bab iii hasil penelitian dan pembahasan a.implementasi ... filejalan tol di wilayah madyopuro kedung...
TRANSCRIPT
42
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol DiWilayah Madyopuro Kedung Kandang
Sebagaimana telah penulis uraikan pada rumusan masalah dalam Bab I,
bahwa yang menjadi permasalahan pertama dalam penulisan ini adalah
mengenai implementasi pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol di
wilayah kedung kandang kota Malang.
Dalam melakukan penelitian terhadap pengadaan tanah untuk
pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang ini, penulis memilih lokasi di
Wilayah Kecamatan Kedung Kandang Kelurahan Madyopuro Kota Malang.
Hal ini dikarenakan Wilayah kedung kandang ini merupakan bagian dari
pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang yaitu sebagai pintu keluar dan pintu
masuk Tol.
A.1. Objek Dan Subjek Dalam Pengadaan Tanah Untuk PembangunanJalan Tol Di Wilayah Madyopuro Kedung Kandang
Objek dalam penelitian ini adalah pengadaan tanah untuk
pembangunan jalan tol. Tanah yang dimaksud terletak di wilayah
kecamatan kedung kandang kota malang, yang mana tanah tersebut
keseluruhan merupakan tanah masyarakat yang tinggal di sekitar Jl. Ki
Ageng Gribig.
Sedangkan yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah
masyarakat di sekitar Jl. Ki Ageng Gribig kelurahan Madyopuro
kecamatan kedung kandang kota malang dan panitia pelaksana pengadaan
43
tanah. Masyarakat di sekitar Jl. Ki Ageng Gribig kecamatan kedung
kandang kota malang tersebut merupakan para pemilik tanah dan pihak
yang berhubungan langsung dengan obyek penelitian ini yaitu mengenai
pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol.
Panitia Pelaksana Pengadaan Tanah juga merupakan pihak yang
berhubungan langsung dengan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan
tol di wilayah kedung kandang malang. Panitia pelaksana pengadaan tanah
ini merupakan tim yang dibentuk oleh Badan Pertanahan Nasional Kota
Malang.
Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol di wilayah kedung
kandang tersebut membutuhkan luas tanah sebesar 148.553 m2 dan 212
bidang tanah, hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Narasumber Ibu
Heny Susilawati selaku Kasubsi Pengaturan Tanah Pemerintah BPN Kota
Malang pada saat wawancara pada tanggal 13 Desember 2016 di Kantor
BPN Kota Malang, menurut Ibu Heny luas tanah yang diperlukan dalam
pembangunan jalan tol di wilayah kedung kandang kota malang ini yaitu :
“Dalam Pengadaan Tanah untuk pembangunan jalan tol ini, tanah yang diperlukan untuk pembangunan jalan tol ini memerlukan luas tanah sebesar 148.553 M2 (seratus empat puluh delapan ribu lima ratus lima puluh tiga meter persegi), kemudian untuk total bidang tanah yang dibebaskan sebanyak 212 bidang tanah, dan dari 212 bidang tanah tersebut yang belum dibebaskan tanahnya berjumlah 63 bidang tanah/30% dari total keseluruhan tanah yang diperlukan.”32
32 Wawancara dengan Heny Susilowati,SH,M.Hum,Kasubsi Pengaturan Tanah Pemerintah BPN Kota Malang, Pada Tanggal 13 Desember 2016 Di Kantor BPN Kota Malang.
42
Dalam pembangunan jalan tol Pandaan-Malang khususnya yang
penulis teliti yakni di wilayah Kedung Kandang ini sumber pendanaannya
bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), hal ini
sesuai dengan ketentuan Pasal 52 ayat (1) UU No 2 tahun 2012.
A.2. Tujuan Pembangunan Jalan Tol di wilayah Madyopuro Kedung Kandang Malang
Menurut narasumber ibu Heny Susilawati selaku Kasubsi
Pengaturan Tanah Pemerintah, bahwa tujuan dari adanya pembangunan
jalan tol pandaaan-malang ini adalah:
“Tujuannya adalah, dengan adanya pembangunan infrastruktur (dalam hal ini pembangunan jalan tol tersebut maka hal tersebut dapat meningkatkan perekonomian, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa dan negara, selain itu tujuan nya juga dapat meminimalisir waktu tempuh antara malang-surabaya yang selama ini berkisar antara 3-4 jam, dengan adanya tol ini maka waktu tempuh malang-surabaya hanya dalam waktu 1,5 jam saja”
Apa yang disampaikan narasumber diatas, menurut penulis sudah
sejalan dengan maksud dan tujuan sebagaimana yang diatur didalam Pasal
3 Undang-Undang No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang berbunyi :
“Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak”.
Hal tersebut juga sejalan dengan Asas Kemanfaatan, yaitu hasil
pengadaan tanah mampu memberikan manfaat secara luas bagi
kepentingan masyarakat bangsa dan negara. Selain asas kemanfaatan
43
tersebut, tujuan pembangunan jalan tol ini juga sejalan dengan Asas
Kesejahteraan, yaitu pengadaan tanah untuk pembangunan dapat
memberikan nilai tambah bagi kelangsungan kehidupan pihak yang berhak
dan masyarakat secara luas.
