bab ii tinjauan umum tentang komisi …

28
lvi 5. Tehnik Diskripsi, yang berarti uraian apa adanya terhadap kondisi dari sebuah sistem hukum atau posisi dari proposisi hukum serta non hukum 50 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI TERKAIT TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG 2.1. Pengertian Kewenangan Menurut literatur Hukum Administrasi dijelaskan bahwa istilah “wewenang” sering kali di sepadankan dengan istilah kekuasaan. Padahal istilah kekuasaan tidaklah identik dengan istilah wewenang. 51 Wewenang merupakan hak yang dimiliki seseorang atau badan hukum yang dimana dengan hak tersebut seseorang atau badan hukum dapat memerintah atau menyuruh untuk berbuat sesuatu. 50 Program Pasca Sarjana universitas Udayana, 2013, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesis dan Penulisan Tesis Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum, Universitas Udayana, Denpasar, h. 32 51 Aminuddin Ilmar, 2014, Hukum Tata Pemerintahan, Prenada Media Group, Jakarta, h.101.

Upload: others

Post on 19-Nov-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

lvi

5. Tehnik Diskripsi, yang berarti uraian apa adanya terhadap kondisi dari

sebuah sistem hukum atau posisi dari proposisi hukum serta non hukum50

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

TERKAIT TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

2.1. Pengertian Kewenangan

Menurut literatur Hukum Administrasi dijelaskan bahwa istilah

“wewenang” sering kali di sepadankan dengan istilah kekuasaan. Padahal istilah

kekuasaan tidaklah identik dengan istilah wewenang.51

Wewenang merupakan hak

yang dimiliki seseorang atau badan hukum yang dimana dengan hak tersebut

seseorang atau badan hukum dapat memerintah atau menyuruh untuk berbuat

sesuatu.

50 Program Pasca Sarjana universitas Udayana, 2013, Pedoman Penulisan Usulan

Penelitian Tesis dan Penulisan Tesis Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum, Universitas

Udayana, Denpasar, h. 32

51 Aminuddin Ilmar, 2014, Hukum Tata Pemerintahan, Prenada Media Group, Jakarta,

h.101.

lvii

Kata “wewenang” berasal dari kata “authority” (bahasa Inggris) serta

“gezag” (bahasa Belanda). Adapun istilah kekuasaan berasal dari kata “power”.

Dari kedua istilah ini jelas tersimpul perbedaan makna dan pengertian sehingga

dalam penempatan kedua istilah ini haruslah dilakukan secara cermat dan hati-

hati. Penggunaan atau pemakaian kedua istilah ini tampaknya tidak terlalu

dipermasahkan dalam realitas penyelenggaraan pemerintahan kita.52

Hal itu memberikan kesan dan indikasi bahwa sebagian aparatur dan

pejabat penyelenggara negara atau pemerintahan, kedua istilah tersebut tidaklah

begitu penting untuk dipersoalkan. Padahal dalam konsep hukum tata Negara dan

hukum administrasi keberadaan wewenang pemerintahan memiliki kedudukan

sangat penting. Begitu penting nya kedudukan wewenang pemerintahan tersebut,

sehingga F.A.M Stroink dan J.G. Steenbeek menyebutnya sebagai konsep inti

Hukum Tata Negara dan hukum Administrasi.53

Menurut P. Nicolai, wewenang pemerintahan adalah kemampuan untuk

melakukan tindakan atau perbuatan hukum tertentu, yakni tindakan atau perbuatan

yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, dan mencakup mengenai

timbul dan lenyapnya akibat hukum. Sedangkan menurut Bagir Manan,

wewenang dalam bahasa hukum tidaklah sama dengan kekuasaan. Kekuasaan

hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Adapun wewenang

dalam hukum dapat sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten).54

52

Ibid.

53 Ibid.

54

Ibid.

lviii

Dalam kaitan dengan proses penyelenggaraan pemerintahan, hak

mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri serta mengelola

sendiri, sedangkan kewajiban berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan

pemerintahan sebagaimana mestinya. Dengan demikian substansi dari wewenang

pemerintahan adalah kemampuan untuk melakukan tindakan atau perbuatan

hukum pemerintahan.

Menurut H.D Stout, wewenang merupakan suatu pengertian yang berasal

dari hukum oganisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan

aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang

pemerintahan oleh subyek hukum publik didalam hubungan hukum publik.

Menurut L.Tonnaer, secara tegas mengemukakan bahwa kewenangan

pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan

hukum positif, dan dengan begitu dapat diciptakan suatu hubungan hukum antara

pemerintah dan warga Negara.55

Dalam konsepsi Negara hukum, wewenang pemerintahan itu berasal dari

peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dikemukakan oleh

Huisman dalam Ridwan HR, bahwa organ pemerintahan tidak dapat menganggap

ia memiliki sendiri wewenang pemerintahan. Kewenangan hanya diberikan oleh

Undang-undang. Pembuat Undang-undang tidak hanya memberikan wewenang

pemerintahan kepada organ pemerintahan, akan tetapi juga terhadap para pegawai

atau badan khusus untuk itu.56

55

Ibid.

