bab iii hasil penelitian dan analisis...perbankan jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 kuhp jo. pasal 64 ayat...
TRANSCRIPT
62
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Kasus Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada
Kasus yang terjadi pada Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada adalah
tindak pidana di dalam koperasi yang dilakukan dalam kegiatan
menghimpun modal penyertaan pada koperasi, yang terhadap kasus yang
tersebut telah diputus oleh Pengadilan Negeri Klas I A Khusus Bandung
Nomor : 198/Pid.B/2015/PN. Bdg, dengan terdakwa antara lain Andianto
Setiabudi (Terdakwa 1) yang berkedudukan sebagai CEO Cipaganti Group,
kemudian Julia Sri Redjeki Setiabudi (Terdakwa 2) yang berkedudukan
sebagai Wakil Ketua Koperasi Cipaganti, selanjutnya Yulinda Tjendrawati
Setiawan (Terdakwa 3) yang berkedudukan sebagai Bendahara Cipaganti
dan Cece Kadarisman (Terdakwa 4) yang berkedudukan sebagai Karyawan
Cipaganti.
Para Terdakwa sebagai Pengurus dan karyawan dari Koperasi Cipaganti
Karya Guna Persada secara bersama-sama menghimpun dana dari
masyarakat selama kurun waktu mulai bulan Desember tahun 2007 sampai
dengan tanggal 30 April 2014 dalam bentuk simpanan, dengan cara
membuat Perjanjian kerjasama dengan pihak mitra (yang telah menyertakan
63
modalnya) dari Koperasi Cipaganti Guna Persada tanpa izin usaha dari
Pimpinan Bank Indonesia yang dilakukan secara berlanjut”
Terhadap perbuatannya tersebut, para terdakwa di dakwa oleh Penuntut
Umum dengan dakwaan yang disusun secara Kumulasi yaitu Kesatu :
Perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 46 (1) jo Pasal 46 (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1)
KUHP DAN Kedua : Perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 378 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal
65 ayat (1) KUHP. ATAU Ketiga, Primair : Perbuatan para Terdakwa
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 374 Jo. Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. Subsidair : Perbuatan para
Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 Jo. Pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Kemudian tuntutan pidana yang diajukan oleh Penuntut Umum yang
pada pokoknya sebagai berikut Menyatakan para Terdakwa terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “secara bersama-
sama menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa ijin
usaha dari Pimpinan Bank Indonesia yang dilakukan secara berlanjut dan
melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan
64
yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan tindak pidana
Penipuan“ sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 46 (1) jo
Pasal 46 (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, dan
Pasal 378 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Menimbang, bahwa unsur-unsur dari dakwaan Kesatu : Pasal 46 (1) jo
Pasal 46 (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP,
adalah :
1. Barang siapa
Yang dimaksud dengan ‘Barang Siapa’, adalah setiap orang yang
menjadi subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban yang
mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bahwa unsur “Setiap
Orang” dalam undang-undang juga disebut dengan istilah “barang
siapa”, yaitu setiap subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban
yang mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya. Dalam hal ini
unsur barang siapa yang dimaksud dalam perkara ini adalah Terdakwa I
Andianto Setiabudi, Terdakwa Ii Julia Sri Redjeki; Terdakwa Iii Yulinda
Tjendrawati Setiawan Dan Terdakwa Iv Cece Kadarisman.
65
2. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin
dari pimpinan Bank Indonesia.
Kegiatan menghimpun dana dari masyarakat, oleh siapa pun, pada
dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi berhubung kegiatan ini
terkait dengan kepentingan masyarakat (nasabah) atau pemodal. Karena
itulah Undang-undang perbankan mengatur supaya siapa pun yang
melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat harus terlebih
dahulu mendapat izin dari pimpinan bank Indonesia (vide Pasal 16 sapai
dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998). Demikian juga halnya Undang-undang perkoperasian
mengatur supaya koperasi yang menghimpun dana dari masyarakat yang
berasal dari modal penyertaan dilakukan menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi.
Bahwa dengan fakta-fakta sebagaimana dipertimbangkan di atas
maka perbuatan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebagai badan
usaha yang telah melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat
harus dipandang sebagai kegiatan badan usaha yang harus tunduk pada
Undang-Undang Perbankan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998.
66
Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebagai badan usaha telah
menghimpun dana dari masyarakat tanpa memperoleh izin dari Pimpinan
Bank Indonesia (vide Pasal 16 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998).
Dengan fakta-fakta sebagaimana yang telah terungkap dalam
persidangan maka perbuatan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada
sebagai badan usaha yang telah melakukan kegiatan menghimpun dana
dari masyarakat harus dipandang sebagai kegiatan badan usaha yang
harus tunduk pada Undang-Undang Perbankan yaitu Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998. Bahwa Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada
sebagai badan usaha telah menghimpun dana dari masyarakat tanpa
memperoleh izin dari Pimpinan Bank Indonesia (vide Pasal 16 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998).
Bahwa dari hal-hal yang telah disampaikan diatas, perbuatan-
perbuatan yang dilakukan oleh Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada
yang menghimpun dana dari masyarakat melalui penyertaan modal dapat
67
dipersamakan dengan kegiatan menghimpun dana yang dilakukan oleh
badan usaha lain yang tunduk pada Undang-Undang Perbankan yang
berlaku di Indonesia. Oleh karenanya unsur kedua dari dakwaan Kesatu
“menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan.tanpa izin
usaha dari Pimpinan Bank Indonesia” sudah terpenuhi.
