bab iii hasil penelitian dan pembahasan a.implementasi ... filejalan tol di wilayah madyopuro kedung...

29
42 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol Di Wilayah Madyopuro Kedung Kandang Sebagaimana telah penulis uraikan pada rumusan masalah dalam Bab I, bahwa yang menjadi permasalahan pertama dalam penulisan ini adalah mengenai implementasi pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol di wilayah kedung kandang kota Malang. Dalam melakukan penelitian terhadap pengadaan tanah untuk pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang ini, penulis memilih lokasi di Wilayah Kecamatan Kedung Kandang Kelurahan Madyopuro Kota Malang. Hal ini dikarenakan Wilayah kedung kandang ini merupakan bagian dari pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang yaitu sebagai pintu keluar dan pintu masuk Tol. A.1. Objek Dan Subjek Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol Di Wilayah Madyopuro Kedung Kandang Objek dalam penelitian ini adalah pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol. Tanah yang dimaksud terletak di wilayah kecamatan kedung kandang kota malang, yang mana tanah tersebut keseluruhan merupakan tanah masyarakat yang tinggal di sekitar Jl. Ki Ageng Gribig. Sedangkan yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat di sekitar Jl. Ki Ageng Gribig kelurahan Madyopuro kecamatan kedung kandang kota malang dan panitia pelaksana pengadaan

Upload: vucong

Post on 28-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

42

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Implementasi Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol DiWilayah Madyopuro Kedung Kandang

Sebagaimana telah penulis uraikan pada rumusan masalah dalam Bab I,

bahwa yang menjadi permasalahan pertama dalam penulisan ini adalah

mengenai implementasi pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol di

wilayah kedung kandang kota Malang.

Dalam melakukan penelitian terhadap pengadaan tanah untuk

pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang ini, penulis memilih lokasi di

Wilayah Kecamatan Kedung Kandang Kelurahan Madyopuro Kota Malang.

Hal ini dikarenakan Wilayah kedung kandang ini merupakan bagian dari

pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang yaitu sebagai pintu keluar dan pintu

masuk Tol.

A.1. Objek Dan Subjek Dalam Pengadaan Tanah Untuk PembangunanJalan Tol Di Wilayah Madyopuro Kedung Kandang

Objek dalam penelitian ini adalah pengadaan tanah untuk

pembangunan jalan tol. Tanah yang dimaksud terletak di wilayah

kecamatan kedung kandang kota malang, yang mana tanah tersebut

keseluruhan merupakan tanah masyarakat yang tinggal di sekitar Jl. Ki

Ageng Gribig.

Sedangkan yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah

masyarakat di sekitar Jl. Ki Ageng Gribig kelurahan Madyopuro

kecamatan kedung kandang kota malang dan panitia pelaksana pengadaan

43

tanah. Masyarakat di sekitar Jl. Ki Ageng Gribig kecamatan kedung

kandang kota malang tersebut merupakan para pemilik tanah dan pihak

yang berhubungan langsung dengan obyek penelitian ini yaitu mengenai

pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol.

Panitia Pelaksana Pengadaan Tanah juga merupakan pihak yang

berhubungan langsung dengan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan

tol di wilayah kedung kandang malang. Panitia pelaksana pengadaan tanah

ini merupakan tim yang dibentuk oleh Badan Pertanahan Nasional Kota

Malang.

Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol di wilayah kedung

kandang tersebut membutuhkan luas tanah sebesar 148.553 m2 dan 212

bidang tanah, hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Narasumber Ibu

Heny Susilawati selaku Kasubsi Pengaturan Tanah Pemerintah BPN Kota

Malang pada saat wawancara pada tanggal 13 Desember 2016 di Kantor

BPN Kota Malang, menurut Ibu Heny luas tanah yang diperlukan dalam

pembangunan jalan tol di wilayah kedung kandang kota malang ini yaitu :

“Dalam Pengadaan Tanah untuk pembangunan jalan tol ini, tanah yang diperlukan untuk pembangunan jalan tol ini memerlukan luas tanah sebesar 148.553 M2 (seratus empat puluh delapan ribu lima ratus lima puluh tiga meter persegi), kemudian untuk total bidang tanah yang dibebaskan sebanyak 212 bidang tanah, dan dari 212 bidang tanah tersebut yang belum dibebaskan tanahnya berjumlah 63 bidang tanah/30% dari total keseluruhan tanah yang diperlukan.”32

32 Wawancara dengan Heny Susilowati,SH,M.Hum,Kasubsi Pengaturan Tanah Pemerintah BPN Kota Malang, Pada Tanggal 13 Desember 2016 Di Kantor BPN Kota Malang.

42

Dalam pembangunan jalan tol Pandaan-Malang khususnya yang

penulis teliti yakni di wilayah Kedung Kandang ini sumber pendanaannya

bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), hal ini

sesuai dengan ketentuan Pasal 52 ayat (1) UU No 2 tahun 2012.

A.2. Tujuan Pembangunan Jalan Tol di wilayah Madyopuro Kedung Kandang Malang

Menurut narasumber ibu Heny Susilawati selaku Kasubsi

Pengaturan Tanah Pemerintah, bahwa tujuan dari adanya pembangunan

jalan tol pandaaan-malang ini adalah:

“Tujuannya adalah, dengan adanya pembangunan infrastruktur (dalam hal ini pembangunan jalan tol tersebut maka hal tersebut dapat meningkatkan perekonomian, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa dan negara, selain itu tujuan nya juga dapat meminimalisir waktu tempuh antara malang-surabaya yang selama ini berkisar antara 3-4 jam, dengan adanya tol ini maka waktu tempuh malang-surabaya hanya dalam waktu 1,5 jam saja”

Apa yang disampaikan narasumber diatas, menurut penulis sudah

sejalan dengan maksud dan tujuan sebagaimana yang diatur didalam Pasal

3 Undang-Undang No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang berbunyi :

“Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak”.

