bab ii tinjauan umum tentang perceraian pengertian …digilib.uinsby.ac.id/12601/5/bab 2.pdf ·...

40
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN A. Pengertian Perceraian Perceraian menurut bahasa dalam istilah hukum islam diartikan ‚at-talak‛ yang bermakna meninggalkan atau memisahkan. 1 Secara umum cerai bermakna sebagai perceraian dalam Hukum Islam antara suami dan istri atas kehendak suami. 2 Menurut istilah perceraian ialah segala macam bentuk perceraian yang diijatuhkan oleh suami yang telah ditetapkan oleh hakim dan perceraian yang disebabkan oleh meninggalnya salah seorang suami atau istri. 3 Menurut bahasa perceraian ialah melepaskan tali perceraian yang merupakan salah satu pemutus hubungan ikatan suami istri karena sebab tertentu yang tidak memungkinkan lagi bagi suami istri meneruskan hidup berumah tangga. 4 Dalam kamus bahasa Indonesia, kata cerai mempunyai arti bahwa perceraian antara suami dan istri menyatakan telah hilangnya hak dan kewajiban perkawinan. 5 Syekh Muhammad bin Qosim Al Ghozy dalam kitabnya yang berjudul ‚Fathul Qorieb‛ memberikan makna cerai sebagai nama bagi 1 Atabik Ali dan A. Zuhdi Muhdor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta Multi Karya Grafika, 2003), 1237 2 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, (Jakarta: Ihtiar Baru Van Hoeve, 2001), 1176 3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), 185 4 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, 261-262 5 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, t.t.), 1187

Upload: vanliem

Post on 10-May-2019

249 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN

A. Pengertian Perceraian

Perceraian menurut bahasa dalam istilah hukum islam diartikan

‚at-talak‛ yang bermakna meninggalkan atau memisahkan.1 Secara

umum cerai bermakna sebagai perceraian dalam Hukum Islam antara

suami dan istri atas kehendak suami.2 Menurut istilah perceraian

ialah segala macam bentuk perceraian yang diijatuhkan oleh suami

yang telah ditetapkan oleh hakim dan perceraian yang disebabkan

oleh meninggalnya salah seorang suami atau istri.3

Menurut bahasa perceraian ialah melepaskan tali perceraian

yang merupakan salah satu pemutus hubungan ikatan suami istri

karena sebab tertentu yang tidak memungkinkan lagi bagi suami istri

meneruskan hidup berumah tangga.4 Dalam kamus bahasa Indonesia,

kata cerai mempunyai arti bahwa perceraian antara suami dan istri

menyatakan telah hilangnya hak dan kewajiban perkawinan.5

Syekh Muhammad bin Qosim Al Ghozy dalam kitabnya yang

berjudul ‚Fathul Qorieb‛ memberikan makna cerai sebagai nama bagi

1 Atabik Ali dan A. Zuhdi Muhdor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta Multi

Karya Grafika, 2003), 1237 2 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, (Jakarta: Ihtiar Baru Van Hoeve, 2001),

1176 3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1995), 185 4 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, 261-262

5 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, t.t.), 1187

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

suatu pelepasan tali pernikahan,6

pendapat ini sejalan dengan

pendapat yang dikemukakan oleh Syekh Zainudin ibnu Syekh Abdul

Aziz dalam kitabnya yang berjudul ‚Fathul Mu’in‛ menjelaskan

bahwa cerai diartikan sebagai cara melepaskan ikatan akad nikah

dengan lafdz tertentu.7

Wahyono Darmabrata mendefinisikan perceraian adalah

putusnya perkawinan yang bersifat tetap yang dilakukan oleh suami

istri berdasarkan alasan-alasan tertentu yang ditentukan dalam

undang-undang.8

Menurut Amir Syarifuddin, terdapat tiga kata kuci yang

menunjukkan hakikat dari perceraian, yaitu :

Pertama : Meninggalkan atau melepaskan, artinya bahwa

perceraian ialah melepaskan sesuatu yang selama ini telah terikat,

yaitu ikatan perkawinan.

Kedua : Ikatan perkawinan yang mengandung arti bahwa

perceraian itu mengakhiri hubungan perkawinan yang terjalin selama

ini. Jika ikatan perkawinan mengakibatkan halalnya seseorang

melakukan hubungan antara suami istri, maka sebaliknya, jika telah

dibuka ikatan tersebut maka haram bagi keduanya untuk melakukan

hubungan suami istri.

6 Syekh Muhammad bin Q osim Al Ghozy, Fathul Qorieb, Jilid 2, (Jakarta: Alih Bahasa Ahmad

Sunarto, Al Hidayah, 1992), 63 7 Syekh Zainudin ibnu Syekh Abdul Aziz, Fathul Mu’in, (Surabaya: Alih Bahasa, Ali As’ad, Al

Hidayah, 2000), 135 8 Wahyono Darmabrata, Hukum Perkawinan Menurut KUHPerdata, 2 (Depok: Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia), 14

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

Ketiga : lafadz ta-la-qa mengandung arti bahwa perkawinan itu

putus melalui ucapan yang menggunakan kata-kata cerai. Karena

kata-kata cerai mengakibatkan putusnya perkawinan.9

Sebagaimana telah dipaparkan diatas, bahwa perceraian

merupakan salah satu bentuk putusnya perkawinan antara suami dan

istri karena sebab-sebab tertentu yang memang sudah tidak

diteruskan lagi dalam ikatan perkawinan mereka, maka dapat diambil

kesimpulan bahwasannya perceraian merupakan pemutus hubungan

suami dan istri serta hilanglah pula hak dan kewajiban suami istri.

B. Dasar dan Hukum Perceraian

Dalam Al-Qur’an memang tidak terdapat ayat-ayat yang

menyuruh atau melarang eksistensi perceraian itu, namun isinya

hanya sekedar mengatur bila perceraian itu terjadi. Di dalam hal

perceraian dasar-dasar perceraian itu dapat di lihat dari beberapa ayat

Al-Qur’an atau Hadis.

Adapun yang mendasari diperbolehkan perceraian adalah

sebagai berikut:

1. Surat Al-Baqarah Ayat 227

9 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2006), 199

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Artinya : ‚Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui‛.10

2. Surat Al-Baqarah Ayat 229

Artinya : ‚Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya ( suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim‛.11

3. Surat At-Thalaq Ayat 1

10

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 45 11

Deparg RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan penyelenggara Al-qur’an/tafsir ,

1986)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

Artinya : ‚Hai nabi, apabila kamu menceraikan Isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)‛.12

4. Hadist

ابغض الحالل الى هللا الطالق13

Artinya : ‚Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah ialah thalaq‛.

