bab iii metode penelitian

7
III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tabung reaksi, eppendorf 1,5 mL, erlenmeyer 300 mL, erlenmeyer 500 mL, cawan petri, mikropipet (5 mL, 1 mL, 200 μL), tips (5 mL, 1 mL, 200 μL), bunsen, rak tabung reaksi, seal, meja kaki tiga, alat spreader, UV laminar, laminar kapang, autoklaf, shaker incubator, waterbath, neraca analitik, jarum ose, vorteks, kertas pH, Micro Ultracentifuge “Hitachi CS150NX”, Spektrofotometer “Hitachi U-3900H”, stopwatch. Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain tauco, tempe, tape ketan, oncom, sawi asin, susu skim pro analysis “Merck”, pepton, yeast extract, beef extract, malt extract, agar for microbiology “Merck”, NaCl, CaCl 2 , HCl 1 N, NaOH 1 N, Bovin Serum Albumin, bufer phosphat pH 6 20 mM, TCA 0,4 M, kasein “Oxone”, Na 2 CO 3 0,4 M, folin ciocalteau, akuades, kapas, plastik tahan panas, kertas timbang, alumunium foil. 3.2. Metode Penelitian Pada penelitian ini dilakukan beberapa tahap penelitian, yakni (1) persiapan sampel dan medium, (2) pengayaan mikroba, (3) isolasi mikroba, (4) pengukuran aktivitas enzim penggumpal susu (milk-clotting)dan (5) pengukuran aktivitas protease. Tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Tahapan Penelitian 3.2.1. Persiapan Sampel dan Medium Sampel Pangan Fermentasi Pengayaan Mikroba Isolasi Mikroba Isolat penghasil zona bening Pengukuran aktivitas enzim penggumpal susu (MCA) Pengukuran aktivitas enzim protease (PA) Perhitungan rasio MCA/PA Isolat dengan rasio MCA/PA paling tinggi

Upload: orang-yang-aneh

Post on 25-Oct-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

repost

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III Metode Penelitian

III. METODE PENELITIAN

3.1. Bahan dan Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tabung reaksi, eppendorf 1,5 mL, erlenmeyer 300 mL, erlenmeyer 500 mL, cawan petri, mikropipet (5 mL, 1 mL, 200 μL), tips (5 mL, 1 mL, 200 μL), bunsen, rak tabung reaksi, seal, meja kaki tiga, alat spreader, UV laminar, laminar kapang, autoklaf, shaker incubator, waterbath, neraca analitik, jarum ose, vorteks, kertas pH, Micro Ultracentifuge “Hitachi CS150NX”, Spektrofotometer “Hitachi U-3900H”, stopwatch.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain tauco, tempe, tape ketan, oncom, sawi asin, susu skim pro analysis “Merck”, pepton, yeast extract, beef extract, malt extract, agar for microbiology “Merck”, NaCl, CaCl2, HCl 1 N, NaOH 1 N, Bovin Serum Albumin, bufer phosphat pH 6 20 mM, TCA 0,4 M, kasein “Oxone”, Na

2CO

3 0,4 M, folin ciocalteau, akuades, kapas, plastik

tahan panas, kertas timbang, alumunium foil.

3.2. Metode Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan beberapa tahap penelitian, yakni (1) persiapan sampel dan medium, (2) pengayaan mikroba, (3) isolasi mikroba, (4) pengukuran aktivitas enzim penggumpal susu (milk-clotting)dan (5) pengukuran aktivitas protease. Tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Tahapan Penelitian

3.2.1. Persiapan Sampel dan Medium

Sampel Pangan Fermentasi

Pengayaan Mikroba

Isolasi Mikroba

Isolat penghasil zona bening

Pengukuran aktivitas enzim penggumpal susu (MCA)

Pengukuran aktivitas enzim protease (PA)

Perhitungan rasio MCA/PA

Isolat dengan rasio MCA/PA paling tinggi

Page 2: BAB III Metode Penelitian

Persiapan sampel. Sampel yang digunakan sebagai sumber isolat adalah produk pangan

fermentasi antara lain sawi asin, oncom, tauco, tempe, dan tape ketan. Sampel dihancurkan hingga homogen, lalu diukur pHnya untuk menentukan pH medium. Masing-masing sampel yakni tape ketan, tauco, tempe, daun sawi asin dan oncom ditimbang sebanyak 0.25 g dan disimpan pada suhu refrigerator. Untuk sawi asin, diambil juga sampel airnya untuk isolasi mikroba sebanyak 0.25 mL. Proses persiapan sampel dilakukan secara aseptis.

