bab iii hasil penelitian dan analisis a. hasil penelitian · 2019. 8. 8. · 33 bab iii hasil...
TRANSCRIPT
33
BAB III
Hasil Penelitian Dan Analisis
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Wilayah penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah di Iwol Beta Abib Suku
Ngalum Distrik Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang. Kabupaten Pegunungan Bintang
merupakan salah satu Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 20011 bersama 13
Kabupaten di seluruh Provinsi Papua dan di sahkan pada tanggal 12April 2003.
Pada awal dibentuknya Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten tersebut terdiri
dari 3 (tiga) distrik yaitu distrik Oksibil, distrik Kiwirok dan distrik Okbibab. Dalam
kurun waktu 16(enam belas) tahun yaitu 2003-2018 dengan segala tuntutan yang ada maka
terjadi pemekaran beberapa distrik sehingga terbentuklah 34 (tiga puluh empat) distrik
yang terdiri dari 272 Kelurahan/ Kampung. Dari 34 ( tiga puluh empat) distrik tersebut
yang akan di jadikan lokasi penelitian adalah distrik Oksibil2.
Distrik Oksibil merupakan Ibu Kota Kabupaten Pegunungan Bintang. Distrik
tersebut, memiliki 8 (delapan) Kelurahan/kampung yakni Aldombub, Okmakot, Kabiding,
Banumdol, Kutdol, Molbib Silibib, Polsam dan Mabilabol. Dari 8 (delapan) Kampung
yang telah di sebutkan di atas 3 (tiga) kampung menjadi wilayah penelitian yakni
Okmakot, Mabilabol, dan Kabiding. Alasan utama penulis melakukan penelitian di tiga
Kampung tersebut karena terletak di pusat Iwol Beta Abib yaitu wilayah yang menjadi
1Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi,
Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang,
Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven
Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni, dan Kabupaten Teluk Wondama Di
Provinsi Papua Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa 2 Wawancara dengan Kepala Distrik Oksibil, 29 Desember 2017
34
pusat dari tatanan hukum adat masyarakat Suku Ngalum yang saat ini menjadi sasaran
pembangunan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang.
Secara geografis Iwol Beta Abib memilki batas-batas wilayah sebagai berikut:
1) Bagian Barat berbatasan dengan Sepsep Siki, Asek Abib dan Yepengbon
2) Bagian Timur berbatasan dengan Aldombub
3) Bagian Selatan berbatasan dengan Kikonmirip
4) Bagian Utara berbatasan dengan Banumdol3
Keadaan topografi Iwol Beta Abib berada di bawah lembah Sibilbakon bertempat di
kampung adat Yunabol Kelurahan Kabiding Distrik Oksibil Kabupaten Pegunungan
Bintang. Iwol Beta Abib di kelilingi oleh beberapa gunung dan sungai serta beberapa
bukit-bukit yakni; di bagian utara di kelilingi oleh gunung Dopsibi atau masyarakat
setempat menyebutkan (Abenong Dopsibi) Gunung Menuk (Abenong Menuk) bukit
Tenma( Tenma sikin) dan Gunung Ngenop (Abenong Ngenop). Sedangkan di bagian timur
terdapat gunung Polki, Okong Abol, Uraing, Urebuk, dan Arwabki. Sementara di bagian
selatan di batasi dengan kali Oksibil sampai di Sibilbuk dan bagian barat berbatasan
dengan Atem Yakwol, Okatem, Atembakon, Siwal tum, Amoltum, Atembuk, sampai Sibil
Atembakon.4
2. Lembaga Adat
Lembaga adat adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang dibentuk oleh suatu
masyarakat hukum adat tertentu mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri
serta berhak dan berwenang untuk mengatur dan mengurus serta menyelesaikan hal- hal
3Wawancara dengan bapak Anton Uropmabin, Kepala Bidang lingkungan Hidup Dewan Adat Aplim Apom Sibilki, Oksibil 28 Desember 2017 4Wawancara denganbapak Demianus Uropmabin, Kepala suku Beta Abib Oksibil, 28 Desember 2017.
35
yang berkaitan dengan adat5. Dalam Pasal 1 ayat (15) Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan:
Lembaga Adat adalah Lembaga Kemasyarakatan baik yang sengaja dibentuk
maupun yang secara wajar telah tumbuh dan berkembang di dalam sejarah
masyarakat atau dalam suatu masyarakat hukum adat tertentu dengan wilayah
hukum dan hak atas harta kekayaan di dalam hukum adat tersebut, serta berhak
dan berwenang untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan berbagai
permasalahan kehidupan yang berkaitan dengan mengacu pada adat istiadat
dan hukum adat yang berlaku.
Penelitian ini menunjukkan eksistensi lembaga adat dalam penyelesaian sengketa
pada masyarakat hukum adat masih ada dan tetap berjalan.Meskipun belum ada Undang-
Undang yang secara tegas mengakui keberadaan lembaga adat, tidak berarti bahwa
keberadaan lembaga adat tidak mendapat tempat dalam sistem hukum
Indonesia.Keberadaan lembaga adat dapat diturunkan sebagai bentuk perlindungan negara
terhadap keberadaan dan hak-hak masyarakat adat yang telah dijamin di dalam konstitusi,
yakni dalam Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945.
Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa:
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam undang-undang.”
Selain itu ada pula Pasal 28i Ayat (3) UUD 1945 menyatakan:
Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.”
Dua ketentuan konstitusi itu merupakan landasan konstitusional keberadaan lembaga
adat yang merupakan salah satu pilar penting bagi keberadaan masyarakat adat.
Pada umumnya lembaga adat memiliki wewenang yang meliputi
5https://www.google.com/search?q=lembaga+dat+adala&ie=utf-8&oe=utf-8&client=firefox-b-ab.
Di kunjungi pada tanggal 1 Juni 2018 pukul 13.45
36
a) mewakili masyarakat adat dalam pengurusan kepentingan masyarakat adat
tersebut
b) mengelola hak dan atau harta kekayaan adat untuk meningkatkan kemajuan
dan taraf hidup masyarakat yang lebih baik
c) menyelesaiakan perselisian yang menyangkut perkara adat isti adat dan
kebiasaan-kebiasaan masyarakat sepanjang penyelesaiannya tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
d) memusyawarahkan berbagai hal yang menyangkut masalah-masalah adat dan
agama untuk kepentingan masyarakat dat
e) sebagai penengah dalam kaksus-kasus adat
Secara yuridis keberadaan lembaga adat telah mendapat payung hukum dari kostitusi
maupun beberapa Paraturan Perundang-Undangan sehingga setiap daerah memiliki
kewenangan untuk membentuk lembaga adat masing-masing.
Berkaitan dengan keberadaan lembaga adat, Kabupaten Pegunungan Bintang
membentuk duaLembaga yaitu (a) Lembaga Iwol (b) Dewan Adat Aplim Apom Sibilki
sebagai lembaga adat yang memiliki kewenangan untuk mengurus seluruh kepentingan
masyarakat terutama dalam hal penyelesaian sengketa. Berikut penulis akan menjelaskan
pengertian, struktur organisasi, dan kewenangan-kewenangan ke dua lembaga tersebut
dalam menjalankan tugasnya.
a. Lembaga Iwol
1. Pengertian Iwol
Secara harfiah Iwol dipilah menjadi 2 kata, yaitu I (Mereka), Wol (Jalan) sehingga
diartikan sebagai jalan mereka.Iwol bukan semata-mata persoalan bahasa (linguistik) atau
permasalahan akar kata (etimologi) atau permainan tata bahasa (grammatikal).
