bab iii metode h{isab dan ru’yah qur’andigilib.uinsby.ac.id/992/5/bab 3.pdfmenghitung1,...
TRANSCRIPT
30
BAB III
METODE H{ISAB dan RU’YAH DALAM AL-QUR’AN
A. Pengertian H{isab dan Ru’yah
H{isab berasal dari bahasa Arab h}asiba yang bermakna
menghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender
bulan dengan kaidah astronomi.2 Hisab pada dasarnya lama dikenal dalam
ilmu falak3 (astronomi) yang dalam prakteknya di gunakan untuk
memprediksi gerak matahari dan bulan terhadap bumi. Selain berguna
untuk menentukan awal bulan qamariah, hisab juga bermanfaat untuk
menentukan posisi kiblat sholat.
Dalam hal ini H{isab dibagi menjadi dua, yang pertama H{isab
H{aqiqi yakni sistem h}isab yang didasarkan pada peredaran Bulan dan Bumi
yang sebenarnya. Menurut sistem ini, umur tiap bulan tidaklah konstan dan
tidak beraturan, melainkan tergantung posisi hila>l setiap awal bulan. Yang
kedua H{isab ‘Urfi yakni sistem perhitungan kalender yang didasarkan pada
peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara
konvensional. Sistem hisab ini tak ubahnya seperti kalender shamsiyah
(miladiyah), bilangan hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap kecuali
bulan tertentu pada tahun-tahun tertentu jumlahnya lebih panjang satu hari.
1 Taufiqul Hakim, Kamus at-Taufiq Arab-Jawa-Indonesia (Jepara: El-Falah, 2005), 120.
2 Pius A Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola,2001), 228.
3 Ilmu Falak adalah ilmu dari salah satu cabang sains yang mempelajari perhitungan gerak benda-
benda langit, benda-benda langit yang dimaksud adalah matahari, bulan planet, meteor, bintang,
galaksi, nebula, quasa, nova, lubang hitam, dan sebagainya. Mutaoha, AR, Modul Pelatihan Rukyatul Hila>l (Observasi Bulan Sabit Muda), (Masjid Syuhada, Yogyakarta, senin 24 sep 2007)
2.
31
Sehingga sistem h}isab ini tidak dapat dipergunakan dalam menentukan
awal bulan Qamariyah untuk pelaksanaan ibadah (awal dan akhir
Ramadhan), karena menurut sistem ini bulan Sha’ban dan Ramadhan
adalah tetap, yaitu 29 hari unutk Sha’ban dan 30 hari untuk Ramadhan.4
Bentuk tunggal dari ru’yah adalah dari kata ra’a yang mempunyai
arti: 1). Melihat 2). Dapat dilihat 3). Mengerti 4). Menyangka 5). Mengira
6). Bermimpi.5 Kalaupun ada pendapat bahwa ra’a diartikan dengan ilmu,
maksudnya adalah h}isab itu sendiri, tetapi dalam praktek perhitungannya,
mempertimbangkan posisi hila>l supaya bisa dilihat, bukan hanya
keberadaanya saja. Ru’yah adalah aktivitas mengamati kemungkinan
terlihatnya hila>l, yaitu penampakan bulan sabit yang pertama kali setelah
terjadi ijtima’.
Di dalam Al-Qur’an sendiri, kata ra’a juga digunakan dalam dua
konteks tersebut. Bisa ‘melihat’ secara fisik, bisa juga memperkirakan dan
merenungi secara mendalam dengan ilmu, atau bahkan bisa bermakna
mimpi yang benar. Berikut ini adalah ayat-ayatnya.
Al-Qur’an surah al-An’an (6): 77 :
‚Kemudian tatkala Dia melihat bulan terbit Dia berkata: "Inilah
Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, Dia berkata:
"Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaKu,
pastilah aku Termasuk orang yang sesat.6
4 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 78-80.
5 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 460.
6 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2012),
184.
32
Ayat di atas menggunakan kata ra’a dalam konteks melihat secara
fisikal dan langsung. Tetapi, ayat berikut ini menggunakan kata ra’a dalam
konteks yang lebih mendalam. Selain menggunakan penglihatan fisik, juga
bermakna memperhatikan secara seksama dan menjurus pada penggunaan
perhitungan agar bisa mengetahui perjalanan waktu.
Al-Qur’an surah Nuh (71): 15-16:
‚Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan
tujuh langit bertingkat-tingkat. Dan Allah menciptakan padanya
bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita.‛7
Atau, memiliki makna ‘mimpi yang benar’ seperti yang dialami
Nabi Yusuf dan juga Nabi Muhammad SAW, berikut ini.
Al-Qur’an surah Yusuf (12): 4:
‚(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku,
Sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan
bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku."8
Dengan mengutip ayat-ayat tersebut, menunjukkan bahwa
kata ra’a tidak selalu bermakna melihat secara langsung dengan mata
telanjang dan fisikal, melainkan juga bisa bermakna melihat secara tidak
7 Ibid., 840.
8 Ibid,. 317.
33
langsung dengan menggunakan ilmu pengetahuan. Dan di dalamnya
termasuk melakukan perhitungan dengan metode h}isab.