56 Ibid.

lix

Pendapat yang sama dikemukakan oleh P. De Haan dengan menyebutkan

bahwa, wewenang pemerintahan tidaklah jatuh dari langit, akan tetapi ditentukan

oleh hukum.57

Kewenangan adalah hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk

melakukan sesuatu. Dengan demikian yang dimaksud “ kewenangan yang ada

pada jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi” adalah

serangkaian kekuasaan atau hak yang melekat pada jabatan atau kedudukan dari

pelaku tindak pidana korupsi untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar

tugas atau pekerjaanya dapat diselesaikan dengan baik.

2.2 Pembagian Kewenangan

Wewenang Pengadilan Tipikor ini diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang

Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang

menyatakan bahwa “Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya

pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak

pidana korupsi.”

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berwenang memeriksa, mengadili, dan

memutus perkara:

a. Tindak pidana korupsi;

b. Tindak Pidana Pencucian Uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak

pidana korupsi;

c. dan/atau tindak pidana yang secara tegas dalam Undang-undang lain

ditentukan sebagai tindak pidana korupsi.

Sejumlah kewenangan yang dimiliki oleh KPK yang tercantum dalam

Pasal 7 sampai dengan Pasal 14 Undang-undang KPK, dalam Undang-undang

57

Ibid.

lx

KPK telah diatur kewenangan KPK terkait penyelidikan, penyidikan, dan

penuntutan tindak pidana.Terkait penuntutan, yang melakukan penuntutan tindak

pidana korupsi adalah Penuntut Umum pada KPK yang diangkat dan

diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.58

2.3 Pengertian dan Dasar Hukum KPK

Lahirnya KPK berawal dari semangat reformasi setelah jatuhnya Presiden

Suharto yang berkuasa selama lebih kurang 32 tahun berturut-turut dalam tekanan

psikis serta phisik. Menurut penjelasan umum UU. No. 30 Tahun 2002 tentang

KPK, bahwa tindak pidana korupsi sudah meluas dalam masyarakat.

Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus

yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari kuwalitas dari

tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki

seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa

bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada

kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.

Penegakan hukum untuk memberantas korupsi secara konvensional selama

ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan penegakan

hukum secara luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang

mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan manapun

58

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt55f5d5f0eeb6e/kewenangan-kpk-dalam-

mengeksekusi-putusan-, Rabu, 16 September 2015

lxi

dalam upaya pemberantasan tindak pidan korupsi, yang pelaksanaanya dilakukan

secara optimal, instensif, efektif, profesional serta berkesinambungan.

KPK adalah lembaga Negara yang dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun

berdasarkan Pasal 2 dan 3 Undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang

Pemberantasan tindak pidana korupsi.59

2.4 Tugas, Wewenang dan Kewajiban KPK

Lingkup kewenangan dan fungsi yang diemban KPK merupakan

legitimasi hukum atas nama kekuasaan negara, seperti halnya lingkup

kewenangan administrasi negara yang diberikan peranan kepada bidang

kekuasaan eksekutif, bidang kekuasaan yudikatif, legislatif yang secara umum

keseluruhan sumber daya penyelenggara administrasi ketatanegaraan maupun

adminstrasi ketata pemerintahan tersebut sebagai aparatur Negara, yang

bertanggung jawab melaksanakan kewenangan fungsi dan administrasi Negara

merupakan landasan bagi aparatur Negara guna melakukan tindakan-tindakan

hukum yang memiliki legitimasi dalam melakukan pelayanan publik.60

Di bawah

ini akan diuraikan lebih detail tentang tugas, wewenang dan kewajiban KPK

diantaranya adalah:

Tugas KPK

59

Ermandjah Djaja, Op Cit, h. 128.

60 Saiful Ahmad Dinar, 2012, KPK dan Korupsi dalam Studi Kasus, Cyntia Press, Jakarta,

h. 69

lxii

KPK mempunyai tugas-tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU. No. 30

Tahun 2002, sebagai berikut:

a. melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi dalam melaksanakan tugas dengan

instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi,

KPK berwenang:

1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap

tindak pidana korupsi.

2. Menetapkan sistem pelaporan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi

3 Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi

terhadap instansi yang terkait.

4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang

berwenang melakukan tindak pidana korupsi.

5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana

korupsi

b. Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi, instansi yang berwenang adalah Badan

Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawas Keuangan Pembangunan, Komisi

Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara, Inspektorat pada Departemen

atau Lembaga Pemeriksa Non Departemen. Dalam melaksanakan tugas

supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak

pidana korupsi, KPK juga berwenang ;

1. Melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi

yang menjalankan tugas dan kewenanganya yang berkaitan dengan

pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam

melaksanakan pelayanan publik.

2. Mengambil alih penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana

korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian maupun kejaksaan.

lxiii

c. Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana

korupsi. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan

terhadap tindak pidana korupsi, KPK berwenang;

1. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.

2. Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang

bepergian keluar negeri.

3. Meminta keterangan kepada Bank atau lembaga keuangan tersangka atau

terdakwa yang sedang diperiksa.

4. Memerintahkan kepada Bank atau lembaga keuangan lainya untuk

memblokir rekening yang diduga hasil korupsi milik tersangka atau

terdakwa atau pihak lain yang terkait.

5. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk

memberhentikan sementara tersangka dari jabatanya.

6. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa

kepada instansi yang terkait.

7. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan

dan perjanjian lainya atau pencabutan sementara perijinan, lisensi serta

konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang

diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubunganya dengan tindak

pidana korupsi yang sedang diperiksa.

8. Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara

lain untuk melakukan pencarian, penangkapan dan penyitaan barang bukti

di luar negeri.

9. Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk

melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan dalam

perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

c. Melakukan Tindakan tindakan pencegahan tindak pidana korupsi,

b. KPK berwenang;

1. Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan

penyelengara Negara.

2. Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi.

3. Menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi pada setiap jenjang

pendidikan.

4. Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi

pemberantasan tindak pidana korupsi.

lxiv

5. Melakukan kampanye anti korupsi kepada masyarakat umum.

6. Melakukan kerjasama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan

tindak pidana korupsi.

7. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara.

Dalam melaksanakan tugas monitor terhadap penyelenggara pemerintahan

negara, KPK berwenang;

1. Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di

semua lembaga Negara dan pemerintah.

2. Memberi saran kepada pimpinan lembaga Negara dan pemerintah untuk

melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian ,sistem

pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi

3. Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, DPR RI, serta BPK ,

jika saran KPK mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan.

Kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh KPK sebagaimana

diamanatkan dalam Pasal 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 dan 14 Undang- undang No.

30 Tahun 2002, sebagaimana pendukung pelaksanaan tugas-tugas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, KPK berwenang;

a. Dalam melaksanakan tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

6 huruf a, KPK berwenang:

1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan

terhadap tindak pidana korupsi.

2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak

pidana korupsi kepada instansi yang terkait.

3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana

korupsi kepada instansi yang terkait.

lxv

4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang

berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi

5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana

korupsi.

6. Wewenang lainya sebagaimana di atur dalam Pasal 12, 13 dan 14

b. Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

6 huruf b, KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau

penelakahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya

yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi dan instansi

yang dalam melaksanakan pelayanan publik.

c. Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat 1, KPK

berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap

pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau

kejaksaan.

d. Dalam hal KPK mengambil alih penyidikan atau penuntutan, kepolisian

atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara

beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling

lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya

permintaan KPK

e. Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dilakukan dengan

membuat dan menanda tangani berita acara penyerahan, sehingga segala

tugas dan kewenangan kepolisian dan kejaksaan pada saat penyerahan

tersebut beralih pada KPK.

f. Pengambil alihan penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8, dilakukan oleh KPK dengan alasan,

lxvi

1. Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindak

lanjuti.

2. Proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut larut atau

tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.

3. Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku

tindak pidan korupsi yang sesungguhnya.

4. Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur-unsur korupsi.

5. Hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan

eksekutif, yudikatif dan legislatif

6. Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan,

penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan

dapat dipertanggung jawabkan.

g. Dalam hal terdapat alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, KPK

memberitahukan kepada penyidik atau penuntut umum untuk mengambil

alih tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

h. Dalam melaksanakan tugas sebagaiman dimaksud dalam Pasal 6 huruf c,

KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan

tindak pidana korupsi yang

1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara Negara, dan orang

lain yang ada kaitanya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan

oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.

Dalam penjelasan Pasal 11 huruf a dijelaskan bahwa; Yang dimaksud

penyelenggara negara adalah sebagaimana dimaksud dalam UU. No.28

Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih bebas dari

korupsi, kolusi dan nepotisme termasuk anggota DPRD.

2. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat dan atau

3. Menyangkut kerugian Negara paling sedikit rp 1.000.000.000, (satu

milyar) rupiah.

i. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, KPK berwenang;

1. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan

2. Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang

bepergian ke luar negeri.

3. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lain ya

tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang

diperiksa.

lxvii

4. Meemerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainya untuk

memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka,

terdakwa, atau pihak lain yang terkait.

5. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk

memberhentikan sementara tersangka dari jabatanya.

6. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa

kepada instansi yang terkait. (Dalam penjelasan Pasal 12, huruf f,

dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan tersangka atau terdakwa

orang perorangan atau korporasi).

7. Penghentian sementara suatu transaksi keuangan, transaksi

perdagangan dan perjanjian lainya atau pencabutan sementara

perijinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh

tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang

cukup ada hubunganya dengan tindak pidana korupsi yang sedang

diperiksa.

8. Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum

Negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan,dan penyitaan

barang bukti diluar negeri.

9. Meminta bantuan kepolisian atau instansi yang lain yang terkait untuk

melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan

dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

j. Dalam melaksanakan tugas pencegahan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6 huruf d, KPK berwenang melaksanakan langkah atau upaya

pencegahan sebagai berikut;

1. Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta

kekayaan penyelenggara Negara.

2. Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi

3. Menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap

jenjang pendidikan.

4. Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi

pemberantasan tindak pidana korupsi.

5. Melakukan kampanye anti korupsi kepada masyarakat umum.

6. Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral dalam pemberantasan

tindak pidan korupsi.

k. Dalam melaksanakan tugas monitor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf e, KPK berwenang;

1. Melakukan pengkajian terhadap sistim pengelolaan administrasi di

semua lembaga Negara dan pemerintah.

lxviii

2. Memberi saran kepada pimpinan lembaga Negara dan pemerintah

untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistim

pengelolaan, sistim administrasi tersebut berpotensi korupsi.

