bab iii tinjauan operasional pembiayaan pada...
TRANSCRIPT
BAB III
TINJAUAN OPERASIONAL PEMBIAYAAN PADA PERBANKAN
SYARI’AH DAN PEMBIAYAAN LEASING
A. SISTEM OPERASIONAL PERBANKAN SYARIAH
1. Sistem Penghimpunan Dana
Dilihat dari sumbernya dana bank syariah terdiri atas 1:
a. Sumber Dana
Pengertian sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun
dana dari masyarakat.2 Sebagai salah satu lembaga yang berfungsi untuk
menghimpun dana masyarakat, bank syariah harus memiliki sumber dana yang
optimal sebelum disalurkan kembali ke masyarakat, sebagai bank syariah yang
dituntut untuk mempraktekkan kaidah syariat Islam, Sumber dana yang dapat
dihimpun dari masyarakat terdiri dari tiga jenis dana, yaitu 1).dana modal
adalah dana yang dari pendiri bank dan dari para pemegang saham bank
tersebut, 2) dana titipan masyarakat baik yang dikelola oleh bank dengan sistem
wadiah maupun yang diinvestasikan melalui bank dalam bentuk dana investasi
khusus (Mudharabah Muqayyadah)atau investasi terbatas (Mudharabah
Mutlaqah), serta 3) dana zakat, infak sadaqah.
1 Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia,Jakarta:Prenada Media,Cet.ke-1 2004, hlm 81 2 Kasmir, Manajemen Perbankan , Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada , Cet.ke-4 ,2003, hlm.45
48
Modal didefinisikan sebagai sesuatu yang mewakili kepentingan
pemilik dalam suatu perusahaan3. Modal merupakan dana ( dalam bentuk
pengembalian saham ) yang diserahkan oleh pemilik yang memiliki hak untuk
memperoleh deviden dan penggunaan modal yang disertakan tersebut. Sumber
utama bank syari’ah adalah modal inti ( core capita ) dan kuasi ekuitas4. Modal
inti adalah berasal dari pemilikan bank, yang terdiri dari modal yang disetor
oleh pemegang saham, cadangan dan laba ditahan. Kuasi ekuitas adalah dana –
dana yang tercatat dalam rekening – rekening bagi hasil ( Mudharabah ).
Dalam perbankan syari’ah, mekanisme penyertaan modal pemegang saham
dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy – syarikah atau equiti
partisipation dalam saham perseroan bank.
b. Titipan ( Al- Wadiah )
Salah satu prinsip yang digunakan bank syari’ah dalam penghimpunan
dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Adapun akad yang sesuai
prinsip ini adalah Al – Wadiah. Al – Wadiah merupakan titpan murni yang
setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki.
Wadiah adalah akad penitipan barang/uang antara pihak yang
mempunyai barang/uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan
untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang/uang.5 Dimana
3 zaenul Arufin, Dasar-dasar Manajemen dan Syariah, Jakarta : Alfa Beta,2002,hal 157.. 4 Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta , UPP AMP YKPN, 2002, hal. 213. 5 Y. Sri susilo et. al.,Bank Dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta: Salemba Empat, 2002, hlm. 115
49
nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai
yang peminjam.6 Secara umum terdapat dua jenis wadi’ah yaitu :
1. Wadi’ah Yad Al-Amanah
Adalah akad penitipan barang/ uang dengan penerima tidak
diperkenankan menggunakan barang/ uang yang dititipkan dan tidak
bertanggun jawab atas kerusakan / kehilangan barang titipan yang bukan
diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima barang.7
Jenis ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a) Harta atau benda yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan
digunakan oleh penerima titipan.
b) Penerima titipan ( Bank ) hanya berfungsi sebagai penerima
amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang
yang dititipkan tanpa mengambil manfaatnya.
c) Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk
membebankan biaya ( fee ) kepada yang menitipkan
2. Wadi’ah Yad Adh-Dhamamah
Adalah akad penitipan barang/ uang dengan pihak penerima
titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang/ uang dapat memanfaatkan
barang/ uang titipan dan harus bertanggungjawab terhadap kehilangan
6 Muhamad, Op. Cit. hlm. 86 7 Y. Sri susilo et. al. Loc. Cit
50
atau kerusakan barang atau uang titipan8. Wadi’ah jenis ini mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
a) Harta atau benda yang dititipkan diperbolehkan untuk
dimanfaatkan oleh penyimpan.
b) Apabila ada hasil dari pemanfaatan benda titipan, maka hasil
tersebut menjadi hak dari penyimpan. Tidak ada kewajiban dari
penyimpan untuk memberikan hasil tersebut kepada penitip
sebagai pemilik benda.
Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan tabungan. Disini
ditekankan bahwa bank tidak memperjanjikan hasil dari benda titipan
yang dimanfaatkan tersebut kepada nasabah. Pemberian hasil hanya
sebagai bonus dari kebijakan bank dan tidak ditentukan atau disebutkan
dalam akad.
c. Investasi ( Mudharabah )
Mudharabah adalah akad antara pihak modal ( Shahibul maal )
dengan pengelola ( Mudharib ) untuk memperoleh pendapatan atau
keuntungan. Aplikasi prinsip ini adalah bahwa deposan atau penyimpan
bertindak sebagai shahibul maal dann bank sebagai midharib. Pemilik dana
sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang
menaggung aspek sharing risk dan return dari bank. Dengan demikian
deposan bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank
8 Ibid.
51
konvensional.9 Dana ini digunakan bank untuk melakukan pembiayaan akad
jual bali maupun syirkah. Jika terjadi kerugian maka bank bertanggungjawab
atas kerugian yang terjadi.