Jadi, H{isab dan Ru’yah adalah dua metode penetapan awal bulan
dalam Islam yang tidak bisa dipisahkan yang punya landasan syar’i Al-
Qur’an dan hadith, dengan konsekuensi dan pertanggungjawaban yang
bersifat ubudiyah. Hasil penetapannya kemudian dikenal dengan sebutan
Kalender Hijriyah atau Qamariah. Disebut sebagai kalender Hijriyah karena
bilangan tahunnya dimulai saat terjadinya Hijrah Nabi Muhammad saw ke
Madinah. Sedangkan disebut sebagai Kalender Qamariah karena penetapan
disandarkan kepada apa yang disebut sebagai peredaran (revolusi) bulan
terhadap bumi.
B. Ayat-ayat Tentang H{isab dan Ru’yah
1. Al-Qur’an Surat al-Baqarah : 185 & 189
‛Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan
Al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-
penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang
benar dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu
ada di bulan itu, Maka berpuasalah. Dan Barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), Maka (wajib
menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan
tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu
34
mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.9
‚Mereka bertanya kepadamu (muhammad)tentang bulan sabit.
Katakanlah: "Itu adalah (petunjuk) waktu bagi manusia dan
(ibadah) haji; dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah
dari atasnya10
, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang
bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya; dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.11
2. Al-Qur’an surat Al-An’am : 96
‚Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk
beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk
perhitungan. Itulah ketetapan Allah yang Maha Perkasa, Maha
mengetahui.12
3. Al-Qur’an Surat Al-Taubah : 36
9 Depag, Al-Hikmah Al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: CV diponegoro, 2009), 28
10 Pada masa jahiliyah, orang yang berihram pada waktu haji, mereka memasuki rumah dari
belakang, bukan dari depan. Hal ini ditanyaka pula oleh para sahabat kepada Rasulullah Saw.
sehingga turunlah ayat ini. Ibid, 29 11
Ibid., 29 12
Ibid., 140.
35
‚Sesungguhnya jumlah bulan pada sisi Allah ialah dua belas
bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia
menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan
haram13
. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah
kamu menzalimi dirimu14
dalam (bulan yang empat) itu, dan
perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana
merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah
bahwasanya Allah beserta orang-orang yang takwa.15
4. Al-Qur’an Surat Yunus : 5-6
‚Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya
dan Dia-lah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar
kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah
tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar.
Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-
orang yang mengetahui. Sesungguhnya pada pergantian malam
dan siang, dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di
bumi, pasti terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-
orang yang bertakwa.16
5. Al-Qur’an Surat Yasin : 39-40
‘Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga
(setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir)
Kembalilah ia sebagai bentuk tandan yang tua17
. Tidaklah
13
Maksudnya antara lain Ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab),
tanah Haram (Mekah) dan ihram. 14
Maksudnya janganlah kamu Menganiaya dirimu dengan mengerjakan perbuatan yang dilarang,
seperti melanggar kehormatan bulan itu dengan Mengadakan peperangan 15
Ibid, 192 16
Ibid, 208. 17
Maksudnya: bulan-bulan itu pada Awal bulan, kecil berbentuk sabit, kemudian sesudah
menempati manzilah-manzilah, Dia menjadi purnama, kemudian pada manzilah terakhir kelihatan
seperti tandan kering yang melengkung.
36
mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak
dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis
edarnya.18
6. Al-Qur’an Surat Al-Rahman : 5
‚Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.19
C. Pendapat Para Mufassir Tentang Ayat-ayat H{isab dan Ru’yah
Secara umum dalil-dalil h}isab dan ru’yah tersebut menyatakan hal-
hal berikut:
1. Landasan untuk memeulai bulan Ramadhan berdasarkan patokan
pergerakan bulan (QS. Al-Baqarah: 185).
2. H{ilal digunakan untuk menentukan waktu (kalender) dan ibadah (QS.
Al-Baqarah:189).
3. Penentuan waktu bisa dilakukan karena bulan mempunyai fase-fase
dari sabit sampai kembali menjadi sabit yang tipis seperti pelepah
kering dengan periode yang tertentu (QS. Yasin :39).
4. Dengan keteraturan peredarannya, matahari dan bulan dapat digunakan
untuk perhitungan waktu dan penentuan bilangan tahun (QS. Yunus :5,
Al-Rahman :5).
5. Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar/mendapatkan bulan dan
malampun tidak dapat mendahului siang, karena masing-masing
beredar pada garis edarnya (QS. Yasin:40).
18
Ibid., 442 19
Ibid., 531.
37
6. Hukum Allah tentang peredaran matahari dan bulan di langit yang
menentukan satu tahun itu 12 bulan, karenanya mengubah atau
mengulurnya karena suatu alasan (misalnyam strategi perang atau
penyesuaian dengan musim) tidak dibenarkan (QS. Al-Taubah:36-37).
