bab iii peran obesitas dalam patofisiologi dm

14
BAB 3 PERAN OBESITAS PADA PATOFISIOLOGI DIABETES MELITUS TIPE 2 3.1 Obesitas Abdominal sebagai Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2 3.1.1 Diabetes Melitus Diabetes melitus tipe 2 ini membentuk 90 - 95% dari semua kasus diabetes, dahulu disebut diabetes melitus non-dependen insulin atau diabetes onset dewasa. Diabetes ini meliputi individu yang memiliki resistensi insulin dan biasanya mengalami defisiensi insulin relatif atau kekurangan insulin pada awalnya dan sepanjang masa hidupnya, individu ini tidak membutuhkan pengobatan insulin untuk bertahan hidup. Ada banyak kemungkinan berbeda yang menyebabkan timbulnya diabetes ini. Walaupun etiologi spesifiknya tidak diketahui, tetapi pada diabetes tipe ini tidak terjadi destruksi sel beta. Kebanyakan pasien yang menderita diabetes melitus tipe ini mengalami obesitas, dan obesitas dapat menyebabkan beberapa derajat resistensi insulin 2 . 3.1.2 Faktor Resiko Faktor resiko diabetes melitus tipe 2 antara lain: riwayat keluarga menderita diabetes (orangtua atau saudara menderita diabetes melitus tipe 2), obesitas 15

Upload: fauzi-izzuddin-yasin

Post on 01-Dec-2015

315 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

obesitas dalam patofisiologi DM

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III Peran Obesitas Dalam Patofisiologi DM

BAB 3

PERAN OBESITAS PADA PATOFISIOLOGI

DIABETES MELITUS TIPE 2

3.1 Obesitas Abdominal sebagai Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2

3.1.1 Diabetes Melitus

Diabetes melitus tipe 2 ini membentuk 90 - 95% dari semua kasus diabetes,

dahulu disebut diabetes melitus non-dependen insulin atau diabetes onset dewasa.

Diabetes ini meliputi individu yang memiliki resistensi insulin dan biasanya

mengalami defisiensi insulin relatif atau kekurangan insulin pada awalnya dan

sepanjang masa hidupnya, individu ini tidak membutuhkan pengobatan insulin

untuk bertahan hidup. Ada banyak kemungkinan berbeda yang menyebabkan

timbulnya diabetes ini. Walaupun etiologi spesifiknya tidak diketahui, tetapi pada

diabetes tipe ini tidak terjadi destruksi sel beta. Kebanyakan pasien yang

menderita diabetes melitus tipe ini mengalami obesitas, dan obesitas dapat

menyebabkan beberapa derajat resistensi insulin2.

3.1.2 Faktor Resiko

Faktor resiko diabetes melitus tipe 2 antara lain: riwayat keluarga menderita

diabetes (orangtua atau saudara menderita diabetes melitus tipe 2), obesitas (BMI

≥ 25 kg/m2), kurangnya kebiasaan aktivitas fisik, ras/etnik (Afrika-America,

Amerika Hispanik, Amerika asli, Asia-Amerika), sebelumnya diidentifikasi kadar

glukosa darah puasa terganggu atau toleransi glukosa terggangu (TGT), riwayat

diabetes melitus gestasional (DMG) atau bayi lahir > 4 kg, hipertensi (tekanan

darah ≥ 140/90 mmHg), HDL ≤ 35 mg/dl dan trigliserida ≥ 250 mg/dl, sindrom

ovarium polikistik atau akantosis nigracans dan riwayat penyakit vaskular15.

3.1.3 Hubungan Pembentukan Insulin dengan Proses Terjadinya Obesitas

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino,

dihasilkan sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan

15

Page 2: BAB III Peran Obesitas Dalam Patofisiologi DM

16

pada sel beta, insulin disintesis kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai

kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah16.

