bab ii tinjauan umum tentang perceraian pengertian …digilib.uinsby.ac.id/12601/5/bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN
A. Pengertian Perceraian
Perceraian menurut bahasa dalam istilah hukum islam diartikan
‚at-talak‛ yang bermakna meninggalkan atau memisahkan.1 Secara
umum cerai bermakna sebagai perceraian dalam Hukum Islam antara
suami dan istri atas kehendak suami.2 Menurut istilah perceraian
ialah segala macam bentuk perceraian yang diijatuhkan oleh suami
yang telah ditetapkan oleh hakim dan perceraian yang disebabkan
oleh meninggalnya salah seorang suami atau istri.3
Menurut bahasa perceraian ialah melepaskan tali perceraian
yang merupakan salah satu pemutus hubungan ikatan suami istri
karena sebab tertentu yang tidak memungkinkan lagi bagi suami istri
meneruskan hidup berumah tangga.4 Dalam kamus bahasa Indonesia,
kata cerai mempunyai arti bahwa perceraian antara suami dan istri
menyatakan telah hilangnya hak dan kewajiban perkawinan.5
Syekh Muhammad bin Qosim Al Ghozy dalam kitabnya yang
berjudul ‚Fathul Qorieb‛ memberikan makna cerai sebagai nama bagi
1 Atabik Ali dan A. Zuhdi Muhdor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta Multi
Karya Grafika, 2003), 1237 2 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, (Jakarta: Ihtiar Baru Van Hoeve, 2001),
1176 3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1995), 185 4 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, 261-262
5 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, t.t.), 1187
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
suatu pelepasan tali pernikahan,6
pendapat ini sejalan dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Syekh Zainudin ibnu Syekh Abdul
Aziz dalam kitabnya yang berjudul ‚Fathul Mu’in‛ menjelaskan
bahwa cerai diartikan sebagai cara melepaskan ikatan akad nikah
dengan lafdz tertentu.7
Wahyono Darmabrata mendefinisikan perceraian adalah
putusnya perkawinan yang bersifat tetap yang dilakukan oleh suami
istri berdasarkan alasan-alasan tertentu yang ditentukan dalam
undang-undang.8
Menurut Amir Syarifuddin, terdapat tiga kata kuci yang
menunjukkan hakikat dari perceraian, yaitu :
Pertama : Meninggalkan atau melepaskan, artinya bahwa
perceraian ialah melepaskan sesuatu yang selama ini telah terikat,
yaitu ikatan perkawinan.
Kedua : Ikatan perkawinan yang mengandung arti bahwa
perceraian itu mengakhiri hubungan perkawinan yang terjalin selama
ini. Jika ikatan perkawinan mengakibatkan halalnya seseorang
melakukan hubungan antara suami istri, maka sebaliknya, jika telah
dibuka ikatan tersebut maka haram bagi keduanya untuk melakukan
hubungan suami istri.
6 Syekh Muhammad bin Q osim Al Ghozy, Fathul Qorieb, Jilid 2, (Jakarta: Alih Bahasa Ahmad
Sunarto, Al Hidayah, 1992), 63 7 Syekh Zainudin ibnu Syekh Abdul Aziz, Fathul Mu’in, (Surabaya: Alih Bahasa, Ali As’ad, Al
Hidayah, 2000), 135 8 Wahyono Darmabrata, Hukum Perkawinan Menurut KUHPerdata, 2 (Depok: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia), 14
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
Ketiga : lafadz ta-la-qa mengandung arti bahwa perkawinan itu
putus melalui ucapan yang menggunakan kata-kata cerai. Karena
kata-kata cerai mengakibatkan putusnya perkawinan.9
Sebagaimana telah dipaparkan diatas, bahwa perceraian
merupakan salah satu bentuk putusnya perkawinan antara suami dan
istri karena sebab-sebab tertentu yang memang sudah tidak
diteruskan lagi dalam ikatan perkawinan mereka, maka dapat diambil
kesimpulan bahwasannya perceraian merupakan pemutus hubungan
suami dan istri serta hilanglah pula hak dan kewajiban suami istri.
B. Dasar dan Hukum Perceraian
Dalam Al-Qur’an memang tidak terdapat ayat-ayat yang
menyuruh atau melarang eksistensi perceraian itu, namun isinya
hanya sekedar mengatur bila perceraian itu terjadi. Di dalam hal
perceraian dasar-dasar perceraian itu dapat di lihat dari beberapa ayat
Al-Qur’an atau Hadis.
Adapun yang mendasari diperbolehkan perceraian adalah
sebagai berikut:
1. Surat Al-Baqarah Ayat 227
9 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2006), 199
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
Artinya : ‚Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui‛.10
2. Surat Al-Baqarah Ayat 229
Artinya : ‚Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya ( suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim‛.11
3. Surat At-Thalaq Ayat 1
10
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 45 11
Deparg RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan penyelenggara Al-qur’an/tafsir ,
1986)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
Artinya : ‚Hai nabi, apabila kamu menceraikan Isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)‛.12
4. Hadist
ابغض الحالل الى هللا الطالق13
Artinya : ‚Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah ialah thalaq‛.
Agama Islam membolehkan suami istri melakukan perceraian,
namun harus dengan alasan-alasan tertentu, kendati perceraian itu
sangat dibenci oleh Allah SWT.14
Namun demikian, Rasulullah memberikan catatan bahwa Allah
sangat membenci itu meskipun halal dilakukan. Dan Rasulullah juga
menegaskan agar keluarga muslim dapat mempertahankan hubungan
suami istri hingga akhir hayat dan menghindari perceraian yang
memiliki dampak negatif terhadap perkembangan anak.15
Dilihat dari konteks para ulama mempunyai beberapa macam
hukum sesuai dengan keadaan dan masalah yang dihadapi oleh
keluarga tersebut, adapun sebab-sebab dan alasan terjadinya
12
Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV. Penerbit J-Art, 2005), 558 13
Abi Dawud Sulaiman bin As ‘as-Sajsatani, Sunnah Abu Dawud, juz I, 500 14
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), 102 15
Satria Efendi M.Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta : Kencana,
2004), 48
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
perceraian itu adakalanya menyebabkan kedudukan perceraian
menjadi wajib, makruh, mubah, sunnah, dan haram.16
Adapun dari segi hukum cerai terbagi menjadi beberapa
kategori :
1. Wajib
Apabila terjadi konflik antar pasangan suami istri, lalu tidak
ada jalan yang dapat ditempuh kecuali dengan
mendatangkan hakim yang mengurus perkara keduanya.