Agama Islam membolehkan suami istri melakukan perceraian,

namun harus dengan alasan-alasan tertentu, kendati perceraian itu

sangat dibenci oleh Allah SWT.14

Namun demikian, Rasulullah memberikan catatan bahwa Allah

sangat membenci itu meskipun halal dilakukan. Dan Rasulullah juga

menegaskan agar keluarga muslim dapat mempertahankan hubungan

suami istri hingga akhir hayat dan menghindari perceraian yang

memiliki dampak negatif terhadap perkembangan anak.15

Dilihat dari konteks para ulama mempunyai beberapa macam

hukum sesuai dengan keadaan dan masalah yang dihadapi oleh

keluarga tersebut, adapun sebab-sebab dan alasan terjadinya

12

Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV. Penerbit J-Art, 2005), 558 13

Abi Dawud Sulaiman bin As ‘as-Sajsatani, Sunnah Abu Dawud, juz I, 500 14

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2002), 102 15

Satria Efendi M.Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta : Kencana,

2004), 48

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

perceraian itu adakalanya menyebabkan kedudukan perceraian

menjadi wajib, makruh, mubah, sunnah, dan haram.16

Adapun dari segi hukum cerai terbagi menjadi beberapa

kategori :

1. Wajib

Apabila terjadi konflik antar pasangan suami istri, lalu tidak

ada jalan yang dapat ditempuh kecuali dengan

mendatangkan hakim yang mengurus perkara keduanya.

Jika hakim tersebut memandang bahwa perceraian lebih

baik bagi mereka, maka saat itulah cerai menjadi wajib.17

2. Makruh

Apabila perceraian antara suami istri yang dilakukan tanpa

adanya tuntutan dan kebutuhan atau perceraian dijatuhkan

kepada istri yang sholehah atau istri yang berbudi mulia.18

3. Mubah

Perceraian yang dilakukan hanya karena ada kebutuhan,

seperti, menceraikan istri yang tidak di cintai atau tidak di

sukainya lagi sehingga suami tidak mau menyetubuhinya

dan tidak memberi nafkah.19

16

Syaikh Hasan Ayub, Fikih Keluarga, (t.t., Pustaka Al-Kautsar , 2006), 208 17

Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 50 18

Peunoh Dally, Hukum Perkawinan Islam suatu Studi Perbandingan, (Jakarta : Bulan Bintang,

1988), 250-252 19

Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001) 265

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

4. Sunnah

Perceraian yang dilakukan hanya pada saat istri

mengabaikan perintah Allah SWT, seperti shalat, puasa, dan

kewajiban lainnya. Sedangkan suami juga sudah tidak

mampu memaksanya dan tidak mampu berumah tangga

dengan istrinya.20

Menurut Imam Ahmad bahwa istri

tersebut tidak patut dipertahankan karena dapat mengurangi

iman suami. Dalam kondisi rumah tangga yang seperti ini

suami tidak salah bertindak keras kepada istrinya, agar ia

mau menebus dirinya dengan mengembalikan maharnya

untuk bercerai. Sebagaimana firman Allah SWT surat an-

Nisa’ ayat 19 :

Artinya : ‚Dan janganlah kamu (suami) menghalangi mereka (istri-istri) karena kepada mereka hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan perbuatan keji dengan terang-terangan.‛21

5. Haram

Apabila perceraian dilakukan tanpa alasan yang dibenarkan,

seperti:

Pertama : menceraikan istri yang dimadu yang tidak

dipenuhi gilirannya atau menceraikannya

20

H.S.A Al-Hamdani. Risalah Nikah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1989), 204-205 21

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 74

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

si suami yang sedang sakit keras dengan

maksud bila ia mati, istri tidak dapat harta

pusakanya.

Kedua : Menceraikan istrinya dengan cerai tiga

sekaligus atau cerai satu tetapi disebut

berulang kali sehingga cukup tiga kali atau

lebih

Ketiga : Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi

Keempat : Menceraikan istri ketika sedang haid atau

nifas22

Dari beberapa pemaparan dasar dan hukum perceraian di atas, sudah

jelas betapa tinggi nilai dan kesucian Islam terhadap ikatan

perkawinan, kesungguhan dalam menjaga keutuhan rumah tangga

yang telah diatur sedemikian rupa, agar mencapai keluarga harmonis,

bahagia, dan sejahtera. Akan tetapi, adakalanya dalam mengarungi

keutuhan rumah tangga tidak selamnya tercipta kondisi yang

harmonis, terkadang terjadi kesalahpahaman antara suami istri, salah

satu pihak melalaikan kewajibannya, terlebih lagi tidak mempercayai

satu sama lain. Dalam keadaan yang seperti ini diperlukan sifat arif

dan bijaksana dari suami maupun istri dalam menyelesaikan

permasalahan yang terjadi diantara keduanya. Namun jika berbagai

cara sudah ditempuh untuk menyelesaikan masalah tersebut, dan

22

Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000)159

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

tidak mendapatkan jalan yang terbaik, maka sebagai alternatif

terakhir ajaran Islam membolehkan untuk melakukan perceraian jika

hal itu memberi kemaslahatan bagi keduanya.

Adapun hal-hal yang memberikan wewenang kepada suami untuk

menjatuhkan cerai kepada istrinya. Hal ini dikarenakan:

1. Akad nikah dipegang oleh suami, suamilah yang menerima ijab

dari pihak istri waktu dilaksanakan akad nikah.

2. Suami wajib memberi mahar kepada istrinya diwaktu akad dan

dianjurkan membawa uang mut’ah (pemberian suka rela dari

suami kepada istrinya) setelah suami menceraikan istrinya.

3. Suami wajib memberi nafkah istrinya pada masa perkawinannya

daripula iddah apabila ia menceraikannya.

4. Perintah-perintah menceraikan dalam Al-Qu’an dan Al-Hadist

banyak ditujukan kepada suami.