Dalil epistimologi-normatif untuk menggunakan metode h}isab di
dalam menentukan hilal adalah sangat jelas dan kuat. Hal ini sebagaima
tersurat dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 189, surat yunus ayat 5 dan
surat al-Rahman ayat 5. Akan tetapi pokok masalah yang utama adalah tidak
adanya petunjuk operasional yang jelas, rinci, dan bersifat kuantitatif seperti
halnya masalah waris. Tentu ini ada hikmahnya, ummat Islam ditantang
untuk melakukan riset ilmiah untuk memperjelas, merinci, dan
mengkuantitaskan pedoman umum dalam nas} Al-Quran dan Al-Hadith.
Sesuai dengan sifat riset ilmiah, tidak ada yang bersifat benar mutlak untuk
selamanya dan di segala tempat. Semuanya bersifat dinamis.
Tafsir QS. Al-Baqarah: 185
‛Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan
Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-
penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang
benar dan yang bat}il). karena itu, Barangsiapa di antara kamu ada
di bulan itu, Maka berpuasalah. Dan Barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), Maka (wajib
menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
38
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan
tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.20
Ayat 185 di atas adalah landasan untuk memulai datangnya bulan
Ramadhan berdasarkan patokan pergerakan bulan, tetapi permulaan
puasanya ditentukan berdasarkan pergerakan Matahari. Awal bulan ditandai
dengan munculnya hilal atau bulan sabit, tetapi permulaan hari dalam bulan
Ramadhan ditentukan oleh saat tenggelamnya Matahari. Itu karena
permulaan hari dalam sistem Qamariyah bukan terjadi di jam 12 malam atau
dini hari, melainkan diwakru Maghrib saat Matahari tenggelam.
Beberapa hari yang ditentukan, yakni dua puluh sembilan atau tiga
puluh hariselama bulan Ramadhan. Bulan tersebut dipilih karena ia adalah
bulan yang mulia. Bulan yang di dalamnya diturunkan permulaan Al-Qur’an
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk
itu serta pembeda yang jelas antara yang h}aq dan bat}il.
Setelah jelas hari-hari tertentu yang harus diisi dengan puasa,
selanjutnya ayat ini menetapkan siapa yang wajib berpuasa, yakni, karena
puasa diwajibkan pada bulan Ramadhan, maka barang siapa diantara kamu
hadir pada bulan itu yakni berada di negeri tempat tinggalnya atau
mengetahui munculnya awal bulan Ramadhan, sedang dia tidak berhalangan
dengan halangan yang dibenarkan agama, maka hendaklah ia perpuasa pada
bulan itu. Penggalan ayat ini dapat juga berarti, maka barang siapa diantara
20
Depag, Al-Hikmah Al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: CV diponegoro, 2009), 28.
39
kamu mengetahui kehadiran bulan (hila>l) itu, dengan melihatnya sendiri atau
melalui informasi dari yang dapat dipercaya, maka hendaklah ia berpuasa.
Mengetahui kehadirannya dengan melihat melalui mata kepala, atau
dengan mengetahui melalui perhitungan (metode h}isab), bahwa ia dapat
dilihat dengan mata kepala - walau secara faktual tidak terlihat karena satu
dan lain hal, misalnya mendung – maka hendaklah ia berpuasa. Yang tidak
melihatnya dalam pengertian di atas wajib juga berpuasa bila ia mengetahui
kehadirannya melalui orang terpercaya.21
Kelompok ulama di bawah koordinasi Organisasi Konferensi-
konferensi Islam menetapkan, bahwa dimana saja bulan dilihat oleh orang
terpercaya, maka sudah wajib puasa dan berlebaran atas seluruh umat Islam,
selama ketika melihatnya, penduduk yang berada di wilayah yang
disampaikan kepadanya berita kehadiran bulan itu, masih dalam keadaan
malam. Jika selisih waktu antara satu kawasan dengan kawasan lain belum
mencapai jarak yang menjadikan perbedaan terjadinya malam di satu
kawasan dan siang di kawasan lain, maka dalam keadaan seperti itu puasa
telah wajib bagi semua. selisih waktu antara Jakarta dengan Saudi Arabia
atau Mesir, tidak lebih dari empat atau lima jam. Awal malam di Timur
Tengah belum lagi tengah malam di Jakarta. Jika terlihat bulan di Timur
Tengah maka masyarakat Muslim Indonesia sudah wajib berpuasa. Ini
berbeda dengan beberapa wilayah di Amerika Serikat dengan Indonesia.
Perbedaan waktu dapat begitu panjang antar kedua wilayah ini, sehingga
21
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishba>h (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 1, 403.
40
ketika Matahari terbit disini bisa jadi ia telah terbenam di sana, sehingga
jika Indonesia yang melihat bulan, maka masyarakat muslim di sana
(Amerika) belum wajib berpuasa. Demikian pula sebaliknya. Tetapi jika
masyarakat Muslim di Mekah melihatnya, maka baik masyarakat Muslim di
Indonesia maupun di Amerika kesemuanya telah wajib berpuasa, karena
betapapun perbedaan waktu terjadi, semuanya – ketika di satu tempat
terlihat bulan – masih dalam keadaan malam. Sungguh jika ini dilaksanakan,
maka akan banyak waktu, tenaga, dan biaya yang dihemat, bahkan salah satu
sumber perselisihan antar umat Islam dapat teratasi.22
Melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit Ramadhan adalah
tanda kewajiban berpuasa, sebagaimana melihat atau mengetahui kehadiran
bulan sabit Syawal adalah tanda berakhirnya puasa Ramadhan. Hari
kesembilan dari kehadiran bulan Dhulhijjah adalah hari wuquf di Arafah.
