bab iv

16
BAB IV PELAKSANAAN 4.1 Analisis Protein Kasar 4.1.1 Metode Metode yang digunakan adalah dengan cara Kjeldahl, berdasarkan SNI 01-2891-1992. 4.1.2 Prinsip Penentuan kadar protein secara kasar dengan cara kjeldahl adalah dengan menentukan jumlah nitrogen (N) total yang dikandung oleh suatu bahan. Umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16% (dalam protein murni). Untuk senyawa-senyawa protein tertentu yang telah diketahui kadar unsur N-nya, maka faktor perkalian yang lebih tepat dapat digunakan. Analisis protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi dan titrasi. Berikut penjelasannya mengenai ketiga tahapan diatas. a. Tahap Destruksi Contoh yang dianalisis harus dihancurkan (destruksi) dengan menambahkan asam sulfat pekat dan dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Proses destruksi tersebut bertujuan untuk menghancurkan 36 Pemanasa n Katalis Amonium

Upload: khaa-ikha-handayani

Post on 10-Nov-2015

215 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

jhbkjn

TRANSCRIPT

5242

BAB IV

PELAKSANAAN

4.1 Analisis Protein Kasar

4.1.1 Metode

Metode yang digunakan adalah dengan cara Kjeldahl, berdasarkan SNI 01-2891-1992.

4.1.2 Prinsip

Penentuan kadar protein secara kasar dengan cara kjeldahl adalah dengan menentukan jumlah nitrogen (N) total yang dikandung oleh suatu bahan. Umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16% (dalam protein murni). Untuk senyawa-senyawa protein tertentu yang telah diketahui kadar unsur N-nya, maka faktor perkalian yang lebih tepat dapat digunakan. Analisis protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi dan titrasi. Berikut penjelasannya mengenai ketiga tahapan diatas.

a. Tahap Destruksi

Contoh yang dianalisis harus dihancurkan (destruksi) dengan menambahkan asam sulfat pekat dan dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Proses destruksi tersebut bertujuan untuk menghancurkan contoh menjadi unsur-unsurnya sehingga seluruh karbon dan hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) berubah menjadi amonium sulfat ((NH4)2SO4). Untuk mempercepat proses destruksi maka ditambahkan katalisator berupa CuSO4 : Na2SO4 : Selen. Selama proses destruksi akan terjadi reaksi sebagai berikut :

N (contoh) + H2SO4

(NH4)2SO4Akhir dari proses destruksi ditandai dengan larutan menjadi berwarna hijau jernih.

b. Tahap Destilasi

Pada tahap ini, amonium sulfat yang terkandung dalam larutan dipecah menjadi gas ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH. Selain itu, fungsi dari penambahan NaOH ini dilakukan untuk menetralkan asam sulfat yang terkandung dalam larutan. Gas amonia yang terbentuk selanjutnya ditangkap oleh asam borat (H3BO3) dalam jumlah yang berlebih dan membentuk NH4H2BO3. Untuk mengetahui asam borat dalam keadaan berlebih maka diberikan indikator protein yaitu BCG : MR (Brom Cresol Green : Methyl Red). Reaksi yang terjadi selama proses destilasi, sebagai berikut :

(NH4)2SO4 + 2NaOH

Na2SO4 + 2H2O + 2NH3 (g)

2NH3 (g) + 2H3BO3

2NH4H2BO3c. Tahap Titrasi

Dalam tahap ini, senyawa NH4H2BO3 dititrasi dengan menggunakan asam klorida (HCl) 0,1 N, sehingga asam borat terlepas kembali bereaksi dan terbentuk amonium klorida. Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi ungu. Jumlah asam klorida yang digunakan untuk titrasi setara dengan jumlah nitogen yang terkandung dalam sampel. Reaksi yang terjadi selama proses titrasi adalah sebagai berikut :

2NH4H2BO3 + 2HCl

2NH4Cl + 2H3BO34.2 Analisis Serat Kasar4.2.1 Metode

Metode yang digunakan berdasarkan pada SNI 01- 2891-1992.

