bab iii tarekat qadariyyah wa naqsabandiyyah di cibeberrepository.uinbanten.ac.id/2974/5/bab...
TRANSCRIPT
32
BAB III
TAREKAT QADARIYYAH WA
NAQSABANDIYYAH
DI CIBEBER
A. Awal Mula Masuknya Tarekat Qadariyyah Wa
Naqsabandiyyah di Cibeber
Tarekat Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah yang terdapat di
Indonesia bukanlah hanya merupakan suatu penggabungan dari
dua tarekat yang berbeda yang di amalkan bersama-sama. Tarekat
ini lebih merupakan sebuah tarekat yang baru dan bediri sendiri,
yang di dalamnya unsur-unsur pilihan dari Qadiriyah dan juga
Naqsabndiyyah telah dipadukan menjadi sesuatu yang baru. Dari
segi ini, ia menyerupai tarekat gabungan yang ada sebelumnya
semacam tarekat Khalwatiyah-Yusuf. Tarekat Qadiriyyah Wa
Naqsabandiyyah mungkin sekali didirikan oleh tokoh asal
Indonesia, Ahmad Khatib ibn‟Abd Al-Ghaffar Sambas, yang
33
bermukim dan mengajar di Makkah pada pertengahan abad ke
XIX (Sembilan Belas).1
Ahmad Khatib sendiri tidak menulis sebuah kitab, akan
tetapi dari dua murid-muridnya menuliskan sebuah risalah pedek
berbahasa melayu, yang menjelaskan teknik-teknik dari tarekat
Qadariyyah Wa Naqsabandiyyah. Salah satunya Fath Al-„Arifin
yang dituliskan oleh Muhammad Ismai‟l ibn‟Abd Al-Rahim Al-
Bali yang dianggap oleh Semua Khalifah di masa itu sebagai
karya yang paling dapat dipertanggung jawabkan mengenai
tarekat. Kedua karya tersebut menguraikan tentang
baiat,dzikir,dan tehnik-tehnik serta peribadatan lain, baik dari
tarekat Qadiriyyah maupun Naqsabandiyyah yang kemudian
risalah itu diakhiri dengan silsilah Ahmad Khatib Sambas. Fath
Al‟Arifin memeberikan perhatian yang sama kepada unsur-unsur
Qadiriyyah dan Naqsabandiyyah,tetapi dalam peengalaman yang
sebenarnya di Indonesia, unsur unsur Qadiriyyah tampaknya
lebih domunan. Dominasi yang serupa ditunjukan pula dalam
silsilah, yang sama sekali tidak memuat anama-nama tokoh
1 Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyyah di Indonesia
(Bandung: Mizan,1992), P.89
34
Naqsabandiyyah yang sudah dikenal. Silsilah tersebut dimulai
dengan Allah SWT dan melaui malaikat Jibril samapai kepada
Nabi Muhammad SAW.
Awal mula tarekat Qadariyyah wa Naqsabandiyyah di
Indonesia tidak dapat dilepaskan dari tokoh Syekh Khatib Al-
Sambasi yang dianggap sebagai pendirinya. Syekh Khatib Al-
Sambasi berasal dari kampung dagang di daerah Sambas,
Kalimantan Barat. Syekh Khatib Al-Sambasi menetap di kota
suci Mekah sampai akhir hayatnya pada tahun 1875. Selama di
kota suci Mekkah Syekh Khatib Al-Sambasi banyak belajar
berbagai ilmu agama Islam, hingga dapat menjadi imam besar di
Masjidil Haram. Selama Syekh Khatib Al-Sambasi hidup di
Mekkah, Syekh Khatib Al-Sambasi mempunyai banyak murid
yang cukup terkenal. Terutama di daerah Banten, murid yang
terkenal di Banten ialah Syekh Abdul Karim disamping itu, dua
orang khalifah utama lainnya adalah Syaikh Thalhah dari Cirebon
dan Syaikh Ahmad Hasbullah dari Madura.2
2 Sri Mulyati,Peran Edukasi Tarekat Qadariyyah Wa Naqsabandiyyah
Dengan Refleksi Utama Suralaya, (Jakarta: kencana,2010).p.36
35
Anggota-anggota sebuah tarekat cenderung menekankan
bahwa ajaran dan amalan tarekat mereka tidak pernah berubah
dan berlanjut terus, yang mereka percayai sepanjang abad,
diturunkan tanpa perubahan dari sang guru kepada murid-
muridnya. Sebaliknya,mereka yang mempelajari tarekat dari luar
(orientasi, sejarahwan sosial dan antropolog) cenderung
menekankan adanya perubahan dan penyesuain terhadap keadaan
tempat dan iklim sosial serta intelektual zamanya. Mereka dapat
menunjukan bahwa amalan-amalan tertentu jelas-jelas dipinjam
dari amalan-amalan agama lain dan bahwa tarekat sebagai sebuah
institusi belum ada sebelum abad ke 8 H/14 M .Dalam pandangan
ini, tarekat merupakan suatu yang baru yang tidak pernah ada
dalam Islam yang asli.
