bab ii tinjauan umum tentang ... -...
TRANSCRIPT
15
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ENTREPRENEURSHIP
DAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
A. Konsep Entrepreneurship
1. Pengertian Entrepreneurship
Istilah kewirausahaan merupakaan padanan kata dari
entrepreneurship dalam bahasa Inggris. Kata entrepreneurship sendiri
berasal dari bahasa Prancis yaitu ‘entreprende’ yang berarti petualang,
pencipta dan pengelola usaha. Istilah ini diperkenalkan pertama kali oleh
Rihard Cantillon (1755). Istilah ini semakin populer setelah digunakan oleh
pakar ekonomi J. B Say (1803) untuk menggambarkan para pengusaha yang
mampu memindahkan sumber daya ekonomis dari tingkat produktivitas
rendah ke tingkat yang lebih tinggi serta menghasilkan lebih banyak lagi
(Suryana dan Bayu, 2011: 24).
Dalam khasanah bahasa Indonesia, entrepreneurship dapat diartikan
sebagai kewirausahaan, dan kata entrepreneur diterjemahkan sebagai
wirausaha atau wiraswasta, yakni seseorang yang bekerja untuk bisnis
miliknya sendiri. Dilihat dari perkembangannya, sejak awal abad ke-20
kewirausahaan sudah diperkenalkan di beberapa negara. Misalnya di
Belanda dikenal dengan “ondernemer” di Jerman dikenal dengan
“unternehmer”. Di beberapa negara, kewirausahaan memiliki tugas yang
sangat banyak, antara lain tugas dalam mengambil keputusan yang
menyangkut kepemimpinan teknis, kepemimpinan organisatoris dan
komersial, penyediaan modal, penerimaan dan penanganan tenaga kerja,
pembeliaan, penjualan, pemasangan iklan dan lain-lain (Suryana, 2003:2).
16
Menurut Hisrich, Peters, dan Shepherd (2004) dalam buku mereka
yang berjudul ”Entrepreneurship”, kata entrepreneur berarti beteween taker
atau go between yang terjemahan bebasnya adalah orang yang berani
mengambil resiko dari satu atau lebih pilihan yang mempunyai manfaat dan
resiko yang berbeda (Nasrullah dan Syukur, 2010: 8-10).
Bertitik tolak dari beberapa istilah di atas, maka entrepreneurship
tidak dapat ditafsirkan secara sederhana. Entrepreneurship menyangkut
banyak hal. Entrepreneurship identik dengan daya kreativitas, memiliki
produktivitas konstruktif sehingga menciptakan peluang-peluang misalnya
dalam penerimaan dan penanganan tenaga kerja, senantiasa berpikir inovatif
untuk mendapatkan output dan income dengan menciptakan nilai tambah
dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru
yang produktif dan berbeda sehingga bermanfaat bagi dirinya dan orang
lain.
Seorang ahli ekonomi Austria, Joseph Schumpeter dalam Winardi
(2008: 11-12) menyatakan bahwa entrepreneurship merupakan proses-
proses yang mentransformasi minyak bumi mentah menjadi sebuah sumber
daya energi. Schumpeter melukiskan entrepreneurship sebagai sebuah
proses dan para entrepreneur dianggapnya sebagai inovator yang
memanfaatkan proses tersebut untuk menghancurkan status quo melalui
kombinasi-kombinasi baru sumber-sumber daya metode-metode perniagaan
baru.
Menurut Zimmerer dan Scarbrough bahwa entrepreneur
(wirausahawan) adalah orang yang menciptakan bisnis baru dengan
mengambil resiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan
pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang dan menggabungkan
sumber daya yang diperlukan untuk mendirikannya (Fahmi, 2013: 2).
Dalam konteks bisnis, menurut Thomas W. Zimmerer (1996)
“Entrepreneurship is the result of a disciplined, systematic procces of
applying creativity and innovations to need and opportunities in the
marketplace”. Kewirausahaan adalah hasil dari suatu disiplin, proses
17
sistematis penerapan kreativitas dan keinovasian dalam memenuhi
kebutuhan dan peluang di pasar (Suryana, 2003:2).
Menurut Frinces (2004:10) sependapat dengan Kilby (1971)
mengemukakan bahwa;
kewirausahaan adalah bentuk usaha untuk menciptakan nilai lewat
pengakuan terhadap peluang bisnis, manajemen pengambilan resiko
yang sesuai dengan peluang yang ada dan lewat keterampilan
komunikasi dan manajemen untuk mobilisasi manusia, keuangan dan
sumberdaya yang diperlukan untuk sebuah proyek sampai berhasil.
Sesuai pernyataan Frinces dan Kilby di atas, dapatlah dijelaskan
bahwa kewirausahaan yaitu menciptakan bentuk usaha melalui pemanfaatan
peluang bisnis sehingga usaha bisnis tersebut mempunyai ‘nilai’. Nilai
tersebut dapat diolah melalui keterampilan berkomunikasi dan manajemen
yang jelas sehingga terjadi pergerakan diberbagai sendi yang meliputi
aktifitas manusia, keuangan dan sumberdaya yang mendukung keberhasilan
proyek yang dicanangkan. Pemanfaatan peluang usaha bisnis yang terarah
akan meminimalisir resiko-resiko yang ada. Hal demikian sejalan dengan
pendapat Hendro (2005:18) menjelaskan bahwa menurut Peggy A. Lambing
dan Charles R. Kuehl, kewirausahaan adalah suatu usaha yang kreatif yang
membangun suatu value dari yang belum ada menjadi ada dan bisa
dinikmati oleh orang banyak. Setiap wirausahawan yang sukses memiliki
empat unsur pokok, yaitu:
1. Kemampuan (hubungannya dengan IQ dan skill).
2. Keberanian (hubungannya dengan Emotional Question dan mental).
3. Keteguhan hati (hubungannya dengan motivasi diri).
4. Kreatifitas yang memerlukan sebuah inspirasi sebagai cikal bakal ide
untuk menemukan peluang berdasarkan intuisi (hubungannya dengan
experience) (Suherman, 2010: 8).
Keterkaitan empat unsur tersebut di atas apabila dikelola dengan baik
akan membangun sebuah value yang maksimal, karena kemampuan yang
didukung oleh keberanian akan menumbuhkan motivasi pada diri seseorang
sehingga akan muncul rasa percaya diri dalam mengeksplorasi kreatifitas
18
dalam membaca, menangkap dan menciptakan sebuah peluang bisnis
dengan tingkat inovasi yang baik.
Menurut Hisrich entrepreneur didefinisikan berdasarkan tiga
pendekatan dari para ekonom, psikologi dan pebisnis diantaranya ditulis
oleh Basrowi (2011:2) sebagai berikut:
a. Pendekatan ekonom, entrepreneur adalah orang yang membawa
sumber daya, tenaga, material, dan aset-aset lain ke dalam kombinasi
yang membuat nilainya lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, dan
juga orang yang memperkenalkan perubahan, inovasi atau
pembaharuan dan suatu order atau tata dunia baru.
b. Pendekatan psikolog, entrepreneur adalah seorang yang digerakan
secara khas oleh kekuatan tertentu kegiatan untuk menghasilkan atau
mencapai sesuatu, pada percobaan, pada penyempurnaan, atau
mungkin pada wewenang mencari jalan keluar yang lain.
c. Pendekatan secara pebisnis, entrepreneur adalah seorang pebisnis
yang muncul sebagai ancaman, pesaing yang agresif. Sebaliknya
pada pebisnis lain sesama entrepreneur mungkin sebagai sekutu atau
mitra, sebuah sumber penawaran, seorang pelanggan atau seseorang
yang menciptakan kekayaan bagi orang lain, juga menemukan jalan
yang lebih baik untuk memanfaatkan sumber daya, mengurangi
pemborosan dan menghasilkan lapangan pekerjaan.
Sesuai pernyataan Hisrich yang ditulis oleh Basrowi di atas,
entrepreneur dapat didefinisikan dengan beberapa pendekatan yang berbeda
sesuai pandangan masing-masing ahli. Menurut ekonom bahwa
entrepreneur adalah individu yang mampu mengkombinasi sumberdaya
yang ada menjadi sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya sehingga mampu
menciptakan tataran perubahan, pembahruan inovasi yang bernilai tinggi.
Sedangkan menurut psikolog entrepreneur adalah individu yang
mempunyai kekuatan untuk berusaha dalam menghasilkan sesuatu melalui
percobaannya yang didukung penyempurnaan-penyempurnaan dalam
berusaha menciptakan jalan keluar demi terciptanya sebuah inovasi. Adapun
menurut pendekatan pebisnis entrepreneur adalah mitra kerja untuk
mengolah dan memanfaatkan sumberdaya secara efektiv sehingga
mengurangi pemborosan sumberdaya, dalam pemanfaatannya akan
dibutuhkan mitra atau pekerja-pekerja yang bisa bersinergi mencapai tujuan
yang diinginkan sehingga akan tercipta banyak lapangan kerja.
19
Entrepreneur (wirausaha) yaitu orang yang pandai atau berbakat
mengenai produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi
untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan
operasinya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988: 347).
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, secara ringkas
kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan kreatif dan
inovatif (create and different) yang dijadikan kiat, dasar, sumber daya,
proses, dan perjuangan untuk menciptakan nilai tambah barang dan jasa
yang dilakukan dengan keberanian untuk menghadapi risiko.
Kewirausahaan pada dasarnya adalah semangat, sikap, perilaku dan
kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang
mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja,
teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka
memberikan pelayanan yang lebih baik dan memperoleh keuntungan yang
maksimal.
2. Proses Kewirausahaan
Proses kewirausahaan digambarkan oleh Peter Drucker (1986)
sebagai usaha untuk menciptakan perubahan yang bertujuan dan terfokus
pada potensi sosial-ekonomi suatu perusahaan. Seorang wirausaha juga akan
menerapkan strategi kewirausahaan yang berbeda dan manajemen
berwirausaha yang sangat baik (Sukmadi dkk, 2012:24). Selain itu Peter
Drucker mengemukakan sebuah pendekatan mengenai wirausaha.
Wirausaha merupakan proses yang di dalamnya memerlukan seluruh
penerapan konsep dan teknik dasar manajemen terhadap masalah-masalah
baru dari peluang baru yang ada.
Penerapan dan teknik dasar manajemen diperkuat oleh fungsi
manajemen. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan seorang
industrialis Prancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu,
ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir,
memerintah, mengordinasi dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima
20
fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat sebagaimana Sudjana
(2009:5) kemukakan, antara lain:
a. Fungsi Perencanaan
Perencanaan merupakan proses dasar manajemen di dalam
mengambil suatu keputusan dan tindakan. Perencanaan ada dalam setiap
fungsi-fungsi manajemen. Karena fungsi-fungsi tersebut hanya dapat
melaksanakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dalam
perencanaan.
b. Fungsi Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber
daya manusia dan sumber daya fisik lain yang dimiliki perusahaan untuk
menjalankan rencana yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan
perusahaan.
c. Fungsi Pengarahan
Pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta
menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan dinamis.
d. Fungsi Pengendalian
Pengendalian adalah suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan
standar yang telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau
perbaikan jika perlu.
Richard Branson dalam Anderson (1995:2), mendukung konsep
holistik kewirausahaan. Tentang konsep holistik itu, Branson memberi
penjelasan yang sangat humanis, dalam paparannya menyatakan bahwa:
Kepuasan dalam melakukan sesuatu hal, bagi seseorang dan
memotivasi orang lain untuk bekerja sama dalam menyelesaikan
sesuatu berkaitan dengan kesenangan, inovasi, kreativitas dan
penghargaan yang diperoleh yang bernilai jauh lebih besar daripada
hanya berupa uang. Inilah yang merupakan tujuan utama dan mendasari
alasan kami mendirikan Virgin Group untuk terus mengupayakan
masalah itu sehingga tidak kehilangan arah. Kewirausahaan merupakan
pernyataan dari gagasan dan pikiran. Anda tidak perlu menjalankan
perusahaan sendiri, tetapi anda harus mencoba untuk melihat ke depan
21
tentang hal-hal yang sudah terlihat jelas, dan anda harus menerimanya
dalam hal apapun yang telah anda lakukan.