Menurut penulis, pembangunan jalan tol pandaan-malang ini jika
diakitkan dengan kedua asas diatas dapat disimpulkan bahwa
pembangunan jalan tol ini sangat memberikan manfaat khususnya untuk
masyarakat kota malang dan umumnya untuk masyarakat diluar kota
malang. Menurut penulis yang menjadi manfaat utama dalam
pembangunan jalan tol ini adalah untuk mengurangi kemacetan yang
begitu parah jika ingin berpergian keluar kota malang maupun ketika
hendak memasuki kota malang, sehingga pada dasarnya tujuan dari
pembangunan jalan tol pandaang-malang yang dalam hal ini melintasi
daerah kedung kandang kota malang sangatlah bermanfaat dan sesuai
dengan apa yang diamanatkan didalam ketentuan perundang-undangan.
A.3. Kesesuaian Antara Rencana Pembangunan Jalan Tol Pandaan-Malang Dengan Peraturan Daerah Kota Malang No 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010-2030 Dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011 - 2031
Dalam rencana pembangunan jalan tol Pandaan-Malang ini,
adapun rencana pembangunan nya akan melewati beberapa wilayah
44
sebagaimana gambar/skema yang penulis paparkan dibawah ini
Sumber :http://gambar-rumah.com/attachments/malang/2067894d1420499889-rumah-kedungkandang-malang-tol-malang-pandaan.jpg
Sumber :http://i48.photobucket.com/albums/f219/cakwan007/htffh_zpszvpe0jpg
45
Berdasarkan gambar/skema diatas, jika ditinjau dari Perda Kota
Malang dan Perda Provinsi Jawa Timur, maka pada dasarnya rencana
pembangunan jalan tol tersebut sudah sesuai dengan rencana tata ruang
baik berdasarkan Perda Provinsi maupun Perda Wilayah Kota Malang,
artinya tidak ada pelanggaran dengan rencana tata ruang wilayah kota
malang. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Tahun 2011 - 2031
(1) Jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) yang sudah ada terdiri atas:
(2) Rencana pengembangan jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) meliputi:
a. jalan bebas hambatan antarkota terdiri atas:
1) Mantingan–Ngawi;
2) Ngawi–Kertosono;
3) Kertosono–Mojokerto;
4) Mojokerto–Surabaya;
5) Gempol–Pandaan;
6) Pandaan–Malang;
7) Gempol–Pasuruan;
8) Pasuruan–Probolinggo;
9) Probolinggo–Banyuwangi;
10) Gresik–Tuban;
11) Demak–Tuban;
12) Porong–Gempol; dan
46
13) Surabaya-Suramadu-Tanjung Bulupandan.
Jika ditinjau dari bunyi Pasal 26 Perda Provinsi Jawa Timur
tersebut, dapatlah dikatakan bahwa Pembangunan jalan Tol Pandaan-
Malang ini sudah diatur dalam Rencana Tata Ruang sebagaimana diatur
dalam Perda Provinsi Jawa Timur tersebut. Akan tetapi untuk lintasan jalur
nya tidak diatur secara jelas akan melintasi daerah mana saja nantinya
jalan Tol tersebut, Pasal 26 Perda Provinsi Jawa Timur tersebut hanya
mengatur rencana akan pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang saja,
tidak mengatur mengenai lintasan jalur untuk pembangunannya.
Khususnya untuk di daerah kota Malang, juga tidak diatur daerah mana
saja nantinya yang akan dilintasi pembangunan Tol Pandaan-Malang
tersebut.
Selain itu pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang yang dalam hal
ini melintasi Jalan Ki Ageng Gribik, Kecamatan Kedung Kandang,
Kelurahan Madyopuro, Kota Malang ini, juga tidak diatur dalam Rencana
Tata Ruang Kota Malang.
Namun didalam Penjelasan Umum Pasal 23 ayat 1 huruf f Perda
Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Malang Tahun 2010 – 2030 sedikit dijelaskan bahwa akan ada
perbaikan jalan yang tujuannya untuk mengantisipasi pembangunan jalan
tol pandaan-malang, sebagaimana dijelaskan berikut:
“Penyemiran dilakukan dengan menutup lubang-lubang atau memperbaiki retak-retak serta pengelupasan perkerasan yang terdapat pada badan jalan. Sedangkan peningkatan fungsi jalan
47
disesuaikan dengan persyaratan jalan untuk fungsi arteri sekunder dan untuk mengantisipasi pembangunan jalan tol Pandaan-Malang”.
Jadi pada dasarnya rencana pembangunan jalan Tol Pandaan-
Malang Di Wiliayah Kedung Kandang ini menurut penulis tidaklah
bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Daerah Provnsi Jawa Timur
sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5
Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011–
2031 hanya saja tidak diatur secara terperinci akan melintasi daerah mana
saja pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang. Tetapi untuk Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Malang sebagaimana diatur dalam Perda Kota
Malang No. 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Malang Tahun 2010-2030 hal ini bertentangan karena tidak mengatur
secara jelas didalam Perda Kota Malang bahwa nantinya di Kota Malang
akan ada Pembangunan Jalan Tol khususnya didaerah Kecamatan
Kedungkandang Kelurahan Madyopuro Kota Malang.