37
Namun, kata Iwol memiliki multi makna dan berdimensi filosofis, spiritual,
ekologis, ekonomis dan teologis. Iwol menjadi jalan pengembangan sistem, norma, kaidah,
serta landasan ideologi manusia yang tertata dalam institusi adat. Iwol sebagai landasan
ideologi, hal itu dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Rumah tempat tinggal yang sakral bagi manusia Pegunungan Bintang khusus kaum
laki-laki yang sudah diinisiasikan (Bokam) dan khusus perempuan (Sukam).
2. Merupakan simbol lambang atau kelompok manusia yang hidup dalam suatu
wilayah otoritas (culture area) yang didasari dengan tatanan hidup, aturan, norma
dan kaidah, yang tertata dalam institusi adat, dimana dalam peraturannya diwariskan
oleh nenek moyang mereka.
3. Iwol melambangkan rantai persaudaraan dalam kehidupan masyarakat Ngalum Ok.
4. Iwol sebagai simbol kodrati seorang perempuan, ibu, mama dari masyarakat Aplim
Apom Sibilki.
5. Iwol sebagai tempat menyimpan dan menempatkan benda-benda sakral yang
diwariskan secara turun temurun yang dijadikan penopang hidup masyarakat Aplim
Apom6.
Iwol memiliki otoritas wilayah yang melintasi beberapa wilayah administrasi
pemerintahan, sebelah barat distrik Langda, distrik Endomen Kabupaten Yahukimo Iwol
Kolaip dan Papitepinaip, sebelah Timur Iwol Bultembip dan Iwol Telepoaip Negara Papua
New Guinea, Sebelah Utara Suku Dapuneng dengan Kabupaten Mamberamo Raya,
Jayapura dan Suku Murkim, Jetfa, Keerom dan PNG7.
Dalam masyarakat suku Ngalum, Iwol di pandang sebagai salah satu organisasi
tradisional yang memiliki peran yang sangat sentral dalam mengatur dan mengorganisasi
6 Melkior N.N Sitokdana S.Kom M.Eng Menerima misionaris menjemput peradaban;sejarah nama pegunungan bintang dan awal mula peradaban orang asli pegunungan bintang , Penerbit PT Kanisius, Jogyakata, 2016.h. 3. 7Ironimus Uropmabin; Peranan Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Dalam Pemberdayaan Apiwo, Disertasi Universitas Cendrawasi, 13 April 2011
38
segala aktivitas ekonomi manusia berdasarkan prinsip tertentu dalam rangka mencapai
keadilan dan kemakmuran bersama.
Iwol di pimpin oleh seorang kepala Suku (Ngolki).Kepemimpinan yang mereka
perankan bersifat terbuka dalam satu Iwol, sehingga mereka yang dianggap memiliki
keahlian/keterampilan atau pengetahuan tentang bidang tertentu mendapat mandat untuk
menjadi seorang kepala suku (Ngolki/Ngolkur). Untuk menjadi Kepala suku tidak semudah
membalik telapak tangan, dibutuhkan proses yang panjang dengan mengikuti berbagai
jenjang pendidikan dan upacara-upacara sakral inisiasi untuk dibentuk menjadi pribadi
yang matang secara intelektual, emosional dan spritual. Mereka yang akan menjadi
Ngolkaer akan kelihatan sikap dan sifat-nya sejak awal mulai Ngolkaerdidik di Iwol,
sehingga sejak dini para tokoh-tokoh dalam Iwol dapat melakukan transfer Masop
(Pengetahuan dan Mantra) kepada calon kepala suku (Ngolki/Ngolkur)8.
2. Struktur Kepemimpinan Dalam Lembaga Iwol
Dari segi hukum, lembaga atau institusi merupakan bagian dari sistem hukum
disamping norma-norma dan proses, maka keberadaan suatu lembaga atau institusi
sangatlah dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah sosial yang timbul dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam rangka untuk memberikan gambaran secara garis besar mengenai
struktur kelembagaan masyarakat Suku Ngalum, maka penulis akan membuat suatu
bagan atau skema mengenai struktur kelembagaan Iwol pada masyarakat suku Ngalum
sebagai berikut:
8Ibid, h.19.
39
Sumber: Dokumen Dewan Adat Apllim Apom Sibilki9
Tugas pokok dan tanggungjawab setiap pemimpin Iwol dapat di jelaskan sebagai berikut
1. Iwol Ngolki adalah seorang pemimpin Iwol. Ia mengatur masalah-masalah
keagamaan dan menjadi pemuka upacara dan ritus yang berkenaan dengan daur
hidup, dengan kekuatan-kekuatan supranatural dan manusia. Iwol Ngolki sering
kali dipandang sebagai pemimpin yang meneruskan berbagai pengetahuan yang
diperolehnya dari generasi sebelumnya. Iwol Ngolki sering disebut sebagai
“Woski” karena memiliki pengetahuan yang sangat luas.
2. Pemimpin yang bertanggung jawab dalam bidangkesenian dan upacara-upacara
sakral yang melibatkan tari tarian adalahOksangki. Dalam tradisi masyarakat
Ngalum Ok terdapat sebuah tarian sakral yang diselenggarakan pada sebuah
kejadian khusus. Tarian tersebut adalah tarian Oksang. Tarian Oksang
merupakan tarian kesuburan yang ditujukan untuk memohon kepada Atangki
(Maha Pencipta) agar diberikan kesuburan bagi manusia dan alam sekitarnya.
3. Pemimpin yang bertangung jawab dalam bidang hal pangan, terutama
pengelolaan lahan mengenai hak ulayat perkebunan. Pengelolahan hak ulayat di
lakukan oleh om benengki dan manfaatnya di peruntukan untuk warga
masyarakat hukum adat.
4. Pemimpin yang memainkan peran sebagai lakon-lakon sakral dalam upacara-
upacara adat dan ritual-ritual adalah Barki.
5. Pemimpin yang bertanggungjawab dalam bidang perangan adalah Kaka
nalkonki. Kakanalkonkitidak hanya berperan sebagai pemimpin perang, tetapi
9Sidang Dewan Adat Aplim Apom Sibilki Pada Tahun 2004 di Kiwirok
40
juga berperan untuk menghentikan suatu konflik yang berlarut-larut dengan
jalan mendamaikan pihak-pihak yang bermusuhan.
6. Pemimpin yang bertanggung jawab dalam menjaga dan menyimpan barang-
barang sakral yang telah diwariskan secara turun-temurun adalah Lebuki.
Barang-barang tersebut akan dipakai dalam ritus inisiasi untuk mendidik
seorang anak sampai bisa dianggap menjadi orang dewasa.
7. Wengdimbomonkur adalah pemimpin (Perempuan) yang memiliki pengetahuan
dan keterampilan dalam bidang tertentu, dia mewakili perempuan untuk
melaksanakan tugas perempuan dalam ritual-ritual yang diselenggarakan oleh
otoritas Iwol. Pada intinya segala sesuatu yang menjadi tugas perempuan
diwakili atau dikoordinir oleh Wengdimkulonkur.10
Dari penjelasan di atas dapat di deskripsikan bahwa Lembaga Iwol di pimpin oleh
seorang kepala suku dan di bantu oleh 6 (enam) orang pemimimpin Iwol yang berperan
sebagai pembantu kepala suku. Seperti telah di jelaskan di atas bahwa setiap pemimpin
Iwol memiliki peran masing- masing dalam segala aspek kehidupan masyarakat adat Suku
Ngalum. Pemimpin-pemimpin Iwol adalah orang-orang yang memiliki keahlian dalam
bidang tertentu dan dianggap memiliki kemampuan khusus.