Hal tersebut juga sejalan dengan Asas Kemanfaatan, yaitu hasil

pengadaan tanah mampu memberikan manfaat secara luas bagi

kepentingan masyarakat bangsa dan negara. Selain asas kemanfaatan

43

tersebut, tujuan pembangunan jalan tol ini juga sejalan dengan Asas

Kesejahteraan, yaitu pengadaan tanah untuk pembangunan dapat

memberikan nilai tambah bagi kelangsungan kehidupan pihak yang berhak

dan masyarakat secara luas.

Menurut penulis, pembangunan jalan tol pandaan-malang ini jika

diakitkan dengan kedua asas diatas dapat disimpulkan bahwa

pembangunan jalan tol ini sangat memberikan manfaat khususnya untuk

masyarakat kota malang dan umumnya untuk masyarakat diluar kota

malang. Menurut penulis yang menjadi manfaat utama dalam

pembangunan jalan tol ini adalah untuk mengurangi kemacetan yang

begitu parah jika ingin berpergian keluar kota malang maupun ketika

hendak memasuki kota malang, sehingga pada dasarnya tujuan dari

pembangunan jalan tol pandaang-malang yang dalam hal ini melintasi

daerah kedung kandang kota malang sangatlah bermanfaat dan sesuai

dengan apa yang diamanatkan didalam ketentuan perundang-undangan.

A.3. Kesesuaian Antara Rencana Pembangunan Jalan Tol Pandaan-Malang Dengan Peraturan Daerah Kota Malang No 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010-2030 Dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011 - 2031

Dalam rencana pembangunan jalan tol Pandaan-Malang ini,

adapun rencana pembangunan nya akan melewati beberapa wilayah

44

sebagaimana gambar/skema yang penulis paparkan dibawah ini

Sumber :http://gambar-rumah.com/attachments/malang/2067894d1420499889-rumah-kedungkandang-malang-tol-malang-pandaan.jpg

Sumber :http://i48.photobucket.com/albums/f219/cakwan007/htffh_zpszvpe0jpg

45

Berdasarkan gambar/skema diatas, jika ditinjau dari Perda Kota

Malang dan Perda Provinsi Jawa Timur, maka pada dasarnya rencana

pembangunan jalan tol tersebut sudah sesuai dengan rencana tata ruang

baik berdasarkan Perda Provinsi maupun Perda Wilayah Kota Malang,

artinya tidak ada pelanggaran dengan rencana tata ruang wilayah kota

malang. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Peraturan Daerah

Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi Tahun 2011 - 2031

(1) Jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) yang sudah ada terdiri atas:

(2) Rencana pengembangan jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) meliputi:

a. jalan bebas hambatan antarkota terdiri atas:

1) Mantingan–Ngawi;

2) Ngawi–Kertosono;

3) Kertosono–Mojokerto;

4) Mojokerto–Surabaya;

5) Gempol–Pandaan;

6) Pandaan–Malang;

7) Gempol–Pasuruan;

8) Pasuruan–Probolinggo;

9) Probolinggo–Banyuwangi;

10) Gresik–Tuban;

11) Demak–Tuban;

12) Porong–Gempol; dan

46

13) Surabaya-Suramadu-Tanjung Bulupandan.

Jika ditinjau dari bunyi Pasal 26 Perda Provinsi Jawa Timur

tersebut, dapatlah dikatakan bahwa Pembangunan jalan Tol Pandaan-

Malang ini sudah diatur dalam Rencana Tata Ruang sebagaimana diatur

dalam Perda Provinsi Jawa Timur tersebut. Akan tetapi untuk lintasan jalur

nya tidak diatur secara jelas akan melintasi daerah mana saja nantinya

jalan Tol tersebut, Pasal 26 Perda Provinsi Jawa Timur tersebut hanya

mengatur rencana akan pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang saja,

tidak mengatur mengenai lintasan jalur untuk pembangunannya.

Khususnya untuk di daerah kota Malang, juga tidak diatur daerah mana

saja nantinya yang akan dilintasi pembangunan Tol Pandaan-Malang

tersebut.

Selain itu pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang yang dalam hal

ini melintasi Jalan Ki Ageng Gribik, Kecamatan Kedung Kandang,

Kelurahan Madyopuro, Kota Malang ini, juga tidak diatur dalam Rencana

Tata Ruang Kota Malang.

Namun didalam Penjelasan Umum Pasal 23 ayat 1 huruf f Perda

Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kota Malang Tahun 2010 – 2030 sedikit dijelaskan bahwa akan ada

perbaikan jalan yang tujuannya untuk mengantisipasi pembangunan jalan

tol pandaan-malang, sebagaimana dijelaskan berikut:

“Penyemiran dilakukan dengan menutup lubang-lubang atau memperbaiki retak-retak serta pengelupasan perkerasan yang terdapat pada badan jalan. Sedangkan peningkatan fungsi jalan

47

disesuaikan dengan persyaratan jalan untuk fungsi arteri sekunder dan untuk mengantisipasi pembangunan jalan tol Pandaan-Malang”.

Jadi pada dasarnya rencana pembangunan jalan Tol Pandaan-

Malang Di Wiliayah Kedung Kandang ini menurut penulis tidaklah

bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Daerah Provnsi Jawa Timur

sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5

Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011–

2031 hanya saja tidak diatur secara terperinci akan melintasi daerah mana

saja pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang. Tetapi untuk Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota Malang sebagaimana diatur dalam Perda Kota

Malang No. 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Malang Tahun 2010-2030 hal ini bertentangan karena tidak mengatur

secara jelas didalam Perda Kota Malang bahwa nantinya di Kota Malang

akan ada Pembangunan Jalan Tol khususnya didaerah Kecamatan

Kedungkandang Kelurahan Madyopuro Kota Malang.