Jika hakim tersebut memandang bahwa perceraian lebih
baik bagi mereka, maka saat itulah cerai menjadi wajib.17
2. Makruh
Apabila perceraian antara suami istri yang dilakukan tanpa
adanya tuntutan dan kebutuhan atau perceraian dijatuhkan
kepada istri yang sholehah atau istri yang berbudi mulia.18
3. Mubah
Perceraian yang dilakukan hanya karena ada kebutuhan,
seperti, menceraikan istri yang tidak di cintai atau tidak di
sukainya lagi sehingga suami tidak mau menyetubuhinya
dan tidak memberi nafkah.19
16
Syaikh Hasan Ayub, Fikih Keluarga, (t.t., Pustaka Al-Kautsar , 2006), 208 17
Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 50 18
Peunoh Dally, Hukum Perkawinan Islam suatu Studi Perbandingan, (Jakarta : Bulan Bintang,
1988), 250-252 19
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001) 265
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
4. Sunnah
Perceraian yang dilakukan hanya pada saat istri
mengabaikan perintah Allah SWT, seperti shalat, puasa, dan
kewajiban lainnya. Sedangkan suami juga sudah tidak
mampu memaksanya dan tidak mampu berumah tangga
dengan istrinya.20
Menurut Imam Ahmad bahwa istri
tersebut tidak patut dipertahankan karena dapat mengurangi
iman suami. Dalam kondisi rumah tangga yang seperti ini
suami tidak salah bertindak keras kepada istrinya, agar ia
mau menebus dirinya dengan mengembalikan maharnya
untuk bercerai. Sebagaimana firman Allah SWT surat an-
Nisa’ ayat 19 :
Artinya : ‚Dan janganlah kamu (suami) menghalangi mereka (istri-istri) karena kepada mereka hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan perbuatan keji dengan terang-terangan.‛21
5. Haram
Apabila perceraian dilakukan tanpa alasan yang dibenarkan,
seperti:
Pertama : menceraikan istri yang dimadu yang tidak
dipenuhi gilirannya atau menceraikannya
20
H.S.A Al-Hamdani. Risalah Nikah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1989), 204-205 21
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 74
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
si suami yang sedang sakit keras dengan
maksud bila ia mati, istri tidak dapat harta
pusakanya.
Kedua : Menceraikan istrinya dengan cerai tiga
sekaligus atau cerai satu tetapi disebut
berulang kali sehingga cukup tiga kali atau
lebih
Ketiga : Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi
Keempat : Menceraikan istri ketika sedang haid atau
nifas22
Dari beberapa pemaparan dasar dan hukum perceraian di atas, sudah
jelas betapa tinggi nilai dan kesucian Islam terhadap ikatan
perkawinan, kesungguhan dalam menjaga keutuhan rumah tangga
yang telah diatur sedemikian rupa, agar mencapai keluarga harmonis,
bahagia, dan sejahtera. Akan tetapi, adakalanya dalam mengarungi
keutuhan rumah tangga tidak selamnya tercipta kondisi yang
harmonis, terkadang terjadi kesalahpahaman antara suami istri, salah
satu pihak melalaikan kewajibannya, terlebih lagi tidak mempercayai
satu sama lain. Dalam keadaan yang seperti ini diperlukan sifat arif
dan bijaksana dari suami maupun istri dalam menyelesaikan
permasalahan yang terjadi diantara keduanya. Namun jika berbagai
cara sudah ditempuh untuk menyelesaikan masalah tersebut, dan
22
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000)159
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
tidak mendapatkan jalan yang terbaik, maka sebagai alternatif
terakhir ajaran Islam membolehkan untuk melakukan perceraian jika
hal itu memberi kemaslahatan bagi keduanya.
Adapun hal-hal yang memberikan wewenang kepada suami untuk
menjatuhkan cerai kepada istrinya. Hal ini dikarenakan:
1. Akad nikah dipegang oleh suami, suamilah yang menerima ijab
dari pihak istri waktu dilaksanakan akad nikah.
2. Suami wajib memberi mahar kepada istrinya diwaktu akad dan
dianjurkan membawa uang mut’ah (pemberian suka rela dari
suami kepada istrinya) setelah suami menceraikan istrinya.
3. Suami wajib memberi nafkah istrinya pada masa perkawinannya
daripula iddah apabila ia menceraikannya.
4. Perintah-perintah menceraikan dalam Al-Qu’an dan Al-Hadist
banyak ditujukan kepada suami.
5. Suami lebih mengutamakan pemikiran dalam mempertimbangkan
sesuatu daripada istri yang biasanya bertindak atas dasar emosi.23
C. Rukun Perceraian
Rukun adalah bagian yang harus terpenuhi yang batal jika tidak
terpenuhi. Sedangkan syarat adalah sesuatu yang menjadi tempat
23
Ny. Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, 106
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
bergantung wujudnya hukum. Tidak ada syarat berarti pasti tidak
adanya hukum, tetapi wujudnya syarat tidak pasti wujudnya hukum.
Ada beberapa unsur perceraian yang berperan di dalam rukun,
dan masing-masing rukun itu terdapat beberapa persyaratan. Dan
diantara persyaratan itu ada yang disepakati oleh para ulama dan
sebagiannya menjadi perdebatan dikalangan ulama.
Adapun rukun dalam cerai adalah sebagai berikut:
a. Suami
Suami ialah orang yang memiliki hak untuk menceraikan
istrinya, selain suami tidak berhak menceraikan istrinya.