5. Suami lebih mengutamakan pemikiran dalam mempertimbangkan

sesuatu daripada istri yang biasanya bertindak atas dasar emosi.23

C. Rukun Perceraian

Rukun adalah bagian yang harus terpenuhi yang batal jika tidak

terpenuhi. Sedangkan syarat adalah sesuatu yang menjadi tempat

23

Ny. Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, 106

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

bergantung wujudnya hukum. Tidak ada syarat berarti pasti tidak

adanya hukum, tetapi wujudnya syarat tidak pasti wujudnya hukum.

Ada beberapa unsur perceraian yang berperan di dalam rukun,

dan masing-masing rukun itu terdapat beberapa persyaratan. Dan

diantara persyaratan itu ada yang disepakati oleh para ulama dan

sebagiannya menjadi perdebatan dikalangan ulama.

Adapun rukun dalam cerai adalah sebagai berikut:

a. Suami

Suami ialah orang yang memiliki hak untuk menceraikan

istrinya, selain suami tidak berhak menceraikan istrinya.

Artinya, apabila ada seseorang laki-laki yang

menjayuhkan cerai kepada selain istrinya, maka cerai

tersebut tidak jatuh.

b. Istri

Istri yang di ceraikan suaminya yaitu istri yang secara

hukum masih terikat perkawinan dengannya. Meskipun

perempuan itu telah dicerai suaminya, namun masih

berada dalam masa iddahnya. Adapun syarat sahnya istri

yang diceraikan sebagai berikut:

a) Istri masih tetap berada dalam perlindungan

kekuasaan suami.

b) Kedudukan istri yang dicerai itu harus berdasarkan

atas akad perkawinan yang sah.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

c. Lafadz atau Ucapan Cerai

Ucapan suami disampaikan terhadap istrinya yang

menunjukkan arti cerai, baik itu berupa sarih (jelas) atau

lafadz yang lain yang semakna dengan itu atau

terjemahannya sama-sama diketahui sebagai ucapan yang

memutuskan hubungan pernikahan, dan juga ucapan cerai

itu tidak langsung terus terang atau disebut kinayah

(sindiran), maka dari itu dibutuhkan niat dari seorang

suami yang melafadzkannya.24

Adapun syarat dalam sighat cerai yaitu sebagai berikut:

a) Lafadz yang menunjukkan arti melepaskan suatu

ikatan pernikahan, baik secara sharih atau kinayah.25

Para ulama berpendapat bahwa perceraian terjadi

bila suami yang menceraikan istrinya mengucapkan

lafadz tertentu yang menyatakan bahwa istrinya itu

telah lepas dari wilayahnya, maka jatuhlah cerai

tersebut. Oleh karena itu, kalau suami hanya sekadar

berkeinginan atau meniatkan tetapi belum

mengucapkan apa-apa, maka belum jatuh cerai.26

Kemudian al-Zuhriy berbeda pendapat dengan

para ulama yang diatas, bahwasannya meskipun

24

Syaikh Kamil ‘Uwaidah, al-Jami’ fi Fiqh an-Nisa, Terj. M. Abdul Ghoffar ‚Fiqh Wanita‛, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998), 437 25

Djama’an Nur , Fiqh Munakahat, (Semarang: Dimas, 1993), 193 26

Amir Syarifuddin, …,, 208

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

tidak diucapkannya, tetapi ia telah berniat untuk

menceraikan istrinya, maka jatuhlah cerai.27

b) Al-Qashdu (Sengaja) Ialah ucapan kata cerai

memang dimaksudkan oleh yang mengucapkannya

untuk bercerai, bukan untuk maksud lain. Cerai

harus memenuhi rukun dan syarat tertentu, baik

yang berhubungan dengan suami yang menceraikan

dan istri yang diceraikan.28

Oleh karena itu, salah

ucap yang tidak dimaksud untuk cerai dipandang

tidak jatuh cerai.

D. Syarat-Syarat Perceraian

Cerai ialah perbuatan hukum dari seorang suami yang

dilakukan terhadap istrinya, perbuatan yang dapat mengakibatkan

hukum yang sangat luas bagi seseorang dan keluarrganya, bisa juga

mengubah corak hidup kekeluargaan menjadi lebih baik atau dapat

menjadi lebih buruk. Karena itu islam mensyaratkan suami yang

menjatuhkan cerai harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai

berikut :

a. Berakal, suami tidak boleh gila karena tidak sah dan tidak

akan jatuh cerai.

27

Al-Imam Muwaffiq al-Din Abdullah bin Ahmad bin Qudamah al-Maqdisi, al-Mughni, Juz VIII,

(Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.th), 385 28

Yusuf Qardhawi, Fikih Wanita, .. . ., 55-56

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

b. Baligh, menunjukkan seseorang telah mencapai kedewasaan

atau telah sampainya usia seseorang pada tahap kedewasaan.

c. Atas kemauan sendiri, mempunyai kehendak pada diri suami

untuk menjatuhkan cerai itu dan dijatuhkan atas pilihan

sendiri bukan dipaksa orang lain.

d. Betul-betul bermaksud menjatuhkan cerai, kalau seorang

suami mengucapkan cerai karena lupa, keliru atau main-main,

maka cerainya dianggap jatuh.29

Adapun syarat-syarat sahnya cerai untuk istri, yaitu:

a. Istri telah terikat dengan perkawinan yang sah dengan

suaminya. Apabila akad nikahnya diragukan kesahannya,

maka istri tidak dapat diceraikan oleh suaminya.

b. Istri harus dalam keadaan suci yang belum disetubuhi oleh

suaminya dalam waktu suci tersebut

c. Istri yang sedang hamil.30

Dengan demikan jelas bahwa apabila salah satu rukun dan

syarat diatas tersebut tidak dipenuhi, maka cerai yang dijatuhkan

oleh suami dianggap tidak sah, karena itu tidak membawa akibat

hukum apapun. Berkenaaan dengan syarat-syarat yang ada pada

29

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali, 441-442 30

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Yogyakarta: Liberty,

2004), 107

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

suami waktu menjatuhkan cerai, maka akan menimbulkan persoalan-

persoalan sebagai berikut:

a. Cerai orang yang dipaksa

Paksaan atau terpaksa berarti bukan dengan pilihan dan kehendak

sendiri, pilihan dan kehendak merupakan dasar taklif

(pembebanan agama).31

Hal ini disamakan dengan orang yang

dipaksa menjadi kafir padahal hatinya tetap beriman, dan agama

tidak menghukum orang itu sebagai orang kafir. Berdasarkan

firman Allah surat an-Nahl Ayat 106:

Artinya : ‚Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar‛.32

Berdasarkan keterangan diatas, jumhur ulama berpendapat

bahwa cerai yang dijatuhkan oleh suami yang terpaksa

menjatuhkannya itu adalah tidak sah.