Rukun Mudharabah :
- Ada pemilik dana
- Ada usaha yang akan bibagi-hasilkan
- Ada nisbah
- Ada ijab kabul10
Secara garis besar Mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Mudharabah Muthlaqah ( General Investment )
Mudharib diberikan kekuasaan penuh untuk mengelola modal.
Mudharib tidak dibatasi baik mengenai tempat , tujuan, maupun jenis
usahanya.11Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini adalah
tabungan dan deposito berjangka.
2. Mudharabah Muqayyadah
Adalah kebalikan dari Mudharabah muthlaqah , shahibul
maal memberikan batasan atas dana yang di investasikannya.
Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai batasan jenis
usaha, tempat dan waktu saja. Dalam skim ini mudharib tidak
diperkenankan untuk mencampurkannya dengan modal atau dana lain .
Mudharabah nuqayyadah antara lain digunakan untuk investasi
9 Muhamad Syafi’I Antonio , Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hlm. 151 10 Muhamad , Op Cit. hlm. 88 11 Y. Sri susilo et. al. Op. Cit. hlm. 144
52
khusus dan reksa dana . Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat
tertentu yang harus dipenuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha
yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya.
Karakteristiknya
a. Sebagai tanda bukti simpanan , bank menerbitkan bukti
simpanan khusus
b. Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya.
c. Rekening khusus dicatat pada pos tersendiri dalam
rekening administratif
d. Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung
kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana
e. Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua
pihak
f. Antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah
bagi hasil.12
2. Sistem Penyaluran Dana ( Financing )
Dana yang dikumpulkan dari masyarakat harus disalurkan dalam
bentuk pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan. Pinjaman dana kepada
anggota disebut juga pembiayaan. Pembiayaan adalah suatu fasilitas yang
diberikan bank islam kepada masyarakat yang membutuhkan untuk menggunakan
dana yang telah dikumpulkan oleh bank islam dari masyarakat yang surplus
12Muhamad, Op. Cit. hlm.89
53
dana.13 Orientasi pembiayaan yang diberikan bank islam adalah untuk
mengembangkan dan untuk meningkatkan pendapatan nasabah dan Bank Islam.
Produk penyaluran dana di dalam bank syariah dapat dikembangkan dengan:
a) Transaksi pembiayaan dana yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan
dengan prinsip jual beli.
b) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan
dengan prinsip sewa
c) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan
guna mendapatkan sekaligus barang dari jasa , dengan prinsip bagi hasil
Bank syari’ah sebagai suatu lembaga keuangan akan terlibat dengan
berbagai jenis kontrak perdagangan syari’ah .Semua elemen kontrak sudah
pasti mempunyai asas dan prinsip yang jelas secara syari’ah .Penyaluran dana
perbankan syari’ah dapat dikategorikan pada dua bentuk yaitu;14
1. Equity Financing
Bentuk ini terbagi dalam skim mudharabah / muqayyah atau
dalam bentuk musyarakah. Produk pembiayaan ini dilakukan dengan
prinsip bagi hasil.
a. Mudhabarah
Mudharabah yaitu suatu sistim perjanjian usaha antara pemilik
modal dengan pengusaha, dimana pihak pemilik modal menyediakan
seluruh dana yang diperlukan dan pihak pengusaha melakukan
13 Muhamad , Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer , Yogyakarta: UII Press, 2000, hlm. 67 14 Gemala Dewi, Op. Cit. hlm. 86
54
pengelolaan usaha15. Hasil usaha bersama ini dibagi sesuai dengan
kesepakatan pad waktu pembiayaan akan ditandatangani yang
dituangkan dalam bentuk nisbah misalnya 70:30; 65:35;…. Apabila
terjadi kerugian dan kerugian tersebut merupakan konsekunsi bisnis (
bukan penyelewengan atau keluar dari kesepakatan ) maka pihak
penanggung dana akan menanggung kerugian managerial skill dan
waktu serta kehilangan nisbah keuntungan bagi hasil yang diperolehnya.
Bank sebagai shahibul maal dan pengelola usaha bertindak
sebagai mudharib, fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu
tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang
disepakti. Setelah jatuh tempo nasabah mengembalikan jumlah dana
tersebut beserta porsi bagi hasil yang menjadi bagian bank.
Dalam pelaksanaan kontrak mudharabah, bank tidak
dibenarkan meletakkan kolateral ( jaminan ) kepada nasabah, karena ia
bukan bersifat utang melainkan bersifat kerja sama dengan modal
kepercayaan antara bank dan nasabah. Masing-masing pihak mempunyai
bagian atas hasil usaha bersama tersebut dan juga beban resikonya ( full
investment ).
Ketentuan umum yang berlaku dalam akad Mudharabah adalah:
- Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola
modal, harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang
15 KarnaenPerwataatmadja, Mohamad Syafii Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta, Dana Bhakti Wakaf , 1992, hlm. 21
55
yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila diserahkan
secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.
- Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat
diperhitungkan dengan dua cara:
Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada
setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal
menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan
penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan dan
penyalahgunaan dana.
- Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun
tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan / usaha nasabah. Jika
nasabah cidera janji dengan sengaja misalnya menunda
pembayaran kewajiban, dapat dikenakan sanksi administrasi.
Mudharabah Muqayyadah pada dasarnya sama dengan
persyaratan diatas, perbedaannya adalah terletak pada adanya
pembatasan penggunaan modal sesuai dengan permintaan pemilik
modal.