A.4. Tahapan Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol Di Wilayah Madyopuro Kedung Kandang Kota Malang Dalam penagadaan tanah untuk pembangunan jalan Tol di Wilayah
Madyopuro Kedung Kandang Kota malang ini seluruh tahapannya sudah
dilaksanakan, hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Ibu Heny
Susilawati S.H., M.Hum selaku Kasubsi Pengaturan Tanah Pemerintah di
Badan Pertanahan Nasional Kota Malang pada saat wawancara
sebagaimana berikut:
48
“Tahapan pelaksanaan pengadaan tanah untuk jalan tol di kedung kandang ini meliputi inventarisasi dan identifikasi, penilaian ganti kerugian, musyawarah penetapan ganti kerugian, pemberian ganti kerugian dan pelepasan tanah oleh pemilik tanah yang sudah setuju dibebaskan tanahnya untuk pembanguna jalan tol. Sehingga hal ini sudah sesuai dengan apa yang diatur dalam UU 2 tahun 2012 jo Perpres 71 tahun 2012, sehingga tidak ada penyimpangan dalam pengadaan tanah untuk jalan tol tersebut”33
Adapun tahapan yang telah dilaksanakan beberapa kali dalam
Pengadaan Tanah untuk pembangunan jalan tol di wilayah Kedung
Kandang adalah sebagai berikut:
a) Tanggal 23 April 2014 yaitu dilakukan Rapat Sosialisai pelaksananaan pengadaan tanah dan bangunan bagi pembangunan tol di Balai Kelurahan Madyopuro
b) Tanggal 17 September 2015 Sosialisasi Kegiatan Pelaksanaan Pengadaan Tanah kepada masyarakat dengan mengumumkan secara lisan rencana dan time schedule program pelaksanaan pembebasan lahan utnuk pembangunan jalan tol, pandaan-malang.
c) Tanggal 28 September 2015: Pengumuman Tahap Inventarisasi d) Tanggal 2 Oktober 2015 : Pengumuman Tahap II Identifikasi e) Tanggal 29 Oktober 2015 : Penetapan daftar nominatif (final)
masyarakat yang terkena pengadaan tanah f) Tanggal 23 November 2015 undangan musyawarah penetapan
ganti kerugian. g) Tanggal 7 Desember 2015 penyampaian tanah sisa yang disetujui
dan menjelaskan kembali kepada warga yang belum setuju atau tidak tentang mekanisme ganti rugi.
h) Tanggal 7 Januari 2016 penyampaian hasil revisi dari penilai publik kepada warga dan sekaligus merupakan musyawarah ganti kerugian.34
Berdasarkan keterangan narasumber dan data diatas, maka apabila
dikaitkan dengan ketentuan UU No. 2 Tahun 2012 Pasal 27 ayat (2),
bahwa mengenai pelaksanaan pengadaan tanah meliputi:
33 ibid 34 Kutipan Putusan Pengadilan Negeri Kota Malang No. 92/Pdt.G/2016/PN.MLG Hal. 37.
49
a) Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan,
dan pemanfaatan tanah
b) Penilaian ganti kerugian
c) Musyawarah penetapan ganti kerugian
d) Pemberian ganti kerugian dan
e) Pelepasan tanah instansi
Pelaksanaan sosialisasi itu juga diakui oleh masyarakat pemilik
tanah, hal ini sesuai dengan keterangan Ibu Nova Indraningrum pada saat
wawancara pada tanggal 13 Desember, yang menyatakan bahwa
sebelumnya telah dilaksanakan sosialisasi oleh BPN. Selain sosialisasi,
telah juga dilaksanakan pengukuran luas tanah dan bangunan oleh BPN
dan juga telah dilakukan beberapa kali pertemuan antara pemilik tanah dan
panitia pelaksana pengadaan tanah di aula kelurahan madyopuro, selain itu
juga telah diadakan musyawarah tetapi musyawarah tersebut bersifat
mengitimidasi. Pelaksanaan pemberian ganti kerugian dilakukan
bersamaan dengan pelepasan hak atas tanah, dengan adanya pelepasan hak
atas tanah tersebut, maka hapuslah secara otomatis hak milik atas tanah
yang dimiliki oleh warga pemilik tanah di wilayah madyopuro
kedungkandang dan beralih kepada pihak yang memerlukan tanah yaitu
panitia pelaksana pengadaan tanah.
Sebagaimana telah diuraikan diatas, maka jika dikaitkan antara
keterangan narasumber, kutipan data dan keterangan dari Ibu Nova
Indraningrum sebagai pemilik tanah, maka menurut penulis pengadaan
50
tanah untuk pembangunan jalan di wilayah kedung kandang kota malang
ini pada dasarnya sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku yaitu sebagaimana ketentuan dalam UU No. 2 Tahun 2012 jo
Perpres 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, namun terdapat permasalahan
dalam pelaksanaan musyawarahnya yaitu perbedaan pendapat mengenai
makna musyawarah, dari pihak pemilik tanah musyawarah tersebut
diartikan sebagai tawar menawar mengenai ganti kerugian, sedangkan
BPN mengartikan musyawarah tersebut adalah bentuk penyampaian ganti
kerugian dari hasil penilaian tim penilai.
B. Analisis Terhadap Dasar Gugatan Nomor 92/Pdt.G/2016/PN.MLG Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa yang menjadi kendala dari
pembangunan jalan tol pandaan-malang di wilayah kedung kandang kota
malang ini dikarenakan ada pihak yang tidak setuju. Adapun yang menjadi
ketidak setujuan tersebut ialah mengenai nilai ganti kerugian yang dianggap
tidak layak, sehingga pihak yang tidak setuju tersebut tidak mau membebaskan
tanahnya.
Adapun yang menjadi dasar Adanya Gugatan Dari Masyarakat Pemilik
Tanah Terhadap Panitia Pelaksana Pengadaan Tanah ialah:
1. Tidak ada Musyawarah
2. Ganti Rugi tidak layak
Hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara yang penulis dapatkan dari
keterangan narasumber yang tidak setuju tersebut. Berikut hasil wawancara
51
penulis bersama beberapa Narasumber yang keberatan dengan nilai ganti
kerugian yang diberikan oleh pemerintah.
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Nova Indraningrum S.Pd., Warga Jl.