31

M. Thalib, Perkawinan Menurut Islam, (Surabaya: al-Ikhlas, 1993), 104 32

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 418

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

b. Cerai orang yang mabuk

Cerai yang dijatuhkan oleh suami dalam keadaan mabuk adalah

tidak sah, karena kedudukannya sama dengan orang gila, yakni

sama-sama hilang akalnya. Hal ini terjadi ikhtilaf disebabkan

mabuk itu mempunyai tiga tahapan yaitu:

- Permulaan, timbul rasa senang dan masih ada kesadaran,

ketika minuman keras masuk kedalam mulut.

- Pertengahan, ucapan yang tidak teratur, sikap yang tidak

menentu, akan tetapi masih dapat membedakan sesuatu dan

masih mempunyai pengertian.

- Teratas, tidak sadar diri, tubuh tidak bergerak, akal hilang dan

tidak bercakap-cakap.

Sebagaimana yang tercantum pada Al-Qur’an surat An-Nisa’

ayat 43:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

33

Artinya : ‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub. terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.‛33

c. Cerai orang yang marah

Arti marah adalah marah yang membuat orangnya tidak sadar

akan ucapannya, tidak tahu apa yang keluar dari mulutnya. Cerai

seperti ini dianggap tidak sah, karena orangnya tidak mempunyai

niat/kehendak untuk menceraikan. Berdasarkan Riwayat dari

Rasulullah SAW yang berbunyi: ‚Tidak sah thalaq dan

memerdekakan budak dalam keadaan marah. (Riwayat Ahmad,

Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Hakim dari Aisyah).‛34

d. Cerai orang yang bersenda gurau

Orang yang bersenda gurau yakni orang yang mengucapkan

sesuatu dengan tidak mempunyai maksud yang sebenarnya, tetapi

hanya main-main. Cerai ini dianggap sah berdarkan hadis Nabi

Muhammad SAW : ‚Dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah SAW

33

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 125 34

H.S.A. Al Hamdani Terj. Agus Salim, Risalah Nikah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1989), 204-205

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

34

bersabda, tiga perkara sesungguhnya dipandang benar dan marah-

marah dipandang benar pula, yaitu, nikah, talak , dan rujuk.35

e. Cerai tanpa sadar

Arti cerai tanpa sadar yaitu suami yang menceraikan istrinya

tetapi tidak tahu lagi dengan apa yang dikatakannya karena

sesuatu kejadian hebat yang menimpanya. Sehingga hilang

akalnya dan berubah pikirannya. Maka cerai seperti ini dianggap

tidak sah, karena disamakan sebagaimana tidak sahnya cerainya

orang gila, lupa ingatan, sakit, pingsan dan orang tua yang rusak

akalnya karena faktor tua, serta karena musibah yang tiba-tiba.36

f. Cerai karena keliru

Cerai karena keliru Yaitu orang yang mengucapkan kata-katanya

keliru sehingga terucapkan kata cerai. Dalam hal ini para ahli fiqh

berpendapat bahwa pengadilan boleh memutuskan berdasarkan

lahir ucapannya, tetapi secara agama cerainya tidak berlaku dan

istrinya tetap halal baginya.37

E. Macam-Macam Perceraian

Pada dasarnya perceraian terdiri dari beberapa sudut pandang

yang diantaranya ada yang dari sesuai atau tidaknya dengan sunnah

Nabi, dari hak segi bekas suami untuk merujuk kepada bekas istri

35

Imam Al-Hafidz Abi Dawud, Sunan Abi Dawud, Juz 11, 105 36

M. Thalib, Perkawinan Menurut Islam, 106 37

Ibid, 105

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

35

setelah terjadi perceraian dan ada pula yang melihatnya dari segi

waktu jatuhnya cerai setelah diucapkan cerai.38

\

Jika ditinjau dari sesuai atau tidaknya dengan sunnah Nabi maka

cerai itu dibagi menjadi tiga macam39

:

1. Talak Sunni

Ialah perceraian yang didasarkan pada sunnah Nabi, yaitu

apabila seorang suami menceraikan istrinya yang telah

disetubuhi dengan cerai pertama pada saat suci, sebelum di

setubuhi.40

Atau dengan kata lain cerai yang pelaksanaannya

telah sesuai denganq petunjuk agama dalam Al-Qur’an atau

sunnah Nabi. Bentuk talak sunni yang disepakati oleh ulama

adalah cerai yang dijatuhkan ol̀eh suami yang mana si istri

waktu itu tidak dalam keadaan haid atau dalam masa suci yang

belum dicampuri oleh suaminya.41

Ada empat syarat talak sunni sebagai berikut:

a. Istri yang diceraikan sudah pernah disetubuhi. Bila cerai

yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah

disetubuhi, maka tidak termasuk talak sunni.

38

Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993),

159 39

Abdul Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), 193 40

Syekh Kamil Muhammad Uwaidah, al-Jami’ fi Fiqh an-Nisa, Terj. M. Abdul Ghofar ‚Fiqih

Wanita‛ (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998), 466 41

Zahry Hamid, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, (Yogyakarta: Bina Cipta, 1978), 74

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

36

b. Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah dicerai

yaitu dalam keadaan suci dari haid. Menurut Syafi’iyah,

perhitungan iddah bagi wanita haid ialah tiga kali suci,

bukan tiga kali haid.

c. Suami tidak pernah menyetubuhi istri selama masa suci

dimana cerai itu dijatuhkan. Cerai yang dijatuhkan oleh

suami ketika istri dalam keadaan suci dari haid tapi pernah

disetubuhi, maka tidak termasuk talak sunni.

d. Menceraikan istri harus secara bertahap (dimulai dengan

cerai satu, dua, dan tiga) dan diselingi rujuk.42

2. Talak Bid’iy

Ialah perceraian yang dilarang.43

Yaitu, cerai yang

dijatuhkan dengan cara-cara yang tidak mengikuti ketentuan Al-

Qur’an maupun Sunnah Rasul. Mengenai talak bid’iy ini

mayoritas ulama’ sepakat menyatakan bahwa perceraian

semacam ini hukumnya haram.

