekplorasi lingkungan.
4) Penerimaan positif tanpa syarat yang diwujudkan dalam bentuk tidak
membeda-bedakan peserta didik, menerima peserta didik apa adanya, serta
menghargai ekspresi potensi peserta didik.
5) Empati terhadap peserta didik yang diwujudkan dalam bentuk memahami
pikiran dan perasaan peserta didik, melihat persoalan peserta didik dengan
berbagai sudut pandang dan tidak mudah mencela karya peserta didik.
25
6) Penciptaan kehangatan hubungan dengan peserta didik yang diwujudkan
dalam bentuk interaksi secara akrab, membangun suasana humor,
komunikasi ringan, dan bersikap terbuka terhadap peserta didik.
Melalui upaya pengembangan kemandirian belajar siswa yang dilakukan
oleh keluarga maupun pendidiktersebut dapat memicu perkembangnya
kemandirian belajar pada diri peserta didik sehingga dapat mencapai
perkembangannya secara optimal.
Berdasarkan kesimpulan diatas diatas bahwa upaya yang dilakukan dalam
pengembangan kemandirian belajar siswa adalah melakukan tindakan penciptaan
kebebasan, keterlibatan, dan partisipasi siswa dalam berbagai kegiatan,
menciptakan hubungan yang akrab, hangat, dan harmonis dengan siswa yang lain,
menciptakan keterbukaan, penerimaan positif tanpa syarat, menciptakan
kebebasan untuk mengekplorasi lingkungan, serta menciptakan empati kepada
siswa.
2.2 Keaktifan Siswa
2.2.1 Pengertian Keaktifan Siswa
Suatu pembelajaran pada hakekatnya yaitu untuk mengembangkan aktivitas
dan juga kreatifitas siswa melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar.
Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan
siswa didalam proses pembelajaran. Sardiman (2001: 98) menyatakan bahwa
keaktifan siswa adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat
dan berfikir sebagai suatu sangkaian yang tidak dapat disimpulkan.
26
Menurut Rohani (2004: 6-7), mengemukakan bahwa belajar yang berhasil
ialah melalui berbagai aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik
ialah siswa yang giat, aktif, dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain dan
bekerja, tidak hanya duduk dan mendengarkan , melihat ataupun pasif. Siswa
yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja
sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam kegiatan pembelajaran. Pada
saat siswa aktif jasmaninya, maka dengan sendirinya ia juga akan aktif jiwanya,
dan begitu juga sebaliknya.
Menurut Suryono, dkk (2005: 213) mengemukakan pendapat bahwa
keaktifan siswa adalah pada waktu guru mengajar, guru harus mengusahakan agar
murid-muridnya aktif, jasmani maupun rohani. Sedangkan menurut Nana Sudjana
(2010: 28) keaktifan siswa merupakan proses yang aktif apabila tidak dilibatkan
dalam berbagai kegiatan belajar sebagai responsi siswa terhadap stimulus guru,
tidak mungkin siswa dapat mencapai hasil belajar yang dikendakinya.
Menurut Aunurrahman (2009: 119) berpendapat bahwa keaktifan siswa
merupakan persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami dan
dikembangkan setiap guru dalam proses pembelajaran. Sehingga keaktifan siswa
perlu digali dari potensi-potensinya yang mereka aktualisasikan melalui
aktivitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Keaktifan siswa juga
merupakan proses pembelajaran yang dapat merangsang dan mengembangkan
bakat yang dimilikinya, berpikir kritis, dan dapat memecahkan masalah yang ia
hadapi dalam kehidupannya menurut Martinis Yamin (2007: 77).
27
Sedangkan menurut Hermawan (2007: 83), mengemukakan pendapatnya
yaitu keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran tidak lain adalah untuk
mengkonstruksikan pengetahuan mereka sendiri. Dan mereka akan aktif
membangun pemahaman atas persoalan ataupun segala sesuatu yang mereka
hadapi didalam kegiatan pembelajaran. Menurut Martinis Yamin (2007: 81)
keaktifan siswa merupakan fungsi interaksi antara individu dan situasi
disekitarnya yang ditentukan oleh indikator pengembangan dari kompetensi dasar.
