bab ii tinjauan umum - repository.uir.ac.idrepository.uir.ac.id/694/2/bab2.pdfjudi juga merupakan...

46
39 BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang Perjudian a. Pengertian Perjudian Perjudian merupakan salah satu permainan tertua di dunia hampir setiap negara mengenalnya sebagai sebuah permainan untung-untungan. Judi juga merupakan sebuah permasalahan sosial dikarenakan dampak yang ditimbulkan amat negatif bagi kepentingan nasional teruama bagi generasi muda karena menyebabkan para pemuda cenderung malas dalam bekerja dan dana yang mengalir dalam permainan ini cukup besar sehingga dana yang semula dapat digunakan untuk pembangunan malah mengalir untuk permainan judi, judi juga bertentangan dengan agama, moral dan kesusialaan. Permainan judi juga dapat menimbulkan ketergantungan dan menimbulkan kerugian dari segi meteril dan imateril tidak saja bagi para pemain tetapi juga keluarga mereka. 1 Judi atau permainan “judi” atau “perjudian” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “Permainan dengan memakai uang sebagai taruhan”. 2 berjudi ialah “Mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar dari 1 Josua Sitompul, Cyberspace Cybercrimes Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana, PT. Tatanusa, Jakarta hal. 1 2 Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 419.

Upload: ledan

Post on 05-Jun-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

39

BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Tinjauan Umum Tentang Perjudian

a. Pengertian Perjudian

Perjudian merupakan salah satu permainan tertua di dunia hampir setiap

negara mengenalnya sebagai sebuah permainan untung-untungan. Judi juga

merupakan sebuah permasalahan sosial dikarenakan dampak yang ditimbulkan amat

negatif bagi kepentingan nasional teruama bagi generasi muda karena menyebabkan

para pemuda cenderung malas dalam bekerja dan dana yang mengalir dalam

permainan ini cukup besar sehingga dana yang semula dapat digunakan untuk

pembangunan malah mengalir untuk permainan judi, judi juga bertentangan dengan

agama, moral dan kesusialaan. Permainan judi juga dapat menimbulkan

ketergantungan dan menimbulkan kerugian dari segi meteril dan imateril tidak saja

bagi para pemain tetapi juga keluarga mereka.1

Judi atau permainan “judi” atau “perjudian” menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah “Permainan dengan memakai uang sebagai taruhan”.2 berjudi ialah

“Mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan

kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar dari

1 Josua Sitompul, Cyberspace Cybercrimes Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana, PT.

Tatanusa, Jakarta hal. 1 2 Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta,

1995, hlm. 419.

40

pada jumlah uang atau harta semula”.3 Dalam bahasa Inggris judi ataupun perjudian

dalam arti sempit artinya gamble yang artinya “play cards or other games for money;

to risk money on a future event or possible happening, dan yang terlibat dalam

permainan disebut a gamester atau a gambler yaitu, one who plays cards or other

games for money”.4

Kartini Kartono mengartikan judi sebagai “Pertaruhan dengan sengaja, yaitu

mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari

adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa, permainan

pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak/belum pasti hasilnya.5

Dalam tafsir Kitab Undang-undang Hukum Pidana judi diartikan sebagai :

“Permainan judi berarti harus diartikan dengan artian yang luas juga

termasuk segala pertaruhan tentang kalah menangnya suatu pacuan kuda

atau lain-lain pertandingan, atau segala pertaruhan, dalam

perlombaanperlombaan yang diadakan antara dua orang yang tidak ikut

sendiri dalam perlombaan-perlombaan itu, misalnya totalisator dan lain-

lain”.6

b. Sejarah Perjudian di Indonesia

Perjudian di Indonesia punya latar belakang sejarah panjang, setidak-tidaknya

sudah ada sejak zaman penjajah Belanda. Pada umumnya, dulu perjudian selalu

3 Ibid., hal. 419.

4 Michael West, An International Reader‟s Dictionary, Longman Group Limited, London,

1970, hlm. 155. 5 Kartini Kartono, Patologi Sosial, jilid I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 56.

6 Dali Mutiara, Tafsiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta,

1962, hlm. 220.

41

terkait dengan dunia malam dan hiburan. Di bawah kekuasaan Belanda di Indonesia,

judi berlangsung dengan sebuah ordonansi yang dikeluarkan residen setempat.

Judi dalam bentuk lotre sudah ada sejak tahun 1960-an yang zaman itu lebih

dikenal dengan nama lotre buntut. Pada masa itu, di Bandung ada lotre yang disebut

Toto Raga sebagai upaya pengumpulan dana mengikuti pacuan kuda. Sedangkan di

Jakarta semasa Gubernur Ali Sadikin muncul undian lotre yang diberi nama Toto dan

Nalo (Nasional Lotre).

13 Tahun 1965, Presiden Soekarno mengeluarkan Keppres No 113 Tahun

1965 yang menyatakan lotre buntut merusak moral bangsa dan masuk dalam kategori

subversi. Memasuki Orde Baru, lotre ini terus berkembang. Tahun 1968, Pemda

Surabaya mengeluarkan Lotto (Lotre Totalisator) PON Surya yang tidak ada

kaitannya dengan penyelenggaraan olahraga, hanya berdasarkan undian. Tujuannya

menghimpun dana bagi PON VII yang akan diselenggarakan di Surabaya tahun 1969.

Pada tahun 1974, Toto KONI dihapus. Pemerintah melalui Menteri Sosial

Mintaredja (saat itu) mulai memikirkan sebuah gagasan untuk menyelenggarakan

forecast sebagai bentuk undian tanpa menimbulkan ekses judi. Setelah studi banding

selama dua tahun, Depsos berkesimpulan, penyelenggaraan forecast Inggris

dilaksanakan dengan bentuk sederhana dan tidak menimbulkan ekses judi. Selain itu,

perbandingan yang diperoleh penyelenggara tebakan, pemerintah, dan hadiah bagi si

penebak 40-40-20.

42

Tahun 1976, setelah meminta penilaian lagi dari Kejaksaan Agung, Badan

Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) dan Departemen Dalam Negeri, rencana Depsos

untuk menyelenggarakan forecast tidak mendapat tantangan dan merencanakan

pembagian hasil 50-30-20. Rencana itu belum bisa terlaksana, karena Presiden

Soeharto bersikap hati-hati dan meminta untuk dipelajari lebih dalam lagi.

Dibutuhkan waktu sekitar tujuh tahun untuk melaksanakan undian forecast

ini. Tanggal 28 Desember 1985, Kupon Berhadiah Porkas Sepak Bola diresmikan,

diedarkan, dan dijual. Porkas dimaksudkan menghimpun dana masyarakat untuk 14

menunjang pembinaan dan pengembangan prestasi olahraga Indonesia. Porkas lahir

berdasarkan UU No 22 Tahun 1954 tentang Undian, yang antara lain bertujuan agar

undian yang menghasilkan hadiah tidak menimbulkan berbagai keburukan sosial.

Berbeda dari Toto KONI, Porkas tidak ada tebakan angka, melainkan

penebakan M-S-K atau menang, seri, dan kalah. Perbedaan lain, kalau Toto KONI

beredar sampai ke pelosok daerah, maka Porkas beredar hanya sampai tingkat

kabupaten dan anak-anak di bawah usia 17 tahun dilarang menjual, mengedarkan,

serta membelinya.

Kupon Porkas ini terdiri atas 14 kolom dan diundi seminggu sekali, setelah 14

grup sepak bola melakukan 14 kali pertandingan. Jadwal pertandingan ditentukan

oleh PSSI dari jadwal di dalam dan luar negeri. Setiap pemegang kupon yang tahun

43

1985 senilai Rp 300 menebak mana yang menang (M), seri (S), dan kalah (K).

Penebak jitu 14 kesebelasan mendapat hadiah Rp 100 juta.

Pada tanggal 11 Januari 1986, penarikan pertama Porkas dilakukan. Sampai

dengan akhir Februari tahun yang sama, dana bersih yang dikumpulkan dari

penyelenggaraan Porkas ini mencapai Rp 1 miliar. Pertengahan tahun 1986,

pengedaran Porkas dilakukan melalui sistem loket. Para distributor, agen, subagen

yang terbukti melakukan penyimpangan dipecat oleh Yayasan Dana Bhakti

Kesejahteraan Sosial (YDBKS), sebuah yayasan yang juga mengelola Undian Tanda

Sumbangan Berhadiah. 15 Bulan Oktober 1986, dana Porkas yang terkumpul sudah

mencapai Rp 11 miliar, dari target Rp 13 miliar yang ditetapkan hingga akhir tahun.7

c. Pandangan Masyarakat Tentang Perjudian

Kasus-kasus perjudian yang menggunakan sarana teknologi informasi dari

waktu ke waktu terus tumbuh subur. Masalah judi maupun perjudian merupakan

masalah yang sudah sangat klasik dan menjadi sebuah yang salah di masyarakat.

