bab iii karakteristik wilayah timur kota · pdf filemerupakan upaya untuk mengurangi...

15
32 BAB III KARAKTERISTIK WILAYAH TIMUR KOTA BANDUNG Sebelum menganalisis lebih jauh, terlebih dahulu akan dibahas karakteristik Kota Bandung dan secara khusus wilayah Bandung Timur meliputi kondisi karakteristik penduduk, penggunaan lahan, dan kondisi perekonomian yang ada di wilayah tersebut. III.1 Tinjauan Eksternal Kota Bandung III.1.1 Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung Untuk mendukung struktur ruang yang direncanakan, wilayah Kota Bandung dibagi menjadi 6 (enam) wilayah pengembangan (WP), yaitu wilayah yang secara geografis berada dalam satu pusat pelayanan pusat sekunder. Adapun pembagian WP tersebut adalah sebagai berikut : 1. WP Bojanegara dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Sentrasi, mencakup Kecamatan Andir, Kecamatan Sukasari, Kecamatan Cicendo, dan Kecamatan Sukajadi. 2. WP Cibeunying dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Sadang Serang, mencakup Kecamatan Cidadap, Kecamatan Coblong, Kecamatan Bandung Wetan, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kecamatan Cibeunying Kaler dan Kecamatan Sumur Bandung. 3. WP Tegallega dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Kopo Kencana, mencakup Kecamatan Astana Anyar, Kecamatan Bojongloa Kidul, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kecamatan Babakan Ciparay, dan Kecamatan Bandung Kulon. 4. WP Karees dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Turangga, mencakup Kecamatan Regol, Kecamatan Lengkong, Kecamatan Batununggal dan Kecamatan Kiaracondong.

Upload: truongthuan

Post on 18-Feb-2018

215 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

32

BAB III

KARAKTERISTIK WILAYAH TIMUR KOTA BANDUNG

Sebelum menganalisis lebih jauh, terlebih dahulu akan dibahas karakteristik Kota

Bandung dan secara khusus wilayah Bandung Timur meliputi kondisi

karakteristik penduduk, penggunaan lahan, dan kondisi perekonomian yang ada di

wilayah tersebut.

III.1 Tinjauan Eksternal Kota Bandung

III.1.1 Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung

Untuk mendukung struktur ruang yang direncanakan, wilayah Kota

Bandung dibagi menjadi 6 (enam) wilayah pengembangan (WP), yaitu wilayah

yang secara geografis berada dalam satu pusat pelayanan pusat sekunder. Adapun

pembagian WP tersebut adalah sebagai berikut :

1. WP Bojanegara dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Sentrasi, mencakup

Kecamatan Andir, Kecamatan Sukasari, Kecamatan Cicendo, dan Kecamatan

Sukajadi.

2. WP Cibeunying dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Sadang Serang,

mencakup Kecamatan Cidadap, Kecamatan Coblong, Kecamatan Bandung

Wetan, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kecamatan Cibeunying Kaler dan

Kecamatan Sumur Bandung.

3. WP Tegallega dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Kopo Kencana,

mencakup Kecamatan Astana Anyar, Kecamatan Bojongloa Kidul, Kecamatan

Bojongloa Kaler, Kecamatan Babakan Ciparay, dan Kecamatan Bandung

Kulon.

4. WP Karees dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Turangga, mencakup

Kecamatan Regol, Kecamatan Lengkong, Kecamatan Batununggal dan

Kecamatan Kiaracondong.

33

5. WP Ujungberung dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Arcamanik,

mencakup Kecamatan Cicadas, Kecamatan Arcamanik, Kecamatan

Ujungberung, Kecamatan Cibiru dan Kelurahan Mekarmulya di Kecamatan

Rancasari.