Sesuai pernyataan Anderson di atas, dapatlah dijelaskan bahwa
untuk terwujudnya sebuah upaya wirausaha tidak cukup hanya diukur
dengan ketersediaan uang atau finansial, akan tetapi faktor motivasi,
semangat, ide dan gagasan demikian menjadi penentu dan memegang
peranan penting. Selain itu, Richard Branson mengatakan bahwa inti dari
proses kewirausahaan adalah kerjasama. Proses kewirausahaan melatih
individu untuk bekerjasama dalam melakukan sesuatu hal sebagai bentuk
implematasi dari seluruh gagasan pemikiran yang dapat membangkitakan
motivasi diri sendiri dan orang lain dalam mencapaian kepuasan. Sehingga
mampu membaca peluang baru dan menciptakan peluang dimasa depan, hal
ini tentu dengan segala konsekuensinya. Hal demikian, sejalan dengan
sebuah ilustrasi proses kewirausahaan yang dikemukakan oleh Anderson
dalam Sukmadi (2012: 25) mengatakan bahwa:
Ada perubahan bentuk yang sangat cepat yang terjadi di Kota Tua.
Perubahan itu dari hanya dokter tua bernama Cardiff mendirikan pusat
pengembangan, perdagangan, industri, perumahan, dan hiburan seluas
empat mil persegi. Ia telah berhasil menghidupkan kembali wilayah
yang pernah mengalami penurunan industri tradisional secara besar-
besaran. Ini menjadi bukti bukti bahwa keberhasilan Cardiff Bay sangat
bergantung pada kemampuannya dalam mengintegrasikan dukungan
berupa strategi kepariwisataan di tingkat lokal, regional, dan nasional.
Dengan keberhasilannya, beragam investasi dan wirausaha telah
menarik banyak pengujung ke Cardiff. Di pusat pengembangan industri
itu telah tersedia mulai dari restoran, aktivitas olahraga air, bar dan
hotel. Pada akhir 1996, Cardiff Bay telah berhasil menarik 8.000 juta
Poundesterling modal swasta dan menghasilkan sekitar 144 juta
Poundesterling per tahun bagi Cardiff. Bahkan, perkiraan yang muncul
pada 2000, Cardiff Bay akan menarik perhatian dua juta tamu dan
diharapkan ia mampu menciptakan 30.000 pekerjaan di seluruh South
Wales (Cramer:1996).
Konsep ilustrasi diatas menggambarkan proses eksplorasi yang
sistematis tentang seseorang dalam mengembangkan sisi ke-
entrepreneuran-nya. Keterampilan berpikir dalam merubah keadaan dapat
22
memberikan peluang. Pemikiran dan wawasan kreatif mampu menghasilkan
keuntungan dari berbagai manfaat peluang.
Cardiff berhasil mengintegrasikan sebuah pusat pengembangan,
keberhasilan tersebut tentu atas pandangan persoalan dari sudut yang baru.
Kota tua yang pernah mengalami penurunan industri secara besar-besaran
mampu dihidupkan kembali dengan waktu yang sangat cepat. Artinya,
seorang entrepreneur mampu menciptakan peluang sekalipun peluang itu
tidak ada.
Entrepreneur mendesain ide-ide kreatif menjadi nyata, memandang
segala sesuatu dengan cara-cara berbeda. Ir. Ciputra dalam bukunya
Quantum Leap 2 (2012), menjelaskan bahwa seorang entrepreneur harus
mampu mengubah rongsokan menjadi emas. Hal ini sangat relevan dengan
apa yang dilakukan Cardiff. Cardiff menghidupkan kembali kota tua
menjadi kota dengan strategi kepariwisataan yang dilirik lokal, regional dan
nasional. Tentu kondisi seperti ini akan banyak menghasilkan income dan
memutar roda perekonomian kembali pulih dikawasan kota tua tersebut.
Tabel 2.1
Proses Kewirausahaan Pendekatan Definisi dan Ciri
No Pendektan Ciri-ciri
1 Fungsi Ekonomi
Inisiatif pribadi wirausahawan
Fungsi menanggung resiko
Mengendalikan faktor-faktor produksi
2 Struktur Kepemilikan Penciptaan usaha dengan sang wirausaha
Hewan sebagai pemilik
3 Derajat
Kewirausahaan
Ukuran perusahaan
Resiko keuangan pribadi
Kreatifitas dan motivasi baru
Realisasi pertumbuhan
4 Dasar sumberdaya Proses produksi primordial sampai dengan
potensial
23
5 Ukuran dan Siklus
Hidup Perusahaan
Berhubungan dengan perusahaan yang baru
didirikan
6 Pendekatan
Konsolidasi
Kondisi-kondisi ketidakpastian dan
persaingan
Manajemen dan strategi kewirausahaan
Adanya inisiatif untuk suatu perubahan
Proses inovasi (penemuan hal-hal baru)
Kepemilikan, struktur dan ukuran besarnya
perusahaan tidak relevan
Inisiatif pribadi melalui semangat perusahaan
Proses kewirausahaan pendekatan definisi dan ciri secara detail
dijelaskan sebagai berikut:
a. Fungsi Ekonomi
Para ahli ekonomi sangat tertarik pada topik kewirausahaan. Ahli
ekonomi melihatnya sebagai alat untuk menggiatkan ekonomi melalui
pengendalian inisiatif pribadi dalam upaya menciptakan perusahaan atau
pekerjaan. Jadi, kewirausahaan merupakan salah satu fungsi
pengembangan ekonomi. Dalam hal ini, Cantiilion (1755) menyatakan
bahwa kewirausahaan dapat ‘memikul resiko’ dari membeli sesuatu
barang dengan harga yang sudah pasti, dan menjualnya kembali dengan
harga yang belum pasti. Dengan demikian, di dalam kegiatan atau
aktifitas berwirausaha terdapat fungsi ‘memikul resiko’.
Say (1800) bahkan memperluas perspektif ekonomi itu dengan
memasukan konsep tentang pengendalian faktor-faktor produksi yang
merupakanhal pokok bagi wirausahawan. Pendekatan ini menganggap
bahwa seorang wirausahawan yang menanggapi desakan dari luar akan
sangat memberi pengaruh atau mempengaruhi sistem pasar yang
terbentuk. Stoke-on Trent merupakan ilustrasi yang sangat menarik
tentang cara para wirausahawan mengoordinasikan berbagai faktor
produksi sehingga berhasil membentuk kewirausahaan yang handal.
24
b. Struktur Kepemilikan
Kewirausahaan didefinisikan berdasarkan struktur kepemilikan
yang ditampilkan. Sebagai penciptaan perusahaan baru, pendiri
perusahaan otomatis sebagai wirausahawan. Pendekatan makna ini tidak
memasukkan perusahaan-perusahaan yang memiliki struktur kepemilikan
berbeda, seperti kelompok perusahaan yang dimiliki oleh para pemegang
saham, yayasan sosial, atau organisasi sektor publik. Perbedaan itu
menunjukan bahwa proses kewirausahaan sangat tidak sesuai untuk
diterapkan di dalam organisasi yang tergolong spertu itu, yaitu organisasi
perseroan terbatas atas yayasan sosial nonprofit.
c. Dasar Sumber Daya
Kurzner (1980) menggambarkan kewirausahaan sebagai sumber
daya yang tidak memiliki harga dan biaya yang dapat memberikan
manfaat terhadap model pengembangan ekonomi. Namun, ia
menekankan bahwa hal tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang dapat
ditampilkan secara sengaja. Kewirausahaan merupakan faktor yang
mengawali ide proses produksi yang potensial sambil menunggu
implemetasi yang memungkinkan terjadi. Dasar asumsinya bahwa dalam
sistem sosial dan ekonomi terdapat persediaan sumber daya
kewirausahaan yang dapat dimanfaatkan sebaik mungkin (Sukmadi,
2012: 27-29).
3. Fungsi dan Peran Entrepreneur
Pandangan Joseph Schumpeter mengenai bidang kajian entrepreneur
dan entrepreneurship terkait fungsi dan peran entrepreneur:
Fungsi para entrepreneur adalah mengubah atau merevolusionerkan
pola produksi dengan jalan memanfaatkan sebuah penemuan baru
(invention) atau secara lebih umum, sebuah kemungkinan teknologikal
untuk memproduksi sebuah komoditi baru, atau memproduksi sebuah
komoditi lama dengan cara baru, membuka sebuah sumber suplai bahan-
bahan baru, atau suatu cara penyaluran baru (ingat saluran distribusi dalam
pemasaran), atau mereorganisasi sebuah industri baru (Winardi, 2008: 3).
Seperti dikemukakan Joseph Schumpeter bahwa inti dari fungsi
entrepreneur adalah melakukan perubahan (revolusioner). Revolusi seorang
25
entrepreneur merupakan suatu usaha perubahan yang ditunjukan untuk
kemaslahatan banyak orang. Revolusi yang dimaksud ditekankan pada pola
produksi. Perubahan yang terjadi dapat direncanakan terlebih dahulu atau
sebaliknya. Perubahan pola dapat memanfaatkan sebuah penemuan baru dan
dapat memanfaatkan fasilitas-fasilitas lain yang sudah tersedia seperti
teknologi, komoditi yang sudah ada yang kemudian didesain dengan cara-
cara baru sehingga menghasilkan sesuatu yang produktif. Jelaslah fungsi
entrepreneur disini mampu mewarnai sendi-sendi kehidupan dengan
berbagai wawasan ide inovatif dan kreatif.
Selain itu, dilihat dari ruang lingkupnya entrepreneur memiliki dua
fungsi, yaitu fungsi makro dan fungsi mikro. Secara makro entrepreneur
berperan sebagai penggerak, pengendali, dan pemacu perekonomian suatu
bangsa. Di Amerika Serikat, Eropa Barat, dan negara-negara di Asia
kewirausahaan menjadi kekuatan ekonomi negara tertentu, sehingga negara-
negara tersebut menjadi kekuatan ekonomi dunia yang kaya dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi. Hasil-hasil dari
penemuan ilmiah, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi rekayasa telah menghasilkan kreasi-kreasi baru dalam produk
barang dan jasa-jasa yang berskala global, yang merupakan hasil dari proses
dinamis entrepreneur yang kreatif. Bahkan para wirausahalah yang berhasil
menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi
(Suryana, 2003: 45).
Tercantum dalam makalah Fungsi dan Peran Kewirausahaan Serta Ide
dan Peluang dalam Kewirausahaan Anis Yuliati (2012: 3) mengemukakan
bahwa secara kualitatif, peranan entrepreneur melalui usaha kecilnya yakni:
a. Usaha kecil dapat meningkatkan efisiensi ekonomi khususnya dalam
menyerap sumber daya yang ada, dapat menyerap tenaga kerja lokal,
sumber daya lokal, dan meningkatkan sumber daya manusia menjadi
wirausaha-wirausaha yang tangguh.
26
b. Usaha kecil dipandang sebagai sarana pendistribusian pendapatan
nasional, alat pemerataan berusaha, dan pemerataan pendapatan, karena
jumlahnya tersebar baik di perkotaan maupun di pedesaan.
c. Usaha kecil dapat memperkokoh perekonomian nasional melalui
berbagai keterkaitan usaha, seperti fungsi pemasok, fungsi produksi,
fungsi penyalur, dan pemasar bagi hasil produk-produk industri besar.