Pembuatan medium. Masing-masing bahan penyusun medium ditimbang sesuai panduan pembuatan medium. Untuk menumbuhkan bakteri menggunakan medium Nutrient Broth, kapang menggunakan medium Malt Extract Broth, dan isolat penghasil enzim penggumpal susu menggunakan skim milk agar. Komposisi untuk pembuatan medium dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi medium pengayaan mikroba dan isolasi Medium Volume (mL) Bahan Penyusun Jumlah (g)

Nutrient Broth 200 Peptone 1.00

NaCl 1.00

Yeast extract 0.40

Beef extract 0.08

Malt extract Broth 200 Malt extract 4.00

Skim milk agar 300 Susu skim 9.00

Agar 4.50

Setelah ditimbang, seluruh bahan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian dilarutkan dengan akuades sesuai volume stok yang dibutuhkan. Setelah larut, medium disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit. Medium yang telah steril kemudian dituang ke dalam cawan petri dengan ketebalan kira-kira 4-5 mm secara aseptis dan dibiarkan hingga membeku. Setelah membeku, medium dibiarkan pada suhu ruang selama 24 jam untuk melihat apakah terjadi kontaminasi pada medium. Medium yang steril (tidak terkontaminasi) dapat digunakan untuk menumbuhkan mikroba pada sampel.

3.2.2 Pengayaan Mikroba

Pengayaan mikroba (enrichment) merupakan upaya yang dilakukan untuk menumbuhkan dan memperbanyak mikroba pada medium pertumbuhan umum sebelum diinokulasikan pada medium selektif.

Page 3: BAB III Metode Penelitian

3.2.2.1 Kapang

Sebanyak 0.25 mL/0.25 g sampel diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 2.5 mL medium Malt Extract Broth. Inkubasi selama 48 jam pada suhu ruang menggunakan shaker incubator (150 rpm).

3.2.2.2 Bakteri

Sebanyak 0.25 mL/0.25 g sampel diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 2.5 mL medium Nutrient Broth. Inkubasi selama 24 jam pada suhu ruang menggunakan shaker incubator (150 rpm).

3.2.3 Isolasi Mikroba Penghasil Enzim Penggumpal Susu 3.2.3.1 Kapang

Masing-masing 0.1 mL suspensi dari medium pengayaan mikroba diambil secara aseptis lalu masukkan ke dalam larutan tabung reaksi yang berisi 0.9 mL larutan pengencer lalu dihomogenkan. Larutan tersebut merupakan pengenceran 10-1. Untuk pengenceran berikutnya, ambil sebanyak 0.1 ml larutan dari pengenceran 10-1 dan masukkan ke dalam tabung reaksi berisi 0.9 mL larutan pengencer kemudian dihomogenkan. Larutan tersebut merupakan pengenceran 10-2. Langkah tersebut dilakukan hingga pengenceran 10-5. Selanjutnya, sebanyak masing-masing 0.01 mL suspensi diambil dari pengenceran 10-4 dan10-5 secara aseptis lalu dimasukkan ke dalam medium skim milk agar yang telah dibekukan pada cawan petri. Inkubasi terbalik dilakukan selama 48 jam pada suhu ruang.

3.2.3.2 Bakteri

Masing-masing 0.1 mL suspensi dari medium pengayaan mikrobadiambil secara aseptis lalu masukkan ke dalam larutan tabung reaksi yang berisi 0.9 mL larutan pengencer lalu dihomogenkan. Larutan tersebut merupakan pengenceran 10-1. Untuk pengenceran berikutnya, ambil sebanyak 0.1 ml larutan dari pengenceran 10-1 dan masukkan ke dalam tabung reaksi berisi 0.9 mL larutan pengencer kemudian dihomogenkan. Larutan tersebut merupakan pengenceran 10-2. Langkah tersebut dilakukan hingga pengenceran 10-5. Selanjutnya, sebanyak masing-masing 0.01 mL suspensi diambil dari pengenceran 10-4 dan10-5 secara aseptis lalu dimasukkan ke dalam medium skim milk agar yang telah dibekukan pada cawan petri. Inkubasi terbalik dilakukan selama 24 jam pada suhu ruang.