6. WP Gedebage dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Margasari mencakup

Kecamatan Bandung Kidul, Kecamatan

(RTRW Kota Bandung Tahun 2013)

Sistem pusat pelayanan Kota Bandung yang direncanakan terdiri atas 2

(dua) pusat primer dan 6 (enam) pusat sekunder. Dua pusat primer yang

direncanakan adalah Inti Pusat Kota di bagian Barat dan Gedebage di bagian

Timur. Dengan mengembangkan 2 pusat primer, maka struktur pusat pelayanan

Kota Bandung akan bergeser dari satu pusat (monosentrik) menjadi dua pusat

(duosentrik). Adanya dua pusat ini dimaksud untuk lebih mendorong

perkembangan kota ke arah Timur agar perkembangan kota antara bagian Barat

dan Timur dapat lebih merata. Pengembangan Pusat Primer Gedebage juga

merupakan upaya untuk mengurangi ketergantungan yang sangat tinggi terhadap

inti pusat kota.

Pengembangan pusat-pusat sekunder pada setiap wilayah pengembangan

berfungsi sebagai penyangga dua pusat primer dan meratakan pelayanan pada

skala bagian wilayah kota. Secara geografis pusat primer baru akan terletak di

wilayah Timur Kota Bandung namun tetap bersinergi/berkaitan dengan pusat dan

sub pusat yang telah ada. Pusat baru ini berperan menunjang eksistensi kota yang

telah ada/berkembang, karena itu harus didukung oleh sistem trasnportasi yang

andal untuk mobilitasi yang ulang alik antara pusat baru dengan pusat lama.

III.1.2 Kependudukan Kota Bandung

Jumlah penduduk Kota Bandung sampai dengan tahun 2005 berjumlah

2.270.970 jiwa dengan komposisi penduduk perempuan 1.135.485 Jiwa dan

penduduk laki-laki 1.135.485 jiwa. Sementara menurut kelompok umur, 26.87%

penduduk berusia 0-14 tahun, 69.69% penduduk berusia 15-64 tahun dan 3.45%

34

penduduk berusia diatas 65 tahun (Bandung dalam angka Tahun 2005, BPS Kota

Bandung).

Jumlah penduduk Kota Bandung tersebut menunjukan rata-rata laju

pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 1.24 % per tahun selama periode 2000-

2005, walaupun LPP ini masih tinggi namun menunjukan penurunan jika

dibandingkan dengan periode tahun 1995-2000 sebesar 3.52% per tahun.

Tingginya angka pertumbuhan ini disebabkan selain karena pertumbuhan alamiah

juga karena arus urbanisasi pasca krisis moneter tahun 1997 untuk mencari

pekerjaan ke kota Bandung.

Tabel III.1 Perkembangan Penduduk Kota Bandung Tahun 1995-2005

Jumlah Penduduk Luas Kota Kepadatan Pertambahan LPP(Jiwa) (Km2) (Jiwa/Km2) (Jiwa) (%)

1995 1,809,964 167.29 10,819 7,975 0.44 1996 1,817,939 167.29 10,867 (35,473) (1.95) 1997 1,782,466 167.29 10,655 23,943 1.34 1998 1,806,409 167.29 10,798 62,504 3.46 1999 1,868,913 167.29 11,172 267,347 14.30 2000 2,136,260 167.29 12,770 10,100 0.47 2001 2,146,360 167.29 12,830 (4,166) (0.19) 2002 2,142,194 167.29 12,805 86,074 4.02 2003 2,228,268 167.29 13,320 4,356 0.20 2004 2,232,624 167.29 13,346 38,346 1.72 2005 2,270,970 167.29 13,575

Sumber : BPS Kota Bandung, Hasil Susenas Tahun 1995-2005

Tahun

Gambar III.1 Grafik Perkembangan Penduduk Kota Bandung Tahun 1995-2005

-

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Jumlah Penduduk Sumber : BPS, Hasil Susenas Tahun 1995-2005

35

Dari gambar III.1 diatas dapat diamati bahwa penduduk kota Bandung mengalami

peningkatan yang relatif konstan. Hanya mengalami penurunan di tahun 1997

karena kemungkinan disebabkan oleh dampak krisis moneter sehingga banyak

penduduk yang mengalami PHK dan kembali ke kampung halaman. Namun

setelah perekonomian kembali membaik, jumlah penduduk kota Bandung kembali

meningkat secara signifikan di tahun 2000 dan kembali menigkat secara konstan

hingga tahun 2005

Persebaran penduduk memperlihatkan wilayah-wilayah yang menjadi

pemusatan penduduk. Berikut adalah jumlah penduduk, luas wilayah dan

kepadatan pada tiap kecamatan di Kota Bandung pada tahun 2005.