Dalam menjalankan tugasnya, koordinasi antara Kepala suku (Iwol Ngolki) dan
Pemimpin-pemimpin Iwol di lakukan secara fleksibel artinya kapan saja bisa berkordinasi
jika ada masalah yang terjadi di masyarakat. Apabila ada sengketa di dalam masyarakat
maka Pemimpin Iwol yang berperan di bidang yang di sengketakan tersebut berkoordinasi
dengan kepala suku (Iwol Ngolki).
Contoh kongkrit, misalanya konflik sengketa tanah ulayat antara masyarakat yang
berkepanjangan, tentu yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa tersebut
10Melkior N.N Sitokdana S.Kom M .Eng Iwol ; Pusat Kehidupan Manusia Aplim Apom, Penerbit Satya Wacana University Press,salatiaga, 2016 .h. 17
41
adalah Pemimimpin Iwol di bidang Om Bonengki. Hal ini di karenakan, tugas Om
Bonengi adalah memastikan setiap mesyarakat mendapatkan tanah ulayat sebagai tempat
berkebun serta memastikan bahwa tidak ada kesenjangan ekonomi di antara masyarakat.
Adapun tahapan proses penyelesaian sengketa tanah ulayat yang di lakukan oleh
masyarakat suku Ngalum11“
Tugas Om Bonengkidalam penyelesaian sengketa hak ulayat yakni
1. menerima pengaduan dari masyarakat
2. mencari informasi dari para pihak yang bersengketa
3. mengumpulkan bukti-bukti
4. melaporkan pengaduan tersebut kepada Iwol Ngolki
5. apabila kasus sengketa tanah ulayat berujung pada pembunuhan atau
pidana berat, maka di ajukan ke pihak kepolisian
Tugas Iwol Ngolki adalah
1. menerima semua berkas pengaduan dari Om Bonengki
2. menentukan waktu
3. memfasilitasi kedua bela pihak yang bersengketa
4. Iwol Ngolkimemangil para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan
sengketa tersebutdalam suatu pertemuan di Abibtilbon (alaman terbuka di
tengah perkampungan).
5. menyaksikan putusan yang di ambil oleh kedua bela pihak bersama
masyarakat setempat.
Apabila para pihak sepakat dengan keputusan yang diambil maka Iwol Ngolki
memfasilitasi kedua belah pihak untuk bakar batu dan makan gemuk babi bersama
11Wawancara dengan kepala Suku Beta Abib, Oksibil28 Desember 2018.
42
sebagai simbol Perdamaian. Namun,jika kedua bela pihak tidak puas dengan
prosespenyelesaian yang ada, maka mereka dapat menempuh jalur pengadilan.
Proses penyelesaian dapat di lakukan berdasarkan kesepakatan antara para pihak
yang bersengketa. Hal ini di karenakan, kepala suku (Iwol Ngolki) tidak bertindak seperti
di pengadilan, mereka menggunakan pendekatan kekeluargaan dan tetap menjaga
keharmonis sehingga keputusan yang di ambil tidak merugikan para pihak yang
bersengketa.
Dengan demikian, harapanya setelah para pihak pergi dariAbibtilbon tempat dimana
musyawarah dilakukan, maka para pihak yang bersengketa menjadi damai
kembali.Dengan perkataan lain, kondisi masyarakat yang terganggu akibat sengketa, kini
telah dipulihkan.
3. Kewenangan Lembaga Iwol
Lembaga Iwol merupakan salah satu lembaga tradisional masyarakat adat suku
Ngalum yang memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengorganisasi segala aktivitas
kehidupan masyarakat adat setempat, berdasarkan prinsip tertentu dalam rangka mencapai
keadilan dan kemakmuran bersama.Walaupun Lembaga Iwol bukan organisasi formal
tetapi memiliki peran yang sangat sentral yakni mengatur, mengarahkan dan
mengendalikan segala aspek kehidupan manusia, seperti penyelenggaraan pemerintahan
tradisional, pengembangan ekonomi, pengembangan pendidikan, keamanan, keadilan
sosial politik, pengembangan aspek religi dan kesenian12.
Selain itu, Lembaga Iwol memiliki tugas dan kewenangan dalam mengadili dan
menyelesaikan semua persoalan hukum yang terjadi dalam masyarakat adat termasuk
penyelesaian sengketa hak ulayat. Kewenangan dalam mengadili dan menyelesaikan
perkara hak ulayat merupakan tugas utama dalam Lembaga Iwol tujuanya adalah agar
12Ibid, h. 28
43
masyarakat memperoleh keadilan sehingga tidak terjadi praktek monopoli dalam
masyarakat. Dalam mengadili dan menyelesaiakan semua persoalan hukum, Lembaga
Iwol juga bertugas melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, kekerabatan,
ketertiban, keteraturan serta keutuhan masyarakat adat suku Ngalum secara umum dan
lebih khusus masing-masing Iwol13.
b. Dewan Adat Aplim Apom Sibilki
1. Sejarah Pembentukan Dewan Adat Aplim Apom Sibliki
Dewan Adat Aplim-Apom Sibilki di bentuk Melalui musyawarah besar masyarakat
adat Aplim Apom pada tanggal 13 sampai 17 Oktober 2002 di Abmisibil distrik Okbibab.
Dewan Adat ini di bentuk atas dasar inisiatif masyarakat atau bersifat sukarela berdasarkan
kesamaan aspirasi masyarakat adat setempat.Bentuk Dewat Adat ini adalah lembaga
sosial. Dasar pemikiran pembentukan Dewan adat tersebut di karenakan, keprihatinan
tokoh-tokoh masyarakat adat setempat akan masuknya pengaruh-pengaruh luar yang
berbenturan dengan nilai-nilai adat setempat. Motivasi mendasar dari pembentukan Dewan
Adat ini adalah untuk mengembalikan eksistensi masyarakat adat setempat dan
mengangkat harkat dan martabat manusia Pegunungan Bintang dalam menerima
peradaban14
b. Tujuan Pembentukan Dewan Adat Aplim Apom Sibilki
Seperti telah di singgung pada pendahuluan bahwa tujuan pembentukan Dewan Adat
Aplim Apom Sibiki adalah untuk15:
1. Memperjuangkan hak-hak masyarakat adat Sumber Daya Alam yang terdapat di
atas dan yang terkandung didalamnya di Wilayah Adatnya;
13 Melkior N.N Sitokdana., Menerima misionaris menjemput peradaban;Sejarah Nama Pegunungan Bintang
dan Awal Mula Perasdaban Orang Asli Pegunungan Bintang , Penerbit PT Kanisius, Jogyakata, 2016. h. 36 14Wawancara Dengan Kepala Bidang lingkungan Dewan Adat Aplim Apom Sibilki, Oksibil 28 Desember 2017 15 Dokumen Dewan Adat Aplim Apom Sibilki, Kiwirok 5 Juni 2014
44
2. Melindungi, mempertahankan, nilai-nilai adat istiadat yang positif dan untuk
memperjuangkan Hak-hak Masyarakat Adat;
3. Meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Adat melalui pengelolaan sumber daya
alam yang berbasis ekonomi kerakyatan untuk mendukung pelaksanaan program
pembangunan daerah;
4. Memfasilitasi upaya penyelesaian sengketa-sengketa yang terjadi diantara
anggota masyarakat adat, maupun masyarakat adat dengan pihak luar di wilayah
adat.
