bab ii.doc
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Perilaku Kesehatan
a. Pengertian
1) Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
dapat diamati langsung, maupun tidak.
2) Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
3) Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus
atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan.
b. Ruang Lingkup Perilaku
1) Perilaku pemeliharaan kesehatan terbagi dalam tiga aspek :
a) Perilaku pencegahan, penyembuhan, penyakit serta pemulihan
kesehatan
b) Perilaku peningkatan kesehatan
c) Perilaku gizi
2) Perilaku penggunaan dan pencarian sistem atau fasilitas pelayanan
kesehatan atau disebut juga perilaku pencarian pengobatan (Health
Seeking Behavior)
3) Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu bagaimana seseorang mengelola
lingkungannya sehingga lingkungan tersebut tidak mengganggu
kesehatan dirinya, keluarga atau masyarakat
9
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku menurut L. Green
1) Faktor predisposisi (predisposing factor)
Factor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi, dan kepercayaan terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat sosial
ekonomi dan sebagainya.
2) Faktor pemungkin (enabling factor)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat termasuk juga fasilitas pelayanan
kesehatan seperti puskesmas, RS, BPS dan sebagainya.
3) Faktor penguat (Reinforcing factor)
Faktor ini meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama
dan perilaku para petugas kesehatan.
d. Proses Adopsi Prilaku
Penelitian Roger 1974 mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
prilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan,
yaitu :
1) Awarnes (Kesadaran)
Yakni orang tersebut menyadari, dalam arti mengetahui stimulus atau
objek terlebih dahulu.
2) Interest
Yakni orang mulai tertarik pada stimulus.
3) Evaluation
Yakni menimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
10
4) Trial
Yakni orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5) Adoption
Yakni subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kecerdasan dan sikapnya terhadap stimulus.
2. Sosial Budaya
a. Pengertian
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Budaya dalam arti yang luas adalah suatu keadaan
akibat perilaku manusia yang secara perorangan atau
kelompok, bermasyarakat dan bernegara yang dapat
mempengaruhi kehidupan yang damai dan tenteram,
sejahtera dalam arti bahwa semua dapat hidup sehat
diatas garis kemiskinan, tidak membedakan suku, etnik,
ras dan jenis kelamin, tidak mencemari dan merusak
lingkungan, tidak meracuni sumberdaya alam
terbaharukan dan tidak terbaharukan, yang secara
demokratis menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi
manusia, memberi kebebasan untuk beragama,
kebebasan mengeluarkan pendapat dan kebebasan dapat
menikmati pendidikan sesuai bakat dan keinginannya (BJ.
11
Habibie, diakses dari http://indobudaya.blogspot.com,
2007)
b. Unsur-Unsur Kebudayaan
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen
atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1) Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur
pokok, yaitu:
a) Alat-alat teknologi
b) Sistem ekonomi
c) Keluarga
d) Kekuasaan politik
2) Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang
meliputi:
a) Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara
para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan
alam sekelilingnya
b) Organisasi ekonomi
c) Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk
pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
d) Organisasi kekuatan (politik)
c. Perubahan Sosial Budaya
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur
sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya
merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap
masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar
12
manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman
mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab
dari perubahan.
Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sosial:
1) Tekanan kerja dalam masyarakat
2) Keefektifan komunikasi
3) Perubahan lingkungan alam
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan
lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan
lain. Sebagai contoh, adanya penemuan tentang berbagai macam susu
formula dan makanan pralaktal yang memiliki kelebihan masing-masing,
membuat para ibu cenderung memberikan susu formula serta MP ASI dini
pada bayinya dibandingkan dengan ASI.
d. Kebudayaan Terkait Pemberian MP ASI
Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan
budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan,
hubungan sebab-akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan
dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun
negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan misalnya, pada
dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran
kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai
pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang
disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap
beberapa makanan tertentu.
13
Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa
melihat konsepsi budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan
pola pemberian makan pada bayi yang berbeda, dengan konsepsi
kesehatan modern. Diantara kebudayaan yang berkembang tersebut
adalah :
1) Pemberian makanan tambahan berupa makanan pendamping ASI
sebaiknya dimulai sesudah bayi berumur 4 bulan. Namun, di
Minangkabau terdapat tradisi potong rambut yang dilakukan terhadap
bayi berusia < 7 bulan, pada saat ini bayi disuapi nasi dan gula merah.