Artinya, apabila ada seseorang laki-laki yang
menjayuhkan cerai kepada selain istrinya, maka cerai
tersebut tidak jatuh.
b. Istri
Istri yang di ceraikan suaminya yaitu istri yang secara
hukum masih terikat perkawinan dengannya. Meskipun
perempuan itu telah dicerai suaminya, namun masih
berada dalam masa iddahnya. Adapun syarat sahnya istri
yang diceraikan sebagai berikut:
a) Istri masih tetap berada dalam perlindungan
kekuasaan suami.
b) Kedudukan istri yang dicerai itu harus berdasarkan
atas akad perkawinan yang sah.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
c. Lafadz atau Ucapan Cerai
Ucapan suami disampaikan terhadap istrinya yang
menunjukkan arti cerai, baik itu berupa sarih (jelas) atau
lafadz yang lain yang semakna dengan itu atau
terjemahannya sama-sama diketahui sebagai ucapan yang
memutuskan hubungan pernikahan, dan juga ucapan cerai
itu tidak langsung terus terang atau disebut kinayah
(sindiran), maka dari itu dibutuhkan niat dari seorang
suami yang melafadzkannya.24
Adapun syarat dalam sighat cerai yaitu sebagai berikut:
a) Lafadz yang menunjukkan arti melepaskan suatu
ikatan pernikahan, baik secara sharih atau kinayah.25
Para ulama berpendapat bahwa perceraian terjadi
bila suami yang menceraikan istrinya mengucapkan
lafadz tertentu yang menyatakan bahwa istrinya itu
telah lepas dari wilayahnya, maka jatuhlah cerai
tersebut. Oleh karena itu, kalau suami hanya sekadar
berkeinginan atau meniatkan tetapi belum
mengucapkan apa-apa, maka belum jatuh cerai.26
Kemudian al-Zuhriy berbeda pendapat dengan
para ulama yang diatas, bahwasannya meskipun
24
Syaikh Kamil ‘Uwaidah, al-Jami’ fi Fiqh an-Nisa, Terj. M. Abdul Ghoffar ‚Fiqh Wanita‛, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998), 437 25
Djama’an Nur , Fiqh Munakahat, (Semarang: Dimas, 1993), 193 26
Amir Syarifuddin, …,, 208
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
tidak diucapkannya, tetapi ia telah berniat untuk
menceraikan istrinya, maka jatuhlah cerai.27
b) Al-Qashdu (Sengaja) Ialah ucapan kata cerai
memang dimaksudkan oleh yang mengucapkannya
untuk bercerai, bukan untuk maksud lain. Cerai
harus memenuhi rukun dan syarat tertentu, baik
yang berhubungan dengan suami yang menceraikan
dan istri yang diceraikan.28
Oleh karena itu, salah
ucap yang tidak dimaksud untuk cerai dipandang
tidak jatuh cerai.
D. Syarat-Syarat Perceraian
Cerai ialah perbuatan hukum dari seorang suami yang
dilakukan terhadap istrinya, perbuatan yang dapat mengakibatkan
hukum yang sangat luas bagi seseorang dan keluarrganya, bisa juga
mengubah corak hidup kekeluargaan menjadi lebih baik atau dapat
menjadi lebih buruk. Karena itu islam mensyaratkan suami yang
menjatuhkan cerai harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai
berikut :
a. Berakal, suami tidak boleh gila karena tidak sah dan tidak
akan jatuh cerai.
27
Al-Imam Muwaffiq al-Din Abdullah bin Ahmad bin Qudamah al-Maqdisi, al-Mughni, Juz VIII,
(Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.th), 385 28
Yusuf Qardhawi, Fikih Wanita, .. . ., 55-56
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
b. Baligh, menunjukkan seseorang telah mencapai kedewasaan
atau telah sampainya usia seseorang pada tahap kedewasaan.
c. Atas kemauan sendiri, mempunyai kehendak pada diri suami
untuk menjatuhkan cerai itu dan dijatuhkan atas pilihan
sendiri bukan dipaksa orang lain.
d. Betul-betul bermaksud menjatuhkan cerai, kalau seorang
suami mengucapkan cerai karena lupa, keliru atau main-main,
maka cerainya dianggap jatuh.29
Adapun syarat-syarat sahnya cerai untuk istri, yaitu:
a. Istri telah terikat dengan perkawinan yang sah dengan
suaminya. Apabila akad nikahnya diragukan kesahannya,
maka istri tidak dapat diceraikan oleh suaminya.
b. Istri harus dalam keadaan suci yang belum disetubuhi oleh
suaminya dalam waktu suci tersebut
c. Istri yang sedang hamil.30
Dengan demikan jelas bahwa apabila salah satu rukun dan
syarat diatas tersebut tidak dipenuhi, maka cerai yang dijatuhkan
oleh suami dianggap tidak sah, karena itu tidak membawa akibat
hukum apapun. Berkenaaan dengan syarat-syarat yang ada pada
29
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali, 441-442 30
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Yogyakarta: Liberty,
2004), 107
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
suami waktu menjatuhkan cerai, maka akan menimbulkan persoalan-
persoalan sebagai berikut:
a. Cerai orang yang dipaksa
Paksaan atau terpaksa berarti bukan dengan pilihan dan kehendak
sendiri, pilihan dan kehendak merupakan dasar taklif
(pembebanan agama).31
Hal ini disamakan dengan orang yang
dipaksa menjadi kafir padahal hatinya tetap beriman, dan agama
tidak menghukum orang itu sebagai orang kafir. Berdasarkan
firman Allah surat an-Nahl Ayat 106:
Artinya : ‚Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar‛.32
Berdasarkan keterangan diatas, jumhur ulama berpendapat
bahwa cerai yang dijatuhkan oleh suami yang terpaksa
menjatuhkannya itu adalah tidak sah.
31
M. Thalib, Perkawinan Menurut Islam, (Surabaya: al-Ikhlas, 1993), 104 32
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 418
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
b. Cerai orang yang mabuk
Cerai yang dijatuhkan oleh suami dalam keadaan mabuk adalah
tidak sah, karena kedudukannya sama dengan orang gila, yakni
sama-sama hilang akalnya. Hal ini terjadi ikhtilaf disebabkan
mabuk itu mempunyai tiga tahapan yaitu:
- Permulaan, timbul rasa senang dan masih ada kesadaran,
ketika minuman keras masuk kedalam mulut.
- Pertengahan, ucapan yang tidak teratur, sikap yang tidak
menentu, akan tetapi masih dapat membedakan sesuatu dan
masih mempunyai pengertian.