Dan banyak kewajiban atau anjuran agama yang dikaitka dengan bulan.
Mengapa bulan, bukan matahari? Manusia tidak dapat mengetahui bilangan
hari hanya dengan melihat matahari, karena titik pusat tata surya yang
berupa bola dan memancarkan cahaya itu tidak memberi tanda-tanda tentang
hari-hari yang berlaku atau yang sedang dan akan dialami manusia. Setiap
hari, matahari muncul dan terlihat dalam bentuk dan keadaan sama, yang
berbeda dengan bulan. Matahari hanya menunjuk perjalanan sehari, jika ia
terbit maka itu tanda hari sudah pagi, jika sudah naik sepenggalahan, maka
ia menjelang tengah hari, dan bila terbenam, maka sehari telah berlalu, atau
22
Ibid., 405.
41
malam telah tiba.
Anda tidak dapat mengetahui keadaan siang melalui bulan, karena ia
tampak di waktu malam, tetapi anda dapat mengetahui awal kehadiran bulan
dengan melihatnya seperti sabit, selanjutnya anda mengetahui hari-hari
pertama bila melihatnya dalam bentuk lebih besar, sedang pertengahan bulan
diketahui dengan melihatnya dalam bentuk purnama sempurna. Itu-kata Al-
Qur’an yang juga diakui oleh ilmuan – karena bulan memiliki manzilah-
manzilah, dan setelah sampai ke manzilah terakhir dalam bentuk purnama
dalam bentuk purnama ia kembali terlihat mengecil dan mengecil hingga
menjadi dalam pandangan seperti tandang kering yang tua melengkung. (QS.
Ya>si>n 36 : 39). Di sisi lain, perhitungan yang didasarkan pada matahari,
menjadikan iklim dan suhu udara akan sama, atau paling tidak serupa
sepanjang masa. Lama perjalanannya pun sejak terbit hingga terbenamnya
akan sama.23
Tafsir QS. Al-Baqarah: 189
‚Mereka bertanya kepadamu (muhammad)tentang bulan sabit.
Katakanlah: "Itu adalah (petunjuk) waktu bagi manusia dan
(ibadah) haji; dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah
dari atasnya24
, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang
23
Ibid., 406. 24
Pada masa jahiliyah, orang yang berihram pada waktu haji, mereka memasuki rumah dari
belakang, bukan dari depan. Hal ini ditanyaka pula oleh para sahabat kepada Rasulullah Saw.
sehingga turunlah ayat ini. Ibid., 29.
42
bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya; dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.25
Ayat di atas secara eksplisit menyebut istilah hila>l atau bulan sabit–
al-Ahillah bentuk jamak dari al-Hila>l- terkait dengan musim haji. Dan
kemudian Allah mengajarkan bahwa hila>l bisa digunakan sebagai tanda-
tanda datangnya ibadah haji. Karena musim haji itu memang terdiri dari
beberapa bulan yang sudah dimaklumi sejak sebelum zaman Rasulullah,
yakni: bulan Shawal, Dhulqa’dah, dan Dhulhijjah.26
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit, mengapa bulan pada
mulanya terlihat seperti sabit, kecil, tetapi dari malam ke malam ia
membesar sehingga mencapai purnama, kemudian mengecil dan mengecil
lagi, sampai menghilang dari pandangan? Katakanlah,‛Bulan sabit itu adalah
tanda-tanda waktu bagi manusia. Waktu dalam penggunaan Al-Qur’an
adalah batas akhir peluang untuk menyelesaikan suatu aktivitas. Ia adalah
kadar tertentu dari satu masa. Dengan keadaan bulan seperti itu manusia
dapat mengetahui dan merancang aktivitasnya sehingga dapat terlaksana
sesuai dengan masa penyelesaian (waktu) yang tersedia, tidak terlambat,
apalagi terabaikan dengan berlalunya waktu, dan juga untuk waktu
pelaksanaan ibadah haji.
Seperti terlihat di atas, jawaban yang diberikan ini tidak sesuai
dengan pertanyaan yang diajukan. Karena jawaban yang seharusnya
diberikan adalah bulan memantulkan sinar matahari ke bumi melalui
permukaannya yang tampak dan terang hingga sampai terbitlah sabit.
25
Ibid., 29. 26
Agus Mustofa, Jangan Asal Ikut-ikutan Hisab dan Rukyat (Surabaya: Padma Press, 2013 ), 154.