Page 4: BAB III Metode Penelitian

3.2.4 Pembuatan Kurva Pertumbuhan

Pola pertumbuhan atau kurva pertumbuhan diperoleh dengan metode turbidimetri, yaitu melihat jumlah bakteri dengan mengukur kekeruhan inokulum menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm (OD

660). Prinsip dasar metode turbidimetri adalah jika cahaya mengenai

sel, maka cahaya dipantulkan dan cahaya yang tidak mengenai sel akan diteruskan. Jumlah cahaya yang diteruskan proporsional (berbanding lurus) dengan transmitan, sedangkan cahaya yang dipantulkan berbanding terbalik dengan transmitan atau berbanding lurus dengan absorbansi (Kosim dan Putra 2009).

Pembuatan kurva pertumbuhan pada penelitian ini hanya dilakukan pada isolat bakteri. Isolat bakteri yang menghaslkan zona bening pada medium skim milk agar dikulturkan pada medium Nutrient Agar dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang. Setelah diinkubasi, sebanyak 1 ose isolat diinokulasikan ke dalam medium prekultur berisi nutrient broth yang telah ditambahkan kasein dan diinkubasi menggunakan shaker incubator (150 rpm) selama 24 jam pada suhu ruang. Selanjutnya, kultur tersebut dimasukkan ke dalam medium kultur berisi nutrient broth yang telah ditambahkan kasein lalu diinkubasi menggunakan shaker incubator (150 rpm) selama 5 hari pada suhu ruang dan dilakukan sampling setiap 24 jam. Hasil sampling kemudian diukur pertumbuhan selnya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Nilai absorbansi setiap pengukuran dicatat sebagai indikator pertumbuhan sel inokulum.

3.2.5 Produksi Enzim

3.2.5.1 Kapang

Produksi enzim dilakukan dengan metode fermentasi cair. Isolat kapang yang menghaslkan zona bening pada medium skim milk agar dikulturkan pada medium Malt Extract Agar dan diinkubasi selama 48 jam pada suhu ruang. Setelah diinkubasi, sebanyak 1 ose isolat diinokulasikan ke dalam medium prekultur berisi Malt Extract Broth yang telah ditambahkan kasein dan diinkubasi menggunakan shaker incubator (150 rpm) selama 48 jam pada suhu ruang. Selanjutnya, kultur tersebut dimasukkan ke dalam medium kultur berisi Malt Extract broth yang telah ditambahkan kasein lalu diinkubasi menggunakan shaker incubator (150 rpm) selama 5 hari pada suhu ruang dan dilakukan sampling setiap 24 jam. Hasil sampling tersebut disentrifugasi kemudian diambil supernatannya untuk memperoleh ekstrak enzim yang akan dianalisis. Ekstrak enzim disentrifugasi dengan paling sedikit dua kali sebelum dianalisis untuk mencegah adanya padatan yang masih terbawa pada saat pemisahan ekstrak. Ekstrak enzim disimpan dalam eppendorf pada suhu 4oC untuk menjaga stabilitasnya sebelum pengukuran. Ekstrak enzim tersebut selanjutnya dianalisis aktivitas penggumpalan susu dan proteasenya.

Page 5: BAB III Metode Penelitian

3.2.5.2 Bakteri

Produksi enzim dilakukan dengan metode fermentasi cair. Isolat bakteri yang menghaslkan zona bening pada medium skim milk agar dikulturkan pada medium Nutrient Agar dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang. Setelah diinkubasi, sebanyak 1 ose isolat diinokulasikan ke dalam medium prekultur berisi Nutrient Broth yang telah ditambahkan kasein dan diinkubasi menggunakan shaker incubator (150 rpm) selama 24 jam pada suhu ruang. Selanjutnya, kultur tersebut dimasukkan ke dalam medium kultur berisi Nutrient Broth yang telah ditambahkan kasein lalu diinkubasi menggunakan shaker incubator (150 rpm) selama 5 hari pada suhu ruang dan dilakukan sampling setiap 24 jam. Hasil sampling tersebut disentrifugasi kemudian diambil supernatannya untuk memperoleh ekstrak enzim yang akan dianalisis. Ekstrak enzim disentrifugasi dengan paling sedikit dua kali sebelum dianalisis untuk mencegah adanya padatan yang masih terbawa pada saat pemisahan ekstrak. Ekstrak enzim disimpan dalam eppendorf pada suhu 4oC untuk menjaga stabilitasnya sebelum pengukuran. Ekstrak enzim tersebut selanjutnya dianalisis aktivitas penggumpalan susu dan proteasenya.

