bab iii tinjauan teori
TRANSCRIPT
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
1/27
20
BAB III
TINJAUAN TEORI
3.1. Bahaya Alam
UNISDR (2009:20) memberikan penjelasan mengenai bahaya alam
(natural hazard) sebagai berikut : Bahaya alam merupakan suatu proses alami
atau fenomena yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa, cedera, atau dampak
kesehatan lain, kerusakan harta-benda, hilangnya matapencaharian dan jasa,gangguan sosial dan ekonomi atau kerusakan lingkungan. Bahaya merupakan
bagian dari sub sistem dari semua bahaya, istilah ini digunakan untuk
menggambarkan bahaya yang sebenarnya terjadi serta bahaya laten menimbulkan
kejadian di masa depan. Bahaya alam dapat ditandai dengan besarnya/intensitas,
kecepatan, durasi, dan jangkauan yang luas.
United Nations International Strategy for Disasters Reduction (UN-
ISDR) mengelompokkan bahaya menjadi 5 (lima) kelompok, yaitu :
Bahaya beraspek geologi, seperti : gempabumi, letusan gunungapi, tanah
longsor
Bahaya beraspek hidrometeorologi, seperti : banjir, kekeringan, angin
kencang, gelombang pasang,
Bahaya beraspek biologi, seperti : epidemic/merebaknya wabah penyakit,
seperti wabah flu burung, wabah hama, dan penyakit tanaman,
Bahaya beraspek teknologi, seperti : kegagalan teknologi, kecelakaan
transportasi, dan kecelakaan industri,
Bahaya beraspek lingkungan, seperti : kebakaran hutan, kerusakan
lingkungan, pencemaran udara, dan pencemaran air.
Awotona (1997) memberikan penjelasan mengenai bahaya alam (natural
hazard) sebagai berikut : Bahaya alam merupakan bagian dari lingkungan kita,
yang bisa terjadi dimanapun. Gempa bumi, banjir, gunung berapi, variasi cuaca
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
2/27
21
yang hebat, seperti peristiwa alam lain yang hebat sekali, bisa memicu terjadinya
bencana ketika berinteraksi dengan kondisi yang rentan (Awotona , 1997 :1).
Definisi ancaman/bahaya menurut Yayasan IDEP (2007) adalah sebagai
berikut : Ancaman/bahaya adalah kejadian-kejadian, gejala atau kegiatan manusia
yang berpotensi untuk menimbulkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda,
gangguan social ekonomi atau kerusakan lingkungan. Bahaya dapat mencakup
kondisi-kondisi laten yang bisa mewakili ancaman di masa depan dan dapat
disebabkan oleh berbagai hal : alam (geologis, hidrometeorologis dan biologis)
atau yang diakibatkan oleh proses-proses yang dilakukan manusia ( kerusakan
lingkungan dan bahaya teknologi). Bahaya dapat berbentuk tunggal, berurutan
atau gabungan antara asal dan dampak mereka. Setiap bahaya dicirikan oleh
lokasi, frekuensi dan probabilitasnya (Yayasan IDEP, 2007 :18)
Menurut UNDP (1992), menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
bahaya adalah sebagai berikut : Bahaya adalah kejadian yang jarang atau ekstrim
dari lingkungan karena ulah manusia atau karena alam yang secara merugikan
mempengaruhi kehidupan manusia, properti atau aktifitas pada tingkat yang
menyebabkan suatu bencana (UNDP, 1992 :12)
Menurut UNDP (1992) Ada beberapa tipe bahaya yang mendapatkan
perhatian yang luas, bahaya-bahaya tersebut dikategorikan sebagai berikut :
a. Serangan bahaya yang mendadak (bahaya iklim dan geologis) seperti
gempabumi, tsunami, banjir, badai tropis, letusan gunung berapi, dan
tanah longsor;
b. Serangan bahaya yang perlahan-lahan (bahaya lingkungan) seperti
kekeringan, kelaparan, degredasi lingkungan, desertifikasi, penggundulan
hutan, dan serbuan hama;
c. Teknologi/industri, seperti kegagalan sistim/kecelakaan, tumpahan bahan
kimia, letusan dan kebakaran;
d. Perang dan kerusuhan sipil, seperti agresi bersenjata, pemberontakan,
terorisme, dan tindakan-tindakan lain yang mengakibatkan berpindahnya
orang-orang atau mengungsi;
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
3/27
22
e. Epidemi, seperti air dan makanan yang mengandung penyakit, penyakit
yang menular dari satu orang ke orang lain (lewat kontak dan pernapasan),
penyakit yang mengandung virus dan komplikasi dari luka (UNDP, 1992
:31).
Awotona (1997) memberikan penjelasan mengenai bencana alam (natural
hazard) sebagai berikut :
bahaya alam merupakan interaksi antara bahaya alam dengan kondisi
yang rentan (sosial-ekonomi, budaya dan politik) yang biasanya diciptakan oleh
aktivitas manusia. Dan kemudian perbedaan antara bencana alam dan bencana
yang diakibatkan oleh manusia; terdapat banyak dampak tragis yang diakibatkan
bencana alam dari penyalahgunaan sumber daya manusia; tingkah laku yang
tidak tepat dan kurangnya tinjauan ke masa depan (Awotona, 1997 :2).
.
Tabel III.1
Bahaya Alam dan Penyebabnya
Bahaya Alam Fenomena Alam Intervensi Manusia
Letusan Gunungapi
Gempabumi
Tsunami
Banjir
Kekeringan
Angin Ribut
Kebakaran hutan
Longsor
Sumber : Buku Pendidikan Mitigasi Bencana 2008
Dari pengertian yang telah diljelaskan diatas dapat disimpulakan suatu
fenomena alam atau buatan manusia yang dapat atau berpotensi menimbulkan
kematian, luka-luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial ekonomi, atau
kerusakan lingkungan. Kejadian alam yang ekstrim sering disebut sebagai bahaya
karena berpotensi mengakibatkan kerugian. Letusan gunung api, gempa bumi,
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
4/27
23
tsunami, angin ribut, banjir dan lain sebagainya merupakan salah satu kejadian
alam yang ekstrim. Kejadian alam yang ekstrim tersebut menjadi bencana jika
secara langsung maupun tidak langsung mengakibatkan kerugian bagi manusia.