2) Pada masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, usia sebulan bayi sudah
diberi bubur tepung, bubur nasi nasi, pisang dan lain-lain. Ada pula
kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yang sudah dilumatkan ataupun
madu, teh manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar.
3) Pembuangan colostrum (ASI yang pertama kali keluar). Kolostrum
dianggap sebagai susu yang sudah rusak dan tak baik diberikan pada
bayi karena warnanya yang kekuning-kuningan. Selain itu, ada yang
menganggap bahwa colostrum dapat menyebabkan diare, muntah dan
masuk angin pada bayi. Sementara, colostrum sangat berperan dalam
menambah daya kekebalan tubuh bayi.
4) Pada masyarakat Kerinci ibu yang sedang menyusui pantang untuk
mengkonsumsi bayam, ikan laut atau sayur nangka. Di beberapa
daerah ada yang memantangkan ibu yang menyusui untuk memakan
telur. Hal ini berdampak pada kurangnya kualitas ASI dan mendorong
ibu untuk memberikan MP ASI pada usia dini (Kandrawilko, 2010)
14
5) Kebiasaan memberi air putih dan cairan lain seperti teh, air manis, dan
jus kepada bayi menyusui dalam bulan-bulan pertama. Kebiasaan ini
seringkali dimulai saat bayi berusia sebulan, dengan alasan diperlukan
untuk hidup, menghilangkan rasa haus, menghilangkan rasa sakit (dari
sakit perut atau sakit, telinga), mencegah dan mengobati pilek dan
sembelit, menenangkan bayi/membuat bayi tidak rewel.
6) Adanya keyakinan bahwa bayi baru lahir sebaiknya diberi cairan. Air
dipandang sebagai sumber kehidupan – suatu kebutuhan batin
maupun fisik sekaligus. Sejumlah kebudayaan menganggap tindakan
memberi air kepada bayi baru lahir sebagai cara menyambut
kehadirannya di dunia (Linkages, 2002).
3. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu,yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial.
Menurut Newcmb, sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu :
a. Sikap mempunyai 3 komponen pokok (Allport)
1) Kepercayaan atau keyakinan ide dan konsep terhadap suatu objek
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3) Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave)
b. Tingkatan sikap
15
1) Menerima (receving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek )
2) Merespon (responding)
usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang
diberikan,terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah
3) menghargai(valuing)
mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah
4) bertanggung jawab (responsible)
segala sesuatu yang dipilih dengan segala resiko.
sikap merupakan salah satu bentuk prilaku menurut teori Lawren
green , faktor lain yang mempengaruhi prilaku atau tindakan adalah :
a) Faktor predisposisi
Pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan nilai
b) Faktor pendukung
Ketersediaan sumber dan fasilitas
c) Faktor yang memperkuat atau pendorong
c. Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung.Skala Likert
digunakan untuk mengukur sikap,pendapat dan persepsi seseorang atau
kelompok tentang satu kejadian.
Dalam menggunakan skala Likert maka variable yang akan diukur
dijabarkan menjadi dimensi , dimensi dijabarkan menjadi subvariabel dan
akan dijabarkan lagi menjadi indicator-indikator yang dapat diukur serta
16
akhirnya indicator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk
membuat item instrument yang berupa pertanyaan yang perlu dijawab
untuk responden.
Nilai-nilai dari skala Likert adalah :
1) Sikap Positif
Selalu (SL) : 4
Sering (SR) : 3
Jarang (JR) : 2
Tidak Pernah (TP) : 1
2) Sikap negative
Selalu (SL) : 1
Sering (SR) : 2
Jarang (JR) : 3
Tidak Pernah (TP) : 4
4. Pemberian Makanan Pendamping (MP) ASI
a. Pengertian
Makanan tambahan adalah makanan untuk bayi selain ASI yang di
berikan kepada bayi pada umur 6 bulan keatas. Susu formula penambah
dari kekurangan ASI atau susu pengganti ASI (PASI), (Soehardjo, 1992).