Pada penerapan dalam pembiayaan mudhararabah mempunyai
resiko yang relatif tinggi diantaranya:
- Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti
yang disebut dalam kontrak.
- Lalai dan kesalahan yang disengaja
- Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabah tidak jujur.
56
Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip
bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan
(nasabah)satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang
dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
b.Musyarakah
Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih pemilik
modal (uang atau Barang ) untuk membiayai suatu usaha.16
Musyarakah lebih dikenal dngan sebutan syarikat merupakan gabungan
pemegang saham untuk membiayai suatu proyek, keunyungn dan
proyek tersebut dibagi menurut persentase yang disetujui , dan
seandainya proyek tersebut mengalami kerugian, maka beban kerugian
tersebut ditanggung bersama oleh pemegang saham secara proporsional.
Keuntungan umum dalam musyarakah adalah sebagai berikut:
- Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek
musyarakah dan dikelola bersama
- Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan
kebijan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
- Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah
tidak boleh melakukan tindakan seperti:
• Menggabungkan dana proyek dengan harta sendiri
16 Warkum sumitro, SH., MH, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait BMI dan Takaful di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada , 2002, Cet. Ke-3 , hlm. 34
57
• Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin
pemilik modal lainnya
• Memberi pinjaman kepada pihak lain
• Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila:
Menarik diri dari perserikatan , Meninggal dunia, Menjadi
tidak cakap hukum.
- Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jngka waktu
proyek harus diketahui bersama.
- Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad.
Bank syariah dalam aplikasinya hanya menggunakan instrumen
syarikat al-inan , yaitu kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap orang
memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam
kerja. Kedua pihak berbagidalam keuntungan dan kerugian sebagaimana
yang disepakati diantara mereka.17 Karena syarikat inilah yang lebih
sesuai dengan keadaan perdagangan saat ini. Produk-produk yang
dikeluarkan melalui syarikat biasanya beraneka ragam, diantaranya
modal ventura, dimana bank ikut memberi modal terhadap suatu
perusahaan dan dalam jangka waktu tertentu akan melepas kembali
saham perusahaan tersebut kepada rekan kongsi dan kemungkinan juga
tetap bermitra untuk jangka panjang. Dalam kontrak musyarakah, bank
tidak boleh memberatkan nasabah dengan persyaratan agungan (
collateral ), karena kontrak ini berbentuk kerjasama dan bukan utang-
17 Muhamad Syafii Antonio, Op.Cit. hlm.92
58
piutang. Jenis usaha yang dibiayai antara lain perdagangan industri (
manufacturing ), usaha atas dasar kontrak dan lain sebagainya.
2. Debt Financing
Debt financing dalam teori meliputi objek- objek berupa
pertukaran antara barang dengan barang ( barter ) , barang dengan uang,
uang dengan barang, dann uang dengan uang.18Dalam oprasional
perbankan syariah hanya digunakan dua objek yaitu peertukaran antara
barang dengan uang dan uang dengan barang.
1. Barang dengan uang
Transaksi barang dengan uang yang dapat dilaukan dengan
skim jual beli ( Ba’i ) ataupun sewa-menyewa (ujrah ) . Mekanisme
jual beli adalah upaya yang dilakukan dengan pola :
- Dilakukan untuk transfer of property
- Tingkat keuntungan bank ditentukan menjadi bentuk-bentuk
pembiayaan sebagai berikut:
a. Pembiayaan Murabahah
Murabahah dari kata ribhu = keuntungan , Murabahah
berarti pembelian barang dengan pembayaran ditangguhkan
( 1 bulan, 3 bulan, 1 tahun dst.). Pembiayaan murabahah adalah
pembiayaan yang diberikan kepada nasabah dalam rangka
18 Gemala Dewi, Op. Cit. hlm. 88
59
pemenuhan kebutuhan produksi ( inventory ).19 Skim ini adalah
bentuk jual beli barang pada harga asal dengann tambahan
keuntungan yang disepakati, penjual harus menentukan suatu
tingkat keuntungan sebagai tambahannya ( mark up ). Bank
sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Margin keuntungan
adalah selisih antara harga jual dikurangi harga asal yang
merupakan pendapatan bank.20 Barang diserahkan segera setelah
dan pembayaran dilakukan secara tangguh atau dengan kata lain
dibayar lunas pada waktu tertentu yang disepakati. Penjual harus
memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu
tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
Pembiayaan perdagangan al-murabahah bank islam
dilakukan dengan cara:
• Mula – mula bank membelikan atau menunjuk nasabah sebagai
agen bank untik membeli barang yang diperlukannya atas
nama bank dan menyelesaikan pembayaran harga barang dari
biaya bank.
• Bank seketika itu juga menjual barang tersebut kepada nasabah
pada tingkat harga yang disetujui bersama ( yang terdiri dari
harga pembelian ditambah mark up atau margin keuntungan )
• Pada waktu jatuh tempo, nasabah membayar harga jual barang
yang telah disetujui tersebut pada bank.