Dewan Adat Aplim Apom Sibilki tidak memilki kewenangan untuk mengadili para
pihak yang bersengketa dan memutuskan suatu perkara. Oleh sebab itu, Dewan Adat
Aplim Apom Sibilki sebagai mitra kerja antara masyarakat maupun Pemerintah Daerah
Pegunungan Bintang.
Menurut sekertaris II Dewan Adat Aplim-Apom Sibilki, Bapak Yosep Unokweng
Sasaka mengatakan bahwa“Lembaga tersebut bertujuan untuk melindungi sumber daya
alam serta mengangkat harkat dan martabat masyarakat Pegunungan Bintang, menjadi
mitra kerja sama antara pemerintah dalam mempercepat proses pembangunan dan juga
menangani masalah-masalah sosial yang terjadi antara masyarakat dengan pihak
pemerintah, masyarakat dengan pihak perusahan, masyarakat dengan pihak swasta
maupun masyarakat pendatang (non masyarakat adat setempat) dengan masyarakat
setempat16.
Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa dewan adat Aplim Apom Sibilki adalah
lembaga sosial masyarakat yang di bentuk untuk menjadi mitra kerja pemerintah dengan
tujuan mengangkat dan melindungi hak-hak dasar masyarakat adat di seluruh Pegunungan
Bintang.
16 Wawancara dengan sekertaris II Dewan Adat Aplim Apom Sibilki, Oksibil 27 Desember 2017
45
c. Struktur Dewan Adat Aplim Apom Sibilki
Dewan adat Aplim Apom Sibilki memiliki strusktur oraganisasi yang sangat unik .
Hal ini di karenakan, Struktur organisasi yang di gunakan oleh Dewan Adat Aplim Apom
Sibilki tidak hanya berpusat pada satu wilayah. Akan tetapi Dewan Adat Aplim Apom
Sibilki membagi kepengurusannya berdasarkan Wilayah masing-masing. Berikut di
gambarkan struktur Dewan adat Aplim Apom Sibilki dari yang tertinggi hingga yang
paling kecil berdasarkan wilayah
46
Sumber : Sidang Dewan Adat kirwirok, 2004
Dari struktur di atas dapat di deskripsikan bahwa Dewan Adat Aplim Apom Sibilki
berfungsi sebagai wahana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan, pembinaan masyarakat dan penyelesaian masalah-masalah sosial
kemasyarakatan terutama penyelesaian sengketa hak ulayat.
Dewan Adat Aplim Apom Sibilki sangat berperan dalam proses penyelesaian
sengketa hak ulayat yang terjadi antara masyarakat berhadapan dengan pemerintah atau
swasta. Dalam penyelesaian sengketa, Dewan Adat Aplim Apom Sibilki berperan sebagai
penengah yang berusaha untuk meyelesaikan sengketa tanah ulayat.
Seperti telah di jelaskan sebelumnya bahwa Dewan Adat Aplim Apom Sibilki
sebagai mitra kerja pemerintah yang mampu membantu pemerintah dalam menjawab
seluruh persoalan hukum yang terjadi di dalam masyarakat.Namun dalam menjalankan
tugas dan tanggungjawabnya Lembaga tersebut banyak mengalami kendala-kendala
mengenai pembiayaan. Hal ini, dapat menyebabkan Dewan Adat Aplim-Apom Sibilki
tidak bergerak secara leluasa sehingga akhir-akhir ini sengketa mengenai tanah ulayat
semakin meningkat.17
Seharusnya Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang membuat Peraturan
Daerah seperti di tempat-tempat lain, yang berkaitan dengan pembiayaan, sebagaimana di
atur dalam Peraturan Daerah Khusus Papua Nomor 20 Tahun 2008 tentang Peradilan Adat
di Papua pada Pasal 12 mengatakan bahwa:
17Wawancara dengan bapak Anton Uropmabin, Sekertaris II Dewan Adat Aplim Apom Sibilki
47
(1) Pengadilan adat dalam pengurusan perkara adat, dapat meminta
dukungan teknis danfinansial dari Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Papua.
(2) Dalam melakukan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)Pemerintah Provinsidan Kabupaten/Kota dapat memberikan dukungan
teknis dan finansial berdasarkanperaturan perundang-undangan bagi
penyelenggaraan peradilan adat di Papua.
Persoalan utama yang menyebabkan konflik hak ulayat semakin meningkat adalah
belum adanya Peraturan Daerah yang khusus mengatur tanah ulayat. Hal ini dapat
menyebabkan potensi perebutan tanah secara ilegal semakin terbuka.
Diperoleh Informasi dari pengurus Dewan Adat Aplim Apom Sibilki bahwa.
Masyarakat sangat mengharapkan agar ada peraturan yang harus ada
keberpihakan terhadap masyarakat adat supaya ada perlindungan terhadap nilai-
nilai adat, tanah ulayat dan segala sesuatu yang ada di atas tanah adat masyarakat
Kabupaten Pegunungan Bintang18”.
Dari pernyataan tersebut dapat di simpulkan bahwa sampai saat ini belum ada
peraturan daerah yang mengatur tentang perlindungan hak ulayat atas tanah sehingga
banyak persoalan yang terjadi di Kabupaten Pegunungan Bintang.
d. Kewenangan Dewan Adat Aplim Apom Sibilki
Perhatian Pemerintah Daerah yangmengangkat dan menghidupkan kembali
lembagaadat melalui peraturan daerah merupakancontoh upaya yang dilakukan oleh
masing-masingdaerah untuk memperkuat peran lembagaadat. Di Indonesia, tidak banyak
daerah yangtelah membentukan Peraturan Daerah untukmemperkuat eksistensi lembaga
adat. Salah satu peraturan daerah yang di keluarkan oleh Pemerintah Provinsi Papua adalah
PeraturanDaerah Khusus Papua Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Peradilan Papua.
18 Wawancara dengan Sekertaris II Dewan Adat Aplim Apom Sibilki, Oksibil 27 Desember 2018
48
Mengenai kewenangan peradilan adat secara eksplisit di atur dalam Pasal 6Peraturan
Daerah Khusus Papua Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Peradilan Papua yang mengatakan
bahwa19:
(1) Pengadilan adat berwenang menerima dan mengurus perkara perdata
adat dan perkarapidana adat di antara warga masyarakat adat di Papua.
(2) Pengadilan adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menerima dan mengurusperkara yang terjadi antara orang asli Papua
dan bukan asli Papua jika ada kesepakatandi antara para pihak.
(3) Perkara adat yang tidak bisa diselesaikan melalui kewenangan
sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dan ayat (2) dapat diselesaikan
melalui mekanisme peradilan negara.
(4) Dalam hal salah satu pihak yang bersengketa atau yang berperkara
berkeberatan atasputusan yang telah diambil oleh pengadilan adat yang
memeriksanya, pihak yangberkeberatan tersebut dapat mengajukan
gugatan kepada Pengadilan Negeri.
(5) Untuk membebaskan pelaku pidana dari tuntutan pidana menurut
ketentuan hokumpidana yang berlaku, diperlukan pernyataan persetujuan
untuk dilaksanakan dari KetuaPengadilan Negeri yang mewilayahinya
yang diperoleh melalui Kepala Kejaksaan Negeriyang bersangkutan
dengan tempat terjadi peristiwa pidana.
(6) Dalam hal permintaan pernyataan persetujuan untuk dilaksanakan bagi
keputusanpengadilan adat ditolak oleh Pengadilan Negeri, maka
kepolisian dan kejaksaan dapatmelakukan penyidikan dan penuntutan,
dalam hal ini keputusan pengadilan adat yangbersangkutan akan
dijadikan bahan pertimbangan dalam memutuskan perkara yangdiajukan.