3. Melakukan, Menyuruh Melakukan Atau Turut Serta Melakukan
Perbuatan Itu
Bahwa dalam unsur ini terdapat tiga kata atau frasa sebagai unsur
alternatif yaitu pada frasa : “yang melakukan, menyuruh melakukan, atau
turut serta melakukan”. Bahwa oleh karena ketiga frasa kalimat tersebut
sifatnya alternatif maka apabila salah satu dari frasa kalimat tersebut
telah terbukti maka unsur dalam frasa kalimat tersebut menurut hukum
dianggap telah terbukti atau terpenuhi. Bahwa yang dimaksud dengan
“yang melakukan (pleger)” adalah orang yang melakukan perbuatan atau
tingkah laku seperti yang tercantum dalam rumusan delik, jika rumusan
delik itu disusun secara materiil, maka siapa yang menimbulkan akibat
seperti dalam rumusan delik, orang itulah yang disebut sebagai orang
“yang melakukan (pleger)”, tetapi dengan syarat pula bahwa yang
tersangkut dalam perkara itu bukan hanya pelaku sendirian, melainkan
ada orang lain yang melakukan penyertaan pula. Selanjutnya yang
68
dimaksud dengan “menyuruh melakukan” (doen plegen), adalah orang
yang menyuruh orang lain untuk melakukan perbuatan, dengan syarat
orang yang disuruh itu, dengan alasan apapun, tidak dapat dipidana, dan
yang dimaksud dengan turut Serta melakukan (medeplegen) artinya
adalah satu orang bersama satu orang lain, atau lebih, melaksanakan
perbuatan pidana, dan semua orang itu melaksanakan seluruh unsur-
unsur dalam rumusan perbuatan pidana. Jadi diantara mereka terjalin
kerjasama yang erat pada waktu melakukan perbuatan pidana; -
Terdakwa I Andianto Setiabudi sebagai pendiri dan pemilik usaha
Cipaganti Group ingin melakukan ekspansi usaha dalam berbagai bidang
usaha dan membutuhkan modal untuk membiayai kegiatan usaha
tersebut. Untuk merealisir keinginannya itu maka pada tahun 2007
Terdakwa I Andianto Setiabudi mengajak Terdakwa IV Cece
Kadarisman yang menurut Terdakwa I berpengalaman dalam
perencanaan dan pengelolaan usaha supaya bersama-sama memikirkan
cara mendapatkan modal (dana) untuk keperluan pembiayaan
pengembangan kegiatan usaha koperasi. Untuk mewujudkan
keinginannya itu Terdakwa I Andianto Sebitabudi bersama dengan
Terdakwa IV Cece Kadarisman menemukan cara, yaitu dengan
melibatkan anggota masyarakat (pemodal) di dalam kegiatan usaha
koperasi. Terdakwa I bersama dengan Terdakwa IV menggunakan
69
wadah Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebagai sarana untuk
mendapatkan modal dari masyarakat, dengan mengenalkan Koperasi
Cipaganti Karya Guna Persada tersebut kepada masyarakat luas.
Terdakwa I Andianto Setiabudi sebagai pemilik Usaha Cipaganti dan
juga sebagai Ketua Koperasi ketika itu, merekrut orang-orang dan
kemudian melatihnya menjadi tenaga pemasaran (sales marketing) yang
diberi tugas untuk menjelaskan dan menawarkan kepada masyarakat luas
supaya ikut menanamkan modalnya ke Koperasi Cipaganti Karya Guna
Persada. Bahwa Terdakwa I Andianto Setiabudi juga menerbitkan
brosur-brosur yang isinya informasi tentang Koperasi Cipaganti Karya
Guna Persada serta bidang usaha yang dikelolanya. Brosurbrosur itu
diedarkan oleh tenaga pemasaran kepada khalayak ramai dan disebarkan
diberbagai tempat di kota-kota di Indonesia, tidak hanya saja di Bandung
dan Jakarta tetapi juga di kota-kota lain di luar Jawa. Bahwa melalui
penyampaian dari tenaga pemasaran serta informasi melalui brosur,
Terdakwa I Andianto menawarkan kepada masyarakat untuk ikut
didalam kegiatan usaha yang dikelola koperasi dengan cara menyertakan
modalnya di Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada dan akan
menerima pembagian keuntungan setiap bulan. Bahwa untuk mendorong
tenaga-tenaga pemasaran lebih aktif dan bersemangat memasarkan
program yang dirancang oleh Terdakwa I Andianto Setiabudi untuk
70
mendapatkan modal dari masyarakat, kepada tenaga-tenaga pemasaran
(sales marketing) yang berhasil meyakinkan masyarakat dan bersedia
menyertakan modalnya kepada Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada
diberikan bonus (fee). Bahwa fee sales marketing atau financial
consultant ditentukan Terdakwa I, Terdakwa II dan Terdakwa III dan
dibayarkan dari uang yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Bahwa
untuk menarik keinginan masyarakat supaya menanamkan modalnya ke
Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada, di dalam brosur Terdakwa I
membuat tabel pembagian keuntungan tetap yang akan diterima pemodal
setiap bulan.
Koperasi dalam menghimpun dana masyarakat melalui modal
pernyataan, peranan dari Terdakwa I Andianto Setiabudi dalam
kapasitasnya sebagai pendiri dan pemilik usaha Cipaganti gruop dan
sebagai ketua koperasi pada saat itu sangat dominan. Dari tahun 2007
sampai dengan 2014 tercatat sebanyak 23.192 akte perjanjian kerjasama
yang ditanda tangani antara koperasi dengan mitra (pemilik modal)
dengan total modal yang dihimpun sebanyak Rp.4.779.976.704.333,-
(empat trilyun tujuh ratus tujuh puluh sembilan milyar sembilan ratus
tujuh puluh enam juta tujuh ratus empar ribu tiga ratus tiga puluh tiga
rupiah). Dengan fakta-fakta sebagaimana diuraikan di atas maka
rumusan delik dalam pasal dakwaan Kesatu dari Penuntut Umum
71
tersebut terpenuhi secara materil dari perbuatan-perbuatan yang
dilakukan oleh Terdakwa I Andianto Setiabudi sebagai “orang yang
melakukan” (pleger). Dengan demikian unsur “melakukan, menyuruh
melakukan atau turut serta melakukan” dalam dakwaan Kesatu sudah
terpenuhi.
4. Melakukan Beberapa Kali Perbuatan Yang Masing-Masing Perbuatan
Itu Ada Hubungannya Satu Sama Lain Sehingga Harus Dipandang
Sebagai Perbuatan Berlanjut
Bahwa perbuatan yang didakwakan kepada para terdakwa adalah
perbuatan menghimpun dana dari masyarakat selama kurun waktu mulai
bulan Desember tahun 2007 sampai dengan tanggal 30 April 2014,
dilakukan Para Terdakwa dengan cara membuat Perjanjian kerjasama
dengan pihak mitra dari Koperasi Cipaganti Guna Persada. Perbuatan
yang dilakukan Para Terdakwa dengan membuat perjanjian kerjasama
penyertaan modal antara Koperasi Cipaganti Guna Persada dengan para
Mitra dilakukan dengan cara yang sama dengan masing-masing mitra
dalam kurun waktu Desember tahun 2007 sampai dengan tanggal 30
April 2014, padahal kegiatan menghimpun dana tersebut tidak sesuai
ketentuan Undang-Undang Perbankan yang mengharuskan adanya ijin
dari Pimpinan Bank Indonesia dan dengan demikian perbuatan yang
72
dilakukan para Terdakwa menjadi beberapa perbuatan yang mempunyai
hubungan sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai perbuatan
berlanjut. Dengan uraian pertimbangan tersebut unsur “beberapa
perbuatan mempunyai hubungan sedemikian rupa, sehingga harus
dipandang sebagai perbuatan berlanjut” terpenuhi perbuatan para
Terdakwa. Oleh karena semua unsur dari pasal dakwaan Kesatu sudah
terpenuhi, dengan demikian perbuatan yang didakwakan Penuntut
Umum kepada para Terdakwa dalam dakwaan Kesatu telah terbukti.