19 Karnaen Perwataatmadja, Mohamad syafi’I Antonio, Op.Cit. hlm. 25
60
Misal, Tuan Andi, pengusaha took buku, mengajukan
permohonan pembiayaan murabahah ( modal kerja ) guna
pembelianbahan baku kertas, senilai Rp. 80 juta . Setelah
dievaluasi bank islam, usahanya layak dan permohonannya
disetujui, maka bank islam mengangkat tuan Andi sebagai
wakil bank islam untuk membeli dengan dana dan atas
namanya kemudian menjual barang tersebut kembali kepada
tuan Andi sejumlah Rp. 100 juta, dengan jangka waktu tempo
3 bulan dan dibayar lunas pada saat jatuh tempo. Harga jual
yang disetujui, tidak akan berubah selama jangka waktu
pembiayaan ( dalam hal ini 3 bulan ) walaupun dalam masa
tersebut terjadi devaluasi, inflasi, maupun perubahan tingkat
suku bunga bank konvensional dipasar, Harga jual antara tuan
Andi dan Bank telah melalui tawar mnawar terlebih dahulu
antara keduanya.Bank islam telah menggunakan kontrak
murabahah dalam aktivitas pembiayaan mereka dimana
barang-barang dilibatkan, dan bank telah memperluas cakupan
dan tingkat penggunaannya.
Pembiayaan semacam ini sekarang telah nencapai
tingkat penggunaan tujuh puluh lima persen pembiayaan bank
islam berkat kemampuaannya untuk memberikan keuntungan
yang ditetapkan dimuka dari investasi bank, sangat mirip
20 Gemala Dewi, Op. Cit.
61
dengan keuntungan yang ditetapkan dimuka pada bank-bank
berbasis bunga.21 Ba’i al –murabahah dapat dilakukan untuk
pembelian secara pemesanan dan biasa disebut sebagai
murabahah kepada pemesan pembelian ( KPP ). Dari segi
hukumnya bertransaksi dengan murabahah ini adalah suatu
yang dibenarkan dalam Islam.22 Firman Allah
وأحل الله البيع وحرم الربا
Artinya: …….Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba……(Q. S. Al-Baqarah: 275 )23
Rasulullah SAW brsabda:
Artinya: Dari Shahih bin Shuhaib dari ayahnya bahwa
Rasulullah SAW bersabda “Tiga hal yang didalamnya
terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradah (
mudharabah ) dan mencampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah bukan untuk dujual.” ( H. R Ibnu Majah )24
21 Abdullah Saed, Menyoal Bank Syariah, Jakarta: Paramadina, 2004, hlm. 147 22 Ibid. 23 Departeman Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya, Semarang: CV. Asy-syifa’, 1999, hlm. 69 24 Al Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al qozwini ( Ibnu Majah ), Sunan Ibnu Majah , Beirut: Dar Al Fikr, Juz II ,t.th, hlm.768
62
Akan tetapi keabsahannya juga bergantung pada syarat-
syarat dan rukun-rukun yang telah ditetapkan. Adapun syarat-
syarat tersebut adalah:25
1. Pemberi hendaklah benar- benar mengetahui modal
sebenarnya dari suatu barang yang hendak dibeli
2. Penjual dan pembeli hendaklah setuju dengan kadar
untung atau tambahan harga yang dutetapkan tanpa
ada sedikitpun paksaan
3. Barang yang diperlualbelikan bukanlah barang ribawi
4. Sekiranya barang tersebut telah dibeli dari pihak lain,
jual beli yang pertama itu mestilah sah menurut
perundangan islam .
Sedangkan rukun jual beli murabahah adalah:
1. Penjual ( Ba’i )
2. Pembeli ( Musytariy )
3. Barang ( Mabi’ )
4. Sighat dalam bentuk ijab-kabul
Jual beli secara al-murabahah diatas hanya untuk
barang / produk yang telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual
pada waktu negoisasi dan berkontrak. Bila produk tersebut
tidak dimilliki penjual, system yang digunakan adalah
murabahah kepada pemesan pembelian ( Muabahah KPP ),
25 Gemala Dewi, SH. LL.M. Op. Cit. hlm. 89
63
dinamakan demikian karena sipenjual semata-mata
mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan si pembeli
yang memesannya.
Janji pemesan untuk membeli barang dalam ba’i al-
mudharabah bisa merupakan janji yang mengikat. Para ulama’
syariah terdahulu bersepakat bahwa pemesan tidak boleh diikat
untuk memenuhi kewajiban membeli barang yang telah
dipesan itu, alasannya pembeli barang pada saat awal telah
memberikan pilihan kepada pemesan untuk tetap membeli
barang atau menolaknya. Akan tetapi beberapa ulama’ syariah
modern berpendapat bahwa janji membeli barng tersebut bisa
mengikat pemesan. Terlebih lagi bila si nasabah bisa pergi
begitu saja akan sangat merugikan pihak bank atau penyedia
barang. Oleh karena itu , para ekonom dan ulama’ kontemporer
menetapkan bahwa si nasabah terikat hukumnya.
Jika pembeli menerima permintaan pemesan satu
barang atau asset, ia hharus mambeli asset yang dipesan
tersebut serta menyempurnakan kontrak jual beli yang sah
antara dia dan pedagang barang itu. Pembelian ini dianggap
pelaksanaan janji yang mengikat secara hukum antara pemesan
dan pembeli. Kedua pihak harus membuat sebuah kontrak jual
beli, pembeli diperbolehkan meminta pemesan membayar uang
muka atau tanda jadi saat menandatangani kesepakatan awal
64
pemesanan. Uang muka adalah jumlah yang dibayar pemesan
yang menunjukkan bahwa ia bersungguh-sungguh atas
pesanannya tersebut.26 Pada bank Islam digunakan istilah
arbaoun. Arbaoun adalah uang muka untuk sebuah
pembelian.27 Bila pembeli batal membeli uang muka tersebut
akan hangus dan akan menjadi milik penjual. Pembeli (
penyedia pembiayaan / bank ) dapat meminta si pemesan
(pemohon / nasabah ) suatu jaminan untuk dipegangnya.
