bab iii metodologi · 2021. 8. 24. · kota sukabumi yang masih bersifat pasif dan tidak pernah...
TRANSCRIPT
52
BAB III
METODOLOGI
3.1. Metodologi Pengumpulan Data
Metodologi yang digunakan untuk mendapatkan data terkait perancangan adalah
dengan pengumpulan data secara mixed method yaitu secara kuantitatif dan
kualitatif. Pengambilan data secara kuantitatif dilakukan dengan membagikan
survei dalam bentuk google form secara online melalui media sosial. Pengambilan
data secara kualitatif dilakukan dengan FGD (Focus Group Discussion) kepada
perwakilan dari warga Kota Sukabumi, wawancara pihak terkait, observasi
keadaan infrastruktur yang ada di Kota Sukabumi dan studi eksisting terhadap
beberapa aplikasi yang serupa.
3.1.1. Survei
Menurut Fitrah & Luthfiyah (2017), survei merupakan salah satu cara
pengambilan data ilmiah secara kuantitatif, yaitu dengan cara mengambil sampel
populasi dari jumlah keseluruhan populasi yang ada (hlm. 37). Penulis melakukan
survei dengan cara menyebarkan kuesioner dalam bentuk digital dengan
menggunakan google form. Kuesioner ini akan disebarkan kepada masyarakat
yang tinggal Kota Sukabumi. Dari data Badan Pusat Statistika Kota Sukabumi
tahun 2020, terdapat sejumlah 234,934 jiwa warga yang tinggal di Kota Sukabumi
dengan rentang umur di atas 17 tahun ke atas. Berdasarkan rumus Slovin dengan
ketelitian 10%, maka sampel yang didapat adalah 100 responden. Survei mulai
disebar pada tanggal 6 September 2020 dan ditutup pada tanggal 7 September
53
2020. Di bawah ini merupakan hasil dari survei yang didapat dan telah diolah,
sebagai berikut:
Gambar 3.1. Grafik responden yang pernah dan tidak pernah melapor ke pemerintah
Dari 100 responden yang mengisi kuesioner, 77 responden pernah
mengalami masalah yang berkaitan dengan infrastruktur yang ada di Kota
Sukabumi. Sebaliknya, terdapat 23 responden tidak pernah mengalami masalah
tersebut. Dari 77 responden tersebut, terdapat sejumlah 24 responden, dari jenjang
usia yang berbeda-beda, pernah melaporkan keluhan atau masalah kepada
pemerintah kota terkait.
Gambar 3.2. Grafik kendala ketika melapor ke pemerintah (kiri) dan cara pelaporan (kanan)
Dari 24 responden yang pernah melapor, sebanyak 75% atau sebanyak 18
responden melapor secara manual melalui telepon call center, RT/RW, dan
54
kenalan di pemerintah. Dari hasil kuesioner tersebut dapat terlihat jika responden
masih jarang menggunakan aplikasi maupun website dalam melapor. Dalam
pelaporan tersebut, masih terdapat beberapa kendala yang pernah dialami oleh 24
responden. Salah satunya, sebanyak 12 responden dari 24 responden tersebut
merasa keluhan mereka tidak memiliki kabar yang jelas mengenai laporan dari
pemerintah terkait.
Gambar 3.3. Grafik alasan tidak pernah melapor
Dari 100 responden, terdapat 76 responden yang tidak pernah melaporkan
masalah infrastruktur ke Pemkot Sukabumi. Sebanyak 28 dari 76 responden yang
tidak pernah melapor, tidak mengetahui prosedur dan akses untuk melaporkan
keluhan ke Pemkot terkait. Disusul dengan 23 dari 76 responden merasa
malas/tidak peduli untuk melapor kepada Pemkot Sukabumi.
Dari hasil survei di atas dapat disimpulkan, bahwa masih banyak warga
Kota Sukabumi yang masih bersifat pasif dan tidak pernah melaporkan masalah
mengenai infrastruktur yang ada. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi
mengenai sarana pengaduan yang sudah ada dan masih kurang peduli dengan
permasalahan tersebut. Berdasarkan pengalaman warga Kota Sukabumi yang
55
sudah pernah melapor, cenderung menggunakan media yang bersifat dua arah atau
yang dapat secara langsung memberikan respon dibandingkan dengan yang
bersifat satu arah (tidak direspon secara langsung). Selain itu, terdapat kendala
seperti tidak adanya kabar dari laporan menjadi salah satu kendala yang sering
dirasakan oleh warga Kota Sukabumi yang pernah melapor. Hal inilah yang dapat
mempengaruhi tingkat kepedulian warga dalam menghadapi permasalahan
infrastruktur yang ada di Kota Sukabumi.
3.1.2. Focus Group Discussion
Menurut Fitrah & Luthfiyah (2017), Focus Group Discussion (FGD) merupakan
sebuah aktivitas pengambilan data yang dilakukan terhadap suatu kelompok
tertentu. Biasanya FGD dilakukan dengan mengajak beberapa partisipan untuk
berdiskusi mengenai topik tertentu (hlm. 75-76). FGD yang dilakukan ini
bertujuan untuk mengetahui awareness mengenai masalah infrastruktur di Kota
Sukabumi, mendapatkan review dari aplikasi pengaduan masyarakat yang sudah
ada melalui user testing, dan untuk mendapatkan saran dalam perancangan
aplikasi yang baru.
Gambar 3.4. Dokumentasi FGD dengan 7 warga Kota Sukabumi
56
FGD telah dilaksanakan pada tanggal 14 September 2020 pukul 19.00
secara online melalui aplikasi Zoom. FGD ini mengajak tujuh perwakilan dari
warga Kota Sukabumi. Peserta FGD adalah sebagai berikut:
No. Nama Jenis Kelamin Usia Pekerjaan
1. Vee
Mahendra Laki-laki 46 tahun Planologi
2. Ivan
Ginanjar Laki-laki 47 tahun Wiraswasta
3. Veronica
Lilian Perempuan 45 tahun Arsitek
4. Ellyn Natalia Perempuan 27 tahun Karyawan
5. Refiand
Natanael Laki-laki 24 tahun Karyawan
6. Mariska
Gracia Perempuan 23 tahun Karyawan
7. Ivan Johan Laki-laki 20 tahun Mahasiswa
Tabel 3.1. Daftar nama peserta FGD
Semua peserta setuju jika peran masyarakat sangat penting dalam
pembangunan di Kota Sukabumi. Saat ditanya mengenai alasan, peserta
berpendapat dikarenakan masyarakat lebih tahu dan dekat dengan infrastruktur
tersebut dibandingkan dengan pemerintah. Oleh karena itu, peran yang dilakukan
dapat dengan memberikan laporan atau keluhan mengenai infrastruktur yang ada.
Dari ketujuh peserta, mereka semua pernah mengalami permasalahan yang
berkaitan dengan infrastruktur di Kota Sukabumi, namun ada yang
melaporkannya dan ada yang tidak. Salah satu peserta bernama Refin pernah
57
mengalami masalah infrastruktur seperti fasilitas olahraga dan lalu lintas jalan
raya yang sering macet. Dari permasalahan tersebut, Refin pernah menyampaikan
keluhan secara langsung kepada salah satu staf walikota, namun ia merasa respon
pemerintah lambat dan tidak sesuai dengan harapannya.Sebaliknya, Pak Ivan yang
pernah mengalami masalah infrastruktur, seperti jalan raya yang rusak, namun
beliau hanya diam dan memakluminya saja. Berbeda dengan Ellyn, ia pernah
mengalami permasalahan, seperti penerangan jalan di dekat rumahnya yang
kurang dan gelap, namun tidak tahu kemana ia harus melaporkannya. Hal ini pun
sama dengan Ivan J yang masih tidak mengetahui media pengaduan masalah yang
ada di Kota Sukabumi. Pak Vee juga menambahkan, bahwa masih ada masyarakat
yang tidak tahu pembagian jalan, yaitu jalan nasional, provinsi, dan kota, hal ini
dapat berpengaruh juga dengan tanggapan atau respon dari pemerintah mengenai
hal tersebut.
Semua peserta yang mengikuti FGD merasa aplikasi dapat jauh
mempermudah masyarakat yang ingin menyampaikan keluhan karena lebih
efisien dan efektif. Namun, dari ketujuh peserta FGD, hanya Pak Vee yang
mengetahui media pengaduan masalah, salah satunya adalah aplikasi SUPER.
Dari adanya aplikasi itu, Pak Vee berpendapat aplikasi SUPER masih kurang
efektif sampai saat ini. Berbeda dengan keenam peserta baru yang mengetahui
adanya aplikasi SUPER setelah mengikuti FGD ini, padahal aplikasi ini sudah
berjalan sejak tahun 2018. Saat ditanya kepada keenam peserta, mereka
berpendapat jika media pengaduan masalah tersebut masih kurang dipublikasikan
dan disosialisasikan secara merata kepada masyarakat oleh Pemkot Sukabumi.
58
Oleh karena itu, diperlukan publikasi lagi melalui media sosial dengan
menggunakan influencer asal Kota Sukabumi, melalui banner, hingga broadcast
di radio.
Dalam FGD, terdapat aktivitas user testing untuk dua aplikasi pengaduan
masalah, yaitu aplikasi SUPER (Sukabumi Participatory Responder) dan aplikasi
JAKI (Jakarta Kini). Setiap peserta FGD dibagi menjadi dua kelompok dengan
menginstall aplikasi berbeda. Setelah itu, masing-masing peserta dapat
mengevaluasi dari aplikasi yang diunduhnya. Dari hasil evaluasi, terdapat
beberapa hal penting mengenai kelebihan hingga kekurangan dari aplikasi SUPER
dan JAKI yang sudah diuji coba. Berikut di bawah ini merupakan hasil dari uji
coba dari kedua aplikasi tersebut.
