bab iii. protein
TRANSCRIPT
BAB III
PROTEIN
A. Pengertian Protein dan Asam Amino
Protein berasal dari kata Yunani protebos, yang artinya “yang pertama”
atau “yang penting”. Protein adalah senyawaan yang tersusun hanya dari beberapa
asam α-amino (protein sederhana), atau senyawaan yang tersusun selain dari
beberapa asam α-amino juga dari senyawaan bukan asam α-amino (protein
majemuk). Jadi, bila dihidrolisis, protein sederhana akan menghasilkan hanya
asam-asam α-amino, sedangkan protein majemuk akan menghasilkan asam α-
amino dan senyawa lain yang bukan asam α-amino. Protein termasuk senyawa
makromolekul yang monomer utamanya adalah asam α-amino. Banyak zat
penting terdiri seluruhnya atau sebahagian atas protein: hemoglobin, enzim,
hormon, virus, dan sebagainya.
Asam amino adalah senyawaan yang mempunyai gugus karboksil
(-COOH) dan gugus amino (-NH2). Dikenal beberapa jenis asam amino yakni
asam α-amino, asam β-amino, asam γ-amino, dan seterusnya, tergantung apa
gugus amino terikat pada atom Cα, Cβ, Cγ, dan seterusnya. Namun yang paling
penting adalah asam α-amino yang mempunyai konfigurasi L. Defenisi lai
menyebutkan asam amino merupakan turunan dari asam alkanoat yang
mengandung gugus amino dalam molekulnya. Semua asam amino merupakan zat
padat yang bersifat optik aktif, kecuali glisin yang merupakan asam amino paling
sederhana.
B. Jenis-jenis Asam Amino
Di alam terdapat kira-kira 300 jenis asam amino, tetapi yang menyusun
atau terdapat dalam protein kurang dari 10% dan mempunyai konfigurasi
L (L = levo yang berarti kiri) dimana gugus aminonya terletak di sebelah kiri.
Protein dari semua bentuk penghidupan (tumbuh-tumbuhan, hewan, dan
mikroorganisme) mengandung hanya ± 20 buah asam α-amino yang berlainan
45
tetapi jumlah jenis protein sangat banyak. Molekul protein terdiri atas ratusan
bahkan mungkin ribuan unit asam amino.
C. Klasifikasi Asam Amnio
I. Asam Amino Netral : Satu gugus karboksilSatu gugus amino
Asam amino Alifatik: Glycine Alanine Serine Theronine Valine Leucine Isoleucine
Asam amino Aromatik: phenylalanine Tyrosine
Asam amino Belerang: cysteine Cystine Methionine
Asam amino Heterosiklik: trypyophaneProlineHydroxyproline3- Hydroxyproline
II. Asam Amino Bersifat Basa : satu karboksildua amino
histidineargininelysineHydroxylysineCitrulline
III. Asam Amino Bersifat Asam: satu aminodua karboksil
asam aspartatasam glutamaytasam amino esensial
D. Mutu Protein
1. Kualitas protein. Nilai Gizi Protein
Kalau susunan asam-asam amino jumlah dan jenisnya di dalam
protein makanan sama dengan susunan yang diperlukan untuk sintesa
protein tubuh, maka semua asam amino protein makanan tersebut akan
dipergunakan, sehingga efisiensi penggunaannya 100%. Bila ada satu atau
46
lebih asam amino esensial mempunyai kuantum yang lebih rendah dari
ayng diperlukan untuk sintesa protein tubuh, maka hanya sebahagian saja
dari seluruh asam amino esensial makanan tersebut dapat dipergunakan,
sehingga efesiensi penggunaan protein makanan tersebut lebih rendah dari
100%. Jadi persentase penggunaan protein makanan ditentukan oleh ada
atau tidaknya semua jenis asam amino esensial di dalam makanan tersebut,
masing-masing dalam kwantum yang mencukupi kebutuhan untuk sintesa
protein tubuh.
Bila ada satu atau lebih asam amino esensial dalam protein makanan
kurang dari kebutuhan untuk sintesa protein tubuh, maka efisiensi
pemakaian protein makanan tersebut ditentukan oleh asam amino esensial
yang kwantumnya terendah dibandingkan dengan kwantum asam amino
yang bersangkutan di dalam PAP.
Asam amino esensial yang kwantumnya kurang dari 100%
dibandingkan dengan PAP, disebut asam amino pembatas (limiting amino
acid). Suatu protein makanan mungkin mempunyai satu asam amino
limiting, tetapi mungkin pula lebih, dengan jumlah maksimum 8 buah
untuk orang dewasa. Bila kadar asam amino esensial melebihi 100% ,
tidak akan berpengaruh atas efesiansi pemakaian protein tersebut. Bila satu
protein makanan mempunyai lebh dari satu asam amino pembatas,
diberikan nomor menurut tingkat persentasenya, mulai dengan pesentase
terendah, asam amino pembatas pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.