Dari pernyataan diatas maka dapat simpulkan bahwa keaktifan sangat
diperlukan didalam mencapai tujuan pembelajaran yang baik. Karena dengan
adanya keaktifan, akan menambahnya suatu pengetahuan dan pengalaman bagi
siswa itu sendiri. Setiap orang yang belajar aktif, maka akan terjadinya suatu
proses pembelajaran yang baik. Keaktifan siswa didalam pembelajaran merupakan
segala kegiatan baik secara fisik maupun non fisik siswa dalam proses
pembelajaran, sehingga dapat menciptakan susana belajar yang menyenangkan,
aktif, dan kondusif.
2.2.2 Jeni-jenis Aktivitas Belajar
Menurut Paul D. Dierich dalam Oemar Hamalik (2004: 172),
mengemukakan pendapatnya bahwa sanya ada beberapa jenis-jenis aktifitas siswa
didalam belajar yaitu sebagai berikut:
1. Kegiatan-kegiatan Visual (Visual Activies). Kegiatan ini meliputi membaca,
mengamati, memperhatikan, dan mendemontrasikan.
28
2. Kegiatan-kegiatan Lisan. Kegiatan ini meliputi didalam mengemukakan
pendapat, wawancara, bertanya, dan diskusi.
3. Kehiatan-kegiatan Mendengarkan. Kegiatan ini meliputi mendengarkan
penjelasan guru, mendengarkan penjelasan pada saat diskusi kelompok.
4. Kegiatan-kegiatan Menulis. Kegiatan ini meliputi didalam mengerjakan soal
atau latihan, dan menyusun laporan.
5. Kegiatan-kegiatan Menggambar. Kegiatan ini meliputi didalam
menggambarkan grafik, diagram, peta, dan pola.
6. Kegiatan-kegiatan Motorik. Kegiatan ini meliputi didalam percobaan,
memilih alat-alat, dan pembuatan model.
7. Kegiatan-kegiatan Emosional. Kegiatan ini meliputi didalam minat, bakat,
keberanian mengeluarkan pendapat, senang, dan lain-lain.
8. Kegiatan-kegiatan Mental. Kegiatan ini meliputi didalam mengingat,
memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan-hubungan atau
membuat keputusan.
Didalam penilaian proses pembelajaran adalah melihat sejauh mana
keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Maka menurut Nana
Sudjana (2004 :61) menyatakan pendapatnya bahwa keaktifan belajar siswa dapat
dilihat dari beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya. Siswa bersungguh-
sungguh mengerjakan tugas dan tidak berharap jawaban dari teman.
29
2) Terlibat dalam pemecahan masalah. Siswa ikut serta dalam menyelesaikan
masalah yang sedang dihadapi pada saat diskusi pada saat pembelajaran
berlangsung.
3) Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan
yang dihadapinya.
4) Berusaha mencari informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
Siswa mau berusaha mencari berbagai sumber informasi dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi.
5) Melaksanakan diskusi kelompok dengan petunjuk guru. Memperhatikan dan
mematuhi petunjuk yang diberikan oleh guru pada saat diskusi kelompok.
6) Menilai dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya. Mampu menilai dirinya
sendiri dalam mengikuti proses belajar mengajar.
7) Melatih diri dalam memecahkan masalah soal atau pun masalah yang
sejenis. Siswa mau mencari soal-soal yang sejenis dan mengerjakan dengan
baik untuk menambah wawasan yang diperoleh.
8) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang diperoleh dalam
menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapi. Mampu menerapkan
pelajaran atau ilmu yang telah dipeajari dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan menurut Mc Keachie dalam (Yamin, 2007: 77 ),
mengemukakan 6 aspek terjadinya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
adalah sebagai berikut:
a. Partisipasi dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran.
b. Tekanan pada aspek afektif dalam belajar.