Aspek Penilaian SUPER JAKI
Usefulness &
Learnability
Sangat mudah digunakan
dan dipelajari karena
hanya ada 2 fitur,
melapor dan tombol
panik
1. Banyak fitur dan
lengkap, tetapi
penggunaanya
masih tergolong
mudah
2. Ada istilah baru
yang harus
dipelajari/tidak
langsung kenal
Effectiveness
Kurang efektif untuk
digunakan sehari-hari
karena jarang melapor
dan jarang ada masalah
1. Banyak informasi
dari berita hingga
titik banjir yang
diberikan
2. Dapat cek
laporan pengguna
lain
3. Masih ada
informasi
penting, seperti
59
titik macet yang
harus terhubung
di web berbeda
Efficiency
1. Untuk
menggunakan
semua fungsi,
peserta harus
registrasi terlebih
dahulu, sehingga
cukup memakan
waktu
2. Dalam
penyelesaian 1
skenario, rata-
rata peserta
menyelesaikan
sekitar 2-3 menit
1. Terdapat
beberapa fungsi
yang dapat
dibuka tanpa
harus registrasi,
sehingga terdapat
beberapa
skenario yang
dapat
diselesaikan
dengan waktu
kurang dari 2
menit
Interface
1. Sangat sederhana
2. Tulisan terbaca
3. Penggunaan ikon
yang masih
kurang sesuai
(tombol buat
laporan dan
tombol panik
yang lebih
menonjol)
1. Lebih bervariasi
karena terdapat
ikon dan gambar
yang menarik
2. Tulisan mudah
dibaca dan
dipahami
Accessibility
1. Hanya dapat
diunduh di
Android saja,
sehingga hanya
peserta yang
menggunakan
Android saja
yang dapat
menggunakan
aplikasi SUPER
2. Pengguna harus
sign-in untuk
masuk ke dalam
aplikasi ini
1. Dapat diunduh di
Android dan iOS,
sehingga semua
peserta dapat
menggunakannya
2. Pengguna dapat
membuka
aplikasi tanpa
harus sign-in,
namun masih ada
fitur-fitur yang
tertutup yang
diharuskan sign-
in terlebih dahulu
Satisfaction Semua peserta masih Jika peserta sebagai
60
belum tertarik dalam
menggunakan aplikasi
ini kedepannya
warga Jakarta, aplikasi
ini sangat membantu dan
berkemungkinan besar
untuk menggunakannya
Tabel 3.2. Perbandingan kedua aplikasi dari hasil FGD
Dari kekurangan dan kelebihan tersebut, setiap peserta memberikan
masukkan atau saran yang dapat diterapkan pada aplikasi pengaduan masalah
yang baru, seperti penggunaan bahasa yang lebih mudah dimengerti oleh segala
kalangan, proses registrasi yang diperpendek/dipermudah hanya dengan
menggunakan nomor ponsel dan NIK (Nomor Induk Kependudukan),terdapat
fitur/konten dari aplikasi yang dapat digunakan/dilihat meskipun belum
melakukan registrasi , penggunaan ikon atau simbol agar aplikasi tidak terkesan
sepi/ kurang menarik, dan terdapat pilihan khusus warga Kota Sukabumi dan
pendatang.
3.1.3. Wawancara
Menurut Fitrah & Luthfiyah (2017), wawancara merupakan sebuah cara
pengambilan data secara kualitatif, yaitu dengan mengambil informasi secara
langsung kepada narasumber yang terkait (hlm. 65). Wawancara dilakukan kepada
salah satu ahli dalam interaction design, perwakilan dari Bappeda (Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah) Kota Sukabumi, dan perwakilan dari
Diskominfo yaitu perwakilan Bappeda dan Diskominfo (Dinas Komunikasi dan
Informatika) Kota Sukabumi. Semua wawancara dilakukan secara online dengan
media pendukung, seperti Whatsapp dan Google Meet.
61
3.1.3.1. Ahli Interaction Design
Penulis telah melakukan wawancara dengan salah satu ahli dalam bidang
interaction design yaitu Ukasyah Ananda Putra. Uka merupakan seorang
desainer yang sudah bergerak di bidang interaction design selama 7 tahun
dan sedang bekerja sebagai seorang desainer di Somia CX. Melalui
wawancara ini, penulis telah mendapatkan teknis perancangan aplikasi
layanan dengan menerapkan penggunaan service design di dalamnya.
Wawancara dilakukan pada tanggal 19 September 2020 pukul 11.00 secara
online melalui Google Meet.
Gambar 3.5. Dokumentasi wawancara dengan Kak Uka
Dalam wawancara, Uka menjelaskan mengenai perbedaan dari
interaction design dan service design. Menurut Uka, dalam interaction
design, seorang desainer lebih cenderung fokus pada media dan
penggunanya saja, namun, untuk service design sendiri, tidak berhenti di
penggunanya saja, tetapi lebih kepada orang-orang yang terlibat dalam
media tersebut. Contoh yang membedakannya adalah ketika memesan
makanan dengan menggunakan GrabFood, untuk interaction design,
62
hanya fokus pada sistem aplikasinya saja, namun dalam service design,
seorang desainer harus lebih dilihat behaviour dari pengemudi grab nya
hingga karyawan dari rumah makan tersebut. Oleh karena itu, di dalam
service design terdapat istilah front stage dan backstage. Front stage itu
mengenai hal-hal atau media yang dilihat atau digunakan oleh user,
sedangkan backstage hal-hal yang ada di balik layar atau tidak dapat
dilihat oleh user. Dalam service design hal seperti front stage dan
backstage harus diperhatikan agar setiap hal yang terbangun di dalam
layanan tersebut dapat saling terhubung.
Terdapat hal-hal penting yang harus diperhatikan terkait dari
perancangan sebuah service design, yaitu penyusunan front stage dan
backstage, hubungan dari setiap stakeholder, journey map dari awal
hingga akhir, dan touchpoint yang digunakan. Agar perancangan service
design berjalan dengan baik, diperlukan sebuah mapping dalam menyusun
sistem layanan yang akan terjadi, hal ini juga dilakukan agar seorang
desainer dapat lebih paham hubungan dari antar stakeholders yang terlibat
di dalamnya. Selain itu, seorang desainer harus mengetahui kebutuhan
atau needs dari stakeholders yang akan terlibat nantinya.
Terkait dengan UI/UX aplikasi, Kak Uka menyatakan jika UI/UX
dan service design memiliki lingkup yang berbeda, namun tetap saling
berhubungan. Hal ini dikarenakan, UI/UX hanya pada lingkup antara user
dan aplikasi (sebagai touchpoint), sedangkan service design memiliki
lingkup yang lebih luas mengenai hubungan dari pengguna hingga ke
63
setiap divisi yang menyediakan layanan tersebut. Hal inilah yang membuat
seorang desainer bukan hanya dapat merancang aplikasi dengan UI/UX
yang mudah dipakai pada bagian front stage tetapi juga dapat merancang
sistem pada bagian backstage dengan baik, agar masing-masing
stakeholder yang terkait saling merasakan kemudahan.
Aplikasi layanan masyarakat yang ingin dirancang tidak boleh
lepas dari penggunaan service design di dalamnya, karena aplikasi ini
digunakan oleh pemerintah dalam memberikan layanan kepada
masyarakatnya. Uka memberikan salah satu contoh penerapan service
design yang baik di dalam suatu pemerintahan adalah Jabar Digital
Service. Hal ini dikarenakan menurutnya, program-program yang
diberikan dan memiliki divisi khusus dalam mengintegrasi layanannya.
Oleh karena itu, Uka memberikan saran untuk tidak malu berbicara
dengan orang-orang yang berpengaruh di belakang layar, khususnya dalam
konteks ini adalah pemerintah. Hal ini bertujuan agar aplikasi layanan
masyarakat yang ingin dirancang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
masyarakat dan juga pemerintah.
Yang terakhir, Uka memberikan pesan dalam merancang aplikasi
yang dapat digunakan oleh masyarakat. Uka mengatakan agar seorang
desainer harus mengetahui alasan dibalik sebuah perancangan, khususnya
aplikasi. Hal ini dikarenakan sudah banyak media yang dapat digunakan
dan lebih mudah, seperti media sosial Whatsapp atau mobile webs. Oleh
karena itu, desainer harus dapat menentukan fitur-fitur yang efektif
64
sehingga masyarakat ingin dan harus menggunakan aplikasi tersebut
kedepannya.
3.1.3.2. Perwakilan dari Bappeda Kota Sukabumi
Penulis telah melakukan wawancara dengan Frendy Yuwono yang
menjabat sebagai Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Wilayah Bappeda
Kota Sukabumi. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi
mengenai layanan pemerintah mengenai infrastruktur kepada masyarakat
Kota Sukabumi dan untuk mendapatkan data mengenai jenis-jenis
infrastruktur yang ada di Kota Sukabumi. Wawancara dilakukan pada
tanggal 17 September 2020 pukul 09.00 secara online dengan
menggunakan media video call via Whatsapp.
Gambar 3.6. Wawancara dengan Pak Frendy melalui Whatsapp call
Dalam wawancara, Frendy menjelaskan bahwa di dalam sebuah
pembangunan, BAPPEDA memiliki tiga acuan, yaitu Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dengan jangka waktu
rencana selama 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah
65
Daerah (RPJMD) dengan jangka waktu rencana selama 5 tahun, dan
Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (RKPD) dengan jangka waktu
rencana per-tahun. Terdapat dua pelayanan masyarakat yang telah diberi
oleh pemerintah setiap tahun, yaitu Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang), Focus Group Discussion (FGD) dan
konsultasi publik berupa forum dari tingkat RT/RW. Musrenbang
dilakukan oleh warga dengan memberikan usulan menggunakan forum
yang sudah disediakan kepada RT/RW setempat. Usulan yang sudah
diterima akan diteruskan ke kelurahan hingga di kecamatan, setelah
sampai di kecamatan, usulan tersebut akan dipilah lagi sesuai dengan
tingkat kepentingannya. Hasil dari Musrenbang yang telah dipilih oleh
pemerintah kota akan dimasukkan ke dalam rencana pembangunan di
Bappeda dan akan disebar ke setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang terkait.