Sejalan dengan perkembangan kehidupan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi

dan globalisasi maka tingkat dan modus tindak pidana perjudian juga mengalami

perubahan baik kualitas maupun kuantitasnya. Pada hakekatnya judi maupun

perjudian jelas-jelas bertentangan dengan agama, kesusilaan, dan moral Pancasila,

7 http://digilib.unila.ac.id/275/10/BAB%20II.pdf Di akses pada tanggal 19 oktober 2017 pkl 07:25

WIB.

44

serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan

negara.

Sejak Preseiden B.J. Habibie membuka keran informasi bagi masyarakat yang

pada zaman orde baru amat sulit untuk dilakukan maka saat ini masyarakat dapat

dengan mudah untuk memperoleh informasi dari dunia luar dengan memanfaatkan

kemajuan fasilitaas teknologi informasi dan juga sebagai dampak buruk dari

pengaruh globalisasi yang dampak 19 negatifnya langsung dapat dirasakan oleh

masyarakat, sebagai dampaknya jalan pintas untuk memperoleh uang dilakukan oleh

masyarakat termasuk dengan berjudi. Bagi masyarakat yang memiliki pendidikan

yang cukup maka mereka lebih memilih bermain judi dengan memanfaatkan

teknologi informasi karena dirasa lebih aman dari intaian aparat kepolisian. Para

pemain judi yang menggunakan sarana teknologi informasi ini biasanya mengunakan

smartphone ataupun personal computer (pc) yang terhubung dengan internet, ada juga

yang memanfaatkan warung internet (warnet) untuk melakukan perjudian ini.

Prinsip dalam perjudian menggunakan sarana teknologi informasi adalah

kepercayaan karena seorang pemain judi tidak mengetahui siapa bandarnya serta

tidak mengetahui keberadaan sang bandar dan juga ia diwajibkan untuk menyetorkan

sejumlah uang sebagai deposit dalam suatu rekening sebagai syarat untuk bermain

judi, jika menang bandar akan mentransfer sejumlah uang ke dalam rekening si

pemain.

45

Secara psikologis, manusia Indonesia memang tidak boleh dikatakan pemalas,

tapi memang agak sedikit manja dan lebih suka dengan berbagai kemudahan dan

mimpi-mimpi yang mendorong perjudian semakin subur. Dari sisi mental, mereka

yang terlibat dengan permainan judi ataupun perjudian, mereka akan kehilangan etos

dan semangat kerja sebab mereka menggantungkan harapan akan menjadi kaya

dengan berjudi. Seorang antropolog mengatakan “Sangat sulit untuk mampu

memisahkan perilaku judi dari masyarakat kita. Terlebih orang Indonesia 20 atau

orang Jawa khususnya judi telah benar-benar mendarah daging”.8

Dari sisi budaya telah lama dikenal bentuk-bentuk judi seperti judi dadu, adu

jago, pacuan kuda, dan adu domba yang sudah menjadi tradisi di daerah Sunda. Di

daerah Jawa Timur tepatnya di Pulau Madura terkenal dengan Karapan sapi, Pulau

Sumbawa dengan lomba pacuan kuda dan di daerah Sulawesi Selatan serta Pulau Bali

dengan adu ayam jago. Bentukbentuk judi dan perjudian tersebut dimainkan oleh

rakyat jelata sampai pangeran dari kalangan istana yang mempunyai kedudukan dan

status terhormat.

Kemudian varian judi dan perjudian semakin menunjukkan peningkatan

setelah masuknya masyarakat Cina beserta kebudayaannya yang menawarkan kartu

sebagai alat bantu untuk perjudian. Bagi masyarakat cina perjudian merupakan suatu

cara untuk buang sial namun bagi masyarakat Indonesia perjudian dijadikan

8 Nurdin H. Kistanto, Kebiasaan Masyarakat Berjudi, Harian Suara Merdeka, Minggu, 2001,

hlm. 8

46

pengharapan untuk mendapatkan uang yang cepat tanpa perlu kerja keras untuk

mengubah keadaan ekonomi, akibatnya judi atau perjudian menjadi sejenis ritual

dalam masyarakat. Secara teknis perjudian merupakan hal yang sangat mudah untuk

dilakukan.9

d. Perjudian Ditinjau Dari Norma Agama

Negara Indonesia adalah negara Pancasila, agama merupakan salah satu

fundamen yang penting dan pokok. Hal ini terlihat dalam urutan sila-sila Pancasila

dimana Ketuhanan Yang Maha Esa berada dalam urutan pertama. Mendapat tempat

dan kedudukan yang tinggi seperti yang dicantumkan dalam Pembukaan UUD 45

alinea ke IV juga terdapat dalam Pasal 29:

1. Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk

agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya itu.

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD

1945 adalah bukan merupakan negara sekuler, yang berdasarkan atas suatu agama

tertentu melainkan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (sila pertama Pancasila

juga Pasal 29 ayat (1) UUD'45). Dikatakan termasuk bukan negara sekuler, karena

dalam penyelenggaraan pemerintahan negara RI tidak memisahkan sama sekali

9 http://digilib.unila.ac.id/1254/8/BAB%20II.pdf Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017

Pukul 07.22 WIB.

47

urusan kenegaraan dengan urusan keagamaan, terbuka dengan adanya departemen

(kementrian) agama di dalam susunan pemerintahannya.

Agama merupakan sumber kepribadian bangsa di dalam pelaksanaannya

harus dijalankan dan ditaati. Hal itu bertujuan agar tidak menyimpang dari norma

yang ada di dalam agama tersebut. Kenyataan di dalam hidup ini orang tidak jarang

menyimpang dari norma agama, hal itu disebabkan oleh kurangnya iman terhadap

seseorang yang akhirnya dapat menjurus kepada perbuatan-perbuatan yang dilarang

oleh agama.

Dilihat dari sanksinya bahwa norma agama merupakan perintah dari Tuhan

maka terhadap pelanggaran tersebut akan mendapat sanksi di akhirat kelak. Jadi di

dunia ini kurang dapat dirasakan, untuk itu terhadap orang yang kurang imannya

tidak segan-segan untuk melakukan perbuatan yang tidak baik tetapi bagi orang yang

mempunyai iman hal itu tidak akan terjadi karena kepercayaan bahwa walaupun

bagaimana sanksi tersebut pasti dirasakan pada hari akhirat nanti.

Perjudian apapun bentuknya dan namanya hakekatnya adalah bertentangan

dengan agama. Ditinjau dari segi apapun juga, maka judi tersebut merupakan

penyakit masyarakat yang lebih banyak kejelekannya dibandingkan dengan

kemanfaatannya, khususnya agama Islam yang melarang tentang perjudian dalam

segala bentuknya sebab merusak jiwa, merusak badan, merusak rumah tangga dan

merusak masyarakat.

48

Menurut Syamsudin Adi Dzahabi yang dimaksud dengan judi ialah, “Suatu

permainan atau undian dengan memakai taruhan uang maupun lainnya masing-

masing dari keduanya ada yang menang ada yang kalah (untung dan dirugikan)10

.

Allah telah melarang judi seperti firman-Nya yang terdapat di dalam Kitab

Suci Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 90 yang berbunyi:

“(90). Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,

berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk

perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat

keberuntungan .(91). Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan

permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi

itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka

berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”

Sudah jelas bahwa dari segi norma agama dalam hal ini agama Islam

melarang umatnya bermain judi kemudian agama-agama lainnya pun juga demikian

sebab dari adanya permainan judi tersebut menyebabkan permusuhan antara sesama

umat manusia yaitu saling dendam dan iri hati dan dari adanya perbuatan judi tersebut

akan membuat harta benda menjadi mubazir, tidak halal. 11

10

Syamsuddin Adi Dzahabi, 75 Dosa Besar, Media Idaman, Surabaya, 1987, hlm. 148. 11

Ibid., hal 150.