- Teratas, tidak sadar diri, tubuh tidak bergerak, akal hilang dan
tidak bercakap-cakap.
Sebagaimana yang tercantum pada Al-Qur’an surat An-Nisa’
ayat 43:
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
Artinya : ‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub. terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.‛33
c. Cerai orang yang marah
Arti marah adalah marah yang membuat orangnya tidak sadar
akan ucapannya, tidak tahu apa yang keluar dari mulutnya. Cerai
seperti ini dianggap tidak sah, karena orangnya tidak mempunyai
niat/kehendak untuk menceraikan. Berdasarkan Riwayat dari
Rasulullah SAW yang berbunyi: ‚Tidak sah thalaq dan
memerdekakan budak dalam keadaan marah. (Riwayat Ahmad,
Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Hakim dari Aisyah).‛34
d. Cerai orang yang bersenda gurau
Orang yang bersenda gurau yakni orang yang mengucapkan
sesuatu dengan tidak mempunyai maksud yang sebenarnya, tetapi
hanya main-main. Cerai ini dianggap sah berdarkan hadis Nabi
Muhammad SAW : ‚Dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah SAW
33
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 125 34
H.S.A. Al Hamdani Terj. Agus Salim, Risalah Nikah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1989), 204-205
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
bersabda, tiga perkara sesungguhnya dipandang benar dan marah-
marah dipandang benar pula, yaitu, nikah, talak , dan rujuk.35
e. Cerai tanpa sadar
Arti cerai tanpa sadar yaitu suami yang menceraikan istrinya
tetapi tidak tahu lagi dengan apa yang dikatakannya karena
sesuatu kejadian hebat yang menimpanya. Sehingga hilang
akalnya dan berubah pikirannya. Maka cerai seperti ini dianggap
tidak sah, karena disamakan sebagaimana tidak sahnya cerainya
orang gila, lupa ingatan, sakit, pingsan dan orang tua yang rusak
akalnya karena faktor tua, serta karena musibah yang tiba-tiba.36
f. Cerai karena keliru
Cerai karena keliru Yaitu orang yang mengucapkan kata-katanya
keliru sehingga terucapkan kata cerai. Dalam hal ini para ahli fiqh
berpendapat bahwa pengadilan boleh memutuskan berdasarkan
lahir ucapannya, tetapi secara agama cerainya tidak berlaku dan
istrinya tetap halal baginya.37
E. Macam-Macam Perceraian
Pada dasarnya perceraian terdiri dari beberapa sudut pandang
yang diantaranya ada yang dari sesuai atau tidaknya dengan sunnah
Nabi, dari hak segi bekas suami untuk merujuk kepada bekas istri
35
Imam Al-Hafidz Abi Dawud, Sunan Abi Dawud, Juz 11, 105 36
M. Thalib, Perkawinan Menurut Islam, 106 37
Ibid, 105
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
setelah terjadi perceraian dan ada pula yang melihatnya dari segi
waktu jatuhnya cerai setelah diucapkan cerai.38
\
Jika ditinjau dari sesuai atau tidaknya dengan sunnah Nabi maka
cerai itu dibagi menjadi tiga macam39
:
1. Talak Sunni
Ialah perceraian yang didasarkan pada sunnah Nabi, yaitu
apabila seorang suami menceraikan istrinya yang telah
disetubuhi dengan cerai pertama pada saat suci, sebelum di
setubuhi.40
Atau dengan kata lain cerai yang pelaksanaannya
telah sesuai denganq petunjuk agama dalam Al-Qur’an atau
sunnah Nabi. Bentuk talak sunni yang disepakati oleh ulama
adalah cerai yang dijatuhkan ol̀eh suami yang mana si istri
waktu itu tidak dalam keadaan haid atau dalam masa suci yang
belum dicampuri oleh suaminya.41
Ada empat syarat talak sunni sebagai berikut:
a. Istri yang diceraikan sudah pernah disetubuhi. Bila cerai
yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah
disetubuhi, maka tidak termasuk talak sunni.
38
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993),
159 39
Abdul Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), 193 40
Syekh Kamil Muhammad Uwaidah, al-Jami’ fi Fiqh an-Nisa, Terj. M. Abdul Ghofar ‚Fiqih
Wanita‛ (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998), 466 41
Zahry Hamid, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, (Yogyakarta: Bina Cipta, 1978), 74
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
b. Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah dicerai
yaitu dalam keadaan suci dari haid. Menurut Syafi’iyah,
perhitungan iddah bagi wanita haid ialah tiga kali suci,
bukan tiga kali haid.
c. Suami tidak pernah menyetubuhi istri selama masa suci
dimana cerai itu dijatuhkan. Cerai yang dijatuhkan oleh
suami ketika istri dalam keadaan suci dari haid tapi pernah
disetubuhi, maka tidak termasuk talak sunni.
d. Menceraikan istri harus secara bertahap (dimulai dengan
cerai satu, dua, dan tiga) dan diselingi rujuk.42
2. Talak Bid’iy
Ialah perceraian yang dilarang.43
Yaitu, cerai yang
dijatuhkan dengan cara-cara yang tidak mengikuti ketentuan Al-
Qur’an maupun Sunnah Rasul. Mengenai talak bid’iy ini
mayoritas ulama’ sepakat menyatakan bahwa perceraian
semacam ini hukumnya haram.
Adapun talak bid’iy ini jelas bertentangan dengan syari’at
yang bentuknya ada beberapa macam yaitu:44
a. Apabila seorang suami menceraikan istrinya ketika
sedang dalam keadaan nifas atau haid.
42
Tp, Ensiklopedi Hukum Islam. (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003), 1783 43
Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam, 177 44
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, 109
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
b. Ketika dalam keadaan suci sedang ia telah
menyetubuhinya pada masa suci tersebut, padahal
kehamilannya masih belum jelas.
c. Seorang suami mentalak tiga istrinya dengan satu
kalimat dengan tiga kalimat dalam satu waktu
(mentalak tiga sekaligus).