A.4. Tahapan Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol Di Wilayah Madyopuro Kedung Kandang Kota Malang Dalam penagadaan tanah untuk pembangunan jalan Tol di Wilayah

Madyopuro Kedung Kandang Kota malang ini seluruh tahapannya sudah

dilaksanakan, hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Ibu Heny

Susilawati S.H., M.Hum selaku Kasubsi Pengaturan Tanah Pemerintah di

Badan Pertanahan Nasional Kota Malang pada saat wawancara

sebagaimana berikut:

48

“Tahapan pelaksanaan pengadaan tanah untuk jalan tol di kedung kandang ini meliputi inventarisasi dan identifikasi, penilaian ganti kerugian, musyawarah penetapan ganti kerugian, pemberian ganti kerugian dan pelepasan tanah oleh pemilik tanah yang sudah setuju dibebaskan tanahnya untuk pembanguna jalan tol. Sehingga hal ini sudah sesuai dengan apa yang diatur dalam UU 2 tahun 2012 jo Perpres 71 tahun 2012, sehingga tidak ada penyimpangan dalam pengadaan tanah untuk jalan tol tersebut”33

Adapun tahapan yang telah dilaksanakan beberapa kali dalam

Pengadaan Tanah untuk pembangunan jalan tol di wilayah Kedung

Kandang adalah sebagai berikut:

a) Tanggal 23 April 2014 yaitu dilakukan Rapat Sosialisai pelaksananaan pengadaan tanah dan bangunan bagi pembangunan tol di Balai Kelurahan Madyopuro

b) Tanggal 17 September 2015 Sosialisasi Kegiatan Pelaksanaan Pengadaan Tanah kepada masyarakat dengan mengumumkan secara lisan rencana dan time schedule program pelaksanaan pembebasan lahan utnuk pembangunan jalan tol, pandaan-malang.

c) Tanggal 28 September 2015: Pengumuman Tahap Inventarisasi d) Tanggal 2 Oktober 2015 : Pengumuman Tahap II Identifikasi e) Tanggal 29 Oktober 2015 : Penetapan daftar nominatif (final)

masyarakat yang terkena pengadaan tanah f) Tanggal 23 November 2015 undangan musyawarah penetapan

ganti kerugian. g) Tanggal 7 Desember 2015 penyampaian tanah sisa yang disetujui

dan menjelaskan kembali kepada warga yang belum setuju atau tidak tentang mekanisme ganti rugi.

h) Tanggal 7 Januari 2016 penyampaian hasil revisi dari penilai publik kepada warga dan sekaligus merupakan musyawarah ganti kerugian.34

Berdasarkan keterangan narasumber dan data diatas, maka apabila

dikaitkan dengan ketentuan UU No. 2 Tahun 2012 Pasal 27 ayat (2),

bahwa mengenai pelaksanaan pengadaan tanah meliputi:

33 ibid 34 Kutipan Putusan Pengadilan Negeri Kota Malang No. 92/Pdt.G/2016/PN.MLG Hal. 37.

49

a) Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan,

dan pemanfaatan tanah

b) Penilaian ganti kerugian

c) Musyawarah penetapan ganti kerugian

d) Pemberian ganti kerugian dan

e) Pelepasan tanah instansi

Pelaksanaan sosialisasi itu juga diakui oleh masyarakat pemilik

tanah, hal ini sesuai dengan keterangan Ibu Nova Indraningrum pada saat

wawancara pada tanggal 13 Desember, yang menyatakan bahwa

sebelumnya telah dilaksanakan sosialisasi oleh BPN. Selain sosialisasi,

telah juga dilaksanakan pengukuran luas tanah dan bangunan oleh BPN

dan juga telah dilakukan beberapa kali pertemuan antara pemilik tanah dan

panitia pelaksana pengadaan tanah di aula kelurahan madyopuro, selain itu

juga telah diadakan musyawarah tetapi musyawarah tersebut bersifat

mengitimidasi. Pelaksanaan pemberian ganti kerugian dilakukan

bersamaan dengan pelepasan hak atas tanah, dengan adanya pelepasan hak

atas tanah tersebut, maka hapuslah secara otomatis hak milik atas tanah

yang dimiliki oleh warga pemilik tanah di wilayah madyopuro

kedungkandang dan beralih kepada pihak yang memerlukan tanah yaitu

panitia pelaksana pengadaan tanah.

Sebagaimana telah diuraikan diatas, maka jika dikaitkan antara

keterangan narasumber, kutipan data dan keterangan dari Ibu Nova

Indraningrum sebagai pemilik tanah, maka menurut penulis pengadaan

50

tanah untuk pembangunan jalan di wilayah kedung kandang kota malang

ini pada dasarnya sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku yaitu sebagaimana ketentuan dalam UU No. 2 Tahun 2012 jo

Perpres 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, namun terdapat permasalahan

dalam pelaksanaan musyawarahnya yaitu perbedaan pendapat mengenai

makna musyawarah, dari pihak pemilik tanah musyawarah tersebut

diartikan sebagai tawar menawar mengenai ganti kerugian, sedangkan

BPN mengartikan musyawarah tersebut adalah bentuk penyampaian ganti

kerugian dari hasil penilaian tim penilai.

B. Analisis Terhadap Dasar Gugatan Nomor 92/Pdt.G/2016/PN.MLG Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa yang menjadi kendala dari

pembangunan jalan tol pandaan-malang di wilayah kedung kandang kota

malang ini dikarenakan ada pihak yang tidak setuju. Adapun yang menjadi

ketidak setujuan tersebut ialah mengenai nilai ganti kerugian yang dianggap

tidak layak, sehingga pihak yang tidak setuju tersebut tidak mau membebaskan

tanahnya.