Dengan mengacu pada ketentuan di atas maka, Dewan Adat Aplim Apom Sibilki
memiliki beberapa kewenangan dalam prosespenyelesaian masalah hukum di Kabupaten
Pegunungan Bintang. Salah satu kewenangan yang di miliki Dewan Adat Aplim Apom
Sibilki adalah menyelesaikan persoalan sengketa hak ulayat antara pemerintah daerah dan
masyarakat pemilik hak ulayat ataupun Investor.
Adapun tahap-tahap proses penyelesaian sengketa oleh Dewan Adat Aplim Apom
Sibilki20
19Wawancara Dengan Kepala Bidang lingkungan Dewan Adat Aplim Apom Sibilki, Oksibil 28 Desember 2017
49
1. Pengaduan masuk ke Dewan Adat Aplim Apaom Sibilki
2. Pemanggilan para pihak yang bersengketa
3. Apabila kasus adalah pidana berat, maka di ajukan ke pihak kepolisian
4. Dewan Adat Aplim Apom Sibilki memfasilitasi kedua belah pihak untuk
melakukan negosiasi
5. Para pihak bersama-samamengambil keputusan dan di saksikan oleh Dewan
Adat Aplim Apom Sibilki.
6. Apabila para pihak sepakat dengan keputusan yang di ambil maka sengketa
tersebut telah di anggap selesai.
7. Membuat berita acara dan para pihak mengambil kesepakatan untuk
tandatangan di atas meterai 6 (enam ribu). Namun, jika kedua belah pihak
tidak puas terhadap proses penyelesaian yang ada, maka mereka dapat
menempuh jalur pengadilan.
Selain proses penyelesaian sengketa hak ulayat, tugas Dewan Adat Aplim Apom
Sibilki adalah21:
1. Menampung dan menyalurkan pendapat masyarakat kepada pemerintah dan
swasta serta menyelesaikan perselisihan yang menyangkut hukum adat, adat
istiadat, kebiasaan masyarakat wilayah adat;
2. Melindungi, melestarikan dan memberdayakan adat istiadat yang hampir
hilang dalam memperkaya budaya daerah;
3. Melindungi, mengatur dan memperjuangkan hak-hak masyarakat Adat
daerah terhadap pengelolaan sumber daya alam dalam wilayah;
4. Menciptakan hubungan yang demokratis dan harmonis serta obyektif antara
Dewan Adat dengan aparat pemerintah daerah.
20 Dokumen Dewan Adat Aplim Apom Sibilki , Kiwirok 5 Juni 2004 21DokumenDewan Adat Aplim Apom Sibilki
50
3. Sengketa Tanah dan Penyelesaiannya
a. Sengketa Tanah Antara Masyarakat Dengan Pemerintah Daerah
Pegunungan Bintang
Pembangunan fasilitas umum merupakan salah satu wujud pelayanan dari
pemerintah kepada masyarakat. Pembangunan di berbagai bidang dan aspek kehidupan
demi terselenggaranya kehidupan yang modern menjadi cita-cita di setiapwilayah. Namun
pembangunan-pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah tidak selamanya lancar.
Seringkali pembangunan- pembangunan fasilitas umum bersinggungan dengan beberapa
kelompok masyarakat adat. Hal ini, berkaitan dengan pengadaan tanah yang tidak sesuai
dengan mekanisme sehingga sebagian masyarakat merasa di rugikan22.
Dalam penelitian ini penulis menemukan beberapa fakta di lapangan yakni di Oksibil
Kabupaten Pegunungan Bintang terjadi sengketa tanah antara masyarakat dengan
pemerintah daerah. Dalam rangka mempercepat proses pembangunan, masyarakat
menyerahkan tanah ulayatnya kepada pemerintah daerah, untuk membangun fasilitas-
fasilitas umum seperti perkantoran ,sekolah-sekolah, perumahan eselon, keidaman bupati,
jalan raya, gereja,pasar dan juga lapangan terbang/ bandar udara.Masyarakat telah
menyerakan tanah kepada Pemerintah Daerah namun cara pengambilan tanah tidak di
lakukan secara musyawarah.
Cara Pengambilan tanah yang di lakukan oleh Pemerintah yakni mendekati pihak-
pihak tertentu seperti kepala suku atau orang yang mengaku diri sebagai pemilik tanah
22Taufik Adhi Wicaksono, Pelepasan dan pengadaan tanah untuk kepentingan umum tanah kas desa sawahan kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali dalam rangka pembuatan jalan tol Solo – Ngawi, disertasi Universitas Sebelas Maret Surakarta, 3 April 2012, h. 1.
51
ulayat tanpa ada koordinasi dengan masyarakat lain. Hal ini, dapat menyebabkan
terjadinya sengketa antara masyarakat yang merasa hak di rugikan dengan pemerintah.
Sebagai contoh, Sengketa antara masyarakat adat dengan Pemerintah Daerah
Kabupaten Pegunungan Bintang, mengenai lahan lapangan terbang yang saat ini di
gunakan sebagai bandar udara Oksibil. Sengketa tersebut melibatkan 9 (Sembilan) Marga
pemilik tanah ulayat yakni Uropmabin, Kasipmabin, Kakyarmabin, Kalakmabin, Bamulki,
Ningmabin, Tapyor, Delal dan Singpanki dengan pihak Pemerintah Kabupaten
Pegunungan Bintang. Konflik berawal dari ketidak konsistenan pemerintah dalam
membayar ganti rugi atau uang rekognisi (ucapan terimah kasih) kepada pemilik tanah
ulayat sehingga tanggal 18 November 2017 Pukul 06.00 Waktu setempat mereka
melakukan aksi pemblokiran bandar udara Oksibil.
Masa yang di koordinir Anthon Palumki Uropmabin perwakilan lembaga Adat
Aplim Apom Sibilki melakukan aksi bakar ban sebagai bentuk protes terhadap pemerintah
dan melakukan “pemalangan” di bandara Oksibil serta menyampaikan aspirasi untuk
segera menyelesaikan masalah tanah bandara yang sampai saat ini belum terselesaikan23.
Beberapa upaya telah di lakukan oleh Lembaga Adat Aplim Apom Sibilki, agar
pemerintah segera, menyelesaikan masalah tersebut. Namun, upaya yang di lakukan oleh
dewan adat tidak mendapat respon positif dari pemerintah daerah.
Masyarakat pemilik tanah ualayat mengharapkan agar pemerintah segera menyelesaikan
konflik tersebut demi kelancaran pembangunan di Kabupaten Pegunungan
Bintang.Apabila permasalahan tanah adat tidak terselesaikan secara cepat, maka konflik
dari tuntutan ganti kerugian atas hak ulayat ini bisa menimbulkan adanya kencenderungan
tuntutan antar generasi. Sekalipun sudah bersertifikat tetapi bisa saja muncul masalah baru,
23 Wawancara Dengan Kepala Suku Iwol Beta Abib, Oksibil 28 Desember 2017.
52
karena pada prinsipnya tanah yang sudah bersertifikat belum tentu aman dari tuntutan
ganti kerugian jika belum ada pembebasan/pelepasan secara adat.