Dalam proses pembangunan, terdapat infrastruktur yang dapat
dibangun dengan cepat, paling lama satu tahun pengerjaan hingga selesai,
namun terdapat faktor-faktor penghambat yang biasanya dapat
mempengaruhi cepat-lambatnya dari proses pembangunan
sarana/prasarana infrastruktur di Kota Sukabumi, yaitu masalah kesediaan
lahan, kesiapan anggaran, kesiapan pelaksanaan pembangunan, kesiapan
SKPD terkait, dan teknis-teknis lainnya. Hal inilah yang membuat
pembangunan dapat terjadi berlarut-larut. Bappeda menargetkan waktu
selama dua tahun sebagai waktu pembangunan paling lama, namun tetap
66
saja masih terdapat kendala-kendala yang membuat pembangunan menjadi
semakin tertunda.
Bappeda memiliki mekanisme dalam pembangunan infrastruktur
Kota Sukabumi. Setiap SKPD atau dinas terkait yang ingin melakukan
pembangunan harus melakukan asistensi kepada Bappeda dan juga Badan
Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD) mengenai anggaran yang
dibutuhkan. Hal ini dilakukan agar program pembangunan dari SPKD
dapat terarah dan selaras dengan program pembangunan dari Bappeda itu
sendiri. Proses asistensi ini biasa dilakukan pada forum yang sudah
disediakan oleh Bappeda.
Dalam pembangunan, partisipasi masyarakat sangat mutlak
diperlukan. Hal ini dikarenakan pemerintah masih memiliki keterbatasan
dalam hal melihat infrastruktur yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam
perencanaan pembangunan, Bappeda tidak ingin lepas dari masukkan-
masukkan yang didapat dari masyarakat sendiri. Oleh karena itu,
pemerintah menyediakan kegiatan yang mengikutsertakan masyarakat dan
juga partisipasi RT/RW, kelurahan, hingga kecamatan, dalam menyusun
perencanaan pembangunan daerah setiap tahunnya.
Dalam mengetahui kepuasan masyarakat mengenai fasilitas-
fasilitas infrastruktur yang ada di Kota Sukabumi, Bappeda memiliki
indikator indeks kota yang berbentuk survei. Survei biasa disebar atau
dilakukan selama satu tahun sekali. Survei dilakukan oleh tenaga ahli
67
dengan menggunakan teknik sampling di setiap kelurahan yang ada di
Kota Sukabumi. Aspek-aspek yang tertera pada survei lebih mengenai
fasilitas, utilitas, lingkungan hidup, tata ruang, dan yang lainnya. Selain
Bappeda yang melakukan dalam skala tingkat kota, instansi lainnya pun
memiliki indikator kepuasan masyarakat terhadap masing-masing layanan
SKPD sesuai dengan sektor yang dilaksanakan.
Menurut Frendy, pemerintah sangat mengapresiasi dengan adanya
aplikasi layanan masyarakat, salah satunya adalah SUPER (Sukabumi
Participatory Responder). Adanya aplikasi pengaduan sangat membantu
masyarakat, karena memiliki sarana atau tempat dalam menyampaikan
kebutuhan dan keluhannya kepada pemerintah hingga ke Walikota
Sukabumi. Hal ini yang membuat Walikota juga dapat memerintah SKPD
yang terkait secara langsung untuk melaksanakan pembangunan jika
memang kebutuhan tersebut sangat penting/mendesak. Selain itu, dengan
adanya aplikasi, Bappeda dapat terbantu dengan adanya pendataan
sarana/prasarana yang ada di Kota Sukabumi, seperti data lokasi sanitasi
yang ada, karena Bappeda sendiri masih merasa memiliki kesulitan dalam
mengumpulkan maupun mendapatkan data tersebut. Selain itu terdapat
saran mengenai aplikasi kedepannya, seperti kemudahan dalam updating
data yang ada, tidak rumit dalam pengisian data, dan juga yang terpenting
adalah sosialisasi kepada masyarakat umum.
68
3.1.3.3. Perwakilan dari Diskominfo Kota Sukabumi
Penulis telah melakukan wawancara dengan Tantan Sontani yang
menjabat sebagai Kabid Pengelolaan Informasi Publik dan Statistik (PIPS)
Diskominfo Kota Sukabumi. Wawancara dilakukan pada tanggal 3
September 2020 secara online dengan menggunakan media video call via
Whatsapp.
Gambar 3.7. Wawancara dengan Pak Tantan Sontani
Dari wawancara yang telah berlangsung, terdapat beberapa hal
penting yang didapat dari Tantan, selaku narasumber, mengenai aplikasi
SUPER (Sukabumi Participatory Responder) yang sudah ada sejak tahun
2018 ini. Aplikasi SUPER merupakan aplikasi pertama di Kota Sukabumi
yang dapat digunakan oleh masyarakat Kota Sukabumi untuk memberikan
pengaduan kepada Pemerintah setempat. Aplikasi ini ditargetkan hanya
untuk warga Kota Sukabumi tanpa adanya batasan umur penggunanya
atau dapat digunakan oleh semua umur. Selama dua tahun terakhir aplikasi
ini berjalan, terdapat tiga permasalahan yang sering diadukan melalui
69
aplikasi SUPER, yaitu mengenai permasalahan penerangan jalan umum
(PJU), infrastruktur berupa jalan rusak, dan PDAM (air bersih).
Tantan juga menjelaskan mengenai proses pelaporan melalui
aplikasi SUPER. Proses pelaporan melibatkan pengguna yang melaporkan
keluhan melalui aplikasi dan akan diterima oleh Diskominfo. Hasil
pelaporan yang telah diterima oleh pihak Diskominfo akan diteruskan
kepada SKPD yang terkait. Terdapat SOP (Standard Operating
Procedure) yang diterapkan dalam aplikasi SUPER ini, yaitu waktu yang
dibutuhkan oleh SKPD dalam merespon adalah maksimal 3 (tiga) hari dan
penanggulangan lapangan diberikan waktu paling lama 10 (sepuluh) hari.
Jika respon yang diberikan lebih dari waktu yang ditetapkan, maka
keterangan laporan akan berwarna merah pada sistem dan dalam rapat
triwulan hal tersebut akan dilaporkan kepada pimpinan atau Walikota
Sukabumi.
Kesimpulan
Dari ketiga wawancara yang telah dilakukan sebelumnya dapat disimpulkan,
bahwa dalam perancangan sebuah aplikasi, seorang desainer harus dapat membuat
aplikasi menjadi media yang paling efektif digunakan oleh target user
dibandingkan dengan media lainnya. Pihak Bappeda merasa aplikasi SUPER
sendiri telah diluncurkan sejak tahun 2018 sudah baik, namun aplikasi tersebut
masih sepi pengguna yang dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, salah satunya
kurang adanya publikasi. Aplikasi SUPER sendiri sudah dikatakan efektif menjadi
wadah masyarakat dalam berkomunikasi dengan pihak Pemkot, hal ini
70
dikarenakan walikota Sukabumi sendiri dapat melihat/mengecek secara langsung
tanggapan yang masuk dari aplikasi tersebut.
3.1.4. Observasi
Menurut Fitrah & Luthfiyah (2017), observasi merupakan salah satu cara yang
dilakukan oleh peneliti untuk ikut langsung berpartisipasi secara aktif dalam
pengambilan data/informasi. Observasi dapat dilakukan dengan cara melakukan
pengamatan terhadap kejadian maupun kegiatan yang ada di lingkungan sekitar
(hlm. 72-73). Observasi dilakukan untuk mengetahui keadaan infrastruktur yang
ada di Kota Sukabumi. Penulis telah melakukan observasi dengan cara
memperhatikan kondisi infrastruktur yang ada di Kota Sukabumi. Observasi ini
dilakukan pada hari Minggu tanggal 20 September 2020 dan dilanjutkan pada hari
Selasa tanggal 22 September 2020.
Dari hasil observasi, masih ada permasalahan mengenai infrastruktur yang
ditemui, seperti PJU yang kurang dan mati, masih ada jalanan yang rusak/berbatu,
sampah rumah tangga yang dibuang tidak pada tempatnya, banyak angkutan
umum kota yang berhenti sehingga membuat jalan jadi macet, dan trotoar yang
dijadikan tempat berjualan.
71
Gambar 3.8. Kompilasi masalah infrastruktur di Kota Sukabumi
Selain itu, penulis juga menemukan jika pemerintah tidak melakukan
sosialisasi atau publikasi mengenai aplikasi pengaduan masalah yang ada, seperti
aplikasi SUPER, hal ini terlihat dari banner maupun billboard yang berisi iklan
rokok, kampanye politik, dan himbauan penggunaan masker.
Gambar 3.9. Kompilasi billboard di Kota Sukabumi
3.1.5. Studi Eksisting
Dalam merancang sebuah aplikasi pengaduan masalah, terdapat tiga aplikasi
serupa yang akan digunakan sebagai acuan dalam pembuatannya. Ketiga aplikasi
72
tersebut, pertama-tama dianalisis dengan menggunakan teknik SWOT (Strengths,
Weaknesses, Opportunities, and Threats). Menurut Fine (2009), teknik analisis
SWOT merupakan sebuah cara/strategi dalam mengenal atau memahami sebuah
subyek, baik secara internal maupun eksternal, agar dapat dikembangkan menjadi
lebih baik kedepannya (hlm.5). Setelah itu, ketiga aplikasi tersebut dianalisis
dengan menggunakan prinsip dari teori user interface, user experience, dan
usability.
3.1.5.1. Aplikasi SUPER
Aplikasi SUPER (Sukabumi Participatory Responder) merupakan sebuah
aplikasi pengaduan masalah pertama yang ada di Kota Sukabumi. Aplikasi
ini sudah dapat digunakan oleh masyarakat Kota Sukabumi sejak tahun
2018. Di dalam aplikasi ini terdapat dua fitur berbeda, yaitu fitur tombol
panik dan fitur lapor. Fitur tombol panik dapat digunakan ketika pengguna
mengalami situasi darurat, sedangkan fitur lapor dapat digunakan ketika
pengguna ingin melaporkan masalah atau keluhan kepada instansi terkait.
Gambar 3.10. Screenshot tampilan pada aplikasi SUPER
73
Berikut di bawah ini merupakan hasil analisis SWOT dari aplikasi
SUPER:
1. Strengths
a. Mudah untuk digunakan untuk melapor.
b. Terdapat pemberitahuan mengenai kabar laporan.
c. Terdapat fitur tombol panik.
2. Weaknesses
a. Hanya dapat diakses melalui Android.
b. Pengguna harus memilih satu instansi terkait yang sesuai
dari banyak daftar instansi yang ada di Kota Sukabumi.
c. Informasi jenis pengaduan yang kurang spesifik.
d. Tampilan tombol buat laporan yang tidak seperti tombol.
e. Harus registrasi melalui email.
f. Laporan yang tiba-tiba hilang.
g. Penggunaan icon yang kurang.
h. Tidak dapat mengetahui laporan yang sudah dilaporkan
oleh pengguna lain.
i. Harus registrasi terlebih dahulu jika ingin masuk ke dalam
aplikasi.
3. Opportunities
a. Kota Sukabumi sudah mengimplementasikan smart city
b. Menjadi aplikasi pengaduan masalah pertama yang ada di
Kota Sukabumi.
74
c. Zaman sekarang sudah banyak masyarakat yang
menggunakan smartphone.
4. Threats
a. Masih banyak masyarakat Kota Sukabumi yang belum
pernah melapor ke Pemkot.
b. Masyarakat lebih memilih untuk melapor secara manual.
c. Adanya media pengaduan lainnya, seperti melalui call
center dan website E-Lapor.
3.1.5.2. Aplikasi JAKI
Aplikasi JAKI (Jakarta Kini) merupakan sebuah aplikasi yang diluncurkan
pada tahun 2019 oleh Pemprov DKI Jakarta. Aplikasi ini berisi informasi
dan layanan pengaduan masalah yang dapat diakses oleh masyarakat di
DKI Jakarta. Selain itu, warga dapat mendapatkan informasi mengenai
keadaan Jakarta, mulai dari indeks polusi, COVID-19, hingga lokasi-
lokasi wifi gratis yang sudah disediakan oleh Pemprov DKI Jakarta.
75
Gambar 3.11. Screenshot tampilan pada aplikasi JAKI
Berikut di bawah ini merupakan hasil analisis SWOT dari aplikasi JAKI:
1. Strengths
a. Aplikasi dapat dilihat terlebih dahulu meskipun belum
melakukan registrasi.
b. Konten yang disediakan lengkap, seperti JakWarta,
JakLapor, JakSurvei, JakISPU, JakSiaga.
c. Dapat mengetahui berita terkini dari instansi di DKI
Jakarta.
d. Respon dari pengguna lain hingga keterangan proses dapat
dilihat.
e. Dapat diakses di Android dan iOS.
f. Penggunaan icon dan warna yang konsisten.
g. Mudah dalam membuat laporan.
76
2. Weaknesses
a. Terdapat fitur informasi yang membuat pengguna harus
masuk/ diarahkan ke halaman website lain.
b. JakCLM yang dianggap kurang tepat dan efisien untuk
warga.
c. Data alamat di DKI Jakarta yang kurang lengkap dan jelas.
d. Tidak dapat merekam/mengirimkan laporan dalam bentuk
video.
e. Banyak fitur yang membuat pengguna harus
mempelajarinya terlebih dahulu.
f. Harus aktivasi registrasi melalui email.
3. Opportunities
a. DKI Jakarta yang sudah mulai menjadi smart city
b. Zaman sekarang sudah banyak masyarakat yang
menggunakan smartphone.
4. Threats
a. Masih ada masyarakat yang melapor dengan media lain,
seperti sms, call center (hotline), email, dan media sosial.
b. Adanya aplikasi pengaduan lainnya, yaitu Lapor! dan Qlue.
3.1.5.3. Qlue
Qlue merupakan aplikasi pengaduan dalam bentuk media sosial pertama
DKI Jakarta yang telah diluncurkan pada tahun 2016. Aplikasi Qlue
merupakan aplikasi pengaduan pertama karya anak bangsa yang diangkat
77
pertama kali oleh Ahok saat masih menjabat sebagai Gubernur pada saat
itu.
Gambar 3.12. Screenshot tampilan pada aplikasi Qlue
Berikut di bawah ini merupakan hasil analisis SWOT dari aplikasi Qlue:
1. Strengths
a. Pengguna dapat berinteraksi dengan pengguna lainnya.
b. Dapat registrasi dengan menggunakan email dari Gmail dan
Facebook.
c. Dapat mengambil foto maupun video.
d. Dapat memilih target laporan, ke pemerintah atau
institusi/perusahaan yang berkaitan dengan masalah.
e. Mudah dalam membuat laporan.
f. Warga dapat melihat masalah yang diadukan oleh warga
lain.
78
g. Mendapatkan informasi yang ada di sekitar lokasi warga
tinggal.
h. Dapat diakses melalui Android dan iOS.
2. Weaknesses
a. Penggunaan bahasa inggris sebagai bahasa utama.
b. Terdapat fitur chat yang tidak terlalu digunakan oleh user.
c. Laporan yang tiba-tiba hilang.
3. Opportunities
a. DKI Jakarta yang sudah mulai menjadi smart city
b. Masyarakat lebih menyukai pelaporan yang real-time.
c. Zaman sekarang sudah banyak masyarakat yang
menggunakan smartphone.
4. Threats
a. Penggunaan media lain sebagai media pengaduan.
b. Adanya aplikasi pengaduan lainnya, yaitu JAKI.
Kesimpulan Analisa:
Berdasarkan prinsip-prinsip mengenai User Interface, User Experience, dan
Usability, berikut di bawah ini rangkuman dan analisa dari ketiga aplikasi
SUPER, JAKI, dan Qlue:
Aspek Aplikasi SUPER Aplikasi JAKI Aplikasi Qlue
User Interface
• Penggunaan
icon yang masih
sangat sedikit
dalam
memberikan
• Terdapat icon
penjelas fitur
yang baru/ kurang
familiar.
• Penggunaan
warna dan bentuk
yang konsisten
dan mudah
dikenal.
79
informasi.
• Tombol untuk
membuat laporan
tidak terlihat
seperti tombol.
• Tidak ada
informasi penjelas
pada setiap icon.
• Penggunaan
warna mencolok
pada tombol
panik sesuai
dengan fungsi,
namun fitur utama
sebagai tempat
pengaduan
terkesan
dikesampingkan.
• Icon diberi
informasi masih
penjelas, seperti
nama.
• Icon dan warna
yang konsisten.
• Penggunaan
warna simbol
keterangan
progres kurang
sesuai dengan
sehari-hari.
• Menggunakan
bahasa inggris
yang kurang
sesuai dengan
target (WNI).
• Icon lapor yang
kurang mencolok
sebagai fitur
utama.
User Experience
• Tata letak yang
sudah sesuai dan
tidak
membingungkan.
• Konsisten
dengan
penggunaan
warna dan ikon
dari setiap
tampilan aplikasi.
• Setiap tampilan
dibagi sesuai
dengan konten
yang ingin
disajikan.
• Tombol/icon
yang mudah
ditekan.
• Tidak ada fitur
• Terdapat konten
yang harus dibuka
terpisah
menggunakan
web browser
•Ada notifikasi
mengenai seputar
Jakarta
• Fitur searching
yang tidak terlalu
menolong karena
kurang informasi
mengenai
keyword yang
dapat dicari.
• Memberikan
informasi
mengenai posisi
user saat melapor.
• Terlalu banyak
menggunakan
fitur yang tidak
terlalu penting.
• Gambar terlalu
memakan tempat
dalam satu
tampilan.
• Terdapat
notifikasi untuk
keterangan
laporan.
• Selalu ada
informasi pop-up
untuk melapor
saat masuk ke
aplikasi.
80
notifikasi.
Usability
• Cepat untuk
melaporkan
masalah.
• Cepat dipelajari.
• Harus aktivasi
lewat email
terlebih dahulu.
• Hanya dapat
diakses melalui
Android.
• Pengguna harus
membuka satu-
persatu icon untuk
mengetahui
isinya.
• Harus aktivasi
lewat email
terlebih dahulu.
• Dapat diakses
melalui Android
dan iOS.
• Fitur test CRM
yang kurang
efektif dengan
hasilnya.
• Mudah untuk
registrasi, dengan
menggunakan
Facebook dan
Gmail.
• Dapat diakses
melalui Android
dan iOS.
• Membutuhkan
waktu yang cukup
lama
dibandingkan
kedua aplikasi
lainnya saat
menggunakannya.
Tabel 3.3. Tabel kesimpulan studi eksisting
3.2. Metodologi Perancangan
Dalam perancangan aplikasi, penulis menggunakan proses desain dengan Human
Centered Design yang dikembangkan oleh IDEO ke dalam 6 tahap sebagai
berikut:
1. Observation
Pada tahap pertama ini, penulis mulai mengamati, bersikap
terbuka, dan mulai berpikir kreatif. Tujuannya adalah agar penulis
dapat memahami orang-orang yang akan menjadi stakeholder dari
desain yang ingin dirancang. Dalam memahaminya, penulis sudah
melakukan pengambilan data dengan menggunakan survei dengan
menggunakan media online, yaitu google form, FGD (Focus
81
Group Discussion) yang dilakukan secara online dengan
menggunakan Zoom, dan wawancara kepada tiga narasumber
terkait secara online dengan menggunakan Whatsapp dan Google
Meet. Selain itu, penulis telah melakukan studi eksisting dari tiga
aplikasi pengaduan masalah yang serupa dan observasi untuk
mengetahui keadaan infrastruktur yang ada di Kota Sukabumi dan
disertai dengan studi eksisting dari tiga aplikasi serupa yang sudah
ada. Hal ini dilakukan agar penulis dapat lebih mengenal target
user aplikasi hingga melihat kebutuhan, behaviour, serta insight
yang didapat dari stakeholders.
2. Ideation
Penulis melakukan brainstorming mengenai ide-ide yang
didapatkan dari proses observasi. Pada tahap ini, penulis
menentukan ide konsep dari aplikasi yang ingin dirancang.
Penentuan dilakukan dengan cara membuat mind map terlebih
dahulu untuk menemukan keyword yang sesuai dan dapat
diadaptasikan ke dalam aplikasi. Keyword yang telah didapat
menjadi penentu big idea dan konsep yang akan digunakan pada
aplikasi. Setelah itu, penulis melakukan mapping dengan membuat
persona, empathy map dan journey map dari pengguna aplikasi
tersebut. Selanjutnya, mulai merancang information architecture
yang berisi fitur dan isi konten yang ingin ditawarkan di dalamnya.
82
Pembuatan flowchart pun dilakukan untuk menentukan model
aplikasi seperti apa yang ingin dirancang.
3. Rapid Prototyping
Dalam proses ini, penulis sudah mulai merancang aplikasi, mulai
dari low fidelity yang berisi sketsa dan wireframe. Setelah itu, hasil
dari low fidelity mulai dirancang menjadi versi high fidelity yang
berisi icon, button, hingga aset-aset visual lainnya.Hasil dari high
fidelity tersebut akan diuji terlebih dahulu kepada diri sendiri dan
orang-orang terdekat agar dapat memastikan jika solusi tersebut
tepat sasaran atau tidak.
4. User Feedback
Pada fase ini, penulis membawa hasil prototype dalam bentuk high
fidelity kepada orang-orang, terutama kepada user yang sudah
ditargetkan. Pada fase inilah penulis mendapatkan feedback
mengenai UI/UX yang diberikan sudah tepat atau tidak, sehingga
dari feedback didapat, penulis dapat mengembangkan lagi desain
tersebut.
5. Iteration
Setelah mendapatkan feedback dari user, penulis mendapatkan
informasi baru untuk mengembangkan desain yang sudah dibuat.
Fase ini merupakan fase penyempurnaan hasil desain. Dalam fase
83
ini, penulis dapat mengulang kembali fase User Feedback hingga
solusi yang ditawarkan dapat siap digunakan oleh user.
6. Implementation
Setelah penulis telah mendapatkan solusi dan desain yang tepat,
penulis akan menyebarkan hasil tersebut kepada orang banyak. Di
sini, aplikasi secara final sudah dapat digunakan. Namun, dalam
pembuatan aplikasi, penulis akan terus melakukan pembaharuan
yang akan dimulai lagi dari tahap awal hingga mendapatkan solusi
atau pun desain baru yang lebih tepat sasaran.
3.2.1. Observation
Tahap observation merupakan tahapan pencarian data-data yang
dibutuhkan dalam perancangan. Tahapan observation ini telah dilakukan
pada bagian 3.1 dengan menggunakan pencarian data secara mixed
method, yaitu dengan kualitatif dan kuantitatif. Selain itu, terdapat
pencarian data dengan menggunakan studi eksisting terhadap aplikasi
terdahulu dengan cara menganalisis dengan teknik SWOT dan dengan
menggunakan analisis dari prinsip user interface, user experience, dan
usability.
Dari hasil analisis itu didapatkan bahwa, sebelumnya aplikasi
SUPER (Sukabumi Participatory Responder) hanya memiliki dua fungsi
utama, yaitu sebagai wadah masyarakat dalam melapor dan meminta
bantuan di dalam keadaan darurat. Hal ini yang membuat aplikasi masih
84
memiliki beberapa kendala, seperti kurang bersifat dua arah, karena
sistemnya yang masih kurang bersifat komunikatif dalam menanggapi
laporan. Lalu, aplikasi ini masih terbilang kurang efektif jika digunakan di
dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat di Kota Sukabumi,
dikarenakan hanya terdapat dua fungsi, yaitu melapor dan siaga darurat,
yang memang secara intensitas warga jarang melakukannya (hasil dari
survei pada bagian 3.1.1). Tidak hanya hal itu, dalam segi user interface
masih terkesan kurang baik, mulai dari visual yang monoton, karena hanya
menggunakan warna cenderung biru dan berwarna pucat, bentuk icon yang
terlalu kaku, karena berbentuk kotak dan bersiku tajam, penggunaan warna
sebagai emphasis dan bentuk button yang masih kurang jelas dan sesuai
dengan fungsinya, karena pada tampilan aplikasi, fungsi siaga darurat
lebih menarik mata pengguna dibandingkan dengan fungsi utamanya,
yaitu sebagai media pelaporan.
Namun, dari beberapa kekurangan tersebut, terdapat beberapa hal
yang tetap dipertahankan di dalam perancangan baru ini, mulai dari
penggunaan logo, dikarenakan aplikasi SUPER telah berjalan selama 2
tahun, sehingga warga jauh lebih mengenal atau sudah mengetahui tentang
keberadaan dari aplikasi ini. Selain logo, terdapat penerapan fungsi lapor
dan bantuan darurat, hal ini agar aplikasi yang ingin dirancang ulang
masih memiliki misi yang serupa dengan aplikasi sebelumnya.
85
3.2.2. Ideation
Terdapat beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu pembuatan
mind map, penyusunan moodboard, mengelompokkan dua stakeholder
yang akan menggunakan aplikasi dengan menggunakan persona yang
diperdalam dengan menggunakan empathy map dan journey map. Setelah
itu, perancangan user experience dari aplikasi pun dimulai dengan
merancang information architecture, flowchart, dan ecosystem map.
3.2.2.1. Mind Map
Dalam perancangan, penulis melakukan brainstorming dengan cara
membuat mind map mengenai Kota Sukabumi. Dari mind map tersebut,
penulis menjabarkan mengenai infrastruktur yang ada, ciri khas dari Kota
Sukabumi, logo yang digunakan, hingga arti dari nama Sukabumi sendiri.
Penyusunan mind map ini bertujuan untuk mendapatkan keywords yang
akan digunakan sebagai acuan dalam merancang aplikasi dari segi konten
hingga visual. Dari hasil mind map tersebut, didapatkan tiga kata kunci
yaitu friendly, connective, dan collective.
86
Gambar 3.13. Mind map Kota Sukabumi
Ketiga kata kunci yang telah didapat digunakan untuk menentukan
big idea dan konsep dalam perancangan aplikasi ini. Big idea dalam
perancangan ini adalah Share it, Solved it. Sesuai dengan big idea yang
telah ditentukan, aplikasi ini memiliki tujuan mempertemukan masyarakat
dengan pemerintah kota dalam memberikan aspirasi serta melaporkan
masalah. Pertemuan ini sebagai bentuk nyata partisipasi dan kontribusi
dalam melaporkan masalah infrastruktur yang terjadi kepada pemerintah
secara real-time. Dalam aplikasi ini, masyarakat tidak hanya sebagai
instrumen utama pelaporan, melainkan masyarakat sendiri bisa
mendapatkan informasi-informasi yang mereka butuhkan mengenai Kota
Sukabumi. Di dalam aplikasi ini diharapkan terdapat timbal-balik yang
menguntungkan antar pemerintah dengan masyarakatnya dalam
87
membangun kota Sukabumi kedepannya. Selain itu, segala permasalahan
yang telah dilaporkan tersebut dapat selesai dan terpecahkan dengan baik.
Konsep yang ingin diangkat dalam aplikasi ini adalah merancang
ulang aplikasi yang memiliki tujuan, yaitu berfokus dalam memberikan
koneksi dan interaksi antara pemerintah kota dengan masyarakatnya dan
juga antara warga dengan masyarakat lainnya. Aplikasi akan menyediakan
wadah bertukar pendapat dalam bentuk forum yang dapat diakses oleh
pengguna yang sudah melakukan registrasi sebelumnya. Registrasi
menggunakan NIK dan nomor telepon agar aplikasi pemerintah menjadi
lebih kredibel dan aman digunakan. Secara visual, tampilan aplikasi akan
dirancang dengan menggunakan warna-warna yang lebih bervariatif dan
tidak monoton. Penambahan ilustrasi pun dilakukan dalam menciptakan
sebuah identitas dari aplikasi milik Kota Sukabumi.
3.2.2.2. Moodboard
Dalam menyusun visual dalam aplikasi yang ingin dirancang, disusunlah
sebuah mood board yang akan digunakan dalam peracancangan, yaitu
sebagai panduan warna, ilustrasi, serta tipografi yang akan digunakan di
dalam aplikasi ini.