Secara mikro peran entrepreneur adalah penanggung risiko dan
ketidakpastian, mengombinasikan sumber-sumber ke dalam cara yang baru
dan berbeda untuk menciptakan nilai tambah dan usaha-usaha baru. Dalam
melakukan fungsi mikronya menurut Marzuki Usman (1977) secara umum
wirausaha memiliki dua peran, yaitu sebagai penemu (inovator) dan sebagai
perencana (planner).
a. Inovator, entrepreneur berperan dalam menemukan dan menciptakan;
produk baru (the new product), teknologi baru (the new technologi),
ide-ide baru (the new image), dan organisasi usaha baru (the new
organization).
b. Planner, entrepreneur berperan dalam merancang; perencanaan usaha
(corporate plan), strategi perusahaan (corporate strategy), ide-ide dalam
perusahaan (corporate image) dan organisasi perusahaan (corporate
organi-zation).
Adapun peranan entrepreneur dalam dunia usaha yang ada di
Indonesia secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Menciptakan lapangan kerja .
b. Mengurangi pengangguran.
c. Meningkatkan pendapatan masyarakat.
d. Mengkombinasikan faktor-faktor produksi (alam, tenaga kerja, modal
dan keahlian).
e. Meningkatkan produktivitas
Sebagai contoh, seorang desainer pakaian tidak akan bekerja
sendiri dalam mengembangkan usahanya. Ia akan membutuhkan orang-
orang yang akan membantunya dalam menjalankan kegiatannya, seperti
27
membuat pola, menjahit, mengerjakan detail pakaian serta aktivitas
lainnya. Artinya , usaha yang dijalankannya akan menyerap banyak
tenaga kerja dan otomatis dapat mengurangi jumlah pengangguran di
Indonesia, hal ini akan memberikan kontribusi yang baik dalam
pengembangan perekonomian di negara kita.
Peran entrepreneur tidak bisa diartikan secara kecil, peran
entrepreneur tidak berperan pada dunia usaha saja. Namun, dalam suatu
negara entrepreneur dapat berperan sebagai berikut:
a. Pemutar gerak roda perekonomian.
b. Pembuka atau penyedia lapangan kerja.
c. Pembayar pajak sebagai sumber pemasukan APBN/APBD.
d. Penghasil devisa dari produk ekspor yang akan memperkuat cadangan
devisa negara.
e. Pelaku fungsi sosial dalam mamajukan bangsa melalui sumbangan-
sumbangannya diberbagai bidang, seperti pendidikan, budaya, kesehatan,
agama, kemanusiaan.
f. Pendorong tumbuhnya entrepreneur-entrepreneur baru (Astamoen,
2005:8-9).
4. Administrative Entrepreneur
Seorang entrepreneur dikatakan unggul apabila memiliki kualifikasi
dan kompetensi dasar. Kualifikasi dan kompetensi dasar biasa disebut
dengan administrative entrepreneur. Diantara kualifikasi dan kompetensi
dasar tersebut adalah sebagai berikut:
a. Memiliki rasa percaya diri (self-confidence) dan sikap mandiri (self-help)
yang tinggi untuk berusaha mencari penghasilan dan keuntungan.
b. Mempunyai kemauan dan kemampuan mencari dan menangkap peluang
usaha yang menguntungkan, serta melakukan apa saja yang dianggap
perlu untuk memanfaatkannya.
c. Mempunyai kemauan dan kemampuan bekerja keras dan tekun dalam
menghasilkan barang dan jasa, serta terus mencoba cara kerja lebih cepat
dan efesien.
28
d. Mampu berkomunikasi dengan baik, berkemampuan dalam melakukan
tawar menawar (bargaining position) dan cakap dalam musyawarah
dengan berbagai pihak yang besar pengaruhnya bagi kemajuan usaha
terutama para pembeli-pelanggan. Dengan kata lain, entrepreneur juga
memiliki kemampuan salesmanship yang teruji dan mumpuni.
e. Kokoh batin dalam menghadapi problematika hidup dan menangani
usaha dengan terencana, jujur, hemat dan disiplin.
f. Mencintai kegiatan usahanya serta lugas dan tangguh dan cukup luwes
dalam menjaganya.
g. Mempunyai kemauan dan kemampuan meningkatkan kapsitas diri sendiri
dan kapasitas kegiatan usahanya dengan memanfaatkan dan memotivasi
orang lain (leadership, managerialship), serta melakukan perluasan dan
pengembangan usaha dengan resiko yang moderat.
h. Berusaha mengenali dan mengendalikan lingkungan, serta menggalang
kerjasama yang saling menguntungkan (win win solution) dengan
berbagai pihak yang berkepentingan terhadap kegiatan usahanya.
Kualifikasi berarti keahlian yang diperlukan untuk melakukan
sesuatu, seperti kedudukan dan jabatan. Dalam hal ini, seorang entrepreneur
akan tangguh dan unggul (innovative entrepreneurs) jika ia memiliki
kualifikasi tertentu. Kualifikasi yang harus dimiliki oleh seorang
entrepreneur tangguh adalah sebagai berikut:
a. Berpikir dan bertindak strategis-adaptif terhadap perubahan dalam upaya
mencari peluang keuntungan, termasuk siap menghadapi resiko yang
besar kreativitas untuk mengatasi berbagai masalah.
b. Selalu berusaha mendapatkan keuntungan melalui berbagai keunggulan
dalam upaya memuaskan para pelanggannya.
c. Berusaha mengenal dan mengendalikan kekuatan serta kelemahan
kegiatan usahanya. Terus meningkatkan kemampuan dengan sistem
pengendalian internal yang akurat
29
d. Selalu berusaha meningkatkan kemampuan dan ketangguhan kegiatan
usahanya terutama pembinaan motiasi dan semangat kerja serta
penumpukan permodalan (Sukmadi dkk, 2012:6).
Inti dari kualifikasi dan kompetensi dasar seorang entrepreneur
meliputi: percaya diri dan mandiri, kemampuan menangkap peluang, kerja
keras dan senantiasa tekun, mampu berkomunikasi dan berdiplomasi,
tangguh menghadapi segala problematika, mampu menjalin hubungan baik
dengan lingkungan dimana dia berada, fleksibel, mampu mengendalikan
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta berusaha menjaga dan
meningkatkan kemampuan dan ketangguhan usahanya.
Percaya diri merupakan motivasi kehidupan. Dengan percaya diri
timbul semangat untuk menjalankan semua aktifitas, sehingga yakin dengan
kemampuan yang dimiliki. Keberhasilan hidup tergantung dari usaha yang
telah dilakukan. Orang yang percaya diri memiliki insiatif dan lebih
mandiri. Mandiri adalah kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab
atas apa yang dilakukan tanpa membebani orang lain. Mandiri syarat akan
manfaat, kemandirian memupuk tanggung jawab, meningkatkan
ketrampilan, memecahkan masalah, mengambil keputusan, berfikir kreatif,
banyak ide, berfikir kritis, percaya diri yang kuat.
Bagi seorang entrepreneur percaya diri dan mandiri adalah modal,
dengan keyakinan diri akan mampu meyakinkan orang lain. Sehingga
timbul komunikasi yang dinamis. Komunikasi yang baik adalah kunci
membangun keakraban seorang entrepreneur dalam menjalin hubungan
dengan lingkungannya. Membangun hubungan yang kukuh adalah proses
yang berkelanjutan, karena hubungan yang kukuh akan menciptakan semua
perbedaan. Dengan demikian segala bentuk kekuatan dan kelemahan mudah
untuk dikendalikan.
Entrepreneur yang memiliki kualifikasi yang baik mampu
memanfaatkan peluang menjadi sesuatu yang bernilai dan berdaya guna
untuk dirinya, masyarakat dan terlebih untuk negara. Problematika ekonomi
yang dihadapi negara menjadi motivasi seorang entrepreneur untuk bekerja
30
lebih keras dan tekun. Melalui kerja keras dan ketekunan seorang
entrepreneur mampu membaca peluang dan menciptakan peluang sekalipun
tidak ada. Semua itu menjadi catatan seorang entrepreneur dalam
menjalankan kehidupannya secara konsisten.
5. Peluang dan Tantangan Seorang Entrepreneur
Pada era modern banyak peluang dan tantangan yang bisa
dimanfaatkan oleh seorang entrepreneur. Adapun peluang tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat telah
mendorong percepatan perolehan informasi. Dan masyarakat terbentuk
pola pikir yang bisa memfilter setiap informasi yang diperoleh dan
memilih mana informasi yang dianggap menarik dan tidak untuk
diterapkan.
b. Tingkat income perkapita dan jumlah penduduk semakin bertambah.
Semua ini diikuti dengan semakin meningkatnya tingkat kebutuhan yang
diinginkan, termasuk produk yang mampu memberi kepuasan
(statification).
c. Tingkat pendidikan masyarakat diseluruh dunia semakin meningkat ini
terlihat dari jumlah lulusan perguruan tinggi yang semakin banyak.
Bahkan ada banyak perguruan tinggi yang membuka penerimaan
mahasiswa setahun dua kali gelombang penerimaan. Kondisi ini
berpengaruh juga pada seleksi penilaian produk yang digunakan secara
lebih selektif. Karena kemampuan melihat dan menilai dampak positif
dan negatif dari suatu produk.
d. Para wirausahawan dengan kemampuannya membuka usaha maka
memungkinkan terbukanya lapangan pekerjaan sehingga angka
pengangguran akan menurun. Dan ini otomatis bisa mengurangi beban
negara.
31
Selain peluang yang bisa dilihat oleh seorang wirausahawan, maka ia
juga harus mampu melihat tantangan yang ada, diantaranya yaitu sebagai
berikut:
a. Persaingan bisnis yang teraplikasi dalam bentuk penciptaan beragam
jenis produk telah menyebabkan banyak produk yang tidak laku terjual
dipasar karena kurang diminati oleh konsumen. Sehingga seorang
wirausahawan ditantang untuk mampu berinovasi secara terus menerus.
b. Ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang bisa diperoleh dengan
cepat telah melahirkan sikap selektif yang tinggi dimasyarakat dalam
menilai setiap produk secara lebih detail. Artinya masyarakat menjadi
tidak mudah terpengaruh terhadap setiap iklan yang ditampilkan
diberbagai media cetak dan elektronik.
c. Manusia memiliki karakter yang dinamis. Sehingga seorang
wirausahawan harus mampu selalu mencipktakan inovasi produk, produk
yang baik adalah produk yang bisa berdaptasi dengan peribahan zaman.
Di dunia ini tidak ada yang abadi namun yang abadi adalah perubahan.
Dan mereka yang terus selalu berubah merupakan mereka yang terus bisa
bertahan terhadap berbagai perubahan zaman.
d. Kebutuhan dan biaya hidup yang terus terjadi peningkatan menyebabkan
setiap orang harus mampu memperoleh pendapatan tanbahan sehingga
banyak dari mereka yang meluangkan waktu untuk terus membangun
bisnis. Kondisi ini menyebabkan kompetisi di pasar menjadi begitu tinggi
(Fahmi, 2013: 3-4).
Berbicara mengenai peluang dan tantangan seorang entrepreneur
berarti berbicara masalah olah nalar dalam memanfaatkan segala bentuk
kemungkinan peluang dan tantangan yang ada. Seorang entrepreneur harus
mampu mengolah segala bentuk peluang agar mampu mengakselerasi
kegiatan usahanya. Selain itu, seorang entrepreneur harus jeli dan berfikir
secara tepat dalam membaca tantangan-tantangan yang dihadapi agar semua
bentuk tantangan mampu dimanfaatkan menjadi peluang-peluang yang tidak
32
pernah terpikirkan oleh orang lain sehingga menambah nilai lebih dalam
kegiatan usahanya.
6. Motivasi Kewirausahaan
a. Definisi Motivasi
Motivasi merupakan proses psikologis yang mendasar dan
merupakan salah satu unsur yang dapat menjelaskan perilaku seseorang.