49

Harta benda yang dihasilkan dari perjudian ini termasuk cara yang terlarang,

dan apabila harta dimakan berarti ia memakan barang haram, bila dipakai untuk usaha

berarti juga menggunakan modal yang dilarang oleh Islam dan jika hal tersebut

dibelanjakan di jalan Allah, maka Allah juga tidak akan menerimanya. Rasulullah

mengecam dengan api neraka dari harta yang haram menjadi daging rasulullah SAW

bersabda:

كل لحم نبت من سحت فالنار أولى به“ Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram maka nerakalah yang layak

baginya”12

e. Macam-Macam Perjudian

Pada masa sekarang banyak bentuk permainan judi yang sulit dan menuntut

ketekunan, umpamanya pertandingan pertandingan atletik, badminton, tinju, gulat

dan sepak bola. Juga pacuan-pacuan misalnya: pacuan kuda, anjing balap, biri-biri

dan karapan sapi. Permainan dan pacuan-pacuan tersebut semula bersifat kreatif

dalam bentuk asumsi yang menyenangkan untuk menghibur diri sebagai pelepas

ketegangan sesudah bekerja. Di kemudian hari ditambahkan elemen pertaruhan guna

memberikan insentif kepada para pemain untuk memenangkan pertandingan. Di

samping itu dimaksudkan pula untuk mendapatkan keuntungan komersial bagi orang-

orang atau kelompok-kelompok tertentu.

12

http://www.binbaz.org.sa/noor/2534 Diakses pada tanggal 18 oktober pkl 23:31 WIB.

50

Dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9

Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang

Penertiban Perjudian, Pasal 1 ayat (1), disebutkan beberapa macam perjudian yaitu:

1. Perjudian di Kasino, antara lain terdiri dari :

a. Roulette; b. Blackjack c. Bacarat d. Creps; e. Keno; f. Tombala; g. Super Ping-

PongLotto Fair; h. Satan; i. Paykyu; j. Slot Machine (Jackpot); k. Ji Si Kie; l. Big Six

Wheel; m. Chuc a Cluck; n. Lempar paser/bulu ayam pada sasaran atau papan;

o.Yang berputar (Paseran); p. Pachinko; q. Poker; r. Twenty One; s. Hwa-Hwe; t.

Kiu-Kiu

2. Perjudian ditempat-tempat keramaian, antara lain terdiri dari perjudian dengan:

a. Lempar paser atau bulu ayam pada papan atau sasaran yang tidak bergerak; b.

Lempat uang (coin); c. Koin; d. Pancingan; e. Menebak sasaran yang tidak berputar;

f. Lempar bola; h. Adu ayam; i. Adu kerbau; j. Adu kambing atau domba; k. Pacu

kuda; l. Kerapan sapi; m. Pacu anjing; n. Hailai; o. Mayong/Macak; p. Erek-erek.

3. Perjudian yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain diantaranya perjudian yang

dikaitkan dengan kebiasaan-kebiasaan:

a. Adu ayam; b. Adu sapi; c. Adu kerbau; d. Pacu kuda; e. Karapan sapi; f. Adu

domba atau kambing; g. Adu burung merpati.

51

Menurut penjelasan di atas, dikatakan bahwa bentuk perjudian yang terdapat

dalam angka 3 (tiga), seperti adu ayam, karapan sapi dan sebagainya itu tidak

termasuk perjudian apabila kebiasaan-kebiasaan yang bersangkutan berkaitan dengan

upacara keagamaan dan sepanjang kebiasaan itu tidak merupakan perjudian.

Ketentuan pasal ini mencakup pula bentuk dan jenis perjudian yang mungkin timbul

dimasa yang akan datang sepanjang termasuk katagori perjudian sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP.

f. Unsur-Unsur Tindak Pidana Perjudian

Tindak pidana merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendasar dalam

hukum pidana. Moeljatno lebih sering menggunakan kata perbuatan dari pada

tindakan. Menurut beliau “Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh

suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana

tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.13

Unsur atau elemen perbuatan pidana menurut Moeljatno adalah:

1. Kelakukan dan akibat (perbuatan).

2. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan.

3. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana.

4. Unsur melawan hukum yang obyektif.

13

Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002. hlm. 63.

52

5. Unsur melawan hukum yang subyektif.

Lebih lanjut dalam penjelasan mengenai perbuatan pidana terdapat syarat

formil dan syarat materiil. Syarat formil dari perbuatan pidana adalah adanya asas

legalitas yang tersimpul dalam Pasal 1 KUHP, sedangkan syarat materiil adalah

perbuatan tersebut harus betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan

yang tidak boleh atau tidak patut dilakukan karcna bertentangan dengan atau

menghambat akan terciptanya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicitacitakan

oleh masyarakat. 14

Pakar hukum pidana D. Simmons menyebut tindak pidana dengan sebutan

Straf baar Feit sebagai, Een strafbaar gestelde onrecht matige, met schuld ver

bandstaande van een teori keningsvat baar person. Tindak pidana menurut Simmons

terbagi atas dua unsur yakni unsur obyektif dan unsur subyektif.15

Unsur obyektif terdiri dari:

1. Perbuatan orang.

2. Akibat yang kehilangan dari perbuatan tersebut.

3. Keadaan tertentu yang menyertai perbuatan tersebut

Unsur subyektif terdiri dari:

14

Ibid., hlm 64 15

D Simbons, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang, 1990. hlm. 41.

53

1. Orang yang mampu untuk bertanggung jawab.

2. Adanya kesalahan yang mengiringi perbuatan.

Menurut Van Hamel, “Straf baar feit adalah kelakuan orang (menselijke

gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut

dipidana (strafwaarding) dan dilakukan dengan suatu kesalahan”16

.

Berikut beberapa pendapat para sarjana hukum pidana mengenai pengertian

tindak pidana dan unsur-unsur tindak pidana:

1. E. Mezger

Tindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana. Unsur-unsur tindak

pidana menurut beliau

a. Perbuatan dalam arti yang luas dari manusia (aktif atau membiarkan), b. Sifat

melawan hukum (baik bersifat obyektif maupun subyektif), c. Dapat

dipertanggung jawabkan kepada seseorang, d. Diancam dengan pidana

2. H.B. Vos

Tindak pidana diartikan sebagai (dalam bahasa Belanda) “Een strafbaar feit ist

een men selijke gedraging waarop door de wet (genomen in de mime zin van

wetfdijke bepaling) straf is gestled, een gedraging due, die in net algemeen (tenijer

16

Van Hamel dalam Moeljatno, op.cit. hlm. 56.

54

een uitsluit ingsgrond bestaat) op straffe verboden is” . 17

Sedang unsur-unsurnya

meliputi: a. Kelakuan manusia; b. Diancam pidana dalam undang-undang.

3. J. Bauman Tindak Tindak Pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan

delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan suatu kesalahan.18

4. W. P. J. Pompe Tindak Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang perilakunya

dapat dikenakan pidana . 19

Menurut pendapat beberapa pakar atau ahli hukum pidana tersebut di atas

maka dapat diambil suatu kesimpulan yakni, “Tindak Pidana adalah perbuatan yang

dilarang oleh suatu aturan hukum, yang mana larangan tersebut disertai sanksi yang

berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut”. Peran hukum

terasa sekali dalam mewarnai tata kehidupan bermasyarakat. Dengan wibawa dan

daya gunanya itu semakin berperan serta dalam upaya menstrukturisasi kehidupan

sosial, sehingga struktur kehidupan sosial masyarakat dapat diubah dan

dikembangkan ke arah kehidupan bersama yang lebih maju, lebih menjamin

kesejahteraan dan kemakmuran bersama yang berkeadilan yang menjadi tujuan hidup

bersama dalam bermasyarakat.