Mulai umur 6 bulan ASI sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi,
maka dari itu bayi memerlukan makanan tambahan, jadi kegunaan
17
makanan tambahan adalah untuk memenuhi kebutuhan bayi akan zat-zat
gizi guna pertumbuhan dan perkembangan bayi, selain untuk
membiasakan bayi dengan makanan lain, selain ASI.
Menurut Irianto Aritonang Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(MP-ASI) adalah makanan yang diberikan pada bayi disamping ASI,
untuk memenuhi kebutuhan gizi anak mulai umur 6 bulan ke atas. Bayi
membutuhkan zat-zat gizi untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
Seiring bertambahnya umur anak, kebutuhannya terhadap gizi pun
meningkat untuk memenuhi kebutuhan tubuh anak, maka pemberian
makanan tambahan bagi bayi dilaksanakan secara bertahap baik bentuk,
jumlah maupun macamnya.
Pemberian makanan pendamping ASI dini adalah memberikan
makanan tambahan selain ASI sebelum usia 6 bulan. Dengan kata lain ibu
tidak memberikan ASI-nya secara eksklusif (Irawati, 2004: 1). Ada yang
memberikan makanan pendamping ASI parsail atau makanan
pendamping ASI predominan.
b. Cara Memberikan MP ASI
Agar makanan tambahan dapat diberikan dengan efisien, sebaiknya
diperhatikan cara-cara pemberiannya sebagai berikut:
1) Diberikan secara berhati-hati, sedikit demi sedikit, dari bentuk encer
secara berangsur-angsur ke bentuk yang lebih kental.
2) Makanan baru diperkenalkan satu persatu dengan memperhatikan
bahwa makanan betul-betul dapat diterima dengan baik.
3) Makanan yang menimbulkan alergi, yaitu sumber protein hewani
diberikan terakhir. Urutan pemberian makanan tambahan biasanya
18
adalah : buah-buahan, tepung-tepungan, sayuran, dan daging (telur
biasanya baru di berikan pada saat bayi berusia 6 bulan).
4) Cara memberikan makanan bayi dipengaruhi perkembangan
emosionalnya. Makanan jangan dipaksakan, sebaiknya diberikan pada
waktu bayi lapar. Bila bayi tidak mau jangan dipaksa tetapi bisa
diganti jenis lainnya dan pada kesempatan lain bisa diulang
pemberiannya.
5) Jangan memberikan makanan pendamping dekat dengan waktu
menyusui.
6) Berikan makanan pendamping yang bervariasi supaya tidak bosan
sekaligus memperkenalkan aneka jenis bahan makanan.
(Notoatmodjo, 2007)
19
Table 2.1
Jadwal Pemberian Makanan Pendamping ASI Menurut Umur Bayi, Jenis Makanan dan Frekwensi Pemberian
Umur bayi Jenis Makanan Berapa Kali Sehari
0-6 bulan ASI - 10-12 kali sehari
7 bulan
ASI
Buah-buahan
Hati ayam atau kacang-
kacangan
Beras merah atau ubi
Sayuran (wortel/bayam)
Minyak/santan alvokad
- Kapan diminta
- 3-4 kali sehari
9 bulan
ASI
Buah-buahan
Bubur/roti
Daging/kacang-kacangan
Ayam/ikan
Beras merah/kentang
Labu/jagung
Kacang tanah
Minyak/santan
Sari buah tanpa gula
- Kapan diminta
- 4-6 kali sehari
12 bulan ASI
Makanan pada umumnya,
termasuk telur dengan kuning
- Kapan diminta
- 4-6 kali sehari
20
telurnya
Jeruk
Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara
bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan
pencernaan bayi/anak. • Pemberian MP-ASI yang cukup dalam hal
kualitas dan kuantitas penting untuk pertumbuhan fisik dan
perkembangan kecerdasan anak yang bertambah pesat pada periode ini.