3.3 Prosedur Analisis 3.3.1 Pengukuran Aktivitas Penggumpalan Susu (Arima et al 1970)

Aktivitas penggumpalan susu ditentukan berdasarkan uji visual dari pembentukan gumpalan susu pertama kali akibat penambahan enzim yang dinotasikan dalam Soxhlet Unit (SU). Satu SU didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat menggumpalkan 1 ml campuran yang mengandung 0.1 g susu skim dan 0.00111 g CaCl2 dalam 40 menit pada suhu 35oC.

Sebanyak 0.5 mL enzim ditambahkan ke dalam 5 ml susu skim (10 g susu skim/100 mL 0.01 M CaCl2) yang telah diinkubasi ada suhu 40oC selama 5 menit. Campuran tersebut diaduk hingga terbentuk gumpalan. Pengukuran aktivitas enzim milk-clotting menggunakan rumus perhitungan pada persamaan 1.

Aktivitas enzim milk-clotting (MCA)= (1)

Keterangan: MCA = aktivitas enzim milk-clotting (SU) T = waktu pertama kali terbentuk gumpalan susu (detik) D = faktor pengenceran

Page 6: BAB III Metode Penelitian

3.3.2 Pengukuran Aktivitas Protease (Lowry 1951)

Aktivitas protease ditentukan melalui metode standar Lowry yang dimodifikasi (Meloan dan Pomeranz 1973). Prinsip kerja metode ini adalah reduksi Cu2+ menjadi Cu+ oleh tirosin, triptofan, dan sistein yang terdapat dalam protein. Ion Cu+ bersama dengan fosfotungstat dan fosfomolibdat (reagen Lowry E) membentuk warna biru, sehingga dapat menyerap cahaya (Lowry et al 1951). Warna biru yang terbentuk kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 660 nm menggunakan spektrofotometer. Pada pengukuran ini digunakan larutan Bovine Serum Albumin (BSA) sebagai standar. Standar BSA dibuat menjadi beberapa konsentrasi dan direaksikan dengan Na

2CO

3 0.4 M dan

0.1 ml fenol folin. Hasil reaksi diinkubasi pada suhu 37°C selama 20 menit, kemudan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 660 nm. Hasil absorbansi beberapa konsentrasi BSA dibuat persamaan garis lurus yang kemudian digunakan sebagai persamaan garis kurva standar.

Untuk pengukuran aktivitas protease sampel, sebanyak 0,2 ml substrat kasein 0,1% direaksikan dengan enzim sebanyak 0,1 mL, kemudian campuran tersebut dihomogenkan dengan vorteks dan diinkubasi di shaker incubator selama 20 menit pada suhu 37°C. Setelah diinkubasi selama 20 menit, campuran tersebut ditambahkan dengan TCA 0,4 M sebanyak 0,25 mL kemudian dihomogenkan dengan vorteks dan diinkubasi pada shaker incubator selama 20 menit pada suhu 37°C. Setelah diinkubasi, campuran tersebut dipindahkan ke dalam ependorf 1,5 mL kemudian disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Setelah disentrifugasi, sebanyak 0,1 ml supernatan diambil dan dimasukkan pada tabung reaksi baru. Supernatan yang baru ditambahkan dengan 0,5 ml Na

2CO

3

0.4 M dan 0.1 ml fenol folin, dihomogenkan dengan vorteks dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 20 menit. Setelah diinkubasi, campuran tersebut diukur absorbansinya pada panjang gelombang 660 nm. Pengukuran aktivitas protease menggunakan rumus pada persamaan 2. Satu unit (U) aktivitas protease didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat mengkatalisis reaksi pelepasan 1 μmol tirosin per menit.

Aktivitas protease (PA) = X x FP x (2)

Keterangan : PA = Protease activity (U/mL) X = Konsentrasi enzim (mg/mL) FP = Faktor pengenceran V = Volume enzim yang dianalisis (mL) T = waktu inkubasi (menit) 3.2.3 Rasio Aktivitas Penggumpalan Susu terhadap Protease

Rasio aktivitas penggumpalan susu terhadap protease merupakan faktor yang menentukan apakah mikroba tersebut dapat digunakan sebagai penghasil alternatif enzim penggumpal susu. Isolat yang terpilih merupakan isolat yang memiliki aktivitas penggumpalan tinggi dengan aktivitas protease rendah sehingga menghasilkan rasio yang tinggi. Perhitungan rasio aktivitas penggumpalan susu terhadap protease menggunakan rumus perhitungan pada persamaan 3.

Page 7: BAB III Metode Penelitian

R = (3)

Keterangan : MCA : Milk Clotting Activity ; Aktivitas penggumpalan susu (SU/mL) PA : Protease Activity ; Aktivitas protease (U/mL)