Dalam teknis operasionalnya, barang-barang yang dipesan
dapat menjadi salah satu jaminan yang bisa diterima untuk
pembayaran utang.
Apabila nasabah yang mempunyai kemampuan
ekonomis menunda penyelesaian utngnya dalam murabahah
ini, pembeli dapat mengambil tindakan mengambil prosedur
hukum untuk mendapatkan kembali utang itu dan mengklaim
kerugian finansial yang terjadi akibat penundaan. Prosedur dan
mekanisme penyelesaian sengketa antara bank dengan
nasabahnya telah diatur melalui Badan Arbitrase Muamalah
Indonesia ( BAMUI ). Jika pemesan yang pailit dan gagal
menyelesaikan utangnya karena benar- benar tudak mampu
secara ekonomi dan bukan karena lalai sedangkan ia mampu,
26 Muhamad Syafi’i Antonio, Op. Cit., hlm. 104 27 Ibid.
65
kreditor harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi
sanggup kembali. Allah SWT telah berfirman :
وإن كان ذو عسرة فنظرة إلى ميسرة
Artinya:……dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran,
berilah tangguh sampai dia berkelapangan.(Q.S. Al-Baqarah:
280)28
Murabahah KPP umumnya dapat diterapkan pada
produk pembiayaan untuk pembelian barng-barang investasi,
kalangan perbankan syariah di Indonesia banyak menggunakan
al-murabahah secara berkelanjutan ( roll over evergreen )
seperti untuk modal kerja.
SKEMA BAI’ AL – MURABAHAH
1. Negosiasi dan Persyaratan
2. Akad Jual Beli
6. Bayar
5. Terima barang & Dokumen
28 Departemen Agama RI , Op. Cit. hlm. 70
BANK NASABAH
66
3. beli barang 4. Kirim
b. Bai’ Bithaman Ajil
Bai’ Bithaman Ajil ( BBA) adalah suatu perjanjian
pembiayaan yang disepakati antara bank islam dengan nasabah,
dimana bank islam menyediakan dananya untuk sebuah investasi
dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang
kemudian proses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau
angsuran.29 Bagi orang yang membutuhkan biaya untuk keperluan
produktif ataupun konsumtif , ia dapat menggunakan konsep ini
dalam berkontrak. Pembiayaan ini berjangka waktu diatas satu
tahun (long run financing ). Berdasarkan definisinya Bai’
Bithaman Ajil merupakan pengembangan atau second derivation
dari Murabahah , Yang dapat dilihat dari unsur pembayarannya.
Sedangkan yang termasuk skim sewa-menyewa (ujrah ):
• Al-Ijarah (operasional Lease )
Ijarah adalah akad sewa-menyewa barang antara dua
pihak.30 Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas
barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan (ownership / milkiyah ) atas
29 Muhamad, Op. Cit. hlm.69 30 Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, Jakarta: Alvabet, 1999, Cet.Ke-1, hlm. 204
SUPLIER PENJUAL
67
barang itu sendiri.31 Transaksi im\ni dilandasi adanya
pemindahan manfaat, konsep ini secara etimologi berarti upah
atau sewa. Konsep ini tidak sama dan tidak dapat dikaitkan
dengan jual beli, sebab akad jual beli adalah kekal
(muabbadan ), sedangkan al-ijarah akad ini dalam masa
tertentu ( muaqqatan ). Bank syariah mengaplikasikan elemen
ini dalam bentuk produk yang diletakkan dalam skim
pembiayaan, diantara caranya adalah:
- Bank dapat memberi pembiayaan kepada nasabah untuk
tujuan mendapatkan penggunaan manfaat sesuatu harta
dibawah elemen al-ijarah.
- Bank terlebih dahulu membeli harta yang akan digunakan
oleh nasabah, kemudian bank menyewakan kepada nasabah
menurut tempo yang dikehendaki, kadar sewaan, dan syarat-
syarat lain yang disetujui kedua belah pihak.
• Ijarah Wa Iqtina ( Finansial Lease ) / Ijarah Bittamlik
Adalah akad sewa-menyewa barang antara bank
(muaajir ) dengan penyewa ( mustajir ) yang diikuti janji bahwa
pada saat yang ditentukan kepemilikan barang sewaan akan
berpindah kepada mustajir.32 Transaksi ini adalah sejenis
perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya
akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barng ditangan si
31 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah
68
penyewa atau disebut juga Bai’ Takjiri. Ijarah bittamlik memiliki
banyak bentuk bergantung pada kontrak yang disepakati kedia
belah pihak, pada umumnya bank lebih banyak menggunakan
ijarah muntahiyya bittamlik karena bank tidak direpotkan untuk
mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun
sesudahnya.
SKEMA AL-IJARAH
B.Milik
2. Beli Obyek A. Milik 3.Sewa 1.Pesan Sewa Beli Obyek Sewa
2. Uang dengan Barang
Pertukaran ini dapat dilakukan dengan skim:
a. Bai’ As-salam ( In-front payment sale )
Skim ini secara terminology berarti menjual suatu barang yang
penyerahannya ditunda, pembayarannya dilakukan dimuka, atau
menjual suatu barang yang cirri-cirinya disebutkan secara jelas dengan
pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan
kemudian hari.33 Allah SWT berfirman :
32 Y.Sri Susilo , et. al.,Op. Cit. 33 M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Fiqh Muamalat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 143
OBYEK SEWAPRODUSEN/PENJUAL SUPPLIER
NASABAH
BANK SYARIAH
69
أجل مسمى فاكتبوه يا أيها الذين آمنوا إذا تداينتم بدين إلى
Artinya: Hai orang-orang yang beriman , apabila kamu bermuamalah
tidak secara unai untuk waktu yang ditentukan , hendaklah kamu
menuliskannya…….(Q. S. Al-Baqarah :282 )34
Dalam masyarakat skim ini dikenal dengan jual beli atau inden.