c. Kerugian Makanan Pendamping Dini
Ada beberapa kerugian dalam pemberian makan pendamping ASI dini
antara lain:
1) Sakit perut/mules
Bayi akan merasa tidak nyaman atau tidak senang karena rasa nyari di
bagian perut yang disebabkan mules. Rasa ini disebabkan oleh udara
yang masuk bersamaan sewaktu memberikan dot susu botol. Mungkin
ibu memberikan secara tergesa-gesa atau botol sudah kosong,
sehingga udara tersebut menyebabkan perut bayi kembung dan
menimbulkan rasa mules pada bayi. (Nano Sunartio, 2005:100)
2) Gangguan pengaturan makanan
Makanan padat telah dianggap sebagai penyebab kegemukan pada
bayi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bayi-bayi yang diberi
makanan tanbahan lebih dini berat badannya lebih berat dari pada bayi
yang mendapat air susu ibu (ASI).
3) Beban ginjal yang berlebihan
Makanan padat, baik yang dibuat sendiri atau buatan pabrik cenderung
untuk mengandung kadar natrium klorida (NaCl) tinggi akan
21
menambah beban bagi ginjal. Bayi-bayi yang mendapat makanan padat
pada umur yang dini, mempunyai osmolitas plasma yang tinggi
daripada bayi-bayi yang 100% mendapatkan ASI, karena itu mudah
mendapat Hiperosmolitas dehidrasi.
4) Kandungan zat gizi tidak sesuai
a) Kekurangan zat besi
Zat besi dari makanan buatan tidak diserap sempurna seperti
zat besi dari ASI, bayi yang diberi makanan buatan sering
terkena anemia karena kekurangan zat besi, dan sebaliknya
bayi yang mendapatkan ASI secara tidak sempurna tidak akan
mengalami anemia karena kandungan xzat besi sesuai dengan
kebutuhan bayi.
b) Kandungan garam yang tinggi
Makanan buatan yang bahan dasarnya dari susu sapi
mengandung garam terlalu banyak, yang bias menyebabkan
hipernatremia (terlalu banyakgaram dalam darah) dan kejang,
terutama bila bayi menderita diare.
c) Kandungan lemak jenuh yang tinggi
Susu formula lebih banyak mengandung asam lemak jenuh
dibandingkan dengan ASI. Untuk perkrmbangan otak bayi
sangat diperlukan asam lemak tak jenuh yang disebut dengan
Decosa Hexaenoid Acid (DHA) yang hanya terdapat pada ASI
manusia. Sehingga bayi yang mendapatkan ASI secara
sempurna mempunyai Intelegency Quolient (IQ) jauh lebih
22
tinggi dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI
secara sempurna (Wiryo, 2000:2)
d) Bahan makanan tambahan yang merugikan
Makanan tambahan mengandung komponen-konponen
alamiah yang jika diberikan pada waktu dini akan dapat
merugikan. Suatu bahan yang lazim adalah sukrosa, gula ini
adalah penyebab kebusukan pada gigi. Jika diberikan pada
umur yang dini dapat membuat bayi terbiasa akan makan yang
manis. Banyak dari serelia yang mengandung gluten dapat
menambah resiko pengembangan perwujudan penyakit celiac
(penyakit perut) pada umur yang muda penyakit tersebut lebih
berbahaya.
e) Alergi terhadap makanan
Belum matangnya system kekebalan dariusus pada umur yang
dini, dapat menyebabkan banyak terjadinya alergi terhadap
makanan pada masa bayi. Alergi pada susu sapi dapat terjadi
sebanyak 7.5%
d. Risiko Pemberian MP ASI Dini
Risiko Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini
Pemberian MP-ASI sebelum bayi berumur 6 bulan akan mengakibatkan
gangguan kesehatan, antara lain : obesitas, alergi terhadap zat gizi dalam
makanan tersebut, mendapat zat-zat aditif dan zat pewarna atau pengawet
yang tidak diinginkan, dan pencemaran dalam penyimpanannya (Solihin,
2003: 26). Jadi pemberian makanan pendamping yang terlalu dini akan
menimbulkan berbagai risiko.
23
Pada pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini
banyak yang beranggapan bahwa anak tidak apa-apa setelah diberikan
makanan dari umur 2 atau 3 bulan sehingga hal tersebut menjadi alasan
untuk mengikuti aturan yang berlaku. Pemberian makanan pendamping
ASI dini sama saja dengan membuka pintu gerbang masuknya kuman.