Tarekat Qadiriyyah berasal dari ajaran-ajaran yang
diberikan Nabi Muhammad SAW kepada „Ali bin Abi Thalib,
sedangkan Naqsabandiyyah berasal dari ajaran-ajaran yang
disampaikan beliau kepada Abu Bakar Al-Shiddik.Rasulullah
SAW diriwayatkan telah mengajarkan teknik-teknik istik kepada
para sahabat sesuai dengan pembawaan karakter mereka,dan hal
36
ini dipercayai sebagai alas an utama mengapa sekarang ini
terdapat perbedaan-perbedaan diantara tarekat.
Satu dari perbedaan-perbedaan yang sangat mencolok
antara tarekat Qadiriyyah dan Naqsabandiyyah adalah dalam cara
mengucapkan dzikir,pada Qadiriyyah disuarakan keras dan
ekstatis, pada Naqsabandiyyah diucapkan dalam hati. Menurut
menjelasan beberapa guru Naqsabandiyyah hal itu adalah karena
„Ali bin Abi Thalib itu seorang periang, terbuka, serta suka
menantang orang kafir dengan mengucapkan kalimah Syahat
dengan suara keras. Sebaliknya, Abu Bakar Al-Shiddiq menerima
pelajaran spiritualnya pada malam hijrah, ketika ia dan
Rasulullah SAW sedang sembunyi di sebuah gua tak jauh dari
Makkah. Karena diseputar tempat itu banyak musuh, mereka
tidak dapat berbicara keras-keras, dan Rasulullah SAW
mengajarinya untuk berdzikir dalam hati.
Dzikir diam inilah,dan sikap-sikap spiritual dasar lainnya,
dipercayai oleh kaum Naqsabandiyyah telah diturunkan oleh Abu
Bakar Al-Shiddiq kepada murid-muridnya, dan akhirnya
dijadikan sebuah dengan kenyataan bahwa Baha‟ Al-Din dan
37
beberapa orang lainnya melakukan inovasi dalam tarekat itu dan
memperkenalkan teknik-teknik baru. Orang-orang
Naqsabandiyyah yakin bahwa inovasi tersebut semuanya
berdasarkan pada apa yang diajarkan oleh Abu Bakar Al- Shiddiq
dan oleh karena itu tidak terjadi perubahan yang mendasar.3
Hurgronje juga mengakui bahwa Ahmad Khatib Sambas
adalah ulama yang handal, unggul di dalam tiap-tiap cabang
pengetahuan Islam, walaupun Ahmad Khatib Sambas dikenal
secara baik di Indonesia sebagai guru dan pendiri tarekat
Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah. Tarekat ini adalah sarana dalam
penyebaran Islam di seluruh Indonesia dan dunia Melayu di
paruh kedua abad ke-19 M. kunci penyebaran ini adalah karya
Syekh Sambas Fath Al-„Arifin sebagaimana telah disebutkan di
atas, yang menjadi salah satu karya popular dan yang palinutama
untuk praktik sufi di dunia Melayu. Fath Al-„Arifin menjelaskan
unsur-unsur dasar doktrin sufi sebagai janji kesetiaan (baiat),
mengingat Tuhan (dzikir), kewaspadaan perenungan
(Muraqabah) dan rantai spiritual (sisilah) Tarekat Qadiriyyah Wa
3 Martin Van Bruinessen,Tarekat Naqsabandiyyah…p. 47-48
38
Naqsabandiyyah sebagai tarekat yang dikombinasikan, ia
memperoleh teknik spiritual utamanya dari keduanya, yaitu
tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah.4
Syekh Abdul Karim tiba di Banten pada tahun 1870,
setibanya di Banten Syekh Abdul Karim membangun sebuah
Pesantren yang sekaligus dijadikan sebagai pusat penyebaran
tarekat. Inilah awal mula ulama-ulama Banten berkumpul dan
bersatu, saling menyemangati dan bersatu melawan kolonial
Belanda. Dengan semangat jihad, semangat anti kafir, menjadi
penyemangat penggerak untuk melawan berbagai gerakan
pemberontakan bukan hanya ditunjukan kepada pemerintah
kolonial Belanda, melainkan juga kepada penguasa pribumi yang
dianggap kaki tangan pemerintah kolonial Belanda.5
Sangat sedikit yang kita ketahui mengenai latar belakang
dan kehidupan Ahmad Khatib Syambas, terlepas dari fakta bahwa
ia berasal dari sambas di Kalimantan Barat dan tinggal lama di
Mekkah, dan bahwa ia akhirnya wafat disana. Konon ia adalah
4 Sri Mulyati. Tasawuf Nusantara… P. 178-179 5 Sri Mulyati,Peran Edukasi Tarekat Qadariyyah Wa Naqsabandiyyah
Dengan Refleksi Utama Suralaya, (Jakarta: kencana,2010).p.37
39
murid kesayangan Syams Al-Din, dan telah dipilih penggantinya,
dapat dipastikan ia mempunyai banyak murid diantara orang-
orang Indonesia yang berkunjung dan bermukim di Mekkah dari
segenap penjuru Nusantara: dari Malaya, Sumatra, Jawa, Bali,
dan Lombok. Ia pun banyak mengangkat khalifah, tetapi setelah
ia wafat hanya seorang dari mereka ini yang diakui sebagai
pemimpin utama pemimpin tarekat. Ia adalah Syekh Abdul
Karim dari Banten yang hampir sepanjang hidupnya telah
bermukim di Mekkah. Dua khalifah lain yang berpengaruh adalah
Syeikh Tolha dari Cirebon dan Kyai Ahmad Hasbullah Ibn.
