bab iii tinjauan pustaka new
TRANSCRIPT
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Anatomi dan Fisiologi Adenoid dan Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang terletak di fosa tonsilaris pada
kanan kiri orofaring. Batas fosa tonsilaris adalah bagian depan plika anterior yang
dibentuk oleh otot-otot palatoglosus dan bagian belakang plika posterior yang
dibentuk oleh otot palatofaringeus terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal
(adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran
yang disebut cincin Waldeyer2. Fungsi tonsil yang sesungguhnya belum jelas
diketahui tetapi ada beberapa teori yang dapat diterima antara lain1 :
a. Membentuk zat-zat anti dalam sel plasma pada waktu terjadi reaksi seluler
b. Mengadakan limfositosis dan limfositolisis
c. Menangkap dan menghancurkan benda-benda asing maupun mikroorganisme
yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut dan hidung.
Gambar 3.1 Anatomi Tonsil dan Adenoid yang membentuk cincin waldeyer
13
Gambar 3.2 Tonsil dan Organ Sekitarnya
Adenoid merupakan kumpulan jaringan limfoid sepanjang dinding
posterior nasofaring di atas batas palatum mole. Adenoid terletak postero-superior
dinding nasofaring di antara basis tengkorak dan dinding belakang nasofaring pada
garis media, termasuk dalam rangkaian cincin waldeyer. Permukaan bebasnya dilapisi
epitel pseudo kompleks kolumner bersilia, permukaan dalamnya tidak berkapsul.
Permukaan bebasnya mempunyai celah-celah (kripte) yang dangkal seperti lekukan
saja1,2.
Adenoid merupakan jaringan limfoid yang pada keadaan normal berperan
membantu sistem imunitas tetapi bila telah terjadi infeksi kronis maka akan terjadi
pengikisan dan fibrosis dari jaringan limfoid. Pada penyembuhan jaringan limfoid
tersebut akan diganti oleh jaringan parut yang tidak berguna2. Secara fisiologik
adenoid ini membesar pada anak usia 3 tahun dan kemudian akan mengecil dan
hilang sama sekali pada usia 14 tahun. Bila sering terjadi infeksi saluran pernapasan
atas maka dapat terjadi hipertrofi adenoid. Akibat dari hipertrofi ini akan timbul
sumbatan koana dan sumbatan tuba eustachius2.
14
3.2. Adenotonsilitis Kronis
3.2.1 Definisi
Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatina. Penyebaran infeksi infeksi
melalui udara (air borne droplet), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur
terutama pada anak. Adenoiditis adalah peradangan pada adenoid. Adenotonsilitis
kronis adalah peradangan yang menetap atau berulang dari tonsil dan adenoid.
Definisi adenotonsilitis kronis yang berulang terdapat pada pasien dengan infeksi 3x
atau lebih per tahun. Ciri khas dari adenotonsilitis kronis adalah kegagalan dari terapi
dengan antibiotik2,5.
3.2.2 Etiologi
Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis
akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau kerusakan ini dapat
terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis
ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut
yang buruk, pengaruh cuaca kelemahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak
adekuat kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut yang paling sering adalah
kuman gram positif tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan
gram negatif2,6.
Penyebab yang tersering pada adenotonsilitis kronis adalah bakteri
Streptococcus ß hemoliticus grup A, selain karena bakteri tonsillitis dapat disebabkan
oleh virus. Kadang-kadang tonsillitis dapat disebabkan oleh bakteri seperti
spirochaeta, dan Treponema Vincent1,7.
15
3.2.3 Patofisiologi dan Patogenesis
Adenoid merupakan kumpulan jaringan limfoid di sepanjang dinding
posterior dan nasofaring, fungsi utama dari adenoid adalah sebagai pertahanan tubuh,
dalam hal ini apabila terjadi invasi bakteri melalui hidung yang menuju ke nasofaring,
maka sering terjadi invasi sistem pertahanannya berupa sel-sel leucosit. Apabila
sering terjadi invasi kuman maka adenoid semakin lama akan membesar karena
sebagai kompensasi bagian atas maka dapat terjadi hipertrofii adenoid, akibat dari
hipertrofi ini akan timbul sumbatan koana dan sumbatan tuba eustachius.
akibat sumbatan koana pasien akan bernapas melalui mulut sehingga terjadi fasien
adenoid yaitu tampak hidung kecil, gigi incivus ke depan (prominen), arcus faring
tinggi yang menyebabkan kesan wajah pasien tampak seperti orang bodoh; faringitis
dan bronchitis; gangguan ventilasi dan dreinase sinus paranasal sehingga
menimbulkan sinusitis kronik. Akibat sumbatan tuba Eustachius akan terjadi otitis
media akut berulang, otitis media kronik dan akhirnya dapat terjadi otitis media
supuratif kronik. Akibat hiperplasia adenoid juga akan menimbulkan gangguan tidur,
tidur ngorok, retardasi mental dan pertumbuhan fisik berkurang1,2.