43
Apabila pada paruh pertama, bulan berada pada posisi di antara matahari dan
bumi, bulan itu menyusut yang berarti muncul bulan sabit baru. Dan, apabila
berada di arah berhadapan dengan matahari, di mana bumi berada di tengah,
akan tampak bulan purnama. Kemudian purnama itu kembali mengecil
sedikit demi sedikit sampai ke paruh kedua. Dengan demikian sempurnalah
satu bulan Qamariyah selama 29,5306 hari. Atas dasar ini dapat ditentukan
penanggalan Arab, sejak munculnya bulan sabit hingga bulan tampak
sempurna sinarnya. Bila bulan sabit tampak seperti garis tipis di ufuk barat,
kemudian tenggelam beberapa detik setelah tenggelamnya matahari, ketika
itu dapat terjadi ru’yah terhadap bulan. Demikian ditentukan perhitungan
waktu melalui bulan, demikian juga diketahui permulaan dan akhir masa
pelaksanaan haji.27
Secara umum, hila>l didefinisikan sebagai bulan baru atau bulan tua,
dimana saat itu bulan berbentuk sabit. Akan tetapi, karena pembahasan
Ramadhan dan Syawal selalu berbicara tentang awal bulan, maka hila>l selalu
diasosiasikan dengan bulan baru. Menjadi tidak penting untuk berbicara
bulan tua yang dalam istilah Al-Qur’an disebut berbentuk tandan tua yang
melengkung. Sebenarnya, bentuk-bentuk bulan itu dalam masyarakat Arab
memiliki nama-nama yang terus berubah sebagaimana disebutkan oleh Al-
Qurtubi,yaitu: ghurur, naqlu, tas’u, ‘ushr, albaid}, dzar’u, dhulmu, hanadis, da
adi danmuh}aq.
Jadi, makna hila>l sebetulnya tidak khusus menunjuk kepada bulan
27
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishba>h, 417.
44
baru saja, melainkan juga pada bentuk-bentuk bulan dalam perjalanannya
selama satu bulan penuh. Itulah sebabnya, Al-Qur’an menyebut hilal> tidak
dalam bentuk tunggal al-Hila>l, melainkan dalam bentuk jamak al-Ahillah.
Hal ini mendorong kita untuk memahami fase-fase pergerakan bulan dalam
berbagai bentuknya, sebagai patokan perhitungan dalam kalender Islam,
sebagaimana ayat-ayat berikut ini.
Al-Qur’an surat Yunus : 5
‚Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya
dan Dia-lah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar
kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah
tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar.
Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-
orang yang mengetahui.28
Al-Qur’an surat Yasin : 39
‚Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga
(setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir)
Kembalilah ia sebagai bentuk tandan yang tua29
.
Dengan pemahaman seperti ini, akan bisa mengambil kesimpulan
yang lebih proporsional dalam menentukan fase-fase bulan sebagai pedoman
waktu. Bahwa, hila>l yang dimaksudkan Al-Qur’an bukan hanya berbicara
tentang awal bulan, melainkan tentang kaidah h}isab secara menyeluruh,
28
Ibid., 208. 29
Maksudnya: bulan-bulan itu pada Awal bulan, kecil berbentuk sabit, kemudian sesudah
menempati manzilah-manzilah, Dia menjadi purnama, kemudian pada manzilah terakhir kelihatan
seperti tandan kering yang melengkung. Ibid., 442.
45
terkait dengan al-Ahillah yang memiliki manzilah-manzilah, agar manusia
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.30
Di dalam Al-Qur’an, bulan disebut dengan tiga istilah. Yang pertama
adalah shahrun(month), yang kedua adalah qamar (moon), dan yang ketiga
adalah hila>l (crescent moon). Shahrun digunakan untuk menyebut bulan
dalam arti durasi waktu yang berjumlah 29 atau 30 hari. Juga untuk
menyebut nama bulan, misalnya: bulan Ramadhan (shahru Ramad}an), bulan
Syawal (shahru Shawal), atau bulan Haji (shahru Dhulhijjah).
Sedangkan istilah qamar digunakan untuk menunjuk sebuah benda
langit yang menjadi satelit planet Bumi. Sebuah benda langit yang
bercahaya dan selalu terlihat berubah-ubah bentuk seiring dengan
pergerakannya mengelilingi Bumi. Al-Qamar inilah yang sering disebut Al-
Qur’an sebagai benda langit yang bisa dijadikan patokan perhitungan waktu.
Sementara itu, al-Hila>l adalah sebutan khusus bagi al-Qamar dalam
beragam bentuknya. Bisa mengacu pada bulan sabit baru, atau bulan sabit
tua. Penggunaan bentuk jamak al-Ahillah menunjuk kepada semua bentuk al-
Qamar dalam fase yang berbeda-beda itu.
Dalam bahasa Inggris hila>l disebut juga sebagai crescent moon (bulan
sabit). Dancrescent ini memiliki fase-fase dimana bentuk bulan sabit itu
berubah secara terus menerus, sehingga dikenal istilah: waxing crescent
(bulan muda selama beberapa hari sampai mencapai seperempat bulatan)
dan waning crescent (bulan tua selama beberapa hari sampai munculnya
30
Agus Mustofa, Jangan Asal Ikut-ikutan Hisab dan Rukyat, 191-193.
46
bulan baru).