Motivasi merupakan salah satu faktor penentu dalam pencapaian tujuan.
Motivasi berhubungan dengan dorongan atau kekuatan yang berada
dalam diri manusia. motivasi menggerakan manusia untuk menampilkan
tingkah laku ke arah pencapaian suatu tujuan tertentu (Suryana dan Bayu,
2011: 98).
Santoso Soroso (2001) mengemukakan bahwa motivasi adalah
suatu set atau kumpulan prilaku yang memberikan landasan bagi
seseorang untuk bertindak dalam suatu cara yang diharapkan kepada
tujuan spesifik tertentu (spesific goal directed way). Sedangkan menurut
Chung dan Meggison (2010) menyatakan bahwa motivasi dirumuskan
sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi berkaitan dengan
tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu
tujuan. Motivasi berkaitan erat dengan kepuasan dan performansi
pekerjaan (Fahmi, 2013: 13).
Sesuai pendapat Santoso Soroso, Chung dan Meggison di atas
mengemukakan bahwa motivasi merupakan satu landasan yang dimiliki
seseorang dalam bertindak untuk mencapai sasaran (tujuan) yang
diinginkan melalui usaha-usaha yang dilakukannya dalam menggapai
kepuasan pekerjaan.
Menurut Abu Ahmadi (2004), motivasi merupakan dorongan yang
telah terikat pada suatu tujuan. Motivasi merupakan hubungan sistematik
antara suatu respon atau suatu himpunan respons dan keadaan dorongan
tertentu. Gerungan (1996), menyatakan bahwa motivasi merupakan
dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu.
Adapun menurut Lindzey dan Thompson (1975) menyatakan bahwa
33
motivasi merupakan sesuatu yang menimbulkan tingkah laku. Motivasi
timbul karena adanya kebutuhan. Kebutuhan dipandang sebagai
kekuarangan adanya sesuatu dan ini menuntut segera pemenuhannya,
untuk segera mendapatkan keseimbangan. Situasi kekurangan ini
berfungsi sebagai suatu kekuatan atau dorongan yang menyebabkan
seseorang bertindak (Suryana dan Bayu, 2011: 99).
Seperti dikemukakan beberapa ahli terkait definisi motivasi, bahwa
komponen penting dari motivasi yaitu kebutuhan, dorongan dan tujuan.
Kebutuhan terjadi apabila individu merasa adanya ketidakseimbangan
antara apa yang dimiliki dan diharapkan. Dorongan merupakan kekuatan
mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaian
tujuan, dorongan yang berorientasi tujuan merupakan inti motivasi.
Sedangkan tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh seorang individu.
Motivasi akan menimbulkan kesiapan pada diri seseorang untuk
memulai atau melanjutkan prilaku. Karena motivasi merupakan
penggerak yang ada dalam diri seseorang sebagai penentu dalam
pencapaian tujuan. Ketika seseorang menjadikan motivasi sebagai
landasan dalam bertindak maka akan mempengaruhi tingkat usaha
seseorang dalam mengejar sesuatu. Sehingga akan timbul dorongan yang
kuat untuk melakukan sesuatu, terlebih apabila dihubungkan dengan
keinginan seseorang dalam pemenuhan kebutuhannya.
b. Jenis-Jenis Motivasi
Jenis motivasi menurut Davis dan New Strom (1996) adalah
prestasi, afiliasi, kompetensi, dan kekuasaan.
1) Motivasi prestasi (achievement motivation), adalah dorongan dalam
diri seseorang untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam
mencapai tujuan. Entrepreneur yang berorientasi dan bekerja keras
apabila mereka memandang bahwa mereka akan memperoleh
kebanggaan pribadi atas upaya mereka, apabila hanya terdapat sedikit
resiko gagal, dan apabila mereka mendapat balikan spesifik tentang
prestasi diwaktu lalu.
34
2) Motivasi afiliasi (affiliation motivation), adalah dorongan untuk
berhubungan dengan orang-orang atas dasar sosial. Orang-orang yang
bermotivasi afiliasi bekerja lebih baik apabila mereka dipuji karena
sikap dan kerja sama mereka yang menyenangkan.
3) Motivasi kompetensi (competence motivation), adalah dorongan untuk
mencapai keunggulan kerja, meningkatkan ketrampilan dalam
memecahkan masalah, dan berusaha keras untuk inovatif. Umumnya,
mereka cenderung melakukan pekerjaan dengan baik karena kepuasan
batin yang mereka rasakan dari melakukan pekerjaan itu dan
penghargaan yang diperoleh dari orang lain.
4) Motivasi kekuasaan (power motivation), adalah dorongan untuk
mempengaruhi orang-orang dan mengubah situasi. Orang-orang yang
bermotivasi kekuasaan ingin menimbulkan dampak dan mau memikul
resiko untuk melakukan hal itu. Sesorang yang memiliki power
motivation akan bermain dengan teliti dan penuh strategi (Dion
Mahesa, 2012:17).
c. Bentuk-bentuk Motivasi dan Unsur Penggeraknya
Setiap individu memiliki motivasi yang mampu menjadi spirit
dalam memicu dan menumbuhkan semangat kerja. Menurut Yopi Hendra
(2008) kiat motivasi meliputi:
1) Bisa memotivasi diri sendiri.
2) Metapkan sasaran yang jelas.
3) Motivasi harus dilakukan secara berkala dan berulang-ulang.
4) Penghargaan atas pencapaian suatu hasil atau target.
5) Kemajuan diri akan memotivasi kita.
6) Bersahabat dengan tantangan
7) Senantiasa memiliki harapan atas apa yang dikerjakan (Hendra dan
Riana, 2008:13-14).
35
Motivasi yang dimiliki seseorang dapat bersumber dari dirinya
sendiri maupun dari luar. Motivasi muncul dalam dua bentuk dasar:
1) Motivasi ekstrinsik (dari luar), dan
2) Motivasi intrinsik (dari dalam diri seseorang/kelompok).
Motivasi ekstrinsik muncul dari luar diri seseorang, kemudian
mendorong orang tersebut untuk membangun dan menumbuhkan
semangat motivasi pada diri orang tersebut untuk mengubah seluruh
sikap yang dimiliki olehnya saat ini ke arah yang lebih baik.
Sedangkan motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dan
tumbuh serta berkembang dalam diri orang tersebut, yang kemudian
mempengaruhi dalam melakukan sesuatu secara bernilai dan berarti.
Apabila kedua bentuk tersebut bersama-sama ikut menjadi pendorong
maka akan berdampak positif terhadap seseorang.
Motivasi ekstrinsik dan intrinsik akan berjalan jika didukung
denga unsur-unsur penggerak motivasi. Karena dengan adanya unsur
penggerak tersebut mampu menyebabkan berbagai bentuk motivasi
terwujudkan. Sagir (1985) mengemukakan unsur-unsur penggerak
motivasi, antara lain kinerja, penghargaan, tantangan, tanggung jawab,
pengembangan, keterlibatan dan kesempatan. Ke tujuh unsur penggerak
motivasi tersebut bersifat saling berkaitan dan semua itu harus dilihat
sebagai unsur kesatuan yang utuh.
d. Motivasi dan Kewirausahaan
Menjadi seorang wirausahawan membutuhkan motivasi tinggi,
dengan motivasi yang tinggi seseorang bisa mengubah hidupnya dari
tidak memiliki usaha menjadi memiliki usaha. Semakin tinggi motivasi
seseorang semakin sukses orang tersebut, dan begitu sebaliknya. Secara
umum ada hubungan kuat antara motivasi dan kewirausahaan karena
sesuatu yang mendorong seseorang menjadi wirausahawan adalah
motivasi yang tinggi. Motivasi untuk memulai usaha dan siap
menghadapi resiko adalah gambaran awal menuju wirausahawan.
Seorang wirausahawan dituntut untuk memiliki motivasi dan mental
36
yang lebih dibanding kebanyakan orang, memiliki konsep dan pemikiran
yang berbeda dengan banyak orang. Sesuatu unit dalam istilah bisnis
“think do something different, and don’t think equal with many people”.
Dengan berfikir dan melakukan sesuatu yang berbeda dengan
kebanyakan orang maka memungkinkan orang tersebut memiliki produk
yang siap bersaing di pasar termasuk siap mengambil resiko terhadap
kondisi apapun (Fahmi, 2013:25).
Dalam berwirausaha peran motivasi, terutama motivasi untuk
berhasil menjadi sangat penting. Sebab di dalam motivasi terdapat
sejumlah motif yang akan menjadi pendorong (drive/stimulus)
tercapainya keberhasilan. Apalagi di dalam motivasi berwirausaha
diperlukan daya juang untuk sukses, mau belajar melihat
keberhasilan orang lain, memiliki dorongan kuat untuk mengatasi
semua kendala dalam berwirausaha. Pasalnya, keberhasilan
berwirausaha tidak dengan seketika diperoleh. Itu sebabnya bagi
para pemula atau pebisnis kawakan aspek-aspek yang disebutkan tadi
penting dimiliki dan menjadi modal untuk meraih sukses.
Keberhasilan usaha dalam bidang wirausaha terletak pada
sejauhmana motivasi berprestasi dalam berwirausaha menjiwai
usahanya. Semakin tinggi motivasi berprestasi dalam berwirausaha
akan semakin menunjang keberhasilan usaha yang dicapai. Karena
dengan motivasi berwirausaha yang tinggi akan mampu mengatasi
kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan akan mampu menciptakan
jalan keluar dari kesulitan. Selain itu akan selalu didorong oleh
pemikiran optimis, semangat kerja, ulet dan menggunakan program
dalam mencapai tujuan di bidang usahanya, kegiatannya dilaksanakan
dengan teratur dan bertanggung jawab.
Untuk mencapai keberhasilan dalam berwirausaha membutuhkan
proses yang cukup lama. Dalam teori motivasi proses dikatakan bahwa
setiap entrepreneur akan bekerja dengan giat dengan harapan
memperoleh umpan balik yang setimpal atas hasil kerjanya. Harapan
37
yang akan diperolehnya menjadi daya penggerak yang memotivasi
semangat kerja. Jika harapan tersebut menjadi kenyataan, maka seorang
entrepreneur akan meningkatkan kualitas kerjanya.
7. Kewirausahaan sebagai Disiplin Ilmu
Dahulu, kewirausahaan adalah urusan pengalaman langsung di
lapangan. Oleh karena itu, kewirausahaan merupakan bakat bawaan sejak
lahir (entrepreneurship are born not made), sehingga kewirausahaan tidak
dapat dipelajari dan diajarkan. Sekarang kewirausahaan bukan hanya urusan
lapangan, tetapi merupakan disiplin ilmu yang dapat dipelajari dan
diajarkan. “Entrepreneurship are not only born but also made”, artinya
kewirausahaan tidak hanya bakat bawaan sejak lahir atau urusan
pengalaman lapangan, tetapi dapat juga dipelajari dan diajarkan. Seseorang
yang memiliki bakat kewirausahaan dapat mengembangkan bakatnya
melalui pendidikan. Mereka yang menjadi entrepreneur adalah orang-orang
yang mengenal potensi (traits) dan belajar mengembangkan potensinya
untuk menangkap peluang serta mengorganisir usahanya dalam
mewujudkan cita-citanya. Oleh karena itu, untuk menjadi wirausaha yang
sukses memiliki bakat saja tidak cukup, tetapi juga harus memiliki
pengetahuan segala aspek usaha yang akan ditekuninya (Suryana, 2003:2).