Pada tonsillitis kronis karena proses radang yang berulang maka epitel
mukosa dan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami
pengerutan sehingga kripte melebar. Secara klinik kripte tampak diisi oleh detritus,
proses ini berjalan terus sampai menembus kapsul dan terjadi perlekatan dengan
jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran
kelenjar limfa submandibula2.
Peradangan pada tonsil yang menimbulkan gejala berupa nyeri menelan
atau disebut juga odinofagia merupakan rasa nyeri di tenggorokan sewaktu gerakan
menelan. Adapun penyakit-penyakit yang berhubungan dengan nyeri menelan dan
sakit tenggorokan adalah8,9 :
16
Tabel : Infeksi Tenggorokan pada Nasofaring dan Orofaring
Penyakit Frekuensi
Faringitis akut Tonsillitis akutTonsillitis lingualisAbses peritonsilarAngina VincentDifteri
Sangat sering pada semua usiaSangat sering pada anak-anakSedang pada dewasaPaling sering pada usia 13-20 tahunBiasa pada dewasa mudaJarang
3.2.4 Gejala dan Tanda Klinik
Gejala adenotonsilitis kronis adalah sering sakit menelan, hidung
tersumbat sehingga nafas lewat mulut, tidur sering mendengkur karena nafas lewat
mulut sedangkan otot-otot relaksasi sehingga udara menggetarkan dinding saluran
nafas dan uvula, sleep apnea symptoms, dan maloklusi. Facies adenoid : mulut selalu
membuka, hidung kecil tidak sesuai umur, tampak bodoh, kurang pendengaran karena
adenoid terlalu besar menutup torus tubarius sehingga dapat terjadi peradangan
menjadi otitis media, rhinorrhea, batuk-batuk, palatal phenamen negatif. Pasien yang
datang dengan keluhan sering sakit menelan, sakit leher, dan suara yang berubah,
merupakan tanda-tanda terdapat suspek abses peritonsiler1,4.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak
rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang
mengganjal ditenggorokan, dirasakan kering ditenggorokan, dan nafas berbau2.
Tonsillitis kronis dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa rhinitis kronik, sinusitis, atau otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria, dan furunkulosis2.
17
Gambar 3.3 Tonsilitis Kronis
Gambar 3.4 Hipertrofi adenoid
3.2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi x-foto soft tissue nasofaring radio adenoid, untuk melihat
adanya pembesaran pada adenotonsilitis kronis.
2. Pemeriksaan mikrobiologi
3.2.6 Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik:
a. Pemeriksaan Rinoskopi anterior : untuk melihat tertahannya gerakan palatum
mole pada waktu fonasi.
b. Pemeriksaan Rinoskopi Posterior untuk melihat hipertrofi adenoid.
18
c. Pemeriksaan tenggorokan, terutama tonsil. Pada pemeriksaan tonsil, mulut
dibuka lebar-lebar, lidah ditarik kedalam, kemudian ditekan ke bawah dengan
tang spatel, penderita disuruh bernapas dan santai. Yang dinilai pada
pemeriksaan tonsil yaitu:
1. Inspeksi warna tonsil, normalnya berwarna merah muda, bila terjadi
infeksi maka akan menjadi hiperemis;
2. Inspeksi muara kripti, apakah ada detritus;
3. Adakah perlengketan dengan pilar, ditentukan dengan lidi kapas;
4. Menilai adakah pembesaran tonsil, berdasarkan rasio perbandingan tonsil
dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior
dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi
pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :
a. T0 : Tonsil masuk di dalam fossa, tonsil sudah diangkat
b. T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring,
Tonsil masih di dalam fossa tonsilaris
c. T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring,
Tonsil sudah melewati pilar posterior belum melewati garis para median
d. T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring,
Tonsil melewati garis paramedian belum lewat garis median (pertengahan
uvula)