Harga yang dibayarkan dalam salam tidak boleh dalam bentuk utang
melainkan dalam bentuk tunai yang dibayarkan segera. Waktu
penyerahan antara pihak bank dan nasabah telah disepakati bersama.
Dalam prakteknya transaksi pembelian salam oleh bank selalu diikuti
atau dibarengi dengan transaksi penjualan kepada pihak atau nasabah
lainnya ( salam pararel ),bank melakukan salam tidak untuk
memiliki barang, barang tersebut dijual kembali untuk
memperolehkeuntungan. Salam pararel berarti melaksanakan dua
transaksi bai’salam antara bank dan nasabah, dan antara bank dengan
suplier atau pihak ketiga lainnya secara simultan.
b.Bai’ Al-Istina (Istina Sale )
Skim ini adalah akad jual beli antara pemesan / pembeli
(mustashni )dengan produsen/penjual (shani ) dimana barang yang
akan diperjualbelikan harus dibuat (manufactured ) lebih dahulu
34 Departemen Agama RI, Op. Cit.
70
dengan criteria yang jelas.35Ketentuan dan aturannya mengikuti akad
as-salam yang membedakannya adalah pada metode pembayaran sifat
kontraknya, pembayaran lebih bersifat fleksibel, apakah pembayaran
dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu
waktu pada masa yang akan dating sesuai kesepakatan.
SKEMA BAI’ AL-ISTISHNA
1.Pesan 2.Beli
3.Jual
3. Jasa Layanan Perbankan/ Akad Pelengkap
Akad ini dioperasikan dengan pola sebagai berikut:
a. Alih Utang- Piutang Al-Hiwalah/ Transfer Service )
Hiwalah adalah akad pemindahan utang atau piutang suatu pihak kepada
pihak lain. Fasilitas hiwalah lazimnya digunakan untuk membantu suplier
mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya, Bank
mendapatkan ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.
35 Gemala Dewi, Op. Cit. hlm. 92
NASABAH KONSUMEN
PEMBELI
PRODUSEN PEMBUAT
BANK PENJUAL
71
b. Gadai ( Rahn )
Adalah sebuah akad utang piutang yang disertai dengan jaminan
( agunan ).36 Barang yang dijadikan jaminan harus memiliki nilai ekonomis,
pada bank diterapkan sebagai collateral atas suatu pembiayaan/pinjaman.
c. Sharf
Adalah transaksi pertukaran antara uang denga uang, yang dimaksud yaitu
pertukaran valuta asing, dimana mata uang asing dipertukarkan dengan mata
uang domestik atau mata uang lainnya.
d. Kafalah
Bank garansi digunakan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban
pembayaran.
e. Wakalah
Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan
pekerjaan jasa tertentu, seperti: transfer ,penerbitan letter of credit ( L/C ).
f. Al-Qardh
Pinjaman kebajikan,meminjamkan tanpa mengharap imbalan, produk ini
digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial.
B. SISTEM OPERASIONAL LEASING
Perusahaan sewa guna (leasing ) kegiatan usahanya bergerak dibidang
pembiayaan untuk keoerluan barang-barang modal yang diinginkan nasabah
dengan cara disewa atau dibeli secara kredit sesuai perjanjian kedua belah pihak.
72
Perusahaan leasing tidak boleh melakukan kegiatan yang dilakukan oleh bank
seperti, memberikan simpanan dan kredit dalam bentuk uang. Perusahaann ini
dapat berbentuk Perusahaan ( badan hukum ) atau perorangan. Leasing berbeda
dengan sektor perbankan dan LKBB, leasing membiayai barang-barang saja
sehingga dapat dikatakan bahwa industri leasing merupakan mitra bagi sector
perbankan dan LKBB.
Syarat-syarat pendirian leasing:
1. Telah mempunyai rekomendasi dari Bank Indonesia untuk
lembaga keuangan, yang bukan lembaga keuangan dari
Departemen Perdagangan.
2. Menyampaikan studi kelayakan ( Feasibility study ) dan
rencana pembiayaan usaha untuk waktu 3 tahun.
3. Tidak menggunakan tenaga warga negara asing kecuali, atas
perseujuan menteri keuangan.
4. Dalam organisasi perusahaan ditempatkan sekurang-kurangnya
seorang tenaga ahli hukum, seorang akuntan dan seorang ahli
dibidang usaha leasing itu akan dititikberatkan.
5. Dalam hal diperlukannya jasa-jasa asuransi maka
penutupannya harus dilakukan pada perusahaan asuransi yang
ada di Indonesia.
6. Barang-barang yang dileasing harus diambil dari produksi
dalam negeri, kecuali dalam negeri belum memproduksi
36Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Konteksual, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002, Cet. Ke-
73
barang tersebut, hal ini hanya dapat dilakukan dengan
persetujuan menteri keuangan.