Dan di antaranya ada yang disebut waxing gibbous dan waning
gibbous. Yakni, bentuk bulan sebelum purnama dan sesudah purnama. Oleh
karena itu, pemakaian kata hila>l dalam Al-Qur’an sebenarnya tidak
menunjuk kepada saat paling awal dalam kemunculan bulan baru.
Melainkan, sampai beberapa hari sebelum mencapai perempat pertama. Juga,
beberapa hari setelah mencapai perempat terakhir.
Dengan demikian, definisi h}ilal yang disebutkan oleh Al-Qur’an itu
sebenarnya sedemikian lenturnya. Yang penting, umat Islam menjadikan
‘bulan sepotong’ itu sebagai salah satu tanda bagi permulaan bulan.
Ramadhan maupun shawal.31
Kembali kepada pertanyaan sahabat Nabi di atas (tentang al-Ahillah),
Al-Qur’an tidak menjawab sesuai dengan harapan mereka, tetapi memberi
jawaban lain yang lebih sesuai dengan kepentingan mereka. Hal serupa
banyak terjadi dengan tujuan mengingatkan penanya bahwa ada yang lebih
wajar ditanyakan dari pada yang telah diajukan. Memang Al-Qur’an
mendidik manusia, dan salah satu bentuk pendidikannya adalah
mengarahkan mereka melalui jawaban-jawabannya.
Memang tidak salah bila Al-Qur’an menjawab pertanyaan mereka
dengan jawaban ilmiah, sebagaimana dijelaskan dalam astronomi, yakni
keadaan bulan seperti itu akibat peredaran bulan dan matahari, serta posisi
masing-masing dalam memberi dan menerima cahaya matahari. Tetapi bila
31
Ibid., 195-196.
47
jawaban ini yang disampaikan, maka disamping masalah yang lebih penting
tidak terungkap, penjelasan menyangkut pertanyaan itu bukan merupakan
bidang Al-Qur’an, karena Al-Qur’an adalah kitab hidayah bukan kitab
ilmiah. Di samping itu, jawaban ilmiah berdasarkan astronomi itu belum
dapat terjangkau oleh para penanya ketika itu. Demikian ayat ini
mengajarkan, agar tidak menjawab persoalan yang tidak termasuk otoritas
Anda, tidak juga memberi jawaban yang diduga keras tidak dimengerti oleh
penanya, sebagaimana ia mengajarkan agar mengarahkan penanya kepada
pertanyaan dan jawaban yang bermanfaat baginya, di dunia atu akhirat.
Yang lebih wajar mereka ketahui adalah tujuan penciptaan bulan
seperti itu serta manfaat yang harus diperoleh dari keadaannya yang
demikian. Keadaan bulan sperti jawaban Al-Qur’an adalah untuk mengetahui
waktu-waktu. Pengetahuan tentang waktu menuntut adanya pembagian
teknis menyangkut masa yang dialami seseorang dalam hidupnya (detik,
menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, dan lain-lain), semua harus
digunakan secara baik dengan rencana yang teliti agar ia tidak berlalu tanpa
diisi dengan penyelesaian aktivitas yang bermanfaat.32
Tafsir QS>. Al-An’am : 96
‚Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk
beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk
perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi
Maha mengetahui.33
32
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishba>h, 418. 33
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 188.
48
(Dia menyingsingkan pagi) mashdar yang bermakna isim yakni subuh
atau pagi hari; artinya Allahlah yang menyingsingkan sinar pagi, yaitu
cahaya yang tampak di permulaan pagi hari mengusir kegelapan malam
hari34
dalam tafsir ibnu katsir ayat ini ditfasirkan lain, yaitu bahwa Allah
yang menciptakan cahaya dan kegelapan, hal ini seperti firman Allah dalam
surat al-An’am ayat yang lain yang lain:35
‚Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi
dan Mengadakan gelap dan terang, Namun orang-orang yang
kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.36
Yaitu dia yang mahasuci menyingsingkan gelapnya malam hari pada
pagi hari, sehingga alam menjadi terang, dan cakrawala tampak terang
benderang. Gelapnya malam hari hilang berangsur-angsur dan pergi
membawa kegelapanya, lalu datanglah siang hari dengan sinarnya yang
terang.37
Allah menjelaskan kekuasaan-Nya dalam menciptakan berbagai
macam hal yang bertentangan lagi berbeda-beda, semuanya itu menunjukkan
kesempurnaan kebesaran yang dimiliki-Nya dan kebesaran kekuasaan-Nya.
Suhaib al-Rumi berkata kepada istrinya yang baru saja mencelanya karena
banyak bergadang di malam hari, ‚sesungguhnya Allah menjadikan malam
34
Jala>l al-Di>n Muhammad bin Ahmad al-Mahali, Jala>l al-Di>n ‘Abd al-Rahma>n, Tafsir Al-Jala>Lain, 392. 35
Ibnu Katsi>r, Tafsi>r al-Qur’a>n, 435. 36
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 171. 37
Ibid., 435.