30
c. Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, terutama yang berbentuk
interaksi antar siswa.
d. Kekompakan kelas sebagai kelompok belajar.
e. Kebebasan belajar yang diberikan kepada siswa dan kesempatan untuk
berbuat serta mengambil keputusan penting dalam proses pembelajaran.
f. Pemberian waktu untuk menanggulangi masalah pribadi siswa, baik
berhubungan maupun tidak berhubungan dengan pelajaran.
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Siswa
Keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran tentu tidak terjadi dengan
sendirinya tanpa adanya faktor-faktor yang menyebabkan keaktifan siswa muncul.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya keaktifan siswa
dalam kegiatan proses pembelajaran, faktor – faktor tersebut berhubungan dengan
bagaimana cara mengajar guru dalam proses pembelajaran. Menurut Gagne dan
Briggs dalam (Mayasa: 2013), faktor–faktor yang mempengaruhi keaktifan siswa
dalam kegiatan proses pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Memberikan dorongan atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka dapat
berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
2. Menjelaskan tujuan intruksional (kemampuan dasar kepada siswa).
3. Mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa.
4. Memberikan stimulus (masalah,topik dan konsep yang akan dipelajari).
5. Memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya.
6. Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
31
7. Memberi umpan balik (feed back).
8. Melakukan tagihan-tagihan kepada siswa berupa tes, sehingga kemampuan
siswa selalu terpantau dan terukur.
9. Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pelajaran.
Menurut Muhibbin Syah (2012: 146) mengatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi keaktifan belajar siswa dapat digolongkan menjadi tiga macam,
yaitu faktor internal (faktor dari dalam siswa), faktor eksternal (faktor dari luar
siswa), dan faktor pendekatan belajar (approach to learning). Secara sederhana
faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar peserta didik tersebut dapat
diuraiakan sebagai berikut:
1) Faktor internal siswa, merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa
itu sendiri, yang meliputi:
a. Aspek fisiologis, yaitu kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot)
yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya,
dapat mempengaruhi semangat dan intensitas peserta didik dalam mengikuti
pelajaran.
b. Aspek psikologis, belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. Oleh
karena itu, semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi
belajar seseorang. Adapun faktor psikologis peserta didik yang
mempengaruhi keaktifan belajarnya adalah sbegai berikut:
a) Inteligensi, tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ) peserta didik tidak dapat
diragukan lagi dalam menentukan keaktifan dan keberhasilan belajar peserta
32
didik. Ini bermakna bahwa semakin tinggi tingkat inteligensinya maka
semakin besar peluangnya untuk meraih sukses, begitu juga sebaliknya.
b) Sikap, adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan
untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek
orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.
c) Bakat, adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir yang
berguna untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan
kapasitas masing-masing
d) Minat, adalah kecenderungan atau kegairahan yang tinggi atau keinginan
yang besar terhadap sesuatu
e) Motivasi, adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Jadi motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang
mendorong seseorang untuk belajar.
2) Faktor eksternal peserta didik, merupakan faktor dari luar siswa yakni
kondisi lingkungan di sekitar siswa. Adapaun yang termasuk dari faktor
ekstrenal di anataranya adalah:
a. Lingkungan sosial, yang meliputi: para guru, para staf administrasi, dan
teman-teman sekelas.
b. Lingkungan non sosial, yang meliputi: gedung sekolah dan letaknya, rumah
tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca
dan waktu belajar yang digunakan siswa.
33
3) Faktor pendekatan belajar, merupakan segala cara atau strategi yang
digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efisiensi proses
pembelajaran materi tertentu.
Hal yang sama dikemukakan oleh Ahmadi (2008: 78) bahwa faktor yang
mempengaruhi keaktifan belajar peserta didik diklasifikasikan menjadi dua
macam, yakni:
1. Faktor intern (faktor dari dalam diri manusia itu sendiri) yang meliputi
faktor fisiologis dan psikologi.
2. Faktor ektern (faktor dari luar manusia) yang meliputi faktor sosial dan non
sosial. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi keaktifan siswa dalam proses belajar adalah faktor internal
(faktor dari dalam siswa) dan faktor eksternal (faktor dari luar siswa).