88
Gambar 3.14. Moodboard
Sesuai dengan moodboard, aplikasi ini ingin menggunakan tiga
warna turunan yang didapat dari logo aplikasi SUPER dan ditambah
dengan dua warna lainnya yang masih memiliki kesan tidak terlalu kontras
atau tajam di mata. Hal ini dipilih agar dari penggunaan warna tersebut,
aplikasi ini dapat menciptakan kesan lembut dan nyaman saat user
menggunakannya. Selain itu, pemilihan dari kelima warna tersebut
dikarenakan ingin mengangkat hal-hal yang identik dengan Kota
Sukabumi, mulai dari warna biru dan hijau yang menggambarkan warna
alam dan ditambah dengan menggunakan warna merah dan kuning yang
berasal dari logo Kota Sukabumi. Dengan ditambah warna ungu,
perpaduan warna-warni ini diangkat dari salah satu ciri khas Kota
Sukabumi, yaitu warna angkot (angkutan kota). Dari penggunaan kelima
warna yang beragam memiliki tujuan agar aplikasi ini tidak terkesan
monoton, melainkan dapat lebih meningkatkan daya tarik aplikasi dan
meningkatkan suasana hati dari user saat menggunakannya.
89
Penggunaan warna biru menjadi salah satu warna yang digunakan
secara dominan di dalam aplikasi. Hal ini dikarenakan secara psikologi,
warna biru merepresentasikan makna komunikatif, ketenangan dan
keramahan kepada user saat menggunakan aplikasi. Selain itu, didukung
dengan warna lainnya juga dapat menggambarkan kesan ramah agar visual
pada aplikasi tidak terkesan kaku dan kekinian.
Dalam pemilihan jenis tipografi yang digunakan di dalam aplikasi,
penulis menggunakan pemilihan jenis typefaces Lato. Penggunaan jenis
typefaces sans serif ini dengan jenis ketebalan yang berbeda-beda, yaitu
light, regular, black, dan bold. Penggunaan ketebalan ini digunakan
sebagai pembeda antara judul halaman dan isi halaman pada tampilan
aplikasi. Typefaces ini dipilih karena bentuk pada tulisan yang semi-
rounded. Hal inilah yang membuat typefaces ini memiliki kesan tidak
terlalu kaku dan serius, namun masih terlihat friendly dan kekinian. Alasan
yang lain adalah keterbacaan jenis typefaces ini juga nyaman dan baik
untuk dibaca karena kerning, tracking, dan leading pada typeface ini
tergolong sangat baik.
3.2.2.3. Persona
Dalam perancangan sebuah user experience yang baik agar sesuai dengan
target user, dibutuhkan sebuah mapping dengan cara menyusun dan
membuat persona dari target user. Menurut Cuello & Vittone (2013),
persona merupakan sebuah teknik yang dapat dilakukan dalam
menentukan karakteristik user yang akan menggunakan aplikasi.
90
Karakteristik tersebut dapat dianalisis untuk untuk dapat mengetahui
perasaan, perilaku dan cara berpikir setiap individu user (hlm. 62).
Terdapat dua persona dari user yang telah dibuat dengan latar belakang
berbeda. Pembuatan persona menggunakan data yang telah didapat
sebelumnya, yaitu melalui survei dan FGD (Focus Group Discussion).
Persona ini dibuat sebagai panduan dalam merancang user experience dari
target user yang akan menggunakan aplikasi ini.
Gambar 3.15. Persona Ojek Online
Gambar 3.16. Persona Wiraswasta
Terdapat dua persona dari user yang akan menggunakan dua fitur
utama di dalam aplikasi. Ujang merupakan seorang user yang bekerja
sebagai ojek online (ojol). Dalam persona ini, Ujang akan menjadi seorang
91
user yang akan menyampaikan keluhan atau memberikan laporan kepada
pemerintah dengan menggunakan fitur Lapor. Sedangkan Joni, merupakan
seorang user yang bekerja sebagai wiraswasta. Dalam persona ini, Joni
akan menggunakan fitur Pertolongan Darurat saat terjadi situasi yang
darurat atau harus diselesaikan secepatnya.
Agar lebih mengenal dengan target dan mendukung persona yang
telah dibuat, dibuatlah sebuah empathy map dari setiap dua persona yang
sudah ada sebelumnya. Empathy map berisi hal-hal yang berkaitan erat
dengan user di dalam persona, seperti hal yang biasa mereka pikirkan,
katakan, lakukan, rasakan, dan lihat dalam lingkup lingkungannya. Selain
itu, empathy map berisi kesulitan yang sering mereka temui hingga
pencapaian yang ingin mereka dapatkan kedepannya dengan adanya
aplikasi.
Gambar 3.17. Empathy Map Ojek Online
92
Gambar 3.18. Empathy Map Wiraswasta
Agar dapat lebih mengenal dengan target user dari aplikasi ini,
dibutuhkan sebuah pemetaan yang lebih rinci, yaitu dengan membuat
journey map. Journey map yang telah dibuat mengangkat dua skenario
utama, yaitu pembuatan laporan dan menggunakan bantuan darurat.
Fungsi dari journey map ini adalah untuk meningkatkan kemudahan dan
kecepatan dalam menggunakan aplikasi tersebut. Pembuatan journey map
juga bertujuan agar dapat mengetahui secara lebih rinci mengenai
behaviour dari user saat menggunakan atau berinteraksi dengan aplikasi.
Hal ini dilakukan agar pengalaman yang dirasakan oleh user saat
menggunakan aplikasi dapat lebih mudah dikenali dan dapat menemukan
atau mengidentifikasi kebutuhan hingga pain yang dialami oleh user saat
menggunakan aplikasi ini.
93
Gambar 3.19. Journey Map Ojek Online
Gambar 3.20. Journey Map Wiraswasta
Di dalam journey map Ujang, skenario yang dipilih adalah
melaporkan masalah infrastruktur yang ia temui saat bekerja. Di dalam
skenario ini, Ujang merupakan pengguna baru atau belum melakukan
registrasi sebelumnya. Oleh karena itu, tahapan yang akan Ujang lalui
adalah mulai dari ia menemukan masalah, mengunduh aplikasi, registrasi,
membuat laporan, hingga laporan yang telah dilaporkan selesai. Berbeda
dengan Ujang, di dalam journey map Joni, skenario yang ditentukan
94
adalah meminta pertolongan darurat. Pada kasus ini, Joni telah mengunduh
aplikasi ini sebelumnya, namun ia belum meregistrasikan akunnya. Pada
skenario ini, tahapan yang akan dilalui oleh Joni adalah saat ia
menemukan masalah darurat, menghubungi pihak yang dibutuhkan,
hingga masalah tersebut selesai ditangani.
3.2.2.4. Information Architecture
Penggunaan information architecture ini berkaitan dengan user
experience.Hal ini dikarenakan information architecture dapat membantu
dalam menyusun isi atau konten secara rinci yang ada di dalam aplikasi.
Information architecture disusun secara hierarki dan lebih sistematis
seperti sebuah bagan agar aplikasi dapat dengan mudah digunakan oleh
user.
Gambar 3.21. Information Architecture
Berdasarkan Information Architecture yang telah dibuat, aplikasi
diawali dengan homepage atau halaman utama pada aplikasi yang terpecah
menjadi dua bagian. Kedua bagian tersebut dibedakan berdasarkan isi
konten yang dapat diakses ketika user tidak registrasi akun terlebih dahulu
dan user yang telah registrasi atau memiliki akun pada aplikasi ini.
95
Sebelum user registrasi atau masuk ke dalam akun, hanya terdapat tiga
konten yang dapat terbuka, yaitu berita mengenai Kota Sukabumi, mulai
dari Warta Kota, info lalu lintas, perkiraan cuaca, dan info pembangunan
yang sedang dilakukan oleh pemerintah. Selanjutnya, terdapat Pertolongan
darurat yang dapat digunakan oleh user ketika membutuhkan nomor-
nomor darurat yang langsung diakses melalui fitur telepon bawaan dari
smartphone yang digunakan oleh user atau user harus menggunakan pulsa
dalam membuat panggilan. Konten ketiga yang dapat dibuka adalah Info
Kota yang berisi informasi-informasi seputar infrastruktur yang ada di
Kota Sukabumi. Konten-konten lainnya, seperti Lapor, Chat Admin, Sapa
Penduduk, Data Penduduk, Respon Penduduk, dan Survei, dapat terbuka
atau dapat digunakan jika user telah memiliki akun atau telah teregistrasi
pada aplikasi ini.
3.2.2.5. Flowchart
Dalam menyusun sebuah alur pemakaian dari setiap fitur yang ada di
dalam aplikasi, penulis merancang sebuah flowchart. Flowchart ini
merupakan penggambaran alur yang akan user lakukan saat sedang
menggunakan aplikasi ini. Sebuah aplikasi harus memberikan alur
penggunaan yang mudah agar user tidak kebingungan atau kesulitan saat
menggunakan aplikasi ini. Hal ini sangat berpengaruh terhadap
perancangan user experience yang baik untuk setiap penggunanya.
Flowchart dirancang dan disusun dengan menggunakan diagram, seperti
berikut:
96
Gambar 3.22. Flowchart
Dari flowchart yang telah dirancang, terdapat dua alur yang
bercabang, yaitu alur ketika user tidak registrasi dan alur ketika user ingin
registrasi terlebih dahulu. Dua cabang ini dibuat agar user dapat membuka
dan mengetahui isi dari aplikasi ini sebelum menggunakannya, hal ini
dikarenakan pengaruh dari setiap kebutuhan user yang berbeda-beda.
Untuk user yang hanya membutuhkan informasi-informasi seputar Kota
Sukabumi dan nomor bantuan darurat tidak perlu melakukan registrasi
terlebih dahulu, sedangkan user yang ingin ikut berpartisipasi dalam
melapor dan membutuhkan informasi-informasi yang lebih rinci harus
meregistrasikan akun nya terlebih dahulu. Hal ini berkaitan agar user
diberikan pilihan secara bebas tanpa adanya pemaksaan dalam
menggunakan aplikasi ini.