Berdasarkan tuntutan yang diajukan oleh Penuntut umum maka Majelis
mengemukakan beberapa pertimbangannya sebelum memutus perkara a quo
antara lain :
1. Menimbang, bahwa semua unsur dari pasal dakwaan Kesatu sudah
terpenuhi, dengan demikian perbuatan yang didakwakan Penuntut Umum
kepada para Terdakwa dalam dakwaan Kesatu telah terbukti.
2. Menimbang, bahwa konstruksi dakwaan Penuntut Umum adalah dakwaan
kumulatif dengan demikian masing-masing dakwaan dari Penuntut
Umum haruslah dipertimbangkan ;
3. Menimbang, bahwa perbuatan yang dilakukan oleh para Terdakwa yang
dirumuskan Penuntut Umum dalam dakwaan Kesatu telah
dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dan dinyatakan telah terbukti, tetapi
perbuatan yang sama persis seperti itu lagi didakwakan Penuntut Umum
kepada para Terdakwa dalam dakwaan Kedua.
4. Menimbang, bahwa terhadap satu perbuatan yang dinyatakan terbukti
sebagai perbuatan pidana, hanya boleh dikenakan satu penghukuman
(pidana).
5. Menimbang, bahwa karena perbuatan yang didakwakan kepada para
Terdakwa dalam dakwaan Kedua adalah sama seperti perbuatan yang
didakwakan Penuntut Umum dalam dakwaan Kesatu dan perbuatan yang
didakwakan dalam dakwaan Kesatu itu telah dinyatakan telah terbukti,
maka Majelis Hakim berpendapat dakwaan Kedua dari Penuntut Umum
73
kepada para Terdakwa dalam perkara aquo tidak perlu lagi
dipertimbangkan.
6. Menimbang, bahwa konstruksi surat dakwaan yang disusun Penuntut
Umum dalam perkara aquo adalah bentuk dakwaan Kumulasi, namun
setelah Majelis Hakim mencermati uraian perbuatan yang dilakukan para
Terdakwa yang disusun Penuntut Umum dalam surat dakwaan serta
setelah mendengar keterangan para saksi, pendapat para ahli dan
keterangan para terdakwa, Majelis Hakim berpendapat konstruksi surat
dakwaan yang disusun Penuntut Umum dalam perkara aquo harus dibaca
sebagai susunan dakwaan Alternatif. Bahwa setelah mencermati dakwaan
Penuntut Umum serta dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan yang
dilakukan oleh para Terdakwa yang telah menjadi fakta hukum dalam
perkara aquo, Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan-perbuatan
yang dilakukan oleh para Terdakwa sebagaimana diuraikan Penuntut
Umum dalam surat dakwaan adalah memenuhi unsur dakwaan Penuntut
Umum dalam dakwaan Kesatu.
7. Menimbang, bahwa oleh karena Majelis Hakim memandang dakwaan
Penuntut Umum dalam perkara aquo sebagai dakwaan Alternatif, maka
dengan terpenuhinya perbuatan para Terdakwa tersebut dalam dakwaan
Kesatu, maka terhadap dakwaan Kedua atau dakwaanKetiga dari
Penuntut Umum dalam perkara aquo Majelis Hakim tidak perlu lagi
mempertimbangkannya.
8. Menimbang, bahwa oleh karena perbuatan-perbuatan yang didakwakan
kepada para Terdakwa dalam dakwaan Kesatu telah terbukti maka atas
perbuatannya tersebut para Terdakwa harus dinyatakan bersalah;
Majelis Hakim dalam Putusannya menyatakan Para Terdakwa tersebut
diatas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “secara bersama-sama menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia yang
dilakukan secara berlanjut”.
Kemudian menjatuhkan Pidana Penjara oleh karena itu kepada :
1. Terdakwa 1. ANDIANTO SETIABUDI selama 18 (delapan belas)
tahun;
74
2. Terdakwa 2. JULIA SRI REDJEKI selama 8 (delapan) tahun;
3. Terdakwa 3. YULINDA TJENDRAWATI SETIAWAN selama 6
(enam) tahun;
4. Terdakwa 4. CECE KADARISMAN, S.E. selama 10 (sepuluh) tahun;
Dan menjatuhkan pidana denda kepada :
1. Terdakwa 1. ANDIANTO SETIABUDI sebesar Rp.150.000.000.000,-
(seratus lima puluh milyar rupiah) subsidair 2 (dua) tahun kurungan;
2. Terdakwa 2. JULIA SRI REDJEKI sebesar Rp.15.000.000.000,- (lima
belas milyar rupiah) subsidair 1 (satu) tahun kurungan;
3. Terdakwa 3. YULINDA TJENDRAWATI SETIAWAN sebesar
Rp.10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) subsidair 6 (enam) bulan
kurungan;
4. Terdakwa 4 CECE KADARISMAN, S.E., sebesar Rp.15.000.000.000,-
(lima belas milyar rupiah) subsidair 1 (satu) tahun kurungan;
75
B. Kasus Koperasi Serba Usaha Karya Mandiri Sejahtera
Kasus yang terjadi pada Koperasi Serba Usaha Mandiri Sejahtera adalah
tindak pidana dalam koperasi yang dilakukan dalam kegiatan menghimpun
modal penyertaan pada koperasi, terhadap kasus tersebut telah diputus oleh
Pengadilan Negeri Sragen Nomor : 43/Pid.B/2013/PN.Srg. dengan terdakwa
Kusrasmono sebagai Manager KSU Karya Mandiri Sejahtera.
Terdakwa yaitu Kusrasmono selaku Manager KSU Karya Mandiri
Sejahterah telah menggelapkan Dana yang berasal dari kegiatan
menghimpun modal penyertaan pada Koperasi Serba Usaha Karya Mandiri
Sejahtera dari nasabah yang menyimpan uang di koperasi tersebut, dimana
ketika salah satu nasabah bermaksud untuk mengambil kembali uangnya
yang telah disimpan pada Koperasi Serba Usaha Karya Mandiri tersebut
tetapi tidak bisa dengan alasan Kas Koperasi tidak ada uang (kosong) dan
Terdakwa selaku Manager tidak bisa memenuhi permintaan tersebut.