Sedangkan menurut Gagne dan Brings dalam Martinis (2007: 84), faktor-
faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran yaitu sebagai berikut:
1. Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka
berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
2. Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada siswa).
3. Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari).
4. Memberi petunjuk siswa cara mempelajarinya.
5. Memunculkan aktivitas, partisifasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
6. Memberi umpan balik (feed back).
34
7. Melakukan tagihan-tagihan kepada siswa berupa tes, sehingga kemampuan
siswa dapat terpantau dan terukur.
8. Menyimpulkan setiap materi yang akan disampaikan diakhir pembelajaran.
Sedangkan menurut Mc Keachie dalam (Warsno, 2012: 8) mengemukakan 6
aspek indikator keaktifan siswa dalam proses pembelajaran adalah sebagai
berikut:
1) Partisipasi dalam menemukan tujuan kegiatan pembelajaran.
2) Tekanan pada aspek dalam pembelajaran.
3) Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, terutama yang berbentuk
interaksi antar siswa.
4) Penerimaan guru terhadap terhadap perbuatan atau sumbangan siswa yang
kurang relevan atau karena berbuat salah.
5) Keeratan hubungan kelas sebagai kelompok.
6) Kesempatan siswa yang diberikan kepada siswa untuk mengambil
keputusan yang penting dalam kegiatan.
2.2.4 Ciri-Ciri Keaktifan Siswa
Proes didalam pembelajaran haruslah mengikut sertakan siswanya secara
aktif, jangan sampai proses pembelajaran disominasi oleh guru saja. Karena siswa
dikatakan aktif dalam pembelajaran apabila terdapat ciri-ciri keaktifan siswa
dalam pembelajarannya menurut Hamalik (2001: 71) adalah sebagai berikut:
35
1. Siswa berbuat sesuatu untuk memahami materi pelajaran. Disni siswa bebas
untuk melakukan sesuatu didalam kegiatan pembelajarannya agar siswa
mampu dalam memahi materi pelajaran.
2. Pengetahuan dipelajari, dialami, dan ditemukan oleh siswa. Disini siswa
bebas mengetahui dan juga mempelajari bahkan mengalami pelajaran itu
dengan cara mencoba mencari sendiri materi pelajaran yang akan dipelajari.
3. Mencobakan sendiri konsep-konsep. Siswa boleh melakukan kegiatan yang
mampu mendorongnya lebih aktif dalam pembelajaran.
4. Siswa mengkomunikasikan hasil pikirannya. Siswa dapat mengemukakan
pendapatnya kepada semua teman-temannya dan saling bertukar pikiran
dengan teman yang lain.
Berdasarkan yang dikemukakan bahwa sanya keaktifan siswa dalam
pembelajaran tergolong rendah jika siswa tidak memiliki kebebasan beraktifitas
dalam mendengarkan, mencatat, mengkomunikasikan, dan hadir didalam kelas
maka tidak adanya susana belajar yang efektif dan efesien dalam belajar.
2.2.5 Manfaat Keaktifan Siswa
Menurut Oemar Hamalik (2008: 175) dalam proses pembelajaran keaktifan
siswa dalam belajar memberi berbagai manfaat diantaranya sebagai berikut:
a. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalaminya.
b. Membuat sendiri akan mengembngkan aspek pribadi siswa secara integral.
c. Para siswa bekerja sesuai dengan minat dan kemampuan sendiri.
36
d. Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi
demokratis.
e. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang
tua dengan guru.
f. Pengajaran diselenggarakan secara realisasi dan konkret sehingga
mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan
verbalistis.
g. Pengajaran disekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan
di masyarakat.
Berdasarkan yang dikemukakan dapat disimpulkan bahwa untuk
menumbuhkan keaktifan siswa dapat dilakukan berbagai cara. Menarik perhatian
siswa guna meningkatkan partisipasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil keputusan dan motivasi
berupa dorongan belajar. Sehingga siswa dapat terdorong aktif pada saat
pembelajaran berlangsung.