4.2.2 Prinsip

Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan yang telah diperlakukan dengan asam dan terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin dan pentose.

Contoh yang dianalisis disaring terlebih dahulu menggunakan saringan dengan ukuran 18 mesh/ 1 mm. Selanjutnya, contoh tersebut harus dibebaskan lemaknya terlebih dahulu secara ekstraksi sokhlet dengan petroleum benzena. Hal ini dilakukan agar lemak dalam contoh tidak ikut terhitung kadarnya sehingga kadar serat kasar yang diperoleh merupakan kadar serat kasar yang sebenarnya. Pembebasan lemak tersebut dapat diabaikan jika jumlah lemak dalam contoh rendah.

Hasil penyaringan tersebut ditambahkan larutan asam yaitu H2SO4 1,25% yang berfungsi untuk menghidrolisis serat makanan yang terkandung dalam sampel, serta dilakukan pendidihan menggunakan pendingin tegak. Setelah itu, dilakukan penambahan NaOH 35% yang juga berfungsi untuk menghidrolisis serat makanan yang terkandung dalam contoh yang dianalisis, serta dilakukan pendidihan menggunakan pendingin tegak.

Tahap selanjutnya adalah penyaringan dengan metode vakum yaitu dengan menggunakan corong buchner dan pompa. Kertas saring yang digunakan harus bebas abu yaitu kertas saring whatman No. 41. Penyaringan yang dilakukan pun harus dalam keadaan panas agar mempermudah dalam proses penyaringan dan untuk mengefisiensikan waktu penyaringan. Selain itu, apabila penyaringan dilakukan dalam keadaan dingin larutan akan mengental dan menjadi lebih sulit untuk disaring.

Tahap selanjutnya dilakukan pencucian dengan H2SO4 1,25% panas, air mendidih dan etanol 95%. Pencucian dengan H2SO4 1,25% panas bertujuan agar ion-ion yang terkandung sama seperti sebelum pencucian. Selain itu, pencucian dengan etanol 96% bertujuan untuk melarutkan dan mengikat lemak yang masih terkandung dalam endapan. Kemudian kertas saring yang berisi residu yang telah dicuci dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 4 jam dan dilakukan pendinginan serta penimbangan. Jika kadar serat kasar lebih dari 1% dilakukan pengabuan terhadap kertas saring beserta isi. Selanjutnya dikeringkan dalam tanur pada suhu 550oC selama 2 jam dan dilakukan pendinginan serta penimbangan sehingga diperoleh kadar serat kasar dalam contoh yang dianalisis.

4.3 Analisis Lemak

4.3.1 Metode Hidrolisis (Weibull)

Metode Hidrolisis (Weibull) ini berdasarkan pada SNI 01- 2891- 1992.

Prinsip

Contoh yang dianalisis dihidrolisis terlebih dahulu dengan HCl 25% dengan bantuan pemanasan Tujuan dari hidrolisis ini adalah untuk membebaskan asam lemak yang terikat dalam contoh. Selanjutnya dilakukan proses penyaringan menggunakan kertas saring whatman No. 41. Penyaringan dilakukan dalam keadaan panas agar mempermudah penyaringan sehingga lebih cepat dan untuk mengefisiensikan waktu penyaringan. Selain itu, apabila penyaringan dilakukan dalam keadaan dingin larutan akan mengental dan menjadi lebih sulit untuk disaring. Selanjutnya, pencucian dengan air panas hingga bebas Cl-. Pengujian ini dilakukan dengan meneteskan larutan AgNO3 pada bilasan terakhir.

Tahapan berikutnya, pengeringan endapan + kertas saring selama 4 jam pada suhu 105oC. kemudian endapan + kertas saring tersebut dmasukkan dalam kertas thimble dan dilakukan ekstraksi sokhlet. Labu lemak yang digunakan sudah diketahui bobot kosongnya terlebih dahulu. Ekstraksi dilakukan selama 3 jam dengan menggunakan pelarut organik yaitu petroleum benzena. Selanjutnya dilakukan penyulingan sehingga diperoleh ekstrak lemak dalam labu lemak. Ekstrak lemak tersebut dikeringkan selama 2 jam pada suhu 105oC yang kemudian ditimbang dan dihitung kadar lemak dalam contoh tersebut.

4.3.2 Metode Mojonnier (Hiidrolisis Amonia)

Metode Mojonnier (Hiidrolisis Amonia) ini berdasarkan pada SNI 01- 2891- 1992.

Prinsip

Prinsip dari metode ini yaitu lemak dari contoh diekstrak dengan campuran etil eter dan petroleum eter (1 : 1) dan ditetapkan secara gravimetri setelah didestruksi dengan amonia.

Contoh yang dapat dianalisis dengan metode ini yaitu keju, coklat, susu kental, krim, susu kering dan eskrim. Contoh yang dianalisis tersebut ditambahkan dengan amonia yang berfungsi untuk menghidrolisis dan membebaskan asam lemak yang terikat dalam contoh. Kemudian dilakukan penambahan etanol yang bersifat sebagai pelarut semi polar. Penambahan ini bertujuan untuk melarutkan lemak dalam contoh. Tahap selanjutnya, dilakukan ekstraksi secara cair-cair menggunakan campuran dietil eter dan petroleum eter (1:1). Fungsi penambahan kedua pelarut tersebut adalah untuk melarutkan lemak yang terkandung dalam contoh sehingga lemak dalam contoh tersebut dapat terlarutkan secara sempurna. Petroleum eter mempunyai kemampuan mengurangi kelarutan air dalam etil eter sehingga dapat mempekecil adanya zat-zat yang dapat larut dalam air terikut dalam minyak. Dengan kata lain, akan diperoleh lemak/minyak dalam jumlah sebenarnya. Hasil dari ekstraksi tersebut diperoleh dua fasa yaitu fasa air dan fasa organik yaitu eter dan lemak. Fasa organik tersebut ditampung dalam labu lemak yang sudah diketahui bobotnya dengan melewati fasa tersebut pada padatan Na2SO4. Fungsi padatan Na2SO4 ini adalah untuk mengikat air yang masih terkandung dalam fasa eter dan lemak tersebut. Ekstraksi dilakukan kembali hingga tiga kali.

Hasil ekstraksi yaitu fasa eter dan lemak tersebut kemudian diuapkan dengan pelarutnya dan dikeringkan dalam oven 105oC hingga diperoleh berat konstan. Berat residu dinyatakan sebagai berat lemak/minyak dalam bahan. 4.3.3 Metode Langsung

Metode penentuan lemak secara langsung ini berdasarkan pada SNI 01- 2891- 1992. Prinsip

Metoda analisis kadar lemak secara langsung dilakukan dengan metode ekstraksi Soxhlet. Bahan atau contoh yang dapat dianalisis dengan metode ini merupakan bahan atau contoh yang lemaknya tidak terikat dalam bahan atau contoh tersebut.

Contoh yang dianalisis dimasukkan ke dalam kertas lemak. Kenudian kertas lemak yang berisi contoh tersebut dimasukkan dalam sokhlet. Labu lemak yang digunakan untuk ekstraksi sudah diketahui bobot kosongnya. Ekstraksi dilakukan dengan cara mengekstrak lemak dari bahan dengan pelarut organik yaitu petroleum benzena dan dilakukan dengan cara direfluks pada suhu yang sesuai dengan titik didih pelarut yang digunakan. Setelah pelarutnya diuapkan, lemak dari bahan dapat ditimbang dan dihitung persentasenya.4.4 Analisis SO2 (Metode Distilasi)

4.4.1 Metode

Metode yang digunakan adalah dengan cara distilasi, berdasarkan pada SNI 01-2894-1992.4.4.2 Prinsip