Adapun talak bid’iy ini jelas bertentangan dengan syari’at

yang bentuknya ada beberapa macam yaitu:44

a. Apabila seorang suami menceraikan istrinya ketika

sedang dalam keadaan nifas atau haid.

42

Tp, Ensiklopedi Hukum Islam. (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003), 1783 43

Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam, 177 44

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, 109

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

37

b. Ketika dalam keadaan suci sedang ia telah

menyetubuhinya pada masa suci tersebut, padahal

kehamilannya masih belum jelas.

c. Seorang suami mentalak tiga istrinya dengan satu

kalimat dengan tiga kalimat dalam satu waktu

(mentalak tiga sekaligus).

Adapun dari segi jelas dan tidaknya kata-kata yang dipergunakan

sebagai ucapan cerai, maka perceraian dibagi menjadi dua macam,

sebagai berikut:45

1. Talak sa>rih

Talak sa>rih ialah perceraian dengan mempergunakan kata-

kata yang jelas dan tegas, dapat dipahami dan sebagai

pernyataan cerai seketika diucapkan, tidak mungkin

dipahami lagi.

Adapun lafadz talak sarih dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Talak (cerai), seperti ucapan ‚Saya menceraikanmu dan

kamu adalah orang yang aku ceraikan‛.

2. Pisah, seperti ucapan ‚Saya memisahmu dan kamu

adalah orang yang terceraikan‛

3. Istirahat, seperti ucapan ‚Saya mengistirahatkanmu

dan kamu adalah orang yang istirahat‛.46

45

Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqh al-Mar’ah al-Muslimah, 401

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

38

Menurut Imam Syafi’i bahwa kata-kata yang

dipergunakan untuk cerai sa>rih ada tiga, yaitu talak, firaq,

dan sarah, ketiga ayat itu disebut dalam Al-Qur’an dan

hadits.

Al-Zhahiriyah mengatakan bahwa cerai tidak jatuh

kecuali dengan mempergunakan salah satu dari tiga kata

tersebut, karena syara’ telah mempergunakan kata-kata

yang telah ditetapkan oleh syara’.

Beberapa contoh talak sa>rih adalah seperti suami

berkata kepada istrinya47

:

1. Engkau saya talak sekarang juga, engkau saya

cerai sekarang juga.

2. Engkau saya firaq sekarang juga, engkau saya

pisahkan sekarang juga.

3. Engkau saya sarah sekarang juga, engkau saya

lepas sekarang juga.

Apabila suami menjatuhkan cerai terhadap istrinya dengan

cerai yang sa>rih maka menjadi jatuhlah cerai itu dengan sendirinya,

sepanjang ucapannya itu dinyatakan dalam keadaan sadar dan atas

kemauan sendiri.

46

Asy-Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazy, Terj. Fat-hul Qarib, Jilid II, 63-64 47

Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), 195

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

39

2. Talak kinayah

Talak kinayah ialah perceraian dengan

mempergunakan kata-kata sindiran, atau samar-samar. Bila

seseorang niat menceraikannya dengan mengguanakan kata

sindiran, maka jatuh cerai, dan jika tidak adanya niat, maka

tidak jatuh cerai.48

Seperti suami berkata kepada istrinya :

1. Keluarlah engkau dari rumah ini sekarang juga

2. Engkau sekarang telah jauh dari diriku

3. Pulanglah ke rumah orang tuamu sekarang juga

4. Janganlah engkau mendekati aku lagi

5. Susullah keluargamu sekarang juga

6. Engkau sekarang telah bebas merdeka hidup

sendirian

7. Selesaikan sendiri segala urusanmu

8. Engkau telah aku tinggalkan

9. Saya sekarang hidup sendirian dan hidup melajang

10. Saya telah bebas dari segala urusanmu

Menurut sebagian ulama, apabila kata-kata ini keluar dari

mulut seorang suami disertai niat cerai, maka jatuhlah cerai bagi sang

istri. Namun jika tidak disertai niat maka tidak jatuh cerai.49

Adapun perceraian ditinjau dari segi waktu terjadinya, yaitu :

48

Ibid, 65 49

Kamal Bin As-Sayyid Salim, …. 629

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

40

a) Talak Munjiz

Talak munjiz atau talak kontan adalah perceraian yang

diucapkan tanpa adanya syarat maupun penangguhan.

Talak munjiz ini dihukumi sah ketika ucapan sighat cerai

keluar dari mulut suami yaitu manakala syarat-syarat yang

lain terpenuhi,50

seperti kata-kata suami kepada istrinya

‚Aku jatuhkan ceraiku satu kali padamu‛. Ucapan

tersebut seketika akan jatuh setelah suami selesai

mengucapkannya.

b) Talak Muallaq

Talak muallaq yaitu cerai yang dapat dianggap jatuh

ketika digantungkan pada suatu syarat atau keadaan

tertentu yang akan datang. Bentuk syarat pada jenis

perceraian ini berhubungan dengan suatu tindakan atau

peristiwa, seperti ucapan suami kepada istrinya ‚apabila

engkau masih menemui lelaki itu, maka saat itu juga

ceraiku telah jatuh satu kali kepadamu‛.51

c) Talak Mudhaf

Talak mudhaf ialah perceraian yang jatuhnya disandarkan

kepada suatu masa yang akan datang, seperti suami

50

Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, ‚Fiqh Wanita‛, 441 51

Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, 169

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

41

mengatakan kepada istrinya, ‚Engkau terceraikan besok‛

atau ‚Engkau terceraikan bulan depan‛.52

Adapun dibolehkannya suami merujuk kembali bekas istrinya,

maka perceraian dibagi menjadi dua macam:

1. Talak Raj’i

Ialah perceraian dimana suami masih memiliki hak

untuk kembali kepada istrinya (rujuk) selama istrinya

masih dalam masa iddah, baik istri tersebut bersedia

dirujuk ataupun tidak.53

Dengan demikian si suami berhak

rujuk dengan istrinya tanpa akad dan mahar baru selama

rujuk itu dilakukan dalam masa iddah.