Persentase asam amino pembatas pertama iyulah yang disebut Skor
Kimia dari protein makanan tersebut, dan ini memberikan derajat efisiensi
pemakaian protein tersebut untuk sintesa protein tubuh. Skor kimia dapat
dipergunakan untik menilai kualtas protein makanan secara numerik
obyektif (quantitaive scoring). Protein makanan yang mempunyai skor
kimia tinggi, disebut protein kualitas tinggi, sedangkan yang nilai skor
kimianya rendah, disebut pula protein berkualitas rendah.
47
2. Parameter untuk Menilai Kualitas Protein.
Ada beberapa analisa parameter yang dapat digunakan untuk menilai
kualitas protein makanan secara numerikobjektif:
1) Skor Kimia atau Skor Protein (Chemical Score, Protein Score).
Parameter ini diberi definisi persentase kwantum asam amino
pembatas pertama, dibandingkan dengan kebutuhan tubuh, seperti
yang tercantum pada provisional amino acid pattern (PAP).
CS= kuantum asamamino pertamakuantumasamamino tersebut dalam PAP
×100
2) Protein Eficiency Ratio (PER).
Didifinisikan sebagai gram perubahan berat badan binatang percobaan,
untuk setiap gram protein makanan yang dikonsumsi, selama suatu
perioda percobaan tertentu (biasanya 3-4 minggu)
PER= gram perubahanberat badangram proteinmakanan yangdikonsumsi
Parameter ini ditentukan dengan percobaan biologik, mempergunakan
binatang percobaan. Biasanya menggunakan tikus putih laboratorium,
tetapi dapat pula anak ayam, dan binatang percobaan lainnya yang
masih sedang dalam umur pertumbuhan. Lama percobaan biasanya 3 –
4 minggu.
3) Net Protein Utilization (NPU).
NPU adalah persentase nitrogen makanan yang diretensi tubuh per
gram protein yang dikonsumsi.
NPU=gretensi proteinmakanan(N )g protein yangdikonsumsi
×100
Biasanya yang diukur bukan protein makanan, tetapi nitrogen.
NPU yang ditentukan dengan kondisi-kondisi standar standardized
NPU (NPUst), sedangkan yang ditentukan dalam kondisi yang meniru
kondisi di masyarakat (lapangan) yang mempergunakan bahan
48
makanan sumber protein tersebut, diberi nama operative NPU
(NPUop).
NPUst dipergunakan, untuk membandingkan nilai NPU sebagai
bahan makanan sumber protein yang ditentukan oleh berbagai peneliti
laboratorium, mempergunakan binatang percobaan yang sejenis.
Ditentukan dalam kondisi-kondisi standar karena banyak faktor yang
mempengaruhi hasil penentuan tersebut, sehingga bila kondisi
percobaan tidak sama, tidak dapat diperbandinkan hasilnya (not
comparable).
NPUop berguna untuk memeluhara kualitas sumber protein
tersebut seperti yang sesungguhnya di konsumsi di dalam masyarakat,
jadi nilainya tidak dapat dipakai untuk perbandingan dengan nilai pada
kondisi lain.
4)
NDpCal%= kaloridari proteinmakanankalori total yang dikonsumsi
×100
Nilai gizi (kualitas) protein makanan ternyata dipengaruhi pula
oleh kalori total yang dikonsumsi, karena protein merupakan juga
sumber kalori utama. Untuk menghubungkan kualitas protein dengan
jumlah kalori yang dihasilkannya, diusulkannlah parameter Net
Dietary Protein Calorie Precentaga ini. Parameter ini tidak terlalu
populer, sehingga di indonesia tidak banyak dipergunakan.
Masih ada parameter untuk menilai kualitas protein, yaitu nitrogen
balance. Metode ini sebenarnya dipergunakan untuk menentukan
kebutuhan tubuh akan protein. Di sini diukur jumlah protein (nitrogen)
yang diekskresikan tubuh dibandingkan dengan jumlahnya di dalam
makanan yang dikonsumsi. Bila yang diekskresikan kurang dari yang
dikonsumsi, maka berarti sebagian dari protein (nitrogen) makanan
tersebut diretensi oleh tubuh; dalam keadaan demikian dikatakan
bahwa terdapat keseimbangan protein (nitrogen) positif. Bila
sebaliknya yang terjadi, yaitu ekskresi protein (nitrogen) lebih besar
dari yang dikonsumsi, berarti sebagian dari protein yang diekskresikan
berasal dari bagian tubuh yang pecah, maka dalam kondisi demikian
49
disebut keseimbangan protein (nitrogen) negatif. Bila yang
diekskresikan sama dengan yang dikonsumsi, diberi nama kondisi
balance seimbang. Dalam kondisi terakhir ini kwantum protein yang
dikonsumsi itu tepat sama dengan yang dibutuhkan tubuh. Pada
seorang dewasa yang sehat, tingkat konsumsi proteinnya harus
memberikan keseimbangan protein, karena orang tersebut tidak
tumbuh lagi, jadi tidak memerlukan lagi penambahan atau retensi
protein; kebutuhan akan protein cukup mencapai keseimbangan karena
kuantum protein yang diperlukan hanya untuk mengganti protein sel
yang aus atau rusak terpakai.