Menurut Soharto Prawirokusumo yang dikutip oleh Dono Mardianto
(2009:23), pendidikan kewirausahaan telah diajarkan sebagai disiplin ilmu
tersendiri yang independen, dikarenakan:
a. Kewirausahaan berisi “body of knowledge” yang utuh dan nyata
(discintive), yaitu ada teori, konsep, dan metode ilmiah yang
lengkap.
b. Kewirausahaan memiliki dua konsep, yaitu posisi “venture start-up”
dan “venture growth”, ini jelas tidak masuk dalam “frame work
general management courses” yang memisahkan antara
managementi dan “business ownership”.
c. Kewirausahaan merupakan disiplin ilmu yang memiliki objek
tersendiri, yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru
dan berbeda (abiliity to create new and different).
d. Kewirausahaan merupakan alat untuk menciptakan pemerataan
pendapatan (wealth creation process an entrepreneurial endeavor
38
bays its own right, nation’s prospenty, individual self-realiance) atau
kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur.
Ilmu kewirausahaan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari
tentang nilai, kemampuan (abality) dan prilaku seseorang dalam
menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai
resiko yang mungkin dihadapinya. Seperti halnya ilmu manajemen yang
pada awalnya berkembang pada lapangan industri, kemudian berkembang
dan diterapkan diberbagai lapangan lainnya, maka disiplin ilmu
kewirausahaan dalam perkembangannya mengalami evolusi yang pesat,
yaitu berkembang bukan pada dunia usaha semata melainkan juga pada
berbagai bidang seperti bidang industri, perdagangan, pendidikan,
kesehatan, dan institusi-institusi lainnya,misalnya birokrasi pemerintah,
perguruan tinggi, dan lembaga swadaya lainnya (Suryana, 2003:2).
Adapun peran dan fungsi ilmu entrepreneur (kewirausahaan) dalam
mendukung arah pengembangan entrepreneur (wirausahawan), antara lain
sebagai berikut:
a. Mampu memberi pengaruh semangat atau motivasi pada diri seseorang
untuk bisa melakukan sesuatu yang selama ini sulit untuk diwujudkan
namun menjadi kenyataan.
b. Ilmu kewirausahaan memiliki peran dan fungsi untuk mengarahkan
seseorang bekerja secara lebih teratur serta sistematis dan terfokus dalam
mewujudkan impian-impiannya.
c. Mampu memberi inspirasi pada banyak orang bahwa setiap menemukan
masalah maka disana akan ditemukan peluang bisnis untuk
dikembangkan. Artinya setiap orang diajarkan untuk membentuk
semangat “problem solving”.
d. Nilai positif yang tertinggu dari peran dan fungsi ilmu kewirausahaan
pada saat dipraktekkan oleh banyak orang maka angka pengangguran
akan terjadi penurunan. Hal ini bisa mengurangi beban negara dalam
usaha menciptakan lapangan pekerjaan (Fahmi, 2013: 3).
39
B. Karakteristik Entrepreneurship
1. Pengertian dan Proses Pembentukan Karakter
Karakter berasal dari bahasa latin kharakter, kharassein, dan kharax,
iyang maknanya tools for marking, to engrave, dan pointed stake. Kata ini
mulai banyak digunakan (kembali) dalam bahasa Prancis caractere pada
abad ke-14, kemudian masuk ke dalam bahasa Inggris menjadi character,
sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia karakter. Karakter mengandung
pengertian (1) suatu kualitas positif yang dimiliki seseorang, sehingga
membuatnya menarik dan atraktif; (2) reputasi seseorang; dan (3) seseorang
yang memiliki kepribadian yang eksentrik (Suryana dan Bayu, 2011: 50).
Mengenai Proses pembentukan karakter menurut Helan Keller
(1880-1968) mengemukakan bahwa:
Character cannot be develop in ease and quite. Only through
experience of trial and suffering can the soul be strengthened, vision
cleared, ambition inspired, and success achieved.” (karakter tidak bisa
dikembangkan di (dalam) kesenangan dan ketentraman. Hanya
melalui pengalaman percobaan dan penderitaan jiwa yang dapat
diperkuat, visi dibersihkan, ambisi diilhami, dan sukses dicapai).
Sesuai pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam
membangun karakter ialah ada sebuah proses pembentukan jiwa sedemikian
rupa yang menjadikan seseorang unik, menarik dan berbeda atau dapat
dibedakan dengan orang lain. Selain itu, dalam proses membangun karakter
memerlukan disiplin tinggi karena tidak mudah dan seketika instan.
Diperlukan refleksi mendalam untuk membuat rentetan keputusan moral
yang kemudian ada tindaklanjut dengan action sehingga menjadi praktis,
refleksi dan praktik. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk membuat hal
itu menjadi sebuah kebiasaan dan membentuk watak yang menjadi ciri khas
seseorang.
2. Karakteristik Entrepreneurship
Seorang entrepreneur secara umum, mempunyai sifat yang sama.
Mereka adalah seorang yang mempunyai tenaga yang hebat, dinamis,
keinginan yang kuat untuk terus terlibat dalam petualangan inovatif,
40
kemauan yang solid untuk menerima tanggung jawab pribadi dalam
mewujudkan suatu peristiwa dengan cara yang mereka pilih, dan keinginan
untuk berprestasi sangat tinggi.
Mc Clelland mengajukan konsep Need for Achievement (N-Ach)
yang diartikan sebagai virus kepribadian yang menyebabkan seseorang
ingin berbuat lebih baik dan terus maju, sehingga berfikir untuk berbuat
yang lebih baik, dan memiliki tujuan yang realistis dengan mengambil
tindakan beresiko yang benar-benar telah diperhitungkan. Seorang individu
yang memiliki Need for Achievement (N-Ach) cenderung menyukai situasi
kerja yang diprediksi akan mengalami peningkatan atau kemajuan. Uang
atau finansial bagi individu yang memiliki Need for Achievement (N-Ach)
mereka bukanlah tujuan utama, (Suryana dan Bayu, 2011: 52-53). Mc
Clelland memberikan gambaran tentang hal itu sebagai berikut:
Agaknya mengherankan bila ditinjau dari sudut teori ekonomi dan
perniagaan Amerika tradisional bahwa yang mendorong entrepreneur
mengadakan kegiatan bukanlah harapan untuk memperoleh
keuntungan, tetapi orang yang memiliki keinginan kecil untuk
berprestasi yang membutuhkan perangsangan berupa uang agar dapat
bekerja lebih keras dalam keadaan seperti apa pun juga, asalkan ada
kesempatan untuk mencapai sesuatu. Dia tertarik kepada imbalan
uang atau keuntungan terutama karena imbalan ini merupakan umpan
balik yang dapat mengukur pencapaian hasil pekerjaannya. Uang bagi
entrepreneur sejati bukanlah sebagai perangsang berusaha tetapi lebih
merupakan ukuran keberhasilan.
Mc Cllealand merinci karakteristik mereka yang memiliki N-Ach
yang tinggi sebagai berikut:
a. Lebih menyukai pekerjaan dengan resiko yang realistis.
b. Bekerja lebih giat dalam tugas-tugas yang memerlukan kemampuan
mental.
c. Tidak bekerja lebih giat karena adanya imbalan uang.
d. Ingin bekerja pada situasi dimana dapat diperoleh pencapaian pribadi
(personal achievement).
e. Menunjukan kinerja yang lebih baik dalam kondisi yang memberikan
umpan balik yang jelas positif.
41
f. Cenderung berpikir ke masa depan serta memiliki pemikiran jangka
panjang (Suryana dan Bayu 2011:53).
Dalam literatur lain disebutkan ada sembilan karakteristik
wirausahawan yang sangat kental dalam diri seseorang menurut Mc
Cllealand, yaitu sebagai berikut:
a. Keinginan untuk berprestasi
Penggerak psikologis utama yang memotivasi wirausahawan
adalah kebutuhan untuk berprestasi. Kebutuhan ini didefinisikan sebagai
keinginan atau dorongan dalam diri seseorang yang memotivasi perilaku
ke arah pencapaian tujuan. Pencapaian tujuan merupakan tantangan bagi
kompetensi individu yang sangat kuat.
b. Keinginan untuk bertanggung jawab
Wirausahawan menginginkan tanggung jawab pribadi bagi
pencapaian tujuan. Mereka memilih untuk menggunakan sumber daya
sendiri dengan cara bekerja sendiri dalam upaya mencapai tujuan dan
bertanggung jawab sendiri terhadap hasil yang dicapai.
c. Preferensi kepada resiko-resiko menengah
Wirausahawan bukan individu yang menyukai spekulasi atas
sesuatu. Mereka lebih memilih sikap untuk menetapkan tujuan-tujuan
yang membutuhkan tingkat kinerja yang tinggi yang menuntut usaha-
usaha keras, tetapi yang dipercaya olehnya untuk dapat dipenuhi.
d. Persepsi pada kemungkinan berhasil
Keyakinan pada kemampuan diri untuk mencapai keberhasilan
merupakan kualitas kepribadian wirausahawan yang sangat penting.
Mereka mempelajari fakta-fakta yang ada setelah dikumpulkan dan
menilainya dengan kajian yang mendalam. Ketika semua fakta itu tidak
sepenuhnya tersedia, mereka segera berpaling kepada sikap percaya
dirinya yang tinggi untuk kemudian melanjutkan tugas-tugas tersebut
dengan dedikasi yang sangat baik.
42
e. Rangasangan oleh umpan balik
Wirausahawan ingin mengetahui bagaimana segala sesuatu yang
mereka kerjakan, apakah sesuatu itu berupa umpan balik yang baik atau
terjadi sebaliknya. Mereka tetap dirangsang oleh segala hal yang terjadi
untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi dengan mempelajari
seberapa efektif usaha yang telah mereka lakukan.
f. Aktivitas enerjik, dinamis dan ulet
Wirausahawan menunjukan energi yang jauh lebih
tinggidibandingkan rata-rata orang, mereka terlihat lebih aktif. Mereka
memiliki proporsi waktu yang besar dalam mengerjakan tugas dengan
cara-cara baru.
g. Orientasi masa depan
Artinya seorang wirausahawan selalu membuat perencanaan dan
berpikir ke depan. Mereka selalu terus mencari dan berusaha
mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi jauh pada masa
depannya.
h. Keterampilan dalam pengorganisasian
Wirausahawan menunjukan keterampilan dalam mengorganisasi
kerja dari orang lain disekitarnya untuk mencapai tujuan. Objektif dalam
memilih individu yang akan bekerja sama dengannya dan memilih
individu yang ahli dalam bidang tertentu untuk keefisienan dalam
melakukan pekerjaan.
i. Sikap terhadap uang
Wirausahawan menganggap keuntungan finansial tidak jauh lebih
baik dibandingkan atas prestasi hasil kerja mereka. Memandang bahwa
uang sebagai lambang konkret tercapainya tujuan dan sebagai
pembuktian bagi kompetensi mereka (Sukmadi dkk 2012:55-56).
Merujuk dari pendapat Mc Cllealand mengenai karakteristik
entrepreneurship bahwa entrepreneur adalah seseorang yang bekerja keras
untuk memenuhi keinginan dirinya dalam berprestasi. Entrepreneur tidak
menjadikan ‘uang’ menjadi acuan untuk kerja keras. ‘uang’ hanya umpan
43
balik dari apa yang telah dikerjakannya. Keinginan untuk berprestasi
bagaikan nadi kehidupan seorang entrepreneur. Jika merujuk kepada teori
Abraham H. Maslow mengenai hierarki tingkatan kebutuhan, ada yang
dinamakan dengan esteem need artinya pada tingkat ini kebutuhan
seseorang mencakup pada keinginan untuk memperoleh harga diri. Harga
diri atau respek diri ini bergantung pada keinginan akan kekuatan,
kompetensi, kebebasan dan kemandirian. Hal ini juga berkaitan dengan
dorongan untuk berprestasi, pada tahap ini seseorang memiliki keinginan
kuat untuk memperlihatkan prestasi yang dimiliki yang kemudian
diinginkan orang lain mengetahuinya dan menghargai atas prestasi yang
telah diperolehnya sebagai umpan balik. Self actualization needs merupakan
kebutuhan tertinggi dalam teori Maslow. Pada tahap ini seseorang
menginginkan terpenuhinya keinginan untuk aktualisasi diri dengan
menggunakan potensi yang dimiliki dan mengaktualisasikan dalam bentuk
pengembangan diri. Kondisi ini teraplikasi dalam bentuk pekerjaan yang
dijalani sudah lebih jauh dari sekedar rutinitas, namun menantang dan penuh
dengan kreativitas tingkat tinggi. Apabila seorang entrepreneur sudah
mencapai karakteristik tingkat ini akan mudah mencapai apa yang
diinginkannya.