Adapun yang menjadi dasar Adanya Gugatan Dari Masyarakat Pemilik

Tanah Terhadap Panitia Pelaksana Pengadaan Tanah ialah:

1. Tidak ada Musyawarah

2. Ganti Rugi tidak layak

Hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara yang penulis dapatkan dari

keterangan narasumber yang tidak setuju tersebut. Berikut hasil wawancara

51

penulis bersama beberapa Narasumber yang keberatan dengan nilai ganti

kerugian yang diberikan oleh pemerintah.

Berdasarkan wawancara dengan Ibu Nova Indraningrum S.Pd., Warga Jl.

Ki Ageng Gribig No. 06 RT. 06 RW. 02 Kelurahan Madyopuro, Kec. Kedung

Kandang, Kota Malang, Ibu Nova menjelaskan alasannya mengajukan Gugatan

dikarenakan menurut ibu Nova Indra Ningrum, bahwa dalam pengadaan tanah

ini tidak ada musyawarah yang dilakukan oleh panitia pelaksana pengadaan

tanah kepada warga pemilik tanah, tetapi hanya dilaksanakan sosialisasi saja

dan itu pun bersifat mengintimidasi para warga. Semua hak atas tanah ganti

kerugiannya dipukul sama rata, tidak ada perbedaan klasifikasi baik yang

dipinggir jalan maupun yang didalam gang, sehingga pihaknya berkeberatan

jika tanahnya hanya ditaksir sebesar Rp. 3.900.000.-/m2, menurutnya nilai

ganti rugi yang pantas untuk tanahnya sebesar Rp. 25.000.000.-/m2, hal ini

dikarenakan lahan tersebut merupakan lahan yang produktif, fasilitas yang

terjangkau dari segala kepentingan misalnya dekat dengan angkot, dekat

dengan sekolah, fasilitas umum seperti pasar, dekat dengan keramaian kota dan

dekat dengan bandara Abd Saleh. Sehingga atas dasar alasan itu lah pihaknya

mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Kota Malang.35

Selanjutnya berdasarkan keterangan Ibu Subiati/Arruman Warga Jl. Ki

Ageng Gribig No. 07 RT. 06 RW. 02 Kelurahan Madyopuro, Kec. Kedung

Kandang, Kota Malang, juga dijelaskan alasannya Mengajukan Gugatan

dikarenakan dalam ganti kerugian atas pengadaan tanah untuk pembangunan

35 Wawancara dengan Nova Indraningrum,S.Pd, Pemilik Tanah Yang Tidak Setuju, Malang,12 Desember 2016.

52

jalan tol ini tidak cocok atau tidak adil, hal ini dikarenakan lokasi tanah dan

bangunan yang dimilikinya berada dipinggir jalan dan digunakan sebagai

tempat usaha yang telah berjalan secara turun temurun. Menurut Ibu Subiati,

bahwa rumahnya ditaksir dengan ganti kerugian sebesar Rp. 550.000.000.-

(lima ratus lima puluh juta rupiah) dan warung nya Rp. 450.000.000.- (empat

ratus lima puluh juta rupiah), sehingga total keseluruhan Rp. 1.000.000.000.-

(satu milyar rupiah). Nilai ganti rugi tersebut menurut ibu Subiati tidak layak,

karena untuk membeli rumah dan mendirikan warung dipinggir jalan raya

untuk saat ini membutuhkan dana diatas satu milyar. Sehingga atas alasan

tersebut pihak nya berkeberatan dan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri

Kota Malang.36

Kemudian berdasarkan keterangan Ibu Kartini Warga Jl. Ki Ageng Gribig

No. 04 RT. 06 RW. 02 Kelurahan Madyopuro, Kec. Kedung Kandang, Kota

Malang juga dijelaskan alasannya Mengajukan Gugatan dikarenakan dalam

pengadaan tanah tidak ada musyawarah dari pihak pemerintah, pertemuan

hanya seperti siasat, hanya sekedar sosialisasi dan warga selalu diintimidasi.

Sedangkan warga ingin adanya duduk bersama bermusyawarah mengenai ganti

kerugian seperti halnya tawar menawar. Menurut ibu Kartini, ganti rugi yang

diberikan oleh pemerintah tidak layak, menurutnya nilai ganti kerugian tersebut

adalah sebesar Rp. 25.000.000.-/m2. 37

36 Wawancara dengan Subiati/Aruman, Pemilik Tanah Yang Tidak Setuju, Malang,12 Desember 2016. 37 Wawancara dengan Kartini, Pemilik Tanah Yang Tidak Setuju, Malang,12 Desember 2016.

53

Berdasarkan hasil wawancara sebagaimana disampaikan oleh ketiga

narasumber diatas, penulis menyimpulkan bahwa yang menjadi permasalahan

hingga terjadi gugatan dari pihak yang tidak setuju itu adalah mengenai nilai

ganti kerugian dan disamping itu menurut ketiga narasumber tersebut pihak

pemerintah tidak pernah melakukan musyawarah.

Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan oleh narasumber

yang sudah membebaskan tanahnya untuk digunakan sebagai pembangunan

jalan tol sebagaimana disampaikan berikut:

Berdasarkan keterangan Bapak Purwanto Warga Jl. Ki Ageng Gribig RT.

07 RW. 02 Kelurahan Madyopuro, Kec. Kedung Kandang, Kota Malang,

menjelaskan alasannya Setuju Membebaskan Tanah Untuk Pembangunan Jalan

Tol hal ini karena pada dasarnya pihaknya setuju dikarenakan dalam

pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol ini sudah sesuai dengan

peraturan yang ada. Kemudian pihak panitia pelaksana pengadaan tanah sudah

melaksanakan pemberitahuan, sosialisasi, dan musyawarah. Menurut bapak

Purwanto, sebagai warga negara yang baik, dirinya haruslah mendukung

pembangunan jalan tol tersebut hal ini dikarenakan pembangunan tol tersebut

untuk kepentingan umum/kepentingan masyarakat banyak, bukanlah

kepentingan individu semata. Luas tanah yang dimiliki bapak purwanto adalah

78 m2, adapun ganti rugi yang diterima oleh bapak Purwanto sebesar Rp.