Adapun parameter yang masih diperlukan untuk menilai parsial
kualitas protein makanan ialah:
DayaCerna (Dig ) (Digestibility )= N yangdicernaN makanan yangdikonsumsi
×100
NilaiBiologik (BV ) (Biological Value )= N yangdireteN yangdicerna
×100
Kedua parameter ini ditentukan dalam percobaan biologik, seperti
juga penentuan parameter PER dan NPU serta teknik keseimbangan
ntrogen.
Dengan memperhatikan berbagai definisinya dan perhitungan
matematika, maka dapat dicari hubungan antara NPU, Daya Cerna dan
BV sesuatu jenis protein makanan:
100×NPU=BV ×Dig
Di Indonesia, parameter yang biasa dipergunakan untuk menilai
kualitas protein bahan makanan ialah PER dan NPU, dan kadang-
kadang NDPCal%. Makanan yang diteliti secara rutin kualitas
proteinnya, ialah makanan bayi dan BALITA, khususnya susunya susu
bubuk dan campuran makanan bayi lainnya dalam bentuk tepung.
Contoh (sample) bahan makanan ini diambil dipasaran bebas secara
acak dan ditentukan PER dan NPUst: kadang-kadang dihitung NDPCal
% untuk melengkapkan data yang terdapat dilaboratorium. Tepung
bahan makanan bayi yang telahdisimpan lama mungkin mengalami
50
perubahan fisiko-kimiawi, sehingga nilai proteinnya menurun. Kita
ketahui bahwa anak-anak yang sedang tumbuh pesat, terutama bayi
dan BALITA, memerlukan bahan makanan sumber protein dengan
kwalitas protein lengkap (lihat halaman 60).
Daftar X memperlihatkan bahwa sumber protein hewani pada
umumnya mengundang protein berkualitas tinggi, yang disebut protein
lengkap (Protein sempurna); nilai-nilai parameter ialah Skor Kimia:
65-100; PER: 2.5-4.0 dan NPUst: 70-100.
Protein nabati pada umumnya berkualitas setengah lengkap atau
tidak lengkap. Yang setengah lengkap mempunyai nilai-nilai Skor
Protein: 40-65, PER: 1,0-2,4 dan NPUst: 40-69. Protein tak lengkap
menunjukkan nilai-nilai PER: kurang dari 1.0, Skor Kimia kurang dari
40, dan NPUst kurang dari 40.
Pada umumnya terdapat persesuaian antara nilai parameter-
parameter suatu sumber protein makanan tertentu. Bila PER rendah,
demikian pula Skor Kimia dan NPU-nya. Sebaliknya juga benar,
bahwa bila nilai NPU tinggi, akan terdapat nilai tinggi pula pada PER
dan Skor Kimianya. Namun ahrus diakui pula bahwa hal ini tidak
selalu benar, ada kalanya nilai berbagai parameter terdebut tidak
sejajar.
DAFTAR XBEBERAPA PARAMETER UNTUK MENILAI KUALIAS
PROTEIN BAHAN MAKANANBahan makanan Skor
KimiaPER NPUst BV Dig
SUMBER PROTEIN HEWANITelur (lengkap) 100 3.8 94 94 100Telur (putih) - - 89 96 93Daging sapi 71 3.2 76 76 99Hati 70 2.7 75 77 97Daging babi - 3.3 79 79 99Susu sapi 68 2.9 86 90 95
SUMBER PROTEIN NABATIBeras 44 1.9 70 75 96Jagung 28 1.2 49 60 94Terigu (tepung butir lengkap) 37 1.5 61 67 91Roti putih 28 1.0 42 45 91
51
Oat 46 2.2 61 66 93Kacang kedelai (tepung) 49 2.3 72 75 96Kacang tanah 24 1.9 54 56 96Kentang - 1.5 60 67 89Ubi jalar - 1.5 41 72 57Tahu - - 62 65 96Kacang mete 60 - 69 72 96Biji kelapa - - 61 71 86Yeast (ragi) 45 0.9 56 63 93
Dari: trop. Nurt & Dietetics; L Nichols; 3rd edition 1951
Dengan mempergunakan nilai-nilai parameter ini kita dapat
mengetahui secara objektif numerik kualitas protein sesuai sumber,
sehingga dapat memilih bahan makanan yang mana yang sesuai
disediakan untuk seseorang yang tumbuh (anak-anak dan BALITA, ibu
hamil dan ibu-ibu tang menyusukan), atau untuk memilih campuran
bahan-bahan yang akan memberikan efek suplementasi (lihat halaman
70).
Telah kita ketahui bahwa anak-anak yang sedang tumbuh dan para
anggota kelompok rentan gizi ainnya (lihat halaman 60) memerlukan
sumber protein yang mengandung kualitas protein lengkap, dan bahwa
protein berkualitas tidak lengkap tidak akan sanggup memberikan
kesehatan gizi yang dikehendaki ke pada siapapun.
Seorang dewasa sebenarnya cukup bila diberi protein kualitas
setengah lengkap, karena protein kualitas lengka umumnya akan lebih
mahal.
3. Meningkatkan kualitas protein
Telah kita ketahui bahwa kualitas protein suatu bahan makanan
ditentukan oleh asam-asam amino esensial yang menyusun protein
tersebut. Skor Kimia ditentukan oleh presentase pembatas pertama (first
limiting amino acid). Jadi dengan meningkatkan kadar asam amino
pembatas ini, kita dapat meningkatkan Skor Kimia, yang berarti pula
meningkatkan kualitas protein makanan tersebut. Kalau asa beberapa asam
amino pembatas, setelah kadar asam amino pembatas pertama dinaikkan
menjadi mencukupi (100 %),maka asam amino limiting keduaakan
52
menjadi asam amino pembatas pertama, dan bila ada yang kedua ini
ditingkatkan, maka asam amino pembatas ketiga yang menjadi asam
amino pembatas pertama, dan begitulah seterusnya. Maka idealnya
peningkatan kadar asm amino pembatas itu harus ditingkatkan kadanya
untuk semua, dari yang pembatas pertama sampai yang tinggi.
Untuk keperluan itu kita harus menganalisa protein makanan menjadi
masing-masing asam amino esensial dan diukur kadarnya, juga kita harus
mempunyai daftar PAP sebagai tolok ukur pembanding. Kadar asam
amino limiting harus ditambah dengan asam amino murni, sampai
mencapai kadar sesuai denagn dalam PAP.
Dalam prakteknya meningkatkan kadar asam amino limiting ini tidak
perlu dilakukan untuk semua asam amino limiting, dan juga tidak perlu
sampai mencapai Skor Kimia 100, karena sesuai dengan pembicaraan pada
halaman 66, kualitas protein sempurna cukup mempunyai skor kimia 65
atau lebih. Cara meningkatkan kualitas protein makanan dengan cara
meningkatkan asam amino limiting ini disebut suplementasi. Dalam
prakteknya teknik suplementasi ini dapat dilakukan denagn dua metode:
1) Suplentasi dengan menambahkan asam amino pertama yang
murni, dan
2) Suplementasi dengan cara mencampurkan dua atau lebih sumber
protein yang berbeda jenis asam amino pembatasnya.
Pada campuran pertama ditambahkan ialah asam amino pembatas
yang murni, dan meningkatkan nilai skor kimia sampai mencapai nilai
yang sesuai dengan kualitas protein lengkap. Bila terdapat asam amino
pembatas, maka setelah asam amino pembatas pertama dinaikkan
konsentrasinya, mungkin pula meningkatkan kadar asam amino pembatas
kedua dan seterusnya. Tetapi biasanya pada suplementasi dengan cara
pertama itu hanya diperlukan untuk meningkatkan satu asam amino
pembatas saja, yaitu pertama; asam amino pembatas yang lainnya tidak
terlalu rendah, sehingga sudah mencapai nilai skor kimia yang sesuai
dengan nilai kualitas protein lengkap (lihat halaman 67).
53
Pada cara kedua dicampurkan dua atau lebih bahan makanan sumber
protein yang mempunyai jenis asam amino pembatas pertama yang
berbeda. Maka asam amino pembatas yang kurang pada sumber protein
yang satu, ditingkatkan oleh kadar asam amino limiting tersebut yang
tersapat cukup dalam bahan makanan yang lain. Contoh yang baik sekali
bagi suplementasi dengan mencampurkan dua jenis bahan makanan ialah
campuran bubur kacang hijau dengan ketan hitam.bubur ini banyak dijual
di warung-warung kaki lima dikota-kota pulau jawa; yang sekarang mulai
menyebar pula dipulau-pulau lain.
Susunan hidangan rakyat di Indonesia banyak yang berdasarkan nasi
dan tempe atau tahu werta kacan-kacangan lainnya. Mungkin hal ini
berdasarkan pengalaman nenek moyang, yang menemukan bahwa
komposisi ini memberikan kesehatan yang memadai untuk biaya yang
terbatas.
Banyak komposisi makanan bayi yang berupa tepung, disusun dengan
dasar campuran serealia dengan kacang-kacangan. Pada serealia lysine
merupakan asam amino pembatas pertama, sedangkan pada kacang-
kacangan methionine yang menjadi asam amino pembatas pertama. Bila
kedua jenis bahan makanan terdebut dicampurkan, maka kadar lysine yang
rendah ditingkatkan oleh kacang, sedangkan kadar methonine yan kurang,
ditambah oleh serealia. Jadi untuk dapat membuat campuran yang salin
mensuplementasikan,perlu diketahui kadar asam amino esensial dari bahan
makanan yang saling dicampurkan tersebut. Pada dasarnya bahan makanan
nabati dan spesies yang sama akan mempunyai asam amino pembatas
yang sejenis. Jadi tidak benar untuk mencampurkan dua jenis makanan
dari spesies yang sama, dengan harapan dapat meningkatkan nilai kualitas
protein campuran yang terjadi. Yang dicampurkan harus dua jenis bahan
makanan dari dua spesies yang berbeda, misalnya kacang-kacangan
dengan serealia. Jadi mencampurkan beras dengan jagung tidak akan
menghasilkan efek saling suplementasi yang diharapkan.
Cara suplementasi yang mempergunakan asam amino murni
memerlukan ketelitian. Dalam menambahkan kwantum asam amino
54
limiting yang akan ditingkatkan kadarnya,kontrol yang teliti sangat
diperlukan. Hal ini tidak dapat dikerjakan oleh masyarakat umum, tetapi
harus dilaksanakan di pabrik dengan pengawasan kualitas (cuality
control). Penambahan asam amino limiting terlalu banyak atau terlalu
sedikit tidak akan memberikan efek suplementasi yang diharapakan,
karena akan timbul gejala ketidak seimbangan asam-asam amino
(imbalance of the amino acid mixture), yang memberikan gejala-gejala
merugikan.
Cara suplentasi yang kedua tidak memerlukan ketelitian, dan dapat
dikerjakan di dalam rumah tangga oleh rakyat umum. Pada cara yang
kedua ini, ketelitian tidak begitu diperlukan,karena yang dicampurkan
adalah asam amino seklaigus, sehingga kemungkinan terdapat konsentrasi
satu asam saja menjadi sangat kecil. Dan sebenarnya dengan menyusun
hidangan yang terdiri atas berbagai jenis bahan makanan, efek
suplementasi ni dengan tidak sadar sudah dikerjakan oleh masyarakat.
Tambahan pula dengan mencampurkan pula berbagai zat gizi yang kurang
terdapat didalam satu jenis makanan saja. Cara kedua ini biasanya dengan
mempergunakan bahan-bahan makanan yang elatif murah harganya,
sehingga terjangkau oleh daya beli masyarakat secara umum.
Cara suplementasi dengan asam amino limiting murni pernah
dikerjakan secara komersial di Indonesia, untuk meningkatkan kualitas
protein beras dengan menambahkan asam amino pembatas lysine. Lysine
dengan beberapa zat gizi lain kurang di dalam hidangan Indonesia, yang
berdasarkan bahan makanan pokok beras, dilarutkan di dalamgelatin yang
tidak larut air, kemudian dilapiskan pada bitir beras. Hasilnya yang terjadi
disebut “beras premix”.
E. Aspek Nutrisi
1. Penentuan protein dalam bahan makanan
Penentuan protein di dalam makanan sebaiknya, mengenai kualitas
maupun kuantitasnya. Kuantitas protein ditentukan melalui penentuan nitrogen
total (N), dengan metoda dekstruksi menurut Kjeldahl. Protein di dalam bahan
55
makanan didekstruksi secara oksidatif dengan pertolongan H2SO4 pekat, sambil
dipanaskan. Dalam proses ini protein didekstruksi total menjadi CO2 dan H2O, dan
nitrogen menjadi ammonium sulfat (NH4)2SO4.
Kemudian ammonia dilepaskan denagn menambahkan KOH atau NAOH
dan NH3 yang dilepaskan didistilasi dengan uap panas, ditangkap kedalam asam
borat dan didtitrasi dengan HCl dari buret. Dari jumlah HCl yang diperlukan dan
titer HCl tersebut, dapat dihitung nitrogen total yang dihasilkan pada destruksi
protein tersebut. Karena kadar nitrogen (N) rata-rata didalam protein adalah 16%,
maka protein yang menghasilkan a gram nitrogen adalah 100/16 x a gram atau
6,25 x a gram. Faktor 6.25 ini disebut faktor konversi nitrogen protein.
Tabel 3.1. Nilai Konversi Beberapa Bahan Makanan untuk Mengubah Total Nitrogen Menjadi Total Protein
Beras 5,95 Kacang tanah 5,46Tepung gandum 5,70 Kacang kedelai 5,71Gandum, bji utuh 5,83 Kelapa 5,30Cantel, bij utuh 5,83 Biji labu 5,40Kenari 5,18 Wijen 5,30mentega 6,38 Susu 5,38
Daftar Analisa makanan Bahan Makanan, Dep. Kes. RI, 1964
Tabel 3.2. Kadar Protein Beberapa Bahan Makanan
Bahan makanan Protein (g%) Bahan makanan Protein (g%)SUMBER PROTEIN HEWANI SUMBER PROTEIN NABATI
Daging 18,8 Kacang kedelai, kering
34,9
Hati 19,7 Kacang hijau 22,2Babat 17,6 Kacang tanah 25,3
Jeroan, iso 14,0 Beras 7,4Daging kelinci 16,6 Jagung, panen
lama9,2
Ikan segar 17,0 Terigu, tepung 8,9Kerang 16,4 Jampang 6,2
Udang segar 21,0 Kenari 15,0Ayam 18,2 Kelapa 3,4Telur 12,8 Daun singkong 6,8
Susu sapi 3,2 Sinkong, tapioca 1,1Daftar analisa bahan makanan, Dep. Kes. RI, 1964
56
Hasil penentuan protein dengan metode ini mengandung kesalahan
sistem, karena dianggap bahwa semua nitrogen didalam bahan makanan berasal
dari protein, sesuatu yang tidak benar. Sebanarnya total nitrogen ini jumlah
nitrogen dari protein dan ikatan-ikatan lain yang mengandung nitrogen, seperti
urea dan ikatan-ikatan amine.
Nitrogen yang berasal dari protein disebut protein nitrogen (PN),
sedangkan yang berasal dari ikatan lain yang mengandung nitrogen tetapi bukan
protein, disebut non-protein nitrogen (NPN). Kesalahan yang terkandung di dalam
cara menentukan protein berdasarkan penentuan nitrogen total ini tergantung dari
besarnya jumlah NPN. Pada beberapa bahan makanan nabati NPN ini dapat
mencapai kwantum yang signifikan. Karena itu pada penelitian kadar protein yang
lebih sensitif, dipergunakan cara – cara lain yang lebih peka. Dalam analisa bahan
makanan yang lebih teliti, dipergunakan faktor-faktor konversi lain untuk
berbagai jennis bahan makanan.
Kualitas protein bahan makanan ditentukan dengan nilai beberapa parameter
untuk menilai gizi protein.
F. Penyakit gizi yang berhubungan dengan protein
Ada dua jenis penyakit gizi yang bersangkutan dengan protein, (a)
berdasarkan defisiensi protein, dan (b) berdasarkan kelainan sintesa serta
metabolisme protein.
a. Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP, PCM, PEM)
Defisiensi protein hampir selalu, atau praktis selalu bergandengan dengan
defisiensi kalori. Asosiasi kedua penyakit ini dapat dipahami melalui berbagai
hubungan antara protein dan enersi (kalori).
Hubungan metabolisme terdapat antara anergi dan protein, yaitu bahwa
protein merupakan salah satu penghasil utama energi. Jadi bila energi kurang
cukup didalam hidangan, maka protein lebih banyak yang dikatabolisme menjadi
energi. Ini berarti semakin kurang protein tersedia untuk keperluan lain, termasuk
untuk sintesa protein tubuh.
Hubungan lain melalui bahan makanannya. Di Indonesia, baik energi
maupun protein sebagian besar diberikan oleh bahan makanan pokok; dalam hal
ini ialah beras. Beras memberikan 70-90% kalori maupun protein, jadi bila
57
konsumsi beras (nasi) tidak mencukupi, maka akan terjadi defisiensi energi
maupun protein.
Tetapi adakalanya defisiensi kalori terjadi secara ekstrim sehingga
penyakit menjadi gejala-gejala yang dapat dikatakan khusus karena kurang kalori.
Gambaran defisiensi kalori secara ekstrim disebut marasmus.
Sebaiknya dapat pula terjadi defisiensi protein secara ekstrim dengan
kalori yang relatif mencukupi. Dalam hal ini akan terjadi penyakit dengan
gambaran klinik yang disebut kwashiorkor.