Terhadap perbuatannya tersebut, terdakwa di dakwa oleh Penuntut
Umum sebagai berikut :
1. Dakwaan Kesatu, Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana
sebagaimana Pasal 374 KUHP
2. Dakwaan Kedua, Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana
sebagaimana pasal 378 KUHP
76
Kemudian tuntutan pidana yang diajukan oleh Penuntut Umum yang
pada pokoknya menuntut supaya Majelis Hakim yang mengadili Terdakwa
tersebut di atas memutuskan :
1. Menyatakan terdakwa KUSRASMONO, bersalah melakukan tindak
pidana “PENGGELAPAN DALAM JABATAN” sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam pasal 374 KUHP dalam dakwaan kesatu Jaksa
Penuntut Umum ;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa KUSRASMONO, dengan
pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam ) bulan dipotong
selama Terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah Terdakwa tetap
ditahan ;
Menimbang bahwa terhadap Terdakwa berdasarkan fakta-fakta yang
terungkap di persidangan maka menurut Majelis Hakim perbuatan Terdakwa
lebih mengarah pada Alternatif Dakwaan Pertama, dengan demikan dakwaan
kedua tidak akan dibuktikan. Dakwaan Pertama yaitu melanggar Pasal 374
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang unsur-unsurnya sebagai berikut :
1. Unsur Barang siapa;
Barang siapa adalah menunjukan dari pada subyek hukum tindak pidana
tersebut yaitu orang atau setiap orang yang melakukan tindak pidana dan
dapat di pertanggungjwabkan atas perbuatannya dalam arti sehat phisik
dan phisikisnya, Sedangkan yang di maksud barang siapa dalam perkara
77
ini adalah Terdakwa KUSRASMONO. Sehingga unsur ini telah terbukti
secara sah menurut hukum.
2. Unsur Dengan sengaja memiliki dengan melawan hukum sesuatu
barang;
Unsur selanjutnya “melakukan pencurian”, yang dimaksud
melakukan pencurian ialah mengambil barang sesuatu yang seluruhnya
atau sebahagian milik orang lain tanpa ijin pemiliknya dengan maksud
untuk dimiliki secara melawan hukum. Berdasarkan keterangan saksi-
saksi yang menerngkan di bawah sumpah, petunjuk, barang bukti serta
keterangan Terdakwa di peroleh fakta di persidangan sekitar tahun 2010
saksi korban Patmono menjadi nasabah di KSU Karya Mandiri Sejahtera
yang berkantor di Jalan Raya Masaran Gemolong Km 08 Sambirejo, Kec.
Plupuh, Kab. Sragen, dan Terdakwa KUSRASMONO, selaku Manager
KSU Karya Mandiri Sejahtera dengan di awali korban Patmono
membuka tabungan Sukarela sebesar Rp. 15.061.514,- (lima belas juta
enam puluh satu ribu empat belas rupiah) dengan Nomor Rekening
211101.001672, kemudian saksi korban menabung Deposito yang jumlah
awal dari Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) sampai akhirnya pada
tanggal 27 Agustus 2011 korban menabung berjangka (Deposito) sebesar
Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan Nomor Rekening
211301.000729 dan jatuh tempo setiap bulan pertanggal 27, selanjutnya
78
pada tanggal 06 Oktober 2011 korban menabung Deposito lagi sebesar
Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dengan Nomor Rekening
211301.000742, ketika dalam perjalanannya pada tanggal 27 Juli 2012
korban bermaksud untuk mengambil uang tabungan Deposito senilai Rp.
100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk keperluan usaha, namun pihak
koperasi melalui terdakwa Kusrasmono, selaku Manager menyatakan
bahwa koperasi tidak ada uang, dengan jawaban itulah korban bermaksud
juga untuk mengambil uang Deposito yang berjumlah Rp. 60.000.000,-
(enam puluh juta rupiah) dan tabungan Sukarela Rp. 15.061.514,- (lima
belas juta enam puluh satu ribu lima ratus empat belas rupiah) dan
jawaban dari pihak koperasi tetap sama yaitu tidak ada uang dan selalu
menjanjikan saja, Setelah korban datang berulangkali ke koperasi untuk
mengambil uang-uang saksi korban tetapi selalu gagal dan sampai
akhirnya membuat surat pernyataan tertanggal 18 Juli 2012 yang intinya
Terdakwa, sanggup untuk menyelesaikan pembayaran uang Deposito
milik saksi korban sebesar Rp. 160.000.000,- (seratus enam puluh juta
rupiah) pada tanggal 14 Agustus 2012. Namun pada tanggal 14 Agustus
2012 kenyataan Terdakwa, juga tidak bisa menyelesaikan tanggung
jawabnya, saat korban meminta uang tersebut terdakwa, menjanjikan
kepada korban akan di jualkan rumah, namun kenyataannya setelah
rumah Terdakwa terjual ternyata uangnya tidak di berikan kepada korban
79
dan korban juga di janjikan akan di berikan uangnya, setelah
mendapatkan uang tagihan dari nasabahnya namun juga belum di kasih
sampai sekarang dan Terdakwa selaku manager yang bertanggung jawab
menjaga Aset KSU Karya Mandiri Sejahtera dalam bentuk
mengembalikan uang simpanan dari Calon Anggota Koperasi, dan
melakukan penyelesaian permasalahan yang ada di KSU Karya Mandiri
Sejahtera ternyata tidak di lakukan Terdakwa. Dengan demikian unsure
“Dengan sengaja memiliki dengan melawan hukum sesuatu barang” telah
terpenuhi.
3. Unsur barang tersebut sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan
orang lain;
Bahwa berdasarkan fakta di persidangan dari keterangan saksi-saksi yang
menerangkan di bawah sumpah, petunjuk, barang bukti dan keterangan Terdakwa,
bahwa awalnya korban membuka tabungan Sukarela sebesar Rp. 15.061.514,- (lima
belas juta enam puluh satu ribu empat belas rupiah) dengan Nomor Rekening
211101.001672, kemudian korban menabung Deposito yang jumlah awal dari Rp.
20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) sampai akhirnya pada tanggal 27 Agustus 2011
korban menabung berjangka (Deposito) sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)
dengan Nomor Rekening 211301.000729 dan jatuh tempo setiap bulan pertanggal 27,
selanjutnya pada tanggal 06 Oktober 2011 korban menabung Deposito lagi sebesar Rp.
60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dengan Nomor Rekening 211301.000742, ketika
korban bermaksud mengambil uang tabungan Deposito korban seluruhnya sebesar Rp.
80
160.000.000,-(seratus enam puluh juta rupiah) pada tanggal 27 Juli 2012 tetapi tidak
bisa dengan alasan Kas Koperasi tidak ada uang (kosong) dan Terdakwa selaku Manager
tidak bisa memenuhi permintaan saksi korban. Dengan demikian unsure “barang
tersebut sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain“ telah
terpenuhi.