Tabel III.2 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Bandung

Tahun 2005

No. Kecamatan Luas Wilayah (Km2) Penduduk (Jiwa)Kepadatan (jiwa/

Km2)

1 Bandung Kulon 6.46 125,929 19,4942 Babakan Ciparay 7.45 127,151 17,0673 Bojongloa Kaler 3.03 118,948 39,2574 Bojongloa Kidul 6.26 74,626 11,9215 Astanaanyar 2.89 73,992 25,6036 R e g o l 4.3 78,690 18,3007 Lengkong 5.9 74,621 12,6488 Bandung Kidul 6.06 50,119 8,2709 Margacinta 10.87 118,299 10,883

10 Rancasari 13.17 64,659 4,91011 Cibiru 10.81 79,968 7,39812 Ujungberung 10.34 77,096 7,45613 Arcamanik 8.8 62,777 7,13414 Cicadas 8.66 97,561 11,26615 Kiaracondong 6.12 125,600 20,52316 Batununggal 5.03 121,650 24,18517 Sumur Bandung 3.4 40,594 11,93918 A n d i r 3.71 95,447 25,72719 Cicendo 6.86 102,139 14,88920 Bandung Wetan 3.39 33,404 9,85421 Cibeunying Kidul 5.25 109,337 20,82622 Cibeunying Kaler 4.5 70,546 15,67723 Coblong 7.35 122,161 16,62124 Sukajadi 4.3 100,943 23,47525 Sukasari 6.27 77,750 12,40026 Cidadap 6.11 46,962 7,686

Jumlah 167.29 2,270,970 13,505Sumber : BPS, Hasil Susenas 2005

36

Dari tabel III.2 di atas terlihat bahwa kepadatan penduduk rata-rata di Kota

Bandung sebesar 13.505 jiwa/kmP

2P, dimana jumlah penduduk terbesar adalah

Kecamatan Babakan Ciparay sebanyak 127.151 jiwa dan jumlah penduduk

terkecil terdapat di Bandung Wetan sebanyak 33.404 jiwa. Sedangkan

berdasarkan kepadatan penduduk, kecamatan dengan kepadatan tertinggi adalah

Kecamatan Bojongloa Kaler dengan kepadatan 39.257 jiwa/kmP

2P dan Kecamatan

dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Rancasari dengan

kepadatan 4.910 jiwa/km P

2P. Perbedaan kepadatan penduduk yang sangat besar

antara kecamatan dengan tingkat kepadatan tertinggi dengan kecamatan yang

mempunyai kepadatan terendah, menunjukkan bahwa persebaran kepadatan

penduduk antar kecamatan tidak merata.

Gambar III.2

Peta Sebaran Kepadatan Penduduk Kota Bandung Tahun 2005

Dari gambar III.2 di atas terlihat bahwa wilayah perluasan berdasarkan PP No. 16

Tahun 1987 yang meliputi wilayah pengembangan Gedebage dan Ujungberung

merupakan wilayah dengan kepadatan rendah. Namun diperhatikan populasi

37

penduduk Tahun 2000, tahun 2003 dan tahun 2005 di semua wilayah kecamatan

rata-rata meningkat.

III.1.3 Perekonomian Kota Bandung

Kondisi perekonomian Kota Bandung yang bercirikan struktur

perekonomian urban atau kota yang tengah mengalami perbaikan dan peningkatan

dalam semua sektor. Hal ini dapat dilihat indikasinya dari Laju Pertumbuhan

Ekonomi (LPE) Kota Bandung yang mengalami pertumbuhan tinggi, yaitu pada

masa awal krisis (1998) LPE sebesar -19,69%. Seiring dengan pulihnya

perekonomian pada tingkat nasional dan regional, pertumbuhan ekonomi Kota

Bandung sejak tahun 2000 mengalami perbaikan dan peningkatan positif sebesar

5,41% pada tahun 2000, 7,57% pada tahun 2001, 7,13% pada tahun 2002, 7.43%

pada tahun 2004 dan sebesar 7,53% pada tahun 2005 (Bandung Dalam Angka

tahun 2000-2005). Peningkatan laju pertumbuhan ini menunjukan adanya

peningkatan pada produksi maupun harga seluruh sektor produksi di Kota

Bandung.

