bab iii fix.doc
DESCRIPTION
konstruksi bajaTRANSCRIPT
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Tahap-Tahap Dalam Uji Tarik Baja
Tahap-tahap dalam Uji Tarik Baja adalah sebagai berikut:
1) buatlah benda uji untuk setiap contoh dengan bentuk dan dimensi yang sesuai
dengan ketentuan;
2) setiap contoh dibuat 2 (dua) benda uji untuk pengujian ganda;
3) setiap benda uji dilengkapi dengan nomort benda uji, nomor contoh serta
dimensinya;
4) pasang benda uji dengan cara menjepit bagian h dari benda uji padat alat penjepit
mesin tarik; sumbu alat penjepit harus berimpit dengan sumbu benda uji.
5) Tarik benda uji dengan penambahan beban sebesar 10 MPa/detik sampai benda
uji itu putus; catat dan amatilah;
6) Besarnya perpanjangan yang terjadi sertiap penambahan yang terjadi beban 10
MPa; Jika benda uji merupakn baja lunak, maka harus dicatat besarnya gaya tarik
pada batas ulur, Py; Gaya tarik maksimum, Pmaks
7) buatlah grafik antara gaya tarik yang bekerja dengan perpanjangan;
(1) untuk baja lunak lihat Gambar 3.1.
Buat garis DE//AB untuk menentukan besarnya perpanjangan e =AE.
Garis AFG = batas ulur.
Gambar 3.1. Grafik Gaya Tarik Perpanjangan Untuk Baja Lunak
(2) untuk baja keras, lihat gambar 3-2;
Tentukan bagian garis lurus AC, kemudian tarik garis DE//AC.
AE = nilai pepanjangan, mm
Hitung nilai perpanjangan putus
tentukan titk F sejauh;
Tarik garis FB//DE, sehingga besarnya Py bias diketahui.
Gambar 3.2. Grafik Gaya Tarik Perpanjangan Untuk Baja Keras
Ukur diameter bagian benda uji yang putus (Du) dan panjang setelah putus
(lu), lihat Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Penampang Bagian Yang Putus
3.2. Sistem Pengujian
Sistim pengujian menurut SNI-07-2529-1991 adalah;
1. pengujian kuat tarik baja beton untuk setiap contoh dilakukan secara ganda
(duplo) demikian untuk setiap contoh harus disiapkan 2 (dua) buah benda uji;
2. penaatan data pengujian harus menggunakan formulir laboratorium yang berisi:
(1) identitas benda uji dan contoh;
(2) teknisi penguji;
(3) tanggal pengujian;
(4) penanggung jaeab pengujian;
(5) pencatatan pengujian;
(6) nama laboratorium dan instansi penguji.
3. hasil pengujian harus ditanda tangani oleh penaggung jawab.
3.3. Laporan Uji Kuat Tarik Baja
Laporan uji kuat tarik baja beton perlu mencantumkan data sebagai berikut:
1. identitas contoh :
(1) nomor contoh;
(2) jenis contoh ;
(3) asal pabrik dan proyek yang akan menggunakan.
2. laboratorium/ instansi yang melakukan pengujian:
(1) nama teknisi yang melakukan pengujian;
(2) nama jabatan yang bertanggung jawab terhadap hasil pengujian.
3. hasil pengujian;
4. rekomendasi dan saran-saran.
Gambar 3.4. Laporan Uji Tarik Baja
3.4. Hukum Hooke
Secara grafis modulus elastisitas bahan E adalah tg , sehingga Hukum Hooke
untuk beban uniaksial:
E = atau = E
Berhubung regangan tidak berdimensi maka satuan modulus elastisitas sama
saja dengan satuan tegangan. Hukum Hooke hanya berlaku sampai batas
proporsional bahan dengan kata lain hukum Hooke hanya berlaku pada saat bahan
dalam kondisi elastis.
Disamping terjadinya deformasi dalam arah gaya yang bekerja, ternyata terjadi
pula deformasi pada arah tegak lurus gaya yang bekerja, yaitu perpanjangan dan
perpendekan dalam arah lateral (melintang). Apabila sebatang baja ditarik maka
dalam arah aksial maka akan terjadi perpanjangan dalam arah aksial, dan
perpendekan dalam arah lateral. Demikian pula sebaliknya apabila sebatang baja
ditekan dalam arah aksial maka akan terjadi perpendekan dalam arah aksial, dan
perpanjangan dalam arah lateral. Hal ini disebabkan oleh efek Poisson (nu), tanda
negatip artinya perpendekan dan sebaliknya perpanjangan untuk tanda positip.