49
hari untuk beristirahat, kecuali bagi suhaib, sesungguhnya suhaib apabila
ingat akan surga rasa rindunya memanjang dan apabila ingat akan neraka,
maka terusirlah rasa kantuknya‛demikianlah menurut riwayat ibnu abu
H{atim.38
Dan menjadikan matahari dan bulan keduanya beredar menurut
perhitungan yang pasti rapi, tidak berubah dan tidak kacau, melainkan
masing-masing dalam musim panas dan musim dinginnya. Sebagai akibat
dari hal tersebut, maka berbeda-bedalah panjang dan pendek malam dan
siang hari.39
Artinya matahari dan bulan itu beredar menurut perhitungannya
sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat 5 surah Al-Rahman. Itulah yang
telah tersebut itu ketentuan Allah Yang Maha Perkasa di dalam kerajaan-
Nya lagi Maha Mengetahui seluk-beluk makhluk-Nya.
Tafsir QS. Al-Taubah: 36
‚Sesungguhnya jumlah bulan pada sisi Allah ialah dua belas
bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia
menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan
haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah
kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan
perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana
38
Ibid., 436. 39
Ibnu Katsi>r, Tafsi>r al-Baya>n, 437
50
merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah
bahwasanya Allah beserta orang-orang yang takwa.40
Dengan turunnya wahyu di atas pada tahun ke-9 setelah Hijrah, Nabi
Muhammad Saw., mengeluarkan dekrit bahwa kalender Islam tidak lagi
bergantung kepada perjalanan matahari yakni memakai kalender Qamariyah
murni dengan menghilangkan bulan Nasi’ bulan ke tiga belas.41
Bahwa,
setahun harus 12 bulan. Dan setiap bulannya sama dengan periode Bulan
mengitari Bumi, yaitu 29,5 hari. Tepatnya 29,530589 hari.
Enam tahun sesudah wafatnya Rasulullah Saw., yakni pada tahun 17
H, Khalifah Umar bin Khat}ab menerima usulan untuk menetapkan
penomeran tahun dalam kalender Islam itu. Yang memberikan usul adalah
gubernur Bas}rah, Abu Musa al-Ash’ari.
Khalifa Umar lantas membentuk panitia untuk membahas dan
merumuskan masalah itu. Panitia tersebur beranggotakan Umar, Uthman bin
affan, Ali bin Abi T{alib, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas,
Talhah bin Ubaidillah, dan Zubair bin Awwam. Mereka bermusyawarah
untuk menentukan kapan permulaan tahun pertama dalam penanggalan
Islam.
Maka muncullah tiga usulan peristiwa yang akan dijadikan permulaan
tahun kalender Islam, yaitu:
40
Ibid., 192 41
Cikal bakal kalender Qamariyah ini sebenarnya sudah ada sejak zaman pra Islam di kawasan
Timur Tengah, dengan berpatokan pada matahari dan bulan. Awalnya jumlah bulan dalam
setahun adalah 13 bulan, dengan pergantian tahunnya dipenghujung musim panas yang jatuh
dibulan September. Lihat Agus Mustofa, Jangan Asal Ikut-ikutan Hisab dan Rukyat, 46.
51
1. Tahun kelahiran Nabi Saw., yang bertepatan dengan tahun Gajah
yakni 571 M. Ide dasarnya adalah meniru kalender Masehi, yang
menetapkan tahun kelahiran al-Masih sebagai tahun pertama.
2. Tahun turunnya firman Allah yang pertama, yang bertepatan
dengan tahun 610 M.
3. Tahun hijrahnya Nabi Saw., dari makkah ke Madinah yang
bertepatan dengan tahun 622 M
Akhirnya, panitia kecil itu sepakat memilih opsi yang ketiga, yaitu
tahun hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah. Dan karena itulah,
kalender Islam ini lantas dinamai sebagi kalender Hijriyah.42
Tafsir QS. Yunus: 5-6
‚Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya
dan Dia-lah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar
kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah
tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar.
Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-
orang yang mengetahui. Sesungguhnya pada pergantian malam
dan siang, dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di
bumi, pasti terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-
orang yang bertakwa.43
Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa matahari bersinar dan
matahari mempunyai sinar. Sedangkan dalam tafsir al-Bayan karya al-T}abari
42
Ibid., 50-51. 43
Depag, Al-Qur’an Wanita, 208.
52
menjelaskan bahwa matahri bersinar diartikan sebagai siang, dan dan bulan
bercaya itu sebagai malam. Dan kedua itu mempunyai manzilah atau
peredarannya sendiri, tidak mungkin ada overlapping antar keduanya
selamanya.44
Kalimat manzilah-manzilah dijelaskan dalam tafsir jalalain bahwa
selama dua puluh delapan malam untuk setiap bulan, setiap malam daripada
dua puluh delapan malam itu memperoleh suatu manzilah, kemudian tidak
tampak selama dua malam, jika jumlah hari bulan yang bersangkutan ada
tiga puluh hari atau tidak tampak selama satu malam jika ternyata jumlah
hari bulan yang bersangkutan ada dua puluh sembilan hari.