Belum lagi jika tidak disajikan secara higienis. Hasil riset terakhir peneliti
di Indonesia menunjukkan bahwa bayi yang mendapat makanan
pendamping sebelum berusia 6 bulan akan terserang diare, sembelit,
batuk pilek, dan panas dibandingkan dengan yang diberi ASI eksklusif
(Lely, 2005: 1).
Salah satu efek pemberian MP-ASI dini adalah terjadinya diare.
Dalam MP-ASI biasanya terkandung konsentrasi tinggi karbohidrat dan
gula yang mana masih sukar untuk dicerna oleh organ pencernaan bayi
apabila diberikan terlalu dini, karena produksi enzim-enzim khususnya
amylase pada bayi masih rendah. Karena produksi enzim-enzim
pencernaan masih rendah maka akan terjadi mal absorpsi di dalam organ
pencernaan bayi. Akibatnya akan terjadi gangguan gastrointestinal pada
bayi yang salah satunya adalah kejdian diare. Selang waktu antara
pemberian MP-ASI dengan timbulnya kejadian diare antara 1-2 hari,
ditandai dengan frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali per hari,
konsistensi feses encer dengan warna kuning muda dan disertai lendir.
Kejadian ini berlangsung antara 2 sampai 3 hari (Ngastiyah, 2002: 27).
Menurut Pudjiadi (2002: 19), dampak pemberian MP-ASI dini yaitu:
1) Dapat menyebabkan tingginya soluite load sehingga dapat
menimbulkan hyperosmolality.
24
Pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini
membuka peluang masuknya berbagai jenis makanan yang
mungkin saja berbahaya atau beracun serta mengandung kuman
penyakit. Sementara kemempuan dan kecepatan ginjal untuk
menyaring kotoran dan benda asing kalah cepat, maka akan terjadi
timbunan kotoran di dalam ginjal yang dapat mengganggu fungsi
ginjal (Cherry,R., 2006: 45).
2) Kenaikan berat badan terlalu cepat hingga menjurus ke obesitas.
Pemberian makanan padat terlalu dini sering dihubungkan
dengan meningkatnya kandungan lemak dan berat badan pada
anak-anak (Husein Albar, 2007: 4). Makanan tambahan yang
diberikan kepada bayi cenderung mengandung protein dan lemak
tinggi sehinga pada akhirnya akan berdampak pada konsumsi
kalori yang tinggi dan mengakibatkan obesitas.
3) Alergi terhadap salah satu zat gizi yang terdapat dalam makanan
tersebut.
Berbagai catatan menunjukan bahwa memperpanjang
pemberian ASI ekskusif mengakibatkan rendahnya angka insiden
terjadinya alergi makanan. Sejak lahir sampai usia antara empat
sampai enam bulan, bayi memiliki apa yang biasa disebut sebagai
“usus yang terbuka”. Ini berarti bahwa jarak yang ada diantara sel-
sel pada usus kecil akan membuat makromolekul yang utuh,
termasuk protein dan bakteri patogen, dapat masuk ke dalam aliran
darah. Dalam 4-6 bulan pertama usia bayi, saat usus masih
“terbuka”, antibodi (slgA) dari ASI melapisi organ pencernaan
25
bayi dan menyediakan kekebalan pasif, mengurangi terjadinya
penyakit dan reaksi alergi sebelum penutupan usus terjadi. Bayi
mulai memproduksi antibodi sendiri pada usia sekitar 6 bulan, dan
penutupan usus biasanya terjadi pada saat yang sama (Husein
Albar, 2007: 4).
e. Alasan Pemberian MP ASI Dini
1) Banyak ibu yang beranggapan kalo anaknya kelaparan dan akan tidur
nyenyak jika diberi makan. Karena belum sempurna, sistem
pencernaannya harus bekerja lebih keras untuk mengolah & memecah
makanan.
2) Anak yang menangis terus dianggap sebagai anak tidak
kenyang. Padahal menangis bukan semata-mata tanda ia lapar.