Muhammad (Orang Madura yang juga menetap di Mekkah).
Semua cabang-cabang Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah yang
tergolong penting di masa kini mempunyai hubungan keguruan
dengan seorang atau beberapa orang dari ketiga khalifah ini.
Dibawah pengaruh Syekh Abdul Karim, tarekat
Qadariyyah Wa Naqsabandiyyah menjadi luar biasa populernya
di Banten, khususnya diantara penduduk miskin di desa-desa. Hal
ini mendorong tarekat untuk berperan sebagai jaringan
komuniakasi dan kordinasi ketika apa yang dikatakan sebagai
40
jarinagan pemberontakan petani paling besar meletus di Banten
barat laut pada tahun 1888 M. Syekh Abdul Karim sendiri, yang
telah meninggal di Mekkah sejak tahun 1876 M, tidak ada
kaitannya dengan pemberontakan petani, tetapi salah seorang
diantara murid-muridnya yang berwatak keras yaitu Haji Marjuki,
yang telah diangkatnya sebagai khalifah dicurigai oleh kolonial
Belanda sebagai salah seorang penghasut di balik pemberontakan
tersebut.
Tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah rupanya telah
menemukan penganutnya diantara kelas rakyat jelata, berbeda
dengan tarekat Naqsabandiyyah yang mulanya mencari pengikut
diantara kaum elit (Ningrat/Menak). Dan inilah sebabnya
barangkali kenapa tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah dan
bukannya tarekat Naqsabandiyyah, Khalidiyyah atau tarekat
Madzhariyyah, yang ikut terlibat dalam satu atau dua
pemberontakan.
Syeikh Abdul Karim merupakan Syeikh terakhir yang
secara efektif menjalankan fungsi sebagai pimpinan seluruh
41
tarekat ini paling tidak, secara formal pengarahannya masih di
patuhi oleh para koleganya.
Setelah wafatnya Syekh Khatib Al-Sambasi pada tahun
1873, maka kepemimpinan tarekat Qadariyyah Wa
Naqsabandiyyah di Mekkah di gantikan oleh Syekh Abdul Karim
Al-Bantani dan semua khalifah Syekh Ahmad Khatib menerima
kepemimpinan ini. Tetapi setelah syekh Abdul karim Al-Bantani
meninggal, maka Khalifah tersebut kemudian melepaskan diri
dan masing-masing bertindak sebagai Mursyid yang tidak terikat
kepada Mursyid yang lain. Dengan demikian berdirilah
kemursyidan-kemursyidan baru yang independent.6
Seiring dengan semakin berkuasanya pemeritah kolonial
Belanda, maka semakin kelihatan pula bahwa pamong praja yang
terdiri dari para bupati dan aparatnya, hanya berpesan sebagai
perantara pemerintah kolonial dengan rakyat tangan kanan
pemerintah colonial Belanda. Maka tidak mengherankan bila
terjadi gerakan sosial yang beraneka ragam, seperti disintegrasi
tatanan tradisional dan proses yang menyertainya, dan semakin
6 Martin van Bruinessen,Tarekat Naqsabandiyyah, (Bandung: Mizaan
Anggot Ikapi, 1992)p.92
42
memeburuknya sistem politik dan tumbuhnya kebencian religius
terhadap penguasa asing.7
Pada abad ke-19 Cilegon mengalami disintegrasi sosial dan
adanya pertentangan antar golongan. Untuk memepertahankan
nilai keagamaan dan spiritualnya yaitu dengan menentramkan
jiwa melalui tarekat. Dari pertentangan antar golongan tersebut
munculah seorang ulama yang memepunyai peranan penting
yaitu K.H Abdul Latif. Dalam meminimalisir pertentanagan yang
bergejolak pada sekitar abad ke 19 muncul sosok pemimpin yang
meneruskan yaitu K.H Abdul Latif yaitu K.H Abdul Muhaimin
merupakan anak pertama K.H Abdul Latif dan salah satu ulama
besar Cilegon sekaligus pemimpin tarekat Qadariyyah Wa
Naqsabandiyyah di Cibeber. Sososknya yang harismatik dan
disegani oleh beberapa kalangan Pesantren, ulama, dan pejabat,
sehingga memeiliki jaringan hingga keluar Negeri. K.H Abdul
Muhaimin seorang pemimpin tarekat di Cibeber atau disebut
dengan Mursyid. 8
7 Kartodirjo, Sartono, pemberontakan petani Banten, pustaka jaya,
1984.p. 157. 8 Sai, fuad, Hakikat tarikat Naqsabandiyyah, PT. Al husna Zikra,
Jakarta,1996.p.95.