Ki Ageng Gribig No. 06 RT. 06 RW. 02 Kelurahan Madyopuro, Kec. Kedung
Kandang, Kota Malang, Ibu Nova menjelaskan alasannya mengajukan Gugatan
dikarenakan menurut ibu Nova Indra Ningrum, bahwa dalam pengadaan tanah
ini tidak ada musyawarah yang dilakukan oleh panitia pelaksana pengadaan
tanah kepada warga pemilik tanah, tetapi hanya dilaksanakan sosialisasi saja
dan itu pun bersifat mengintimidasi para warga. Semua hak atas tanah ganti
kerugiannya dipukul sama rata, tidak ada perbedaan klasifikasi baik yang
dipinggir jalan maupun yang didalam gang, sehingga pihaknya berkeberatan
jika tanahnya hanya ditaksir sebesar Rp. 3.900.000.-/m2, menurutnya nilai
ganti rugi yang pantas untuk tanahnya sebesar Rp. 25.000.000.-/m2, hal ini
dikarenakan lahan tersebut merupakan lahan yang produktif, fasilitas yang
terjangkau dari segala kepentingan misalnya dekat dengan angkot, dekat
dengan sekolah, fasilitas umum seperti pasar, dekat dengan keramaian kota dan
dekat dengan bandara Abd Saleh. Sehingga atas dasar alasan itu lah pihaknya
mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Kota Malang.35
Selanjutnya berdasarkan keterangan Ibu Subiati/Arruman Warga Jl. Ki
Ageng Gribig No. 07 RT. 06 RW. 02 Kelurahan Madyopuro, Kec. Kedung
Kandang, Kota Malang, juga dijelaskan alasannya Mengajukan Gugatan
dikarenakan dalam ganti kerugian atas pengadaan tanah untuk pembangunan
35 Wawancara dengan Nova Indraningrum,S.Pd, Pemilik Tanah Yang Tidak Setuju, Malang,12 Desember 2016.
52
jalan tol ini tidak cocok atau tidak adil, hal ini dikarenakan lokasi tanah dan
bangunan yang dimilikinya berada dipinggir jalan dan digunakan sebagai
tempat usaha yang telah berjalan secara turun temurun. Menurut Ibu Subiati,
bahwa rumahnya ditaksir dengan ganti kerugian sebesar Rp. 550.000.000.-
(lima ratus lima puluh juta rupiah) dan warung nya Rp. 450.000.000.- (empat
ratus lima puluh juta rupiah), sehingga total keseluruhan Rp. 1.000.000.000.-
(satu milyar rupiah). Nilai ganti rugi tersebut menurut ibu Subiati tidak layak,
karena untuk membeli rumah dan mendirikan warung dipinggir jalan raya
untuk saat ini membutuhkan dana diatas satu milyar. Sehingga atas alasan
tersebut pihak nya berkeberatan dan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri
Kota Malang.36
Kemudian berdasarkan keterangan Ibu Kartini Warga Jl. Ki Ageng Gribig
No. 04 RT. 06 RW. 02 Kelurahan Madyopuro, Kec. Kedung Kandang, Kota
Malang juga dijelaskan alasannya Mengajukan Gugatan dikarenakan dalam
pengadaan tanah tidak ada musyawarah dari pihak pemerintah, pertemuan
hanya seperti siasat, hanya sekedar sosialisasi dan warga selalu diintimidasi.
Sedangkan warga ingin adanya duduk bersama bermusyawarah mengenai ganti
kerugian seperti halnya tawar menawar. Menurut ibu Kartini, ganti rugi yang
diberikan oleh pemerintah tidak layak, menurutnya nilai ganti kerugian tersebut
adalah sebesar Rp. 25.000.000.-/m2. 37
36 Wawancara dengan Subiati/Aruman, Pemilik Tanah Yang Tidak Setuju, Malang,12 Desember 2016. 37 Wawancara dengan Kartini, Pemilik Tanah Yang Tidak Setuju, Malang,12 Desember 2016.
53
Berdasarkan hasil wawancara sebagaimana disampaikan oleh ketiga
narasumber diatas, penulis menyimpulkan bahwa yang menjadi permasalahan
hingga terjadi gugatan dari pihak yang tidak setuju itu adalah mengenai nilai
ganti kerugian dan disamping itu menurut ketiga narasumber tersebut pihak
pemerintah tidak pernah melakukan musyawarah.
Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan oleh narasumber
yang sudah membebaskan tanahnya untuk digunakan sebagai pembangunan
jalan tol sebagaimana disampaikan berikut:
Berdasarkan keterangan Bapak Purwanto Warga Jl. Ki Ageng Gribig RT.
07 RW. 02 Kelurahan Madyopuro, Kec. Kedung Kandang, Kota Malang,
menjelaskan alasannya Setuju Membebaskan Tanah Untuk Pembangunan Jalan
Tol hal ini karena pada dasarnya pihaknya setuju dikarenakan dalam
pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol ini sudah sesuai dengan
peraturan yang ada. Kemudian pihak panitia pelaksana pengadaan tanah sudah
melaksanakan pemberitahuan, sosialisasi, dan musyawarah. Menurut bapak
Purwanto, sebagai warga negara yang baik, dirinya haruslah mendukung
pembangunan jalan tol tersebut hal ini dikarenakan pembangunan tol tersebut
untuk kepentingan umum/kepentingan masyarakat banyak, bukanlah
kepentingan individu semata. Luas tanah yang dimiliki bapak purwanto adalah
78 m2, adapun ganti rugi yang diterima oleh bapak Purwanto sebesar Rp.
614.000.000.- (enam ratus empat belas juta rupiah) atau sebesar Rp.