3) Banyak anggapan di masyarakat seperti orang tua terdahulu
bahwa anak tidak ada masalah diberi makan pisang kita umur 2 bulan.
Malah sekarang jadi orang.
4) Tekanan dari lingkungan dan tidak ada dukungan seperti alasan di atas
5) Gencarnya promosi produsen makanan bayi
yg belum mengindahkan ASI eksklusif 6 bl.
5. Hubungan Sosial Budaya dengan Sikap ibu terhadap Pemberian MP
ASI Dini
Dewasa ini nilai-nilai kebudayaan yang berlaku pada masyarakat
Indonesia sangat beraneka ragam. Hal ini disebabkan oleh karena masyarakat
Indonesia sangat majemuk, yang berarti tidak ada persamaan, justru
perbedaan yang tampak, oleh karena itu kemungkinan banyak terjadi
26
benturan karena bersumber dari ketidak samaan. Nilai –nilai kebudayaan
merupakan pandangan-pandangan mengenai apa yang dianggap baik dan apa
yang dianggap buruk. Sebenarnya nilai-nilai itu diperoleh dari pengalaman
manusia berinteraksi dengan sesamanya. Selanjutnya nilai itu berpengaruh
pada pola fikir manusia, yang menentukan sikapnya, yang kemudian
menimbulkan pola tingkah laku tertentu (Soekanto, 2004).
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang
sebagai anggota masyarakat. Jadi kebudayaan merupakan sesuatu yang akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan
yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari
perwujudan kebudayaan adalah berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku menyusui atau pemberian MP ASI
Dini.
Pemberian makanan pendamping ASI adalah bagian dari kebudayaan
yang merupakan aktivitas turun temurun. Di banyak tempat dapat dilihat ibu-
ibu menyusui anaknya dimana saja dan kapan saja, meski pada beberapa
kelompok masyarakat kadang jarang terlihat ibu-ibu menyusui karena telah
memberikan makanan pendamping ASI.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur
sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya
merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap
masyarakat. Perubahan budaya dalam pemberian MP ASI dapat timbul akibat
timbulnya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak
27
dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, adanya penemuan tentang berbagai
macam susu formula yang memiliki kelebihan masing-masing, membuat para
ibu cenderung memberikan susu formula pada bayinya dibandingkan dengan
ASI. (Perinasia, 2003)
Faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-
konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab-akibat antara
makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, temuan-
temuan baru, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif
terhadap perilaku ibu dalam memberikan MP ASI pada bayinya. Pada
beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi
budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian
makan pada bayi yang berbeda dengan konsepsi kesehatan modern.
Sedangkan dalam hubungannya dengan perkembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan, kebudayaan mempengaruhi pemberian MP ASI dengan
semakin gencarnya produk makanan bayi yang dianggap memiliki banyak
kelebihan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Walaupun pada masyarakat tradisional pemberian MP ASI bukan
merupakan permasalahan yang besar karena pada umumnya ibu memberikan
bayinya MP ASI, namun yang menjadi permasalahan adalah pola pemberian
MP ASI yang tidak sesuai dengan konsep medis sehingga menimbulkan
dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi. Disamping pola
pemberian MP yang salah, kualitas MP ASI juga kurang. Hal ini disebabkan
banyaknya pantangan terhadap makanan yang bisa diberikan pada bayi.
28
B. Kerangka Konsep
Yang dimaksud kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau
kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin
diteliti (Notoatmodjo, 2005 : 43).
Menurut Rusli Utami (2000) faktor yang mempengaruhi pemberian ASI
eksklusif adalah pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, kebudayaan, sikap,
persepsi, dan ketersediaan waktu. Pada penelitian ini Sosial Budaya menjadi
variabel independent, sedangkan Sikap terhadap pemberian MP ASI Dini adalah
variabel dependen.
Variabel independen Variabel dependen
C. Hipotesis
Ha : p ≠ 0 : Ada Hubungan Sosial Budaya dengan Sikap Ibu Terhadap
Pemberian MP ASI Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung
Ampalu Kecamatan Koto VII Kabupaten Sijunjung
Sosial BudayaSikap Terhadap
Pemberian MP ASI Dini