4. Unsur barang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan bahwa
korban membuka tabungan Sukarela sebesar Rp. 15.061.514,- (lima belas
juta enam puluh satu ribu empat belas rupiah) dengan Nomor Rekening
211101.001672, kemudian korban menabung Deposito yang jumlah awal
dari Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) sampai akhirnya pada
tanggal 27 Agustus 2011 saksi korban menabung berjangka (Deposito)
sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan Nomor Rekening
211301.000729 dan jatuh tempo setiap bulan pertanggal 27, selanjutnya
pada tanggal 06 Oktober 2011 korban menabung Deposito lagi sebesar
Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dengan Nomor Rekening
211301.000742, ketika korban bermaksud mengambil uang tabungan
korban seluruhnya sebesar Rp. 160.000.000,- (seratus enam puluh juta
rupiah) pada tanggal 27 Juli 2012 jawaban dari pihak koperasi tetap sama
yaitu tidak ada uang dan selalu menjanjikan saja, Setelah korban datang
berulangkali ke koperasi untuk mengambil uang-uang korban tetapi
81
selalu gagal dan selaku Manager KSU Karya mandiri Sejahtera yang
bertanggung jawab atas pengelolaan keluar masuknya uang tetapi
kenyataannya tidak di lakukan Terdakwa. Dengan demikian unsure
“barang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan“ telah
terpenuhi.
5. Unsur di lakukan oleh orang menguasai barang itu karena ada
hubungannya dengan pekerjaan atau mendapat upah uang ;
Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan berdasarkan
keterangan saksi-saksi yang menerangkan di bawah sumpah, petunjuk,
barang bukti dan keterangan Terdakwa, bahwa ketika korban bermaksud
mengambil uang tabungan korban seluruhnya sebesar Rp. 160.000.000,-
(seratus enam puluh juta rupiah) pada tanggal 27 Juli 2012 jawaban dari
pihak koperasi tetap sama yaitu tidak ada uang dan selalu menjanjikan
saja, Setelah korban datang berulangkali ke koperasi untuk mengambil
uang-uang saksi korban tetapi selalu gagal, seharusnya Terdakwa selaku
Manager KSU Karya Mandiri Sejahtera yang bertanggungjawab atas
uang-uang Nasabah (Calon Anggota) yang di simpan di KSU Karya
Mandiri Sejahtera bila terjadi masalah tetapi hal tersebut tidak di lakukan
oleh Terdakwa dan selaku Manager Terdakwa mendapat upah uang
(gaji). Dengan demikian unsure “di lakukan oleh orang menguasai barang
82
itu karena ada hubungannya dengan pekerjaan atau mendapat upah uang“
telah terpenuhi.
Berdasarkan tuntutan yang diajukan oleh Penuntut umum maka Majelis
Hakim dalam Putusannya menyatakan Terdakwa Kusrasmono terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PENGGELAPAN
DALAM JABATAN” dan Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa
KUSRASMONO, SE. dengan pidana penjara selama 1(satu) tahun dan 4
(empat) bulan.
Dalam kedua kasus ini tampak jelas bahwa dalam penyelesaian tindak
pidana yang dilakukan dengan sengaja menimbulkan kerugian pada anggota
koperasi oleh pengurus koperasi dapat digunakan Formulasi Kebijakan
Hukum Pidana dalam bentuk formulasi yang bisa di terapkan kepada para
terdakwa adalah kebijakan hukum pidana yang tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dan Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP).
83
C. Analisis Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pengurus Koperasi
Yang Dengan Sengaja menimbulkan Kerugian Yang Diderita oleh
Masyarakat
1. Tindak Pidana Perbankan
Tindak pidana perbankan merupakan merupakan salah satu tindak
pidana yang dilakukan oleh pengurus Koperasi Cipaganti. Ahli yang di
hadirkan dalam persidangan membenarkan bahwa Koperasi Cipaganti
tidak pernah melakukan ijin perbankan. Untuk dapat dikenakan saksi
pidana terhadap pengurus koperasi, maka digunakan Pasal 34 ayat (2)
Undang-Undang Koperasi sebagai dasar untuk menggunakan undag-
undang di luar Undang-undang Koperasi sebagai dasar penuntutan.
Lastuti Abubakar dalam keterangan ahlinya dipersidangan
“Bahwa berdasarkan Pasal 16 UU Perbankan mengatur
bahwa “setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan,wajib
terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank
Umum atau Bank Perkreditan rakyat dari Pimpinan Bank
Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari
masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang
tersendiri” Apabila Pasal 16 terpenuhi, maka Pasal 46 UU
Perbankan dapat diterapkan. Apabila Pihak berdasarkan
Pasal 16 UU Perbankan merupakan badan Hukum, maka
badan hukum tersebut lah yang dapat dimintai
pertanggungjawaban. Badan hukum akan diwakili oleh direksi
atau pengurus baik di luar maupun di dalam pengadilan.”
84
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa dalam UU Koperasi sanksi yang
di atur hanyalah sanksi administrative, akan tetapi dalam pertanggung
jawaban pidana sebagaimana yang telah dirumuskan dalam pasal 34 ayat
(2) UU Koperasi yang menyatakan, “di samping penggantian kerugian
tersebut, apabila tindakan dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup
kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan penuntutan” maka
pengurus sebagai subjek hukum dapat dipidanakan.
Sanksi pidana sebagaiman diatur dalam Undang-undang No. 7 Tahun
1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun
1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) tidak
memberikan defisini tertentu tentang kejahatan perbankan. UU
Perbankan menetapkan tiga belas macam tindak pidana yang diatur
mulai dari Pasal 46 sampai dengan Pasal 50A. Ketiga belas tindak pidana
itu dapat digolongkan ke dalam empat macam:
a. Tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan
b. Tindak Pidana yang berkaitan dengan rahasia bank
c. Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan
d. Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank.
Kejahatan yang berkaitan dengan perizinan industri perbankan
dikenal sebagai industri yang sarat dengan aturan (heavily regulated
industry). Untuk menjalankan usaha bank dibutuhkan ijin dari regulator
85
dengan persyaratan ketat. Melakukan kegiatan usaha bank sebelum
mendapatkan ijin dari Bank Indonesia dikategorikan sebagai tindak
pidana. Tindak pidana ini disebut dengan tindak pidana bank gelap. Pasal
46 ayat (1) UU Perbankan mengancam barang siapa menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan
Bank Indonesia diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-
kurangnya 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak
200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Ketentuan ayat (2)
menyebutkan, bahwa dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas,
perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-
badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah
melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam
perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya. Ketentuan ini satu-satunya
ketentuan dalam UU Perbankan yang mengenakan ancaman hukuman
terhadap korporasi dengan menuntut mereka yang memberi perintah atau
pimpinannya.
Jika mengacu pada ketentuan hukuman dalam undang-undang
koperasi, maka berdasarkan Pasal 34 ayat (2) Di samping penggantian
kerugian tersebut, apabila tindakan dilakukan dengan kesengajaan, tidak
86
menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan penuntutan,
penuntutan yang dimaksdukan dalam pasal ini adalah, tindakan penuntut
umum untuk menuntut sesuai dengan perbuatan pidana yang dilakukan
dengan sengaja menimbulkan kerugian bagi para anggotanya oleh
pengurus koperasi. Oleh sebab sebab itu maka dalam penunutan yang
dilakukan, pengurus keporasi terbukti bersalah melanggar Undang-undang
Perbankan.