7. Mempunyai ruang kantor yang tetap dan beralamat jelas, setiap
pembukaan kanto-kantor cabang harus dengan persetujuan
menteri keuangan.37
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemberian fasilitas leasing
a. Lessor
Merupakan perusahaan leasing yang membiayai keinginan para nasabahnya
untuk memperoleh barang- barang modal.
b. Lessee
Adalah nasabah yang mengajukan permohonan kepada lessors untuk
memperoleh barang modal yang diinginkan.
c. Supplier
Ialah perusahaan / pihak yang menjual/menawarkan equipment (peralatan /
barang / property yang akan disewakan )
d. Asuransi
Merupakan perusahaan yang akan menanggung resiko terhadap perjanjian
antara lessor dengan lessee.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara satu perusahaan leasing
dengan perusahaan leasing lainnya dapat berbeda, kegiatan leasing dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu :
1, hlm. 175
74
1.Finance Lease (Sewa Guna Usaha )
Perusahaan sewa guna usaha ( lessor ) adalah pihak yang membiayai
penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih
barang modal yang dibutuhkan, dan atas nama perusahaan sewa guna usaha,
sebagai pemilik barang modal tersebut melakukan pemesanan.Pemeriksaan
serta pemeliharaan barang modal menjadi objek transaksi.38 Penyewaan
finansial adalah perjanjian sewa yang biasanya tidak dapat dibatalkan. Pihak
penyewa atau lessee harus melakukan pembayaran selama masa penyewaan
walaupun asset yang disewa tidak lagi menghasilkan manfaat ekonomi.39 Pihak
penyewa harus bertanggung jawab untuk memelihara asset dan juga harus
membayar asuransi dan pajak. Sedangkan lessor hanya berkepentingan
mengenai pemilikan barang tersebut secara hukum. Lessor akan membayar
dananya untuk barang tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut
diserahkan kepada lessee. Sebagai imbalan atas jasa penggunaan barang
tersebut maka lessee akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah
uang yang berupa rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati
bersama.40 Jumlah rental ini secara keseluruhan akan meliputi harga barang
yang dibayar lessor ditambah factor bunga serta keuntungan untuk pihak lessor.
Pada masa akhir lessee mempunyai hak pilih untuk membeli barang
tersebut seharga nilai sisanya, mengembalikan barang tersebut kepada lessor
atau mengadakan perjanjian leasing lagi untuk tahap yang kedua atas barang
37 Thomas Suyatno, et.al.,Kelembagaan perbankan,Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003, Cet,ke-12, hlm. 95 38 Y. Sri Susilo , et. al., Op. Cit. 131 39 http. //www. Pikiran. Rakyat. Com /cetak/ 0804/ 15 /hikmah /manajemen, htm
75
yang sama.Transaksi ini dianggap sebagai transaksi pembiayaan, maka secara
akuntansi transaksi ini diperlakukan sebagai pinjaman hingga pendapatan
yang dihasilkan berapa selisih bunga yang dibebankan kepada penyewa guna
usaha dengan biaya pendanaan.41
Berikut adalah ciri-ciri sistem penyewaan finansial atau sewa
beli:
Penyewa sebagai pemilik objek leasing
Penyewa berkewajiban membayar kepada lessor secara
berkala sesuai jumlah dan jangka waktu yang disetujui.
Jumlah yang dibayar (lessee payment) terdiri dari biaya
(angsuran) objek leasing ditambah dengan biaya-biaya lain.
Selama periode kontrak tidak dapat dibatalkan (non
concellable) secara sepihak.
Penyewa mmpunyai hak opsi untuk membeli objek leasing
sesuai dengan nilai residu yang disepakati pada akhir
periode leasing.
Resiko ekonomis dan biaya pemeliharaan ditanggung
penyewa
Lessor mengharapkan dapat menerima kembali seluruh
harga barang modal yang disewakan termasuk biaya-biaya
lainnya (bunga, pajak, biaya pemeliharaan dan lain-lain).
40 Eddy P. Soekadi, Mekanisme Leasing,Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987. Cet. Ke-1, hlm. 21 41Faried Wijaya Perkreditan dan Bank Dan Lembaga-lembaga Keuangan Kita, Yogyakarta: BPFE, 1991, Cet.ke-1, hlm. 181
76
Penyewaan finansial atau sewa beli (financial lease) dapat dibedakan menjadi
dua macam :
a. Direct Financial Lease
Bentuk penyewaan dimana lessor membeli barang modal atas
permintaan penyewa yang bersangkutan, spesifikasi, harga dan supplier objek
leasing ditentukan lessee dengan tujuan untuk memperoleh barang sesuai
dengan yang dibutuhkan.Dalam transaksi jenis ini penyewa guna usaha belum
pernah memiliki barang modal yang menjadi objek sewa guna usaha sehingga
atas permintaannya perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal
tersebut.42
b. Sale and Lease Back (Jual dan Sewa Kembali)
Seseorang/ perusahaan mempunyai asset dan asset tersebut dijual
kepada perusahaan leasing (lessor) , kemudian lessor dengan lessee
melakukan kontrak sewa guna usaha (leasing) dengan kontrak objek yang
sama. Metode ini biasanya digunakan untuk menambah modal kerja pihak
lessee.
2. Operating Lease
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang
modal dan selanjutnya disewagunakan kepada penyewa guna
usaha.43Karakteristik utama dari penyewaan operasional adalah adanya
kemungkinan bagi pihak penyewa untuk membatalkan atau memutuskan
kontrak sewa asalkan pihak lessor diberi pemberitahuan yang cukup. Lessee
77
memanfaatkan asset dengan dasar periode waktu tertentu, Dalam praktek
lessee membayar rental yang besarnya secara keseluruhan tidak meliputi
harga barang serta biaya yang telah dikeluarkan oleh lessor. Lessor biasanya
bertanggung jawab atas biaya-biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti
asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal yang bersangkutan.