97
3.2.2.6. Ecosystem Map
Ecosystem map dirancang sebagai tujuan agar dapat lebih mengenal dan
mengetahui stakeholder yang ada di bagian depan maupun di belakang
yang akan ikut berpartisipasi atau berpengaruh di dalam perancangan
aplikasi ini. Perancangan dari ecosystem map ini dibutuhkan agar dapat
merinci keterlibatan dari antar stakeholder dan dapat mengetahui tentang
macam-macam hubungan serta hal yang dibutuhkan oleh setiap
stakeholder dari bagian yang terdekat dengan user hingga kebagian paling
jauh/luar. Berikut di bawah ini adalah hasil dari ecosystem map:
Gambar 3.23. Ecosystem Map
Dari hasil ecosystem map yang telah dibuat, dapat dilihat jika user
dapat berkomunikasi dengan setiap instansi/skpd melalui aplikasi yang
terhubung dengan provider untuk dapat diteruskan ke pihak diskominfo.
Pada ecosystem map ini dapat dilihat jika diskominfo merupakan pusat
98
dari penyaluran informasi dan data yang ada. Dari diskominfo lah yang
akan menjadi penghubung ke semua instansi yang berkaitan kepada user.
3.2.3. Rapid Prototyping
Pada tahap ini, penulis telah memulai untuk merancang aplikasi yang ingin
dibuat berdasarkan dari hasil observation dan ideation sebelumnya. Dalam
tahapan ini, terdapat dua jenis prototyping yang akan dilakukan, yaitu
pembuatan low fidelity yang berisi sketsa dan wireframe, dilanjutkan ke
tahap high fidelity yang mulai merancang setiap komponen di dalam
aplikasi secara menyeluruh dan bersifat final.
3.2.3.1. Low Fidelity
Dalam perancangan desain aplikasi, seorang desainer harus memulai
perancangan dengan membuat gambaran sketsa tampilan aplikasi terlebih
dahulu. Gambaran sketsa ini dilakukan untuk menentukan tata letak atau
tampilan awal dari setiap halaman yang ingin dirancang. Hasil dari sketsa
ini bertujuan agar dapat dievaluasi, sehingga dapat mengembangkan
desain tampilan aplikasi menjadi lebih baik dan lebih sesuai dengan target
user.
99
Gambar 3.24. Sketsa digital
Setelah gambar sketsa dibuat, terdapat beberapa hasil evaluasi
sehingga terjadi beberapa perubahan dari tampilan yang telah digambar
sebelumnya. Tampilan baru yang merupakan hasil dari evaluasi
sebelumnya dirancang secara langsung dalam bentuk wireframe dengan
menggunakan software Adobe Illustrator. Bentuk dari wireframe ini
dirancang bertujuan agar dapat mengetahui secara nyata dari ukuran
bentuk serta tulisan yang sesuai di dalam aplikasi. Selain itu bertujuan agar
tampilan yang telah digambar sebelumnya dapat tersusun dengan rapi dan
jelas dibandingkan dari gambaran sketsa sebelumnya. Berikut di bawah ini
adalah hasil wireframe dari beberapa tampilan aplikasi.
100
Gambar 3.25. Wireframe
Dalam perancangan low fidelity, penggunaan grid sudah mulai
diterapkan. Kegunaan dari grid itu sendiri adalah agar tata letak dari setiap
komponen yang di dalam aplikasi lebih rapi dan konsisten di setiap
tampilan halamannya. Grid yang digunakan dalam aplikasi ini adalah
responsive column grid. Jenis grid ini digunakan dikarenakan tampilan
pada aplikasi terbatas dan dapat memanjang ke bawah. Dalam aplikasi ini
menggunakan 12 column grid dikarenakan grid ini merupakan salah satu
grid yang sudah banyak digunakan di setiap aplikasi pada smartphone.
Selain itu, dengan menggunakan 12 column grid, penataan pada tampilan
dapat menjadi lebih beragam dan rapi.
101
Gambar 3.26. Grid dalam tampilan aplikasi
3.2.3.2. High fidelity
Setelah membuat sketsa dan low fidelity aplikasi, perancangan masuk ke
tahap selanjutnya, yaitu merancang high fidelity. Setiap aset yang ada pada
aplikasi, seperti icon dan button, dibuat dengan menggunakan software
Adobe Illustrator, sedangkan untuk aset gambar ilustrasi, dibuat
menggunakan aplikasi yang bernama Procreate. Agar hasil dari high
fidelity yang telah selesai didesain dapat digunakan oleh user, masuklah ke
dalam tahap prototyping, yaitu membuat menjadi lebih interaktif agar
dapat digunakan oleh user. Proses dari prototyping ini menggunakan
software yang bernama Protopie.
3.2.3.2.1. Konten Aplikasi
Dalam mendesain ulang aplikasi ini, terdapat penambahan konten dari
aplikasi SUPER sebelumnya, yaitu:
102
1. Warta Kota, yaitu konten aplikasi yang berisi berita mengenai Kota
Sukabumi. Di dalam Warta Kota, user dapat menemukan berita-
berita seputar Kota Sukabumi melalui dua media kredibel yang
ada, yaitu Radar Sukabumi dan Sukabumi Update.
2. Info Kota, yaitu konten aplikasi yang berisi informasi-informasi
lokasi maupun kontak dari infrastruktur yang ada di Kota
Sukabumi.
3. Respon Penduduk, yaitu konten aplikasi yang dapat digunakan
dalam mencari/melihat laporan penduduk lain mengenai
infrastruktur yang ada di lingkungan sekitar.
4. Data Penduduk, yaitu konten aplikasi yang berisi data pribadi,
seperti data KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan layanan pendaftaran
data penduduk lainnya, seperti KTP, Akta Lahir, dan Kartu
Keluarga.
5. Sapa Penduduk, yaitu konten aplikasi yang berisi sebuah forum
yang dapat digunakan pemerintah kota untuk bercengkrama atau
bertukar pendapat dengan masyarakat di Kota Sukabumi.
6. Survei, yaitu konten aplikasi yang menempatkan survei-survei dari
pemerintah yang dapat diakses oleh user secara online.
7. Chat Bantuan, yaitu konten aplikasi yang dapat digunakan untuk
berkomunikasi dengan setiap instansi pemerintah. Dengan ada nya
chat ini, user dapat melaporkan kendala atau menanyakan
103
informasi secara personal atau bukan masalah yang dirasakan
secara publik kepada instansi tersebut.
Terdapat dua fitur utama yang sudah ada di dalam aplikasi
sebelumnya yang tetap ada di dalam aplikasi ini, yaitu fitur lapor dan
darurat. Untuk fitur lapor, user dapat melaporkan permasalahan mengenai
fasilitas publik/infrastruktur yang ada dengan melampirkan foto/video
dalam laporan. Setelah itu user dapat memilih kategori masalah yang
dilaporkan dan menuliskan deskripsi mengenai masalah tersebut. Ketika
user telah melaporkan laporan tersebut, maka progres laporan tersebut
dapat dilihat pada menu LaporanKu. Untuk fitur darurat, user dapat
menggunakannya meskipun belum memiliki akun. Namun, terdapat
perbedaan, jika user menggunakan fitur darurat sebelum memiliki akun,
maka user menelpon instansi dengan menggunakan fitur telepon bawaan
dari smartphone, sedangkan jika user telah masuk akun terlebih dahulu,
maka secara otomatis dapat meminta langsung bantuan tersebut, dapat
menelpon dengan menggunakan aplikasi, dan dapat melacak keberadaan
dari pihak bantuan tersebut dengan mudah.
3.2.3.2.2. Icon and Button
Media informasi yang digunakan di dalam aplikasi untuk dapat
mengarahkan user kepada tujuannya saat menggunakan aplikasi ini adalah
icon dan button. Perancangan icon di dalam aplikasi ini pun tidak terlepas
dari bentuk-bentuk asli yang ada di lingkungan sekitar. Hal ini dilakukan
104
agar user dapat langsung dengan mudah mengenali bentuk dan fungsi dari
icon tersebut.
Gambar 3.27. Proses penyederhanaan pada icon
Icon dan button dirancang dan dibuat dengan cara
menyederhanakan bentuk asli menjadi bentuk yang lebih sederhana namun
tetap dapat dengan mudah dikenali oleh user. Icon dan button dirancang
dengan bentuk sedikit melengkung atau tumpul yang bertujuan agar icon
dan button terkesan lebih ramah dan tidak terkesan kaku. Pada button,
penggunaan warna didominasi dengan warna hijau, yang berhubungan
dengan arti setuju dan situasi sukses, dan warna merah yang cenderung
bersifat tidak setuju.
Gambar 3.28. Tampilan beberapa icon dan button
105
Icon juga digunakan di dalam pertolongan darurat. Penggunaan
icon tertera pada icon api yang menyimbolkan dari masalah yang
disebabkan oleh api, yaitu kebakaran. Penggunaan warna pada fungsi
menggunakan warna merah yang mendeskripsikan panas. Terdapat juga
icon rumah sakit yang berbentuk tambah dengan penggunaan warna biru
yang mendeskripsikan blue code atau kondisi darurat di rumah sakit.
Untuk bantuan yang menangani kejahatan/kriminal menggunakan icon
yang berbentuk borgol yang identik dengan alat penangkap penjahat.
Warna ungu digunakan dalam icon tersebut dikarenakan menyimbolkan
kekejaman atau kejahatan. Icon kecelakaan lalu lintas berbentuk mobil
terbalik dengan kaca retak yang menggambarkan keadaan dari mobil yang
telah mengalami kecelakaan yang telah disederhanakan. Penggunaan
warna kuning pada icon ini ingin menyimbolkan arti hati-hati yang identik
dengan warna lampu lalu lintas. Untuk bantuan dalam bencana,
penggunaan icon seperti rumah yang rusak ingin menggambarkan keadaan
bencana yang biasa berefek pada kerusakan rumah. Penggunaan warna
hijau pada icon tersebut ingin menggambarkan bencana yang biasa
disebabkan oleh alam.