3.900.000.00/m2, menurut bapak Purwanto harga tanah tersebut sudah sangat
wajar dikarenakan nilai tersebut sudah diatas NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)
54
Kota Malang yang hanya sebesar Rp. 1.800.000.-/m2. Peralihan hak atas tanah
sudah dilakukan bersamaan dengan penyerahan ganti kerugian yang diberikan
dalam bentuk uang tunai.38
Keterangan yang sama juga disampaikan oleh Bapak Juwadi Warga Jl. Ki
Ageng Gribig RT. 07 RW. 02 Kelurahan Madyopuro, Kec. Kedung Kandang,
Kota Malang, yang mana memberikan alasan Setuju Membebaskan Tanah
Untuk Pembangunan Jalan Tol karena menurut bapak Juwadi, ini merupakan
program pemerintah, sebagai warga negara yang baik, haruslah mengikuti dan
mendukung pembangunan jalan tol tersebu, hal ini dikarenakan untuk
kepentingan umum bukanlah untuk perusahaan swasta. Nilai ganti kerugian
yang diterima bapak Juwadi adalah sebesar Rp. 670.000.000.00 (enam ratus
tujuh puluh juta rupiah) atau untuk tanahnya saja sebesar Rp. 3.900.000.00/m2,
nilai tersebut sudah meliputi ganti kerugian tanah dan bangunannya, kemudian
masih ada uang tunggu, uang bensin dan uang bangunan rumah yang diterima
bapak Juwadi juga masih boleh ditempati sampai ada pembongkaran/proyek
pembangunan. Menurut bapak Juwadi, dalam musyawarah tersebut tidak ada
tawar menawar, akan tetapi harga yang dinilai lebih tinggi diatas NJOP,
sehingga tidak merugikan sama sekali. 39 Sebagaimana yang dijelaskan oleh
narasumber yaitu Bapak Purwanto dan Bapak Juwadi pada saat wawancara
pada tanggal 12 Desember 2016, dapatlah kita ketahui bahwa mereka sangat
mendukung adanya pembangunan jalan tol di wilayah madyopuro
38 Wawancara dengan Purwanto, Pemilik Tanah Yang Sudah Setuju, Malang,12 Desember 2016. 39 Wawancara dengan Juwadi, Pemilik Tanah Yang Sudah Setuju, Malang,12 Desember 2016.
55
kedungkandang, baik narasumber Bapak Purwanto maupun Bapak Juwandi
sama-sama memiliki kesadaran bahwa tanah yang mereka miliki memiliki
fungsi sosial yang berarti bahwa pemilikan tanah tidak pernah mutlak karena
fungsi sosial atas tanah sangat penting.40
Berdasarkan keterangan yang penulis dapat dari narasumber yang setuju
terhadap pembangunan jalan tol sebagaimana dimaksud diatas, menurut
penulis terdapat perbedaan yang sangat jauh, padahal nilai ganti kerugian yang
diberikan kepada pihak yang setuju dengan pembangunan jalan tol tidaklah
jauh berbeda dengan nilai ganti kerugian yang diberikan kepada pihak yang
tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa pihak yang tidak setuju terhadap
pembangunan tol di madyopuro kedungkandang kurang memahami atau
bahkan tidak mengerti makna fungsi sosial atas tanah.
Menurut penulis, apa yang dijadikan alasan oleh pihak yang tidak setuju
dengan ganti kerugian yang diberikan pemerintah, hal ini dikarenakan adanya
perbedaan pendapat mengenai pengertian musyawarah.
Adapun pengertian Musyawarah ialah :
1. Menurut Pasal 34 ayat (3) Undang-undang 2 Tahun 2012
“Bahwa yang dimaksud musyawarah adalah penyampaian nilai
ganti kerugian oleh pihak pertanahan dalam hal ini panitia
pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian tim penilai
kepada masyarakat”.
40 Adrian Sutedi, Loc.Cit.
56
2. Menurut Panitia Pelaksana pengadaan Tanah
“Bahwa musyawarah adalah penyampaian nilai ganti kerugian oleh
pihak pertanahan dalam hal ini panitia pelaksana pengadaan tanah
berdasarkan hasil penilaian tim penilai kepada masyarakat,
sebagaimana yang tercantum dalam pasal 34 ayat (3) UU No. 12
Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum”.
3. Menurut Pemilik Tanah / Pihak Yang Tidak Setuju
“Bahwa musyawarah adalah sebagai suatu cara dengan duduk
bersama antara pemilik tanah dengan pihak yang membutuhkan
tanah untuk membicarakan permasalahan ganti kerugian tersebut
dalam bentuk tawar menawar”.
Selanjutnya, menurut penulis berdasarkan wawancara yang telah
dilakukan baik kepada pemilik tanah yang sudah membebaskan tanahnya
dan maupun wawancara kepada ibu Heny selaku panitia pelaksana
pengadaan tanah bahwa mengenai ganti kerugian tersebut sudah lah
memperhatikan harga pasaran tanah, dan bahkan diatas NJOP.
Sehingga menurut penulis, pihak yang tidak setuju/pihak yang
belum membebaskan tanahnya tersebut hanya mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya, seperti yang diuraikan diatas bahwa pihak yang tidak
setuju dengan nilai ganti kerugian tersebut meminta ganti kerugian sebesar
25 juta rupiah/m2, padahal nilai yang diganti kerugian tersebut tidak
57
hanya tanah saja, akan tetapi jika mengacu pada ketentuan Pasal 33 UU
No 2 Tahun 2012 bahwa penilaian ganti kerugian tersebut meliputi tanah,
ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang
berkaitan dengan tanah, kerugian lain yang dapat dinilai.