43
B. Perkembangan Tarekat Qadariyyah Wa Naqsabandiyyah
di Cibeber
Seperti halnya tarekat di Timur Tengah. Sejarah tarekat
Qadiriyyah di Indonesia juga berasal dari Mekkah Al-
Musyarafah. Tarekat Qadiriyyah menyebar ke Indonesia pada
abad ke-16 M, khususnya di selulih Jawa, seperti di Pesantren
pngentongan Bogor- Jawa Barat, Suryalaya Tasikmalaya- Jawa
Barat, Mranggen- Jawa Tengah, Rejoso Jombang- Jawa Timur
dan Pesantren Tebuireung Jombang- Jawa Timur. Syaikh Abdul
Karim dari Banten adalah murid kesayangan Syekh Ahmad
Khatib Sambas yang berasal dari Jawa dan Madura setelah
pulang ke Indonesia, Syekh Ahmad Khatib Sambas menjadi
penyebar tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah.
Tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah mengalami
perkembangan pesat pada abad ke-19 M, terutama ketika
mnghadapi penjajahan Belanda. Sebagaimana diakui oleh
Annemirie Schimmel dalam bukunya “ Mystical Demensions of
Islam” hal. 236 yang menyebutkan bahwa tarekat Qadiriyyah Wa
Naqsabandiyyah bisa digalang untuk menyusun kekuatan untuk
44
menandingi kekuatan lain. Di Indonesia, pada juli 1888 M, di
wilayah Cilegon- Banten,dilanda pemberontakan. Pemberontakan
petani yang seringkali disertai harapan yang mesianistik, memang
sudah biasa terjadi di Jawa,terutama dalam abad ke-19 M dan
Banten merupakan salah satu daerah yang sering berontak.9
Tanah Arab merupakan pusat perkembangan tarekat di
Asia Tenggara. Perkembangan tarekat di Nusantara sangat
terkait dengan perkembangan tarekat di kedua Tanah suci,
melalui para ulama Jawi. Diantara mereka belajar kepada para
ulama besar pada masa itu dan kemudian menyebarkan
pengetahuan dan tarekat yang telah mereka pelajari kepada
komunitas jawi yang lebih besar. Akhirnya, tarekat menyebar ke
Negeri asal mereka di seluruh penjuru daerah. Karena proses ini
para ulama di Mekkah dan Madinah yang relative kecil
jumlahnya mempunyai pengaruh yang jauh lebih besar di Asia
Tenggara. Pada abad ke-17 M, ulama sufi yang berpengaruh yang
jauh lebih besar pada Zamannya adalah Shafi Al-Din Muhammad
9 Perkembangan Tarekat Qadiriyyah Wa
Naqsabandiyyah,(http://www. Pejalanruhani.Com /2012/10/ tarekat-qadiriyah-
di-Indonesia.html) Di unduh pada hari kamis 15 Februari 2018.
45
Yunus Al-Qusyasyi Al-Dajani A-Madani, Ibrahim Al-Kurani,
dan Putera Ibrahim, Muhammad Thahir di Madinah.10
Tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyah yang ada di
Cibeber Kota Cilegon Banten, berkembang sangat pesat sekali
pada abad ke-19 M. tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyah
dibawa oleh seorang kiyai asal Cibeber yaitu K.H Abdul Latif
yang mendapatkan ijazah dari Syekh Asnawi Caringin dan
dikembangkan oleh seorang kiyai yang bernama K.H Abul
Muhaimin seorang kiyai ulung yang terkenal. Pada masa itu,
K.H Abul Muhaimin mempunyai banyak pengikut baik dari
kalangan masyarakat biasa samapai kalangan masyarakat ningrat.
Kemudian penganut tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah
berasal dari berbagai daerah-daerah yang cukup jauh seperti,
Bandung, Lampung, Bogor dan sebagainya. Akan tetapi
walaupun begitu banyak penganut Tarekat Qadiriyyah Wa
Naqsabandiyyah dari Cibeber tidak ada satu pun dari mereka
10 Nor Huda, Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di
Indonesia (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2007),p.287
46
yang dibolehkan membuka tarekat baru atau mendirikan cabang-
cabang dari tarekat tersebut11
.
Proses perjalanan yang terjadi di dalam tarekat dimulai
dengan pengambilan “sumpah” dari murid di hadapan syekh
setelah murid melakukan tobat dari segala maksiat. Setelah itu,
murid menjalani tarekat hingga mencapai kesempurnaan dan dia
mendapatkan ijazah lalu mendirikan tarekat lain jika diijinkan.
Perkembangan Tarekat sangat pesat, tarekat menjadi
institusi yang prestisius dan signifikan dalam peta perkembangan
sejarah Islam. Taekat sering dikaitkan dengan suatu organisasi
yang melakukan amalan-amalan dzikir tertentu dan disampaikan
langsung oleh pemimpin organisasi tersebut. Ada beberapa
tarekat berdiri dan berkembang ke berbagai daerah.
Perkembangan tarekat itu diantaranya diwakili oleh Abu Al-Najib
Al- Suhrawardi, yang nama terekatnya yaitu Suhrawardiyah. Al-
Qadir Al-Jaelani, yang ajarannya menjadi dasar tarekat
Qadiriyyah. Najmuddin Al-Kubra, seorang tokoh sufi asia tengah
11 Wawancara dengan, KH.Ali Musa, pada tanggal 11 Januari 2018,
pukul 14:30 s/d selesai
47
yang produktif, pendiri tarekat Kubrawiyah dan sangat
berpengaruh terhadap tarekat Naqsabandiyyah. Tarekat
Naqsabandiyyah sudah menjadi tarekat khas pada masa sufi yang
memberi namanya, Baha‟uddin Naqsyaban, pendiri tarekat
Syattariyyah, adalah Abdullah Al-Syattar, dan tarekat Rifaiyah
yang didirikan oleh Ahmad Rifa‟i.12
.
Perkembangan tarekat di Indonesia terus berlangsung
sampai abad ke-19 sekalipun pemerintah kolonial Belanda
melakukan pengawasan yang ketat terhadap aktivitas para
pengamal tarekat. Salah satu yang muncul di Indonesia pada abad
ke -19 adalah tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah.
Penyebaran tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah menekankan
segi-segi batiniyyah dari agama Islam yang memainkan peran
yang sangat penting dalam islamisasi. Perkembangan tarekat
bukan fungsi keagamaan akan tetapi sebuah gerakan sosial anti
kafir, dan yang sangat penting untuk membantuk karakter
masyarakat Indonesia. Tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah
merupakan perpaduan dari dua tarekat besar yang berkembang di
12
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning,; Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia , (Bandung: Mizan, 1995). p.146.
48
Nusantara, yaitu tarekat Qadiriyyah dan tarekat Naqsabandiyyah.
Suatu hal yang biasa dalam sejarah sufisne bahwa beberapa
ulama mempraktekan ajaran-ajarannya dari dua tarekat yang
berbeda. Tarekat Qadiriyyah dan Naqsabandiyyah di Indonesia,
tidak hanya sebuah kombinasi antara dua tarikat yang berbeda
yang dipraktekan secara bersama-sama, tetapi tarekat itu sendiri
merupakan tarekat sufi yang baru.13
Tarekat Naqsabandiyyah merupakan satu-satunya tarekat
yang ada di semua provisi yang berpenduduk mayoritas Muslim.
Penyebaran tarekat yang demikian luas dan diterima oleh orang-
orang awam dari berbagai latar belakang menyebabkan timbulnya
variasi lokal yang merupakan bagian dari tarekat Qadiriyyah Wa
Naqsabandiyyah. Walaupun dermikian, tarekat Naqsabandiyyah
masih tetap mempertahankan watak khasnya. Pengikut tarekat
Naqsabandiyyah terdiri dari berbagai lapisan masyarakat dari
yang berstatus sosial rendah sampai status sosial yang tinggi.14
13
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning; Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia, (Bandung:Mizan, 1995), p.188. 14 Nor Huda,Islam Nusantara…p.290-291.
49
Di Indonesia, diyakini bahwa tarekat Qadiriyyah Wa
Naqsabandiyyah pertama kali diajarkan oleh Syeikh Ahmad
Khatib Ibn‟ Abd Al-Ghaffar dari Sambas Kalimantan Barat yang
bermukim dan mengajar di Mekkah pada pertengahan abad ke-19
dan wafat disana pada tahun 1878. Berbeda dengan guru-guru
tarekat yang lain, yang mengajarkan berbagai tarikat disamping
Qadiriyyah, yaitu Syeikh Ahmad Khatib tidak mengajarkan
kedua tarekat ini secara bersama, tetapi sebagi suatu kesatuan
yang harus diamalkan secara utuh. Syeikh Ahmad Khatib
terkenal sebagai pemimpin sebuah tarekat sufi dan merupakan
pakar dalam sufisme, disamping sebagai seorang cendekiawan
islam yang menguasai berbagai ilmu pengetahuan islam seperti
Al-Qur‟ah Hadist, dan Fiqih atau hukum islam,dan Syeikh
Ahmad Khatib Sambas menyalurkan ilmu pengetahuannya
kepada banyak pelajar yang berada di Mekkah. Selama di
Mekkah Syeikh Ahmad Khatib Sambas diketahui memiliki
sembilan guru di Mekkah yang menguasai berbagai cabang ilmu
Islam.15
15
Zulkifli, Sufi Jawa, P.38-39
50
Takrekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah mempunyai
peranan penting dalam kehidupan muslim di Indonesia membantu
dan memebentuk karakter masyarakat Indonesia. Bukan karena
Syeikh Ahmad Khatib Sambas sebagai pendiri, akan tetapi para
pengikut kedua tarekat ini ikut serta berjuang dengan gigih
terhadap imperialism Belanda, dan terus bejuang melaui gerakan
sosial keagamaan dan institusi pendidikan setelah kemerdekaan.16
Penyebaran Tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah
masuk Indonesia diperkirakan sejak tahun 1850 berkat tokoh
tasawuf asal Kalimantan yang bermukim di Makkah yaitu Syeikh
Ahmad Khatib Sambasi. Setelah bermukim selama bertahun-
tahun di Mekkah. Di Kalimantan, taarekat Qadiriyyah Wa
Naqsabandiyyah disebarkan oleh dua ulama, yaitu Syeikh
Nuruddin dan Syeikh Muhammad Sa‟ad. Karena penyebaran
tidak melalui lembaga pendidikan formal seperti Pesatren atau
lembaga-lembaga formal lainnya, sebagai besar pengikutnya
datang dari kalangan tertentu. Berbeda dengan Kalimantan,
tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah di Jawa disebarkan
16
Nur Syam, Tarekat Petani, (Yogyakarta: LKIS, 2013), p.25.