Struktur ekonomi Kota Bandung pada tahun 2005 terdiri atas: Upertama,U

sektor primer yang berkontribusi 0,31% terhadap produk domestik regional bruto

(PDRB); Ukedua,U sektor sekunder yang berkontribusi 37.98% terhadap PDRB; dan

Uketiga,U sektor tersier (jasa) yang berkontribusi 61.72% terhadap PDRB. Dari

struktur ekonomi tersebut, menunjukan bahwa sektor tersier (jasa) merupakan

sektor yang dominan dalam struktur ekonomi kota. Sektor tersier ini terdiri atas:

sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi,

lembaga keuangan, persewaan, jasa-jasa perusahaan serta jasa pemerintahan.

Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut telah berdampak pada

peningkatan kesejahteraan masyarakat kota. Hal ini ditunjukkan dengan makin

meningkatnya PDRB perkapita (atas dasar harga konstan tahun 2000) yaitu pada

tahun 2000 sebesar Rp. 6.834.500,00, naik menjadi Rp. 7.317.265,00 pada tahun

2001, Rp.7.851.319,00 pada tahun 2002, Rp. 8.391.546,00 pada tahun 2003, Rp.

8.928.179,00 pada tahun 2004 dan naik menjadi Rp. 9.509.359,00. pada tahun

2005. Ini berarti telah terjadi kenaikan sebesar 7.06% pada tahun 2001, 7.30 pada

38

tahun 2002, 6.88% pada tahun 2003, 6.39% pada tahun 2004 dan sekitar 6.51%

pada tahun 2005.

Tampaknya kenaikan PDRB perkapita ini sejalan dengan kenaikan sektor-

sektor yang mempunyai sumbangan cukup besar, dalam hal ini adalah industri

pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran.

Gambar III.3 Grafik Pendapatan Per kapita Penduduk Kota Bandung

Tahun 2000-2005

-1,000,000.002,000,000.003,000,000.004,000,000.005,000,000.006,000,000.007,000,000.008,000,000.009,000,000.00

10,000,000.00

2000 2001 2002 2003 2004 2005

PendapatanPerkapita

III.1.4 Penggunaan Lahan

Dengan tingginya arus urbanisasi di kota Bandung Penggunaan lahan di

Kota Bandung pada tahun 2003 di dominasi oleh pemukiman (berupa perumahan

dan kampung) sebesar 57.50% dan lahan pertanian (berupa sawah tadah hujan,

tegalan dan kebun campuran) sebesar 23.62% sementara penggunaan lahan untuk

jasa, termasuk perdagangan dan perkantoran memiliki proporsi sebesar 7,48%

berada pada urutan berikutnya. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel III.5

39

Tabel III.4 Penggunaan Lahan di Kota Bandung

Tahun 2003 (Ha)

No. Jenis Guna Lahan Luas Lahan (Ha) %1 Permukiman 9,618.93 57.50 2 Jasa 1,251.16 7.48 3 Sawah tadah hujan, tegalan, kebun campuran 3,951.75 23.62

4 Industri 647.83 3.87 5 Tanah kosong 571.21 3.41 6 Kolam 39.90 0.24 7 Lain-lain 649.22 3.88

Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kota Bandung, Tahun 2003

III.1.5 Sebaran Fasilitas Ritel

Pertumbuhan fasilitas ritel modern di Kota Bandung sangat pesat. Fasilitas

ritel dalam kategori ini meliputi department store, pasar swalayan, supermarket,

minimarket, pertokoan dan toserba. Sejalan dengan konsep kota wisata belanja,

perkembangan fasilitas ritel di Kota Bandung terus bertambah.. Sampai dengan

tahun 2007 tercatat sudah mencapai 156 pusat ritel modern di Kota Bandung

(Dinas Perindustrian dan perdagangan Kota Bandung). Jika dibanding dengan

tahun 2002 yaitu sebanyak 93 unit (Bappeda, 2002), jumlah ini telah berkembang

cukup pesat. Dalam kurun waktu 5 tahun jumlahnya telah meningkat sebesar

67.74% (63 unit).