3.2. Bencana Alam
Definisi bencana menurut Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, 2009:59
adalah sebagai berikut : Bahwa bencana berkaitan erat dengan bencana yaitu
bahaya, emergensi, kerentanan dan risiko. Bencana menunjuk pada satu periode
waktu yang khusus di mana kehidupan dan properti yang berharga seketika beradapada tingkat bahaya, kondisi emergensi dapat mencakup periode yang lebih
umum di mana kemampuan penanganan bersifat bertahan karenaa adanya inisiatif
kelompok atau masyarakat atau intervensi dari luar.
Definisi menurut UNNCHR (2009) mengenai bencana adalah sebagai
berikut : bencana sering diidentikan dengan suatu hal yang buruk. Istilah bencana
mengacu pada suatu kejadian yang dikaitkan dengan efek kerusakan hebat yang
ditimbulkannya. Peristiwa atau kejadian berbahaya pada suatu daerah yang
mengakibatkan kerugian dan penderitaan manusia, serta kerugian material yang
hebat. (UNNCHR dalam Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, 2009: 57)
Definisi EM-DAT (Emergency Events Database) mengenai Natural
Disasters (Bencana Alam) yaitu :EM-DAT mengidentifikasikan bahwa bencana
alam sebagai berikut kekeringan, gempa bumi, epidemi, suhu ekstrim, kelaparan,
banjir, serangan serangga, geseran, gunung berapi, gelombang, dan kebakaran
liar, dan badai (Disaster Management Handbook 2008:20). EM-DAT
menjelaskan bahwa bencana alam yang terjadi baik alam maupun yang
diakibatkan oleh manusia.
Definisi bencana menurut Carter (2001) mendefinisikan adalah sebagai
suatu kejadian alam atau buatan manusia, datangnya tiba-tiba atau progresive
yang menimbulkan dampak yang dahsyat (hebat) sehingga komunitas
(masyarakat) yang tekena atau terpengaruh harus merespons dengan tindakan-
tindakan yang luar biasa (Carter (2001) dalam Hadi Purnomo dan Ronny
Sugiantoro, 2009: 59 )
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
5/27
24
Menurut UNDP (1992), menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
bencana adalah sebagai berikut : Bencana adalah gangguan yang serius dari
berfungsinya suatu masyarakat, yang menyebabkan kerugian-kerugian besar
terhadap lingkungan, material dan manusia, yang melebihi kemampuan dari
masyarakat yang tertimpa bencana untuk menanggulanginya dengan hanya
menggunakan sumber daya masyarakat itu sendiri. Bencana sering
diklasifikasikan sesuai dengan cepatnya serangan bencana tersebut (secara tiba-
tiba atau perlahan-lahan), atau sesuai dengan penyebab bencana itu ( secara alami
atau karena ulah manusia) (UNDP, 1992 : 12).
Definisi bencana menurut Yayasan IDEP (2007) adalah sebagai berikut :
Bencana adalah peristiwa atau serangkain peristiwa, disebabkan oleh alam atau
karena ulah manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, yang
menyebabkan gangguan serius terhadap berfungsinya suatu masyarakat sehingga
menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia baik dari segi
materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat
tersebut untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya yang mereka miliki.
Suatu bencana merupakan suatu fungsi dari proses risiko. Ia diakibatkan oleh
gabungan dari bahaya, kondisi kerentanan dan kemampuan atau langkah-langkah
yang tidak memadai untuk mengurangi potensi akibat-akibat negative risiko
(Yayasan IDEP, 2007 :18)
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana memberikan pengertian bencana sebagai berikut :
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikilogis.
Menurut Yayasan IDEP (2007) memberikan kategori mengenai bencana
sebagai berikut : Berdasarkan penyebab bahayanya, bencana dapat dikategorikan
menjadi tiga, yaitu bencana alam, bencana social, dan bencana campuran.
Bencana alam disebabkan oleh kejadian-kejadian alamiah seperti gempa bumi,
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
6/27
25
tsunami, letusan gunung api, dan angin topan. Bencana sosial atau bencana buatan
manusia seperti perang, konflik sosial, terorisme, dan kegagalan teknologi.
Bencana dapat terjadi karena alam dan manusia sekaligus yang dikenal sebagai
bencana campuran/kompleks, seperti banjir dan kekeringan (Yayasan IDEP, 2007
:31 ).
Definisi UNCHS ( United Nations Center for Human Settlements)
mengenai natural disaster adalah sebagai berikut : bahwa bencana alam dapat
didefinisikan sebagai interaksi antara bahaya alam pada kasus yang disebabkan
dari peristiwa alam yang tidak terduga dan kondisi yang rentan yang
menyebabkan kerugian yang hebat untuk manusia dan lingkungannya (bangunan
dan alam). Kerugian ini menciptakan penderitaan dan kekacauan terhadap pola
hidup yang normal, yang berperan penting pada sosial-ekonomi, budaya dan
terkadang kekacauan politik. Situasi seperti ini membutuhkan campur tangan
pihak luar pada tingkat nasional dan internasional disamping tanggapan individu
dan umum.
Salah satu model yang menunjukkan keterkaitan antara disaster dan
vulnerability adalah model crunchseperti yang diungkapkan oleh Awotona
sebagai berikut : Bahwa Model Crunch secara luas digunakan pada manajemen
bencana yang menyatakan bahwa risiko/bencana merupakan hasil dari kerentanan
dengan bahaya tertentu. Kerentanan itu mungkin pada bidang sosial, ekonomi,
budaya,politik, sementara itu bahaya alam termasuk gempa bumi, banjir, longsor,
gunung berapi dan kebakaran (Awotona 1997 :150).
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
mengidentifikasikan bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebakan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
7/27
26
Dari beberapa pengertian, maka dapat disimpulkan bahwa bencana adalah
satu rangkaian atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh alam atau ulah
manusia yang dapat mengancam atau mengganggu kehidupan dan penghidupan
manusia baik dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui
kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi dengan menggunakan sumber
daya yang mereka miliki.
3.3. Bahaya dan Bencana Alam
Menurut BAKORNAS (2006, II-1) Bencana dapat disebabkan oleh
kejadian alam (natural disaster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana
antara lain :
a. Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-
made hazards) yang menurut United Nations International Strategy for
Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya
geologi (geological hazards), bahaya biologi (biological hazards) bahaya
teknologi (technological hazards) dan penurunan kualitas lingkungan
(environmental degradation)
b. Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta
elemen-elemen di dalam kota/kawasan yang berisiko bencana
c. Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat
Berdasarkan penjelasan diatas terdapat pengertian yang berbeda dan saling terkait
antara bahaya alam (natural hazard) dan bencana alam (natural disaster). Bahaya
alam (natural hazard) merupakan kejadian yang bersifat alamiah yang belum
tentu menimbulkan bencana alam (natural disaster). Bencana alam akan terjadi
bila bahaya alam terjadi pada kondisi atau keadaan yang rentan (z) terhadap
bahaya tersebut.
Awotona (1997) juga menyebutkan bahwa komponen-komponen dari
faktor hazard meliputi tipe, frekuensi, lokasi, durasi, dan severity. Sedangkan
komponen dari faktor vulnerability meliputi sosial, ekonomi,
bangunan/infrastruktur, dan organisasi.
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
8/27
27
Faktor lain yang berkaitan dengan disaster adalah kapasitas (capacities)
yaitu aspek-aspek positif dari situasi yang ada, yang apabila dimobilisasi dapat
mengurangi risiko (risk) dengan mengurangi vulnerability. Mengurangi risiko
dari natural hazard dapat dideskripsikan sebagai mengurangi vulnerability
dan meningkatkancapacity (Awotona, 1997 : 150-151).
Sanderson (1997:150) menggambarkan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap bencana adalah sebagai berikut : Dengan demikian, maka penting untuk
diketahui mengenai kerentanan (vulnerability)
Gambar 3.1
Faktor Terjadinya Bencana
Sumber : Sanderson (1998) dalam Erwin Triokmen (2008)
Dengan demikian, maka penting untuk diketahui mengenai kerentanan(vulnerability) dan ketahanan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
bencana alam.
Menurut buku Program Kesiapan Sekolah Terhadap Bahaya Gempa
(2002) bahaya (hazard) adalah dapat berupa bahaya alam (natural hazard)
maupun bahaya lainnya yang mungkin terjadi belum tentu menimbulkan bencana
(disaster). Aspek-aspek dari faktor ini meliputi tipe, frekuensi, lokasi, durasi, dan
severity. Sedangkan kerentanan (vulnerability) adalah rangkaian kondisi yang
menentukan apakah bahaya (baik bahaya alam maupun bahaya buatan) yang
terjadi akan dapat menimbulkan bencana (disaster) atau tidak. Rangkaian kondisi
umumnya dapat berupa kondisi fisik, sosial dan sikap mempengaruhi kemampuan
masyarakat dalam melakukan pencegahan, mitigasi, persiapan dan tindak-
tanggap terhadap dampak bahaya. Kerentanan dapat diartikan sebagai tingkat
kerugian pada suatu unsur tertentu seperti masyarakat yang memiliki risiko.
Bahaya
(Hazard)
Bencana Kerentanan
(-)
Ketahanan/
Kemampuan
Menanggulangi
(+)
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
9/27
28
Semakin tinggi tingkat kerentanan, akan semakin tinggi pula kemungkinan
timbulnya bencana.
Keterkaitan bencana dan bahaya menurut Hadi Purnomo dan Ronny
Sugiantoro, 2009:59 adalah sebagai berikut : Bahaya dan bencana mempunyai
pengertian terkait, namun memiliki perbedaan di mana bahaya merupakan
kejadian yang jarang atau ekstrem dari lingkungan yang secara merugikan
memengaruhi kehidupan manusia
Bencana terjadi ketika terdapat faktor ancaman atau bahaya yang bertemu
dengan faktor kondisi rentan masyarakat.Dampak bencana atau dapat disebut
sebagai resiko bencana merupakan hasil pertemuan antara ancaman atau bahaya
dengan faktor kerentanan dan faktor kapasitas.
Risiko Bencana =
Sumber: Mercy Corps and Practical Action, 2010
Risiko merupakan kombinasi antara probabilitas dari suatu peristiwa dan
konsekuensi negatifnya (UNISDR, 2009). Menurut UU No. 24 Tahun 2007, risiko
bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu
wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematikan, luka, sakit, jiwa
terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan, atau kehilangan harta, dan
gangguan kegiatan masyarakat. Resiko dapat dikurangi dengan meningkatkan
kapasitas dan mengurangi kerentanan.Begitu pula dengan sebaliknya, resiko dapat
bertambah apabila kerentanan meningkat atau kapasitas yang menurun.
Ancaman/Bahaya x Kerentanan
Kapasitas
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
10/27
29
Kerentanan merupakan karakteristik dan kondisi dari masyarakat, sistem
atau aset yang membuatnya rentan terhadap efek yang merusak dari bahaya
(UNISDR, 2009).Kerentanan yaitu suatu kondisi yang ditentukan oleh faktor-
faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan yang
mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat dalam menghadapi bahaya.
Kapasitas merupakan kombinasi dari semua kekuatan, atribut dan sumber daya
yang tersedia dalam masyarakat, komunitas, atau organisasi yang dapat digunakan
untuk mencapai tujuan yang disepakati (UNISDR, 2009). Kapasitas merupakan
penguasaan sumberdaya, cara dan kekuatan yang dimiliki masyarakat yang
memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri
mencegah, menanggulangi, meredam, serta dengan cepat memulihkan diri dari
akibat bencana. Terdapat banyak aspek yang dapat dilihat untuk mengetahui
sejauh apa kapasitas dan juga kerentanan di wilayah penelitian, salah satunya
dengan menggali kondisi fisik rumah dan juga tingkat pengetahuan penduduk
mengenai ancaman gempa bumi.
Bagaimana cara memitigasi efek dari bahaya dan mengurangi dampak bencana
menjadi isu utama di dalam dunia akademik pada abad ini (Bankoff, 2001).
Sebelumnya manajemen bencana lebih fokus kepada penanganan pasca bencana
dengan jumlah besar yang sebenarnya sangat signifikan apabila dialihkan untuk
kegiatan pengurangan kerentanan dan pengembangan kapasitas (Alexander, et al,
2006).Namun beberapa waktu kebelakang didalam menghadapi bencana telah
banyak negara yang mengalihkan manajemen bencana pada berbagai kegiatan pra
bencana.Berbagai strategi pra bencana pada dasarnya merupakan hal-hal yang
bersifat universal, namun implementasinya perlu disesuaikan dengan karakteristik
tertentu dari pihak yang menghadapi ancaman (Alcantara, 2002).
Dalam menganalisis kejadian bencana diantaranya adalah dengan model
bencana.Model-model ini masing-masing dapat menjelaskan kejadian bencana
dengan elemen-elemen penting yang terjadi di dalamnya. Model dapat membantu
menjelaskan kondisi yang terjadi di dunia nyata dengan model teoritis yang dapat
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
11/27
30
membantu pemahaman mengenai situasi yang sedang terjadi saat ini dan
bagaimana merencanakan manajemen bencana untuk masa depan. Beberapa
model yang akan dijelaskan lebih lanjut untuk membantu menjelaskan konsep
mengenai bencana adalah model Crunch dan model PAR.
Gambar 3.2
Model Terjadinya Bencana Crunch Model
Sumber: diadopsi dari Asian Disaster Preparedness Centre, Disaster Management
Model crunch memberikan kerangka untuk memahami penyebab terjadinya
bencana.Kerentanan lingkungan baik fisik maupun non fisik yang bertemu dengan
adanya bahaya menjadi penyebab terjadinya bencana di berbagai tempat di dunia.
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
12/27
31
Gambar 3.3
Model Terjadinya Bencana PAR Model
Sumber: diadopsi dari Wisner et.al, 2004
PAR Model menjelaskan bahwa bencana terjadi akibat hasil pertemuan
antara kondisi sosial ekonomi dengan keterpaparan fisik oleh ancaman atau
bahaya. Model ini membedakan tiga komponen kerentanan, yaitu penyebab
utama, tekanan dinamis, dan aspek-aspek kerentanan. Model ini ingin
mengindikasikan bahwa risiko dari bencana dapat dikurangi dengan cara
menjalankan aksi pencegahan dan juga mitigasi. Dimana hal ini dapat dimulai
dengan cara mengatasi berbagai penyebab yang menjadi dasar terjadinya bencana,
kemudian dilanjutkan dengan cara menganalisis sifat dasar dari bahaya (Ashgar
et. al, 2006). Hal ini kemudian akan mengarahkan semua ke kondisi yang lebih
aman dan membantu mempersiapkan komunitas ke dalam kondisi yang lebih
baik.
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
13/27
32
3.4. Faktor Sub-Faktor Dan Indikator Bencana
Faktor dan Sub-Faktor dan Indikator Bencana terdiri dari :
3.4.1 Bahaya (Hazard)
3.4.1.1Pengertian
Suatu kondisi, secara alamiah maupun karena ulah manusia, yang
berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian dan kehilangan jiwa manusia.
Bahaya berpotensi menimbulkan bencana, tetapi tidak semua bahaya selalu
menjadi bencana (
pirba.hrdp-network.com/.../pengantarBencanaFILEmi...).
Menurut ISDR mengenai bahaya hazard adalah sebuah fenomena,
substansi, aktivitas manusia yang berbahaya atau kondisi yang dapat
menyebabkan hilangnya nyawa, cedera atau dampak kesehatan lainnya, kerusakan
properti, hilangnya matapencaharian, jasa, sosial dan ekonomi, dan kerusakan
lingkungan.
3.4.1.2Indikator Bahaya
Indikator Bahaya terdiri dari intensitas bahaya dan bahaya ikutan, yaitu :
a.
Intensitas (bahaya langsung), intensitas dapat difenisikan sebagai suatu
besarnya kerusakan disuatu tempat akibat bencana yang diukur
berdasarkan kerusakan yang terjadi seperti pada bangunan, topografi,
reaksi manusia dan hal-hal lain yang teramati sebagai efek dari bencana
b. Bahaya ikutan akibat bencana utama yang menimbulkan bencana lain.
3.4.2 Kerentanan (Vulnerability)
3.4.2.1
Pengertian
Menurut Awotona (1997), kerentanan merupakan karakteristik orang atau
kelompok dalam kaitan kapasitasnya untuk mengantisipasi dan bertahan dari
dampak bahaya. (Awotona, 1997 : 28) .
Lebih lanjut, Awotona (1997 :29) mengemukakan tipe-tipe yang paling
prinsip (utama) dari kerentanan yaitu sebagai berikut :
Kerentanan sosial ( SocialVulnerability)
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
14/27
33
Kerentanan kelembagaan (Institusional Vulnerability)
Kerentanan sistem ( System Vulnerability)
Kerentanan ekonomi (EconomicVulnerability)
Kerentanan lingkungan (Enviromental Vulnerability)
Kerentanan akibat praktek-praktek yang tidak memikirkan prinsip
berkelanjutan (Vulnerability caused through unsustainable practicise)
Menurut Lewis (1997), memberikan penjelasan mengenai kerentanan
(Vulnerability) sebagai berikut : bahwa kerentanan merupakan kondisi sosial
ekonomi; ini adalah alasan kenapa kaum miskin dan tunawisma adalah korban
utama dari bencana. Hari ke hari kondisi rentan terdiri dari pembatasan,
kemiskinan dan kerugian, adalah keadaan dan penyebab kerentanan yang langka
dan bahaya-bahaya yang lebih hebat; yang mana kerentanan membuat kondisi
lebih buruk dari hari ke hari (Lewis, 1997 : 46).
Yayasan IDEP (2007) memberikan penjelasan mengenai kerentanan
sebagai berikut : Kerentanan adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi
di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan
mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan berkurangnya untuk menganggapi
dampak buruk bahaya tertentu.
Sedangkan UNDP (1994) memberikan pengertian penjelasan mengenai
kerentanan sebagai berikut : Kerentanan adalah sejauh mana suatu masyarakat,
sarana, pelayanan, atau daerah geografis kemungkinan akan rusak atau terganggu
oleh dampak suatu bahaya bencana tertentu, karena sifat, konstruksi dan
kedekatannya dengan daerah bahaya atau suatu daerah rawan bencana (UNDP,
1994:74).
Cannon (1994) memberikan penjelasan mengenai kerentanan sebagai
berikut : bahwa kerentanan merupakan karakteristik individu atau kelompok yang
mendiami alam, di bagian sosial dan ekonomi, yang mana mereka dibedakan
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
15/27
34
menurut posisi mereka yang beragam dalam masyarakat yang menjadi lebih atau
kurang rentan pada kelompok dan individu.
Lebih lanjut Cannon (1994) membagi kerentanan kedalam 3 aspek yaitu
tingkat ketahanan, komponen kesehatan dan derajat preparedness seperti yang
diungkapkan berikut ini : bahwa kerentanan dapat dibagi menjadi aspek : pertama
adalah tingkat ketahanan dari sistem mata pencaharian yang khusus dari seorang
individu atau kelompok, dan kemampuan mereka untuk bertahan dari bahaya.
Gambaran ketahanan ekonomi, termasuk kemampuanya dalam memperoleh
kembali (cara lain dari kemampuan ekonomi dan tanggapan terhadap bahaya). Hal
ini disebut ketelitian mata pencaharian: dan yang memiliki kesamaan konsep
dengan Sen (Sen, 1981). Kedua adalah komponen kesehatan (medis), yang
diantaranya kesehatan individunya (fungsinya sebagian besar dari kemampuan
mata pencaharian) dan langkah-langkah dalam kegiatan sosial (termasuk
pengobatan dalam mencegah penyakit). Ketiga yaitu ditentukan oleh perlindungan
yang tersedia (untuk bahaya yang ditimbulkan), sesuatu yang tergantung pada
tindakan seseorang diatas kepentingan mereka dan faktor-faktor sosial.
Menurut ISDR (2009) menjelaskan mengenai kerentanan vulnerability
Karakteristik dan keadaan masyarakat, sistem atau aset yang membuatnya rentan
terhadap efek yang merusak dari bahaya. Terdapat banyak aspek kerentanan,
yang timbul dari bermacamm-macam faktor diantaranya fisik, sosial, ekonomi,
dan faktor lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan:
Kerugian (Exposure)
Kelemahan (Susceptibility)
Ketahanan (Resilience)
Vulnerability = E X S
R
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
16/27
35
ISDR (2009) juga menjelaskan kerentanan kesehatan masyarakat juga
berpengaruh terhadap populasi tertentu lebih rentan terhadap morbiditas (sakit)
dan mortalitas (kematian) terkait bencana (UNISDR, 2009)
Dari berbagai pengertian yang telah dijabarkan maka dapat disimpulkan
bahwa kerentanan suatu kondisi yang ditentukan oleh beberapa faktor fisik, sosial,
ekonomi, dan lingkungan yang mengakibatkan peningkatan kerawanan
masyarakat terhadap bahaya (hazards). Tingkat kerawanan adalah suatu hal yang
perlu diketahui, dimana bencana baru akan terjadi bila bahaya terjadi pada
kondisi yang rentan.
3.4.2.2 Indikator Kerentanan
Ada 3 indikator kerentanan yang akan dijelaskan beserta variabelnya,diantaranya :
Kerentanan Fisik
Menurut Bakornas PB (2007:11-12) dalam Buku Panduan Pengenalan
Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia menjelaskan
kerentanan fisik binaan (infrastruktur) menggambarkan suatu kondisi fisik
(infrastruktur) yang rawan terhadap faktor bahaya (hazard) tertentu. Kondisi
kerentanan ini dapat dilihat dari berbagai faktor berbagai indikator sebagai berikut
: presentase kawasan terbangun, kepadatan bangunan, persentase bangunan
konstruksi darurat, jaringan listrik, rasio panjang jalan, jaringan telekomunikasi,
jaringan PDAM dan jalan KA. Wilayah permukiman di Indonesia dapat dikatakan
berada pada kondisi yang sangat rentan karena presentase kawasan terbangun,
kepadatan bangunan dan bangunan konstruksi darurat sangat tinggi, sedangkan
presentase jaringan listrik, rasio panjang jalan, jaringan telekomunikasi, jaringan
PDAM, jalan KA sangat rendah. Dijelaskan kembali dalam Pedoman Penyusunan
Rencana Penanggulangan Bencana di daerah (2007:13) , secara fisik bentuk
kerentanan yang dimiliki masyarakat yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan
menghadapi bahaya tertentu, misalnya : kekuatan bangunan rumah bagi
masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir
bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan sebagainya.
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
17/27
36
Kerentanan Sosial
Menurut Bakornas PB (2007: 11-12) dalam Buku Panduan PengenalanKarakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia menjelaskan
kerentanan sosial kependudukan menggambarkan kondisi tingkat kerapuhan
sosial dalam menghadapi bahaya (hazard). Pada kondisi sosial yang rentan maka
jika terjadi bencana dapat dipastikan akan menimbulkan dampak kerugian yang
besar. Beberapa indikator kerentanan sosial antara lain kepadatan penduduk, laju
pertumbuhan penduduk, presentase penduduk usia-balita dan penduduk wanita.
Kota-kota di Indonesia memiliki kerentanan sosial yang tinggi karena memiliki
persentase yang tinggi pada indikator-indikator tersebut. Dijelaskan kembali
dalam Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana di daerah
(2007:13) kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan
terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang
resiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula
tingkat kesehatan masyarakat rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi
bahaya.
Kerentanan Ekonomi
Menurut Bakornas PB (2007:11-12) dalam Buku Panduan Pengenalan
Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia menjelaskan
kerentanan ekonomi menggambarkan kondisi tingkat kerapuhan ekonomi dalam
menghadapi ancaman bahaya (hazard). Beberapa indikator kerentanan ekonomi
diantaranya adalah persentase rumah tangga yang bekerja di sektor yang rentan
(sektor yang rawan terhadap pemusatan hubungan kerja) dan persentase rumah
tangga miskin. Dijelaskan kembali dalam Pedoman Penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana di daerah (2007:13) kemampuan ekonomi suatu
individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat kerentanan terhadap
ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau
kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai
kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau
mitigasi bencana
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
18/27
37
3.4.3 Ketahanan/Kemampuan (Capacity)
3.4.3.1Pengertian
Menurut Awotona (1997) faktor lain yang berkaitan dengan Bencana
adalah kapasitas (capacities), yaitu aspek-aspek positif dari situasi yang ada, yang
apabila dimobilisasi dapat mengurangi resiko (risk) dengan mengurangi
Kerentanan.
Menurut IDEP (2007) memberikan penjelasan mengenai kemampuan
sebagai berikut : Kemampuan adalah penguasaan sumber daya, cara, dan kekuatan
yang dimiliki masyarakat, sehingga memungkinkan untuk mengurangi tingkat
risiko bencana dengan cara mempertahankan dan mempersiapkan diri, mencegah,
menanggulangi, meredam, serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat
bencana. Kapasitas bisa mencakup cara-cara fisik, kelembagaan, sosial atau
ekonomi serta karakteristik keterampilan pribadi dan kolektif seperti misalnya
kepemimpinan dan manajemen. Kapasitas juga bisa digambarkan sebagai
kemampuan (capability) (Yayasan IDEP, 2007:19)
Menurut ISDR menjelaskan mengenai ketahanan capacity merupakan
suatu kombinasi kekuatan yang bersumber dari sumber daya yang tersedia seperti
masyarakat, komunitas yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang
disepakati. Kapasitas dapat meliputi prasarana dan sarana fisik, lembaga,
mengatasi pemberdayaan masyarakat, kemampuan serta pengetahuan manusia,
keterampilan dan atribut kolektif seperti hubungan sosial, kepemimpinan dan
manajemen. Kapasitas juga dapat digambarkan sebagai kemampuan. Penilaiankapasitas adalah istilah untuk proses dimana kapasitas kelompok ditinjau terhadap
tujuan yang diinginkan, dan kesenjangan kapasitas diidentifikasi untuk tindakan
lebih lanjut.
Menurut IDEP (2007) memberikan penjelasan mengenai kemampuan
sebagai berikut : Kemampuan adalah penguasaan sumber daya, cara dan
kekuatan yang dimiliki masyarakat, sehingga memungkinkan untuk
mengurangi tingkat risiko bencana dengan cara mempertahankan dan
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
19/27
38
mempersiapkan diri, mencegah, menanggulangi, meredam, serta dengan cepat
memulihkan diri dari akibat bencana. Kapasitas bisa mencakup cara-cara fisik,
kelembagaan, sosial atau ekonomi serta karakteristik keterampilan pribadi
atau kolektif seperti misalnya kepemimpinan dan manajemen. Kapasitas juga
bisa digambarkan sebagai kemampuan (capability) (Yayasan IDEP, 2007:12)
kemampuan/ketahanan adalah merupakan suatu sumber daya dan
kemampuan yang memiliki kekuatan seperti masyarakat atau komunitas, yang
dapat melakukan suatu guna mencapai tujuan tertentu yang didukung dengan
adanya ketersediaan sarana fisik dan lembaga, dan dikaitkan dengan bencana
kemampuan/ketahanan dapat mengurangi resiko dengan adanya faktor yang
mendukung tersebut. Kemampuan juga dapat dikatakan merupakan kesiapan
masyarakat dalam menghadapi bahaya, kemampuan berbanding terbalik dengan
kerentanan. Semakin mampu masyarakat dalam menghadapi bahaya maka akan
semakin kecil kerentanannya.
3.4.3.2Indikator Ketahanan/Kemampuan (Capacity)
Dalam studi Firmansyah (1998 : 38) berdasarkan modifikasi Davidson
(1997) ketahanan terbagi menjadi 2 sub faktor, yaitu :
Sumber Daya Buatan
Sumber daya buatan, meliputi aspek pendanaan, peralatan atau fasilitas
dan sumber daya manusia terlatih dan terdidik. Indikator dari sumber daya alam
adalah sebagai berikut :
a.
Rasio Jumlah Fasilitas Kesehatan Terhadap Jumlah Penduduk
Banyaknya fasilitas kesehatan dibandingkan dengan jumlah penduduk
akan berpengaruh terhadap proses atau kegiatan pemberian pertolongan
pada saat dan setelah tejadi bencana.
b. Rasio Jumlah Tenaga Kesehatan Terhadap Jumlah
Banyaknya jumlah tenaga kesehatan dibandingkan dengan jumlah
penduduk akan mempengaruhi proses atau kegiatan pelayanan kesehatan
dalam pemberian pertolongan pada saat dan setelah terjadi bencana alam.
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
20/27
39
Kemampuan Mobilitas
Kemampuan mobilitas menunjukkan kemampuan untuk melakukanevakuasi bila ada bencana alam untuk mencari tempat yang lebih aman dan
meminta bantuan. Indikator kemampuan mobilitas, yaitu sebagai berikut :
a.
Rasio Panjang Jalan Terhadap Luas Wilayah
Perbandingan antara panjang jalan dengan luas wilayah sangat berkaitan
dengan proses atau kegiatan evakuasi. Semakin besar tingkat
perbandingannya maka semakin mudah proses atau kegiatan evakuasi
dilakukan.
b. Rasio Sarana Angkutan Terhadap Jumlah Penduduk
Sarana angkutan merupakan alat yang berfungsi untuk mempermudah
proses atau kegiatan evakuasi bagi penduduk yang mengalami bencana
alam.
Sumber Daya Alami
Sebagai tambahan, dalam penelitian Oki Oktariadi (2007) dalam Erwin
Triokmen (2008:57-58) menjelaskan bahwa sub faktor ketahanan (alami)
berpengaruh terhadap tingkat risiko bencana gempa bumi yaitu terdiri keleluasaan
pemanfaatan ruang.
1. Keleluasaan Pemanfaatan Ruang
Keleluasan pemanfaatan ruang di wilayah rawan bencana bumi didasarkan
pada kondisi geologi lingkungan yang dapat menggambarkan kemampuan
atau ketahanan suatu wilayah secara alami dalam memberikan kemudahan
penduduk dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan penyelamatan bilaterjadi bencana. Sub faktor ini memiliki hubungan berkebalikan dengan
resiko bencana, sehingga semakin tinggi tingkat keleluasaan maka
semakin rendah tingkat resiko bencana yang berarti semakin tinggi
kemampuan wilayah dalam memberikan perlindungan terhadap penduduk.