Adapun esensi pokok keberhasilan dari karakteristik seorang
entrepreneur bisa tergambar dari sifat yang terkonsep dalam 10 D yang
dipopulerkan Bygrave dalam Alma (2013: 58-59), diantaranya:
a. Dream yaitu seorang wirausaha mempunyai visi bagaimana
keinginannya terhadap masa depan pribadi dan bisnisnya dan yang paling
penting adalah mempunyai kemampuan untuk mewujudkan impiannya
tersebut.
b. Decisiveness yaitu seorang wirausaha adalah orang yang tidak bekerja
lambat. Keputusan secara cepat dengan penuh perhitungan. Kecepatan
dan ketepatan mengambil keputusan adalah merupakan faktor kunci (key
factor) dalam kesuksesan bisnisnya.
c. Doers begitu seorang wirausaha membuat keputusan maka langsung
menindak lanjutinya. Seorang wirausaha tidak mau menunda-nunda
kesemapatan yang dapat dimanfaatkan.
44
d. Determination seorang wirausaha melaksanakan kegiatannya dengan
penuh perhatian. Rasa tanggung jawab yang tinggi dan tidak mau
menyera, sekalipun dihadapkan rintangan yang tidak mungkin dibatasi.
e. Dedication yaitu dedikasi untuk bisnisnya sangat tinggi, totalitas dalam
memperhatikan kegiatan bisnisnya sangat terarah.
f. Devotion berarti kegemaran atau kegila-gilaan. Demikian seorang
wirausaha mencintai pekerjaan bisnisnya dia mencintai pekerjaan dan
produk yang dihasilkannya. Hal inilah yang mendorong dia mencapai
keberhasilan yang sangat efektif untuk menjual produk yang
ditawarkannya.
g. Details seorang wirausaha sangat memperhatikan faktor-faktor kritis
secara rinci. Dia tidak mau mengabaikan faktor-faktor kecil tertentu yang
dapat menghambat kegiatan usahanya.
h. Destiny seorang wirausaha bertanggung jawab terhadap nasib dan tujuan
yang hendak dicapainya. Dia merupakan orang yang bebas dan tidak
tergantung kepada orang lain.
i. Dollars wirausaha tidak mengutamakan mencapai kekayaan.
Motivasinya bukan memperoleh uang. Akan tetapi, uang dianggap
sebagai ukuran kesuksesan bisnisnya. Mereka berasumsi jika mereka
sukses berbisnis maka mereka pantas mendapat laba/bonus/hadiah.
j. Distribute seorang wirausaha bersedia mendistribusikan kepemilikan
bisnisnya terhadap orang-orang kepercayaannya. Orang-orang
kepercayaan ini adalah orang-orang yang kriitis dan mau diajak untuk
mencapai sukses dalam bidang bisnis.
Konsep 10 D yang dipopulerkan Bigrave pada intinya mengatakan
bahwa esensi pokok karakteristik entrepreneur yakni mengenai mimpi
(pandangan) yang terealisasi dengan dedikasi tinggi atas visi dan ketepatan
pengambilan keputusan dalam menjalankan bisnisnya. Artinya seorang
entrepreneur mengetahui keputusan yang tepat mempunyai tujuan yang
realistis, karena fokus perhatian keputusan harus relevan dengan masalah
yang sebenarnya. Tujuan dari keputusan memberikan jaminan tercapainya
solusi-solusi alternatif. Keputusan yang diambil seorang entrepreneur
sejatinya membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Seorang
entrepreneur konsisten dalam menjalankan apa yang telah menjadi
keputusannya. Dari hasil keputusannya maka seorang entrepreneur bergerak
lebih cepat dalam bertindak guna memanfaatkan kesempatan yang ada.
45
Rasa tanggung jawab yang tinggi seorang entrepreneur menjadi
dasar untuk dirinya lebih kuat menghadapi tantangan-tantangan yang ada.
Hal ini menunjukan apresiasi yang tinggi terhadap keputusan bisnisnya
dengan memberikan segenap perhatiannya. Kecintaan akan usaha yang
dimilikinya menjadikan seorang entrepreneur teliti memperhatikan
hambatan yang akan menghalangi usahanya. Sekecil apapun masalahnya
segara mencarikan solusinya. Seperti pepatah “jangan meremehkan hal-hal
kecil, karena suatu saat ia akan menjadi krikil”.
Selain itu seorang entrepreneur selalu bebas, mandiri dalam
hidupnya. Ki Hajar Dewantara mengungkapkan “ orang yang mandiri
adalah orang yang merdeka”. Itulah gambaran seorang entrepreneur.
Adapun membangun kerjasama untuk kemajuan bisnisnya, seorang
entrepreneur akan mencari rekan yang dipercayainya dan satu visi untuk
kesuksesan bisnisnya.
Menurut Arman Hakim Nasution (2007:80-81), karakteristik yang
harus dimiliki seorang wirausaha yaitu:
a. Achievement orientation, yaitu kemampuan menetapkan sasaran kerja
dan strategi pencapaiannya.
b. Impact an influence, yaitu kemampuan menyakinkan orang lain baik
secara lisan maupun tulisan.
c. Analytical thinking, yaitu kemampuan mengolah dan
menginterpretasikan data atau informasi.
d. Conceptual thinking, yaitu kemampuan menarik kesimpulan atas
informasi terhadap masalah.
e. Initiative, yaitu kemampuan menghadirkan diri sendiri dalam kegiatan
organisasi.
f. Slef confidence yaitu kemampuan menyakinkan diri sendiri atas tekanan
lingkungan.
g. Interpersonal understanding, yaitu kemampuan memahami sikap, minat
dan prilaku orang lain.
h. Concern for order, kemampuan menangkap dan mencari kejelasan
informasi tugas.
i. Information seeking, yaitu kemampuan menggali informasi yang
dibutuhkan.
j. Team cooperation, yaitu kemampuan bekerja sama dan berperan dalam
kelompok.
k. Expertise, yaitu kemampuan menggunakan dan mengembangkan
keahlian.
46
l. Customer service orientation, yaitu kemampuan menemukan dan
memenuhi kebutuhan konsumen.
g. Developing others, yaitu kesediaan mengembangkan teman kerja secara
sukarela (Suryana dan Bayu, 2011:56).
Arman Hakim Nasution mengatakan bahwa inti karakteristik
entrepreneur adalah kemampuan strategi berkomunikasi dan menyampaikan
informasi serta kemampuan bekerjasama. Dalam mengelola informasi harus
mempunyai kemampuan menggali informasi, menganalisis dan kemudian
menyampaikan kepada orang lain dengan cara yang diplomatis agar orang
lain senantiasa yakin dengan informasi yang disampaikan.
Kerjasama kelompok dianggap sebagai keistimewaan yang paling
penting oleh seorang entrepreneur. Dalam kerjasama ada tuntutan motivasi
lebih, karena setiap individu mempunyai tugas dan tanggung jawab yang
sama. Sehingga terlaksananya suatu pekerjaan tertentu dengan hasil kerja
bersama adalah bagian kenikmatan jiwa setiap individu. Dengan begitu
setiap individu memiliki persiapan yang sempurna untuk membantu
individu-individu yang lain dalam setiap kondisi. Kebersamaan yang
inovatif adalah bagian inti dari kerja individu berjiwa entrepreneur.
Sehingga tidak diragukan lagi lagi hal ini menjadikan salah satu penyebab
terciptanya iklim sehat kerja, yaitu membantu mengangkat semangat setiap
entrepreneur.
Jeffry A Timmons Guru Besar Studi Manajemen di Northern
University Boston, menyatakan seorang entrepreneur yang sukses memiliki
karakteristik umum, diantaranya: (a) memiliki semangat dan daya juang
tinggi, (b) keyakinan diri mampu memperhitungkan dan menanggung
resiko, (c) mempunyai sasaran tujuan yang tinggi tetapi realistis dan dapat
dicapai, (c) keyakinan bahwa ia mampu mengendalikan nasib baiknya
sendiri, (d) kemampuan untuk mau mempelajari, mengkaji kesalahan-
kesalahan yang telah dilakukannya, (e) memiliki pandangan ke depan
mengenai masa depan usahanya dan (f) dorongan selalu ingin bersaing
secara tetap (Alma, 2007: 115).
47
Perace (1989) mengungkapkan 10 karakteristik entrepreneurship,
yaitu: (a) komitmen tinggi, (b) dorongan dan rangsangan mencapai prestasi,
(c) orientasi terhadap peluang dan tujuan, (d) pengendalian internal dirinya,
(e) toleransi terhadap ambiguitas, (f) keterampilan menerima resiko, (g)
kemampuan untuk memecahkan masalah, (h) kebutuhan tinggi terhadap
umpan balik, dan (i) manajemen menghadapi kegagalan.
C. Pendidikan Kewirausahaan di Indonesia
1. Konsep Pendidikan Entrepreneur
UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
pasal 3 disebutkan, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Bangsa mandiri, maju, adil dan makmur akan tercipta bilamana
rakyat dan individunya mandiri dan maju. Artinya bukan hanya mandiri
berpikir dengan ilmu (knowledge), tetapi mandiri dalam arti dapat hidup
dengan layak, dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
Sebenarnya kalau kita mau melihat produk hasil pendidikan yang
bercirikan mampu hidup mandiri yang dihasilkan dari keterlibatan anak-
anak dalam kehidupan berwirausaha sejak dini, itu merupakan ciri-ciri
seorang entrepreneur. Kita dapat mencontoh keluarga suku-suku yang
berkarakter entrepreneur seperti suku Tionghoa, suku padang, suku Bugis,
suku Banjar. Hasilnya adalah suku Tionghoa merupakan roda utama
ekonomi dibanyak negara di dunia. Itu sebabnya sistem pendidikan nasional
harus mampu membekali rakyat agar mampu hidup mandiri dan maju serta
makmur. Artinya, selain berilmu, rakyat juga berketerampilan, mempunyai
48
sifat sabar, pekerja keras, toleran, mampu bekerja sama dalam tim, pantang
menyerah, dan berlatih untuk hidup mandiri (Siradjuddin, 2009: 428-429).
Banyak negara tanpa sumber daya alam yang memadai namun
karena SDM-nya berkualitas dan berkarakter mandiri dan maju, adil dan
makmur serta dihormati negara-negara lain. Negara entrepreneur yang
dicita-citakan akan tercapai bilamana manusia Indonesia berkualitas dan
berkualifikasi entrepreneur. Paling tidak berwawasan entrepreneur baik itu
di badan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan juga dalam usaha, lembaga
pendidikan, lembaga riset dan lain-lain. Agar dunia usaha, akademisi dan
pemerintah dapat bekerjasama dan berwawasan serta berkemampuan
entrepreneur, maka ilmu dan keterampilan saja tidak cukup, minimal harus
disertai dengan karakter dan pengalaman sebagai entrepreneur. Itu sebabnya
pendidikan berbasis entrepreneur dibutuhkan sejak dini.
Mengenai peran pendidikan dalam proses pembentukan
entrepreneur masih banyak diperdebatkan. Meskipun seorang entrepreneur
belajar dari lingkungannya dalam memahami dunia wirausaha, namun ada
pendapat yang mengatakan bahwa seorang wirausaha lebih memiliki
streetsmart dari pada booksmart, maksudnya adalah seorang wirausaha
lebih mengutamakan untuk belajar dari pengalaman (streetsmart)
dibandingkan dengan belajar dari buku dan pendidikan formal (booksmart).
Jika pendapat tersebut benar maka secara tidak langsung usaha-usaha yang
dilakukan untuk mendorong lahirnya jiwa kewirausahaan lewat jalur
pendidikan formal pada akhirnya sukar untuk berhasil.
Chruchill (1987) mengatakan bahwa pendidikan penting bagi
keberhasilan wirausaha. Kegagalan pertama dari seorang wirausaha adalah
karena lebih mengandalkan pengalaman daripada pendidikan. Namun,
Chruchill juga tidak menganggap remeh arti pengalaman bagi seorang
entrepreneur, baginya sumber kegagalan kedua adalah jika seorang
entrepreneur hanya bermodalkan pendidikan tapi miskin pengalamam
lapangan. Oleh karena itu perpaduan antara pendidikan dan pengalaman
adalah faktor utaman yang menentukan keberhasilan wirausaha.
49
Menurut Eels (1984) dan Mas’oed (1994), dibandingkan dengan
tenaga lain tenaga terdidik S1 memiliki potensi lebih besar untuk berhasil
menjadi seorang entrepreneur karena memiliki kemampuan penalaran yang
telah berkembang dan wawasan berpikir yang lebih luas. Seorang sarjana
juga memiliki dua peran pokok, pertama sebagai manajer dan kedua sebagai
pencetus gagasan. Peran pertama berupa tindakan untuk menyelesaikan
masalah, sehingga pengetahuan manajemen dan keteknikan yang memadai
mutlak diperlukan. Peran kedua menekankan pada perlunya kemampuan
merangkai alternatif-alternatif. Dalam hal ini bekal yang diperlukan berupa
pengetahuan keilmuan yang lengkap (Nursyamsi dan Wardoyo, artikel
mengenai Ruang Lingkup dan Proses Terbentuknya Kewirausahaan).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang
entrepreneur yang memiliki potensi sukses adalah mereka yang mengerti
kegunaan pendidikan untuk menunjang kegiatan serta mau belajar untuk
meningkatkan pengetahuan. Lingkungan pendidikan dimanfaatkan oleh
entrepreneur sebagai sarana untuk mencapai tujuan, pendidikan disini
berarti pemahaman suatu masalah yang dilihat dari sudut keilmuan atau
teori sebagai landasan berpikir.
Pendidikan memiliki korelasi tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi
satu negara. Negara dengan industri yang maju dan ekonominya
berkembang karena ditunjang tingkat pendidikan tinggi masyarakatnya.
Pendidikan mampu meningkatkan produktifitas tenaga kerja melalui
peningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Mereka memiliki
pengetahuan, keterampilan serta penghasilan tinggi. Pada akhirnya
penghasilan yang tinggi akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kerangka pengembangan kewirausahaan di Indonesia dapat
dilakukan dengan beberapa strategi sebagai berikut:
a. Memperbaiki pendidikan kewirausahaan, yaitu sistem pendidikan
kewirausahaan yang menyebar dari sekolah dasar sampai ke perguruan
tinggi dan melakukan kerja sama dengan dunia industri melalui kegiatan
magang kewirausahaan.
50
b. Menyediakan infrastruktur (prasarana) yang tidak terbatas hanya pada
transportasi dan komunikasi, melainkan juga infrastruktur pendidikan,
baik formal maupun nonformal.
c. Menyediakan informasi seluas-luasnya bagi wirausahawan yang berada
pada tahapan start-up melalui layanan internet.
d. Membuka akses selebar-lebarnya dalam pendanaan terutama bagi usaha
kecil menengah (UKM).
e. Membuat program komunikasi dan inisiatif bagi kewirausahaan.
Program-program untuk memberi penyuluhan kewirausahaan melalui
media massa diikuti oleh program insentif sebagai penghargaan.
f. Menetapkan bidang-bidang yang mudah dimasuki oleh wirausawan baru
(khusunya di bidang perdagangan dan kerajinan).
g. Membangun kewirausahaan di Indonesia dengan mengubah paradigma,
lembaga pendidikan memberikan bekal keterampilan berwirausaha serta
didukung oleh pemerintah.
h. Sikap peduli sosok entrepreneur Indonesia terhadap pengkaderan
generasi muda yang mampu menjadikan entrepreneur berkembang di
Indonesia.
Salah satu peran pemerintah dalam menciptakan entrepreneur di
Indonesia adalah mengajak berbagai pihak untuk menyelenggarakan
pendidikan formal maupun informal untuk bidang entrepreneurship baik
langsung maupun tidak langsung. Kalau perlu entrepreneurship dimasukan
dalam mata kuliah diperguruan tinggi atau pendidikan lainnya seperti di
pesantren, kejuruan, kursus dan sebagainya. Pemerintah juga hendaknya
dapat mengembangkan jiwa entrepreneur di kalangan pejabat, birokrat, dan
pegawai negeri (Astamoen, 2005:45).
Ke-entrepreneuran yang mampu mengubah bangsa mempunyai 4
komponen yang saling keterkaitan, diantaranya sebagai berikut:
a. Pemerintah yang memiliki pola pikir entrepreneur (goverment
entrepreneur). Pemerintah yang bukan saja ramah terhadap ke-
51
entrepreneuran namun juga mengambil nilai-nilai ke-entrepreneuran
sebagai nilai-nilai tata kelola pemerintah.
b. Pendidikan ke-entrepreneuran di dalam program resmi pendidikan
nasional yang dilaksanakan para pendidik terlatih (academician
entrepreneur).
c. Sejumlah pelaku bisnis inovatif yang berhasrat dan berhasil menciptakan
bisnis-bisnis baru atau mengembangkan bisnis yang ada, sehingga
tumbuh berkelanjutan.
d. Budaya ke-entrepreneuran yang mendapat dukungan dari para tokoh
masyarakat (society) (Ciputra, 2012: 4).
Negara entrepreneur yang berhasil mengangkat kesejahteraan
rakyatnya akan terjadi melalui kerja sama sinergi dari goverment,
academician, business dan society dalam menanamkan dan
mengembangkan jiwa serta kecakapan ke-entrepreneuran di dalam
bangsanya.
Pendidikan yang berwawasan kewirausahaan, adalah pendidikan
yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi kearah pembentukan
kecakapan hidup pada peserta didiknya melalui kurikulum yang
dikembangkan di sekolah. Kerangka pengembangan kewirausahaan
dikalangan tenaga pendidik dirasakan sangat penting karena pendidik adalah
agent of change yang diharapkan mampu menanamkan ciri-ciri, sifat dan
watak serta jiwa kewirausahaan atau hiwa entrepreneur bagi peserta
didiknya. Selain itu, jiwa entrepreneur juga sangat diperlukan bagi seorang
pendidik, karena melalui jiwa ini para pendidik akan memiliki orientasi
kerja lebih efesien, kreatif, inovatif, produktif dan mandiri (Mangunjaya,
Forum 2012:27).
Jiwa wirausaha tidak bisa diinstal secara instan, tetapi harus
dipelajari dan diaksikan secara berkesinambungan. Pengaruh pendidikan
kewirausahaan selama ini telah dipertimbangkan sebagai salah satu faktor
penting untuk menumbuhkembangkan hasrat, jiwa dan perilaku
berwirausaha di kalangan generasi muda. Terkait dengan pengaruh
52
pendidikan kewirausahaan tersebut, diperlukan adanya pemahaman tentang
bagaimana mengembangkan dan mendorong lahirnya wirausaha-wirausaha
muda yang potensial sementara mereka berada di bangku sekolah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa belajar ilmu kewirausahaan sama
dengan mendidik generasi baru agar siap menjadi wirausaha. Pembelajaran
kewirausahaan yang sistematis dan terperogram diharapkan akan dapat
melahirkan insan-insan intelektual yang berkarakter kuat, berjiwa mandir,
berpikir kreatif, dan bertindak inovatif dengan berbagai bentuk aktualisasi
dirinya. Dengan begitu diharapkan setiap individu menjadi pelopor dan
pejuang di bidang ekonomi, sekaligus menjadi daya dorong pertumbuhan
ekonomi suatu bangsa.
Pengembangan metodologi pendidikan kewirausahaan ini dilakukan
melalui kebijakan-kebijakan sebagai berikut:
a. Melakukan kajian dan penyempurnaan kurikulum pendidikan dan
pelatihan agar lebih berorientasi pada pembentukan kreativitas dan
kewirausahaan peserta didik sedini mungkin.
b. Meningkatkan kualitas pendidikan menengah yang mendukung
penciptaan kreativitas dan kewirausahaan pada peserta didik sedini
mengkin.
c. Pengajaran kewirausahaan yang tidak hanya mengajarkan teori semata,
tapi lebih praktek langsung dilapangan.
d. Menciptakan akses pertukaran informasi dan pengetahuan ekonomi
kreatif antar penyelenggara pendidikan menengah.
e. Peningkatan jumlah dan perbaikan kualitas lembaga pendidikan
menengah yang mendukung penciptaan insan kreatif dalam
pengembangan ekonomi kreatif.
f. Menciptakan keterhubungan dan keterpaduan antara lulusan pendidikan
tinggi dan SMK terkait dengan kebutuhan pengembangan ekonomi
kreatif.
53
g. Mendorong para wirausahawan sukses untuk berbagi pengalaman dan
keahlian di instansi pendidikan menengah dalam pengembangan ekonomi
kreatif.
h. Fasilitas pengembangan jejaring dan mendorong kerja sama antar insan
kreatif Indonesia di dalam dan luar negeri.
Pilihan untuk berwirausaha merupakan pilihan yang sangat tepat dan
logis, sebab selain peluang lebih besar untuk berhasil, hal ini sesuai dengan
program pemerintah dalam percepatan penciptaan pengusaha kecil dan
menengah yang kuat dan bertumpu pada ilmu pengetahuan dan teknologi
sedang digalakkan (Indarti dan Rostiani, 2008).
2. Pentingnya Pendidikan Kewirausahaan
a. Fenomena dunia kerja disekitar kita
Fenomena munculnya banyak wirausaha muda kreatif yang
mampu menangkap peluang dengan menjawab kebutuhan-kebutuhan
masyarakat sangat menarik untuk diamati. Misalnya saja banyak
mahasiswa yang mampu menjawab segala kebutuhan-kebutuhan yang
dibutuhkan komunitas kampus seperti menyediakan jasa pengetikan, jual
beli buku sampai keterampilan melukis. Namun di sisi lain banyak
disaksikan fenomena generasi muda yang selalu memburu setiap ada
pengumuman penerimaan pegawai negeri sipil (PNS). Mereka terlihat
serius mengikuti tes seolah dibenak mereka tidak ada pekerjaan lain
kecuali PNS. Hal ini tidak dapat dipungkiri dipengaruhi oleh budaya
yang ikut mewarnai.
Kedua fenomena diatas menurut hemat saya merupakan sebuah
proses transisi suatu bangsa atau masyarakat dari mind set pekerja
menuju pengusaha. Dalam konteks inilah urgensi pendidikan
kewirausahaan bagi masyarakat generasi muda dibutuhkan.
b. Wirausaha bukan dominasi orang berbakat
Banyak orang berpendapat bahwa menjadi pengusaha adalah bakat,
jadi tidak semua orang bisa menjadi pengusaha. Namun pendapat ini
tidak selalu benar karena tidak sedikit orang yang tidak berjiwa
54
wirausaha, justru sukses menjadi pengusaha. Alasannya, pertama kondisi
serba terbatas sering kali membuat orang lebih kreatif daripada serba
berkecukupan, kedua tipikal orang yang menyukai kerja keras dan
berdedikasi tinggi menjadikan bakat itu muncul, ketiga orang yang tidak
pernah puas dengan apa yang dicapai membuat orang berpacu cepat
dalam menggapai yang lainnya.
Intinya, semua orang bisa menjadi wirausaha berbakat atau tidak
yang penting kreatif, inovatif, pekerja keras dan tidak pernah puas
dengan apa yang dicapai. Untuk membangun manusia-manusia seperti ini
diperlukan program pemberdayaan melalui pendidikan terarah.
Pendidikan kewirausahaan diharapkan mampu melakukan akselerasi
terhadap munculnya wirausaha muda tanah air.
c. Modal utama wirausaha
Modal utama seorang wirausaha bukan uang, tetapi keyakinan.
Disinilah pentingnya pendidikan kewirausahan agar individu
memperoleh gambaran pengalaman-pengalaman selama mengikuti
pembelajaran sehingga peserta didik mempunyai konsep berpikir untuk
meyakinkan dirinya.
Keyakinan akan tertanam dalam pola pikir (mindset). Mindset
adalah keseluruhan dari keyakian yang dimiliki, nilai-nilai yang dianut,
kriteria, harapan, sikap, kebiasaan, keputusan dan pendapat yang kita
keluarkan dalam memandang diri sendiri, orang lain, atau kehidupan ini.
Pola pikir menggerakan perilaku kita sehingga William James, Bapak
Psikologi Modern, berkata “Yakinlah bahwa hidup anda berharga, maka
keyakinan anda akan menciptakan faktanya” (Kasali, 2012:24).
d. Kewirausahaan dari Sisi Kebijakan Pendidikan
Pengintegrasian pendidikan kewirausahaan pada setiap satuan
pendidikan mulai dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah yang menjadi fokus pada naskah kajian ini
didasarkan pada butir-butir kebijakan nasional.
55
Peningkatan akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau,
relevan, dan efesien menuju terangkatnya kesejahteraan hidup rakyat,
kemandirian, keluhuran budi pekerti, dan karakter bangsa yang kuat.
Pembangunan bidang pendidikan diarahkan demi tercapainya
pertumbuhan ekonomi yang diseleraskan antara ketersediaan tenaga
terdidik dengan kemampuan: 1) menciptakan lapangan kerja atau
kewirausahaan: 2) menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja
(Mangunjaya, Forum 2012:12). Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa
substansi program pendidikan kewirausahaan adalah penataan ulang
kurikulum sekolah yang dibagi menjadi kurikulum tingkat nasional,
daerah, dan sekolah sehingga dapat mendorong penciptaan hasil didik
yang mampu menjawab kebutuhan SDM untuk mendukung pertumbuhan
nasional dan daerah dengan memasukan pendidikan kewirausahaan.
Sejalan dengan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa yang
terpenting walaupun materi teori perlu diberikan, seperti keuntungan atau
berbagai kelebihan menjadi wirausaha tentu yang lebih penting
bagaimana praktek menjadi wirausaha sehingga pemerintah perlu ada
kerjasama dengan pengusaha/pebisnis untuk menyalurkan setiap peserta
didik.
3. Landasan Pengembangan dan Tujuan Program Pendidikan Kewirausahaan
a. Landasan Pengembangan
1) Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 memberikan
landasan filosofis serta berbagai prinsip dasar dalam pembangunan
pendidikan. Berdasarkan landasan filosofis tersebut, sistem
pendidikan nasional menempatkan peserta didik sebagai makhluk
yang disiptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya
dengan tugas memimpin kehidupan yang berharkat martabat dan
menjadi manusia yang bermoral, berbudi luhur, mandiri, kreatif,
inovatif, dan berakhlak mulia.
56
2) Surat Keputusan Bersama Menteri Negara Koperasi dan UKM dan
Menteri Pendidikan Nasional No. 02/SKB/MENEG/VI/2000 dan No.
4/U/SKB/2000 29 Juni 2000 tentang pendidikan perkoprasian dan
kewirausahaan. Tujuan dari SKB adalah a) memasyarakatkan dan
mengembangkan perkoprasian dan kewirausahaan melalui
pendidikan; b) menyiapkan kader-kader koprasi dan wirausaha yang
profesional; c) menumbuhkembangkan koperasi, usaha kecil, dan
menengah untk menjadi pelaku ekonomi yang tangguh dan
profesional dalam tatanan ekonomi kerakyatan.
3) Pidato Presiden pada Nasional Summit tahun 2010 telah
mengamanatkan perlunya penggalakan jiwa kewirausahaan dan
metodologi pendidikan yang lebih mengembangkan kewirausahaan
(Mangunjaya Forum, 2012:13-15).
b. Tujuan Program Pendidikan Kewirausahaan
Diantara program pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk:
mengkaji standar isi dan standar kompetensi lulusan dan kurikulum muali
dari pendidikan usia dini hingga pendidikan menengah atas serta
pendidikan nonformal dalam rangka pemetaan ruang lingkup kompetensi
lulusan terkait dengan pendidikan kewirausahaan dan merumuskan
rancangan pendidikan kewirausahaan di setiap satuan pendidikan mulai
dari pendidikan usia dini hingga pendidikan menengah atas serta
pendidikan nonformal.
57
Pengintegrasian pendidikan kewirausahaan pada setiap satuan
pendidikan didasarkan pada framework berikut (Disampaikan oleh
Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan
Pusat Kurikulum, Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan: 41):
Gambar 2.1
Framework Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan Pada Setiap Satuan
Pendidikan
Satuan Pendidikan
PAUD,
SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB,
SMA/MA dan
SMK/MAK dan
Nonformal
SKL
SI
Pendidikan
kewirausahaan
n
Nilai
Kewirausahaan:
1. Percaya diri
2. Kreatif
3. Inovatif
4. Kepemimpinan
5. Berani
menanggung
resiko
6. dsb
Semua Mata
Pelajaran
Perubahan
Pembelajaran
Kewirausahaa
n
Ekstrakulikuler
Pengembangan
diri
Kultur Sekolah
Muatan Lokal
Pembelajara
n aktif
58
4. Isi Desain Pembelajaran Kewirausahaan
Desain pembelajaran kewirausahaan disusun dengan maksud untuk
memberikan kerangka acuan dalam mempersiapkan segala sesuatunya yang
akan digunakan pada waktu melaksanakan pembelajaran kewirausahaan
terutama saat penyampaian materi pelajaran baik teori, praktik maupun
implementasi. Adapun tujuannya menurut Eman Suherman (2010:31) antara
lain:
a. Memberikan gambaran operasional bagi pimpinan lembaga pendidikan
yang menyajikan pelajaran dalam mengelola pembelajaran
kewirausahaan di lembaga pendidikan yang dipimpinnya
b. Menjadi dasar berpijak bagi para pendidik kewirausahaan di lembaga
pendidikan yang menyajikan mata pelajaran kewirausahaan.
c. Sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan efektifitas,
produktifitas dan efesiensi proses pembelajaran kewirausahaan di
lembaga pendidikan yang menyajikan mata pelajaran kewirausahaan.
d. Meningkatkan kualitas hasil pembelajaran kewirausahaan di lembaga
pendidikan yang menyajikan mata pelajaran kewirausahaan yang ditandai
oleh semakin banyaknya pencapaian komponen tujuan pembelajaran dan
semakin tingginya nilai pragmatis kewirausahaan yang dapat
diimplementasikan oleh stakeholder khususnya peserta didik dan alumni
yang pada waktu menjadi peserta didik memperoleh pembelajaran
kewirausahaan.
Pembelajaran kewirausahaan diawali dengan persiapan serta
pengadaan materi pembelajaran teori, praktek dan implementasi. Hal ini
diarahkan untuk melakukan pendidikan, pelatihan, bimbingan dan
pembinaan dengan fungsinya masing-masing. Karena pembelajaran ini
berdimensi pendidikan, pelatihan, bimbingan dan pembinaan. Maka,
pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan bisa menjadi bidang studi atau
mata kuliah tersendiri. Dapat juga dijadikan kegiatan ekstrakulikuler bagi
lembaga pendidikan yang menyajikan pelajaran kewirausahaan (Suherman,
2010:30). Setelah persiapan dan pengadaan materi pembelajaran, maka
59
dilaksanakan proses pembelajaran kewirausahaan dengan tujuan utama
mengisi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik. Selanjutnya
bersamaan dengan proses pembelajaran disediakan wahana konsultasi
terutama untuk hal-hal pragmatis guna melengkapi proses pembelajaran
yang diarahkan untuk mengisi ranah kognotif, afektif dan psikomotorik.
Wahana konsultasi diharapkan dapat memperkuat “4 H” peserta
didik, yaitu:
a. Had atau kepala yang diartikan sebagai pemikiran, dan dalam
pembelajaran diisi oleh pengetahuan tentang nilai-nilai, semangat, jiwa,
sikap dan prilaku agar peserta didik memiliki pemikiran kewirausahaan.
b. Heart atau hati yang diartikan perasaan, diisi oleh penanaman
empatisme sosial ekonomi, agar peserta didik dapat merasakan suka-
duka berwirausaha dan memperoleh pengalaman empiris dari para
wirausaha terdahulu. Dengan demikian diharapkan peserta didik mulai
memupuk potensi guna mengembangkan langkah-langkah antisipatif.
Berkaitan dengan hal itu, akan lebih baik bila pendidik dalam
pembelajaran kewirausahaan adalah seorang wirausaha atau yang
melakukan kegiatan kewirausahaan dalam kehidupan sehari-harinya
sebagai full-timer ataupun secara part-timer (Suherman, Eman 2010:30).
c. Hand atau tangan yang diartikan sebagai keterampilan yang harus
dimiliki peserta didik untuk berwirausaha, dalam konteks ini
pembelajaran kewirausahaan membekali peserta didik dengan teknik
produksi agar mereka dapat berproduksi atau menghasilkan produk baik
berupa barang, jasa maupun ide.
d. Health atau kesehatan yang diartikan kesehatan fisik, mental dan sosial.
Sehubungan dengan hal ini peserta diidik dibekali teknik-teknik
antisipasi terhadap berbagai hal yang mungkin timbul dalam
berwirausaha. Pembelajaran ini dapat diberikan melalui AMT-
Achievment Motivation Training atau Outbond Training dan
implemetasi berwirausaha. Semua ini diarahkan agar peserta didik
60
secara mandiri senantiasa melakukan olah raga, olah jiwa, olah pikir dan
olah rasa (Suherman, 2010:31).
Gambar 2.2
Pola Dasar Pembelajaran Kewirausahaan
Pendidikan yang
berorientasi untuk
mengubah kondisi
obyektif, Inner
aspect, khususnya
Id, Ego dan Super
Ego.
Pelatihan yang
berorientasi untuk
mengubah kondisi
obyektif; perilaku
yang relatif ke
arah lebih ideal
Bimbingan yang
berorientasi
untuk mengubah
kondisi obyektif;
Kepribadian
peserta didik agar
mau dan mampu
melaksanakan
aktifitas
kewirausahaan
Pembinaan yang
berorientasi untuk
membentuk
jiwa/kepribadian
peserta didik menjadi
terbiasa melaksanakan
hal-hal yang prinsip
dalam berwirausaha
dengan baik dan benar
Sikap/mental
untuk ‘mau’
berwirausaha
Perilaku yang
‘mampu’ menjadi
pemula dalam
berwirausaha
Perilaku yang
memiliki
kemampuan
berwirausaha
Individu yang
memiliki
profesionalisme
wirausaha sesuai
dengan jenjang dan
jalur pendidikan yang
sedang diikutinya
Aspek Kognitif Aspek Afektif Aspek Psikomotorik
Konsultasi terutama hal-hal pragmatis
yang meliputi 4 H
Had = Kepala/Pikiran diisi oleh pengetahuan.
Heart = Hati/Perasaan disi oleh empatisme sosial- ekonomi.
Hand = Tangan/Keterampilan dibekali oleh teknik produksi.
Health = kesehatan diberikan ‘kemampuan’ antisipasi