Menurut penulis, jika tanahnya saja sudah minta diganti sebesar 25
juta rupiah/m2, bagaimana dengan nilai ganti kerugian yang lain seperti
ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang
berkaitan dengan tanah, sehingga menurut penulis nilai ganti kerugian
yang dimintakan oleh pihak yang tidak setuju tersebut sangatlah tidak
wajar karena berpotensi merugikan APBN sebagai sumber pendanaan
dalam pembangunan jalan tol tersebut.
Kemudian disini penulis melihat, bahwa pihak yang tidak setuju
tersebut kurang memahami makna dari musyawarah, disini pihak yang
tidak setuju memaknai bahwa musyawarah tersebut sebagai suatu cara
untuk duduk bersama membicarakan permasalahan tersebut dalam bentuk
tawar menawar, padahal jika mengacu pada ketentuan Pasal 34 ayat (3)
UU No. 2 Tahun 2012 bahwa yang dimaksud musyawarah disini adalah
penyampaian nilai ganti kerugian oleh pihak pertanahan dalam hal ini
panitia pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian tim penilai
kepada masyarakat, sehingga kekeliruan pemahaman terhadap makna
musyawarah disini menurut penulis juga menjadi permasalahan.
Kemudian disamping kurangnya pemahaman pihak yang tidak
setuju terhadap makna musyawarah, menurut penulis pihak yang tidak
58
setuju tersebut juga kurang memahami mengenai makna ganti kerugian
yang layak. Pihak yang tidak setuju tersebut menurut penulis hanya
mengukur kata layak tersebut dengan nilai ganti kerugian yang sangat
besar yaitu sebesar 25 juta rupiah/m2 tersebut, padahal ukuran layak
bukanlah itu akan tetapi di dalam pengadaan tanah untuk pembangunan
ukuran layak tersebut adalah sebagaimana yang sudah ditentukan dalam
Standar Penilaian Indonesia (SPI).
Menurut SPI, harga itu rumusnya adalah x + nilai penggantian
wajar, yang terdiri dari 2 komponen yaitu fisik dan non fisik. Fisik artinya
terhadap apa yang kita lihat dan apa yang kita rasakan, sedangkan non
fisik artinya hal-hal yang terjadi diluar fisik misalnya kerugian karena
kehilangan usaha atau pekerjaan, biaya pemindahan tempat, biaya alih
profesi dan nilai atas profesi sisa.
Sehingga menurut penulis, ganti kerugian yang layak disini sudah
ditentukan berdasarkan SPI tersebut, bukanlah dikehendaki dengan tujuan
untuk menentukan semaunya nilai ganti kerugian tersebut guna mencapai
keuntungan yang besar.
Jadi pada dasarnya yang menjadi dasar adanya gugatan terhadap
panitia pelaksana pengadaan tanah oleh pihak yang tidak setuju tersebut
adalah dikarenakan adanya permintaan ganti kerugian yang tidak dapat
tercapai, hal ini dikarenakan nilai ganti kerugian yang dimintakan oleh
pihak yang tidak setuju tersebut sangat tidak wajar.
59
C. Putusan Pengadilan Negeri Malang Dalam Memutus Perkara mengenai Pengadaan Tanah Di Wilayah Kedung Kandang Sebagaimana telah penulis uraikan diatas, bahwa dalam pengadaan tanah
untuk pembangunan jalan tol di kecamatan kedungkandang kota malang ini
terdapat gugatan dari pihak yang tidak setuju terhadap pemerintah ke
pengadilan negeri kota malang, adapun alasannya karena nilai ganti kerugian
yang diberikan pemerintah dianggap terlalu kecil.
Mengenai penyelesaian sengketa tentang bentuk dan/atau besarnya ganti
kerugian dalam kasus pengadaan tanah pihak yang keberatan mengajukan
gugatan ke Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 14 (empat belas) hari
kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian, hal ini sebagaimana diatur
didalam Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012.
Bahwa berkaitan dengan kasus ini, putusan Pengadilan Negeri Malang
hanya membahas hukum acaranya saja menyangkut hukum formil yaitu
mengenai jangka waktu yang telah melewati batas 14 hari pegajuan keberatan
sudah melewati batas waktu yang ditentukan sehingga tidak diterima, akan
tetapi putusan ini mempunyai kelebihan karena tetap mempertimbangkan hal-
hal yang dituntut oleh pihak Penggugat/Pemohon keberatan.
Sebelum penulis menganalisis mengenai dasar pertimbangan hakim dalam
memutus perkara pengadaan tanah ini, penulis akan memaparkan terlebih
dahulu para pihak yang ada dalam gugatan, inti dari permasalahan dan dasar
pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini sebagaimana penulis kutip
melalui Putusan Pengadilan Negeri Kota Malang No 92/Pdt.G/2016/PN.MLG.
60
a) Pihak Penggugat :
Dalam kasus ini yang menjadi pihak Penggugat/Pemohon Keberatan
adalah:
1. Nova Indraningrum S.Pd, Tempat tanggal lahir Malang, 18 November
1962, Pekerjaan PNS, alamat JL. Ki Ageng Gribik No. 06 RT. 06 RW. 02
Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai
Penggugat I
2. Herminah, Tempat tanggal lahir Malang, 17 Agustus 1958, Pekerjaan
IRT,Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 05 RT. 06 RW. 02 Kel.
Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai
Penggugat II
3. Aruman, Tempat tanggal lahir Malang, 25 Agustus 1953, Pekerjaan
Karyawan Swasta, Alamat JL. Ki Ageng Gribik No. 07 RT. 06 RW. 02
Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai
Penggugat III
4. Sumardi, Tempat tanggal lahir Malang, 1 Juni 1976, Pekerjaan
Karyawan Swasta, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 42 RT. 06 RW. 02
Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai
Penggugat IV
5. Jumaiyah, Tempat tanggal lahir Malang 1 Januari 1957, Pekerjaan
Karyawan Swasta, Alamat JL. Madyopuro X/38 RT. 06 RW. 02 Kel.
Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai
Penggugat V
61
6. Purwati, Tempat tanggal lahir Malang, 31 Desember 1961, Pekerjaan
Karyawan Swasta, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X RT. 06 RW. 02 Kel.
Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai
Penggugat VI
7. Marsono, Tempat tanggal lahir Madiun, 8 April 1963, Pekerjaan TNI,
Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 74 RT. 06 RW. 02 Kel. Madyopuro,
Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai Penggugat VII
8. Rumini, Tempat tanggal lahir Jember, 5 Desember 1966, Pekerjaan IRT,
Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 17 RT. 05 RW. 02 Kel. Madyopuro,
Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai Penggugat VIII
9. Misnati, Tempat tanggal lahir Malang, 15 September 1948, Pekerjaan
Pedagang, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 27 RT. 06 RW. 02 Kel.
Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai
Penggugat IX
10. Kartini, Tempat tanggal lahir Malang, 28 Agustus 1964, Pekerjaan
Wiraswasta, Alamat JL. Ki Ageng Gribik No. 04 RT. 06 RW. 02 Kel.
Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai
Penggugat X
11. Djaman, Tempat tanggal lahir Malang, 2 September 1962, Pekerjaan
Wiraswasta, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 22 RT. 06 RW. 02 Kel.
Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai
Penggugat XI
62
12. Zainal Arifin, Tempat tanggal lahir Malang, 12 Juni 1969, Pekerjaan
Wiraswasta, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X/No. 15 RT. 06 RW. 02 Kel.
Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai
Penggugat XII
13. Moch. Anwar, Tempat tanggal lahir Malang, 4 Februari 1960,
Pekerjaan Pedagang, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 41 RT. 06 RW.
02 Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya
sebagai Penggugat XIII
Para penggugat 1 sampai dengan penggugat 13 selanjutnya disebut
sebagai para penggugat yang dalam hal ini memberi kuasa Sumardan S.H.,
Sampun Prayitno S.H., M.H., Ari Hariyadi S.H Advokat pada kantor Edan
Law, beralamat dijalan Karya Timur, Wonosari Kota Malang berdasarkan
surat kuasa khusus tanggal 10 Mei 2016, selanjutnya disebut sebagai Para
Penggugat.
b) Pihak Tergugat :
1. Pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementrian Pekerjaan Umum Dan
Perumahan Rakyat, Alamat Jl. Patimura No. 20 Kebayoran Baru Jakarta
Selatan 12110, Tergugat I
2. Pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementrian Dalam Negeri, c.q.
Gubernur Provinsi Jawa Timur, c.q. Walikota Malang, Alamat Jl. Tugu
No. 1 Kota Malang, Tergugat II
3. Pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementrian Agraria Dan Tata
Ruang atau BPN, c.q. Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur
63
c.q. Kepala Kantor Pertanahan Kota Malang c.q. Ketua Pelaksana
Pengandaan Tanah, Alamat Jl. Danau Jonge I/1 Kota Malang, Tergugat III
Selanjutnya Para Tergugat
c) Inti Permasalahan/Duduk Permasalahan :
Untuk menggambarkan inti permasalahan dalam kasus ini, maka
penulis membuat dalam bentuk tabel untuk mempermudah dalam
menguraikan inti permasalahan/duduk perkaranya sebagaimana berikut:
Tabel Putusan Perkara No. 92/Pdt.G/2016/PN.MLG
Tuntutan/Gugatan Warga Kecamatan Kedung Kandang
Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Malang
1. Bahwa Para Tergugat tidak pernah melaksanakan musyawarah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 34 ayat 3 UU No. 2 Tahun 2012 jo Pasal 70 ayat 2 dan 3 Perpres No. 71 Tahun 2012
1. Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 68 ayat 3, Pasal 63 ayat 1, Pasal 72 Perpres No 71 Tahun 2012, bahwa yang dimaksud musyawarah adalah penyampaian besarnya ganti rugi berdasarkan hasil penilaian penilaiyang ditunjuk oleh pelaksana pengadaan tanah dan menetapkan bentuk ganti kerugian dan penetuan sikap pihak yang berhak atas tanah mengenai setuju atau tidak setuju dengan jumlah ganti kerugian yang ditetapkan oleh pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian dari penilai.41
41 Sumber : Putusan Perkara No. 92/Pdt.G/2016/PN.MLG
64
2. Bahwa para tergugat tidak terbuka dalam menyampaikan informasi terkait nilai ganti kerugian, para tergugat juga melakukan aktivitas diluar kewajaran dan diluar mekanisme sebagaimana UU yang berlaku tanpa ada proses musyawarah bersama yang terbuka.
2. Menimbang, bahwa para penggugat dalam posita maupun petitum gugatannya menuntut ganti rugi dalam bentuk uang, maka secara tidak langsungpara penggugat telah mengakui ada musyawarah tentang bentuk ganti rugi, karena bagaimana mungkin para penggugat menuntut ganti rugi uang kalau para tergugat tidak pernah membicarakan bentuk ganti rugi dengan para penggugat.