614.000.000.- (enam ratus empat belas juta rupiah) atau sebesar Rp.

3.900.000.00/m2, menurut bapak Purwanto harga tanah tersebut sudah sangat

wajar dikarenakan nilai tersebut sudah diatas NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)

54

Kota Malang yang hanya sebesar Rp. 1.800.000.-/m2. Peralihan hak atas tanah

sudah dilakukan bersamaan dengan penyerahan ganti kerugian yang diberikan

dalam bentuk uang tunai.38

Keterangan yang sama juga disampaikan oleh Bapak Juwadi Warga Jl. Ki

Ageng Gribig RT. 07 RW. 02 Kelurahan Madyopuro, Kec. Kedung Kandang,

Kota Malang, yang mana memberikan alasan Setuju Membebaskan Tanah

Untuk Pembangunan Jalan Tol karena menurut bapak Juwadi, ini merupakan

program pemerintah, sebagai warga negara yang baik, haruslah mengikuti dan

mendukung pembangunan jalan tol tersebu, hal ini dikarenakan untuk

kepentingan umum bukanlah untuk perusahaan swasta. Nilai ganti kerugian

yang diterima bapak Juwadi adalah sebesar Rp. 670.000.000.00 (enam ratus

tujuh puluh juta rupiah) atau untuk tanahnya saja sebesar Rp. 3.900.000.00/m2,

nilai tersebut sudah meliputi ganti kerugian tanah dan bangunannya, kemudian

masih ada uang tunggu, uang bensin dan uang bangunan rumah yang diterima

bapak Juwadi juga masih boleh ditempati sampai ada pembongkaran/proyek

pembangunan. Menurut bapak Juwadi, dalam musyawarah tersebut tidak ada

tawar menawar, akan tetapi harga yang dinilai lebih tinggi diatas NJOP,

sehingga tidak merugikan sama sekali. 39 Sebagaimana yang dijelaskan oleh

narasumber yaitu Bapak Purwanto dan Bapak Juwadi pada saat wawancara

pada tanggal 12 Desember 2016, dapatlah kita ketahui bahwa mereka sangat

mendukung adanya pembangunan jalan tol di wilayah madyopuro

38 Wawancara dengan Purwanto, Pemilik Tanah Yang Sudah Setuju, Malang,12 Desember 2016. 39 Wawancara dengan Juwadi, Pemilik Tanah Yang Sudah Setuju, Malang,12 Desember 2016.

55

kedungkandang, baik narasumber Bapak Purwanto maupun Bapak Juwandi

sama-sama memiliki kesadaran bahwa tanah yang mereka miliki memiliki

fungsi sosial yang berarti bahwa pemilikan tanah tidak pernah mutlak karena

fungsi sosial atas tanah sangat penting.40

Berdasarkan keterangan yang penulis dapat dari narasumber yang setuju

terhadap pembangunan jalan tol sebagaimana dimaksud diatas, menurut

penulis terdapat perbedaan yang sangat jauh, padahal nilai ganti kerugian yang

diberikan kepada pihak yang setuju dengan pembangunan jalan tol tidaklah

jauh berbeda dengan nilai ganti kerugian yang diberikan kepada pihak yang

tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa pihak yang tidak setuju terhadap

pembangunan tol di madyopuro kedungkandang kurang memahami atau

bahkan tidak mengerti makna fungsi sosial atas tanah.

Menurut penulis, apa yang dijadikan alasan oleh pihak yang tidak setuju

dengan ganti kerugian yang diberikan pemerintah, hal ini dikarenakan adanya

perbedaan pendapat mengenai pengertian musyawarah.

Adapun pengertian Musyawarah ialah :

1. Menurut Pasal 34 ayat (3) Undang-undang 2 Tahun 2012

“Bahwa yang dimaksud musyawarah adalah penyampaian nilai

ganti kerugian oleh pihak pertanahan dalam hal ini panitia

pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian tim penilai

kepada masyarakat”.

40 Adrian Sutedi, Loc.Cit.

56

2. Menurut Panitia Pelaksana pengadaan Tanah

“Bahwa musyawarah adalah penyampaian nilai ganti kerugian oleh

pihak pertanahan dalam hal ini panitia pelaksana pengadaan tanah

berdasarkan hasil penilaian tim penilai kepada masyarakat,

sebagaimana yang tercantum dalam pasal 34 ayat (3) UU No. 12

Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum”.

3. Menurut Pemilik Tanah / Pihak Yang Tidak Setuju

“Bahwa musyawarah adalah sebagai suatu cara dengan duduk

bersama antara pemilik tanah dengan pihak yang membutuhkan

tanah untuk membicarakan permasalahan ganti kerugian tersebut

dalam bentuk tawar menawar”.

Selanjutnya, menurut penulis berdasarkan wawancara yang telah

dilakukan baik kepada pemilik tanah yang sudah membebaskan tanahnya

dan maupun wawancara kepada ibu Heny selaku panitia pelaksana

pengadaan tanah bahwa mengenai ganti kerugian tersebut sudah lah

memperhatikan harga pasaran tanah, dan bahkan diatas NJOP.