3. Melaporkan kepada Presiden RI, DPR RI, dan BPK, jika saran KPK

mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan.

c. Kewajiban KPK

Kewajiban KPK sebagaimana di amanatkan dalam Pasal 15 UU. NO. 30 Tahun

2002, KPK berkewajiban;

a. Memberikan perlindungan terhadap saksi dan pelapor yang menyampaikan

laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak

pidana korupsi.

b. Memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau

memberikan bantuan untuk memperoleh data lain yang berkaitan dengan

hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang ditanganinya.

c. Menyusun laporan tahunan dan menyampaikanya kepada Presiden, DPR

RI dan BPK.

d. Menegakkan sumpah jabatan.

e. Menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya berdasarkan asas-

asas sebaagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

2.5 Definisi Korupsi

Secara etimologis asal kata korupsi menurut Fockema Andrea dalam Andi

Hamzah, kata korupsi berasal dari bahasa latin Corruptio atau Corruptus yang

selanjutnya disebutkan bahwa corruption itu berasal pula dari kata asal

Corrumpere, suatu kata dalam bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah

turun ke banyak bahasa Eropa seperti bahasa Inggris yaitu Corruption, Corrupt,

Perancis, yaitu Corruption dan Belanda, yaitu Corruptie (corruptie) dapat atau

patut diduga istilah korupsi berasal dari bahasa Belanda dan menjadi bahasa

lxix

Indonesia, yaitu korupsi.61

Dalam Kamus Umum Belanda Indonesia yang disusun

oleh Wijowasito, Corruptie yang juga disalin menjadi corruption dalam bahasa

belanda mengandung arti perbuatan korup, penyuapan.62

Secara terminologi korupsi adalah suatu bentuk tindak pidana dengan

memperkaya diri sendiri dengan melakukan penggelapan yang secara langsung

atau tidak langsung, merugikan keuangan perekonomian negara, perbuatan

melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena

jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan orang lain atau Negara.63

Menurut Black Law dictionary dijabarkan difinisi dari korupsi; Corruption

is The act of doing samething with an intent to give some advented inconsinten

with official duty and the rights of others, fidusiary’s or official’s use of a station

or office to procure some benafite either personally or for some one else, contrary

to the rights or others.64

Dalam Hukum positif khususnya dalam Pasal 1 angka 1 Bab Ketentuan

Umum UU No. 30 Tahun 2002 disebutkan tentang pengertian Tindak Pidana

Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam UU No. 31 Tahun

1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah

61

Jur Andi Hamnzah, 2014, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana nasional

dan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 4.

62 Ermansjah Djaja, 2010, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Sinar Grafika, Jakarta,h.

23.

63 Marwan dan Jimmy, 2009, Kamus Hukum, Reality Publiser, Surabaya,h. 384.

64

Briyan A. Gurner, 2004, Black’s Law Dictionary Nine edition, Law Pross, Inc, United

State Of America,h. 397.

lxx

dengan UU. No.20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pengertian dari tindak pidana korupsi adalah semua ketentuan hukum

materiil yang terdapat dalam UU No.20 Tahun 2001 yang diatur dalam Pasal-

Pasal 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12A, 12B, 13, 14, 15, 16, 21, 22, 23, dan 24 serta

ditambah lagi dengan tindak pidana korupsi Pasal 14 UU No. 31 Tahun 1999 yang

menyatakan bahwa “ Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang

yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-

undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur

dalam Undang-undang ini”

2.6 Doktrin Tentang Korupsi

Beberapa ahli hukum memberikan definisi dan pendapat mereka tentang

korupsi. Soedarto mendefinisikan bahwa kata korupsi menunjukkan pada

perbuatan yang rusak, busuk, tidak jujur yang dikaitkan dengan keuangan.

Adapun Henry Campbell Black mendefinisikan korupsi sebagai perbuatan yang

dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu perbuatan yang tidak resmi

dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatanya atau

karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau

orang lain, berlawanan dengan kewajibanya dan hak-hak dari pihak lain.65

Lubis dan Scott dalam pandangan mereka tentang korupsi menyebutkan

dalam arti hukum, korupsi adalah tingkah laku yang menguntungkan kepentingan

65

Aziz Samsudin, 2011, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, h.137

lxxi

diri sendiri dengan merugikan orang lain oleh para pejabat pemerintah yang

langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku tersebut, sedangkan

menurut norma-norma pemerintah dapat dianggap korupsi apabila hukum

dilanggar atau tidak dalam bisnis tindakan tersebut adalah tercela.66

Gunnar Myrdal berpendapat, The problem is of vital concern to the

government of shouth asia, because the habitual practice of bribery and

dishonesty pavers the way for an authoritarian regime whith justifies its self by

the disclosures of corrupstion has regulary been advance as a main justification

for military take overs. Jadi masalah korupsi merupakan suatu yang penting di

Asia selatan. Karena kebiasaan melakukan penyuapan dan ketidak jujuran

membuka jalan membongkar korupsi dan tindakan-tindakan penghukuman yang

melanggar. Pemberantasan korupsi biasanya dijadikan pembenar dalam cup

militer.67

Sheldon S. Steinberg dan David T. Austern menyatakan bahwa, korupsi

merupakan bagian dari tingkah laku yang dilakukan oleh oknum aparatur

pemerintahan maupun orang lain dengan alasan yang berbeda-beda tetapi

mempunyai tujuan yang sama yaitu suatu perbuatan tidak etis yang merusak

sendi-sendi pemerintahan yang baik.68

Sejarah korupsi di Indonesia, mulai dari era orde lama, orde baru berlanjut

hingga era reformasi. Korupsi sudah mendarah daging sejak awal sejarah

66

Yopie Morya Emanuel Patiro, 2012, Diskresi Pejabat Publik dan Tindak Pidana

Korupsi, Keni Media, Bandung, h. 129.