Tabel III.5

Prosentase Sebaran Ritel Modern per Wilayah Pengembangan Tahun 2007

Kurang dari 2000 m2 Diatas 2000 m2Freq % Freq % Freq %

Bojonagara 26 25.49 9 16.67 35 22.44 Cibeunying 17 16.67 15 27.78 32 20.51 Tegallega 20 19.61 5 9.26 25 16.03 Karees 17 16.67 18 33.33 35 22.44 Ujungberung 15 14.71 0 - 15 9.62 Gedebage 7 6.86 7 12.96 14 8.97 Total 102 100 54 100 156 100

Luas GeraiWilayah Total

40

41

Pola perkembangannya ritel di Kota Bandung, saat ini mengalami

pergeseran pertumbuhan ke wilayah pinggiran. Sejak tahun 2000 pertambahan

pusat ritel modern di pusat kota sudah tidak ada. Sementara itu sejak tahun 2000

di pinggiran juga sudah mulai mengecil pertambahannya. Hal ini mengindikasikan

bahwa pertumbuhan pusat ritel modern di pusat kota sudah jenuh dan mulai

mencari segmen pasar di wilayah sub-pusat mendekati guna lahan permukiman.

Pola seperti ini akan mengubah pergerakan penduduk perkotaan dari yang

orientasi ke pusat kota kemudian menyebar ke kawasan sub-pusat (Bappeda,

2002).

Tabel III.6 Perkembangan ritel modern di Kota Bandung

Tahun Pusat % Sub-pusat % Pinggiran % Jumlah 1969 – 1990 8 36,4 26 65,0 14 45,2 48 1990 – 2000 14 63,6 11 27,5 14 45,2 39 2000 – 2002 0 0,0 3 7,5 3 9,7 6

Jumlah 22 100,0 40 100,0 31 100,0 93

Sumber: Bappeda Kota Bandung tahun 2002

Adanya rencana pelayanan Kota Bandung dengan konsep dua pusat,

ternyata hingga saat ini persebaranya belum selaras dengan konsep tersebut.

Pembangunan pusat ritel baru masih berada di sekitar subpusat kota lama

(pelayanan Bandung Barat). Sementara untuk melayani penduduk di kawasan

Bandung Timur, beberapa pusat ritel mulai berkembang di Kecamatan Ujung

Berung, Arcamanik, koridor Soekarno Hatta dan Margacinta. Namun demikian

secara agregat, pertumbuhan ritel modern masih menumpuk di kawasan pusat kota

lama dan kawasan sub-urban di sekitar pusat kota lama.

42

III.2 Tinjauan Wilayah Bandung Bagian Timur

III.2.1 Pola Penggunaan Lahan

Karakteristik penggunaan lahan wilayah Bandung bagian Timur yang

merupakan wilayah pengembangan Gedebage dan Ujung Berung saat ini

menunjukan pola mixed land used (campuran) dimana tidak terdapat zona-zona

khusus untuk kegiatan yang bersifat khusus, yang ada hanya kawasan campuran

dengan suatu fungsi yang menonjol. Karakteristik penggunaan lahan campuran

seperti diantaranya sepanjang jalan Gedebage, berkembang kegiatan industri,

perumahan, pedagangan dan jasa serta pergudangan yang letaknya saling tidak

beraturan, Jalur jalan Ujung Berung terdapat industri yang berkembang diantara

daerah perkotaan dan perkampungan. Semuanya ini menunjukan pola penggunaan

lahan yang menempati ruang secara bercampur.