Didalam menentukan besarnya rental, lessee tidak memperhitungkan biaya-
biaya tersebut karena setelah masa lease berakhir diharapkan harga barang
tersebut masih cukup tinggi. Perusahaan sewa guna usaha mengharapkan
keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewagunakan, atau
melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya. Disini tidak ditentukan
adanya nilai sisa serta hak opsi lessee. Berikut adalah cirri system penyewaan
operasional:
Perusahaan leasing sebagai pemilik asset
Penyewa secara berkala membayar kepada lessor sejumlah tertentu tidak
seluruh biaya/ nilai perolehan atas objek leasing
Perusahaan leasing menanggumg resiko ekonomis dan pemeliharaan objek
leasing
Penyewa harus mengembalikan objek leasing pada akhir periode
Penyewa dapat membatalkan kontrak leasing sebelum akhir periode
Jangka waktu leasing umumnya lebih pendek dari umur ekonomis objek
leasing.
42 Amin Wijaya Tunggal, Arif Djohan Tunggal, Akuntansi Leasing, Jakarta: Rineka Cipta, 1994, Cet. Ke-1, hlm.110 43 Ibid. hlm. 109
78
Metode pembayaran penyewaan, unsur-unsur uang sewa leasing (Lease
payment)terdiri dari bunga dan cicilan pokok, dengan cara:
o Pembayaran dimuka (payment in Advances). Pembayaran penyewaan
(lease payment) dilakukan dimuka atau pada saat kontrak disetujui
o Pembayaran dibelakang (payment In Arrears). Pembayaran sewa
leasing (lease payment) dilakukan dibelakang (setiap akhir periode
pembayaran, bulanan, triwulan, tengah tahunan). Besarnya
pembayaran sewa pada setiap periode ditentukan beberapa factor
berikut ini :44
1. Nilai barang modal
Nilai barang modal adalah total dengan nilai sisa pada masa
akhir kontrak
2. Simpanan jaminan
Simpanan jaminan dilakukan atas permintaan lessor sebagai
security deposit yang besarnya bergantung kesepakatan antara
kedua belah pihak. Semakin besar simpanan jaminan semakin
sedikit besarnya uang sewa periodik
3. Nilai Sisa
Adalah perkiraan yang wajar atas nilai suatu barang modal
yang dilease pada akhir masa kontrak . Nilai sisa dan
pembayaran sewa adalah sumber utama pendapatan lessor.
44 Y. Sri Susilo, et. al. , Op. Cit. , hlm. 135
79
4. Jangka waktu kontrak leasing dikaitkan dengan jangka waktu
kegunaan ekonomis atau manfaat barang modal tersebut.
Meskipun demikian dalam praktek proyeksi arus kas lessee
merupakan faktor yang sangat penting dalam penentuan jangka
waktu leasing.
5. Tingkat Bunga
Tingkat bunga yang digunakan dalam perhitungan pembayaran
leasing adalah tingkat bunga efektif yang ditetapkan oleh lessor
yang dihitung berdasarkan besarnya biaya dana ditambah
dengan tingkat keuntungan yang diharapkan.
SUMBER MODAL
Sumber modal ditinjau dari asalnya dibedakan menjadi :
1. Sumber Modal Intern
Yaitu sumber modal yang berasal dari paid up capital, retained
earnings dan depreciation. Pemerintah menentukan paid up capital bagi
perusahaan leasing minimal sebesar Rp. 1. 000. 000. 000, 00 untuk
perusahaan swasta nasional dan Rp. 3. 000. 000. 000. 00 untuk joint venture.
Retained earnings atau laba yang ditahan merupakan sumber modal intern
lainnya, tergantung daripada para pemegang saham, apabila laba hasil usaha
tidak akan dibagikan maka laba ini bisa tetap ditahan dalam perusahaan.
2. Sumber Modal ekstern
Adalah sumber yang berasal dari luar perusahaan, sumber-sumber
ini berasal dari bank maupun lembaga keuangan bukan bank. Dalam rangka
80
pengadaan pinjaman ini biasanya telah diatur dengan adanya fasilitas kredit
dengan batas plafon tertentu dari lembaga-lembaga keuangan yang telah
menyetujui sebelumnya. Dengan fasilitas ini maka dana tersebut dapat
diambil kapan saja. Pengawasan perusahaan leasing diserahkan Direktorat
Jenderal Moneter, dalam melaksanakan pengawasan tersebut Direktorat
jenderal moneter memperhatikan pertimbangan-pertimbangan Bank Indonesia
dan Departemanlainnya yang membawahi bidang dimana kegiatan leasing
dilakukan. Dalam pelaksanaan leasing dibuat perjanjian /kontrak. Perjanjian
yang dibuat lessor dan lessee disebut “lease agreement “, dimana didalam
perjanjian tersebut memuat kontrak kerja bersyarat antara kedua belah pihak
lessor dan lessee. Adapun isi kontrak tersebut secara umum memuat antara
lain:45
a) Nama dan alamat lessee
b) Jenis barang modal diinginkan
c) Jumlah atau nilai barang yang dileasingkan
d) Syarat-syarat pembayaran
e) Syarat-syarat kepemilikan/syarat lainnya
f) Biaya-biaya yang dikenaka
g) Sanksi-sanksi lessee ingkar janji
h) Dan lain-lainnya
Jika seluruh persyaratan sudah disetujui, maka pihak lessor akan
menghubungi supplier untuk negoisasi barang dan menghubungi pihak
45 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000,Cet. Ke-4. hlm.