Sehingga menurut penulis, pihak yang tidak setuju/pihak yang

belum membebaskan tanahnya tersebut hanya mencari keuntungan yang

sebesar-besarnya, seperti yang diuraikan diatas bahwa pihak yang tidak

setuju dengan nilai ganti kerugian tersebut meminta ganti kerugian sebesar

25 juta rupiah/m2, padahal nilai yang diganti kerugian tersebut tidak

57

hanya tanah saja, akan tetapi jika mengacu pada ketentuan Pasal 33 UU

No 2 Tahun 2012 bahwa penilaian ganti kerugian tersebut meliputi tanah,

ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang

berkaitan dengan tanah, kerugian lain yang dapat dinilai.

Menurut penulis, jika tanahnya saja sudah minta diganti sebesar 25

juta rupiah/m2, bagaimana dengan nilai ganti kerugian yang lain seperti

ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang

berkaitan dengan tanah, sehingga menurut penulis nilai ganti kerugian

yang dimintakan oleh pihak yang tidak setuju tersebut sangatlah tidak

wajar karena berpotensi merugikan APBN sebagai sumber pendanaan

dalam pembangunan jalan tol tersebut.

Kemudian disini penulis melihat, bahwa pihak yang tidak setuju

tersebut kurang memahami makna dari musyawarah, disini pihak yang

tidak setuju memaknai bahwa musyawarah tersebut sebagai suatu cara

untuk duduk bersama membicarakan permasalahan tersebut dalam bentuk

tawar menawar, padahal jika mengacu pada ketentuan Pasal 34 ayat (3)

UU No. 2 Tahun 2012 bahwa yang dimaksud musyawarah disini adalah

penyampaian nilai ganti kerugian oleh pihak pertanahan dalam hal ini

panitia pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian tim penilai

kepada masyarakat, sehingga kekeliruan pemahaman terhadap makna

musyawarah disini menurut penulis juga menjadi permasalahan.

Kemudian disamping kurangnya pemahaman pihak yang tidak

setuju terhadap makna musyawarah, menurut penulis pihak yang tidak

58

setuju tersebut juga kurang memahami mengenai makna ganti kerugian

yang layak. Pihak yang tidak setuju tersebut menurut penulis hanya

mengukur kata layak tersebut dengan nilai ganti kerugian yang sangat

besar yaitu sebesar 25 juta rupiah/m2 tersebut, padahal ukuran layak

bukanlah itu akan tetapi di dalam pengadaan tanah untuk pembangunan

ukuran layak tersebut adalah sebagaimana yang sudah ditentukan dalam

Standar Penilaian Indonesia (SPI).

Menurut SPI, harga itu rumusnya adalah x + nilai penggantian

wajar, yang terdiri dari 2 komponen yaitu fisik dan non fisik. Fisik artinya

terhadap apa yang kita lihat dan apa yang kita rasakan, sedangkan non

fisik artinya hal-hal yang terjadi diluar fisik misalnya kerugian karena

kehilangan usaha atau pekerjaan, biaya pemindahan tempat, biaya alih

profesi dan nilai atas profesi sisa.

Sehingga menurut penulis, ganti kerugian yang layak disini sudah

ditentukan berdasarkan SPI tersebut, bukanlah dikehendaki dengan tujuan

untuk menentukan semaunya nilai ganti kerugian tersebut guna mencapai

keuntungan yang besar.

Jadi pada dasarnya yang menjadi dasar adanya gugatan terhadap

panitia pelaksana pengadaan tanah oleh pihak yang tidak setuju tersebut

adalah dikarenakan adanya permintaan ganti kerugian yang tidak dapat

tercapai, hal ini dikarenakan nilai ganti kerugian yang dimintakan oleh

pihak yang tidak setuju tersebut sangat tidak wajar.

59

C. Putusan Pengadilan Negeri Malang Dalam Memutus Perkara mengenai Pengadaan Tanah Di Wilayah Kedung Kandang Sebagaimana telah penulis uraikan diatas, bahwa dalam pengadaan tanah

untuk pembangunan jalan tol di kecamatan kedungkandang kota malang ini

terdapat gugatan dari pihak yang tidak setuju terhadap pemerintah ke

pengadilan negeri kota malang, adapun alasannya karena nilai ganti kerugian

yang diberikan pemerintah dianggap terlalu kecil.

Mengenai penyelesaian sengketa tentang bentuk dan/atau besarnya ganti

kerugian dalam kasus pengadaan tanah pihak yang keberatan mengajukan

gugatan ke Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 14 (empat belas) hari

kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian, hal ini sebagaimana diatur

didalam Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012.

Bahwa berkaitan dengan kasus ini, putusan Pengadilan Negeri Malang

hanya membahas hukum acaranya saja menyangkut hukum formil yaitu

mengenai jangka waktu yang telah melewati batas 14 hari pegajuan keberatan

sudah melewati batas waktu yang ditentukan sehingga tidak diterima, akan

tetapi putusan ini mempunyai kelebihan karena tetap mempertimbangkan hal-

hal yang dituntut oleh pihak Penggugat/Pemohon keberatan.

Sebelum penulis menganalisis mengenai dasar pertimbangan hakim dalam

memutus perkara pengadaan tanah ini, penulis akan memaparkan terlebih

dahulu para pihak yang ada dalam gugatan, inti dari permasalahan dan dasar

pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini sebagaimana penulis kutip

melalui Putusan Pengadilan Negeri Kota Malang No 92/Pdt.G/2016/PN.MLG.

60

a) Pihak Penggugat :

Dalam kasus ini yang menjadi pihak Penggugat/Pemohon Keberatan

adalah:

1. Nova Indraningrum S.Pd, Tempat tanggal lahir Malang, 18 November

1962, Pekerjaan PNS, alamat JL. Ki Ageng Gribik No. 06 RT. 06 RW. 02

Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai

Penggugat I

2. Herminah, Tempat tanggal lahir Malang, 17 Agustus 1958, Pekerjaan

IRT,Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 05 RT. 06 RW. 02 Kel.

Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai

Penggugat II

3. Aruman, Tempat tanggal lahir Malang, 25 Agustus 1953, Pekerjaan

Karyawan Swasta, Alamat JL. Ki Ageng Gribik No. 07 RT. 06 RW. 02

Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai

Penggugat III

4. Sumardi, Tempat tanggal lahir Malang, 1 Juni 1976, Pekerjaan

Karyawan Swasta, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 42 RT. 06 RW. 02

Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai

Penggugat IV

5. Jumaiyah, Tempat tanggal lahir Malang 1 Januari 1957, Pekerjaan

Karyawan Swasta, Alamat JL. Madyopuro X/38 RT. 06 RW. 02 Kel.

Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai

Penggugat V

61

6. Purwati, Tempat tanggal lahir Malang, 31 Desember 1961, Pekerjaan

Karyawan Swasta, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X RT. 06 RW. 02 Kel.

Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai

Penggugat VI

7. Marsono, Tempat tanggal lahir Madiun, 8 April 1963, Pekerjaan TNI,

Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 74 RT. 06 RW. 02 Kel. Madyopuro,

Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai Penggugat VII

8. Rumini, Tempat tanggal lahir Jember, 5 Desember 1966, Pekerjaan IRT,

Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 17 RT. 05 RW. 02 Kel. Madyopuro,

Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai Penggugat VIII

9. Misnati, Tempat tanggal lahir Malang, 15 September 1948, Pekerjaan

Pedagang, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 27 RT. 06 RW. 02 Kel.

Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai

Penggugat IX

10. Kartini, Tempat tanggal lahir Malang, 28 Agustus 1964, Pekerjaan

Wiraswasta, Alamat JL. Ki Ageng Gribik No. 04 RT. 06 RW. 02 Kel.

Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai

Penggugat X

11. Djaman, Tempat tanggal lahir Malang, 2 September 1962, Pekerjaan

Wiraswasta, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 22 RT. 06 RW. 02 Kel.

Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai

Penggugat XI

62

12. Zainal Arifin, Tempat tanggal lahir Malang, 12 Juni 1969, Pekerjaan

Wiraswasta, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X/No. 15 RT. 06 RW. 02 Kel.

Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai

Penggugat XII

13. Moch. Anwar, Tempat tanggal lahir Malang, 4 Februari 1960,

Pekerjaan Pedagang, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 41 RT. 06 RW.

02 Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya

sebagai Penggugat XIII

Para penggugat 1 sampai dengan penggugat 13 selanjutnya disebut

sebagai para penggugat yang dalam hal ini memberi kuasa Sumardan S.H.,

Sampun Prayitno S.H., M.H., Ari Hariyadi S.H Advokat pada kantor Edan

Law, beralamat dijalan Karya Timur, Wonosari Kota Malang berdasarkan

surat kuasa khusus tanggal 10 Mei 2016, selanjutnya disebut sebagai Para

Penggugat.

b) Pihak Tergugat :

1. Pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementrian Pekerjaan Umum Dan

Perumahan Rakyat, Alamat Jl. Patimura No. 20 Kebayoran Baru Jakarta

Selatan 12110, Tergugat I

2. Pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementrian Dalam Negeri, c.q.

Gubernur Provinsi Jawa Timur, c.q. Walikota Malang, Alamat Jl. Tugu

No. 1 Kota Malang, Tergugat II

3. Pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementrian Agraria Dan Tata

Ruang atau BPN, c.q. Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur

63

c.q. Kepala Kantor Pertanahan Kota Malang c.q. Ketua Pelaksana

Pengandaan Tanah, Alamat Jl. Danau Jonge I/1 Kota Malang, Tergugat III

Selanjutnya Para Tergugat

c) Inti Permasalahan/Duduk Permasalahan :

Untuk menggambarkan inti permasalahan dalam kasus ini, maka

penulis membuat dalam bentuk tabel untuk mempermudah dalam

menguraikan inti permasalahan/duduk perkaranya sebagaimana berikut:

Tabel Putusan Perkara No. 92/Pdt.G/2016/PN.MLG

Tuntutan/Gugatan Warga Kecamatan Kedung Kandang

Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Malang

1. Bahwa Para Tergugat tidak pernah melaksanakan musyawarah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 34 ayat 3 UU No. 2 Tahun 2012 jo Pasal 70 ayat 2 dan 3 Perpres No. 71 Tahun 2012

1. Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 68 ayat 3, Pasal 63 ayat 1, Pasal 72 Perpres No 71 Tahun 2012, bahwa yang dimaksud musyawarah adalah penyampaian besarnya ganti rugi berdasarkan hasil penilaian penilaiyang ditunjuk oleh pelaksana pengadaan tanah dan menetapkan bentuk ganti kerugian dan penetuan sikap pihak yang berhak atas tanah mengenai setuju atau tidak setuju dengan jumlah ganti kerugian yang ditetapkan oleh pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian dari penilai.41

41 Sumber : Putusan Perkara No. 92/Pdt.G/2016/PN.MLG

64

2. Bahwa para tergugat tidak terbuka dalam menyampaikan informasi terkait nilai ganti kerugian, para tergugat juga melakukan aktivitas diluar kewajaran dan diluar mekanisme sebagaimana UU yang berlaku tanpa ada proses musyawarah bersama yang terbuka.

2. Menimbang, bahwa para penggugat dalam posita maupun petitum gugatannya menuntut ganti rugi dalam bentuk uang, maka secara tidak langsungpara penggugat telah mengakui ada musyawarah tentang bentuk ganti rugi, karena bagaimana mungkin para penggugat menuntut ganti rugi uang kalau para tergugat tidak pernah membicarakan bentuk ganti rugi dengan para penggugat.