Adapun dari segi jelas dan tidaknya kata-kata yang dipergunakan
sebagai ucapan cerai, maka perceraian dibagi menjadi dua macam,
sebagai berikut:45
1. Talak sa>rih
Talak sa>rih ialah perceraian dengan mempergunakan kata-
kata yang jelas dan tegas, dapat dipahami dan sebagai
pernyataan cerai seketika diucapkan, tidak mungkin
dipahami lagi.
Adapun lafadz talak sarih dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Talak (cerai), seperti ucapan ‚Saya menceraikanmu dan
kamu adalah orang yang aku ceraikan‛.
2. Pisah, seperti ucapan ‚Saya memisahmu dan kamu
adalah orang yang terceraikan‛
3. Istirahat, seperti ucapan ‚Saya mengistirahatkanmu
dan kamu adalah orang yang istirahat‛.46
45
Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqh al-Mar’ah al-Muslimah, 401
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
Menurut Imam Syafi’i bahwa kata-kata yang
dipergunakan untuk cerai sa>rih ada tiga, yaitu talak, firaq,
dan sarah, ketiga ayat itu disebut dalam Al-Qur’an dan
hadits.
Al-Zhahiriyah mengatakan bahwa cerai tidak jatuh
kecuali dengan mempergunakan salah satu dari tiga kata
tersebut, karena syara’ telah mempergunakan kata-kata
yang telah ditetapkan oleh syara’.
Beberapa contoh talak sa>rih adalah seperti suami
berkata kepada istrinya47
:
1. Engkau saya talak sekarang juga, engkau saya
cerai sekarang juga.
2. Engkau saya firaq sekarang juga, engkau saya
pisahkan sekarang juga.
3. Engkau saya sarah sekarang juga, engkau saya
lepas sekarang juga.
Apabila suami menjatuhkan cerai terhadap istrinya dengan
cerai yang sa>rih maka menjadi jatuhlah cerai itu dengan sendirinya,
sepanjang ucapannya itu dinyatakan dalam keadaan sadar dan atas
kemauan sendiri.
46
Asy-Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazy, Terj. Fat-hul Qarib, Jilid II, 63-64 47
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), 195
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
2. Talak kinayah
Talak kinayah ialah perceraian dengan
mempergunakan kata-kata sindiran, atau samar-samar. Bila
seseorang niat menceraikannya dengan mengguanakan kata
sindiran, maka jatuh cerai, dan jika tidak adanya niat, maka
tidak jatuh cerai.48
Seperti suami berkata kepada istrinya :
1. Keluarlah engkau dari rumah ini sekarang juga
2. Engkau sekarang telah jauh dari diriku
3. Pulanglah ke rumah orang tuamu sekarang juga
4. Janganlah engkau mendekati aku lagi
5. Susullah keluargamu sekarang juga
6. Engkau sekarang telah bebas merdeka hidup
sendirian
7. Selesaikan sendiri segala urusanmu
8. Engkau telah aku tinggalkan
9. Saya sekarang hidup sendirian dan hidup melajang
10. Saya telah bebas dari segala urusanmu
Menurut sebagian ulama, apabila kata-kata ini keluar dari
mulut seorang suami disertai niat cerai, maka jatuhlah cerai bagi sang
istri. Namun jika tidak disertai niat maka tidak jatuh cerai.49
Adapun perceraian ditinjau dari segi waktu terjadinya, yaitu :
48
Ibid, 65 49
Kamal Bin As-Sayyid Salim, …. 629
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
a) Talak Munjiz
Talak munjiz atau talak kontan adalah perceraian yang
diucapkan tanpa adanya syarat maupun penangguhan.
Talak munjiz ini dihukumi sah ketika ucapan sighat cerai
keluar dari mulut suami yaitu manakala syarat-syarat yang
lain terpenuhi,50
seperti kata-kata suami kepada istrinya
‚Aku jatuhkan ceraiku satu kali padamu‛. Ucapan
tersebut seketika akan jatuh setelah suami selesai
mengucapkannya.
b) Talak Muallaq
Talak muallaq yaitu cerai yang dapat dianggap jatuh
ketika digantungkan pada suatu syarat atau keadaan
tertentu yang akan datang. Bentuk syarat pada jenis
perceraian ini berhubungan dengan suatu tindakan atau
peristiwa, seperti ucapan suami kepada istrinya ‚apabila
engkau masih menemui lelaki itu, maka saat itu juga
ceraiku telah jatuh satu kali kepadamu‛.51
c) Talak Mudhaf
Talak mudhaf ialah perceraian yang jatuhnya disandarkan
kepada suatu masa yang akan datang, seperti suami
50
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, ‚Fiqh Wanita‛, 441 51
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, 169
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
mengatakan kepada istrinya, ‚Engkau terceraikan besok‛
atau ‚Engkau terceraikan bulan depan‛.52
Adapun dibolehkannya suami merujuk kembali bekas istrinya,
maka perceraian dibagi menjadi dua macam:
1. Talak Raj’i
Ialah perceraian dimana suami masih memiliki hak
untuk kembali kepada istrinya (rujuk) selama istrinya
masih dalam masa iddah, baik istri tersebut bersedia
dirujuk ataupun tidak.53
Dengan demikian si suami berhak
rujuk dengan istrinya tanpa akad dan mahar baru selama
rujuk itu dilakukan dalam masa iddah.
Talak yang termasuk talak raj’i ialah cerai satu atau
dua tanpa didahului tebusan dari pihak istri maka suami
boleh kembali kepada istrinya. Hal ini sebagaimana
firman Allah dalam surat Al-Baqarah Ayat 229:
52
Muhammad Yusuf Musa, Ahkamu al-Ahwal asy-Syakhsiyyah Fi al-Fiqh al-Islamy ,(Mesir : Dar
al-Kitab, 1956), 273 53
Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Khamsah, Terj. Masykur Afif
Muhammad, Idrus al-Kaff ‚Fiqih Lima Mazhab‛ (Jakarta: Lentera, 2001), 451
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
Artinya : ‚Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim..‛54
Ayat di atas mengandung arti bahwa perceraian yang
ditetapkan oleh Allah SWT adalah sekali seumur hidup, suami boleh
menahan istrinya dengan baik sesudah cerai yang pertama,
sebagimana boleh merujuknya sesudah talak kedua. Adapun maksud
menahannya dengan ma’ruf adalah merujuknya dan menyetubuhinya
dengan baik. Hak suami untuk rujuk itu diakui apabila talak itu talak
raj’i.