Selain dari pada itu hukum berperan signifikan dalam mendorong proses

pembangunan suatu masyarakat sebagai rekayasa sosial dan hukum-pun

mengendalikan baik para pelaksana penegak hukum maupun mereka yang harus

17

H.B. Vos dalam Bambang Poernomo, op.,cit., hlm. 89 18

, Ibid, hlm. 89 19

W.P.J. Pompe dalam Bambang Poernomo, Ibid, hlm. 89

55

mematuhi hukum, yang mana kesemuanya berada dalam proses pengendalian sosial

agar gerak kerja hukum menjadi sesuai dengan hakekatnya sebagai sarana ketertiban,

keadilan dan pengamanan serta menunjang pembangunan. Hukum lahir dalam

pergaulan masyarakat dan tumbuh berkembang di tengah masyarakat, sehingga

hukum mempunyai peranan penting di dalam mengatur hubungan antar individu

maupun hubungan antar kelompok. Hukum berusaha menjamin keadilan didalam

pergaulan hidup manusia, sehingga tercipta ketertiban dan keadilan. Berkaitan dalam

masalah judi ataupun perjudian yang sudah semakin merajalela dan merasuk sampai

ke tingkat masyarakat yang paling bawah sudah selayaknya apabila permasalahan ini

bukan lagi dianggap masalah sepele. Masalah judi maupun perjudian lebih tepat

disebut kejahatan dan merupakan tindak kriminal yang menjadi kewajiban semua

pihak untuk ikut serta menanggulangi dan memberantas sampai ke tingkat yang

paling tinggi.

Erwin Mapaseng dalam sebuah dialog mengenai upaya pemberantasan

perjudian mengatakan bahwa:

“Praktek perjudian menyangkut banyak pihak, polisi tidak bisa menangani sendiri.

Sebagai contoh praktek permainan ketangkasan, izin yang dikeluarkan dibahas

bersama oleh instansi terkait. Lembaga Kepolisian hanya salah satu bagian dari

instansi yang diberi wewenang mempertimbangkan izin tersebut. Dalam persoalan

ini, polisi selalu dituding hanya mampu menangkap bandar kelas teri. Padahal

masyarakat sendiri tidak pernah memberikan masukan kepada petugas untuk

membantu penuntasan kasus perjudian” .20

20

Erwin Mapaseng, Upaya Pemberantasan Perjudian, Harian Kompas, Hari rabu 12

Oktober 2017, Rubrik Jawa Tengah dan DIY, hlm. 6

56

Untuk mendapatkan gambaran dari hukum pidana, maka terlebih dahulu

dilihat pengertian dari pada hukum pidana. Menurut Moeljatno dalam bukunya Asas-

asas Hukum Pidana, “Hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum

yang berlaku disuatu negara, yang dasar-dasar aturan untuk: 1. Menentukan

perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukannya, yang dilarang, yang

disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa

melanggar larangan tersebut. 2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada

mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana

sebagaimana yang telah diancamkan. 3. Menentukan dengan cara bagaimana

pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang yang disangka telah

melanggar larangan tersebut.21

Salah satu ketentuan yang merumuskan ancaman terhadap tindak perjudian

adalah dalam Pasal 303 dan Pasal 303 bis KUHP yang telah dirubah dengan Undang-

Undang No. 7 Tahun 1974. Dengan adanya ketentuan dalam KUHP tersebut maka

permainan perjudian, dapat digolongkan menjadi dua golongan /macam yaitu:

1. Perjudian yang bukan merupakan tindak pidana kejahatan apabila pelaksanaannya

telah mendapat ijin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang, seperti:

a. Casino dan petak sembilan di Jakarta, Sari Empat di Jalan Kelenteng Bandung

b. Toto (totalisator) Grey Hound di Jakarta (ditutup 1 Oktober 1978 oleh

Pemerintah DKI)

21

Moeljatno, op.cit, hlm. 1

57

c. Undian harapan yang sudah berubah menjadi undian sosial berhadiah, pusatnya

ada di Jakarta. Di Surabaya ada undian Sampul Rejeki, Sampul Borobudur di

Solo, Sampul Danau Toba di Medan, Sampul Sumber Harapan di Jakarta,

semuanya berhadiah 80 juta rupiah.22

Jenis perjudian tersebut bukan merupakan kejahatan karena sudah mendapat

ijin dari pemerintah daerah atau pemerintah setempat dengan berlandaskan Undang-

undang Nomor 22 Tahun 1954 tentang Undian. Pasal 1 dan 2 Undang-undang Nomor

22 Tahun 1954 tentang Undian menyatakan sebagai berikut: Undian yang diadakan

itu ialah oleh:

a. Negara

b. Oleh suatu perkumpulan yang diakui sebagai badan hukum, atau oleh suatu

perkumpulan yang terbatas pada para anggota untuk keperluan sosial, sedang

jumlah harga nominal dan undian tidak lebih dan Rp.3.000,-. Undian ini harus

diberitahukan kepada instansi pemerintah yang berwajib, dalam hal ini kepala

daerah ijin untuk mengadakan undian hanya dapat diberikan untuk keperluan

sosial yang bersifat umum.

2. Perjudian yang merupakan tindak pidana kejahatan, apabila pelaksanaannya tanpa

mendapat ijin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang, seperti main dadu,

bentuk permainan ini sifatnya hanya untung-untungan saja, karena hanya

menggantungkan pada nasib baik atau buruk, pemain-pemain tidak hanya

22

Kartini Kartono., op.cit., hlm. 61.

58

mempengaruhi permainan tersebut. Dalam Pasal 303 bis KUHP menyebutkan

unsur-unsurnya sebagai berikut: a. Menggunakan kesempatan untuk main judi; b.

Dengan melanggar ketentuan Pasal 303 KUHP.

Perlu diketahui rumusan Pasal 303 bis KUHP tersebut sama dengan Pasal 542

KUHP yang semula merupakan pelanggaran dengan ancaman pidana pada ayat (1)

nya maksimal satu bulan pidana kurungan atau pidana denda paling banyak tiga ratus

rupiah. Pada perjudian itu ada unsur minat dan pengharapan yang paling makin

meninggi, juga unsur ketegangan, disebabkan oleh ketidakpastian untuk menang atau

kalah. Situasi tidak pasti itu membuat orang semakin tegang dan makin gembira,

menumbuhkan efek-efek, iba hati, keharuan, nafsu yang kuat dan rangsangan-

rangsangan yang besar untuk betah bermain. Ketegangan akan makin memuncak

apabila dibarengi dengan kepercayaan animistik pada nasib peruntungan. Pada

kepercayaan sedemikian ini tampaknya anakhronistik (tidak pada tempatnya karena

salah waktu) pada abad mesin sekarang namun tidak urung masih banyak melekat

pula pada orang-orang modern zaman sekarang, sehingga nafsu berjudian tidak

terkendali, dan jadilah mereka penjudi-penjudi profesional yang tidak mengenal akan

rasa jera.

59

B. Tinjaun Umum Tentang Penyidikan

A. Pengertian Penyidikan

Istilah penyidikan dipakai sebagai istilah hukum pada Tahun 1961, yaitu sejak

dimuatnya dalam Undang-Undang pokok kepolisian No. 13 Tahun 1961. Sebelumnya

dipakai istilah pengusutan yang merupakan terjemah dari bahasa Belanda, yaitu

opsporin. Pasal 1 butir 2 (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) KUHAP

diuraikan bahwa :

“penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara

yang diatur dalam undang-undang, mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan

bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya” Berbicara mengenai penyidikan tidak lain dari membicarakan

masalah pengusutan kejahatan atau pelanggaran, orang Inggris lazim menyebutnya

dengan istilah ”criminal investigation"

B. Tujuan dan Kegunaan Penyidikan

Tujuan penyidikan adalah untuk menunjuk siapa yang telah melakukan

kejahatan dan memberikan pembuktian-pembuktian mengenai masalah yang telah

dilakukannya. Untuk mencapai maksud tersebut maka penyidik akan menghimpun

keterangan dengan fakta atau peristiwa-peristiwa tertentu.23

Menurut Gerson

Bawengan, bahwa untuk dapat mencapai tujuan penyidikan, penyidik dapat menggunakan

23

M. Husein harun. Penyidik dan penuntut dalam proses pidana. PT rineka cipta. Jakarta.

1991 hlm. 58

60

metode yang lazim digunakan dalam melakukan penyidikan yaitu : 1. Identifikasi; 2. Sidik

jari; 3. Modus operandi; 4. Files; 5. Informan; 6. Interogasi; 7. Bantuan ilmiah24

a. Identifikasi

Dalam identifikasi, perhatian utama diarahkan kepada pelaku-pelaku

kejahatan yang sudah tergolong profesional maupuh yang tergolong residivis.

Nama-nama pelaku tersebut sudah harus ada dalam catatan penegak hukum.

Disamping nama-nama, juga harus diperhatikan identitas yang lain. Misalnya tatto,

bentuk tubuh, maupun ciri-ciri yang lain. Menurut Andi Hamzah, bahwa dengan

melakukan identifikasi tersebut maka :“ Mempermudah penyidik atau setidak-

tidaknya dapat membantu pihak penyidik dalam melakukan penyidikan karena bila

terdapat pelaku kejahatan yang termasuk jenis kambuhan, maka penyidik tinggal

mencocokkan ciri-ciri dengan identitas yang telah direkam dalam data-data

kepolisian “.25

b. Sidik Jari

Sidik jari merupakan terjemahan dari bahasa Yunani yaitu Daktiloskopi.

Terdiri dari kata " Daktulos " yang berarti jari sedangkan "Skopioo " berati

mengamati.26

Dari terjemahan tersebut, daktuloskopi berarti mengamati jari,

24

Gerson Bawengan, Pengantar psikologi kriminil, Pradnya Paramita, Jakarta, 1991, hlm. 15

25

Andi Hamzah, Pengusutan Perkara Kriminil Melalui Sarana Tekhnik dan sarana hukum,

Ghalia,Indonesia,Yogyakarta, 1986,hlm 13

26 Ibid, hlm.21

61

kemudian disama-artikan dengan sidik jari. Dengan sidik jari ditemukan identitas

tersangka secara pasti oleh karena sifat kekhususannya yaitu pada setiap orang

berbeda. Cara ini baru dapat dimanfaatkan, jika si tersangka sebelumnya telah

diambil sidik jarinya. Andi Hamzah menguraikan pula beberapa golongan sidik jari,

yaitu :

1. Golongan loops yang berarti sangkutan ;

2. Golongan Whoris yang berarti putaran ;

3. Golongan Arches yang berarti lingkungan.

c. Modus Operandi

Modus Operandi merupakan istilah dari bahasa latin yang berarti “cara kerja”.

Penelitian berdasarkan modus operandi, penelitian-penelitian yang diarahkan pada

cara kerjanya seseorang melakukan kejahatan. Menurut Gerson Bawengan, bahwa:“

Seseorang terutama residivis yang telah berhasil melakukan suatu kejahatan dengan

menggunakan cara tertentu, maka ada tendensi bahwa cara demikian itu akan

diulanginya bila ia hendak melakukan suatu kejahatan lagi pada peristiwa lain”.27

Dalam kasus pembunuhan dimana korban terikat dengan tali, maka cara-cara

yang digunakan untuk membuka simpul tali pengikat dapat dibedakan antara yang

ahli dengan yang tidak ahli. Dapat juga dibedakan antara cara yang digunakan oleh

pelaut dengan cara yang digunakan oleh pramuka. Walau modus operandi ini tidak

27 Gerson W Bawengan, Op cit, hlm. 13

62

selalu menolong untuk menyingkap pelaku kejahatan, namun banyak penegak

hukum tetap menyelenggarakan file modus operandi. Penyelenggaraan file modus

operandi tersebut dipandang perlu untuk mengetahui pola tingkah laku penjahat

tertentu, menghimpun keterangan -keterangan mereka didalam satu kesatuan dan

bahkan merupakan bahan analisa mengenai kemungkinan akan terjadi satu

kejahatan.

d. Files

Menurut Gerson Bawengan, bahwa yang dimaksud files adalah :

“Himpunan secara sistematis dari identifikasi, sidik jari dan modus operandi. Dari

kesemuanya itu hanya merupakan peralatan yang berguna bagi penyidik. Apabila

disusun secara sistematis dalam bentuk files yang menyajikan keterangan-keterangan

serta petunjuk-petunjuk bahkan barang bukti untuk digunakan dalampenyidikan

sampai pada peradilan”.28

e. Informan

Infoman ialah seseorang yang pekerjaannya memberikan keterangan kepada

penegak hukum yang mana keterangan itu bermanfaat untuk membongkar terjadinya

atau kemungkinan terjadinya tindak pidana

f. Interogasi

28

Ibid, hlm.14

63

Menurut Gerson Bawengan yang dimaksud dengan Interogasi adalah : “Suatu

pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik dengan jalan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan guna memperoleh keterangan-keterangan yang bermanfaat bagi

penyidik”.29

Menurut Lilik Mulyadi, dari batasan pengertian (begrips bepaling) sesuai

tersebut dengan konteks Pasal 1 angka 2 KUHAP, dengan kongkret dan factual

dimensi penyidikan tersebut dimulai ketika terjadinya tindak pidana sehingga melalui

proses penyidikan hendaknya diperoleh keterangan tentang aspek-aspek sebagai

berikut:

1. Tindak pidana yang telah dilakukan.

2. Tempat tindak pidana dilakukan (locus delicti).

3. Cara tindak pidana dilakukan.

4. Dengan alat apa tindak pidana dilakukan.

5. Latar belakang sampai tindak pidana tersebut dilakukan.

6. Siapa pelakunya.30

Proses penyidikan tindak pidana, bahwa penyidikan meliputi :

a. Penyelidikan

b. Penindakan

29

Ibid., hlm. 15 30

Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana: Normatif, Teoretis, Praktik dan Permasalahnya,

Bandung: Alumni, 2007, hlm. 55

64

1). Pemanggilan

2). Penangkapan

3). Penahanan

4). Penggeledahan

5). Penyitaan

c. Pemeriksaan

1). Saksi

2). Ahli

3). Tersangka

d. Penyelesaian dan penyerahan berkas perkara

1). Pembuatan resume

2). penyusuna berkas perkara

3). penyerahan berkas perkara31

C. Tugas dan Kewenangan penyidikan yang ditentukan didalam KUHAP

Yang berwenang melakukan penyidikan dicantumkan dalam Pasal 6 KUHAP,

namun pada praktiknya, sekarang ini terhadap beberapa tindak pidana tertentu ada

penyidik-penyidik yang tidak disebutkan di dalam KUHAP. Untuk itu pada subbab

ini akan dipaparkan siapa sajakah penyidik yang disebutkan di dalam KUHAP dan

siapa saja yang juga yang merupakan peyidik namun tidak tercantum di dalam

KUHAP. Adapun tugas penyidik itu sendiri antara lain adalah:

31

M. Husein harun, Op,Cit hlm. 89

65

1. Membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud

dalam pasal 75 KUHAP. (pasal 8 ayat (1) KUHAP)

2. Menyerakan ber kas perkara kepada penuntut umum. (Pasal 8 ayat (2)

KUHAP),

3. Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang

terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana korupsi

wajib segera melakukan penyidikan yang diperlukan

4. Menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut

umum (Pasal 8 ayat (3) KUHAP),

5. Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang

merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal tersebut kepada

penuntut umum. (Pasal 109 ayat (1) KUHAP),

6. Wajib segera menyerahkan berkas perkara penyidikan kepada penuntut umum,

jika penyidikan dianggap telah selesai. (Pasal 110 ayat (1) KUHAP).

7. Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi,

penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk

dari penuntut umum (Pasal 110 ayat (3) KUHAP),

8. Setelah menerima penyerahan tersangka, penyidik wajib melakukan

pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan (Pasal 112 ayat (2)

KUHAP),

9. Sebelum dimulainya pemeriksaan, penyidik wajib memberitahukan kepada

orang yang disangka melakukan suatu tindak pidana korupsi, tentang haknya

66

untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib

didampingi oleh penasihat hukum (Pasal 114 KUHAP),

10. Wajib memanggil dan memeriksa saksi yang menguntungkan bagi tersangka

(Pasal 116 ayat (4) KUHAP),

11. Wajib mencatat dalam berita acara sesuai dengan kata yang dipergunakan

oleh tersangka (Pasal 117 ayat (2) KUHAP),

12. Wajib menandatangani berita acara pemeriksaan tersangka dan atau saksi,

setelah mereka menyetuji isinya (Pasal 118 ayat (2) KUHAP),

13. Dalam hal tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah

penahanan dijalankan, penyidik harus mulai melakukan pemeriksaan (Pasal 122

KUHAP),

14. Dalam rangka melakukan penggeledahan rumah, wajib terlebih dahulu

menjukkan tanda pengenalnya kepada ter sangka atau keluarganya (Pasal 125

KUHAP),

15. Membuat berita acara tentang jalannya dan hasil penggeledahan rumah (Pasal

126 ayat (1) KUHAP),

16. Membacakan terlebih dahulu berita acara tentang penggeledahan rumah

kepada yang bersangkutan, kemudian diberi tanggal dan ditandatanganinya,

tersangka atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan dengan

dua orang saksi (Pasal 126 ayat (2) KUHAP),

17. Wajib menunjukkan tanda pengenalnya terlebih dahulu dalam hal melakukan

penyitaan (Pasal 128 KUHAP),

67

18. Memperlihatkan benda yang akan disita kepada keluarganya dan dapat minta

keterangan tentang benda yang akan disita itu dengan disaksikan oleh Kepala

Desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi (Pasal 129 ayat (1)

KUHAP),

19. Penyidik membuat berita acara penyitaan (Pasal 129 ayat (2) KUHAP),

20. Menyampaikan turunan berita acara penyitaan kepada atasannya, keluarganya

dan Kepala Desa (Pasal 129 ayat (4) KUHAP),

21. Menandatangani benda sitaan sesaat setelah dibungkus (Pasal 130 ayat (1)

KUHAP),

Sedangkan kewenangan dari penyidik antara lain adalah:

1. Sesuai dengan pasal 7 ayat (1) KUHAP, penyidik berwenang untuk;

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b.

Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; c. Menyuruh berhenti

seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melakukan

penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e. Melakukan pemeriksaan

dan penyitaan surat; f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; g. Memanggil

orang untuk diperiksa sebagai tersangka atau saksi (Pasal 7 ayat (1) jo Pasal 112 ayat

(1) KUHAP); h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara; i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang

bertanggung jawab.

68

2. Dalam hal dianggap perlu dapat meminta pendapat seorang ahli atau orang yang

memiliki keahlian khusus (Pasal 120 KUHAP jo Pasal 133 ayat (1) KUHAP).

Universitas Sumatera Utara 3. Penyidik dapat mengabulkan permintaan tersangka,

keluarga, atau penasihat hukum tersangka atas penahanan tersangka (Pasal 123 ayat

(2) KUHAP).

4. Penyidik dapat mengadakan penjagaan atau penutupan tempat atau rumah yang

digeledah demi keamanan dan ketertiban (Pasal 127 ayat (1) KUHAP).

5. Penyidik berhak memerintahkan setiap orang yang dianggap perlu tidaknya

meninggalkan tempat terrsebut selama penggeledahan berlangsung (Pasal 127 ayat

(2) KUHAP).

6. Dalam hal timbul dugaan kuat ada surat palsu atau yang dipalsukan, penyidik

dengan izin ketua pengadilan negeri setempat dapat datang atau dapat minta kepada

pejabat penyimpan umum yang wajib dipenuhi, supaya ia mengirimkan surat asli

yang disimpannya itu kepadanya untuk dipakai sebagai bahan perbandingan (Pasal

132 ayat (2) KUHAP).32

D. Tata Cara Penyidikan

Tata cara penyidikan dilakukan segera setelah laporan atau pengaduan adanya

tindak pidana. Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang

32

Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Jakarta: Djambatan, 1989 , hlm. 92-

93.

69

terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera

melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan (Pasal 106 KUHAP). Penyidikan

oleh penyidik pegawai negeri sipil diberi petunjuk oleh penyidik Polri. Untuk

kepentingan penyidikan, penyidik Polri memberikan petunjuk kepada penyidik

pegawai negeri sipil tertentu dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan.

Dalam hal suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana, sedang dalam

penyidikan oleh penyidik pegawai negeri sipil tertentu dan kemudian ditemukan bukti

yang kuat untuk diajukan kepada penuntut umum, penyidik pegawai negeri sipil

tertentu tersebut melaporkan hal itu kepada penyidik Polri. Dalam hal tindak pidana

telah selesai disidik oleh penyidik pegawai negeri sipil tertentu tersebut is segera

menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik Polri

(Pasal 107 ayat (1) s.d. (3) KUHAP.33

Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang

merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum.

Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau

peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan

dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut

umum, tersangka atau kelurganya. Dalam hal penghentian tersebut dilakukan oleh

penyidik pegawai negeri sipil tertentu tersebut is segera menyerahkan

33

Mohammad Taufik Makarao dan Drs. Suhasril, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan

Praktek, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, hlm. 24.

70

hasilpenyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik Polri (Pasal 107 ayat (1)

s.d. (3) KUHAP.34

a. Pemeriksaan

Pemeriksaan adalah kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan

keidentikan tersangka, saksi ahli dan atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur

tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun

barang bukti di dalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan di

dalam berita acara pemeriksaan.35

Berita acara pemeriksaan (BAP) adalah catatan

atau tulisan yang bersifat otentik, dibuat dalam bentuk tertentu oleh penyidik atau

penyidik pembantu atas kekuatan sumpah jabatan, diberi tanggal dan ditanda tangani

oleh penyidik atau penyidik pembantu dan tersangka serta saksi/ahli yang diperiksa,

memuat uraian tindak pidana yang mencangkup/memenuhi unsur-unsur tindak pidana

yang dipersangkakan dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu

tindak pidana dilakukan, identitas penyidik/penyidik pembantu dan yang diperiksa,

keterangan yang diperiksa.36

b. Syarat-Syarat Pemeriksaan

Pemeriksa selaku penyidik/penyidik pembantu dalam melakukan

pemeriksaan harus memiliki kewenangang untuk melakukan pemeriksaan dalam

34

Ibid, hlm. 26. 35

Lihat Himpunan Bujuklak, Bujuklap dan Bujukmin Proses Penyidikan Tindak

Pidana, Loc.Cit 36

Ibid. hlm. 231

71

membuat berita acara pemeriksaan (BAP), memilki pengetahuan yang cukup tentang

hukum pidana, hukum acara pidana dan perarturan perundang-undangan lainnya.

Mempunyai pengetahuan yang cukup dan mahir dalam melaksanakan fungsi tehnis

kepolisian di bidang reserse, mahir dalam taktik dan tehnik dalam melakukan

pemeriksaan.

Di samping itu pula memilki kepriabdian yang baik, percaya diri, sabar,

tidak gampang terpengaruh, tekun, ulet dan memiliki kemapuan menilai dengan tepat

dan bertindak secara cermat serta obyketif tanpa pilih kasih. Seorang

penyidik/penyidik selaku pemeriksa hendaknya melihat seseorang yang diperiksa,

apakah seorang tersangka maupun seorang saksi dan ahli harus memiliki kemampuan

untuk mempersiapkan rencana pemeriksaan dengan baik efektif dan efesien. Dalam

melakukan pemeriksaan terhadap seorang tersangka, saksi dan ahli ditetapkan secara

khusus tempat maupu sarana pemeriksaan, sehingga tujuan dari pemeriksaan dapat

berjalan sesuai dengan harapan yaitu pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan.

c. Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan

Dalam pembuatan beriata acara pemeriksaan, terdapat persyaratan yang

harus dipenuhi yaitu, syarat formal dan materiil37

, pertama, syarat formal dibuat

dalam bentuk tertentu dan tertulis kata-kata Pro Justitia artinya bahwa format berita

acara yang dibuat oleh penyidik/penyidik pembantu atas dasar untuk keadilan, bukan

37

Lihat Himpunan Bujuklak, Bujuklap dan Bujukmin Proses Penyidikan Tindak

Pidana, Op.Cit. hal. 235

72

untuk kepentingan lain. Kemudian setiap lembar dari produk itu ditanda tangani oleh

penyidik/penyidik pembantu dan orang yang diperiksa, baik sebagai saksi, tersangka

dan ahli. Kedua, syarat materiil yaitu keseluruhan isi atau meteri menyangkut urang

dari peristiwa tindak pidana yang terjadi dan dapat memenuhi unsur-unsur pasal yang

dilanggar atau yang disangkakan kepada pelaku tindak pidana.

d. Evaluasi

Evaluasi pembuatan berita acara pemeriksaan, senantiasa dilakukan dengan

cara: tahap inventarisasi, tahap seleksi dan pengkajian. Hal ini dilakukan agar

keterangan para saksi, ahli dapat dijadikan dasar dan memenuhi unsur-unsur pasal

yang disangkakan kepada seseorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Selanjutnya dilakukan seleksi, siapa saja yang layak untuk dijadikan saksi untuk

dimasukan dalam berkas perkara (BP), dan dilakukan pengkajian untuk menguji

kebenaran dengan bukti-bukti serta petunjuk-petunjuk yang ada, sehingga dapat

ditarik suatu kesimpulan tentang kebenaran dan dapat dipercaya tentang peristiwa

pidana yang terjadi dan dapat menentukan pelaku tindak pidana.