Praktik Perbankan yang dimaksud misalnya menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito,
tabungan dan lain-lain (Pasal 46 UU Perbankan). Kedua , perbuatan
tindak pidana yang dilakukan oleh pegawai bank, komisaris, ataupun
direksi yang dengan sengaja ataupun lalai membuat laporan kepada
Bank Indonesia mengenai usahanya maupun neraca untung rugi
secara berkala sesuai dengan tata cara yang ditentutakn Bank
Indonesia (Pasal 48 UU Perbankan). Ketiga, perbuatan pidana yang
dilakukan oleh komisaris, direksi ataupun pegawai bank dengan cara
merusak, menghilangkan, mengaburkan, memalsukan, mengubah
menjadi tidak benar segala sesuatu yang menyangkut “segala
dokumen perbankan” (Pasal 49 ayat (1) UU Perbankan). Keempat, tindak
pidana yang dilakukan oleh komisaris, direksi atau pegawai bank
yang menguntungkan diri sendiri atau keluarganya (karena menerima
87
komisi/ menerima sogokan) dalam rangka pencairan kredit atau
pemberian kredit yang melebihi batas, bank garansi dan segala macam
yang menyengkut transaksi perbankan (Pasal 49 ayat (2) UU Perbankan).
Berdasarkan ketentuan Pasal-Pasal tersebut, dapat dilihat
dengan jelas bahwa setiap pihak yang melakukan kegiatan
menghimpun dan dari masyarakat dalam bentuk simpanan, wajib
terlebih dahulu memperoleh ijin usaha sebagai bank umum atau bank
perkreditan rakyat dari pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat yang dimaksud diatur dengan undang-
undang tersendiri.
Ketentuan mengenai tindak pidana perbankan yang berkaitan
dengan perijinan ini dapat kita dilihat dalam Pasal 46 UU No.7/1992
jo. UU No.10/1998 tentang Perbankan yang menyatakan bahwa:
1) Barangsiapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.
200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
88
2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas,
perserikatan, yayasan, atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-
badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi
perintah melakkan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai
pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua duanya.
Ketentuan Pasal 46 ayat dalam undang-undang perbankan
diterapkan terhadap koperasi Cipaganti Karya Guna Persada, dalam
menghimpun dana dari masyarkat, Koperasi Cipaganti Karya Guna
Persada melanggar Ketentuan tersebut, seharusnya dalam menghimpun
dana dari masyarakat Koperasi Cipaganti harus mendapat ijin dari Bank,
ijin tersebut dengan maksud agar supaya tidak ada penyalagunaan dana
dari masyarakat, oleh sebab itu dalam koperasi Cipaganti Guna persada
dalam dalam putusan pengadilan, maka para pengurus koperasi dikenakan
pasal berlapis dan dari pasal-pasal tersebut yang lebih memberatkan
putusannya adalah Tindak Pidana Perbankan
89
2. Tindak Pidana Penggelapan
Penggelapan merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang
sering dilakukan oleh pengurus koperasi, baik demi kepentingan sendiri
maupun kelompoknya, apabila melihat rumusan pasal dalam undang-
undang koperasi, maka sudah barang tentu tidak menemukan bentuk
sanksi pidana yang dapat dijalankan oleh pengurus koperasi yang
melakukan tindak pidana. akan tetapi dalam pertanggung jawaban pidana
oleh pengurus koperasi sesuai dengan rumusan pasal 34 undang-undang
koperasi, maka subjek hukum dalam koperasi tersebut adalah pengurus
yang melakukan tindak pidana, dan dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya.
Tindak Pidana Penggelapan diatur dalam Pasal 372 KUHP, dimana
yang termasuk penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik
orang lain sebagian atau seluruhnya) di mana penguasaan atas barang itu
sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah.
Dalam penggelapan, dimilikinya suatu benda terjadi bukan karena
perbuatan yang melawan hukum (bukan karena perbuatan yang tidak
sah), melainkan karena suatu perbuatan yang sah (bukan karena
kejahatan).
Perbuatan dimilikinya barang tersebut dilakukan dengan kesadaran
bahwa si pemberi dan penerima barang sama-sama menyadari perbuatan
90
mereka, namun pada akhirnya dimilikinya benda tersebut oleh
penerima barang dipanda sebagai perbuatan yang tidak dikehendaki
(melawan hukum). Misalnya, penguasaan suatu barang oleh pelaku terjadi
karena pemiliknya menitipkan barang tersebut. Atau penguasaan barang
oleh pelaku terjadi karena tugas atau jabatannya.
Sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Koperasi, tidak
mengatur tentang sanksi pidana, akan tetapi dalam rumusan Pasal 34 ayat
(2) Di samping penggantian kerugian tersebut, apabila tindakan dilakukan
dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum
untuk melakukan penuntutan. Dari bunyi pasal tersebut, sudah dapat
dipastikan bahwa apa bila perbuatan pengurus koperasi tersebut dilakuakn
dengan sengaja maka sudah pasti dapat dituntut sesuai dengan perbuatan
yang dilakukan, Pasal 474 KUHP “Penggelapan yang dilakukan oleh
orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada
hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk
itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun, merupakan
perbuatan pidana yang dilakukan dengan kesengajaan, dan oleh
perbuatannya penutut umum dapat menuntut sesuai perbuatannya,
sebagaiman dirumuskan dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-undang
Perkoperasian.
91
Penjelasan ahli Tajudin dalam kasus Cipaganti mengenai pasal
Pasal 372 KUH Pidana “Barang siapa dengan sengaja memiliki
dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau
sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada
dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena
penggelapan dengan hukuman penjara selama lamanya empat tahun”.
Penggelapan adalah suatu tindak pidana yang memiliki unsur-unsur
sebagai berikut;
1. Unsur barang siapa,merujuk kepada orang.
2. Unsur dengan sengaja,sebagai willens en wetens diartikan
menghendaki dan mengetahui,bahwa pelaku telah menghendaki
atau bermaksud untuk menguasai suatu benda secara melawan
hukum, dan mengetahui bahwa benda tersebut sebagian atau
seluruhnya adalah kepunyaan orang lain.
