bab iii dogy
TRANSCRIPT
BAB III
STRATIGRAFI REGIONAL
3.1. Stratigrafi Regional
Berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Barat yang telah dikemukakan oleh
van Bemmelen (1949), daerah penelitian terletak pada bagian utara Zona
Antiklinorium Bogor yang berbatasan langsung dengan Zona Dataran Pantai Utara.
Telah banyak peneliti Geologi asing maupun Indonesia yang meneliti daerah
perbatasan Zona Antiklinorium Bogor dan Zona Datran Pantai Utara ini, diantaranya
adalah Van Bemmelen (1949), Soedjono Martodjojo (1984), Imam A. Sadisun
(1998), Berlian Yulihanto dan Yahdi Zaim serta banyak lagi peneliti lainnya.
Satuan yang tertua di daerah ini adalah Formasi Jatiluhur (Tmj) berumur Miosen
Tengah, terdiri dari batulempung gampingan bersisipan batugampingpasiran;
lingkungan pengendapannya adalah sublitoral – laut dalam. Formasi ini mempunyai
Anggota Pasirgombong (Tmjp), yang terdiri dari batupasir lanauan dan lempung
pasiran, berlingkungan pengendapan sublitoral dalam.
Bagian atas Formasi Jatilihur, menjemari dengan Formasi Parigi (Tmp), yang terdiri
dari batugamping klastika dan batugamping terumbu masif berumur Miosen Tengah
(Tf), lingkungan pengendapannya sublitoral. Di bagian timur, Formasi Jatiluhur
tertindih tidak selaras oleh Formasi Subang (Tms) yang berumur Miosen Akhir dan
terdiri dari batulempung, batupasir, dan batugamping; lingkungan pengendapannya
sublitoral luar hingga litoral. Formasi Subang memiliki Anggota Tanjakan Pacol
1
(Tmst) yang terdiri dari batupasir bersisipan batulempung; lingkungan
pengendapannya adalah litoral
Formasi Subang tertindih secara tidak selaras oleh Formasi Kaliwangu (Tpk)
berumur Pliosen Awal yang terdiri dari batupasir, batulempung, dan batugamping;
ligkungan pengendapannya adalah litoral. Formasi Kaliwangu tertindih secara selaras
oleh Formasi Cihowe (Tpc) yang berumur Pliosen Akhir, terdiri dari tuff dan
batulempung tufaan.
Satuan batuan yang berumur Tersier ditutupi tak selaras oleh endapan permukaan
yang umurnya berkisar antara Plistosen dan Holosen, dan terdiri dari beberapa satuan
batuan yaitu Satuan Batupasir konglomeratan dan batulanau (Qoa) dan Satuan
Konglomerat dan Batupasir tufaan (Qav) yang berumur Plistosen; Endapan Sungai
Muda (Qa), Endapan Dataran Banjir (Qaf), Endapan Pantai (Qac), dan Endapan
Pematang Pantai (Qbr) yang berumur Holosen. Endapan permukaan tersebut
umumnya terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil, dan kerakal.
Tabel 3.1. : Kolom Stratigrafi Regional menurut D. Sudana dan A. Achdan (1992)
2
Menurut D. Sudana dan A. Achdan (1992), diuraikan urut-urutan
pengendapan sedimen dari endapan yang berumur tertua sampai endapan termuda
yang menempati geologi regional daerah Pasircongcot yang merupakan daerah
penelitian. Acuan ini yang dijadikan sebagai data bagi penulis dalam menguraikan
stratigrafi pada daerah penelitian. Berikut adalah urutan stratigrafi regional dan
pemeriannya dari tua ke muda:
3.1.a. Formasi Jatiluhur
Formasi ini terdiri dari batulempung gampingan bersisipan batugamping
pasiran. Batulempung gampingan berwarna kelabu tua, getas, menyerpih, setempat
karbonatan dan glaukonitan, mengandung nodul batulempung gampingan berwarna
cokelat, sangat keras, berbentuk bulat atau cakram, berukuran 1 sampai 6 cm.
Batugamping pasiran, berwarna kelabu muda, klastika, glauconitan, mengandung
foraminifera planktonik dan bentonik. Formasi ini tertindih tidak selaras oleh
Formasi Subang dan menjemari dengan Formasi Parigi. Tebal satuan ini diperkirakan
tidak kurang dari 1000 m. Formasi ini juga memiliki satu Anggota Formasi
Pasirgombong.
3.1.b. Formasi Parigi
Formasi ini terdiri dari batugamping klastika dan batugamping terumbu.