3. Bahwa nilai yang ditentuka oleh
para tergugat sangat rendah dan tidak memperhatikan asas kesejahteraan. Bahwa para penggugat menuntut ganti kerugian yang layak dengan ketentuan:
a. Tanah yang berada didepan jalan raya (Kelas I) setiap satu/m2 sebesar Rp. 25.000.000.00
b. Tanah yang berada ditengah jalan kampung (Kelas II) setiap satu/m2 sebesar Rp. 20.000.000.00
c. Tanah yang dibelakang jalan kampung (Kelas III) setiap satu/m2 sebesar Rp. 17.000.000.00
3. Menimbang bahwa Pasal 63 ayat (1) Perpres No 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum berbunyi “Penetapan besarnya nilai ganti kerugian dilakukan oleh ketua pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian jasa penilai atau penilai independen.42
4. Menimbang, bahwa Pasal 38 ayat 1 UU No 2 Tahun 2012 menguraikan bahwa dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan atau besarnya ganti rugi, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat paling lama
42 Sumber : Putusan Perkara No. 92/Pdt.G/2016/PN.MLG
65
14 hari setelah musyawarah penetapan ganti rugi sebagaimana dimaksud Pasal 37 ayat 1.
5. Menimbang, bahwa Pasal 73 ayat 1 Perpres No 71 Tahun 2012 menguraikan bahwa dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan atau besarnya ganti rugi, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat paling lama 14 hari setelah musyawarah penetapan ganti rugi sebagaimana dimaksud Pasal 72 ayat 3.
6. Menimbang, bahwa Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung No 3 Tahun 2016 tentang tatacara pengajuan keberatan menguraikan bahwa keberatan sebagaimana dimaksud Pasal 2 diajukan dalam bentuk permohonan.
7. Menimbang, bahwa gugatan atau keberatan terhadap ganti rugi para penggugat diajukan pada tanggal 13 Mei 2016 maka apabila dihitung sejak musyawarah tentang ganti rugi tanggal 7 Januari 2016, maka keberatan Para Penggugat diajukan setelah 91 (sembilan puluh satu hari) atau lebih dari 14 (empat belas) hari.
8. Menimbang, bahwa keberatan atau gugatan penggugat diajukan lebih dari 14 hari, maka keberatan penggugat telah melewati tenggang waktu yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
9. Menimbang, bahwa keberatan atau gugatan penggugat telah
66
melewati tenggang waktu, maka keberatan atau gugatan para penggugat tidak dapat diterima.43
d) Amar Putusan Pengadilan Negeri Kota Malang Dalam Memutus Perkara 1. Menyatakan keberatan atau gugatan para penggugat tidak dapat
diterima
2. Menghukum para penggugat membayar segala biaya yag timbul dalam
perkara ini secara tanggung renteng sebesar Rp. 576.000.00 (lima ratus
tujuh puluh enam ribu rupiah).
Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa apa yang menjadi
pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini adalah mengenai tenggang
waktu yang telah lewat dan hakim menganggap bahwa telah terjadi kesalah
pahaman mengenai makna musyawarah.
Dalam pertimbangan hakim ini penulis melihat bahwa hakim pengadilan
negeri kota malang sudah sangat tepat karena pada kenyataannya memang
gugatan yang diajukan oleh para penggugat tersebut sudah melewati batas
waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan mengenai
pengadaan tanah. Jangka waktu mengajukan kebertaan tersebut memang telah
ditegaskan didalam Pasal 38 ayat 1 UU No 2 Tahun 2012 dan Pasal 73 ayat 1
Perpres No 71 Tahun 2012 yang berbunyi “Pihak yang berhak dapat
mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat dalam waktu paling
43 Sumber : Putusan Perkara No. 92/Pdt.G/2016/PN.MLG
67
lama 14 hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian”. Jika
merujuk pada ketentuan pasal tersebut memang sudah jelas bahwa seharusnya
apabila pihak yang tidak setuju/penggugat mau mengajukan keberatan atas
penetapan nilai ganti kerugian tersebut sebelum lewat waktu 14 hari, karena
apabila lewat dari 14 hari tersebut memang tidak dapat diterima lagi. Waktu 14
hari ini dihitung sejak musyawarah penetapan ganti kerugian yakni tanggal 7
Januari 2016, sedangkan pihak yang keberatan baru mengajukan gugatan
tanggal 13 Mei 2016, maka apabila dihitung sejak tanggal 7 Januari 2016
sampai tanggal 13 Mei 2016, jangka waktu nya sudah mencapai 91 hari dan ini
telah melewati waktu 14 hari.
Dalam kasus ini walaupun pengajuan keberatannya telah melewati jangka
waktu dan hakim telah menolak permohonan keberatan tersebut, akan tetapi
dalam putusan ini hakim tetap mempertimbangkan hal-hal yang dituntut oleh
penggugat yaitu mengenai makna dari musyawarah dalam pengadaan tanah,
menurut penulis apa yang dipertimbangan hakim tersebut memang sudah tepat,
hal ini dikarenakan makna musyawarah yang dimaksud oleh pihak yang tidak
setuju/penggugat sangat keliru dan berbeda dengan makna musyawarah yang
diatur dalam UU No 2 Tahun 2012 jo Perpres No 71 Tahun 2012 tersebut,
menurut penulis makna musyawarah dalam pengadaan tanah tersebut adalah
untuk menetapkan bentuk kerugian berdasarkan hasil penilaian dan bukanlah
musyawarah mengenai tawar menawar ganti kerugian, karena nilai ganti
kerugian tersebut telah dinilai oleh penilai ganti kerugian/penilai publik,
sehingga dalam hal ini penulis sangat sepakat dengan apa yang