2. Talak Ba’in
Ialah perceraian yang dimana si suami tidak memiliki
hak untuk merujuk kepada istri yang diceraikannya.55
.
Menurut Ibnu Hazm, ‚Talak ba’in ialah cerai tiga kali
dengan arti sesungguhnya atau cerai sebelum dikumpuli
saja.56
Adapun talak bain dibagi menjadi dua macam:
54
Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, 53 55
M. Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab, 175 56
Ibnu Hazm, al-Muhalla, Juz X, (Cairo: Dar al-Fikr, t.th), 216
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
1. Talak Ba’in Sughra
Ialah cerai yang ketiga kalinya, perceraian
yang menghilangkan pemilihan bekas suami
terhadap istri tetapi tidak menghilangkan
kehalalan bekas suami terhadap istrinya. Artinya,
suami boleh merujuk kepada istrinya dengan akad
nikah dan mahar baru baik dalam masa iddah
maupun setelah berakhir masa iddah.57
Menurut
Amir Syarifudin, yang termasuk talak ba’in sughro
yaitu:
a. Pertama, cerai yang dijatuhkan sebelum
istri dikumpuli oleh suami.
b. Kedua, cerai yang dilakukan karena
tebusan atau yang disebut khulu’.
c. Ketiga, perceraian melalui putusan hakim
di pengadilan atau yang disebut fasakh.
2. Talak Ba’in Kubro
Ialah cerai yang menghilangkan hak suami
untuk menikah kembali pada istrinya, kecuali
bekas istrinya itu telah menikah lagi dengan orang
57
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, 198
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
lain dan telah berkumpul, kemudian telah bercerai
serta telah habis masa iddahnya.58
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT surat
al-Baqarah ayat 230:
Artinya : ‚Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.59
Bila ditinjau dari cara suami menyampaikan cerai terhadap
istrinya sebagai berikut:
a. Talak Dengan Ucapan
Talak dengan ucapan ialah ucapan cerai yang
disampaikan suami dihadapan istrinya dan istri mendengar
secara langsung ucapan suaminya itu.60
b. Talak Dengan Tulisan
58
Djama’an Nur, Fikih Munakahat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2009), 128 59
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 56 60
Abdul Rahman Ghazaly, …., 199
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
Talak dengan tulisan ialah perceraian secara tertulis
yang disampaikan suami kepada istrinya, kemudian istri
membacanya dan memahami isi dan maksutnya.
Perceraian secara tertulis dapat dipandang jatuh (sah)
meski yang bersangkutan dapat mengucapkannya.
Sebagaimana cerai dengan ucapan ada talak sa>rih dan ada
talak kinayah, maka perceraian dengan tulisan pun juga
demikian. Talak sa>rih jatuh dengan pernyataan jelas
sedangkan talak kinayah bergantung pada niat suami.61
c. Talak Dengan Isyarat
Talak dengan isyarat ialah perceraian yang dilakukan
dalam bentuk isyarat oleh suami yang tuna wicara. Isyarat
bagi suami yang tunawicara (bisu) dapat dipandang
sebagai alat komunikasi untuk memberikan pengertian
dan menyampaikan maksud dan isi hati.
d. Talak Dengan Utusan
Talak dengan utusan ialah perceraian yang
disampaikan suami kepada istrinya melalui perantara
orang lain sebagai wakil untuk menyampaikan maksud
suami itu kepada istrinya.
61
Ibid
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
F. Sebab-sebab Terjadinya Perceraian
Suatu perceraian dapat terjadi karena ada sebab-sebab tertentu.
Maka penulis akan menjelaskan sebab-sebab tersebut dan masing-
masing akan dijelaskan sebagai berikut:62
a. Thalaq
Hukum Islam menentukan bahwa hak cerai ada pada suami
dengan alasan bahwa seorang laki-laki pada umumnya lebih
mengutamakan pemikiran dalam mempertimbangkan
sesuatu daripada wanita yang biasanya bertindak atas dasar
emosi.
b. Khulu’
Khulu’ menurut Sayuti Thalib dalam bukunya menjelaskan
perceraian berdasarkan persetujuan suami istri yang
berbentuk jatuhnya tiga kali cerai dari suami terhadap istri
dengan adanya penebusan harta atau uang oleh istrinya
yang menginginkan cerai.63
Dasar diperbolehkan Khulu’ sebagaimana firman Allah
dalam surat Al-Baqarah ayat 229:
62
Ny. Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, 105 63
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986),
115
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
Artinya: ‚Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya‛.64
c. Syiqaq
Syiqaq dapat diartikan perpecahan/perselisihan atau
menurut istilah fikih berarti suami istri yang diselesaikan
oleh dua orang hakam, yaitu satu orang hakam dari pihak
suami dan yang satu orang hakam dari pihak istri.
Berdasarkan firman Allah An-Nisa ayat 35 :
Artinya : ‚Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal‛.65
d. Fasakh
Fasakh adalah merusak atau melepaskan ikatan perkawinan.
Ini berarti bahwa perkawinan itu dirusakkan atau
dilepaskan atas permintaan salah satu pihak oleh hakim
Pengadilan Agama. Fasakh dapat terjadi karena sebab yang
64
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 45 65
Sulaiman Rasyid, Fikih Islam, (Jakarta: Sinar Baru Argensindo, 1996), 280
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
berkenaan akad (sah atau tidaknya) atau dengan sebab yang
datang setelah berlakunya akad.
e. Taklik Talaq
Taklik talaq yaitu suatu talaq yang digantungkan pada
suatu hal yang mungkin terjadi yang telah disebutkan
dalam suatu perjanjian yang telah diperjanjikan terlebih
dahulu. Sebagaimana diperbolehkannya mengadakan taklik
talak tercantum dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 128 :
Artinya: ‚Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz
atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir.‛66
f. Illa’
Illa’ ialah suami bersumpah untuk tidak menyetubuhi
istrinya, Dalam islam illa’ adalah sumpah dengan nama
Allah untuk tidak menyetubuhi istrinya. Waktunya tidak
ditentukan dan selama itu istri tidak ditalaq ataupun
diceraikan. Sehingga kalau keadaan ini berlangsung
berlarut-larut yang menderita adalah pihak dari istri karena
66
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 129
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
keadaannya terkatung-katung dan tidak berketentuan.