Berdasarkan analisis geologi lingkungan , maka tingkat keleluasaan yang
menggambarkan ketahanan adalah tingkat keleluasaan yang termasuk
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
21/27
40
kategori tingkat leluasa dan tingkat cukup leluasa yang dijelaskan sebagai
berikut
Zona Leluasa
Zona leluasa yaitu suatu daerah dengan kondisi fisik lahan tanpa
faktor pembatas/tidak ada kendala geologi lingkungan yang berarti,
sehingga leluasa dalam pengorganisasian ruang dan pemilihan
jenis penggunaan lahan dengan biaya pembangunan yang rendah.
Zona cukup leluasa
Zona cukup leluasa yaitu daerah dengan kondisi fisik lahan yang
memiliki faktor pembatas/kendala geologi lingkungan sedang,
sehingga cukup leluasa dalam melakukan pengorganisasian ruang
untuk penggunaan lahan/pengembangan wilayah dan pemilihan
jenis penggunana lahan dengan biaya pembangunan yang sedang.
Manajemen Dan Partisipasi Struktur Masyarakat
Rasio Jumlah Penduduk terhadap organisasi tanggap darurat
Menurut CDRN dalam Ben Wisner et al. (2005:335) dasar pada
peningkatan organisasi kapasitas masyarakat yang paling rentan
melalui pembentukan organisasi tanggap bencana rakyat.
Rasio Jumlah Penduduk Terhadap Informasi yang didapat
mengenai Bencana.
3.5. Longsor
Tanah longsor adalah gerakan menuruni atau keluar lereng oleh massa tanah atau
batuan penyusun lereng, ataupun percampuran keduanya sebagai bahan
rombakan, akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng
tersebut. ( Karnawati, 2005)
Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005)
menyatakan bahwa tanah longsor boleh disebut juga dengan gerakan tanah.
Didefinisikan sebagai massa tanah atau material campuran lempung, kerikil, pasir,
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
22/27
41
dan kerakal serta bongkah dan lumpur, yang bergerak sepanjang lereng atau
keluar lereng karena faktor gravitasi bumi.
Gerakan tanah adalah gerakan perpindahan atau gerakan lereng dari
bagian atas atau perpindahan massa tanah maupun batu pada arah tegak, mendatar
atau miring dari kedudukan semula. (Varnes, 1978 dalam Zakaria, 2009)
3.6. Faktor Penyebab Gerakan Tanah/ Longsoran
Karnawati, (2004 dalam Alhasanah 2006) menjelaskan bahwa terjadinya
longsor karena adanya faktor-faktor pengontrol gerakan di antaranya
geomorfologi, geologi, geohidrologi, dan tata guna lahan, serta adanya proses-
proses pemicu gerakan seperti, infiltrasi air ke dalam lereng, getaran, dan aktivitas
manusia.
3.6.1 Faktor Pengontrol
3.6.1.1 Kelerengan (slope)
Menurut Karnawati (2001), kelerengan menjadi faktor yang sangat penting
dalam proses terjadinya tanah longsor. Pembagian zona kerentanan sangat terkait
dengan kondisi kemiringan lereng. Kondisi kemiringan lereng lebih 15 perlu
mendapat perhatian terhadap kemungkinan bencana tanah longsor dan tentunya
dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mendukung. Pada dasarnya
sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah perbukitan atau
pegunungan yang membentuk lahan miring.
Karnawati, (2001) menyebutkan terdapat tiga tipologi lereng yang rentan
untuk bergerak/longsor, yaitu :
1.
Lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah gembur di alasi oleh batuan
atau tanah yang lebih kompak
2. Lereng yang tersusun oleh pelapisan batuan miring searah lereng, dan
3. Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan.
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
23/27
42
3.6.1.2 Kondisi Geologi
Faktor geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah
struktur geologi, sifat batuan, hilangnya perekat tanah karena proses alami
(pelarutan). Struktur geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah
adalah:
kontak batuan dasar dengan pelapukan batuan, retakan/rekahan, perlapisan
batuan, dan patahan. Zona patahan merupakan zona lemah yang mengakibatkan
kekuatan batuan berkurang sehingga menimbulkan banyak retakan yang
memudahkan air meresap (Surono, 2003).
Struktur perlapisan batuan dapat bertindak sebagai bidang gelincir
sehingga kemiringan perlapisan batuan yang searah dengan kemiringan lereng
berpotensi mengalami gerakan tanah. Retakan batuan sering menjadi saluran air
masuk ke dalam lereng, semakin banyak air yang masuk melewati kekar, tekanan
air juga akan semakin meningkat, mengingat jalur tersebut merupakan bidang
dengan kuat geser lemah, maka kenaikan tekanan air sangat mudah menggerakkan
lereng melalui jalur tersebut.
3.6.1.3 Tata guna lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata guna lahan perkebunan,
pemukiman, dan pertanian yang berada pada lokasi lereng yang terjal. Pada lahan
persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah
menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan
untuk daerah perkebunan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat
menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah
longsoran lama.
3.6.2 Faktor Pemicu
Gangguan yang merupakan pemicu tanah longsor merupakan proses
alamiah atau tidak alamiah ataupun kombinasi keduanya, yang secara aktif
mempercepat proses hilangnya kestabilan pada suatu lereng. Jadi pemicu ini dapat
berperan dalam mempercepat peningkatan gaya penggerak/peluncur/driving force,
mempercepat pengurangan gaya penahan gerakan/resisting force, ataupun
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
24/27
43
sekaligus mengakibat keduanya. Secara umum ganguan yang memicu tanah
longsor adalah:
3.6.2.1 Hujan
Karnawati, (2003) menyatakan salah satu faktor penyebab terjadinya
bencana tanah longsor adalah air hujan. Air hujan yang telah meresap ke dalam
tanah lempung pada lereng akan tertahan oleh batuan yang lebih kompak dan
lebih kedap air. Derasnya hujan mengakibatkan air yang tertahan semakin
meningkatkan debit dan volumenya dan akibatnya air dalam lereng ini semakin
menekan butiran-butiran tanah dan mendorong tanah lempung pasiran untuk
bergerak longsor. Batuan yang kompak dan kedap air berperan sebagai penahan
air dan sekaligus sebagai bidang gelincir longsoran, sedangkan air berperan
sebagai penggerak massa tanah yang tergelincir di atas batuan kompak tersebut.