67 Jur Andi Hamzah, Op Cit, h. 6

68

Marwan Effendy, 2011, Sistem Peradilan Pidana Tinjauan Terhadap Beberapa

perkembangan Hukum Pidana, Referensi, Ciputat, h. 83.

lxxii

Indonesia di mulai. Di era orde Lama di bawah kepemimpinan Sukarno, tercatat

sudah dua kali di bentuk Badan Pemberantasan korupsi yaitu Paran dan Operasi

Budi. Namun ternyata pemerintah pada waktu itu setengah hati menjalankanya.

Paran singkatan dari Panitia Ritooling Aparatur Negara di bentuk berdasarkan UU

Keadaan Bahaya, di pimpin oleh Abdul Haris Nasution dan di bantu oleh dua

orang anggota yakni Prof. M Yamin dan Roeslan Abdul Gani.

Era Orde Baru, pada pidato kenegaraan di depan anggota DPR/MPR

tanggal 16 Agustus 1967 presiden Suharto menyalahkan rezim Orde Lama yang

tidak mampu memberantas korupsi. Sehingga segala kebijakan ekonomi dan

politik berpusat di istana. Pidato itu memberi isyarat bahwa Suharto bertekat

untuk membasmi korupsi sampai ke akar-akarnya. Sebagai wujud dari tekat itu

tak lama kemudian di bentuklah Team Pemberantasan Korupsi (TPK) yang di

ketuai oleh Jaksa Agung.

Pada era reformasi, telah diketahui bahwa pada masa orde lama dan orde

baru korupsi lebih banyak dilakukan oleh kalangan elit pemerintahan, maka pada

era Reformasi hampir seluruh elemen penyelenggara Negara sudah terjangkit

virus korupsi yang sangat ganas. Pada waktu pemerintahan presiden Megawati

lahirlah UU. No. 30 Tahun 2002 bersamaan dengan lahirnya instansi dengan nama

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki visi mewujudkan Indonesia

yang bebas dari korupsi dan misinya sebagai penggerak perubahan untuk

mewujudkan bangsa yang anti korupsi dengan memegang asas dalam

menjalankan pekerjaan dan wewenangnya yaitu kepastian hukum, keterbukaan,

akuntabilitas, kebutuhan umum dan proposionalitas. Sedangkan nilai-nilai yang

lxxiii

dianut oleh KPK yakni integritas, profesionalisme, inovasi, religiusitas,

transparansi, kepemimpinan dan produktif.

2.7 Definisi Menuntut

Kata menuntut berasal dari akar kata tuntut, secara arti bahasa (etimologi)

berarti meminta dengan keras untuk mendapat hak sesuatu, meminta agar

terdakwa dihukum, menuntut supaya dijatuhi hukuman penjara….dsb.69

Dalam

praktek penegakan hukum kata menuntut secara aktif dan kata menuntut secara

pasif menurut Pasal 1 angka 7 KUHAP dirumuskan pengertianya adalah bahwa,

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana

ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur

dalam Undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan di putus oleh

hakim di sidang pengadilan.

Menurut Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan pada

Pasal 1 butir 1 menerangkan bahwa “ Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi

wewenang oleh Undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan

pelaksanaan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

serta wewenang lain berdasarkan Undang-undang”. Dalam Pasal 6 KUHAP,

menyebutkan sebagai berikut ;

A. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untuk

bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

69

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai

Pustaka, Jakarta, h. 1087.

lxxiv

B. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini

untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.

Mr. M. H. Tirtaamidjaja, menyebutkan kejaksaan itu adalah suatu alat

pemerintah yang bertindak sebagai penuntut dalam suatu perkara pidana terhadap

si pelanggar hukum pidana.70

2.8. Pengertian Tindak Pidana

Para pembentuk Undang-undang kita telah mempergunakan dengan istilah

“strafbaar feit” untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai “tindak pidana”.

Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana sendiri, tanpa memberikan suatu

penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar feit

tersebut.71

Oleh karena seperti yang telah dikatakan di atas, bahwa pembentuk

Undang-undang kita tidak memberikan suatu penjelasan mengenai apa sebenarnya

yang dimaksud dengan perkataan strafbaar feit, maka timbulah di dalam doktrin

berbagai pendapat tentang apa sebenarnya yang di maksud dengan strafbaar feit

tersebut.

Beberapa pengertian strafbaar feit menurut pendapat para sarjana adalah

sebagai berikut; Hazewinkel Suringa, menyatakan bahwa mereka telah membuat

rumusan yang bersifat umum dari “strafbaar feit” sebagai suatu perilaku manusia

yang pada suatu saat tertentu telah ditolak didalam suatu pergaulan hidup tertentu

70

Laden Marpaung, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana, Penyelidikan dan

Penyidikan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 190.

71 Lamintang P.A.F, 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung, h.181.

lxxv

dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan

menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat didalamnya.72

Pompe, menyatakan bahwa perkataan strafbaar feit itu secara teoritis

dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib

hukum) yang dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh

seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah

perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.73

Van Hattum, berpendapat bahwa suatu tindakan itu tidak dapat dipisahkan

dari orang yang telah melakukan tindakan tersebut, menurut beliau, perkataan

“strafbaar itu berarti “ voor straf in an merking commend “ atau straf verdienend

yang juga mempunyai arti sebagai pantas untuk dihukum.74

Simons, telah merumuskan bahwa strafbaar feit itu sebagai suatu tindakan

melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang dapat

dipertanggung jawabkan atas tindakanya dan yang oleh Undang-undang telah

dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.75

Wirjono Projodikoro menyatakan bahwa, tindak pidana berarti suatu perbuatan

yang pelakunya dapat dikenai hukum pidana.Dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan

“subyek” tindak pidana.76

2.9. Tindak Pidana Pencucian Uang

72

Lamintang P.A.F Op Cit, h. 181.

73 Ibid, h. 182.

74

Ibid, h. 184.

75 Ibid, h 185

76

Wirjono Projodikoro, 2014, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Refika

Aditama,Bandung, h. 59.

lxxvi

Secara Etimologi, pencucian uang (money laundering) berasal dari bahasa

Inggris yaitu money “uang” dan laundering “pencucian.” Jadi secara harfiah

money laundering merupakan pencucian uang atau pemutihan uang yang di

dapatkan dari hasil sebuah kejahatan. Dalam pengertian money laundering sendiri

sebenarnya tidak ada definisi yang secara universal serta konprehensip mengenai

money laundering, namun pada prinsipnya sepakat bahwa pengertian tentang

money laundering itu adalah pencucian uang.

Secara Terminology, pencucian uang atau juga dikenal dengan Money

Loundering adalah perbuatan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta

kekayaan melalui lembaga transaksi keuangan sehingga seolah olah diperoleh

dengan cara yang sah. Hal ini menunjukkan bahwa dari awal para koruptor itu

berniat untuk melakukan kejahatan.

Pengertian ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh The American

President’s Commision On Organized Crime yang mendefinisikan sebagai

berikut; “ Money Loundering is the process by which one conceals the axistance,

illegal source, or illegal application of income, and then disguises that income to

make it appear legitimate”77

Lebih lanjut dikemukakan bahwa tujuan utama dari

pencucian uang adalah menyamarkan bahwa harta kekayaan itu diperoleh dari

tindak pidana, sehingga dapat menikmati hasilnya untuk kegiatan yang sah.

Adapun makna serta pengertian TPPU yang lain adalah sebagaimana

dijumpai dalam Black Law Dictionary;“Money Loundering is the act of

transferring illegally obstained money through legitimate people or account so

77

Yudi kristiana, 2015, Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Penerbit Thafa

Media, Yogyakarta, h. 17.

lxxvii

that its original source cannot be traced”. 78

Dari pengertian ini terlihat bahwa

money loundering adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perolehan

uang secara tidak sah dan menggunakanya seolah olah nampak sah.

Sejarah dari pencucian uang adalah kejahatan yang pertama kali di kenal

di Amerika serikat pada Tahun 1930an. Istilah tersebut merujuk pada tindakan

mafia yang memproses uang hasil kejahatanya untuk dicampur dengan bisnis

yang sah. Tindakan ini bertujuan agar uang yang kotor tersebut menjadi bersih

atau nampak menjadi uang yang sah.

Istilah Money Laundering berasal dari kegiatan para mafia yang membeli

perusahaan pencucian pakaian (Laundromat) sebagai tempat menginvestasikan

atau mencapur hasil kejahatan mereka yang sangat besar dari hasil pemerasan,

penjualan illegal minuman keras, perjudian dan pelacuran

Dengan demikian apat disimpulkan bahwa TPPU dalam arti yang sempit

adalah harta kekayaan atau uang yang terbatas dari hasil penjualan narkotika,

psikotropika, minuman keras, perjudian serta pelacuran. Seiring dengan

perkembangan waktu, maka pencucian uang semakin berkembang dan bukan

hanya yang berasal dari kejahatan obat bius dan kejahatan terorganisir saja, akan

tetapi mulai berkembang serta meluas hingga sampai hasil korupsi,

penyelundupan, perjudian, perdagangan wanita dan anak, terorisme dll.

Amerika serikat telah mendefinisikan masalah TPPu dalam arti yang luas,

yaitu melalui money Laundering Control Act (MLCA) 1986 yaitu79

a person

guilty of money laundering if that person knowingly conducts any financial

78

Briyan A. Garner, Op Cit, h. 1097 79

Money Laundering control Act of 1986

lxxviii

transaction involving the proceeds of specified unlawful activities so as to further

those unlawful activities or to disguise the ownership of those proceeds

Negara Amerika Serikat pertama kali lebih dikenal sebagai Negara yang

pertama kali memperluas ketentuan pengaturan anti pencucian uang dan

mekanisme penegakan hukumnya melampaui batas Negara dengan menyatakan

bahwa pencucian uang sebagai kejahatan yang terjadi secara nasional maupun

Internasional (unful money laundering accuring nationality and internationality)80

Apabila dilihat dari sejarah serta perkembangan TPPU di Indonesia, maka

dengan demikian perluasan masalah korupsi masuk dalam urutan pertama huruf a

dalam UU. No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU adalah merupakan hal yang sangat

wajar dan masuk akal, bahwa hasil tindak pidana yang di dapat dari korupsi

adalah bagian dari predicate crime dalam UU TPPU.