Berikut adalah peta tanah bendara Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang
Ket: Warna merah menunjukan lokasi tanah yang di sengketakan
Sumber Data: Dokumen Dewan Adat Aplim Apom Sibilki
b. Sengketa antara masyarakat dengan masyarakat berkaitan dengan tanah
ulayat
Seiring perkembangan ekonomi dan pembangunan yang terus berkelanjutan hingga
setiap tahun mengalami peningkatan yang signifikan maka tanah mejadi perebutan para
pihak-pihak yang berkepentingan. Sengketa perebutan Tanah telah ada sejak jaman
53
kolonial sampai sekarang. Sengketa tanah tidak hanya terjadi antara pemerintah
berhadapan dengan masyarakat namun di antara masyarakat pun sudah sering terjadi.
Alasan mendasar perebutan lahan di antara masyarakat adalah pertumbuhan
penduduk yang semakin cepat dan tuntutan ekonomi masyarakat yang semakin meningkat
sehingga konflik mengenai perebutan tanah pun semakin berakar di masyarakat.
Sebagai contoh kasus perebutan tanah Ibukdol desa Kabiding distrik Oksibil
Kabupaten Pegunungan Bintang24. Luas tanah sekitar 5 hektar tersebut adalah hak ulayat
dari marga Uropmabin. Tanah tersebut di ambil oleh uropkulin. Awalnya keluarga
Uropmabin menempati lokasi dan membuat kerangka bangunan untuk mendirikan
sebuah podok. Namun pada malam hari kerangka bangunan itu di bongkar oleh keluarga
uropkulin dengan alasan tanah tersebut adalah hak ulayat mereka. Kejadian tersebut
terjadi pada 13 September 2017 sekitar Jam 10.00 waktu setempat. Hal ini, menimbulkan
ketegangan antara kedua belah pihak karena masing-masing mempertahankan prinsip
bahwa tanah tersebut adalah tanah ulayatnya.Setelah kejadian tersebut Selpi Uropmabin
sebagai pemilik hak ulayat merasa di rugikan sehingga Dia (Selpi Uropmabin) melaporkan
kasus tersebut kepada otoritas Iwol Beta Abib untuk segera menyelesaikan kasus ini. Pada
tanggal 5 Oktober 2017 Otoritas Iwol merespon pengaduan tersebut untuk melakukan
proses penyelesaiannya.
Setelah otoritas Iwol merespon kasus tersebut, Bapak Ferry Kakyarmabin sebagai
(Pemimpin Iwol di bidang Om Bonengki) mencari bukti-bukti dari kedua bela pihak
selama 2 bulan (November- Desember) untuk memberikan keterangan kepada Iwol Ngolki.
Setelah pemimpin Om Bonengkimemberikan keterangan kepada Iwol Ngolki, pada tanggal
24 wawancara dengan bapak Demianus Uropmabin, Kepala Suku Beta Abi, Oksibil 29 Desember 2017
54
20 Januari 2018 Iwol Ngolki mengundang kedua belah pihak yang bersengketa untuk
melaksanakan proses penyelesaiannya.
Penyelesaian kasus tersebut di laksanakan pada:
Hari/tanggal : Sabtu 20 Januari 2018
Tempat : Kabiding, rumah bapak Engelbertus
Pihak : Uropmabin dan uropkulin
Fasilitator : Iwol Beta Abib
Objek sengketa : Tanah Ulayat
Saksi : Tua-tua adat yakni Yan Siropki Singpanki, Bapak Demi
Uropmabin, Bapak Bernat Kakyarmabin, Bapak Anton Uropmabin, Yohanes Kakyarmabin
dan di hadiri beberapa masyarakat untuk menjadi saksi dalam penyelesaian sengketa
tersebut.
Keputusan yang mereka ambil dalam rapat tersebut merupakan keputusan yang sah
menurut hukum adat mereka. Apabilah salah satu pihak melanggar kesepakatan maka
Otoritas Iwol akan mengadili dan memberikan sanksi yang lebih berat dari keputusan yang
di ambil saat ini25.
Berikut adalah peta lokasi tanah ulayat di sengketakan
25 Wawancara dengan Pengurus Iwol Beta Abi, Oksibil 29 Desember 2018
55
Ket: Warna Merah Dengan Anak Panah Menunjukan Lokasi Tanah Yang Di Sengketakan
Sumber: Dokumen Dewan Adat Aplim Apom Sibilki
Berdasarkan penjelasan mengenai sengketa antara masayrakat dan masayakat serta
pemerintah dan masyarakat di atas maka penulis mengemukakan beberapa unsur dalam
bentuk table antara lain :
Table 01
Penyelesaian Sengketa
No Item Iwol Dewan Adat Aplim
Apom Sibilki
1 Objek Tanah ulayat Tanah Ulayat
2 Subjek Masyarakat-masyarakat Pemerintah-masyarakat
3 Prosedur
Penyelesaian
1. Tugas Om Bonengki
- menerima pengaduan dari
masyarakat
- mencari informasi dari para
pihak yang bersengketa
- mengumpulkan bukti-bukti
-menerima pengaduan dari
masyarakat
-mencari informasi dari
para pihak yang
bersengketa
-mengumpulkan bukti-
56
- melaporkan pengaduan
tersebut kepada Iwol Ngolki
- apabila kasus sengketa tanah
ulayat berujung pada
pembunuhan atau pidana
berat, maka di ajukan ke
pihak kepolisian
2. Tugas Iwol Ngolki:
- menerima semua berkas
pengaduan dari Om
Bonengki
- menentukan waktu
- memfasilitasi kedua bela pihak
yang bersengketa
- Iwol Ngolki memangil para
pihak yang bersengketa
untuk menyelesaikan
sengketa tersebut dalam
suatu pertemuan di
Abibtilbon (alaman terbuka
di tengah perkampungan).
- menyaksikan putusan yang di
ambil oleh kedua bela pihak
bersama masyarakat
setempat.
bukti
- membuat surat
pemanggilan kepada
pihak pemerintah dan
masyarakat
- memfasilitasi ke dua bela
pihak utuk
melakukan negosiasi
- putusan di ambil oleh
kedua bela pihak.
- di saksikan oleh seluruh
tokoh tokoh
masyarakat dan
masyarakat serta
melakukan tanda
tangan di atas meterai
6 (enam) ribuh.
4 Dasar
Sengketa
Perebutan lahan di Ibukdol
desa Kabiding distrik Oksibil
antara keluarga Uropkulin dan
keluarga Uropmabin
Sengketa tanah bandar
udara Oksibil
57
B. Analisis
1. Jenis sengketa tanah ulayat yang terjadi di Oksibil Kabupaten Pegunungan
Bintang
Sengketa hak ulayat sudah lama mewarnai perjalanan kehidupanmasyarakat adat,
walaupun secara yuridis telah di atur dalam beberapa Undang-Undang. Dalam Pasal 3
UUPA telah memberikan pengakuan terhadap eksistensi keberadaan hak ulayat yang
menyatakan bahwa:
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak
ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakathukum adat,
sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikianrupa sehingga
sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yangberdasarkan atas
persatuan bangsa serta tidakboleh bertentangan dengan undang-undang dan
peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.26
26 Jurnal Tesis;Liga Rahayu., Problematika Penyelesaian Konflik Tanah Ulayat Masyarakat Adat Di
Kabupaten Kampar (Studi Kasus: Desa Gunung Sahilan Kecamatan Gunung Sahilan
Kabupaten Kampar Tahun 2012-2013) dikutip, Jumat 29 september 2017,Pukul 10.08
58
Dalam Pasal ini tidak mendefenisikan pengertian hak ulayat secara detail.
Pengertian mengenai hak ulayat di tegaskan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria
/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian
Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat (salanjutnya disebut Permen Agraria
Nomor 5 Tahun 1999) Pasal 1 memberikan pengertian bahwa:
Hak ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat di punyai oleh
masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan
lingkungan para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam,
termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan
kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara turun temurun dan tidak
terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang
bersangkutan secara lahiriah dan batiniah dan tidak terputus antara masyarakat
hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.