2.3 Hasil Belajar
2.3.1 Pengertian Hasil Belajar
Keberhasilan proses dan hasil belajar dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya adalah guru dan siswa. Hal ini karena guru dan siswa terlibat
langsung didalam kegiatan pembelajaran. Belajar adalah sama dengan latihan,
sehingga hasil-hasil belajar akan tampak dalam keterampilan-keterampilan
tertentu sebagai hasil latihan.
37
Menurut Daryanto (2012: 27) hasil belajar merupakan proses belajar yang
ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan menyangkut
kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Sedangkan menurut Rusmono (2012: 10)
hasil belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang meliputi ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor. Perubahan perilaku tersebut diperoleh setelah siswa
menyelesaikan program pembelajarannya melalui interaksi dengan berbagai
sumber belajar dan lingkungan belajar.
Hasil belajar juga adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada hakikatnya
adalah perubahan mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang
berorientasi pada proses belajar mengajar yang dialami siswa, menurut Sudjana
(2005). Semantara menurut Sardiman (2004: 21) mengatakan bahwa perubahan
tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu, tetapi juga berbentuk kecakapan,
keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri.
Menurut Oemar Hamalik (2002: 30), berpendapat bahwa hasil belajar
merupakan perubahan tingkah laku siswa setelah mengikuti rangkaian
pembelajaran atau pelatihan, perubahan yang terjadi dapat diamati melalui
beberapa aspek, diantaranya pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan,
apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etika, budi pekerti, dan sikap.
Menurut Nasution (2003: 36) menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan hasil
dari suatu interaksi tindak belajar mengajar biasanya ditunjukan dengan nilai tes
yang diberikan oleh guru.
38
Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2002: 200), hasil belajar
merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu siswa dan guru. Dari sisi
siswa hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental ini terwujud
dalam jenis-jenis ranah kognitif, afektif, psikomotorik. Sedangkan dari sisi guru
hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pengajaran, dengan
berakhirnya proses belajar, maka siswa memperoleh suatu hasil belajar. Hasil
belajar adalah hasil penilaian pendidikan tentang kemajuan siswa setelah
melakukan aktivitas belajar. Hasil belajar tidak akan dapat diketahui tanpa
dilakukan penilaian atas aktivitas belajar siswa.
Menurut Abdurahman dan Asep (2008: 14), hasil belajar merupakan
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar, sedangkan
belajar itu sendiri merupakan proses dari seseorang yang berusaha untuk
memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.
Hasil belajar sering kali digunakan sebagai tolak ukur untuk mengetahui
seberapa jauh seseorang siswa menguasai bahan yang sudah diajarkan oleh
gurunya. Dan untuk mengaktualisasikan hasil belajar tersebut maka diperlukan
serangkaian pengukuran sebagai alat evaluasi yang baik dan memenuhi syarat.
Dapat disimpulkan dari berbagai pendapat diatas, bahwa hasil belajar
merupakan faktor yang sangat penting didalam pembelajaran dan sebagai
indikator berhasil atau tidaknya proses hasil belajar yang diperoleh siswa setelah
melakukan serangkaian aktivitas belajar. Dengan kata lain hasil belajar juga
39
merupakan akhir dari kegiatan pembelajaran yang akan membawa perubahan
didalam diri individu yang menjadi lebih baik lagi didalam kegiatan pembelajaran
selanjutnya. Hasil belajar juga adalah nilai yang berupa tingkat keberhasilan siswa
dalam mengikuti pelajaran yang sudah dinyatakan dalam bentuk skor ataupun
angka yang diperoleh dari hasil ulangan harian.
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Muhibbin Syah (2008: 132-139), ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi Prestasi belajar yaitu sebagai berikut:
1) Faktor Internal. Yakni didalam keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa
diantaranya:
a. Jasmani, terdiri dari faktor kesehatan dan cacat tubuh.
b. Rohani, terdiri dari intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kemandirian
belajar, kematangan, dan kesiapan diri.