51
melaui pondok-pondok Pesantren yang didirikan dan dipimpin
langsung oleh ulama tarekat. Oleh karena itu, tarekat Qadiriyyah
Wa Naqsabandiyyah kemajuan sangat pesat hingga kini
merupakan tarekat terbesar dan berpengaruh di Indonesia.17
Begitu pula halnya di Banten Tarekat Qadiriyyah Wa
Naqsabandiyyah tersebut juga berkembang di daerah Banten.
Keberadaan tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah di daerah
Banten dibawa oleh K.H. Abdul Karim, mendapat pengaruh yang
luar biasa dikalangan masyarakat Banten.K.H Abdul Karim
berhasil mempersatukan tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah
tersebut, ia juga berhasil mempersatukan para kiyai yang waktu
itu saling bersaing untuk mendapatkan nama sebagai ulama
pandai atau dalam artian ingin mempunyai prestise dimata
masyarakat. Bahkan ajaran tarekat Qadiriyyah Wa
Naqsabandiyyah aktif menggerakan semangat rakyat desa dalam
mengadakan perlawanan terhadap kolonial Belanda.
pada pertengahan abad ke-19, Pengaruh dan kharisma
yang dimiliki, dimungkinkan tarekat Qadiriyyah Wa
17
Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyyah di Indonesia, P.
98.
52
Naqsabandiyyah memiliki pengikut yang sangat besar di Banten.
Padahal Abdul Karim sendiri yang telah lama tinggal di Mekkah
sejak tahun 1876, tidak ada kaitannya dengan pemberotakan
petani di Banten. Bahkan Abdul Karim mengatakan tidak akan
kembali ke Banten yang masih berada dibawah dominasi asing.
Sudah jelas bahwa, Abdul Karim tidak terlibat dalam
pemberontakan, tetapi salah seorang muridnya yang berwatak
keras yaitu H.Marjuki yang telah diangkat sebagaipemimpin,
yang dicurigai oleh Kolonial Belanda sebagai salah seorang
penghasut di balik kejadian pemberontakan18
.
Tarekat Qadiriyyah diperkirakan masuk ke Banten pada
abad ke-19 Masehi yang diperkenalkan oleh Hamzah Fansuri.
Akan tetapi belum mencapai momentum yang vital. Pada
perkembangan selanjutnya tarekat Qadiriyyah dengan jelas
menandakan suatu kebangkitan agama Islam dalam arti yang
sesungguhnya.19
Banten telah mengadakan kontak dengan
Mekkah sejak pertengahan abad ke-19, dengan jalan
18 Kartodirjo, Sartono, pemberontakan petani Banten, pustaka jaya,
1984.p. 157-158 19
Dadang Kahmad, Tarekat Dalam Islam Spiritualis Masyarakat
Moderen, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002), P.103
53
mengirimkan berulang kali misi untuk mencari informasi
mengenai soal keagamaan. Banten juga terkenal sebagai satu
pusat Islam ortodoks. Pengetahuan tentang agama dan cara hidup
yang sesuai dengan ketentuan dan ajaran agama.
Penting untuk dicatat, bahwa munculnya berbagai cabang
aliran tarekat merupakan konsekuensi logis dari sistem ijazah
yang terdapat dalam organisasi tarekat. Mereka yang telah
mendapatkan jizah dari seorang syaikh atau mursyid dalam
sebuah organisasi tarekat diijinkan untuk membuka lembaga
tarekat atau ribath baru ditempat lain. Hal ini memungkinkan
tarekatat berkembang secara luas. Dengan demikian, munculah
ribath-ribath induk dan ribath-ribath cabang. Namun diantara
keduanya terdapat ikatan emosional dan ikatan kerohanian. Tidak
jarang seorang murid mendapat ijazah dari beberapa syaikh
dengan aliran tarekat yang berbeda. Hal ini memungkin bagi
mereka untuk mensitesiskan berbagai aliran tarekat yang pada
gilirannya memunculkan aliran tarekat baru.
Tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah yang
berkembang di Banten pada abad ke-19 dapat dipandang sebagai
54
kelompok yang melibatkan komitmen total baik pemimpin dan
anggota-anggotanya. Karena kedudukan dan kewajibannya, maka
para KIyai tampil sebagai pemimpin yang kharismatik sehingga
anggota-anggota tarekat yang bergabung didalamnya sangat
menghormati dan patuh terhadap gurunya. Perkembangan ajaran
tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah di Banten, yang sebagian
besar pengikutnya adalah petani, dapat dikategorikan menempuh
tahap thaqah (Pusat pertemuan sufi). Dalam tahap tersebut,
Syeikh mempunyai sejumlah murid yang hidup bersama-sama
dibawah peraturan yang telah ditetapkan.20
Para petani yang mengikuti ajaran tarekat, pada umumnya
tetap bekerja seperti biasa, namun ada waktu tertentu bagi mereka
untuk berkumpul bersama dalam mengikuti ajaran tarekat yang
diajarkan oleh Kiyai. Sebagaimana diketahai dalam sistem
kehidupan masyarakat tradisional, unsur mitos dan kepercayaan
kepada kekuatan supranatural, kekeramatan masih dianut sangat
kuat. Karena itu kewibawaan seorang Kiyai dan tokoh
kharismatik bagi Masyarakat Islam tradisional, tidak bisa
20 Simuh, Tasawuf dan Perkembangan Dalam Dunia Islam, P.265
55
dipisahkan dari unsur kekeramatan. Disamping itu, sebagai
pemimpin keagamaan masyarakat trasidsional, Kiyai juga
menjadi tokoh sentral kepatuhan dan panutan masyarakat dalam
mekanisme kehidupan sosial, bahkan tidak jarang memainkan
perannya sebagai tokoh politik. Tarekat Qadiriyyah Wa
Naqsabandiyyah berkembang di Cibeber yang diajarkan oleh K.H
Abdul Latif Bin Ali, sedangkan mursyidnya sekarang ialah
KH.Abdul Muhaimin yang menerima ijazah melalui Kiyai
Asnawi.
KH. Abdul Muhaimin merupakan anak pertama KH.
Abdul Latif dan salah satu ulama besar Cilegon sekaligus
pemimpin tarekat Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah di Cibeber.
Sosoknya yang kharismatik dan disegani oleh beberapa kalangan
pesantren, ulama, dan pejabat sehingga memiliki jaringan hingga
ke luar negeri. K.H Abdul Muhaimin juga sebagai seorang
pemimpin tarekat di daerah-daerah tertentu atau disebut dengan
Mursyid.21
21 Sai, Fuad, Hakikat Tarekat Naqsabandiyyah, PT.Al-Husna Zaikra,
Jakarta, 1996. P.95
56
Tarekat beserta jamaah pengikutnya biasanya dari
pedesaan, dan jumlah pengikutnya tampaknya mencapai
puncaknya pada masa K.H Abdul Muhaimin. Pada tahun-tahun
terakhir ini, dengan masuknya barang-barang elektronik,
seperti,televise, radio,internet, komputer dan jalan beraspal yang
tersedianya kendaraan angkutan yang murah di desa-desa,
tampaknya telah mengakibatkan jumlah pengikut tarekat yang
sebelumnya populer di daerah-daerah tertentu mengalami
penurunan yang sangat mencolok, meski tidak seluruhnya
demikian.
Di pihak lain, beberapa tarekat mendapatkan pengikut
baru di kalangan penduduk perkotaan, tidak hanya di lingkungan
masyarakatnya yang paling tradisional. Beberapa orang guru
tarekat menarik perhatian kalangan berpendidikan dan
mendapatkan murid-murid di lingkungan kelas atas.
Penanggulangan masalah-masalah seperti kecanduan obat bius
dan penyembuhkan para penderita psikosomatik merupakan salah
satu kegiatan yang bermanfaat. Melalui kegiatan inilah taremkat
menarik sejumlah murid baru menjadi pengikut tarekat. Sebagian
57
dari kelompok murid ini termasuk orang-orang Muslim berlatar
belakang modernis atau sekular, yang merasa tidak puas dengan
suasana ke agamaan rasional tetapi tidak memberi pengalaman
keagamaan yang bersifat langsung dan emosional melalui tarekat.
Sebagian tarekat juga menjalankan sejumlah fungsi lain
yang tidak bersifat keagamaan saja, tetapi sekaligus berfungsi
sebagai jaringan sosial. Dan keanggotaan tarekat melahirkan
sejumlah hubungan yang sekali waktu dapat dimanfaatkan,
terutama bagi orang-orang yang baru mencari penghidupan di
kota, jaringan tarekat dapat berguna dalam mendapatkan
pekerjaan, tempat tinggal, bantuan-bantuan ketika dalam
kesulitan, dan seterusnya. Bagi sebagian anggotanya, tarekat juga
berfungsi sebagai pengganti keluarga yang memberikan
kehangatan dan perlindungan yang tidak didapatkan di tempat
lain.22
C. Respon Masyarakat Cibeber Terhadap Tarekat
Qadiriyyah Wa Naqsabandiyyah
22 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning…Op, Cit.,p. 205.