Kegiatan Penyidikan :

a. Penyidikan berdasarkan informasi atau laporan yang diterima maupun yang di

ketahui langsung oleh penyidik, laporan polisi, berita acara pemeriksaan tersangka,

dan berita acara pemeriksaan saksi.

73

b. Penindakan adalah setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh penyidik/penyidik

pembantu terhadap orang maupun barang yang ada hubungannya dengan tindak

pidana yang terjadi. Penindakan hukum tersebut berupa pemanggilan tersangka

dan saksi, penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.

c. Pemeriksaan adalah merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan

dan keidentikan tersangka dan atau saksi dan atau barang bukti ataupun unsur-

unsur tindak pidana yang terjadi sehingga kedudukan dan peranan seseorang

maupun barang bukti didalam tindak pidana menjadi jelas dan dituangkan dalam

berita acara pemeriksaan yang berwenang melakukan pemeriksaan adalah

penyidik dan penyidik pembantu .

d. Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara, merupakan kegiatan akhir dari

proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik dan penyidik

pembantu.38

C. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian

1. Pengertian Pembuktian dan Alat Bukti

Pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum oleh

para pihak yang beperkara kepada hakim dalam suatu persidangan, dengan tujuan

untuk memperkuat kebenaran dalil tentang fakta hukum yang menjadi pokok

sengketa, sehingga hakim memperoleh dasar kepastian untuk menjatuhkan

38 Ibid., hlm 89

74

keputusan.39 Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan

suatu perbuatan, dimana alat-alat tersebut, dapat digunakan sebagai bahan

pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu

tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. Di dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP menjelaskan tentang apa saja kah yang menjadi bukti yang sah menurut

Hukum Formil ini. Ditegaskan bahwa Alat bukti yang sah ialah : 1. keterangan

saksi; 2. keterangan ahli; 3. surat, 4. petunjuk; 5. keterangan terdakwa.40

Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana tidak memberikan penjelasan

mengenai pengertian pembuktian, KUHAP hanya memuat jenis-jenis alat bukti

yang sah menurut hukum, yang tertuang dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.

Walaupun KUHAP tidak memberikan pengertian mengenai pembuktian, akan

tetapi banyak ahli hukum yang berusaha menjelaskan tentang arti dari

pembuktian. Membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau

dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu sengketa.41

Proses pembuktian atau

membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas

sesuatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwa

tersebut.42

Pembuktian mengandung arti bahwa benar suatu peristiwa pidana telah

39

Bahtiar Effendie, Masdari Tasmin, dan A.Chodari, 1999, Surat Gugat Dan Hukum

Pembuktian Dalam Perkara Perdata, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 50. 40

http://digilib.unila.ac.id/9862/13/II.pdf Di akses pada tanggal 14 Desember 2017 pkl. 08.43

WIB. 41

27 Subekti. 2001. Hukum Pembuktian, Jakarta: Pradnya Paramitha, hlm. 1 42

Martiman Prodjohamidjojo, 1984, Komentar atas KUHAP: Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana, Jakarta: Pradnya Paramitha, hlm. 11

75

terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus

mempertanggungjawabkannya.43

Hukum pembuktian merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang

mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut

dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta

kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian. 44

Ditinjau dari segi hukum acara pidana sebagaimana yang diatur dalam KUHAP,

telah diatur pula beberapa pedoman dan penggarisan:

1. Penuntut umum bertindak sebagai aparat yang diberi wewenang untuk

mengajukan segala daya upaya membuktikan kesalahan yang didakwakannya

kepada terdakwa. Ditinjau dari segi hukum acara pidana sebagaimana yang

diatur dalam KUHAP, telah diatur pula beberapa pedoman dan penggarisan:

2. Sebaliknya terdakwa atau penasihat hukum mempunyai hak untuk

melemahkan dan melumpuhkan pembuktian yang diajukan penuntut umum,

sesuai dengan cara-cara yang dibenarkan undang-undang.

43

Darwan Prinst, 1998, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Jakarta: Djambatan, hlm. 133 44

Hari Sasangka dan Lily Rosita. 2003, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Bandung:

Mandar Maju , hlm. 10

76

3. Terutama bagi hakim, harus benar-benar sadar dan cermat menilai dan

mempertimbangkan kekuatan pembuktian yang diketemukan selama

pemeriksaan persidangan45

2. Tujuan dan Guna Pembuktian

Tujuan dan guna pembuktian bagi para pihak yang terlibat dalam proses

pemeriksaan persidangan adalah sebagai berikut :

a) Bagi penuntut umum, pembuktian adalah merupakan usaha untuk meyakinkan

hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada, agar menyatakan seorang

terdakwa bersalah sesuai dengan surat atau catatan dakwaan.

b) Bagi terdakwa atau penasehat hukum, pembuktian merupakan usaha

sebaliknya, untuk meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada,

agar menyatakan terdakwa dibebaskan atau dilepaskan dari tuntutan hukum

atau meringankan pidananya. Untuk itu terdakwa atau penasehat hukum jika

mungkin harus mengajukan alat-alat bukti yang menguntungkan atau

meringankan pihaknya.

c) Bagi hakim atas dasar pembuktian tersebut yakni dengan adanya alat-alat bukti

yang ada dalam persidangan baik yang berasal dari penuntut umum atau

penasehat hukum/terdakwa dibuat dasar membuat putusan.46

45

M.Yahya Harahap. 2006. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali: Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika,

hlm. 274. 46

Hari Sasangka dan Lily Rosita, op.cit., hlm. 27.

77

3. Prinsip-Prinsip Pembuktian

a. Hal-hal yang dimuat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Prinsip ini terdapat pada Pasal 184 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:“Hal- hal

yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan” atau disebut dengan

istilah notoire feiten. Secara garis besar fakta notoir dibagi menjadi dua

golongan, yaitu:

1). Sesuatu atau peristiwa yang diketahui umum bahwa sesuatu atau peristiwa

tersebut memang sudah demikian halnya atau semestinya demikian.Yang

dimaksud sesuatu misalnya, harga emas lebih mahal dari perak. yang dimaksud

dengan peristiwa misalnya, pada tanggal 17 Agustus diadakan peringatan hari

Kemerdekaan Indonesia.

2). Sesuatu kenyataan atau pengalaman yang selamanya dan selalu

mengakibatkan demikian atau selalu merupakan kesimpulan demikian. Misalnya,

arak adalah termasuk minuman keras yang dalam takaran tertentu bisa

menyebabkan seseorang mabuk47

b. Kewajiban seorang saksi

Kewajiban seseorang menjadi saksi diatur pada penjelasan Pasal 159 ayat (2)

KUHAP yang menyebutkan: “Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil ke

suatu sidang pengadilan untuk memberikan keterangan tetapi dengan menolak

47

Hari Sasangka dan Lily Rosita, op.cit.,hlm.20

78

kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-undang

yang berlaku, demikian pula dengan ahli.

c. Satu saksi bukan saksi (unus testis nullus testis)

Prinsip ini terdapat pada Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:

“Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa

bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya”. Menurut KUHAP,

keterangan satu saksi bukan saksi tidak berlaku bagi pemeriksaan cepat. Hal ini

dapat disimpulkan dari penjelasan Pasal 184 KUHAP sebagai berikut: “Dalam

acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup didukung satu alat bukti yang

sah”. Jadi, ini berarti satu saksi, satu keterangan ahli, satu surat, satu petunjuk,

atau keterangan terdakwa disertai keyakinan hakim cukup sebagai alat bukti

untuk memidana terdakwa dalam perkara cepat.48

d. Pengakuan terdakwa tidak menghapuskan kewajiban penuntut umum

membuktikan kesalahan terdakwa.

Prinsip ini merupakan penegasan dari lawan prinsip “pembuktian terbalik”

yang tidak dikenal oleh hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia. Menurut

Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang berbunyi: “Keterangan terdakwa saja tidak

cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang

didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti lain”.