Pada marasmus penderita sangat kurus, sesuai dengan sebutan tinggal
dan kulit. Berat badan penderita mencapai kurang 60% berat badan standar bagi
anak-anak sehat yang seumur. Di bawah kulit tidak terasa adanya lapisan lemak
(paniculus adiposus), bila kulit tersebut dijepit diantara jari sehingga membentuk
lapisan. Kulit tampak berlipat-lipat didaerah pantat seperti kain yang diwiro, atau
sepertinya kulit tersebut kedodoran terlalu lebar bagi tubuh yang kurus tersebut.
Lipatan –lipatan kulit terdapat pula dibagian muka, sehingga muka akan
menyerupai muka seorang tua yang sudah keriput (oldman’s face) atau
dipersamakan pula dengan muka anak monyet yang baru lahir (monkey’s face).
Pada penderita marasmus biasanya tidak ada pembesaran hati
(hepatomegalia) dan kadar lemak serta koleterol didalam darah menuru. Suhu
badan juga lebih rendah dari suhu anak-anak sehat, dan anak tergeletak (in-aktif)
tidak ada perhatian bagi keadaan sekitarnya.
Pada kwashiorkor gambaran klinik anak sangat berbeda. Berat badan
tidak terlalu lemah, bahkan dapat tertutup oleh adanya oedema, sehingga
penurunan berat badan ini relatif tidak terlalu jauh, tetapi bila pengobatan oedema
menghilang, maka berat badan yang rendah akan mulai menampakkan diri.
Biasanya berat badan tersebut tidak sampai dibawah 60% dari berat badan standar
bagi umur yang sesuai.
Penderita kwashiorkor tampak aphatis, tidak ada perhatian terhadap
keadaan sekitarnya, yang tampak pada ekspresi mukanya denagn mata yang redup
tak bersinar. Sering anak ini menangis dengan nada yang menjengkelkan, dan
tidak mau berhenti untuk waktu lama.
58
Rambut tampak halus dan jarang, dengan pigmen yang kurang, sehingga
tidak berwarna hitam legam tetapi pirang kemerahan, dan kilap rambut juga
hilang, sehingga menjadi kusam. Pada anak yang menderita dan sembuh berulang-
ulang, warna rambut ini dapat berseling hitam dan pirang, sehingga berwarna
belang seperti bendera (Amerika), sehingga disebut juga flag sign phenomena.
Rambut ini dapat dicabut tanpa tersa sakit oleh penderita. Bila akar rambut
diperiksa dibawa mikroskop akan tampak bonggol akar yang atrofik dan diameter
rambut juga lebih kecil dari yang sehat.
Kulit tampak kering (Xerosis) dan memberi kesan kasar dengan garis-
garis permukaan yang jelas tampak seperti mozaic (mozaic skin). Di daerah tunkai
dan sikut serta didaerah bokong terdapat daerah kulit yang menunjukka
hiperpigmentasi dan kulit dapat mengelupas dalam lembaran yang lebar,
meninggalkan dasar yang licin berwarna lebih putih mengkilap, memberi kesan
seperti kertas perkamen (kulit perkamen). Tampak daerah ini menunjukkan
kelainan yang disebut crazy pavement dermatosis.
Perut anak membuncit karena pembesaran hati (hepatomegalia), yang
dapat diraba pada palpasi. Pada pemeriksaan mikroskopik (anatomi pathologik),
terdapat perlemakan sel-sel hati. Di bawah kulit masih terdapat lapisan lemak,
yang terasa pada lipatan kulit di antara jari, bila dijepit dan ditarik. Adany oedema
dianggap khas bagi gambaran kwashiorkor. Kadar protein darah menurun,
terutama albumin.
Khusus yang terbanyak adalah campuran kedua gambaran klinik diatas,
disebabkan oleh kekurangan enersi dan protein sekaligus. Keadaan campuran ini
disebut marasmic kwashiorkor, dan inilah yang disebut KKP. Penderita
mempunyai berat badan di bawah berat standar untuk umurnya, tetapi mungkn
tidak terlalu jauh di bawah.
GOME mengadakan kualifikasi berat ringannya KKP berdasarkan berat
badan, dibandingkan dengan berat standar HARVARD (Hasil penelitian di
Amerika serikat oleh unuversitas Harvard)
PCMo (anak sehat) : berat badan 110-90 % standar Harvard
PCMI : berat badan 89-75 % standar Harvard
PCMII : berat badan 74-60 % standar Harvard
59
PCMIII : berat badan kurang dari 60 % standar Harvard
Batas-batas berat badan menurut kualifikasi GOMEZ ini terlalu tinggi
bagi anak-anak Indonesia, yang berat badannya rata-rata lebih ringan
dibandingkan dengan berat badan ana-anak amerika, yang menjadi dasar standar
Harvard tersebut. Krena itu batas-batas berat badan menurut Gonez ini
disesuaikan dengan kondisi anak-anak indonesia, sehingga mendapatkan
kualifikasi sebagai berikut:
KKPO0 (anak-anak) : Berat bada n 110-85 % standar Harvard
KKPI : bera badan 84-75 % standar Harvard
KKPII : Berat badan 74-60 % standar Harvard
KKPIII Berat badan kurang dari 60 % standar Harvard.