=
Pada keadaan ekstrem harga ada yang serendah 0,1 (pada beberapa jenis
beton) dan ada pula yang tinggi sebesar 0,5 (pada karet)
Sebuah balok yang sisinya a, b, dan c diberi tegangan tarik aksial pada masing-
masing sisinya. Tegangan normal yang terjadi dinyatakan oleh x, y, dan z seperti
terlihat pada Gambar 3.5.
Z
z x
Y
y y
X x z
Gambar 3.5. Tegangan Normal Triaksial
Tegangan dalam arah x sebesar x mengakibatkan regangan positip arah x sebesar
.
Tegangan dalam arah y sebesar y mengakibatkan regangan negatip arah x, sebesar
lateral = - aksial sehingga:
Tegangan dalam arah z sebesar z mengakibatkan regangan negatip arah x, sebesar
Sehingga regangan total arah x sebesar
Regangan-regangan dalam arah y dan arah z dapat pula diperoleh dengan jalan yang
sama, sehingga regangan-regangan dalam ketiga arah:
3.5. Contoh Perhitungan Tegangan Tarik
Contoh 1
100 kN
300 mm
100 kN
Penyelesaian
Regangan lateral/lintang =
Regangan aksial =
Poisson Rasio,
MPa
Modulus Elastisitas, E = MPa
Contoh 2
Py
Batang aluminium diameter 50 mm diberi gaya tarik sebesar 100 kN. Batang tersebut mengalami pertambahan panjang 0,219 mm untuk panjang ukur 300 mm, diameter batang berkurang sebesar 0,01215 mmHitung tetapan dan E
tebal pelat 10 mm
Px Px 100 mm
Py
200 mm
Pelat baja seperti tergambar memikul beban biaksial Px = 100 kN, dan Py = 300 kN,
beban bekerja secara merata pada penampang. E baja = 200 GPa, = 0,25
a. Hitunglah perubahan tebal pelat baja
b. Hitung perubahan volume pelat baja
Penyelesaian:
a. Perubahan tebal pelat:
MPa
MPa
mm
Maka pelat baja berkurang tebalnya sebesar 0,003125 mm
b. Perubahan volume pelat:
Perubahan volume persatuan volume = (x + y + z)
= 0,0003125 + 0,000625 – 0,0003125
= 0,000625
Perubahan volume = 0,000625.100.200.10 = 125 mm3
Volume pelat bertambah sebesar 125 mm3
3.6. Desain Terhadap Beban Fatik
Pada umumnya fatik bukanlah masalah yang dijumpai pada bangunan gedung
karena beban pada struktur tidak menimbulkan variasi tegangan yang terlalu besar.
Walaupun demikian fatik tetap dapat dijumpai pada bangunan, yaitu dalam hal adanya
keran (crane) atau vibrasi mesin. Jika batang baja mendapat beban fatik, maka retak
akan terjadi dan menyebar sehingga menyebabkan keruntuhan fatik. Retak ini
cenderung terjadi pada tempat dimana terjadi konsentrasi tegangan, misalnya pada
bagian lubang, sisi penampang yang tidak sempurna, atau pengelasan yang tidak baik.
Fatik juga lebih banyak terjadi pada batang tarik. Meskipun telah banyak uji fatik
dilakukan tetapi pemahaman perilaku fatik bagi perancang teknik masih belum ada.
Akibatnya, desain baja terhadap fatik hampir seluruhnya didasarkan pada hasil uji.
Satu metoda untuk uji fatik adalah metoda beban aksial, dimana batang mendapat
tegangan aksial bolak-balik dan hasilnya dinyatakan dalam kurva S-N. Dalam kurva ini,
tegangan maksimum (S) dinyatakan dalam sumbu vertikal dan jumlah pembebanan
berulang yang diperlukan untuk terjadi keruntuhan (N) dalam sumbu horisontal, seperti
diberikan dalam Gambar 3.6. Tentu saja nilai ini akan berlainan tergantung mutu baja
dan temperatur. Untuk mendapatkan kurva ini, benda uji dites pada tingkat tegangan
yang berbeda dan beban tersebut diberikan berulang sampai terjadi keruntuhan. Dalam
Gambar 3.6. terlihat bahwa fatik life suatu batang bertambah jika tegangan maksimum
berkurang. Kemudian, pada nilai tegangan rendah, umur fatik (fatigue life) semakin
besar.