Kemudian di pertegas dalam Pasal 1 Huruf (S) Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2001 Tentang Otonomi Khusus Papua yang mengatakan bahwa:
Hak ulayat adalah hak persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat
tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para
warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta
isinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Eksistensi tanah ulayat dalam hukum tanah nasional telah mendapat payung hukum
sebagaimana telah di jelaskan di atas. Akan tetapi sengketa tanah ulayat atas tanah sudah
lama terjadi dalam kehidupan masyarakat adat. Tanah ulayat menjadi salah satu objek
perebutan antara para pihak yang berkepentingan.
Menurut Maria Sumarjono, jenis sengketa tanah ulayat di bagi dalam dua kategori
yakni sengketa horizontal dan sengketa vertikal.Kategori pertama berhubungan
dengansengketa tanah ulayat yang melibatkan komunitas masyarakat adat dengan
masyarakat adat lainnya. Sengketa horizontal memiliki beberapa karakteristik yakni27:
1) pemilikan yang tumpang tindih
27Ibid, h .22
59
2) ketidakjelasan batas kepemilikan
3) pengakuan kepemilikan tanah yang secara fisik sudah di kuasai oleh orang lain
dan
4) sebab-sebab lainya sebagai friksi dari hubungan keperdataan di antara warga
masayarakat
Kategori kedua adalah sengketa vertikal. Sengketa vertikal berhubungan dengan
sengketa tanah ulayat yang melibatkan masyarakat dengan negara (pemerintah) dan atau
pemilik modal. Sengketa vertical memiliki beberapa karakteristik yakni28:
1) bersumber dari adanya pengadaan tanah yang tidak melalui prosedur
2) pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang ternyata melanggar hak hak
masyarakat
3) sebab-sebab lain yang melanggar tindakan administrativ instansi pemerintah.
Jika di lihat dari pendapat Maria Sumarjono di atas, ada persamaan karakteristik
sengketa yang terjadi di Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang baik secara
horizontalmaupun vertikal. Hal ini dapat di buktikan bahwa sengketa horizontal yang
terjadi di Oksibil memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Ketidak Jelasan Batas Kepemilikan
Ketidak jelasan batas tanah yang terjadi di Oksibil Kabupaten Pegunungan
Bintang terjadi karena belum ada patok. Hal ini sangat berpeluang terjadinya
pengakuan tanah secara sepihak yang akan menimbulkan sengketa antara
sesema warga masyarakat
2) Pengakuan Kepemilikan Tanah Secara Sepihak
Pengakuan secara sepihak atas tanah ulayat merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya sengketa tanah secara vertikal yang terjadi di Oksibil
28 Ibid, h. 64
60
Kabupaten Pegunungan Bintang. Sebagai contoh pengakuan sepihak atas
bahan material bangunan (pasir dan batu) di sepanjang kali Oksibil oleh Bapak
Pabianus Kasibmabin.
Sedangkan sengketa vertikal yang terjadi di Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Pengadaan Tanah Bandar Udara Oksibil Yang Tidak Melalui Prosedur.
Hal ini di karenakan, pendekatan pemerintah untuk mengambil tanah ulayat
tidak di laksanakan secara musyawarah dan mufakat. Cara pengambilan tanah
yang di lakukan pemerintah adalah dengan mendekati orang-orang yang
mengaku bahwa tanah yang mau di gunakan pemerintah merupakan tanah
miliknya. Sehingga para pihak yang merasa di rugikan melakukan aksi protes
terhadap pemerintah.
2) PemberianGanti Kerugian Hak Atas Tanah Ulayat Yang Tidak Sesuai Dengan
Permintahan Masyarakat.
Salah satu tugas pemerintah adalah menjalankan proses pembangunan. Namun
di samping itu pemerintah memiliki kewajiban untuk membayar ganti kerugian
atas tanah yang di gunakan untuk membangun seluruh fasilitas umum.
Mengenai pemberian ganti kerugian hak atas tanah ulayat yang tidak sesuai
dengan harapan masyarakat terjadi di Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang.
Hal ini di karenakan, Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang
memberikan janji kepada masyarakat namun janji itu tidak di tepati. Sebagai
contoh Tanah Bandara Oksibil belum di bayarkan sampai sekarang.
Dengan demikian, dari hasil penelitian ini, ditemukan fakta bahwa di Oksibil
Kabupaten Pegunungan Bintang telah terjadi sengketa horizontal maupun sengketa
61
vertikal.Sengketa Horizontal dalam penelitian ini adalah sengketa antara keluarga
Uropkuli(masyarakat Iwol Kikonmirip) dan keluarga Uropmabin (masyarakat Iwol Beta
Abib)yang memperebutkan lahan tanah ulayat di Ibukdol desa Kabiding Distril Okibil
Kabupaten Pegunungan Bintang.
Sengketa tersebut dapat diselesaiakan melalui otoritas Iwol dengan cara
mempertemukan kedua belah pihak untuk menemukan kesepakatan bersama. Proses
penyelesaianya dilaksanakan di Kabiding dengan menghadirkan kepala sukuBeta Abibdan
beberapa tua-tua adat, baik dari keluarga Uropkulin maupun Keluarga Uropmabin.
Dalam proses penyelesaian sengketa tersebut,Otoritas Iwol bertindak sebagai
mediator. Hal ini di karenakan , Iwol hanya memanggil kedua bela pihak, menyiapkan
tempat, menentukan waktu, dan memandu jalanya rapat agar kedua bela pihak yang
bersengketa menemukan win-win solution. Pertemuan yang di pimpin oleh Iwol tersebut
berhasil di selesaikan dengan baik tanpa ada hambatan apapun.Akhirnya kedua bela pihak
bersepakat untuk damai dan menjalin hubungan persaudaraannya kembali. Dalam
pertemuan tersebut Kepala suku dan tua-tua adat serta masyarakat yang hadir menjadi
saksi atas kesepakatan yang di ambil oleh kedua bela pihak.
Sedangkan sengketa vertikal dalam penelitian ini adalah sengketa atas tanah Bandara
Udara Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang yang melibatkan pihak pemerintah dan
masyarakat adat setempat.Sengketa tersebut sampai saat ini belum menemukan
penyelesaian. Walaupun ada beberapa upaya yang telah di lakukan oleh Dewan Adat Apli
Apom Sibilki untuk menengahi pihak pemerintah dan masyarakat pemilik tanah ulayat
agar dapat menyelesaikan sengketa tersebut. Upaya tersebut salah satunya adalah
melakukan protes terhadap pemerintah dengan memblokir Bandar Udara Oksibil pada
tanggal 18 November 2017. Aksi yang di pimpin oleh Antonius Palumki Uropmabin
perwakilan Dewan Adat Aplim Apom Sibilki tidak mendapat respon positif dari
62
pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang. Walaupun beberapa upaya telah di lakukan
oleh Dewan Adat Aplim Apom Sibilki tetapi sampai saat ini pemerintah daearah belum
ada kejelasan mengenai penyelesaian sengketa tanah bandara udara Oksibil.
Dalam proses penyelesaian sengketa baik secara horizontal maupun vertikal, ada dua
pihak yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di
Kabupaten Pegunungan Bintang yakni lembaga Iwol dan Dewan Adat Aplim Apom
Sibilki.