Semakin curam kemiringan lereng maka kecepatan penggelinciran juga semakin
cepat. Semakin gembur tumpukan tanah lempung maka semakin mudah tanah
tersebut meloloskan air dan semakin cepat air meresap ke dalam tanah. Semakin
tebal tumpukan tanah, maka juga semakin besar volume massa tanah yanglongsor. Tanah yang longsor dengan cara demikian umumnya dapat berubah
menjadi aliran lumpur yang pada saat longsor sering menimbulkan suara
gemuruh. Hujan dapat memicu tanah longsor melalui penambahan beban lereng
dan menurunkan kuat geser tanah.
Hujan pemicu gerakan tanah adalah hujan yang mempunyai curah tertentu
dan berlangsung selama periode waktu tertentu, sehingga air yang di
curahkannya dapat meresap ke dalam lereng dan mendorong massa tanah untuk
longsor.
Secara umum terdapat dua tipe hujan pemicu longsoran di Indonesia, yaitu
tipe hujan deras dan tipe hujan normal tapi berlangsung lama. Tipe hujan deras
misalnya adalah hujan yang dapat mencapai 70 mm per jam atau lebih dari 100
mm per hari. Tipe hujan deras hanya akan efektif memicu longsoran pada lereng-
lereng yang tanahnya mudah menyerap air misal pada tanah lempung pasiran dan
tanah pasir. Pada lereng demikian longsoran dapat terjadi pada bulan-bulan awal
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
25/27
44
musim hujan, misalnya pada akhir Oktober atau awal November di Jawa. Tipe
hujan normal contohnya adalah hujan yang kurang dari 20 mm per hari. Hujan
tipe ini apabila berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan
dapat efektif memicu longsoran pada lereng yang tersusun oleh tanah yang lebih
kedap air, misalnya lereng dengan tanah lempung (Karnawati, 2000). Pada lereng
ini longsoran terjadi mulai pada pertengahan musim hujan, misal pada bulan
Desember hingga Maret.
Curah hujan mempunyai satuan dalam millimeter. Curah hujan 1 mm
adalah air hujan yang jatuh pada setiap permukaan seluas 1 mm2
setinggi 1 mm
dengan tidak menguap, meresap, dan mengalir atau dengan kata lain sejumlah air
hujan yang jatuh sebanyak 1 liter pada setiap luasan 1 m2. (Badan Meteorologi
dan Geofisika, 2008). Adapun klasifikasi besar curah hujan sebulan yaitu:
Tabel III.2
Klasifikasi besar curah hujan harian
Klasifikasi hujan
harianCurah Hujan Hari hujan
Estimasi
jumlah ch
Kumulatif ch
bulanan
a.
Sangat ringan 100 mm/24jam 1-2 hari 110-300 mm 510-845 mm
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, 2008)
Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika, (2008) bahwa curah hujan
kumulatif 400 mm/bulan atau 51-100mm/24jam di kategorikan lebat dan mudah
untuk terjadi tanah longsor.
3.6.2.2 Getaran
Getaran memicu longsoran dengan cara melemahkan atau memutuskan
hubungan antar butir partikel-partikel penyusun tanah/ batuan pada lereng. Jadi
getaran berperan dalam menambah gaya penggerak dan sekaligus mengurangi
gaya penahan. Contoh getaran yang memicu longsoran adalah getaran gempabumi
yang diikuti dengan peristiwa liquefaction. Liquefaction terjadi apabila pada
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
26/27
45
lapisan pasir atau lempung jenuh air terjadi getaran yang periodik Pengaruh
getaran tersebut akan menyebabkan butiran-butiran pada lapisan akan saling
menekan dan kandungan airnya akan mempunyai tekanan yang besar terhadap
lapisan di atasnya. Akibat peristiwa tersebut lapisan di atasnya akan seperti
mengambang, dan dengan adanya getaran tersebut dapat mengakibatkan
perpindahan massa di atasnya dengan cepat.
3.6.2.3 Aktivitas manusia
Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005),
tanah longsor dapat terjadi karena ulah manusia sebagai pemicu terjadinya tanah
longsor, seperti:
a. Pemotongan tebing pada penambangan batu di lereng yang terjal.
b. Penimbunan tanah urugan di daerah lereng.
c.
Kegagalan struktur dinding penahan tanah.
d. Perubahan tata lahan seperti penggundulan hutan menjadi lahan basah
yang menyebabkan terjadinya pengikisan oleh air permukaan dan
menyebabkan tanah menjadi lembek
e. Adanya budidaya kolam ikan dan genangan air di atas lereng.
f. Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman.
g.
Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran
masyarakat
h. Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik yang menyebabkan lereng
semakin terjal akibat penggerusan oleh air saluran di tebing
i.
Adanya retakan akibat getaran mesin, ledakan, beban massa yang
bertambah dipicu beban kendaraan, bangunan dekat tebing, tanah kurang
padat karena material urugan atau material longsoran lama pada tebing
j.
Terjadinya bocoran air saluran dan luapan air saluran.
Pembukaan hutan untuk keperluan manusia, seperti misalnya untuk
perladangan, persawahan dengan irigasi, penanaman pohon kelapa, dan
penanaman tumbuhan yang berakar serabut dapat berakibat menggemburkan
-
7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori
27/27
tanah. Peningkatan kegemburan tanah ini akan menambah daya resap tanah
terhadap air, akan tetapi air yang meresap ke dalam tanah tidak dapat banyak
terserap oleh akar-akar tanaman serabut. Akibatnya air hanya terakumulasi dalam
tanah dan akhirnya menekan dan melemahkan ikatan-ikatan antar butir tanah.
Akhirnya karena besarnya curah hujan yang meresap, maka longsoran tanah akan
terjadi.
Pemotongan lereng untuk jalan dan pemukiman dapat mengakibatkan
hilangnya peneguh lereng dari arah lateral. Hal ini selanjutnya mengakibatkan
kekuatan geser lereng untuk melawan pergerakan massa tanah terlampaui oleh
tegangan penggerak massa tanah dan akhirnya longsoran tanah pada lereng akan
terjadi. (Karnawati, 2005)