3. Unsur menguasai dengan melawan hukum,unsur ini diartikan
bahwa penguasaan sesuatu objek/barang oleh pelaku tidak
memiliki alas haknya atau menguasai seolah-olah ia adalah
pemiliknya;
4. Unsur sesuatu barang,diartikan sebagai benda baik berwujud maupun
tidak berwujud;
5. Sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain,dalam unsur ini
barang yang dikuasai oleh pelaku baik sebagian maupun
seluruhya adalah kepunyaan orang lain;
6. Unsur barang itu berada padanya bukan karena kejahatan,bahwa
objek/benda yang ada dalam penguasaan pelaku bukan karena
kejahatan,misalnya karena dipinjamkan, disewakan, dititipkan, diper-
cayakan, diperjanjikan dan sebagainya;
Dan sebagimana yang telah dijelaskan oleh ahli, maka dalam
pertimbangan hakim menjatuhkan sanksi pidana kepada pengurus yang
melakukan tindakan penggelapan tersebut. Dalam rumusan pasal 372
92
KUHP, terlihbat dengat jelas bahwa pengurus koperasi sebagai subjek
hukum dengan senagaja melakukan perbuatan melawan hukum,
Penggelapan adalah digelapkannya suatu barang yang harus ada
dibawah kekuasaan si pelaku, dengan cara lain dari pada dengan
melakukan kejahatan. Jadi barang itu oleh yang punya dipercayakan
kepada si pelaku. Pada pokoknya si pelaku tidak memenuhi
kepercayaan yang dilimpahkan atau dapat dianggap dilimpahkan
kepadanya oleh yang berhak atas suatu barang. Istilah penggelapan
sebagaimana yang lazim dipergunakan untuk menyebut jenis
kejahatan yang di dalam buku II Bab XXIV Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana itu adalah suatu terjemahan dari perkataan
“verduistering” dalam bahasa Belanda Delik berkualifikasi atau yang
bernama penggelapan ini diatur dalam Pasal 372. Banyak unsure-
unsur yang menyerupai delik pencurian, hanya saja beradanya barang
yang dimaksud untuk dimiliki ( zich toeegenen ) itu di tangan pelaku
penggelapan bukanlah karena seperti halnya pencurian.1
Sebagai mana unsur-unsur yang terpenuhi dalam kasus KSU
Karya Mandiri Sejahtera didalam persidangan Unsure barang siapa.
“Pengertian barang yang berada dalam kekuasaannya sebagai adanya
suatu hubungan langsung dan sangat erat dengan barang itu, yang
1 Jurnal Ilmu Hukum Legal OpinionEdisi 5, Volume 1, Tahun 2013. H. 3-4.
93
menjadi indikatornya ialah, apabila ia hendak melakukan perbuatan
terhadap benda itu, dia dapat melakukannya secara langsung tanpa
harus melakukan perbuatan lain terlebih dahulu, adalah hanya
terhadap benda-benda yang berwujud dan bergerak saja, dan tidak
mungkin terjadi terhadap benda-benda tidak berwujud dan tetap”.2
Barang siapa adalah menunjukan dari pada subyek hukum tindak
pidana tersebut yaitu orang atau setiap orang yang melakukan
tindak pidana dan dapat di pertanggungjwabkan atas perbuatannya
dalam arti sehat phisik dan phisikisnya; Sedangkan yang di maksud
barang siapa dalam perkara ini adalah Terdakwa KUSRASMONO,
SE. yang identitasnya telah ditanyakan Majelis Hakim dalam permulaan
sidang, sehingga unsure ini telah terbukti secara sah menurut hukum;
Unsur Dengan sengaja memiliki dengan melawan hukum sesuatu
barang. unsur selanjutnya“melakukan pencurian”, yang dimaksud
melakukan pencurian ialah mengambil barang sesuatu yang
seluruhnya atau sebahagian milik orang lain tanpa ijin pemiliknya
dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum ; berdasarkan
keterangan saksi-saksi yang menerngkan di bawah sumpah, petunjuk,
barang bukti serta keterangan Terdakwa di peroleh fakta di persidangan,
bahwapada hari, tanggal dan bulan sudah tidak ingat lagi sekitar
2 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayumedia Publishing,
Malang, 2006, h. 77.
94
tahun 2010 saksi korban atmono menjadi nasabah di KSU Karya
Mandiri Sejahtera yang berkantor di Jalan Raya Masaran Gemolong
Km 08 Sambirejo, Kec. Plupuh, Kab. Sragen, dan Terdakwa
KUSRASMONO, SE. selaku Manager KSU Karya Mandiri Sejahtera
diangkat berdasarkan Surat Keputusan Nomor : 01/KSU/LMS/11-2005
tanggal 01 November 2005, dengan di awali saksi korban Patmono
membuka tabungan Sukarela sebesar Rp. 15.061.514,-(lima belas juta
enam puluh satu ribu empat belas rupiah) dengan Nomor
Rekeningm211101.001672, kemudian saksi korban menabung
Deposito yang jumlah awal dari Rp.20.000.000,-(dua puluh juta
rupiah) sampai akhirnya pada tanggal 27 Agustus 2011 saksi korban
menabung berjangka (Deposito) sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus
juta rupiah) dengan Nomor Rekening 211301.000729 dan jatuh
tempo setiap bulan pertanggal 27,selanjutnya pada tanggal 06
Oktober 2011 saksi korban menabung Deposito lagi sebesar Rp.
60.000.000,-(enam puluh juta rupiah) dengan Nomor Rekening
211301.000742,
Ketika dalam perjalanannya pada tanggal 27 Juli 2012 saksi
korban bermaksud untuk mengambil uang tabungan Deposito senilai
Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk keperluan usaha, namun
pihak koperasi melalui terdakwa Kusrasmono, SE. selaku Manager
95
menyatakan bahwa koperasi tidak ada uang, dengan jawaban itulah
saksi korban bermaksud juga untuk mengambil uang Deposito yang
berjumlah Rp. 60.000.000,-( enam puluh juta rupiah) dan tabungan
Sukarela Rp. 15.061.514,- ( lima belas juta enam puluh satu ribu lima
ratus empat belas rupiah)dan jawaban dari pihak koperasi tetap sama
yaitu tidak ada uang dan selalu menjanjikan saja, Setelah saksi
korban datang berulangkali ke koperasi untuk mengambil uang-uang
saksi korban tetapi selalu gagal dan sampai akhirnya membuat surat
pernyataan tertanggal 18 Juli 2012 yang intinya Terdakwa Kusrasmono,
SE. sanggup untuk menyelesaikan pembayaran uang Deposito milik
saksi korban sebesar Rp. 160.000.000,-(seratus enam puluh juta rupiah)
pada tanggal 14 Agustus 2012, setelah saksi korban tunggu sampai
dengan tanggal 14 Agustus 2012 kenyataan Terdakwa Kusrasmono,SE.