Ada suatu tegangan dimana umur fatik adalah tak terhingga. Tegangan ini disebut
batas daya tahan (endurance). Nilai ini sangat penting untuk suatu material yang
mendapat beban berulang jutaan kali, misalnya untuk mesin yang berrotasi. SNI 03-
1729-02 tidak membahas tentang beban perancangan terhadap beban fatik, tetapi
peraturan AISC-LRFD Appendix K memberikan metoda perancangan sederhana yang
memperhitungkan beban berulang. Dengan metoda ini, jumlah tegangan berulang,
rentang tegangan yang diharapkan (yaitu perbedaan antara tegangan maksimum dan
minimum), tipe dan lokasi batang diperhitungan dalam perancangan. Dengan informasi
ini, rentang tegangan ijin maksimum dapat dicari untuk beban kerja atau beban layan.
Tegangan maksimum dalam suatu batang yang dihitung berdasarkan LRFD tidak boleh
lebih besar dari tegangan nominal dalam batang tersebut, dan rentang tegangan
maksimumnya tidak boleh lebih dari rentang tegangan ijin dalam Appendix K.
Gambar 3.6. Tipikal Kurva S-N
Jika diperkirakan akan terjadi kurang dari 20.000 kali beban berulang pada
suatu batang, maka fatik tidak perlu ditinjau. Jika beban berulang lebih dari 20.000
kali, rentang tegangan ijin ditentukan dengan cara berikut.
1. Kondisi pembebanan dihitung dari Tabel A-K3.1 Appendix K peraturan LRFD.
Misalnya jika diperkirakan jumlah siklus beban kurang dari 100.000 (kurang
lebih 10 kali beban berulang selama 25 tahun) dan tidak lebih dari 500.000 kali
beban berulang, maka harus digunakan kondisi beban no. 2 dari tabel tersebut.
2. Tipe dan lokasi keruntuhan batang atau detail lainnya ditentukan dari Gambar A-
K3.1 Appendix K. Jika suatu batang tarik terdiri dari siku ganda yang dilas
‘fillet’ pada pelat, maka kasus ini dihitung seperti diilustrasikan dalam Contoh 17
(Las fillet akan dibahas dalam Bab 14. Dalam jenis las ini, batang dibuat
‘overlap’ dan dilas).
3. Dari Tabel A-K3.2 tegangan dikelompokkan ke dalam A, B, B’, C, D, E, atau F.
Misalnya, sambungan tarik dengan las fillet dalam Contoh 17, dikelompokkan
sebagai E.
4. Akhirnya dari Tabel A-K3.3 Appendix K, dengan rentang tegangan ijin
kelompok E dan kondisi beban no. 2 didapat Fsr
Contoh 4.6 memperlihatkan desain dua siku tarik yang mendapat beban
berulang dengan menggunakan Appendix K peraturan AISC LRFD. = 13 ksi (89,63
MPa).
3.7. Contoh Perhitungan Beban Fatik
Contoh 1
Suatu elemen baja 18 ft (5,5 m) terdiri dari siku ganda sama kaki dengan las
fillet pada sambungan. Gaya tarik akibat beban mati layan adalah 30 k (133,45 kN).
Juga diperkirakan akan terjadi beban berulang akibat beban hidup 250.000 kali dan
variasi tekan 12 k (53,38 kN) sampai dengan tarik 65 k (289,13 kN). Tentukan
dimensi siku dengan baja A36 dan peraturan LRFD. Solusi: Berdasarkan Appendix
K dan peraturan LRFD didapat nilai berikut.
Tabel A-K3.1 – kondisi beban no. 2
Gambar A-K3.1 – diberikan dalam Contoh 17
Tabel A-K3.2 – Kategori tegangan: E
Tabel A-K3.3 – Rentang tegangan ijin Fsr = 13 ksi (89,63 MPa)
Rentang beban terfaktor Pu
Tarik maksimum
Nu = (1,2)(30) + (1,6)(65) = 140 k (622,8 kN)
Tekan Nu = (1,4)(30) = 42 k (186,8 kN) Nu = (1,2)(30) + (1,6)(-12) = +16,8 k (74,7
kN) Jadi, masih dalam kondisi tarik.
Menentukan dimensi profil: