bab i_membran selulosa

10
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membran didefinisikan sebagai lapisan tipis, pembatas antara dua fasa yang bersifat semipermeabel. Teknologi membran banyak dikembangkan, karena mempunyai beberapa keunggulan dibanding proses pemisahan yang lain. Keunggulannya yaitu pemisahan (separation) dapat berlangsung secara kontinyu, energi yang digunakan umumnya rendah, proses membran dapat dikombinasikan dengan proses pemisahan yang lain, sifat-sifat dan variabel membran dapat disesuaikan, zat aditif yang digunakan tidak terlalu banyak, pemisahan larutan- larutan yang peka terhadap suhu (misalnya larutan biologis dan organik), energinya tergolong hemat dan bersih, serta relatif tidak menimbulkan limbah. Dengan keunggulannya tersebut teknologi membran digunakan dalam aplikasi yang makin luas, misalnya desalinasi air laut dan air payau, pemisahan dan pemekatan air limbah industri (waste water treatment), penjernihan dan sterilisasi air minum, pemisahan gas, pemisahan darah untuk penderita ginjal, serta bioteknologi (Cahya, 2012) Di Indonesia, teknologi membran belum berkembang begitu pesat seperti di negara maju karena membran belum banyak diproduksi di Indonesia. Industri yang

Upload: trisuciati-syahwardini

Post on 24-Oct-2015

65 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Pengantar penelitian

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I_membran selulosa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Membran didefinisikan sebagai lapisan tipis, pembatas antara dua fasa yang

bersifat semipermeabel. Teknologi membran banyak dikembangkan, karena

mempunyai beberapa keunggulan dibanding proses pemisahan yang lain.

Keunggulannya yaitu pemisahan (separation) dapat berlangsung secara kontinyu,

energi yang digunakan umumnya rendah, proses membran dapat dikombinasikan

dengan proses pemisahan yang lain, sifat-sifat dan variabel membran dapat

disesuaikan, zat aditif yang digunakan tidak terlalu banyak, pemisahan larutan-

larutan yang peka terhadap suhu (misalnya larutan biologis dan organik),

energinya tergolong hemat dan bersih, serta relatif tidak menimbulkan limbah.

Dengan keunggulannya tersebut teknologi membran digunakan dalam aplikasi

yang makin luas, misalnya desalinasi air laut dan air payau, pemisahan dan

pemekatan air limbah industri (waste water treatment), penjernihan dan sterilisasi

air minum, pemisahan gas, pemisahan darah untuk penderita ginjal, serta

bioteknologi (Cahya, 2012)

Di Indonesia, teknologi membran belum berkembang begitu pesat seperti

di negara maju karena membran belum banyak diproduksi di Indonesia. Industri

yang akan menggunakan teknologi ini harus mengimpor membran beserta modul

dan sistemnya sehingga harganya relatif lebih mahal. Upaya pencarian bahan baku

alternatif sebagai bahan baku pembuatan membran juga sangat diperlukan

mengingat Indonesia kaya dengan tanaman berselulosa tinggi seperti pisang,

nanas, kelapa, eceng gondok, dan lain-lain.

Larutan atau media yang mengandung glukosa dapat dijadikan selulosa

dari proses sintesis dengan bakteri (selulosa mikrobial). Selain itu selulosa

mikrobial seperti nata mempunyai kekhasan sifat struktural dan fisikokimiawi

dibandingkan selulosa kayu.

Produksi buah nanas di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 1.558.049 ton.

Sebagai komoditi hortikultura, buah nanas diolah menjadi berbagai macam

produk seperti selai, sirup, sari buah, nektar serta buah dalam botol atau kaleng.

Page 2: BAB I_membran selulosa

Berbagai macam pengolahan tersebut menimbulkan limbah kulit yang belum

banyak dimanfaatkan, atau relatif hanya dibuang, sehingga menimbulkan masalah

bagi lingkungan. Satu buah nanas hanya 53% bagian saja yang dapat dikonsumsi,

sedangkan sisanya dibuang sebagai limbah, sehingga limbah kulit nanas makin

lama makin menumpuk dan umumnya hanya dibuang sebagai sampah.

Berdasarkan kandungan nutriennya, kulit buah nanas mengandung karbohidrat

dan gula yang cukup tinggi. Kulit buah nanas mengandung 81.72 % air; 20.87 %

serat kasar; 17.53 % karbohidrat; 4.41 % protein; dan 13.65 % gula reduksi

(Aprilia, 2009). Melihat potensi yang besar pada kulit nanas, membuka peluang

dalam pemanfaatan limbah kulit nanas menjadi produk yang lebih bermanfaat

melalui fermentasi dengan bakteri Acetobacter xylinum menjadi produk nata (nata

de pina). Studi mendalam terhadap nata untuk berbagai bidang aplikasi sangat

diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah bagi produk nata sebagai membran

selulosa.

1.2 Rumusan masalah

Selulosa merupakan biopolimer yang jumlahnya paling melimpah di alam dan

mempunyai peranan penting sebagai bahan baku berbagai jenis industri. membran

didefinisikan sebagai lapisan tipis, pembatas antara dua fasa yang bersifat

semipermeabel.

Iskandar,dkk (2010) telah melakukan percobaan untuk membuat Film

Selulosa dari Nata de Pina. Tahapan awalnya adalah membuat nata dari buah

nanas dengan cara fermentasi menggunakan acetobacter xylinum yang dilakukan

pada suhu ruang selama 15 hari untuk melihat pengaruh konsentraasi gula

(nutrisi) dan pH pada kualitas film. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil

terbaik didapat pada konsestrasi gula 10% dan pH 5. Dimana rendemen yag

didapat sebanyak 26,80%, dengan kadar air 80,55%, dan ketebalan 3,30 cm.

Produk nata ini dapat digunakan untuk membuat film selulosa dengan

karakteristik 8,20 Kgf/mm2 and 11,71% untuk kekuatan regangan maksimum dan

kemampuan elongasi

Page 3: BAB I_membran selulosa

Potensi limbah dari beberapa tanaman juga dapat dimanfaatkan selulosanya

dengan proses biosintesis atau fermentasi. Siswarni (2007) melakukan penelitian

dengan memanfaatkan Limbah Kulit Pisang sebagai Membran Selulosa dengan

cara fermentasi menggunakan acetobacter xylinum sebagai starter. Variasi jumlah

starter adalah 50 ml, 100 ml, 150 ml, dan 200 ml, sedangkan waktu fermentasi 7

hari, 9 hari, 11 hari, dan 13 hari. Jumlah starter yang optimal adalah 200 ml – 250

ml media dan waktu fermentasi 13 hari diperoleh ketahanan sobek, kekuatan tarik,

dan permeabilitas dengan nilai standar.

Febrianti (2013) melakukan biosintesis selulosa oleh acetobacter xylinum

menggunakan limbah cair tahu sebagai media pertumbuhan dengan penambahan

molase. Diujikan tiga konsentrasi molase, yaitu 2%, 4%, dan 6%. Pengamatan

berat lapisan selulosa yang dihasilkan dilakukan pada hari ke-10. Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi molase yang diberikan maka

semakin besar berat lapisan selulosa yang dihasilkan, walaupun perbedaan berat

ini tidak segnifikan setelah diuji dengan Anava. Konsentrasi molase 6%

menghasilkan berat selulosa yang paling tinggi.

Bahan lain yang dapat dimanfaatkan adalah eceng gondok, seperti penelitian

yang dilakukan oleh Rachmilda (2011) dengan memanfaatkan selulosa asetat dari

eceng gondok sebagai bahan baku pembuatan membran untuk desalinasi Proses

fermentasi dilakukan dengan starter Acetobacter xylinium dengan variasi 100 mL,

150 mL, dan 200 mL. Membran dibuat dengan mencampurkan gumpalan-

gumpalan selulosa asetat dalam pelarut diklorometan hingga terbentuk dope dan

dicetak di atas pelat kaca. Penelitian ini menghasilkan membran selulosa asetat

dari eceng gondok dengan jumlah 200 ml starter Acetobacter xylinium memiliki

kemampuan terbaik dalam proses desalinasi, yaitu sebesar 25% koefisien rejeksi

membran. Membran yang dihasilkan termasuk membran ultrafiltrasi dengan

ukuran pori membran yang dihasilkan antara 19,43 nm hingga 58,28 nm.

Pada pemanfaatan selulosa sebagai edible film, Luki (2002) melakukan

penelitian tentang pemanfaatan limbah cair “virgin coconut oil” (vco) sebagai

bahan baku selulosa bakteri dan aplikasinya sebagai “edible cellulose film” (ecf)

dengan variasi lama fermentasi (8, 10,12 hari) dan lama perendaman dalam

Page 4: BAB I_membran selulosa

larutan gliserin (1, 1.5, 2 jam), Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan

lama fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (α=0,01)

pada parameter kadar air, kadar selulosa, ketebalan, "tensile strength", elongasi,

daya serap air dan permeabilitas uap air. Sedangkan lama perendaman film dalam

gliserin memberikan pengaruh sangat nyata (α=0,01) terhadap parameter kadar

air, kadar selulosa, "tensile strength" dan elongasi, serta memberikan pengaruh

nyata pada ketebalan, daya serap air dan permeabilitas uap air. ECF yang dibuat

dari selulosa bakteri (nata) memiliki karekteristik ketebalan 0,024-0,046 mm,

kadar air 5,491-7,027 %, kadar selulosa 90,923-94,417 %, ”tensile strength”

16,415-22,545 N/cm2, elongasi 10,139-13,782 %, permeabilitas uap air

0,005-0,008 gr/cm2, dan kecerahan 47,520-48,400.

Mulyono (2007) telah melakukan studi mengenai potensi Membran Nata De

Coco Sebagai Material Biosensor. Menggunakan bakteri acetobacter

xylinum.hasil penelitian menunjukkan membran dengan lama inkubasi 3 hari

dapat melewatkan glukosa sebesar 76,84 %, harga fluks/permeabilitas sebesar

61,15 Lm-2jam-1. Untuk konsentrasi rendah permeat yang dihasilkan mencapai

87% dan berkurang dengan bertambahnya konsentrasi.

Pembuatan membran selulosa asetat dari nata de coco untuk memisahkan gas

NOx pada asap rokok telah diteliti oleh Winahyu (2011). Membran yang

digunakan merupakan membran selulosa asetat yang berasal dari selulosa

bakterial yaitu nata de coco dengan cara fermentasi menggunakan bakteri

Acetobacter xylinum. perbandingan berat nata de coco dengan volume asam asetat

glasial yaitu 3 g:20 mL dan 3 g:25 mL Hasil penelitian yang dihasilkan adalah

kedua membran selulosa asetat dari nata de coco yang dihasilkan berbentuk

lembaran berwarna putih dengan ketebalan 0,7 mm, gas NOX yang terserap pada

membran selulosa asetat dengan perbandingan berat nata de coco yang digunakan

dengan volume asam asetat glasial 3 g:20 mL kadarnya sebesar 59,61%,

sedangkan dengan perbandingan 3 g:25 mL kadarnya sebesar 61,54%, sehingga

membran selulosa asetat dari nata de coco yang dihasilkan efektif dalam

memisahkan gas NOX dari asap rokok

Page 5: BAB I_membran selulosa

Lindu,dkk (2010) melakukan penelitian tentang sintesis dan uji kemampuan

membran selulosa asetat dari nata de coco sebagai membran ultrafiltrasi untuk

menyisihkan zat warna pada air limbah artifisial. Telah diperoleh membran

selulosa asetat dari nata de coco dengan variasi konsentrasi perendam NaOH 2 %

(CA-1), 4 % (CA-2). Selulosa asetat hasil asetilasi memiliki kadar asetil sebesar

45,20 % (CA-1) dan 44,80% (CA-2). Analisis FTIR menunjukkan serapan khas

gugus C=O Karbonil pada bilangan gelombang 1755,2 cm-1 (CA-1) dan 1752,25

cm-1 (CA-2) serta gugus C-O Asetil pada bilangan gelombang 1232 cm-1 sampai

1240 cm-1. Kinerja kedua jenis membran diuji pada tekanan 2 bar, 4 bar dan 6 bar

baik dengan air murni maupun air limbah artifisial.

Pemanfaatan membran selulosa untuk pengolahan air telah diteliti oleh Eka

Cahya Muliawati (2012). Membran dibuat dengan metode inversi fasa dengan

variasi waktu penguapan pelarut 10 detik, 15 detik, 25 detik dan variasi

penambahan PEG 2,5%, 3,5%, 5%. Membran dengan kinerja optimum diperoleh

pada komposisi selulosa asetat 23%, poli etilen glikol 5%, dan aseton 72%,

penambahan air 1% pada waktu penguapan pelarut 25 detik dan suhu koagulan

pada suhu kamar. Karakterisasi membran diperoleh kinerja optimum meliputi :

fluks 34.416 L.m-2.jam-1.bar-1 , rejeksi untuk kekeruhan 92 %, rejeksi untuk

TDS (padatan terlarut) 85 %, rejeksi untuk ion multivalent yaitu Ca sebesar 81%,

modulus young 12433 N/cm2.

Selain bermanfaat dalam pengolahan air, membran selulosa juga dapat

digunakan sebagai pengikatan logam, seperti yang telah dilakukan oleh Lia

Aprilia (2009) yaitu preparasi produk nata de pina dan aplikasi pengikatannya

terhadap logam kobalt(ii). Dengan memanfaatkan limbah kulit nanas melalui

fermentasi dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum menjadi produk yang

nata de pina. Modifikasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah modifikasi

nata menggunakan asam sulfat, NaOH, dan asam monokloroasetat (konversi

menjadi karboksimetil selulosa). Pencirian lembaran kering nata termodifikasi

kimia menggunakan Fourier transfom infrared (FTIR). Urutan kapasitas adsorpsi

terbesar dari setiap nata termodifikasi kimia dan tanpa modifikasi terhadap

kobalt(II) adalah modifikasi NaOH > tanpa modifikasi > modifikasi asam sulfat >

Page 6: BAB I_membran selulosa

modifikasi asam monokloroasetat, dengan nilai kapasitas adsorpsi maksimumnya

berturut-turut sebesar 520.89, 420.67, 95.67, dan 47.39 μg/g adsorben. Urutan

nilai efisiensi adsorpsi terbesar dari nata termodifikasi kimia dan tanpa modifikasi

terhadap logam kobalt(II) adalah modifikasi NaOH > tanpa modifikasi >

modifikasi asam sulfat > modifikasi asam monokloroasetat, dengan nilai efisiensi

adsorpsi maksimumnya berturut-turut 40.71, 23.99, 8.26, dan 4.25%. Nata

termodifikasi kimia (NaOH) dapat menjerap 19.24% lebih banyak logam kobalt

dibandingkan nata tanpa modifikasi.

Berdasarkan beberapa referensi tersebut diatas, kebaruan pada penelitian kali

ini yang akan dirumuskan sebagai permasalahan pemanfaatan kulit nanas untuk

membuat membran selulosa dengan mikroorganisme acetobacter xylinum dengan

berbagai variabel di dalamnya yang kemudian komposisi optimum diterapkan

pada pembuatan membran selulosa dari kulit nanas.

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Membuat membran selulosa dari nata de pina yang berasal dari kulit buah

nanas

2. mengetahui pengaruh nata yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum

dari fermentasi sari kulit nanas

3. Menilai proses fermentasi berdasarkan kondisi yang berbeda

4. Melakukan pengujian pada membran selulosa yang dihasilkan

1.4 Manfaat

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

potensi kulit nanas dan bakteri Acetobacter xylinum sebagai bahan pembuatan

membran, dan membuka peluang peningkatan nilai jual terhadap nanas serta

pemanfaatan limbah nanas