2) Faktor Eksternal. Yakni kondisi lingkungan sekitar siswa diantaranya:
a. Faktor Keluarga. Yaitu bagaimana cara orang tua didalam mendidik
anaknya, keadaan ekonomi keluarga, perhatian orang tua, dan latar belakang
kebudayaannya.
b. Faktor Sekolah. Yakni terdiri dari metode belajar mengajar, kurikulum,
hubungan guru dengan siswa, kedisiplinan sekolah, keadaan dan fasilitas
sekolah.
c. Faktor Masyarakat. Yakni terdiri atas kegiatan siswa didalam masyarakat,
media masa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan di masyarakat.
40
3) Faktor Pendekatan Belajar. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran
terdapat dua jenis pendekatan yaitu sebagai berikut:
a. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa
(student centered approach), dimana pada pendekatan ini guru melakukan
pendekatan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan
aktif dalam proses pembelajaran.
b. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru
(teacher centered approach), dimana pada penekatan ini guru menjadi
subjek utama dalam proses pembelajaran.
2.3.3 Jenis-jenis Hasil Belajar
Menurut Bloom dalam Sudjana (2005) membagi hasil belajar dalam tiga
ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik maka dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Ranah Kognitif
Ranah kognitif ini berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek, yakni:
a. Mengenal (Recognition). Dalam pengenalan siswa diminta untuk memilih
salah satu dari dua atau lebih jawaban.
b. Pemahaman (Comprehension). Pemahaman dapat dilihat dari kemampuan
individu dalam menjelaskan suatu masalah atau pernyataan. Dengan
41
pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami
hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep.
c. Aplikasi (application). Yakni penggunaan abstrak pada situasi kongkret atau
situasi khusus. Abstrak tersebut mungkin berupa ide, teori, atau pun
petunjuk teknis. Untuk penerapan atau aplikasi ini siswa dituntut memiliki
kemampuan untuk menyeleksi atau memilih suatu abstrak tertentu secara
tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkan secara
benar.
d. Analisis (Analysis). Yakni usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-
unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hirarkinya atau susunanya. Analisis
merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari
ketiga tipe sebelumnya.
e. Sintesis (Synthesis). Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam
bentuk yang menyeluruh disebut sintesis. Berfikir sintesis adalah berfikir
divergen dimana menyatukan unsur-unsur menjadi integritas. Dengan
singkat dapat dikatakan bahwa soal sintesis ini siswa diminta untuk
melakukan generalisasi.
f. Evaluasi (Evaluation). Yakni pemberi keputusan tentang nilai sesuatu yang
mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, pemecahan metode
dan lain-lain.
42
2. Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif
tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap
pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru, kebiasaan belajar, dan
hubungan sosial.
3. Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik ini berhubungan dengan erat kerja otot sehingga
menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-bagiannya. Hasil belajar psikomotorik
tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan (abilities) bertindak
individu.
2.3.4 Teknik Evaluasi Hasil Belajar
Menurut Arikunto (2002: 31), terdapat dua alat evaluasi, yakni tes dan non
tes. Dengan teknik tes, maka evaluasi hasil belajar itu dilakukan dengan jalan
menguji siswa. Sebaliknya, dengan teknis non tes maka evaluasi hasil belajar
dilakukan tanpa menguji siswa.
Sedangkan menurut Sudjana (2008: 35), tes hasil bbelajar dapat dibagi
menjadi tiga jenis tes yaitu sebagai berikut:
1. Tes Lisan (Oral Test). Tes lisan adalah suatu bentuk tes yang menuntut
jawaban dari siswa dalam bentuk bahasa lisan. Siswa akan mengucapkan
jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan atau pun
perintah yang diberikan.
43
2. Tes Tertulis (Written Test). Tes tertulis adalah yang menuntut siswa
memberikan jawaban secara tertulis. Tes tulis ini dapat dibedakan menjadi
tes essay atau uraian dan tes objektif atau pilihan ganda.