Ayat yang menyatakan supaya kalian mengetahui ditafsirkan melalui
hal tersebut adalah bilangan tahun dan perhitungan waktu, Allah tidak
menciptakan hal yang disebutkan diatas melainkan dengan hak dan bukan
main-main.45
Berbeda dengan tafsir al-Bayan, menjelaskan tentang ketetapan
manzilah adalah hanya khusus untuk bulan, hal ini dikarenakan bulanlah
yang sebenarnya dijadikan patokan dalam menghitung adanya hari, bulan,
dan tahun, bukan terletak pada matahari.46
Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu silih bergantinya
malam dan siang hari kemudian panjang dan pendeknya malam dan siang
44
Muhammad Ibnu Jari>r bin Katsi>r bin Gha>lib al-Maliki>, Abu Ja’far at{-T{abari>, Jami’ al-Baya>n fi Ta’wi>l Al-Qur’a>n (Tp: Muasasad ar-Risalah, 2000), Jilid 15, 23. 45
Jala>l al-Di>n Muhammad bin Ahmad al-Mahali>, Jala>l al-Di>n ‘Abd al-Rahma>n bin Abi> Bakar al-
Suyut}i>, Tafsir Al-Jala>Lain, (T.t. T.p, T.h) 376. 46
Al-T{abari>, Jami’ al-Bayan, Jilid 15, 23.
53
hari (dan pada yang diciptakan Allah di langit) yakni para malaikat,
matahari, bulan dan bintang-bintang serta lain sebagainya. Dan di bumi
berupa margasatwa, gunung-gunung, lautan, sungai-sungai, pohon-pohon
dan lain sebagainya benar-benar terdapat tanda-tanda yang menunjukkan
kepada kekuasaan-Nya bagi orang-orang yang bertakwa kepada-Nya
kemudian mereka beriman. Allah secara khusus menyebutkan orang-orang
yang bertakwa karena sesungguhnya merekalah yang dapat memanfaatkan
keberadaan tanda-tanda tersebut.47
Penafsiran ayat diatas juga senada dengan yang dinyatakan dalam
surat yang menyebutkan lagi tentang manzilah Q.S. Yasin : 39-40
‚Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga
(setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir)
Kembalilah ia sebagai bentuk tandan yang tua48
. Tidaklah
mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak
dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis
edarnya.49
Maksudnya bulan-bulan itu pada awal bulan, kecil berbentuk sabit,
kemudian sesudah menempati manzilah-manzilah, dia menjadi purnama,
kemudian pada manzilah terakhir kelihatan seperti tandan kering yang
47
Jala>l al-Di>n Muhammad bin Ahmad al-Mahali>, Jala>l al-Di>n ‘Abd al-Rahma>n, Tafsir Al-Jala>Lain, 377. 48
Maksudnya: bulan-bulan itu pada Awal bulan, kecil berbentuk sabit, kemudian sesudah
menempati manzilah-manzilah, Dia menjadi purnama, kemudian pada manzilah terakhir kelihatan
seperti tandan kering yang melengkung. 49
Depag, Al-Qur’an Wanita, 442.
54
melengkung.50
Hal inilah yang kemudian disebut hila>l.
Dan bagi bulan dapat dibaca Wal Qamaru atau Wal Qamara, bila
dibaca nashab yaitu Wal Qamara berarti dinashabkan oleh Fi’il sesudahnya
yang berfungsi menafsirkannya yaitu telah Kami tetapkan bagi peredarannya
sebanyak dua puluh delapan manzilah selama dua puluh delapan malam
untuk setiap bulannya. Kemudian bersembunyi selama dua malam, jika
bilangan satu bulan tiga puluh hari, dan satu malam jika bilangan satu bulan
dua puluh sembilan hari sehingga kembalilah ia setelah sampai ke manzilah
yang terakhir, menurut pandangan mata (sebagai bentuk tandan yang tua)
bila sudah lanjut masanya bagaikan ketandan, lalu menipis, berbentuk sabit
dan berwarna kuning.
Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan yaitu matahari
dan bulan bersatu di malam hari dan malam pun tidak dapat mendahului
siang malam hari tidak akan datang sebelum habis waktu siang hari. Dan
masing-masing dari matahari, bulan dan bintang-bintang yang beredar pada
garis edarnya masing-masing. Di dalam ungkapan ini benda-benda langit
diserupakan sebagai makhluk yang berakal, karenanya mereka diungkapkan
dengan lafal Yasbahuuna.51
Tafsir QS. Al-Rahman:
‚Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.52
50
Jala>l al-Di>n Muhammad bin Ahmad al-Mahali>, Jala>l al-Di>n ‘Abd al-Rahma>n, Tafsir Al-Jala>Lain , 255. 51
Ibid., 256. 52
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Trejemahnya, 773.
55
Kenapa Matahari dan Bulan bisa digunakan sebagai pedoman untuk
perhitungan waktu. Semua itu karena benda-benda langit itu diciptakan
dengan memiliki garis edar yang tertentu, dalam gerakan periodik yang
terus-menerus selama miliaran tahun, sehingga bisa dijadikan penanda atau
pedoman yang stabil bagi berbagai peristiwa yang dialami manusia.53
53
Agus Mustofa, Jangan Asal Ikut-ikutan Hisab dan Rukyat, 32.