Adanya illa’ ini tercantum sebagaimana firman Allah dalam
surat al-Baqarah ayat 226-227:
Artinya: ‚Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, Maka Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.67
g. Zhihar
Zhihar dari kata zhahr, artinya punggung, maksudnya suami
berkata kepada istri, ‚engkau bagiku seperti punggung
ibuku‛.68
Bahwa zhihar ialah ucapan kasar yang dikatakan
suami kepada istrinya dengan menyerupakan istri itu
dengan ibu atau mahram suami, dengan ucapan itu
dimaksudkan untuk mengharamkan istri bagi suami.
Sebagaimana firman Allah yang tercantum dalam Al-
Qur’an surat Al-Mujaadilah Ayat 2:
67
Depag RI, Al-Qur;an dan Terjemahannya, 44-45 68
Zakiyah Drajat, Ilmu Fiqh, (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), 196
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
50
Artinya : ‚Orang-orang yang menzihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan dusta. Dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun‛.69
h. Li’an
Li’an ialah orang yang menuduh istrinya berbuat zina
dengan tidak mengajukan empat orang saksi, maka dia
harus bersumpah dengan memakai nama Allah sebanyak
empat kali bahwa dia benar dalam tuduhannya itu, dan
ditambah dengan bersumpah satu kali lagi bahwa dia akan
menerima laknat Allah apabila yang mengucapkan sumpah
itu berdusta. Sumpah li’an ini dapat mengakibatkan
putusnya perkawinan antara suami istri untuk selama-
lamanya. Dasar hukum li’an ini tercantum sebagaimana
Allah berfirman dalam Surat An-Nur Ayat 6-9 :
69
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 791
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
51
Artinya : ‚Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta.Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar‛.70
i. Kematian
Putusnya perkawinan dapat pula disebabkan karena
kematian suami atau istri. Dengan kematian salah satu
pihak, maka hak lain mempunyai hak waris atau harta
peninggalan yang meninggal. Walaupun dengan kematian,
hubungan suami dan istri tidak dimungkinkan disambung
lagi, namun bagi istri yang suaminya telah meninggal tidak
boleh segera melaksanakan perkawinan baru dengan laki-
70
Ibid, 489
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
52
laki lain sebelum masa iddahnya habis, yaitu selama empat
bulan sepuluh hari.
Perceraian melalui media elektronik adalah perceraian yang
dijatuhkan oleh suami kepada isterinya berupa pesan singkat yang
dikirimkan melalui media elektronik.
Ada beberapa perbedaan pendapat dari para ulama fiqh
kontemporer tentang cerai yang dilakukan melalui media elektronik,
sebagai berikut:
1. Saad Wahid, guru besar Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, beliau berpendapat ‚saya melihat, cerai melalui pesan
singkat itu sudah memenuhi syar’i tetapi cerai yang dilakukan
melalui pesan singkat itu harus ditindaklanjuti sampai ke
Pengadilan Agama.71
2. KH. Prof. Dr. Umar Shihab. Beliau berpendapat, cerai itu
prinsipnya harus dinyatakan. Bisa diucapkan secara lisan atau
dalam bentuk tulisan. ‚Pesan singkat sudah memenuhi ketentuan
tulisan ini, jadi hukumnya tetap sah.72
Beliau menambahkan, di
era kecanggihan teknologi ini, orang dimungkinkan bicara dari
kejauhan menggunakan alat komunikasi. Tetapi, lebih baik cerai
71
Sujoko, Bisakah Cerai Turun Lewat Pesan Singkat, http://www.gatra.com/artikel.php?Indonesia=8211 72
Ibid,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
53
dilakukan secara lisan. Hal ini mengingat untung ruginya. Jika
cerai dilakukan dengan hanya sebuah pesan singkat, yang akan
sulit terjadi dialog, apalagi menghadirkan saksi dan penengah.
Sedangkan jika dengan secara lisan, mengandung banyak hikmah
suami bisa jadi menggagalkan niatnya untuk menceraikan setelah
keduanya berdialog. Karena pernyataan cerai bukan hal yang
biasa, maka pasangan suami istri yang hendak bercerai meski
ekstra hati-hati. Tidak boleh melakukannya dengan keadaan
marah.
3. Prof. Drs. Achmad Faishol Haq, M.Ag, seperti yang ada dalam
situs Majalah Gatra, beliau punya pendapat menarik, yakni ‚Dari
segi hukum diperbolehkan, namun dari segi akhlaq sangat tidak
dibenarkan.‛ Pendapatnya ini merujuk pada inti ajaran Islam,
yakni akidah, amaliah (termasuk hukum) dan akhlak. Apabila
melakukan perceraian melalui media elektronik dari segi hukum
memang sah akan tetapi dari aspek etika bahwa cerai melalui
media elektronik itu tidak etis.73
4. KH. A. Masduqi Mahfudz, beliau berpendapat bahwa apabila
orang yang menceraikan istrinya lewat pesan singkat itu sewaktu
menulis hatinya berniat menceraikan, maka perceraiannya sah dan
jika hatinya tidak berniat, maka perceraiannya tidak sah.74
73
Rachmat Hidayat, Bisakah Cerai Turun Lewat Pesan Singkat, http://www.gatra.com/artikel.php?Indonesia=8211 74
Mahfudz, A. Masduqi, Aula,(Mimeo: Edisi Nopember, 2001), 47
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
54
KH. Ahmad Daeroby, M. Ag. Menyatakan dalam sidang Dewan
Hisbah PP. Persatuan Islam, bahwasannya perceraian melalui pesan singkat
dianggap sah apabila memenuhi syarat-syarat :
1. Harus diyakini bahwa yang mengirimnya betul-betul
suaminya, dan bukan main-main.