3. Bahwa nilai yang ditentuka oleh

para tergugat sangat rendah dan tidak memperhatikan asas kesejahteraan. Bahwa para penggugat menuntut ganti kerugian yang layak dengan ketentuan:

a. Tanah yang berada didepan jalan raya (Kelas I) setiap satu/m2 sebesar Rp. 25.000.000.00

b. Tanah yang berada ditengah jalan kampung (Kelas II) setiap satu/m2 sebesar Rp. 20.000.000.00

c. Tanah yang dibelakang jalan kampung (Kelas III) setiap satu/m2 sebesar Rp. 17.000.000.00

3. Menimbang bahwa Pasal 63 ayat (1) Perpres No 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum berbunyi “Penetapan besarnya nilai ganti kerugian dilakukan oleh ketua pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian jasa penilai atau penilai independen.42

4. Menimbang, bahwa Pasal 38 ayat 1 UU No 2 Tahun 2012 menguraikan bahwa dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan atau besarnya ganti rugi, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat paling lama

42 Sumber : Putusan Perkara No. 92/Pdt.G/2016/PN.MLG

65

14 hari setelah musyawarah penetapan ganti rugi sebagaimana dimaksud Pasal 37 ayat 1.

5. Menimbang, bahwa Pasal 73 ayat 1 Perpres No 71 Tahun 2012 menguraikan bahwa dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan atau besarnya ganti rugi, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat paling lama 14 hari setelah musyawarah penetapan ganti rugi sebagaimana dimaksud Pasal 72 ayat 3.

6. Menimbang, bahwa Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung No 3 Tahun 2016 tentang tatacara pengajuan keberatan menguraikan bahwa keberatan sebagaimana dimaksud Pasal 2 diajukan dalam bentuk permohonan.

7. Menimbang, bahwa gugatan atau keberatan terhadap ganti rugi para penggugat diajukan pada tanggal 13 Mei 2016 maka apabila dihitung sejak musyawarah tentang ganti rugi tanggal 7 Januari 2016, maka keberatan Para Penggugat diajukan setelah 91 (sembilan puluh satu hari) atau lebih dari 14 (empat belas) hari.

8. Menimbang, bahwa keberatan atau gugatan penggugat diajukan lebih dari 14 hari, maka keberatan penggugat telah melewati tenggang waktu yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

9. Menimbang, bahwa keberatan atau gugatan penggugat telah

66

melewati tenggang waktu, maka keberatan atau gugatan para penggugat tidak dapat diterima.43

d) Amar Putusan Pengadilan Negeri Kota Malang Dalam Memutus Perkara 1. Menyatakan keberatan atau gugatan para penggugat tidak dapat

diterima

2. Menghukum para penggugat membayar segala biaya yag timbul dalam

perkara ini secara tanggung renteng sebesar Rp. 576.000.00 (lima ratus

tujuh puluh enam ribu rupiah).

Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa apa yang menjadi

pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini adalah mengenai tenggang

waktu yang telah lewat dan hakim menganggap bahwa telah terjadi kesalah

pahaman mengenai makna musyawarah.

Dalam pertimbangan hakim ini penulis melihat bahwa hakim pengadilan

negeri kota malang sudah sangat tepat karena pada kenyataannya memang

gugatan yang diajukan oleh para penggugat tersebut sudah melewati batas

waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan mengenai

pengadaan tanah. Jangka waktu mengajukan kebertaan tersebut memang telah

ditegaskan didalam Pasal 38 ayat 1 UU No 2 Tahun 2012 dan Pasal 73 ayat 1

Perpres No 71 Tahun 2012 yang berbunyi “Pihak yang berhak dapat

mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat dalam waktu paling

43 Sumber : Putusan Perkara No. 92/Pdt.G/2016/PN.MLG

67

lama 14 hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian”. Jika

merujuk pada ketentuan pasal tersebut memang sudah jelas bahwa seharusnya

apabila pihak yang tidak setuju/penggugat mau mengajukan keberatan atas

penetapan nilai ganti kerugian tersebut sebelum lewat waktu 14 hari, karena

apabila lewat dari 14 hari tersebut memang tidak dapat diterima lagi. Waktu 14

hari ini dihitung sejak musyawarah penetapan ganti kerugian yakni tanggal 7

Januari 2016, sedangkan pihak yang keberatan baru mengajukan gugatan

tanggal 13 Mei 2016, maka apabila dihitung sejak tanggal 7 Januari 2016

sampai tanggal 13 Mei 2016, jangka waktu nya sudah mencapai 91 hari dan ini

telah melewati waktu 14 hari.

Dalam kasus ini walaupun pengajuan keberatannya telah melewati jangka

waktu dan hakim telah menolak permohonan keberatan tersebut, akan tetapi

dalam putusan ini hakim tetap mempertimbangkan hal-hal yang dituntut oleh

penggugat yaitu mengenai makna dari musyawarah dalam pengadaan tanah,

menurut penulis apa yang dipertimbangan hakim tersebut memang sudah tepat,

hal ini dikarenakan makna musyawarah yang dimaksud oleh pihak yang tidak

setuju/penggugat sangat keliru dan berbeda dengan makna musyawarah yang

diatur dalam UU No 2 Tahun 2012 jo Perpres No 71 Tahun 2012 tersebut,

menurut penulis makna musyawarah dalam pengadaan tanah tersebut adalah

untuk menetapkan bentuk kerugian berdasarkan hasil penilaian dan bukanlah

musyawarah mengenai tawar menawar ganti kerugian, karena nilai ganti

kerugian tersebut telah dinilai oleh penilai ganti kerugian/penilai publik,

sehingga dalam hal ini penulis sangat sepakat dengan apa yang

68

dipertimbangkan majelis hakim pengadilan negeri kota malang yang

memeriksa perkara ini sebagaimana dalam Putusan No

92/Pdt.G/2016/PN.MLG tersebut.