58
Pertanyaan-pertanyaan yang penulis berikan kepada
masyarakat Cibeber dalam menyusun skripsi ini penulis
fokuskan terkait adanya jama‟ah tarekat Qadiriyyah Wa
Naqsabandiyah beserta aktivitasnya dalam kehidupan masyarakat
Cibeber. Adapun jawaban yang penulis dapatkan dari wawancara
dengan masyarakat Cibeber dalam menjawab pertanyaan-
pertanyaan terkait adanya tarekat tersebut, hampir semuanya
menanggapi dengan jawaban yang sama, yakni keberadaan
Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyyah di Cibeber cukup bagus
dan sangat diterima karena secara langsung adanya jama‟ah
Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyyah di Cibeber memberikan
peran dalam membina moral masyarakat serta memberikan ruang
tersendiri untuk mewujudkan sebuah kesalehan sosial dengan
cara berdzikir dan tawasul mendekatkan diri pada Allah SWT23
.
Terkait aktivitas kegiatan tarekat Qadiriyah Wa
Naqsabandiyyah di Cibeber adalah sebagai berikut:
1. Tawajuhan
23
Wawancara dengan, KH.Ali Musa, pada tanggal 18 Januari 2018,
pukul 13:30 s/d selesai.
59
Tawajuhan merupakan amalan tarekat Qadiriyah Wa
Naqsabandiyyah yang berupa dzikir tawajuhan menuju Allah
dengan bersama-sama atau jama‟ah yang dipimpin oleh guru
Sebelum melaksanakan tawajuhan maka dimulai
dengan tawasul membaca surat Al-Fatihah ditunjukan untuk Nabi
Muhammad SAW, Orang tua Nabi dan sahabatnya, para
mujtahid, serta Mursidnya dan ahli silsilah tarekat Qadiriyah Wa
Naqsabandiyyah, dan muslimin, muslimat pada umumnya.
Adapun kalimat dzikir yang dibaca saat tawajuhan yaitu:
a. Membaca sholawat Nabi sebanyak seratus kali
b. Membaca surat Al-Insirah sebanyak tujuh puluh Sembilan
kali
c. Surat Ikhlas sebanyak seratus kali
d. Allahumma Ya Qadiyal Hajat sebanyak seratus kali
e. Yakafi‟al Muhimmat sebanyak seratus kali
f. Allahumma Ya Rafi‟a darojat sebanyak seratus kali
g. Allahumma Ya dafi‟al Baliyat sebnyak seratus kali
h. Allahumma Ya Mukhilal Muskilat sebnyak seratus kali
i. Allahumma Ya Mukhibbat Da‟wat sebnyak seratus kali
60
j. Allahumma Ya Syafyal Afrad sebnyak seratus kali
k. Allahumma Ya Arhamarrakhimin sebnyak seratus kali
l. Ya Latif sebnyak seribu kali
2. Khataman
Khataman dalam pelaksanaanya dibaca secara berjama‟ah
setelah shalat isya dan dzikir wajib. Kegiatan ini biasanya
dilaksanakan pada setiap Malam Jum‟at dipimpin oleh K.H
Akrom Lathify Khataman biasanya dimulai dengan membaca
surat al-Fatihah yang dikhususkan kepada para mursyid sampai
kepada Rasulullah Saw, dan diteruskan dengan membaca doa‟-
do‟a yang telah ditetapkan dan diakhiri dengan Do‟a24
3. Manaqib
Dalam tradisi ritual Tarekat Qadiriyah Wa
Naqsabandiyyah, selain amalan harian (dzikir jahr dan dzikir sir)
terdapat juga amalan bulanan (Manaqib). Manaqib dapat
diartikan biografi, riwayat hidup seorang tokoh yang
dianggap shaleh, alim, dan mempunyai karamah. Dalam Tarekat
24 Wawancara dengan, KH.Ali Musa, pada tanggal 11 Januari 2018,
pukul 11:00 samapai selesai.
61
Qadiriyah Wa Naqsabandiyyah, Manaqib yang dibaca pada tiap
tanggal 11 Bulan Hijriyah adalah Manaqib Abdul Qadir al-
Jailani, tokoh pendiri Tarekat Qadiriyah.
Terkait tarekat menurut KH. Moh Ali Musa, tarekat
memang baik dan kalau bisa masyarakat Cibeber semuanya ikut
tarekat karena dengan ikut tarekat mereka akan selalu berbuat
baik jujur dan yang terpenting adalah mampu menjaga shalatnya
karena manusia dengan menjaga shalatnya maka dalam
kehidupan sosialnya juga pasti akan baik juga. Seorang yang
sudah ikut tarekat secara sosial akan memiliki kriteria yang
membedakan dengan masyarakat pada umumnya. Salah satunya
yakni: seorang murid atau jamaah tarekat akan selalu menjaga
lisannya dari kata-kata yang tidak memiliki makna, selalu
mengedepankan akhlaqul karimah ketika bergaul dalam
masyarakat pada umumnya.