juga tidak bisa menyelesaikan tanggung jawabnya, saat saksi korban
meminta uang tersebut terdakwa Kusrasmono, SE. menjanjikan
kepada saksi korban akan di jualkan jumah, namun kenyataannya
setelah rumah Terdakwa terjual ternyata uangnya tidak di berikan
kepada saksi korban dan saksi korban juga di janjikan akan di
berikan uangnya,setelah mendapatkan uang tagihan dari nasabahnya
namun juga belum di kasih sampai sekarang dan Terdakwa selaku
manager yang bertanggung jawab menjaga Aset KSU Karya Mandiri
96
Sejahtera dalam bentuk mengembalikan uang simpanan dari Calon
Anggota Koperasi, dan melakukan penyelesaian permasalahan yang
ada di KSU Karya Mandiri Sejahteraternyata tidak di lakukan
Terdakwa; Dengan demikian unsure “Dengan sengaja memiliki
dengan melawan hukum sesuatu barang” telah terpenuhi;
3. Kebijakan Hukum Pidana Lain Yang Dapat Di Terapkan Di Luar
Perkara Nomor 198/Pid.B/2015/PN.Bdg dan Nomor
43/Pid.B/2013/PN.Srg
1. Tindak Pidana Penipuan
Tindak Pidana Penipuan menurut Pasal 378 KUHP yang
dirumuskan sebagai berikut:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau orang lain secara melawan
hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu,
dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapuskan
piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara
paling lama empat Tahun.”
Dalam penipuan, dimilikinya suatu benda oleh seseorang
dilakukan dengan cara melawan hukum, yaitu dengan perbuatan
yang tidak sah; memakai nama palsu, tipu muslihat, atau
97
rangkaian kebohongan. Seseorang yang melakukan penipuan,
dengan kata-kata bohongnya itu, menyebabkan orang lain
menyerahkan suatu benda kepadanya. Dan apabila tidak adanya
kebohongan tersebut, maka belum tentu orang yang bersangkutan akan
menyerahkan benda itu secara sukarela.
Penipuan dalam bentuk pokok (Bedrogh) adalah barang siapa
dengan sengaja secara melawan hukum menguntungkan diri sendiri
atau orang lain dengan mempergunakannama palsu atau
mempergunakan tipu daya atau mempergunakan sifat palsu atau
rangkaian kata-kata bohong sehingga tergereak hati orang lain untuk
menyerahkan Sesuatu benda atau mengaku berhutang atau menghapus
piutang, perlu Saksi jelaskan bahwa cara-cara yang digunakan dalam
penipuan tidak perlu sekaligus cukup salah satu misalnya; dengan
mempergunakan rangkaian kata-kata bohong. Demikian juga mengenai
sasaran penipuan tidak perlu terwujudu secara keseluruhan cukup salah
satu misalnya : menyerahkan sesuatu benda.
Dalam pasal 34 ayat (2) Di samping penggantian kerugian
tersebut, apabila tindakan dilakukan dengan kesengajaan, tidak
menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan
penuntutan. Apa bila terbukti pengurus koperasi dengan sengaja
melakukan tindak pidana Penipuan maka Penutut umum dapat
98
melakukan Penuntutan, penunutan yang dilakukan sesuai dengan
perbuatan pidana yang dilakukan, kebijakan aplikasi untuk
merumuskan pasal apa saja yang dapat dikenakan terhadap pengurus
koperasi yang dengan sengaja melakukan tindak pidana.
2. Tindak pidana pencucian uang
Tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau yang lebih dikenal
dengan istilah money laundry, merupakan suatu proses dengan mana
aset-aset pelaku, terutama aset tunai yang diperoleh dari suatu tindak
pidana, dimanipulasikan sedemikian rupa sehingga aset-aset tersebut
seolah-olah berasal dari sumber yang sah. Dengan demikian sumber
perolehan dana yang dapat dikatakan illegal dan dilarang oleh negara
melalui peraturan perundang-undangan dapat diubah menjadi legal
melalui tahap penempatan (placement stage) tahap penyebaran (layering
stage), dan tahap pengumpulan (integration stage).3
Dalam perkembangannya proses yang dilakukan lebih kompleks
lagi dan sering menggunakan cara mutakhir sedemikian rupa sehingga
seolah olah uang yang diperoleh benar benar alami. Sementara Financial
Action Task Force on Money Laundering (FATF) merumuskan bahwa
money loundering adalah proses menyembunyikan atau menyamarkan
3 M. Giovanoli dari Bank for International Settlement dalam makalah Grace Y.
Bawole, “Sistem Pembuktian dalam Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia Menurut
UU No. 23 Tahun 2004”, FH Univ. Sam Ratulangi 2011.
99
asal usul hasil kejahatan.4 Proses tersebut untuk kepentingan
penghilangan jejak sehingga memungkinkan pelakunya menikmati
keuntungan-keuntungan itu dengan tanpa mengungkap sumber
perolehan. Penjualan senjata illegal, perdagangan manusia dan kegiatan
kegiatan lain yang dapat menghasilkan uang banyak dapat mendorong
untuk menghalalkan (legitimasi) hasil yang diperoleh melalui money
laundering Bahkan dengan teknologi money laundering dapat menjadi
salah satu bentuk dari cyber crime.5
Black’s Law Dictionary mengartikan money laundering sebagai:
"Term used to describe investment or other transfer of money flowing
fromracketeering, drug transaction, and other illegal sources into
legitimate channels so that is original source cannot be traced”.6
Sementara menurut pasal 1 UU No. 25 tahun 2003 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang, bahwa pencucian uang adalah perbuatan
menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan,
menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri,
menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang
4 Yenti Garnasih, Anti Pencucian Uang Sebagai Strategi Untuk Memberantas
Kejahatan Keuangan (profit Oriented Crimes), diambil dari (Jurnal Hukum Progresif, PDIH
Undip Semarang, 2006),Vol 2, No,1. h. 40. 5 Yati Garnasih, Kriminalisasi Pencucian Uang, (Jakarta: UI Fakultas Hukum Pasca
Sarjana, 2003), h. 5. 6 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary (Sixth Edition), St. Paul Minn. West
Publishing Co., 1990, h. 884.
100
diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan
maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta
kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.7
Sebagaimana yang dirumuskan dalam Undang-undang
Perkoperasian, tidak merumuskan sanksi pidana terhadap pengurus yang
dengan sengaja melakukan tindak pidana, aka tetapi dalam pasal 34 ayat
dua, menjadi dasar bagi penuntut umum untuk melakukan penuntutan,
sesuai dengan dengan perbuatan yang dilakukan. Oleh sebab itu
kebijakan hukum pidana begitu penting dalam menentukan jenis tindak
pidana yang dilakukan oleh pengurus koperasi, Kebijakan formulasi
terlihat pada saat bagaimana pasal-pasal yang dikenakan untuk
menyelesaikan tindak pidana yang dilakukan oleh pengurus koperasi.
Kebijakan aplikasi menunjukan bahwa sanksi yang diberikan sesuai
dengan perbuatan para pelaku.
7 Undang–Undang No. 25 tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Money Laundering.
(Jakarta: Eko Jaya, 2003) , h. 36