Insulin disintesis sebagai suatu prepohormon (berat molekul sekitar 11.500)

dan merupakan prototipe untuk peptida yang diproses dari molekul prekursor

yang lebih besar. Rangkaian “pemandu” yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam

amino mengarahkan molekul tersebut ke dalam sisterna retikulum endoplasma

dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan proinsulin dengan berat

molekul 9000 yang menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukkan

jembatan disulfida yang sempurna. Penyusunan proinsulin, yang dimulai dari

bagian terminal amino, adalah rantai B – peptida C penghubung – rantai A.

Molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptida tapak-spesifik

sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptida C dalam jumlah ekuimolar dan

disekresikan dari granul sekretorik pada sel beta pankreas17.

Glukosa merupakan kunci regulator sekresi insulin oleh sel beta pankreas,

walaupun asam amino, keton dan nutrien lainnya juga mempengaruhi sekresi

insulin. Kadar glukosa > 3,9 mmol/L (70 mg/dl) merangsang sintesis insulin.

Glukosa merangsang sekresi insulin dengan masuk ke dalam sel beta melalui

transporter glukosa GLUT 2. Selanjutnya di dalam sel, glukosa mengalami proses

fosforilasi oleh enzim glukokinase dan glikolisis yang akan membebaskan

molekul ATP15.

Molekul ATP yang terbebas tersebut, dibutuhkan untuk mengaktifkan

proses penutupan K channel yang terdapat pada membran sel. Terhambatnya

pengeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan depolarisasi membran sel, yang

diikuti kemudian oleh proses pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang

memungkinkan masuknya ion Ca sehingga meningkatkan kadar ion Ca intrasel,

suasana yang dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang

cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan. Aktivasi penutupan K channel

terjadi tidak hanya disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi

glukosa intrasel, tetapi juga dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk

obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut (biasanya tergolong obat

diabetes), bekerja mengaktivasi K channel tidak pada reseptor yang sama dengan

Page 3: BAB III Peran Obesitas Dalam Patofisiologi DM

17

glukosa, tapi pada reseptor tersendiri yang disebut sulphonilurea receptor (SUR),

yang juga terdapat pada membran sel beta seperti terlihat pada gambar 2.116

Gambar 3.1 Mekanisme sekresi insulin (Harrison’s Principle of Internal Medicine, 2005).

Kerja insulin dimulai ketika hormon tersebut terikat dengan sebuah

reseptor glikoprotein yang spesifik pada permukaan sel target. Reseptor insulin

terdiri dari dua heterodimer yang terdiri atas dua subunit yang diberi simbol α dan

β. Subunit α terletak pada ekstrasel dan merupakan sisi yang berikatan dengan

insulin. Subunit β merupakan protein transmembran yang melaksanakan fungsi

sekunder yang utama pada sebuah reseptor yaitu transduksi sinyal17.

Ikatan ligan menyebabkan autofosforilasi beberapa residu tirosin yang

terletak pada bagian sitoplasma subunit β dan kejadian ini akan memulai suatu

rangkaian peristiwa yang kompleks. Reseptor insulin memiliki aktivitas intrinsik

tirosin kinase dan berinteraksi dengan protein substrat reseptor insulin (IRS dan

Shc). Sejumlah protein penambat (docking protein) mengikat protein selular dan

memulai aktivitas metabolik insulin [GrB-2, SOS, SHP-2, p65, p110 dan

phosphatidylinositol 3 kinase (PI-3-kinase)]. Insulin meningkatkan transport

glukosa melalui lintasan PI-3-kinase dan Cbl yang berperan dalam translokasi

vesikel intraselular yang berisi transporter glukosa GLUT 4 pada membran

plasma. Aktivasi jalur sinyal reseptor insulin juga menginduksi sintesa glikogen,

protein, lipogenesis dan regulasi berbagai gen dalam perangsangan insulin seperti

yang ditunjukkan pada gambar 2.715.

Page 4: BAB III Peran Obesitas Dalam Patofisiologi DM

18

Gambar 3.2 Mekanisme kerja insulin (Harrison’s Principle of Internal Medicine, 2005)

3.1.4 Hubungan Obesitas dengan Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2

3.1.4.1 Hubungan Resistensi Insulin dengan Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2

Penurunan kemampuan insulin untuk beraksi pada jaringan target perifer

(terutama otot dan hati) merupakan ciri yang menonjol pada diabetes melitus tipe

2 dan merupakan kombinasi dari kerentanan genetik dan obesitas. Resistensi

insulin mengganggu penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif insulin dan

meningkatkan keluaran glukosa hepatik, keduanya menyebabkan hiperglikemia15.

Pada prinsipnya resistensi insulin dapat terjadi di tingkat reseptor insulin

atau di salah satu jalur sinyal pascareseptor. Pada diabetes melitus tipe 2 jarang

terjadi defek kualitatif dan kuantitatif pada reseptor insulin. Oleh karena itu,

resistensi insulin diperkirakan terutama berperan dalam pembentukan sinyal

pascareseptor21. Polimorfisme pada IRS-1 mungkin berhubungan dengan

intoleransi glukosa, meningkatkan kemungkinan bahwa polimorfisme dalam

berbagai molekul postreceptor dapat menyebabkan resistensi insulin. Patogenesis

resistensi insulin saat ini berfokus pada defek sinyal PI-3-kinase, yang

menurunkan translokasi GLUT 4 pada membran plasma, diantara kelainan

lainnya15.

Asam lemak bebas juga memberikan kontribusi pada patogenesis

diabetes melitus tipe 2. Asam lemak bebas menurunkan ambilan glukosa pada

Page 5: BAB III Peran Obesitas Dalam Patofisiologi DM

19

adiposit dan otot serta meningkatkan keluaran glukosa hepatik yang terkait

dengan resistensi insulin19.

3.1.4.2 Hubungan Gangguan Sekresi Insulin dengan Patofisiologi Diabetes

Melitus Tipe 2

Defek pada sekresi insulin bersifat samar dan secara kuantitatif kurang

berarti jika dibandingkan dengan yang terjadi pada diabetes melitus tipe 1. Pada

awal perjalanan penyakit diabetes melitus tipe 2, sekresi insulin tampaknya

normal dan kadar insulin plasma tidak berkurang. Namun pola sekresi insulin

yang berdenyut dan osilatif lenyap, dan fase pertama sekresi insulin (yang cepat)

yang dipicu oleh glukosa menurun.

Secara kolektif hal ini dan pengamatan lain mengisyaratkan adanya

gangguan sekresi insulin pada diabetes melitus tipe 2, dan bukan defisiensi sintesa

insulin. Namun pada perjalanan penyakit berikutnya, terjadi defisiensi absolut

yang ringan sampai sedang, yang lebih ringan dibanding diabetes melitus tipe 1.

Penyebab defisiensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 masih belum sepenuhnya

jelas. Berdasarkan data mengenai hewan percobaan dengan proses terjadinya

diabetes melitus tipe 2, diperkirakan mula-mula resistensi insulin menyebabkan

peningkatan kompensatorik massa sel beta dan produksi insulinnya. Pada mereka

yang memiliki kerentanan genetik terhadap diabetes melitus tipe 2, kompensasi

ini gagal. Pada perjalanan penyakit selanjutnya terjadi kehilangan 20 - 50% sel

beta, tetapi jumlah ini belum dapat menyebabkan kegagalan dalam sekresi insulin

yang dirangsang oleh glukosa. Namun, tampaknya terjadi gangguan dalam

pengenalan glukosa oleh sel beta. Dasar molekuler gangguan sekresi insulin yang

dirangsang oleh glukosa ini masih belum dipahami19.

Peningkatan asam lemak bebas (NEFA = non-esterified fatty acids) juga

mempengaruhi sel beta. Secara akut, NEFA menginduksi sekresi insulin setelah

makan, sedangkan pajanan kronik terhadap NEFA menyebabkan penurunan

sekresi insulin yang melibatkan lipotoksisitas yang menginduksi apoptosis sel

islet dan/atau menginduksi uncoupling protein-2 (UCP-2) yang menurunkan

membran potensial, sintesa ATP dan sekresi insulin18.