Secara administrasi, WP Ujungberung dengan luasan lahan 4.050,16 Ha (±

24,21% dari luas seluruh Kota Bandung) terdiri dari empat wilayah kecamatan

yaitu Kecamatan Cicadas, Kecamatan Arcamanik, Kecamatan Ujungberung,

Kecamatan Cibiru ditambah Kelurahan Mekar Mulya Kecamatan Rancasari.

Sedangkan WP Gedebage dengan luasan lahan 2.602,12 Ha (±15,55% dari luas

seluruh Kota Bandung) terdiri dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Rancasari

(diluar Kelurahan Mekar Mulya), Kecamatan Margacinta dan Kecamatan

Bandung Kidul (RTRW Kota Bandung Tahun 2013).

Berdasarkan RUTRK Bandung 1991-2001, fungsi utama WP Ujungberung

dan Gedebage adalah fungsi permukiman, industri non polutif, pusat perdagangan

grosir terutama dengan adanya Pasar Induk Gedebage, perkantoran dan jasa serta

pendidikan. Adapun pola penggunaan lahan pada kedua Wilayah Pengembangan

tersebut saat ini meliputi :

• WP Gedebage, penggunaan lahan belum terbangun (sawah, tegalan dan tanah

kosong) menempati porsi yang paling besar yakni 55,34 %, disusul

pemukiman/ perumahan yang terdiri atas perkampungan dan Perumnas/BTN/

Real Estate sebesar 35,83 %. Perkampungan merupakan perumahan campuran

yang umumnya dibangun sendiri oleh masyarakat, dengan kondisi bangunan

43

bersifat temporer, semi permanen dan permanen tergantung pada kemampuan

ekonomi pemilik/masyarakat. Pada beberapa bangunan perumahan ada yang

berfungsi ganda sebagai tempat usaha seperti bengkel, warung, salon

kecantikan, rumah makan dan sebagainya. Kondisi bangunan yang baik dan

permanen banyak dibangun oleh pihak Perumnas maupun swasta.

• WP Ujungberung, penggunaan tanah di wilayah ini menunjukkan sebagian

besar didominasi oleh penggunaan untuk sawah dan permukiman dengan

proporsi sebesar 40.12% dan 50.07%. Penggunaan untuk areal terbangun

meliputi : Perumahan yang terdiri dari perkampungan, Perumnas/BTN/Real

Estate. Perkampungan merupakan perumahan campuran yang dibangun

sendiri oleh masyarakat. Bangunan ini ada juga yang berfungsi sebagai

tempat usaha Industri memanfaatkan lahan sebesar 6,9% dari luas wilayah

Ujungberung yang penyebarannya disepanjang jalur Jalan Raya Ujungberung,

Jasa terdiri dari perdagangan, pemerintahan, ABRI, pendidikan dan perguruan

tinggi dan sebagainya sebesar 11,04%.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel III.3 berikut ini :

Tabel III.7 Penggunaan Lahan Wilayah Bandung Bagian Timur per WP

Tahun 2003 (dalam Ha)

Guna LahanPermukiman 2027.28 50.07 931.97 35.83 Jasa 101.1 2.50 124.03 4.77 Sawah, Tegalan, Kebun Campuran 1347.38 33.28 1389.9 53.43 Industri 279.33 6.90 82.43 3.17 Tanah Kosong 266.98 6.59 30.63 1.18 Kolam 10 0.25 19 0.73 lain-lain 17.09 0.42 23.26 0.89

Total 4049.16 100.00 2601.22 100.00 Sumber : Kantor Pertanahan Kota Bandung, 2003

GedebageUjungberung

III.2.2 Kependudukan

Jumlah penduduk wilayah kota Bandung bagian Timur sampai dengan

Tahun 2005 telah berkembang menjadi 550.479 jiwa atau 24.24% dari total

penduduk Kota Bandung. Dibandingkan dengan tahun 2000, penduduk wilayah

44

Bandung Timur mengalami pertumbuhan 1.2% per tahun. Angka ini mengalami

penurunan jika dibanding dengan periode 1995-2000 dimana pertumbuhan

penduduknya pertahunnya adalah 9.58%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena

wilayah Bandung Timur yang rawan banjir dan prasarana dan sarana dengan

kualitas yang buruk.