Tingkat KKPI dan KKPII disebut tingkat KKP sedang (ringan) dan
KKPIII disebut KKP berat. Kualifikasi ini terutama berguna bagi penilaian
kondisi kesehatan gizi anak-anak di lapangan (masyarakat). Berhasil tidaknnya
suatu action program di bidang perbaikan gizi sesuatu masyarakat dapat dilihat
pada pergeseran frekuensi brbagai tingkat KKP tersebut.
Pada marasmic kwashiorkor di klinik, gambaran penyakit dapat bergeser
ke arah marasmus maupun arah kwashiorkor.penyakit ini menyerang anak
BALITA, dengan puncak frekuensi pada kelompok umur 2-4 tahun. Biasanya
anak dibawa ke rumah sakit atau ke dokter dengan keluhan panas, mencret atau
kejang-kejang. Ha,pir tidak pernah ada orang tua anak penderita ini mengenal
penyakit ini sebagai suatu defisiensi gizi KKP. Para orang tua akan merasa malu
jika anaknya disebut kurang giziatau menderita kondisi gizi salah.
60
% GOMEZ
85
75
60
MARASMUSKWASHIORKOR
Marasmic kwashiorkor
Gizik kurang
Sehat
BAGAN 3PERGESERAN GAMBARAN KLINIK KKP
b. Penyakit penyerta.
Penderita penyakit KKP biasanya terserang pulapenyakit infeksi yang
berupa penyakit penyerta. Hal ini terjadi karena penyakit KKP me-nurunkan daya
tahan tubuh secara umum, sehingga menjadi lebih rentan terhadap serangan
berbagai penyakit infeksi. Penyakit-penyakit infeksi yang sering dijumpai pada
penderita KKP ialah:
a) Penyakit infeksi saluran pernafasan, terutama bagian atas,
b) Penyakit infeksi saluran pencernaan, dengan gejala mencret-mencret dan
c) Berbagai penyakit anak secara umum juga meningkat, baik dalam mobiditas
maupun dalam moralitas.
Karena serangan penyakit infeksi anak akan menderita demam (panas
badan), diarrhoea, dehydrasi, dan kadang-kadang juga kejang-kejang. Justru
gejala-gejala penyakit infeksi penyerta inilah yang sebenarnya
menyebabkan anak di bawa ke dokter atau ke rumah sakit.
c. Terapi
Yang perrtama harus ditanggulangi ialah gejala-gejala penyakit nfeksi
yang akut terlebih dahulu, seperti kejang-kejang, dehidrasi dan diarrhoea. Bila
61
gejala-gejala akut sudah mulai dikuasai, baru dilakukan terapi spesifik terhadap
infeksinya, sambil menanggulangi kondisi KKP-nya. Kalau perlu karena mencret-
mencret anak dipuasakan yang lamanya disesuaikan dengan keadaan mencretnya.
Pada saat ini anak hanya diberi minum the secara berangsur – angsur.
Realimentasi dilakukan dengan dengan makanan cair, yang mengandung
cukup kalori, vitamin dan protein serta komponen gizi lainnya. Konsentrasi zat-
zat dapat dimulai parsial, misalnya nulai dengan pengenceran ½ atau ¼ dan
secara bertingkat dinaikkan, sehingga konsentrasi penuh. Kalau sudah tahan
beberapa lama terhadap makanan cair konsentrasi penuh, maka dimulai diberikan
makanan-makanan setengah padat (bubur), dan baru kemudian sekali memakan
padat biasa. Komponen makanan harus tinggi kalori, tinggi protein dan cukup
vitamin serta mineral, dan dihidangkan dalam bentuk yang mudah dicerna. Dari
susunan makanan miskin residu, secara perlahan beralih ke makanan yang
mengandung cukup residu, agar memudahkan defaecasi.
Soal latihan :
1. Jelaskan pengertian protein dan asam amino
2. Sebutkan klasifikasi asam amino
3. Jelaskan cara meningkatkan mutu protein
4. Jelaskan beberapa penyakit gizi yang berhubungan dengan protein
5. Apa yang dimaksud dengan Protein Eficiency Ratio
62