2. Dibarengi dengan niat dan sighat yang sharih (jelas), bukan
kinayah (kiasan)
3. Dilakukan betul-betul dalam keadaan dharurat, dan sebaiknya
disaksikan dan dilaporkan kepada Pengadilan Agama
setempat.75
Majelis Ulama Indonesia sebagaimana hasil sidang ijtima’ Majelis
Ulama Indonesia pada tanggal 1 juli 2012 di Tasikmalaya bahwa
perceraian yang terjadi di luar persidangan (baik tulisan atau ucapan)
harus dilaporkan di depan persidangan. Artinya jika menurut majelis
hakim yang mengadili tidak memenuhi salah satu alasan perceraian, maka
perceraian tersebut hukumnya tidak sah.
Menurut ulama di Singapura yang tergabung dalam The Islamic
Religious Council of Singapore (MUIS) menyatakan pernyataan cerai
melalui media elektronik adalah tidak sah. Rifyal Ka’bah, Hakim Agung,
yang menyabet gelar master dari Departement of Social Scienses, Kairo,
mesir ini angkat bicara menanggapi soal perceraian yang dilakukan
75
Amin Muchtar, http://www.sigabah.com/beta/fatwa-dewan-hisbah-3-talaq-melalui-sms-dan-
ruju-bagi-khulu/, diakses pada 27 Agustus 2015
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
55
melalui media elektronik berupa handphone, beliau berpendapat tidak
setuju dengan penggunaan seluruh media untuk perceraian. Beliau
berpendapat teleconference dan telepon sebagai sarana yang
memungkinkan ketimbang surat elektronik (surel), pesan singkat SMS,
faksimili dll. Alasan Rifyal lebih bersifat otentifikasi media yang
digunakan. Artinya, sulit untuk memastikan bahwa surel, pesan singkat
SMS, faksimili dan dll yang dikirimkan tersebut benar-benar dikirim oleh
orang yang bersangkutan.76
Dikutip Republika.co.id, Prof. Muhammad bin Yahya bin Hasan
an-Najmi (anggota ahli di Komite Fikih Islam Internasional Jeddah)
dalam sebuah bukunya yang berjudul ‚Hukm Ibra>m ‘Uqu>d al-Ahwal as-
Syakhsiyyah wa al-‘Uqu>d at-Tija>rjari>yyah ibra> al-Wasa>il al-Li>ktra>ni>yyah
mengemukakan, para ulama berbeda pendapat soal hukum cerai yang
dijatuhkan melalui pesan.77
Ada dua kelompok berbeda pendapat
mengenai cerai melalui media elektronik sebagai berikut:
Pertama, berpendapat bahwa cerai yang ditempuh dengan cara
seperti ini dinyatakan tidak sah. Dikarnakan, bentuk
penyampaian cerai seperti ini rawan penyalahgunaan
dan memiliki tingkat keakurasian yang lemah. Ini
76
http://rangerwhite09-artikel.blogspot.co.id/2010/05/studi-perceraian-via-sms-dikalangan.html
di akses pada 10 Mei 2010 77
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/fatwa/13/12/19/my0w4z-cerai-lewat-sms-sahkah
diakses pada tanggal 14 Desember 2014
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
56
karena siapapun bisa ‚membajak‛ media-media tersebut
dan mengatasnamakan sang suami.
Kedua, berpendapat bahwa cerai jenis ini (pesan singkat) yang
dilakukan melalui media dianggap sah. Dikarnakan
hukumnya disamakan seperti cerai dengan lisan.
Prof. ahmad Umar Hasyim, Mantan Rektor Universitas Al-Azhar
Mesir, pernah memberikan saran, ‚sebaiknya, jangan sekali-kali
menempuh perceraian melalui pesan singkat. Kecuali, jika memang
terhalang akibat cacat fisik. Daripada pesan singkat, lebih baik utus
delegasi‛.78
Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh Mufti Jordania
Syaikh Nuh bin Salman al-Qudhat dan Prof. Dr. Abd. Rahman ketua
jurusan fikih perbandingan institut qadha Saudi, beliau berpendapat
membolehkan perceraian melalui internet.79
Menurut Anwar Sanusi, menceraikan istri melalui media elektonik
seperti pesan singkat BBM (Blackberry Messengger) dan SMS (Short
Message Service) itu sangat tidak lazim. Dan cerai semacam itu sudah
seharusnya diulang lagi. Beliau menambahkan, ‚Agama Islam itu hadir
untuk memuliakan manusia. Karena itu saat kita menikahi seseorang
dengan baik-baik, maka menceraikannya pun harus dengan baik-baik
juga. Kalau pada pernikahan bertemu muka dengan pihak keluarga, saat
78
Ibid, 79
http://m.kompasiana.com/post/read/91970/3/fatwa-tentang-akad-nikah-dan-cerai-melalui
internet.html diakses pada tanggal 14 Desember 2014
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
57
menceraikannya pun hendaknya bertemu muka. Jadi kembalikanlah
perempuan itu secara baik kepada keluarganya‛.80
Berdasarkan uraian diatas, maka perceraian melalui media
elektronik yang dijatuhkan seorang suami kepada istrinya dianggap sah
karena suami menyatakan niat/kehendaknya untuk bercerai dan istri
menerima pesan tersebut.
G. Hikmah Perceraian
Walaupun perceraian itu dibenci dalam suatu rumah tangga,
namun sebagai jalan terakhir bagi kehidupan rumah tangga dalam
keadaan tertentu boleh dilakukan. Hikmah dibolehkannya melakukan
perceraian itu adalah karena dinamika kehidupan rumah tangga
kadang-kadang menjurus kepada sesuatu yang bertentangan dengan
tujuan pembentukan rumah tangga. Dalam keadaan begini kalau
dilanjutkan juga rumah tangga akan menimbulkan mudharat kepada
kedua belah pihak dan orang sekitarnya. Dalam rangka menolak
terjadinya mudharat yang lebih jauh, lebih baik ditempuh perceraian
dalam bentuk cerai yang baik. Dengan demikian, cerai dalam islam
hanyalah untuk satu tujuan maslahat.
80
Edy Suherli, http://www.bintang.com/celeb/read/2360971/anwar-sanusi-perceraian-lewat-sms-
atau-bbm-tidak-lazim diakses pada 9 November 2015