Sementara itu lembaga International yang memiliki concern terhadap

pencucian uang yaitu The Financial Action Task Force (FATF), dimana Indonesia

menjadi salah satu negara yang ikut aktif didalamnya, mendefinisikan pencucian

uang sebagai;“Money Loundering as the processing of criminal procceds to

disguise their illegal origin in order to legitimate the ill-gotten gains of crime”81

Dari berbagai definisi pencucian uang tersebut diatas, setidaknya dapat ditarik

kesimpulan bahwa pencucian uang merupakan upaya penyembunyian atau

penyamaran asal usul harta kekayaan dengan berbagai transaksi sehingga seolah

olah diperoleh secara sah.

80 Yenti Garnasih, Kriminalisasi Anti Pencucian Uang (Money Laundering), Program

Pasca sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, h. 53

81 Yudi kristiana, Op Cit, h.18.

lxxix

Sebagaimana kejahatan pada umumnya, pencucian uang juga mengalami

perkembangan, baik dari sisi modus maupun medianya, namun demikian dilihat

dari sisi proses secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga tahap yaitu;

1. Tahap placement

Yaitu upaya untuk menempatkan harta kekayaan yang dihasilkan dari

kejahatan atau diperoleh secara tidak sah ke dalam sistem keuangan,

misalnya dengan menempatkan di bank, menyetorkan sebagai

pembayaran kredit, menyelundupkan dalam bentuk tunai, membiayai

kegiatan atau usaha yang sah, membeli barang-barang berharga dan

sebagainya.

2. Tahap Layering

Yaitu untuk memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya yaitu tindak

pidananya melalui beberapa transaksi keuangan untuk menyembunyikan

atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan. Hal ini dilakukan misalnya

dengan mentransfer dari satu bank ke bank lain termasuk antar wilayah

atau Negara, menggunakan simpanan tunai sebagai agunan untuk

mendukung transaksi yang sah, memindahkan uang tunai lintas Negara

dan lain-lain.

3. Tahap Integration

Yaitu upaya untuk harta kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk

dinikmati secara langsung maupun tidak langsung, di investasikan ke

dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan,

dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk

membiayai kembali kegiatan tindak pidana.82

Dalam melakukan pencucian uang, pelaku tidak terlalu

mempertimbangkan hasil yang akan diperoleh dan besarnya biaya yang harus

dikeluarkan, karena tujuan utamanya adalah menyamarkan atau menghilangkan

asal-usul uang sehingga hasil akhirnya dapat dinikmati atau digunakan secara

aman. Dalam prakteknya ketiga tahap pencucian uang ini dapat dilakukan secara

terpisah maupun simultan.

a. Pengertian umum terkait Tindak Pidana Pencucian Uang

82

Ibid, h.19.

lxxx

Mengingat Money Loundring di Indonesia sudah diatur dalam hukum

positif, yaitu sejak lahirnya UU. No.15 Tahun 2002, kemudian disempurnakan

lagi dengan UU. No. 25 Tahun 2003, maka relevan dengan permasalahan yang di

bahas dalam buku ini, sebelum mengoperasionalisasikan UU.No.8 Tahun 2010

tentang PPTPPU dengan penjelasan-penjelasan yaitu sebagai berikut;

1. Pecucian Uang: Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi

unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-

undang PPTPPU.

2. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan :Pusat Pelaporan dan

Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah Lembaga independen

yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana

pencucian uang.

3. Transaksi.: Transaksi adalah keseluruhan kegiatan yang menimbulkan hak

dan/ kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara

dua pihak atau lebih.

4. Transaksi Keuangan.: Transaksi Keuangan adalah transaksi untuk

melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan,

pemindah bukukan, pentrasferan, pembayaran, hibah, sumbangan,

penitipan, dan/ penukaran atas sejumlah uang atau tindakan dan/ atau

kegiatan lain yang berhubungan dengan uang.

5. Transaksi Keuangan Mencurigakan.: Transaksi Keuangan Mencurigakan

adalah;

a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik

atau kebiasaan, pola transaksi dari pengguna jasa yang

bersangkutan.

b. Transaksi keuangan yang oleh pengguna jasa patut diduga

dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi

yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor

sesuai dengan ketentuan Undang-undang.

c. Transaksi yang dilakukan atau batal dilakukan dengan

menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil

tindak pidana; atau

d. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan

oleh pihak pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang

diduga berasal dari hasil tindak pidana.

6. Transaksi Keuangan Tunai: Transaksi Keuangan Tunai adalah Transaksi

Keuangan yang dilakukan dengan menggunakan uang kertas dan/ atau

uang logam.

lxxxi

7. Pemeriksaan: Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis,

dan evaluasi Transaksi Keuangan Mencurigakan yang dilakukan secara

independen, obyektif, dan profesional untuk menilai dugaan adanya

tindak pidana.

8. Hasil Pemeriksaan: Hasil pemeriksaan adalah penilaian akhir dari seluruh

proses identifikasi masalah, analis dan evaluasi Transaksi Keuangan

Mencurigakan yang dilakukan secara independen , obyektif, dan

professional yang disampaikan kepada penyidik.