Page 6: BAB III Peran Obesitas Dalam Patofisiologi DM

20

Mekanisme lain kegagalan sel beta pada diabetes melitus tipe 2 dilaporkan

berkaitan dengan pengendapan amiloid di islet. Pada 90% pasien diabetes melitus

tipe 2 ditemukan endapan amiloid pada autopsi. Amilin, komponen utama amiloid

yang mengendap ini, secara normal dihasilkan oleh sel beta pankreas dan

disekresikan bersama dengan insulin sebagai respons terhadap pemberian glukosa.

Hiperinsulinemia yang disebabkan resistensi insulin pada fase awal diabetes

melitus tipe 2 menyebabkan peningkatan produksi amilin, yang kemudian

mengendap sebagai amiloid di islet. Amiloid yang mengelilingi sel beta mungkin

menyebabkan sel beta agak refrakter dalam menerima sinyal glukosa. Yang lebih

penting, amiloid bersifat toksik bagi sel beta sehingga mungkin berperan

menyebabkan kerusakan sel beta yang ditemukan pada kasus diabetes melitus tipe

2 tahap lanjut19.

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa jaringan lemak bukan tempat

penimbunan untuk trigliserida tetapi merupakan suatu jaringan endokrin aktif

yang dapat berkontribusi dengan otot dan hati. Efek adiposit terjadi melalui zat

perantara yang dikeluarkan oleh sel lemak. Molekul ini meliputi faktor nekrosis

tumor (TNF), asam lemak, leptin, dan suatu faktor baru yang disebut resistin.

TNF yang lebih dikenal karena efeknya pada peradangan dan imunitas, disintesis

di adiposit dan mengalami ekspresi yang berlebihan dalam sel lemak orang

dengan kegemukan1,5,8,12,23.

TNF menyebabkan resistensi insulin dengan mempengaruhi jalur-jalur

pasca reseptor. Leptin adalah suatu hormon adiposit yang menyebabkan obesitas

hebat dan resistensi insulin pada hewan pengerat yang tidak memiliki gennya.

Pengembalian leptin ke hewan ini mengurangi obesitas dan secara independen,

karena itu tidak seperti TNF leptin memperbaiki resistensi insulin. Resistin

dihasilkan oleh sel lemak, dan kadarnya meningkat pada model hewan pengerat

untuk obesitas. Penurunan kadar insulin meningkatkan kerja insulin dan

sebaliknya, pemberian resistin rekombinan meningkatkan resistensi insulin pada

hewan normal2,5,10.

Page 7: BAB III Peran Obesitas Dalam Patofisiologi DM

21

Polimorfisme pada peroxisome proliferator-activated receptor γ2 (PPAR-

γ2) memiliki dampak yang luas untuk terjadi obesitas dan resistensi insulin.

Sebagian kecil individu heterizigot pada varian PPAR- γ2 Pro12Ala kurang

menyebabkan kegemukan dan mengembangkan diabetes melitus daripada

sebagian besar populasi yang mengalami prohomozigot. Resistensi insulin yang

terjadi pada jaringan adiposa meningkatkan aktivitas hormone sensitive lipase

yang menyebabkan peningkatan asam lemak bebas dalam sirkulasi. Asam lemak

bebas yang tinggi menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada otot dan hati.

Pada awalnya pankreas mampu mengontrol kadar glukosa dengan overproduksi

insulin. Dengan demikian banyaknya individu yang obesitas yang tampaknya

glukosa darahnya normal memiliki sindrom yang ditandai dengan resistensi

insulin pada jaringan perifer dan konsentrasi insulin yang tinggi dalam sirkulasi.

Namun pada akhirnya kapasitas pankreas untuk memproduksi insulin menurun

dan menyebabkan tingginya kadar glukosa darah puasa dan turunnya toleransi

glukosa3,7.

Dalam sebuah penelitian kohort prospektif perempuan, 61% kasus yang

diperoleh dari diabetes tipe 2 dapat dikaitkan dengan kegemukan. Pada wanita

dengan BMI antara 23 dan 25 kg/m2 mempunyai resiko hampir tiga kali lipat

untuk mengalami diabetes melitus dibandingkan wanita dengan BMI di bawah 23

kg/m2. Hal ini dapat meningkatkan resiko sampai 20 kali pada wanita dengan BMI

>35 kg/m2 4,10.

Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi karena kombinasi dari resistensi

insulin dan sekresi fungsi insulin yang relatif berkurang dari sel beta pankreas.

Disfungsi sel beta pankreas merupakan faktor risiko terpenting untuk terjadinya

diabetes melitus tipe 2. Ketika resistensi insulin meningkat, produksi insulin oleh

sel beta pankreas juga meningkat tetapi apabila adaptasi ini gagal maka terjadilah

kondisi yang dinamakan diabetes melitus.

Pada beberapa studi, adiponektin yang rendah dan peningkatan kadar

adipositokin lainnya (misalnya leptin, TNF-a, IL-6) berhubungan dengan

peningkatan risiko diabetes melitus. Hal ini mungkin tidak hanya berkaitan

Page 8: BAB III Peran Obesitas Dalam Patofisiologi DM

22

dengan pengaruh terhadap sensitivitas insulin tetapi juga efek enzim tersebut

dalam pankreas yang menyebabkan kegagalan sel beta pankreas1,11,20.

Meskipun asam lemak bebas secara akut dapat meningkatkan sekresi

insulin, tetapi pada orang obesitas asam lemak bebas yang ada di plasma justru

menghambat terjadinya sekresi insulin. Dengan adanya oksidasi hiperglikemia,

asam lemak bebas dihambat hal ini dapat mengakibatkan akumulasi lemak rantai

panjang asil-coA. Rantai panjang fattyacyl-KoA dan asam lemak bebas dapat

membuka saluran kalium sel beta yang dapat mengurangi sekresi insulin. Asam

lemak bebas juga meningkatkan ekspresi protein yang tidak berpasangan, yang

akan mengurangi produksi ATP yang diperlukan untuk sekresi insulin. Selain itu,

asam lemak bebas dapat menginduksi apoptosis sel beta melalui respon stres

endoplasma dan dengan menghambat ekspresi faktor anti-apoptosis Bcl-221.

Ketika leptin memiliki efek menghambat sekresi insulin secara normal

oleh pankreas, maka telah disetujui bahwa resistensi leptin pada orang obesitas

terjadi di sel beta pankreas sehingga dapat menambah kejadian hiperinsulinemia.

Selain itu, efek leptin anti-apoptosis di sel beta dapat dikurangi dengan

memperthankan resistensi insulin. Efek anti-apoptosis pada leptin termasuk pada

penghambatan produksi oksida nitrat (NO) melalui pengurangan kandungan

trigliserida. NO bekerja menginduksi apoptosis melalui penipisan sediaan kalsium

dalam retikulum endoplasma (RE) dengan menekan respon stres yang

menginduksi ekspresi C/EBP protein3.

TNF-a menghambat glukosa yang diinduksi secara in vitro sekresi insulin

mungkin melalui NO sintesis, yang dapat menyebabkan kerusakan pada DNA

insulin (asam deoksiribonukleat) untai, 75 dan dapat meningkatkan apoptosis pada

sel melalui b-Bcl-2.76 insulin signaling dalam sel b-melalui b-sel reseptor insulin

itu sendiri sangat penting untuk fungsi sekresi insulin normal, dan TNF-a mampu

insulin signaling menghambat. Namun, apakah dalam fenomena vitro sangat

penting nyata untuk obesitas terkait mekanisme pada diabetes tipe 2 tidak jelas

karena plasma TNF-a tingkat lebih rendah dari tingkat yang diperlukan untuk

memperoleh efek di atas6.

Page 9: BAB III Peran Obesitas Dalam Patofisiologi DM

23

Gambar 3.3 FFA turnover in visceral and subcutaneous adipose tissues From: Arner P. Diabetes obesity and Metabolism 3 (s1) 11-19, 2001.