2.4 Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul “
Pengaruh Kemandirian Belajar dan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran
Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Siswa Kelas X di SMAN 2 Gunung Sahilan”
diantaranya sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Dian Rani BF (2014) dengan judul
“Pengaruh Kemandirian Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran Akuntansi Kelas X dan XI di SMK Dharma Loka Pekanbaru Ta.
2013/2014”. Maka menunjukan bahwa antara pengaruh kemandirian belajar
terhadap hasil belajar akan dipengaruhi oleh hasil belajar siswa yang
memperoleh persamaan regresinya yaitu: Y = 11,350 + 1,452 X. Dari
persamaan tersebut dapat diartikan bahwa satu-satuan skor kemandirian
belajar akan dipengaruhi oleh hasil belajar sebesar 1,452 pada konstanta
11,350. Berdasarkan penelitian maka penulis menyimpulkan bahwa ada
pengaruh kemandirian belajar terhadap hasil belajar ini, Ha diterima sebesar
72,2%.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Irma Yani (2015) dengan judul “Pengaruh
Kemandirian Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran
Ekonomi Kelas X IPS di SMA Muhammadiyah Pekanbaru”. Maka
44
menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan pada
kemandirian belajar siswa terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran
ekonomi, terbukti dari nilai thitung 6,759>ttabel 1,986.
3. Penelitian dilakukan oleh Betha Nabila (2015) dengan judul “Pengaruh
Keaktifan Siswa Terhadap Hasil Belajar Akuntansi Siswa Kelas XI di SMA
Serirama YLPI Pekanbaru. Menunjukan bahwa antara pengaruh keaktifan
terhadap hasil belajar akan dipengaruhi oleh hasil belajar siswa. Hal ini
terbukti dari thitung , yaitu 9,930 > ttabel 1,981. Itu terbukti bahwa ada
pengaruh yang signifikan dari keaktifan belajar siswa terhadap hasil belajar
siswa.
Berdasarkan penelitian terdahulu diatas maka terdapat perbedaan yang
peneliti lakukan, yakni tempat peneliti melakukan di SMAN 2 Gunung Sahilan
Kabupaten Kampar, dan Mata Pelajaran Ekonomi. Dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh kemandirian belajar dan keaktifan siswa terhadap hasil
belajar pada mata pelajaran ekonomi.
2.5 Kerangka Konseptual
2.5.1 Pengaruh Kemandirian Belajar Terhadap Hasil Belajar
Menurut Djamarah (2011: 13) mengatakan bahwa hasil belajar adalah
serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya
yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
45
Menurut Umar Tirtaraharja dan La Sulo (2005: 50), kemandirian belajar
diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh
kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan sertai rasa tanggung jawab dari diri sendiri
didalam pembelajaran. Siswa yang memiliki kemandirian belajar mampu
menganalisa permasalahan yang ada, mampu berinteraksi dengan baik, mampu
bekerja sendiri maupun berkelompok.
Kemandirian belajar tidak hanya belajar sendiri akan tetapi mampu
meningkatkan hasil belajar dengan baik melalui keterampilan yang dimiliki,
dorongan didalam diri sendiri untuk selalu mengerjakan tugas dengan baik, tanpa
adanya bantuan dari orang lain. Kemandirian belajar sebagai aktivitas didorong
oleh keinginan untuk belajar sendiri, dan belajar aktif serta berpartisipasi dalam
mengembangkan diri yang tidak bergantung kepada orang lain.
Maka dapat diduga bahwa siswa yang memiliki kemampuan dalam
mengatur waktu belajar, menetapkan target pencapaian belajar, dan mencari
berbagai informasi atau referensi secara mandiri untuk mencapai hasil belajar
yang baik.
2.5.2 Pengaruh Keaktifan Siswa Terhadap Hasil Belajar
Menurut B. Uno (2012: 51) mengatakan bahwa hasil belajar yang maksimal
diperoleh apabila sisw bekerja menurut kecepatannya sendiri, terlibat aktif dalam
melaksanakan berbagai tugas belajar khusus, dan mengalami keberhasilan dalam
belajar.