e. T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring,
Tonsil melewati garis median, biasanya pada tumor
Gambar 3.4 Ukuran Pembesaran Tonsil
19
3. X-foto Soft Tissue Nasofaring.
4. Pemeriksaan mikrobiologi
3.2.7 Penatalaksanaan
Terapi yang dapat diberikan pada tonsillitis kronis berupa terapi local
pada hygiene mulut dengan berkumur atau obat isap dan dapat disertai dengan terapi
simptomatis. Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan
mencegah rekurensi infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam
parenkim tonsil ataupun ketidaktepatan pemilihan antibiotic. Penatalaksanaan yang tepat
yaitu dengan pemberian antibiotik sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat
pada penderita tonsilitis kronis Cephaleksin ditambah Metronidazole, klindamisin
(terutama jika disebabkan mononucleosis atau absees), amoksisilin dengan asam
clavulanat (jika bukan disebabkan mononucleosis). Amoxilin clavulanat merupakan
kombinasi amoxicillin dan asam klavulanat. Amoxicillin turunan Penisilin yang
bersifat bakterisidal dan berspektrum luas, dengan Asam Klavulanat sebagai
penghambat progresif yang poten dan irreversibel terhadap enzim b-laktamase.
Parasetamol hanya pengobatan simptomatis pada demam. Sedangkan obat kumur
ditujukan pada hygiene oral dan mengurangi peradangan. Pada beberapa keadaan
dimana terdapat indikasi pembedahan maka tindakan pembedahan menjadi pilihan
terapi definitive6,7.
Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology
Head and Neck and Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 yaitu2 :
1. Serangan tonsillitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan
terapi yang adekuat.
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasial.
3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor
pulmonale.
20
4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil hilang dengan pengobatan.
5. Napas berbau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
6. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptococcus ß
hemoliticus.
7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
8. Otitis media efusa/otitis media supuratif.
Sedangkan indikasi adenoidektomi yaitu2 :
a. Sumbatan
1. Sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui mulut
2. Sleep apnea
3. Gangguan menelan
4. Gangguan berbicara
5. Kelainan bentuk wajah muka dan gigi (adenoid face)
b. Infeksi
1. Adenoiditis berulang/kronik
2. Otitis media efusa berulang/kronik
3. Otitis media akut berulang
c. Kecurigaan neoplasma jinak/ganas
Terdapat beberapa teknik operasi tonsilektomi, antara lain cara guillotine,
diseksi, electrosurgery, radiofrekuensi, skalpel harmonik, coblation, tonsilektomi
parsial intraskapular, dan teknik laser (CO2-KTP). Teknik tersering yang dilakukan
di Indonesia adalah teknik guillotine dan diseksi. Sedangkan adenoidektomi
dilakukan dengan cara kuretase memakai adenotom.
21
Gambar 3.5 Tonsilektomi
3.2.8 Komplikasi
Komplikasi adenoiditis kronik dapat berupa faringitis, bronkitis, sinusitis
kronik, otitis media akut berulang, otitis media kronik, dan akhirnya terjadi otitis
media supuratif kronik2,6.
Sedangkan komplikasi Tonilitis kronik dapat berupa Rinitis kronis,
sinusitis, otitis media secara perkotinuitatum, dan komplikasi secara hematogen atau
limfogen (endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis,
furunkulosis)2,9.
Komplikasi lain dari tonsilitis kronis yang dapat terjadi secara
perkontinuitatum ke daerah sekitar adalah sebagai berikut :
a. Peritonsilitis, Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa
adanya trismus dan abses;
b. Abses Peritonsilar (Quinsy), kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang
peritonsil. Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang
mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
c. Abses Parafaringeal, infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui
aliran getah beningatau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil,
faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os
petrosus.
d. Abses Retrofaring, merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring.
Biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang
retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
e. Krista Tonsil, sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh
jaringan fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil
berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.
f. Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil), terjadinya deposit kalsium fosfat dan
kalsium karbonat dalam jaringan tonsil yang membentuk bahan keras seperti
kapur.
22
Komplikasi tindakan adenotonsilektomi adalah perdarahan bila
pengerukan adenoid kurang bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan terjadi
kerusakan dinding belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral maka torus
tubarius akan rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba eustachius dan akan timbul
tuli konduktif2,8.
Nyeri pascaoperasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf
glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang menyebabkan
iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali oleh mukosa, biasanya 14-
21 hari setelah operasi. Nyeri tenggorok muncul pada hampir semua pasien
pascatonsilektomi. Nyeri pascabedah bisa dikontrol dengan pemberian analgesik. Jika
pasien mengalami nyeri saat menelan, maka akan terdapat kesulitan dalam asupan oral
yang meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi6.
23