Talak yang termasuk talak raj’i ialah cerai satu atau

dua tanpa didahului tebusan dari pihak istri maka suami

boleh kembali kepada istrinya. Hal ini sebagaimana

firman Allah dalam surat Al-Baqarah Ayat 229:

52

Muhammad Yusuf Musa, Ahkamu al-Ahwal asy-Syakhsiyyah Fi al-Fiqh al-Islamy ,(Mesir : Dar

al-Kitab, 1956), 273 53

Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Khamsah, Terj. Masykur Afif

Muhammad, Idrus al-Kaff ‚Fiqih Lima Mazhab‛ (Jakarta: Lentera, 2001), 451

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

42

Artinya : ‚Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim..‛54

Ayat di atas mengandung arti bahwa perceraian yang

ditetapkan oleh Allah SWT adalah sekali seumur hidup, suami boleh

menahan istrinya dengan baik sesudah cerai yang pertama,

sebagimana boleh merujuknya sesudah talak kedua. Adapun maksud

menahannya dengan ma’ruf adalah merujuknya dan menyetubuhinya

dengan baik. Hak suami untuk rujuk itu diakui apabila talak itu talak

raj’i.

2. Talak Ba’in

Ialah perceraian yang dimana si suami tidak memiliki

hak untuk merujuk kepada istri yang diceraikannya.55

.

Menurut Ibnu Hazm, ‚Talak ba’in ialah cerai tiga kali

dengan arti sesungguhnya atau cerai sebelum dikumpuli

saja.56

Adapun talak bain dibagi menjadi dua macam:

54

Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, 53 55

M. Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab, 175 56

Ibnu Hazm, al-Muhalla, Juz X, (Cairo: Dar al-Fikr, t.th), 216

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

43

1. Talak Ba’in Sughra

Ialah cerai yang ketiga kalinya, perceraian

yang menghilangkan pemilihan bekas suami

terhadap istri tetapi tidak menghilangkan

kehalalan bekas suami terhadap istrinya. Artinya,

suami boleh merujuk kepada istrinya dengan akad

nikah dan mahar baru baik dalam masa iddah

maupun setelah berakhir masa iddah.57

Menurut

Amir Syarifudin, yang termasuk talak ba’in sughro

yaitu:

a. Pertama, cerai yang dijatuhkan sebelum

istri dikumpuli oleh suami.

b. Kedua, cerai yang dilakukan karena

tebusan atau yang disebut khulu’.

c. Ketiga, perceraian melalui putusan hakim

di pengadilan atau yang disebut fasakh.

2. Talak Ba’in Kubro

Ialah cerai yang menghilangkan hak suami

untuk menikah kembali pada istrinya, kecuali

bekas istrinya itu telah menikah lagi dengan orang

57

Abdul Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, 198

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

44

lain dan telah berkumpul, kemudian telah bercerai

serta telah habis masa iddahnya.58

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT surat

al-Baqarah ayat 230:

Artinya : ‚Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.59

Bila ditinjau dari cara suami menyampaikan cerai terhadap

istrinya sebagai berikut:

a. Talak Dengan Ucapan

Talak dengan ucapan ialah ucapan cerai yang

disampaikan suami dihadapan istrinya dan istri mendengar

secara langsung ucapan suaminya itu.60

b. Talak Dengan Tulisan

58

Djama’an Nur, Fikih Munakahat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2009), 128 59

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 56 60

Abdul Rahman Ghazaly, …., 199

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

45

Talak dengan tulisan ialah perceraian secara tertulis

yang disampaikan suami kepada istrinya, kemudian istri

membacanya dan memahami isi dan maksutnya.

Perceraian secara tertulis dapat dipandang jatuh (sah)

meski yang bersangkutan dapat mengucapkannya.

Sebagaimana cerai dengan ucapan ada talak sa>rih dan ada

talak kinayah, maka perceraian dengan tulisan pun juga

demikian. Talak sa>rih jatuh dengan pernyataan jelas

sedangkan talak kinayah bergantung pada niat suami.61

c. Talak Dengan Isyarat

Talak dengan isyarat ialah perceraian yang dilakukan

dalam bentuk isyarat oleh suami yang tuna wicara. Isyarat

bagi suami yang tunawicara (bisu) dapat dipandang

sebagai alat komunikasi untuk memberikan pengertian

dan menyampaikan maksud dan isi hati.

d. Talak Dengan Utusan

Talak dengan utusan ialah perceraian yang

disampaikan suami kepada istrinya melalui perantara

orang lain sebagai wakil untuk menyampaikan maksud

suami itu kepada istrinya.

61

Ibid

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

46

F. Sebab-sebab Terjadinya Perceraian

Suatu perceraian dapat terjadi karena ada sebab-sebab tertentu.

Maka penulis akan menjelaskan sebab-sebab tersebut dan masing-

masing akan dijelaskan sebagai berikut:62

a. Thalaq

Hukum Islam menentukan bahwa hak cerai ada pada suami

dengan alasan bahwa seorang laki-laki pada umumnya lebih

mengutamakan pemikiran dalam mempertimbangkan

sesuatu daripada wanita yang biasanya bertindak atas dasar

emosi.

b. Khulu’

Khulu’ menurut Sayuti Thalib dalam bukunya menjelaskan

perceraian berdasarkan persetujuan suami istri yang

berbentuk jatuhnya tiga kali cerai dari suami terhadap istri

dengan adanya penebusan harta atau uang oleh istrinya

yang menginginkan cerai.63

Dasar diperbolehkan Khulu’ sebagaimana firman Allah

dalam surat Al-Baqarah ayat 229:

62

Ny. Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, 105 63

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986),

115

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

47

Artinya: ‚Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya‛.64

c. Syiqaq

Syiqaq dapat diartikan perpecahan/perselisihan atau

menurut istilah fikih berarti suami istri yang diselesaikan

oleh dua orang hakam, yaitu satu orang hakam dari pihak

suami dan yang satu orang hakam dari pihak istri.

Berdasarkan firman Allah An-Nisa ayat 35 :

Artinya : ‚Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal‛.65

d. Fasakh

Fasakh adalah merusak atau melepaskan ikatan perkawinan.