46
Menurut Hermawan (2007: 83), mengemukakan pendapatnya yaitu
keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran tidak lain adalah untuk
mengkonstruksikan pengetahuan mereka sendiri. Dan mereka akan aktif
membangun pemahaman atas persoalan ataupun segala sesuatu yang mereka
hadapi didalam kegiatan pembelajaran.
Maka dapat diduga bahwa siswa yang aktif dalam berargumentasi atau pun
berpendapat, berani dalam mengemukakan gagasan pemikirannya, dan berpikir
kritis akan meningkatkan hasil belajar yang optimal.
2.5.3 P engaruh Kemandirian Belajar dan Keaktifan Siswa Terhadap Hasil
Belajar
Menurut Umar Tirtaraharja dan La Sulo (2005: 50), kemandirian belajar
diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh
kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan sertai rasa tanggung jawab dari diri sendiri
didalam pembelajaran. Menurut Mujiman (2005: 1) kemandirian belajar
merupakan kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk
menguasai suatu kompetensi guna mengatasi masalah dan dibangun kompetensi
yang dimiliki.
Menurut Nana Sudjana (2010: 28) keaktifan siswa merupakan proses yang
aktif apabila tidak dilibatkan dalam berbagai kegiatan belajar sebagai responsi
siswa terhadap stimulus guru, tidak mungkin siswa dapat mencapai hasil belajar
yang dikehendaki.
47
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan belajar, sedangkan belajar itu sendiri merupakan proses dari seseorang
yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif
menetap. (Abdurahman dan Asep (2008: 14)).
Maka dapat diduga bahwa sanya hasil belajar yang tinggi dapat dipengaruhi
oleh kemandirian belajar dan juga keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
2.6 Kerangka Pemikiran
Hasil belajar merupakan hasil maksimal yang dicapai oleh siswa dalam
proses belajar mengajar. Dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa, banyak
hal yang harus ditempuh. Untuk mendapatkan hasil belajar dalam bentuk
perubahan, harus melalui proses tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor dari
dalam individu dari luar individu.
Secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruhinya yaitu faktor
internal diantaranya motivasi, kreatifitas, keaktifan, sikap, minat, perhatian dan
kemandirian belajar siswa. sedangkan faktor eksternal diantaranya guru, fasilitas,
manajemen, kurikulum, anggaran, lingkungan sekolah dan sosial keluarga.
Kemandirian belajar dan keaktifan siswa juga dapat menjadi penentu hasil
belajar siswa. Hal ini dikarenakan hasil belajar siswa juga diukur melalui
kemampuan didalam kemandirian dan keaktifan belajar siswa ataupun penguasaan
siswa atas materi pelajaran, yang proses belajarnya tidak terlepas dari kegiatan
kemandirian dan keaktifan siswa tersebut.
48
Berdasarkan paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ada faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa. Dalam hal ini, kerangka pemikiran yang
digunakan penulis didalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Keterangan:
X1 : Kemandirian Belajar
X2 : Keaktifan Siswa
Y : Hasil Belajar
: Parsial
: Silmutan
Hasil Belajar
(y) Keaktifan Siswa
(x2)
Kemandirian Belajar
(x1 )
49
2.7 Hipotesis Peneltian
Menurut Sugiyono (2008: 51), mengemukakan pendapatnya bahwa
“hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah”. Sedangkan
menurut Arikunto (2010: 110), berpendapat bahwa “hipotesis dapat diartikan
sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian,
sampai terbukti melalui data yang terkumpul”.
Berdasarkan rumusan masalah dan tinjaun teoritis yang diuraikan, maka
dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Hipotesis1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara kemandirian belajar
terhadap hasil belajar siswa kelas X di SMAN 2 Gunung Sahilan.
Hipotesis2: Terdapat pengaruh yang signifikan antara keaktifan siswa terhadap
terhadap hasil belajar siswa kelas X di SMAN 2 Gunung Sahilan.
Hipotesis3: Terdapat pengaruh yang signifikan antara kemandirian belajar dan
keaktifan siswa dalam pembelajaran terhadap hasil belajar siswa kelas
X di SMAN 2 Gunung Sahilan.