Batugamping klastika berupa kalkarenit dan kalsirudit, sebagian lempung berwarna
putih kotor sampai kecoklatan, keras dan padu. Batugamping ini mengandung kalsit,
pecahan koral, foraminifera besar, pecahan cangkang brachiopoda dan sedikit
foraminifera kecil. Batugamping terumbu, berwarna putih kotor, jika lapuk berwarna
putih kecoklatan, masif dan padu, mengandung fosil foraminifera dan fragmen
3
brachiopoda. Formasi Parigi dapat dikesebandingkan dengan Anggota Batugamping
Formasi Jatiluhur atau Formasi Kelapanunggal.
3.1.c. Formasi Subang
Formasi ini terdiri dari batulempung, batupasir, dan batugamping pasiran.
Batulempung, berwarna kelabu kecoklatan sampai dengan cokelat; setempat
gampingan, glauconitan, karbonatan, piiritan, mengandung sedikit moluska, dan
sedikit fragmen damar dengan nodul gamping. Batupasir berupa sisipan dalam
batulempung, sebagian gampingan, kelabu kekuningan, berbutir halus sampai kasar,
menyudut tanggung sampai membundar tanggung. Batugamping pasiran, merupakan
sisipan dalam batulempung, berwarna putih kelabu, keras, padu, banyak mengandung
foraminifera besar. Lingkungan pengendapan sublitoral luar – bathial. Tebalnya
diperkirakan sekitar 2000 m. Formasi Subang menindih tak selaras Formasi
Jatiluhur. Formasi Subang ini memiliki satu anggota yaitu Anggota Tanjakanpacol.
3.1.d. Formasi Kaliwangu
Formasi ini tersusun dari perselingan batupasir dan batulempung bersisipan
batugamping. Batupasir, berwarna kelabu sampai kelabu kecoklatan, berbutir halus
sampai sedang, umumnya gampingan. Batulempung, berwarna kelabu kecoklatan,
pasiran, setempat gampingan, dan banyak mengandung gypsum. Batugamping,
berwarna putih kotor, lempungan dan pasiran, setempat, banyak ditemukan cangkang
molluska yang membentuk lapisan batugamping qoquina, terdapat juga sedikit
kepingan lignit. Umurnya diduga Pliosen Awal, lingkungan pengendapannya neritik.
Tebal dari Formasi ini diperkirakan 100 m, diendapkan secara tidak selaras diatas
Formasi Subang.
4
3.2. Stratigrafi Daerah Penelitian
Dalam pembahasan stratigrafi daerah penelitian ini penulis menggunakan
pengelompokan satuan batuan yang berdasarkan pengelompokan utama dan properti
khusus setiap satuan batuan. Pengelompokan dalam hal ini berdasarkan urutan
litologi yang tidak resmi. Pengelompokan satuan litologi didasarkan atas dominasi
dari litologi dominan serta tersingkap dipermukaan daerah penelitian.dalam proses
perekam urutan batuan sering kali tidak ditemukan kontak antar batuan yang
dikarenakan tingkat derajat pelapukan yang sangat tinggi. Oleh karena itu dalam
penarikan batas satuan dibantu dengan pola penyebaran dari topografi dan
kedudukan lapisan. Tidak ditemukan fossil dari foraminifera planktonik pada daerah
ini sehingga dalam penentuan dari stratigrafi batuan menggunakan teori superposisi
yang terdapat pada batuan, dan menggunakan kesebandingan dengan fossil yang
terdapat pada batu lempung yang merupakan batuan dari formasi Subang yang
terdapat pada daerah sebelah tenggara di luar daerah penelitian. Berdasarkan hal
tersebut, maka penulis membagi daerah penelitian menjadi 2 bagian: (1). Satuan
batupasir , dan (2). Satuan batulempung. (3) Endapan Aluvial
Untuk menentukan lingkungan pengendapan, penulis menggunakan kajian
analisis mikropaleontologi. Foraminifera bentonik digunakan untuk penentuan
bathymetri lingkungan pengendapan berdasarkan zona batimetri menurut Adi P.
Kadar Hudianto Armien (1996). Penentuan lingkungan pengendapan berdasarkan
pengamatan litologi, struktur sedimen dan tekstur batuan dari hasil analisa petrografi
serta pendekatan teoritis dengan konsep-konsep yang ada
5
Tabel 3.2. Tabel litologi batuan pada daerah penelitian.