Sebagai wilayah perluasan yang memiliki porsi 41.07% dari luas kota

Bandung (68.71 KmP

2P), wilayah Bandung Timur mempunyai kepadatan penduduk

yang lebih rendah dari rata-rata Kota Bandung yaitu sebesar 8.012 jiwa/km2

(tahun 2005). Hal ini disebabkan karena sebagian besar wilayahnya masih berupa

sawah dan tegalan. Penduduk Bandung Timur banyak terkonsentrasi di wilayah

perkotaan, yang berupa ibukota kecamatan maupun di sepanjang jalan utama dan

jalan lokal.

Tabel III.8

Perkembangan Penduduk Wilayah Bandung Bagian Timur

Wilayah 1995 2000 2005Gedebage 135,860 219,907 233,077

1 Bandung Kidul 30,959 47,286 50,119 2 Margacinta 61,459 111,616 118,299 3 Rancasari 43,442 61,005 64,659

Ujungberung 215,287 299,493 317,402 1 Cibiru 43,007 75,450 79,968 2 Ujungberung 53,363 72,749 77,096 3 Arcamanik 42,296 59,241 62,777 4 Cicadas 76,621 92,053 97,561

Total 351,147 519,400 550,479

III.2.3 Ekonomi Wilayah

Berdasarkan guna lahan eksisting, pemanfaatan lahan di Bandung bagian

Timur didominasi oleh pemukiman dan ruang terbuka berupa persawahan dan

tegalan. Kegiatan perdagangan dan jasa atau industri hanya sedikit sekali,

jumlahnya tidak melebihi 10% dari total keseluruhan lahan (tabel III.3). Indikasi

pola pemanfaatan ruang tersebut adalah belum optimalnya sektor industri,

perdagangan dan jasa. Pada umumnya, peranan industri sangat besar dalam hal

45

meningkatkan perekonomian wilayah, salah satunya adalah melalui kas daerah

dan penciptaan lapangan kerja yang luas bagi penduduk.

Dengan jumlah kontribusi pendapatan dari sektor industri, perdagangan

dan jasa yang ada, otomatis pemerintah Kota Bandung tidak banyak memiliki

sumber pembiayaan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di

wilayah tersebut. Hal ini berimplikasi pada buruknya kualitas prasarana dan

sarana dasar perkotaan yang ada di wilayah tersebut.

Aktivitas perekonomian yang terdapat di wilayah Bandung bagian Timur

terdiri dari sarana perdagangan (pasar/toko), industri dan jasa

pemerintahan/swasta. Kegiatan perdagangan itu berupa Pasar Tradisional seperti

Pasar Induk Gedebage (skala Regional), Pasar Ciwastra, Pasar Kordon, dan Pasar

Sanggar Hurip di samping pertokoaan yang terdiri dari pertokoaan skala besar dan

kecil seperti Pertokoaan Metro Trade Centre (MTC), Pertokoan Metro dan

Pertokoan Makro yang terletak di sepanjang Jalan Soekarno Hatta sedangkan

pertokoaan skala kecil berada di kompleks perumahan dan permukiman seperti

Borma, Indomaret, pasar swalayan dan Griya dan beberapa toko kecil lainnya.

Untuk lokasi industri bagi wilayah Gedebage berpusat di sekitar Jalan

Gedebage terutama di Jalan Gedebage bagian Utara karena daerah itu merupakan

daerah strategis untuk pengiriman dan pengangkutan barang serta dekat dengan

akses Jalan Arteri Soekarno Hatta dan Terminal Peti Kemas. Sebagian industri

yang berada di wilayah ini adalah industri besar seperti Industri Tekstil dan

Industri Bahan Bangunan sedangkan industri kecil/rumah tangga berupa Industri

Kerajinan. Sedangkan untuk wilayah Ujungberung terdiri dari industri tekstil,

industri buku, perdagangan ekspor/import, perdagangan besar, industri farmasi,

industri bordir, industri mesin tekstil yang merupakan penanaman modal asing.

46