48

M. Yahya Harahap, op.cit.,hlm. 267

79

e. Keterangan terdakwa hanya mengikat pada dirinya sendiri

Prinsip ini diatur pada Pasal 189 ayat (3) KUHAP yang berbunyi:

“Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri”. Ini

berarti apa yang diterangkan terdakwa di sidang pengadilan hanya boleh diterima

dan diakui sebagai alat bukti yang berlaku dan mengikat bagi diri terdakwa

sendiri. Menurut asas ini, apa yang diterangkan seseorang dalam persidangan yang

berkedudukan sebagai terdakwa, hanya dapat dipergunakan sebagai alat bukti

terhadap dirinya sendiri. Jika dalam suatu perkara terdakwa terdiri dari beberapa

orang, masing-masing keterangan setiap terdakwa hanya merupakan alat bukti

yang mengikat kepada dirinya sendiri. Keterangan terdakwa A tidak dapat

dipergunakan terhadap terdakwa B, demikian sebaliknya.49

C. Teori-Teori atau Sistem Pembuktian

Ada beberapa sistem atau teori pembuktian, yaitu antara lain:

a. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Semata

(Conviction In Time) .

Sistem ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya terdakwa terhadap

perbuatan yang didakwakan, sepenuhnya tergantung pada penilaian “keyakinan”

hakim semata-mata. Jadi bersalah tidaknya terdakwa atau dipidana tidaknya

terdakwa sepenuhnya tergantung pada keyakinan hakim. Keyakinan hakim tidak

49

Ibid., hlm. 321.

80

harus timbul atau didasarkan pada alat bukti yang ada. Sekalipun alat bukti sudah

cukup kalau hakim tidak yakin, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana, sebaliknya

meskipun alat bukti tidak ada tapi kalau hakim sudah yakin, maka terdakwa dapat

dinyatakan bersalah. Akibatnya dalam memutuskan perkara hakim menjadi

subyektif sekali. Kelemahan pada sistem ini terletak pada terlalu banyak

memberikan kepercayaan kepada hakim, kepada kesan-kesan perseorangan

sehingga sulit untuk melakukan pengawasan. Hal ini terjadi di praktik Peradilan

Prancis yang membuat pertimbangan berdasarkan metode ini, dan banyak

mengakibatkan putusan bebas yang aneh.50

b. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas Alasan Yang

Logis (Conviction In Raisone)

Sistem pembuktian Conviction In Raisone masih juga mengutamakan

penilaian keyakinan hakim sebagai dasar satu-satunya alasan untuk menghukum

terdakwa, akan tetapi keyakinan hakim disini harus disertai pertimbangan hakim

yang nyata dan logis, diterima oleh akal pikiran yang sehat. Keyakinan hakim

tidak perlu didukung alat bukti sah karena memang tidak diisyaratkan, meskipun

alat-alat bukti telah ditetapkan oleh undang-undang tetapi hakim bisa

menggunakan alat-alat bukti di luar ketentuan undang-undang. Yang perlu

mendapat penjelasan adalah bahwa keyakinan hakim tersebut harus dapat

50

Andi Hamzah, 1985. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia,

hlm. 241

81

dijelaskan dengan alasan yang logis. Keyakinan hakim dalam sistem pembuktian

convition in raisone harus dilandasi oleh “reasoning” atau alasan-alasan dan

alasan itu sendiri harus “reasonable” yakni berdasarkan alasan-alasan yang dapat

diterima oleh akal dan nalar, tidak semata-mata berdasarkan keyakinan yang tanpa

batas. Sistem pembuktian ini sering disebut dengan sistem pembuktian bebas.

c. Sistem atau Teori Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif (Positief

Wettelijk Bewijstheori)

Sistem ini ditempatkan berhadap-hadapan dengan sistem pembuktian

conviction in time, karena sistem ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya

terdakwa didasarkan kepada ada tiadanya alat-alat bukti sah menurut

undangundang yang dapat dipakai membuktikan kesalahan terdakwa. Teori positif

wetteljik sangat mengabaikan dan sama sekali tidak mempertimbangkan keyakinan

hakim. Jadi sekalipun hakim yakin akan kesalahan yang dilakukan terdakwa, akan

tetapi dalam pemeriksaan di persidangan pengadilan perbuatan terdakwa tidak

didukung alat bukti yang sah menurut undang-undang maka terdakwa harus

dibebaskan. Umumnya bila seorang terdakwa sudah memenuhi cara-cara

pembuktian dan alat bukti yang sah menurut undang-undang maka terdakwa

tersebut bisa dinyatakan bersalah dan harus dipidana. Kebaikan sistem pembuktian

ini, yakni hakim akan berusaha membuktikan kesalahan terdakwa tanpa

dipengaruhi oleh nuraninya sehingga benar-benar obyektif karena menurut cara-

cara dan alat bukti yang di tentukan oleh undang-undang kelemahannya terletak

82

bahwa dalam sistem ini tidak memberikan kepercayaan kepada ketetapan kesan-

kesan perseorangan hakim yang bertentangan dengan prinsip hukum acara

pidana.51

d. Sistem atau Teori Pembuktian Menurut Undang-undang Secara Negatif

(Negatief Wettelijk Stelsel)

Sistem pembuktian negatief wettelijk terletak antara dua sistem yang

berhadap-hadapan, yaitu antara sistem pembuktian positif wettelijk dan sistem

pembuktian conviction intime. Artinya hakim hanya boleh menyatakan terdakwa

bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan apabila ia yakin dan

keyakinannya tersebut didasarkan kepada alat-alat bukti yang sah menurut

undang-undang. Dalam sistem negatif wetteljik ada dua hal yang merupakan syarat

untuk membuktikan kesalahan terdakwa, yakni: pertama, Wettelijk yaitu adanya

alat-alat bukti yang sah dan ditetapkan oleh undang-undang dan kedua, Negatif,

yaitu adanya keyakinan (nurani) dari hakim, sehingga berdasarkan bukti-bukti

tersebut hakim meyakini kesalahan terdakwa. Antara alat-alat bukti dengan

keyakinan diharuskan adanya hubungan causal (sebab akibat).

Meskipun terdakwa telah terbukti menurut cara dan dengan alat-alat bukti sah

menurut undang-undang, akan tetapi bila hakim tidak yakin akan kesalahan

terdakwa, maka ia dapat saja membebaskan terdakwa. Sebaliknya bila hakim

51

D. Simons, 1952, Beknopte handleiding tot het wetboek van strafvordering, Haarlem, de

Erven F. Bohn, hlm.114

83

yakin akan kesalahan terdakwa, tetapi keyakinannya tidak didasarkan atas alatalat

bukti sah menurut undang-undang, maka hakim harus menyatakan kesalahan

terdakwa tidak terbukti. Sistem inilah yang dipakai dalam sistem pembuktian

peradilan pidana di Indonesia.

D. Tinjauan Umum Tentang Polresta Pekanbaru

a. Wilayah Hukum Polresta Pekanbaru

Kepolisian Resot Kota Pekanbaru sebagai Kesatuan Operasional Dasar

merupakan perpanjangan tangan Polri yang tanggung jawa batas

keamanan,ketertipan dan penegakan hukum baik terhadap individu maupun

keamanan umum sebagaimana rumusan Tugas Pokok Polri sesuai dengan Undang-

undang Kepolisian RI Nomor 2 Tahun 2002, khususnya dalam wilayah Pekanbaru

sebagai berikut ;

a. Memelihara keamanan dan ketertipan masyarakat.

b. Menegakan hukum, dan

c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Polresta Pekanbaru bertugas menyelenggarakan tugas pokok polri dalam

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum dan pemberian

perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta tugas-tugas

kepolisian dalam wilayah hukum Polresta Pekanbaru sesuai ketentuan hukum dan

peraturan/kebijakan yang berlaku dalam organisasi polri, dalam rangka meningkatkan

84

efektifitas organisasi dan pelaksanaan tugas operasional. Sat Binmas Pekanbaru

membuat buat mekanisme kerja, baik antara satuan fungsi, (Interen) dilingkungan

Polresta Pekanbaru maupun menjalin kemitraan dengan institusi terkait (Eksteren)

dalam wilayah Polresta Pekanba

C. Struktur Organisasi Penyidik Judisila Polresta Pekanbaru

KASAT RESKRIM

ARIYANTO.,S.H.,SIK

WAKASAT RESKRIM

ARRY PRASETYO.,S.H.,M.H

KANIT IV SAT RESKRIM

ABD. RAHIM

KASUBDIT I

LUKMAN

KASUBDIT II

RINTO S.H

Dwi Mirnati M. Ramadhan Rico Riandi Mulyandi S.H