Ini berarti bahwa perkawinan itu dirusakkan atau

dilepaskan atas permintaan salah satu pihak oleh hakim

Pengadilan Agama. Fasakh dapat terjadi karena sebab yang

64

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 45 65

Sulaiman Rasyid, Fikih Islam, (Jakarta: Sinar Baru Argensindo, 1996), 280

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

48

berkenaan akad (sah atau tidaknya) atau dengan sebab yang

datang setelah berlakunya akad.

e. Taklik Talaq

Taklik talaq yaitu suatu talaq yang digantungkan pada

suatu hal yang mungkin terjadi yang telah disebutkan

dalam suatu perjanjian yang telah diperjanjikan terlebih

dahulu. Sebagaimana diperbolehkannya mengadakan taklik

talak tercantum dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 128 :

Artinya: ‚Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz

atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir.‛66

f. Illa’

Illa’ ialah suami bersumpah untuk tidak menyetubuhi

istrinya, Dalam islam illa’ adalah sumpah dengan nama

Allah untuk tidak menyetubuhi istrinya. Waktunya tidak

ditentukan dan selama itu istri tidak ditalaq ataupun

diceraikan. Sehingga kalau keadaan ini berlangsung

berlarut-larut yang menderita adalah pihak dari istri karena

66

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 129

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

49

keadaannya terkatung-katung dan tidak berketentuan.

Adanya illa’ ini tercantum sebagaimana firman Allah dalam

surat al-Baqarah ayat 226-227:

Artinya: ‚Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, Maka Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.67

g. Zhihar

Zhihar dari kata zhahr, artinya punggung, maksudnya suami

berkata kepada istri, ‚engkau bagiku seperti punggung

ibuku‛.68

Bahwa zhihar ialah ucapan kasar yang dikatakan

suami kepada istrinya dengan menyerupakan istri itu

dengan ibu atau mahram suami, dengan ucapan itu

dimaksudkan untuk mengharamkan istri bagi suami.

Sebagaimana firman Allah yang tercantum dalam Al-

Qur’an surat Al-Mujaadilah Ayat 2:

67

Depag RI, Al-Qur;an dan Terjemahannya, 44-45 68

Zakiyah Drajat, Ilmu Fiqh, (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), 196

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

50

Artinya : ‚Orang-orang yang menzihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan dusta. Dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun‛.69

h. Li’an

Li’an ialah orang yang menuduh istrinya berbuat zina

dengan tidak mengajukan empat orang saksi, maka dia

harus bersumpah dengan memakai nama Allah sebanyak

empat kali bahwa dia benar dalam tuduhannya itu, dan

ditambah dengan bersumpah satu kali lagi bahwa dia akan

menerima laknat Allah apabila yang mengucapkan sumpah

itu berdusta. Sumpah li’an ini dapat mengakibatkan

putusnya perkawinan antara suami istri untuk selama-

lamanya. Dasar hukum li’an ini tercantum sebagaimana

Allah berfirman dalam Surat An-Nur Ayat 6-9 :

69

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 791

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

51

Artinya : ‚Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta.Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar‛.70

i. Kematian

Putusnya perkawinan dapat pula disebabkan karena

kematian suami atau istri. Dengan kematian salah satu

pihak, maka hak lain mempunyai hak waris atau harta

peninggalan yang meninggal. Walaupun dengan kematian,

hubungan suami dan istri tidak dimungkinkan disambung

lagi, namun bagi istri yang suaminya telah meninggal tidak

boleh segera melaksanakan perkawinan baru dengan laki-

70

Ibid, 489

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

52

laki lain sebelum masa iddahnya habis, yaitu selama empat

bulan sepuluh hari.

Perceraian melalui media elektronik adalah perceraian yang

dijatuhkan oleh suami kepada isterinya berupa pesan singkat yang

dikirimkan melalui media elektronik.

Ada beberapa perbedaan pendapat dari para ulama fiqh

kontemporer tentang cerai yang dilakukan melalui media elektronik,

sebagai berikut:

1. Saad Wahid, guru besar Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta, beliau berpendapat ‚saya melihat, cerai melalui pesan

singkat itu sudah memenuhi syar’i tetapi cerai yang dilakukan

melalui pesan singkat itu harus ditindaklanjuti sampai ke

Pengadilan Agama.71

2. KH. Prof. Dr. Umar Shihab. Beliau berpendapat, cerai itu

prinsipnya harus dinyatakan. Bisa diucapkan secara lisan atau

dalam bentuk tulisan. ‚Pesan singkat sudah memenuhi ketentuan

tulisan ini, jadi hukumnya tetap sah.72

Beliau menambahkan, di

era kecanggihan teknologi ini, orang dimungkinkan bicara dari

kejauhan menggunakan alat komunikasi. Tetapi, lebih baik cerai

71

Sujoko, Bisakah Cerai Turun Lewat Pesan Singkat, http://www.gatra.com/artikel.php?Indonesia=8211 72

Ibid,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

53

dilakukan secara lisan. Hal ini mengingat untung ruginya. Jika

cerai dilakukan dengan hanya sebuah pesan singkat, yang akan

sulit terjadi dialog, apalagi menghadirkan saksi dan penengah.

Sedangkan jika dengan secara lisan, mengandung banyak hikmah

suami bisa jadi menggagalkan niatnya untuk menceraikan setelah

keduanya berdialog. Karena pernyataan cerai bukan hal yang

biasa, maka pasangan suami istri yang hendak bercerai meski

ekstra hati-hati. Tidak boleh melakukannya dengan keadaan

marah.

3. Prof. Drs. Achmad Faishol Haq, M.Ag, seperti yang ada dalam

situs Majalah Gatra, beliau punya pendapat menarik, yakni ‚Dari

segi hukum diperbolehkan, namun dari segi akhlaq sangat tidak

dibenarkan.‛ Pendapatnya ini merujuk pada inti ajaran Islam,

yakni akidah, amaliah (termasuk hukum) dan akhlak. Apabila

melakukan perceraian melalui media elektronik dari segi hukum

memang sah akan tetapi dari aspek etika bahwa cerai melalui

media elektronik itu tidak etis.73

4. KH. A. Masduqi Mahfudz, beliau berpendapat bahwa apabila

orang yang menceraikan istrinya lewat pesan singkat itu sewaktu

menulis hatinya berniat menceraikan, maka perceraiannya sah dan

jika hatinya tidak berniat, maka perceraiannya tidak sah.74

73

Rachmat Hidayat, Bisakah Cerai Turun Lewat Pesan Singkat, http://www.gatra.com/artikel.php?Indonesia=8211 74

Mahfudz, A. Masduqi, Aula,(Mimeo: Edisi Nopember, 2001), 47

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

54

KH. Ahmad Daeroby, M. Ag. Menyatakan dalam sidang Dewan

Hisbah PP. Persatuan Islam, bahwasannya perceraian melalui pesan singkat

dianggap sah apabila memenuhi syarat-syarat :

1. Harus diyakini bahwa yang mengirimnya betul-betul

suaminya, dan bukan main-main.