9. Setiap orang :Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

10. Korporasi: Korporasi adalah kumpulan orang dan/ atau kekayaan yang

terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan

hukum.

11. Pihak Pelapor.: Pihak Pelapor adalah setiap orang yang menurutUndang-

undang ini wajib menyampaikan laporan kepada PPATK

12. Pengguna Jasa: Pengguna jasa adalah pihak yang menggunakan jasa

Pihak Pelapor.

13. Harta Kekayaan: Harta Kekayaan adalah semua benda bergerak atau

benda yang tidak bergerak, baik yang berwujud, yang diperoleh baik

secara langsung maupun tidak langsung.

14. Personil Pengendali Korporasi.: Personil Pengendali Korporasi adalah

setiap orang yang memiliki kekuasaan atau wewenang sebagai penentu

kebijakan korporasi atau memiliki kewenangan untuk melakukan

kebijakan korporasi tersebut tanpa harus mendapat otorisasi dari

atasanya.

15. Pemufakatan Jahat: Pemufakatan Jahat adalah perbuatan dua orang atau

lebih yang bersepakat untuk melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang.

16. Dokumen: Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat di

lihat, dibaca, dan/ atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau

tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas atau benda

fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektonik,

termasuk tetapi tidak terbatas pada;

a. tulisan, suara, atau gambar

b. peta, rancangan, fhoto, atau sejenisnya

c. huruf, tanda, angka, symbol, atau perforasi yang memiliki makna

ataun dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau

memahaminya.

d. Lembaga Pengawas dan Pengatur

17. Lembaga Pengawas dan Pengatur adalah lembaga yang memiliki

kewenangan, pengawasan, pengaturan, dan/ atau pengenaan sanksi

terhadap pihak pelapor.

18. Pengawasan Kepatuhan: Pengawasan Kepatuhan adalah serangkaian

kegiatan Lembaga Pengawas dan Pengatur serta PPATK untuk

memastikan kepatuhan Pihak Pelapor atas kewajiban pelaporan

menurut Undang-undang ini dengan mengeluarkan ketentuan atas

lxxxii

pedoman pelaporan, melakukan audit kepatuhan, memantau kewajiban

pelaporan, dan mengenakan sanksi.

b. Pengaturan/Rumusan Delik Tindak Pidana Pencucian Uang.

Pengaturan atau rumusan delik tindak pidana pencucian uang terdapat

dalam pasal 3 UU. No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU yang berbunyi;

“Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,

membelanjakan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk,

menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas

Harta Kekayaaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil

tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 dengan tujuan

menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana

karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan penjara paling lama 20 tahun

dan denda paling banyak 10.000.000.000, ( sepuluh milyar ).”

Harta kekayaan yang dimaksud dalam Pasal 3 adalah harta kekayaan yang

diperoleh dari hasil tindak pidana sebagaimana bunyi dari Pasal 2 ayat 1

Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana ;

a. Korupsi

b. Penyuapan

c. Narkotika.

d. Psikoteropika

e. Penyelundupan tenaga kerja.

f. Penyelundupan migran

g. Bidang perbankan

h. Bidang Pasar modal

I. Bidang Perasuransian.

j. Kepabeanan

k. Cukai

l. Perdagangan orang

m. Perdagangan senjata gelap.

n. Terorisme.

o. Penculikan

p. Pencurian

q. Penggelapan

r. Penipuan

s. Pemalsuan uang

t. Perjudian

u. Prostitusi

v. Bidang Perpajakan

lxxxiii

w. Bidang kehutanan

x. Bidang Lingkungan hidup

y. Bidang Kelautan dan perikanan

z. Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 tahun atau

lebih, yang lakukan diwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,

atau diluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan tindak

pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum di

Indonesia.

R. Wiyono menjelaskan bahwa ketentuan sebagaimana di maksud oleh

Pasal 3 jika diteliti terdiri dari 11 ketentuan TPPU yaitu sebagai berikut

a. Setiap orang yang menempatkan atas harta kekayaan yang diketahuinya

atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau

menyamarkan harta asal usul harta kekayaan.

b. Setiap orang yang mentransfer atas harta kekayaan yang diketahuinya

atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau

menyamarkan asal usul harta kekayaan

c. Setiap orang yang mengalihkan atas harta kekayaan yang diketahuinya

atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau

menyamarkan asal usul harta kekayaan.

d. Setiap orang yang membelanjakan atas harta kekayaan yang

diketahuinya atau patat diduganya merupakan hasil tindak pidana

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan

menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.

e. Setiap orang yang membayarkan atas harta kekayaan yang diketahuinya

atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau

menyamarkan asal usul harta kekayaan.

f. Setiap orang yang menghibahkan atas harta kekayaan yang diketahuinya

atau patut diduganya merupakan hasil tundak pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan atau menyembunyikan

asal usul harta kekayaan.

g. Setiap yang menitipkan atas harta kekayaan yang diketahuintya atau

patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau

menyamarkan harta asal usul kekayaan.

h. Setiap orang yang membawa ke luar negeri atas harta kekayaan yang

diketahuinya atau patut diduganya sebagimana dinaksud dalam Pasal 2

ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul

harta.