Tugas dari masing-masing lembaga tersebut sangat terlihat jelas bahwa lembaga
Iwol bertindak untuk menyelesaikan sengketa tanah ulayat di antara masyarakat dengan
masyarakat sedangkan Dewan Adat Aplim Apom Sibilki sebagai mitra kerja pemerintah
yang menangani sengketa antara pemerintah dan masyarakat.
2. Peran Lembaga Adat Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat
Lembaga Iwol merupakan salah satu lembaga tradisional masyarakat adat Suku
Ngalum yang harus di pertahankan serta harus di dukung oleh pemerintah daerah. Hal ini
dikarenakan, Lembaga Iwol sangat berperan penting dalam penyelesaian sengketa tanah
ulayat di Kabupaten Pegunungan Bintang. Kewenangan dalam mengadili dan
menyelesaikan sengketa hak ulayat atas tanah merupakan tugas utama dari lembaga
Iwol.Tujuanya Lembaga Iwol agar masyarakat memperoleh keadilan sehingga tidak
terjadi praktek monopoli dalam masyarakat.Jenis sengketa yang diselesaiakan oleh
lembaga Iwol merupakan sengketa antara masyarakat berhadapan dengan masyarakat atau
di sebut sengketa horizontal.
63
Media penyelesaian sengketaalternatif yang di gunakan olehmasyarakat Pegunungan
Bintangadalah mediasi. Oleh sebab itu mediasi sebagai salah satu media yang di gunakan
oleh masyarakat Pegunungan Bintang dalam menyelesaikan masalah hukum yang terjadi
di kalangan masyarakat. Dalam proses penyelesaian sengketa lembaga Iwol dan Dewan
Adat Aplim Apom Sibilkibertindak sebagai penengah.Agara dapat membuktikan bahwa
penyelesaian sengketa yang di lakukan oleh masyarakat pegunungan binang memilki
persamaan dengan mediasi pada umumnya, dapat di lihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 02
Penyelesaian Sengketa Dengan Cara Mediasi dan Penyelesaian Sengketa Oleh
Lembaga Iwol
Penyelesaian Sengketa
Unsur Mediasi Lembaga Iwol
prosedur -Melibatkan pihak ke tiga
- berdasarkan perundingan
- tidak bertindak sebagai hakim
- saksinya terbatas
- melibatkan pihak ke tiga
-berdasarkan perundingan
- tidak bertindak sebagai hakim
- disaksikan oleh masyarakat luas
Tempat - flexibel tergantung kesepakatan
kedua bela pihak
Di Abibtilbon (lapangan terbuka
di tengah perkampungan)
Tugas Mediator
-Iwol menyediakan tempat
-menentukan waktu
- memanggil para pihak
-memandu jalanya proses
penyelesaian sengketa.
Lembaga Iwol
-Iwol menyediakan tempat
-menentukan waktu
- memanggil para pihak
-memandu jalanya proses
penyelesaian sengketa.
Tujuan - mencari win-win solution
(perdamaian)
- mencari win-win solution
(perdamaian)
64
Dari tabel di atas nampak bahwa ada persamahan penyelesaian sengketa yang di
lakukan dalammediasidengan penyelesaian sengketa yang di lakukan oleh masyarakat
Pegunungan Bintang. Walaupun ada persamaaan karakteristik penyelesaian sengketa
dalam mediasidan penyelesaian sengketa yang di lakukan Iwolnamun ada beberapa
karakter yang sangat membedakan.
Contoh kongkrit adalah Penyelesaian dengan cara mediasi pada umumnya tidak
terbuka untuk umum namun penyelesaian yang dilakukan oleh masyarakat Pegunungan
Bintang terbuka untuk umum.Para saksi dalam mediasi terbatas namun para saksi dalam
penyelesaian sengketa di Pegunungan Bintang tidak terbatas dan dalam mediasi tidak ada
proses makan bersama sebagai simbol perdamaian tetapi penyelesaian sengketa di
Pegunungan Bintang di akhiri dengan makan gemuk babi bersama sebagai simbol
perdamaian.
Dari uraian di atas dapat di katakan bahwa media penyelesaian sengketa yang di
lakukan oleh masyarakat pegunungan bintang sangat spesial di banding mediasi yang di
lakukan di Alternatif Resolution Dispute (ADR) atau mediasi yang di lakukan secara
umum di luar pengadilan.
Dengan demikian, peran lemabaga Iwol sebagai penengah dalam penyelesaian
sengketa alternatif hanya sebatas mempertemukan para pihak dan memfasilitasi untuk
melakukan mediasi. Disamping itu, lembaga Iwol juga mengarahkan kedua bela pihak
untuk menemukan solusi yang terbaik tanpa ada paksaan dari pihak lain.Sehingga
keputusan yang di ambil tidak merugikan pihak yang satu dengan pihak yang lain.
65
Dewan adat Aplim-Apom Sibilki berperan sebagai mitra kerja pemerintah yang
mampu membantu pemerintah dalam menjawab semua persoalan hukum di Kabupaten
Pegunungan Bintang. Salah satu peran Dewan Adat Aplim Apom Sibilki adalah
menyelesaikan sengketa tanah antara masyarakat dan pemerintah ataupun pemilik modal.
Dalam penelitian ini, penulis menemukan fakta bahwa objek yang di sengketakan
oleh masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang adalah tanah
ulayat. Faktor penyebab terjadinya sengketa antara pemerintah dan masyarakat adalah
belum ada ganti rugi atas tanah ulayat yang di di gunakan oleh pemerintah dalam
membagun fasilitas umum.Hal ini yang memicu sengketa antara pemerintah dan
masyarakat samapai saat ini belum diselesaikan. Walaupun Dewan Adat Aplim Apom
Sibilki telah melakukan beberapa upaya untuk mempertemukan kedua bela pihak namun
pihak pemerintah belum meberikan respon positif sampai sekarang.
Dalam hal proses penyelesaian sengketa, Peran Dewan Adat Aplim Apom Sibikli
bertindak sebagai mediator. Hal ini dapat di buktikan bahwa ada persamaan karakteristik
mediasi dan penyelesaian yang di lakukan oleh Dewan Adat Aplim Apom Sibilki.
66
Tabel 03
Penyelesaian Sengketa Dengan Cara Mediasi dan Penyelesaian Sengketa Oleh
Dewan Adat Aplim Apom Sibilki
Penyelesaian Sengketa
Unsur Mediasi Dewan Adat Aplim Apom Sibilki
prosedur -melibatkan pihak ke tiga
- berdasarkan perundingan
- tidak bertindak sebagai
hakim
- saksinya terbatas
- melibatkan pihak ke tiga
-berdasarkan perundingan
- tidak bertindak sebagai hakim
- disaksikan oleh masyarakat luas
Tempat -flexibel tergantung pada
kesepakat para pihak
-di Abibtilbon (Lapangan terbuka
ditengah perkampungan)
Tugas Mediator
-Iwol menyediakan tempat
-menentukan waktu
- memanggil para pihak
-memandu jalanya proses
penyelesaian sengketa
Dewan Adat
-Iwol menyediakan tempat
-menentukan waktu
- memanggil para pihak
-memandu jalanya proses
penyelesaian sengketa.
Tujuan - mencari win-win solution
(perdamaian)
- mencari win-win solution
(perdamaian)
Dari uraian di atas dapat di kategorikan bahwa Dewan Adat Aplim Apom Sibilki
sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa antara pemerintah dan masyarakat ataupun
67
pemilik modal. Agar tidak terjadi praktek-praktek monopoli kekuasaan oleh para pihak
yang berkepentingan di seluruh Kabupaten Pegunungan Bintang.