6
3.2.1. Satuan Batulempung
Tabel 3.3. Tabel satuan Batulempung
Nama
Batuan
umur Tebal Kolom Litologi Deskripsi
Bat
u L
empu
ng
≤ N
9 298,
875
Batuan memiliki warna fresh abu-abu dan warna lapuk coklat , mempunyai ukuran butir <1/256, diindikasikan sebagai batulempung dengan semen silikadan mengandung mineral sedikit berupa kuarsa dan feldspar. Memperlihatkan struktur sedimen berupa perlapisan sejajar. Terdapat perselingan dengan batupasir pada bagian utara.
Dinamakan satuan batulempung karena batuan ini memiliki ukuran butir <
1/256 yang memiliki penyebaran barat-timur pada bagian selatan daerah penelitian.
Singkapan batuan ini ditemui pada kondisi yang lapuk hingga sangat lapuk, hak ini
disebabkan karena proses pelapukan yang sangat kuat pada daerah ini. Batas litologi
satuan batupasir dan satuan batulempung tidak ditemukan secara detail di lapangan
sehingga penarikan batas litologi dibantu dengan penyebaran pola kontur dan tidak
dapat ditarik berupa garis tegas.
7
Foto 3.5. Foto singkapan batulempung selang-seling batupasir (LP 30)
Foto 3.6. Singkapan batulempung (LP 22)
3.2.1.a. Penyebaran dan Ketebalan
Arah penyebaran satuan batulempung ini adalah barat-timur dengan luas area
mencapai 1/4 dari daerah penelitian dengan arah utar-selatan. Batuan ini mempunayi
persebaran dari arah timur ke barat. kenampakan setuan batuan ini dapat ditemukan
pada daerah penelitian dan pada LP22, LP27 –LP30 (foto 3.5 dan foto 3.6) pada
travers yang dilalui pada daerah barat daerah penelitian. Kondisi singkapan terbaik
8
Barat laut
Tenggara
dapat terlihat pada pada sungai ciKareteg pada desa Margamulya. Satuan batuan ini
memiliki ketebalan > 298,875 meter dan semakin menebal kearah selatan.
3.2.1.b. Ciri-ciri Litologi
Batuan yang ditemukan pada daerah penelitian memperlihatkan warna segar
abu-abu dan warna lapuk coklat, mempunyai ukuran butir <1/256 serta semen berupa
oksida besi. Memperlihatkan struktur sedimen berupa perlapisan sejajar dan semakin
kerah utara akan terdapat perselingan dengan batupasir. Hasil sayatan batuan
menunjukan batuan mempunyai warna abu-abu kecoklatan, berbutir sangat halus
(>1/256mm), dengan kemas tertutup, pemilahan yang baik.
Sayatan juga menunjukan deskripsi mineralogi
Kuarsa (35%):agak lapuk, tidak berwarna (colorless), interferensi kuning terang,
berukuran halus, bentuk membundar tanggung, tidak ada belahan dan kembar,
pemadaman bergelombang, relief sedang.
Feldspar (7%) :Bentuk kristalin, berwarna terang, menyudut tanggung, kembar albit,
albit-kalsbad, zoning, sebagian terubah menjadi serisit.
Serisit (6%): tidak berwarna, interferensi warna hijau-kuning terang, berserabut
halus, merupakan hasil ubahan dari butiran dan matriks, sebagian hadir sebagai
matriks.
Mineral opaq (3%):sebagai butiran, berwarna hitam, opaq, menyudut-membulat
tanggung, sebagian tampak mengantikan/mengisi bentuk cangkang fosil.
9
Gelas (8%): sebagai hasil vitrifikasi, tidak berwarna, tidak tembus cahaya, opaq,
sebagian telah lapuk.
Mineral lempung (41%):berwarna abu-abu pucat, interferensi kuning, relief rendah,
hampir isotrop, terdapat sebagai matrik dan semen bersama gelas dan lumpur
karbonat.
Dari hasil deskripsian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa batuan ini
mempunyai nama Mudrock (Pettijohn, 1975).
3.2.1.c. Penentuan Umur
Akibat dari minimnya keterdapatan fossil plannktonik dan bentonik yang ada
pada daerah penelitian sehingga peneliti menggunakan hukum super posisi untuk
menentukan umur dari pada satuan batuan. Dari penampang diketahui bahwa
batulempung tertindih secara selaras dibawah satuan batupasir, Sehingga dapat
diketahui bahwa satuan batulempung mempunyai umur yang relatif lebih tua
dibandingkan dengan satuan batupasir. Satuan batupasir mempunyai umur miosen
tengah sampai misoen atas (N9-N23). Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa umur
satuan batulempung adalah ≤ N9.
10
3.2.1.d. Lingkungan Pengendapan
Kehadiran foraminifera bentonik dapat membantu untuk menentukan
lingkungan pengendapan dari batuan ini. Tetapi kehadiran dari foraminifera bentonik
pada batuan ini tidak dijumpai pada daerah penelitian. Sehingga peneliti
menggunakan ciri litiologi dan kesebandingan dengan peneliti sebelumnya yang
telah melakukan penelitian pada daerah ini. Dari ciri litologi menunjukan ciri yang
sama dengan ciri litoloogi yang terdapat pada formasi subang bagian selatan yang
diteliti oleh Martodjoyo (1984). Ciri litologi menunjukan bahwa batu lempung ini
mempunyai semen berupa oksida besi yang menunjukan bahwa sebanarnya daerah
ini merupakan suatu daerah yang pernah terbuka sehingga mengalami oksidasi,
ketidak terdapatan fossil baik berupa planktonik maupun fossil berupa bentonik
menunjukan daerah ini merupakan daerah yang tidak memenuhi syarat untuk
pertumbuhan foram. Dan semakin kearah utara batulempung ini dijumpai
perselingan dengan batupasir dengan komposisi semen yang sama berupa oksida
besi. Hal ini menunjukan terjadinya struktur beupa coarsening upward pada daerah
penelitian dan mengingatkan kita pada pola pengendapan pada sistem pengendapan
regresi. Dari data yang diperoleh diatas maka dapat ditarik kesimpulan berupa batuan
ini terendapkan pada daerah transisi (tidal flat).
11
3.2.2 Satuan Batupasir
Tabel. 3.4. Tabel Satuan Batupasir
Nama
Satuan
umur tebal Kolom
Litologi
Deskripsi Fossil
Bat
upas
ir
Mio
sen
Ten
gah-
Mio
sen
Ata
s
(N9-
N23
)
441
,25
Met
er
Batuan yang memiliki warna fresh abu-abu dan warna lapuk coklat, mempunyai ukuran butir 1/2-1/8 mm dengamn matriks dengan ukuran < 1/256. Mempunyai semen berupa oksida besi, bentuk butir membundar tanggung, porositas baik, kemas tertutup, pemilahan baik, kekompakan medium. Memperlihatkan keberadaan mineral feldspar dan kuarsa, terlihat struktur sedimen berupa perlapisan sejajar.
Orbulina universaD’ORBIGNY
Dinamakan satuan batupasir dengan butir yang berukuran pasir sedang
sampai dengan pasir halus yang memiliki penyebaran barat-timur dari daerah
penelitian, serta melingkupi hampir ¾ dari daerah pemetaan. Singkapan batupasir ini
ditemukan dengan kondisi segar sampai dengan sangat lapuk (foto 3.3 (a) dan (b),
12
foto 3.4) . Satuan ini mempunyai penyebaran yang luas dari arah barat-timur. Satuan
batuan ini Batas kontak ini tidak ditemukan dengan jelas pada daerah penelitian,
sehingga penulis menggunakan pola penyebaran dari kontur. Singkapan ditemukan
umumnya pada kondisi yang lapuk yang disebabkan karena terjadi proses pelapukan
yang sangat kuat. Batas litologi antara kontak satuan batupasir dan lapisan
batulempung tidak tampak secara detail.
(a) (b)
Foto 3.3. Singkapan batupasir pada sungai Ci Subah (LP 20)
13
Barat Timur Barat Timur
Foto 3.4. Singkapan Batupasir pada sungai Ci Subah (LP 11)
3.2.2.a. Penyebaran dan Ketebalan
Arah dari penyebaran dari satuan batupasir ini yaitu barat timur dengan
terjadi perlebaran penyebaran pada daerah timur penelitian. Satuan batuan ini
merupakan satuan batuan yang paling dominan yang terdapat pada daerah penelitian
dan meliputi hampir ¾ dari luas keseluruhan daerah penelitian. Kenampak batuan ini
terlihat pada LP1 sampai LP 20 (foto 3.3 (a) dan (b), foto 3.4) pada lintasan yang
berada pada sungai Ci Subah dengan arah lintasan utara-selatan. Singkapan batuan
yang terbaik dapat terlihat pada sungai Cisubah desa Parung Mulya dengan koordinat
S 06023’08,1”. Perhitungan ketebalan batuan pada daerah penelitian ini dengan
mengukur ketebalan batuan pada sayatan penampang 2 dimensi pada peta dan
menggunakan perbandingan skala sehingga dapat ditentukan bahwa ketebalan
lapisan batuan ini adalah > 441,25 meter yang semakin menebal kearah utara.
14
Barat Timur
3.2.2.b. Pemerian Litologi
Singkapan batuan batupasir ditemukan dalam kondisi segar pada LP2 dan
LP5 sedangkan pada LP lainnya ditemukan dalam kondisi lapuk. Pada pengamatan
megaskopoik singkapan batuan ini memperlihatkan kenampakan bberupa memiliki
warna fresh abu-abu dan warna lapuk orange. Batuan ini mempunyai porositas
sedang sampai dengan baik. Batuan ini mempunyai ukuran butir berukuran pasir
sedang sampai dengan pasir halus dan matriks dengan ukuran lempung. Semen dari
batuan ini berupa oksida besi hal ini terlihat dari warna batu ketika lapuk berwarna
orange. Batuan ini mempunyai kemas tertutup dan terpilah dengan baik, dengan
ukuran butir sub angular – sub rounded.
Sedangkan dari pengamatan mikroskopis batuan ini memperlihatkan kenampakan
berupa :
LP 11
Sayatan berwarna terang-abu-abu terang-kecoklatan, berbutir halus-sedang,
terpilah baik, kemas terbuka,telah mengalami okasidasi, komposisi butiran diri dari
feldspar, kuarsa, serisit dan mineral opak, yang tertanam dalam matriks mineral
lempung. Sayatan batuan ini mem perlihatkan kandunan mineral berupa
Feldspar (5%) :Bentuk kristalin, berwarna terang, menyudut tanggung, kembar albit,
albit-kalsbad, zoning, sebagian tervitrifikasi menjadi gelas.
15
Kuarsa (25%) : sebagai butiran, tidak berwarna, interferensi kuning terang, relief
sedang, sebagian hadir sebagai matriks/semen berupa mikrokristalin kuarsa.
Karbonat (9%): Coklat pucat, berbutir halus, relief bergelombang, sebagian
mengkilap minyak, terdapat sebagai matriks bersama lempung.
Mineral opak (4%) : Berwarna hitam,tidak tembus cahaya, bentuk kristal tidak
beraturan-membundar tanggung,sebagi hasil oksidasi disekitar kristal.
Oksida besi (4%): sebagai butiran, coklat-kecoklatan, bentuk tidak teratur, hadir
menggantikan mineral lain dan mengisi retakan,
Mineral lempung (53%): Berwarna abu–abu sampai coklat kekuningan, indek bias <
balsam, relief rendah, sebagai matriks bersama gelas.
Nama batuan : Lithic Wacke (Pettijohn, 1975)
16
LP 5
Sayatan berwarna abu-abu kecoklatan, bebutir sedang-halus, bentuk butir
membundar sampai menyudut tanggung, kemas terbuka, pemilahan sedang, terdiri
atas feldspar, kuarsa dan mineral opak, yang tertanam dalam matriks mineral
lempung, semen berupa oksida besi. Batuan ini mempunyai kandungan mineral
berupa:
Kuarsa (29%):tidak berwarna, interferensi kuning terang, membundar tanggung,
tidak ada belahan, tidak mempunyai kembar, relief sedang.
Feldspar (10%): tidak berwarna, menyudut tanggung, kembar albit, albit-kalsbad,
relief sedang, indeks bias lebih besar dari media, sebagian tervitrifikasi menjadi
gelas.
Mineral opak (5%) :berwarna hitam, opaq, interferensi merah kecoklatan, isotrop,
bentuk menyudut dan memanjang pipih.
Mineral lempung (54%): tersebar sebagai matriks, berwarna abu-abu kecoklatan,
interferensi kuning kecoklatan, relief rendah, hampir isotrop.
Oksida besi (5%): berwran kecoklatan-kemerahan, bentuk tidak teratur, hadir sebagai
semen.
Nama Batuan : Lithic Wacke (Pettijohn, 1975).
17
3.2.2.c. Penentuan Umur
Pada satuan batuan ini terdapat kelimpahan fossil foraminifera planktonik
yang sangat minim. Hanya ditemukan fossil Orbulina universa D’ ORBIGNY ,
sehingga peneliti menggunakan umur dari fosil tersebut untuk penarikan umur
relatif. Umur fossil mempunyai range yang panjang dimulai dari miosen tengah –
miosen atas (N9-N23).
3.2.2.d. Lingkungan Pengendapan
penentuan lingkungan pengendapan ini adalah (tidal flat) hal ini dapat
dideterminasi dengan ketidak terdapatan atau jarangnya dijumpai fossil baik
foraminifera planktonik maupun foraminifera bentonik juga didukung dengan
dijumpainya struktur sedimen berupa laminasi sejajar dan perubahan ukuran butir
pada batupasir yang semakin mengasar keatas (coarsening upward) serta semen dari
pada batuan ini yang banyak mengandung oksida besi sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa daerah ini merupakan daerah pasang-surut (tidal flat) dan
keberadaan semen berupa oksida besi menunjukan bahwa daerah ini merupakan
suatu daerah yang terkadang tidak tertutup oleh badan air sehingga mengakibatkan
proses oksidasi dapat terjadi.
3.2.2.e. Hubungan Stratigrafi dengan Kesebandingan
Berdasarkan ciri litologi kedudukan stratigrafi, umur dan penyebaran, naka
satuan ini dapat disebandingkan dengan Formasi Subang anggota Ci Cauh.
18
Hubungan stratigrafi satuan batupasir dengan lapisan dibawahnya yaitu satuan
batulempung adalah selaras hal ini didasarkan pada struktur sedimen berupa laminasi
sejajar dan dengan memperhatikan pola penyebaran batuan di peta dan juga dengan
memperhatikan sayatan penampang geologi yang di buat berdasarkan peta geologi.
3.2.3. Satuan Endapan Aluvial
Dinamakan satuan endapan aluvial karena satuan ini terdiri dari material
lepas yang terbawa oleh arus sungai (Fluvial). Satuan ini terletak pada sungai
Cisubah dengan penyebaran yang kecil yang di jumpai pada beberapa tempat.
(a) (b)
Foto3.5. Satuan endapan aluvial pada sungai Ci Subah (LP 9)
19
Barat Laut TenggaraBarat Laut Tenggara
Foto 3.6. Satuan Endapan Aluvial pada sungai Ci Subah (LP 1)
3.2.3.a. Penyebaran dan Ketebalan
Endapan aluvial ditemukan pada daerah sungai Ci Subah dengan pola
penyebarabn berupa spot-spot dengan areal yang tidak luas pada beberapa tempat
(Foto 3.1 (a)&(b), foto 3.2). Endapan aluvial pada daerah ini juga mempunyai
ketebalan yang tidak terlalu tebal diperkirakan ketebalan dari satuan ini < 2m.
3.2.3.b. Pemerian Litologi
Ciri litologi Endapan Alluvial terdiri atas material lepas yang berupa fragmen
batupasir, batulempung dengan ukuran kerakal, kerikil, pasir dan lempung.
Mempunyai warna coklat dan mempunyai bentuk butir subangular- sub rounded.
20
barat Lauttenggara
3.2.3.c. Penentuan umur
Penentuan umur dari endapan alluvial ini berdasarkan analisa dari pola
penyebaran, ketebalan dan juga stadia sungai yang ada. Sungai Ci Subah
menunjukan stadia dewasa. Maka dari data-data diatas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa endapan sungai tersebut mempunyai umur holosen (recent).
3.2.3.d. Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan dari satuan endapan ini didasarkan pada ciri
litologi dan proses pengendapan dari ciri litologi endapan ini banyak mengandung
fragmen dengan ukuran kerakal dan kerikil yang mencirikan bahwa pengendapan
material tidak terlalu jauh dari batuan asalnya dan berdasarkan prosesnya endapan ini
merupakan endapan hasil aktifitas pengangkutan material oleh arus traksi yang
terjadi pada sungai yang kemudian diendapkan pada daerah meander maupun pada
dasar sungai sehingga dapat disimpulakan bahwa endapan ini terjadi pada daerah
channel sungai yang ada di darat
21
3.2.4. Hubungan Stratigrafi dan Kesebandingan
Berdasarkan ciri litologi , kedudukan stratigrafi, umur dan pola penyebaran.
Maka batuan ini dapat disebandingkan dengan Formasi Subang bagian Selatan
( Martojoyo 1983).
Hubungan satuan Batulempung dengan satuan batupasir yang ada diatasnya adalah
selaras, hal ini dapat ditentukan dengan memperhatikan struktur sedimen yang ada
yaitu berupa struktur laminasi sejajar, pola penyebaran batuan pada peta, dan sayatan
penampang 2 dimensi dari peta.
22