106
Gambar 3.29. Tampilan icon pada pertolongan darurat
Pada bagian pemberian penilaian dari hasil kinerja SKPD pada
aplikasi, penggunaan icon berupa ekspresi wajah pun digunakan.
Penggunaan icon ini dalam penilaian agar user dapat dengan mudah
menilai, hal ini dikarenakan penilaian tidak berdasarkan angka, melainkan
penggambaran yang sesuai dengan perasaan mereka setelah melihat hasil
dari kinerja tiap SKPD. Icon ekspresi wajah ini ingin mewakilkan
penilaian dari lima ekspresi berbeda, yaitu ekspresi menangis yang
menggambarkan rasa sangat kecewa, ekspresi sedih yang menggambarkan
rasa kecewa, ekspresi datar yang menggambarkan rasa netral (biasa saja),
ekspresi senyum yang menggambarkan rasa puas, dan ekspresi bahagia
yang menggambarkan rasa sangat puas.
Gambar 3.30. Tampilan icon pada penilaian kinerja
107
Terdapat icon baru yang disesuaikan dengan fungsi/konten yang
ditawarkan. Icon tersebut digunakan sebagai identitas dari fungsi yang
ada. Dalam pembuatan icon tersebut, terdapat proses perancangan dengan
cara mencari referensi yang berasal dari judul fungsi tersebut. Dari
referensi yang telah didapat, proses stilasi dari bentuk-bentuk asli yang ada
di lingkungan sekitar pun dibuat. Selain dengan stilasi, terdapat juga
penggabungan dari tiap bentuk yang disederhanakan, sehingga dapat
menjadi icon baru yang digunakan pada aplikasi. Berikut di bawah ini
adalah hasil stilasi dan penggabungan pada icon fungsi baru.
Gambar 3.31. Proses penyederhanaan icon pada Warta Kota dan Survei
108
Gambar 3.32. Proses penyederhanaan dan penggabungan icon fungsi baru
Untuk icon Warta Kota dibentuk seperti koran yang identik dengan
berita, untuk icon Info Kota dibentuk dengan menggunakan peta Kota
Sukabumi dan dikombinasi dengan kaca pembesar yang identik dengan
mencari informasi. Icon respon penduduk dibentuk seperti perkumpulan
orang yang sedang berdiskusi karena fitur tersebut berisi hasil respon atau
laporan warga mengenai masalah infrastruktur yang ada di Kota
Sukabumi. Icon Data Penduduk dibentuk dengan sidik jari yang identik
dengan data diri dan bentuk centang yang melambangkan data yang telah
terverifikasi. Untuk icon Sapa Penduduk menggunakan bentuk bentuk
tangan yang sedang melambai dengan garis lengkung yang identik dengan
menyapa dengan ramah serta lingkaran yang merepresentasikan bentuk
orang yang dikombinasikan dengan jari pada tangan. Yang terakhir, icon
pada konten Survei dibuat serupa dengan bentuk kertas survei dengan tiga
pilihannya.
109
Gambar 3.33. Tampilan icon pada konten
3.2.3.2.3. Ilustrasi
Terdapat beberapa aset visual yang digunakan sebagai media pendukung
sebagai penjelas mengenai keterangan/ informasi yang diberikan hingga
digunakan untuk memberikan identitas Kota Sukabumi pada tampilan
aplikasi tersebut. Aset-aset visual tersebut dibuat dalam bentuk ilustrasi
secara digital. Berikut adalah ilustrasi yang ada di dalam aplikasi:
1. Tampilan awal
Terdapat tampilan ilustrasi pada tampilan awal, tepatnya ketika
user ingin memilih untuk masuk akun, registrasi, atau tidak.
Sebagai tampilan awal, identitas dari Kota Sukabumi wajib
ditampilkan sebagai penanda bahwa aplikasi ini merupakan
aplikasi milik Kota Sukabumi. Konsep yang ingin dibuat dalam
tampilan ini adalah pemandangan dari keseluruhan Kota Sukabumi
dengan bangunan khasnya yang dilihat dari jauh.
Gambar 3.34. Contoh penyederhanaan bangunan Masjid Agung
Visual tersebut berbentuk ilustrasi siluet dari bangunan
khas yang ada di Kota Sukabumi, yaitu gedung balai kota, Tugu
110
KusukabumiKu, Masjid Agung, Tugu Adipura, dan Gerbang Alun-
Alun yang disederhanakan. Siluet dari bangunan-bangunan
tersebut dipadukan dengan langit cerah, gunung dan rumput yang
mencerminkan alam. Hal ini dikarenakan Kota Sukabumi berada di
lereng kaki Gunung Gede yang masih identik dengan
pemandangan alamnya yang cantik. Ilustrasi siluet yang diletakkan
pada bagian tengah tampilan ini juga digunakan sebagai pemisah
antar logo aplikasi dan button.
Gambar 3.35. Tampilan ilustrasi halaman awal
2. Tampilan perkenalan aplikasi
Dalam memperkenalkan fungsi atau kegunaan dari aplikasi,
penulis menambahkan ilustrasi sebagai penjelas dari keterangan
tulisan. Ilustrasi dirancang menggunakan referensi dari
111
penggambaran asli gesture dari masyarakat dengan pemerintah itu
sendiri yang disederhanakan menjadi sebuah ilustrasi.
Gambar 3.36. Contoh penyederhanaan karakter warga dan pemerintah
Ilustrasi yang digunakan ingin menggambarkan warga
dengan pemerintah yang sedang berkomunikasi, warga dengan
warga lainnya yang juga dapat berkomunikasi, dan perkumpulan
warga yang sedang memberi kesan mengajak dalam bentuk
ilustrasi. Dua dari ilustrasi tersebut dikombinasikan dengan
ilustrasi smartphone yang mencerminkan kegiatan tersebut dapat
berlangsung hanya dengan melalui perangkat smartphone saja.
Penggambaran dari ilustrasi ingin menjabarkan secara gambaran
umum mengenai macam-macam hal yang dapat di lakukan di
dalam aplikasi ini.
112
Gambar 3.37. Tampilan ilustrasi halaman pengenalan
3. Tampilan kategori fasilitas
Untuk memberikan identitas pada kategori fasilitas, di dalam
tampilan pada konten Info Kota terdapat penambahan ilustrasi
identitas kota, yaitu gedung balai kota dan bus wisata di Kota
Sukabumi. Ilustrasi yang digunakan pun berasal dari bentuk asli
yang disederhanakan menjadi sebuah flat illustration.
Gambar 3.38. Contoh penyederhanaan bentuk bus wisata
Pada ilustrasi tempat ibadah, ilustrasi yang digunakan
adalah dengan menggabungkan simbol dari keenam agama resmi
yang ada di Indonesia. Untuk kategori yang lain, ilustrasi
digunakan sesuai dengan isi kontennya dan bertujuan sebagai
penjelas dari keterangan tersebut.
113
Gambar 3.39. Tampilan ilustrasi pada bagian kategori fasilitas
4. Tampilan verifikasi identitas
Pada tampilan pop-up verifikasi identitas atau KTP (Kartu Tanda
Penduduk) terdapat sebuah ilustrasi berbentuk tangan yang sedang
memegang KTP. Ilustrasi yang dibuat ini pun terinspirasi dari
gesture asli saat seseorang memegang KTP. Selain sebagai media
pendukung dari keterangan yang ada, ilustrasi ini juga ingin
menggambarkan ajakan kepada user untuk mempersiapkan KTP
saat mereka ingin segera melakukan proses verifikasi tersebut.
114
Gambar 3.40. Contoh penyederhanaan memegang KTP
5. Tampilan kategori infrastruktur
Agar user lebih mengenal mengenai kategori yang ingin
dilaporkan, penggunaan ilustrasi pun digunakan agar user tidak
kebingungan dengan pilihan kategori yang disediakan dan yang
ingin dipilih. Hal ini juga untuk memberikan kemudahan dan
mengurangi kesalahan user dalam memilih satu dari banyaknya
kategori laporan yang tersedia.
Gambar 3.41. Contoh penyederhanaan bentuk PJU
Ilustrasi yang digunakan dibuat sesuai dengan bentuk asli
yang disederhanakan agar user lebih merasa akrab dengan
infrastruktur yang ada di sekitar mereka. Warna yang digunakan
115
sesuai dengan mood board yang telah ditentukan sebelumnya
dengan memainkan value dari warna tersebut.
Gambar 3.42. Tampilan ilustrasi pada bagian kategori jenis laporan
3.2.3.2.4. Prototype
Semua aset visual yang telah dirancang dalam bentuk high fidelity pun
disusun ke dalam program prototyping bernama Protopie. Prototyping ini
dilakukan dengan tujuan agar hasil perancangan dari aplikasi ini dapat
digunakan oleh target user secara interaktif. Hal ini juga bertujuan agar
hasil rancangan yang telah diuji cobakan kepada target user mendapatkan
masukkan agar aplikasi ini dapat dikembangkan maupun diperbaiki
kedepannya agar user experience yang dirasakan oleh user semakin sesuai
dan baik saat menggunakan aplikasi ini. Berikut di bawah ini adalah
gambaran dari high fidelity prototyping.
116
Gambar 3.43. Tampilan high fidelity dari aplikasi
Di dalam proses prototyping, terdapat beberapa skenario yang
dapat dilakukan, yaitu registrasi akun, meminta pertolongan darurat,
membuat laporan, mencari berita, mencari informasi dari salah satu
infrastruktur yang ada di Kota Sukabumi, melihat respon laporan dari
penduduk lain, ikut berpartisipasi dalam memberikan pendapat pada forum
117
sapa penduduk, melakukan survei, chatting dengan salah satu admin PLN,
verifikasi KTP, dan mengisi data permohonan dalam membuat dokumen
resmi (e-KTP).