2. Dibarengi dengan niat dan sighat yang sharih (jelas), bukan

kinayah (kiasan)

3. Dilakukan betul-betul dalam keadaan dharurat, dan sebaiknya

disaksikan dan dilaporkan kepada Pengadilan Agama

setempat.75

Majelis Ulama Indonesia sebagaimana hasil sidang ijtima’ Majelis

Ulama Indonesia pada tanggal 1 juli 2012 di Tasikmalaya bahwa

perceraian yang terjadi di luar persidangan (baik tulisan atau ucapan)

harus dilaporkan di depan persidangan. Artinya jika menurut majelis

hakim yang mengadili tidak memenuhi salah satu alasan perceraian, maka

perceraian tersebut hukumnya tidak sah.

Menurut ulama di Singapura yang tergabung dalam The Islamic

Religious Council of Singapore (MUIS) menyatakan pernyataan cerai

melalui media elektronik adalah tidak sah. Rifyal Ka’bah, Hakim Agung,

yang menyabet gelar master dari Departement of Social Scienses, Kairo,

mesir ini angkat bicara menanggapi soal perceraian yang dilakukan

75

Amin Muchtar, http://www.sigabah.com/beta/fatwa-dewan-hisbah-3-talaq-melalui-sms-dan-

ruju-bagi-khulu/, diakses pada 27 Agustus 2015

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

55

melalui media elektronik berupa handphone, beliau berpendapat tidak

setuju dengan penggunaan seluruh media untuk perceraian. Beliau

berpendapat teleconference dan telepon sebagai sarana yang

memungkinkan ketimbang surat elektronik (surel), pesan singkat SMS,

faksimili dll. Alasan Rifyal lebih bersifat otentifikasi media yang

digunakan. Artinya, sulit untuk memastikan bahwa surel, pesan singkat

SMS, faksimili dan dll yang dikirimkan tersebut benar-benar dikirim oleh

orang yang bersangkutan.76

Dikutip Republika.co.id, Prof. Muhammad bin Yahya bin Hasan

an-Najmi (anggota ahli di Komite Fikih Islam Internasional Jeddah)

dalam sebuah bukunya yang berjudul ‚Hukm Ibra>m ‘Uqu>d al-Ahwal as-

Syakhsiyyah wa al-‘Uqu>d at-Tija>rjari>yyah ibra> al-Wasa>il al-Li>ktra>ni>yyah

mengemukakan, para ulama berbeda pendapat soal hukum cerai yang

dijatuhkan melalui pesan.77

Ada dua kelompok berbeda pendapat

mengenai cerai melalui media elektronik sebagai berikut:

Pertama, berpendapat bahwa cerai yang ditempuh dengan cara

seperti ini dinyatakan tidak sah. Dikarnakan, bentuk

penyampaian cerai seperti ini rawan penyalahgunaan

dan memiliki tingkat keakurasian yang lemah. Ini

76

http://rangerwhite09-artikel.blogspot.co.id/2010/05/studi-perceraian-via-sms-dikalangan.html

di akses pada 10 Mei 2010 77

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/fatwa/13/12/19/my0w4z-cerai-lewat-sms-sahkah

diakses pada tanggal 14 Desember 2014

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

56

karena siapapun bisa ‚membajak‛ media-media tersebut

dan mengatasnamakan sang suami.

Kedua, berpendapat bahwa cerai jenis ini (pesan singkat) yang

dilakukan melalui media dianggap sah. Dikarnakan

hukumnya disamakan seperti cerai dengan lisan.

Prof. ahmad Umar Hasyim, Mantan Rektor Universitas Al-Azhar

Mesir, pernah memberikan saran, ‚sebaiknya, jangan sekali-kali

menempuh perceraian melalui pesan singkat. Kecuali, jika memang

terhalang akibat cacat fisik. Daripada pesan singkat, lebih baik utus

delegasi‛.78

Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh Mufti Jordania

Syaikh Nuh bin Salman al-Qudhat dan Prof. Dr. Abd. Rahman ketua

jurusan fikih perbandingan institut qadha Saudi, beliau berpendapat

membolehkan perceraian melalui internet.79

Menurut Anwar Sanusi, menceraikan istri melalui media elektonik

seperti pesan singkat BBM (Blackberry Messengger) dan SMS (Short

Message Service) itu sangat tidak lazim. Dan cerai semacam itu sudah

seharusnya diulang lagi. Beliau menambahkan, ‚Agama Islam itu hadir

untuk memuliakan manusia. Karena itu saat kita menikahi seseorang

dengan baik-baik, maka menceraikannya pun harus dengan baik-baik

juga. Kalau pada pernikahan bertemu muka dengan pihak keluarga, saat

78

Ibid, 79

http://m.kompasiana.com/post/read/91970/3/fatwa-tentang-akad-nikah-dan-cerai-melalui

internet.html diakses pada tanggal 14 Desember 2014

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

57

menceraikannya pun hendaknya bertemu muka. Jadi kembalikanlah

perempuan itu secara baik kepada keluarganya‛.80

Berdasarkan uraian diatas, maka perceraian melalui media

elektronik yang dijatuhkan seorang suami kepada istrinya dianggap sah

karena suami menyatakan niat/kehendaknya untuk bercerai dan istri

menerima pesan tersebut.

G. Hikmah Perceraian

Walaupun perceraian itu dibenci dalam suatu rumah tangga,

namun sebagai jalan terakhir bagi kehidupan rumah tangga dalam

keadaan tertentu boleh dilakukan. Hikmah dibolehkannya melakukan

perceraian itu adalah karena dinamika kehidupan rumah tangga

kadang-kadang menjurus kepada sesuatu yang bertentangan dengan

tujuan pembentukan rumah tangga. Dalam keadaan begini kalau

dilanjutkan juga rumah tangga akan menimbulkan mudharat kepada

kedua belah pihak dan orang sekitarnya. Dalam rangka menolak

terjadinya mudharat yang lebih jauh, lebih baik ditempuh perceraian

dalam bentuk cerai yang baik. Dengan demikian, cerai dalam islam

hanyalah untuk satu tujuan maslahat.

80

Edy Suherli, http://www.bintang.com/celeb/read/2360971/anwar-sanusi-perceraian-lewat-sms-

atau-bbm-tidak-lazim diakses pada 9 November 2015