Contoh yang dianalisis dapat berupa padatan atau cairan. Contoh tersebut ditambahkan air, H3PO4 (P) dan methanol. Fungsi dari penambahan H3PO4 (P) adalah untuk membuat suasana asam. Tahap selanjutnya, distilasi dengan dialiri gas N2. Aliran gas N2 tersebut berfungsi untuk meniupkan atau membawa SO2 yang terbentuk menuju penampung yang telah tersedia. Hasil distilasi tersebut ditampung dalam penampung yang telah disediakan. Penampung tersebut berisi H2O2 3%, air dan indikator BCG : MR (Brom Cresol Green : Methyl Red). Penampung tersebut dinetralkan dengan NaOH 0,01 N hingga warna biru laut. Tujuan dari adanya larutan H2O2 3% di dalam penampung adalah untuk mengikat SO2 yang dibawa dengan bantuan aliran gas N2.Hasil distilasi menunjukkan bahwa terdapat SO2 dalam contoh adalah dengan berubahnya warna larutan dalam penampung menjadi warna ungu. Kemudian hasil tersebut dititrasi dengan NaOH 0,01 N hingga warna biru laut.

4.5 Analisis Formalin

4.5.1 Metode

Metode analisis formalin secara kualitatif ini berdasarkan pada AOAC official method 931.08.4.5.2 Prinsip

Suatu contoh yang dianalisis dimasukkan dalam labu destilasi yang kemudian ditambahkan air. Kemudian dilakukan penambahan asam fosfat pekat dan didistilasi. Penambahan asam fosfat ini bertujuan untuk membuat suasana asam. Hasil distilasi ditampung dalam labu ukur 50 mL.

Pengujian dilakukan dengan menambahkan asam kromatropat pada contoh yang telah didistilasi. Pengujian menghasilkan reaksi yang positif, jika perubahan warna yang dihasilkan berwarna ungu.

Formalin dengan adanya asam kromatropat dalam asam sulfat disertai pemanasan beberapa menit akan terjadi pewarnaan violet. Pewarnaan disebabkan terbentuknya ion karbenium- oksonium yang stabil karena mesomeri. Reaksi formalin dengan asam kromatropat dapat dilihat pada gambar 4.1.

Sumber : Anonim c, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21953/4/Chapter%20II.pdf

Gambar 4.1 Reaksi Formalin dengan asam kromatropat

4.6 Analisis Pewarna

4.6.1 Analisis Kualitatif

Prinsip

Contoh yang dianalisis dapat berupa padatan maupun cairan. Warna contoh yang dianalisis harus homogen atau sejenis baik warna asli maupun komplemen.

Contoh yang dianalisis tersebut ditempatkan dalam gelas kimia dan ditambahkan benang wool. Benang wool ini digunakan untuk menyerap zat warna yang terkandung dalam contoh. Kemudian dilakukan penambahan asam asetat glasial dan air. Penambahan asam asetat glasial bertujuan untuk membuat suasana asam, karena penyerapan zat warna harus dilakukan dalam suasana asam dengan bantuan pemanasan.

Tahap berikutnya, benang wool tersebut dicuci dengan air yang bertujuan untuk menghilangkan asam yang terkandung dalam benang wool. Selanjutnya, dilakukan penambahan air dan ammonia hingga warna pada benang wool larut. Penambahan ammonia ini bertujuan untuk mengikat zat warna yang telah diserap oleh benang wool sedangkan penambahan air bertujuan untuk melarutkan zat warna yang diikat oleh larutan ammonia tersebut. Larutan zat warna tersebut dipekatkan dan diidentifikasi secara kromatografi lapis tipis dengan zat warna makanan standar sebagai pembanding.

4.6.2 Analisis Kuantitatif

Prinsip

Contoh yang dianalisis terlebih dahulu dilakukan analisis secara kualitatif hingga tahap pemekatan larutan zat warna dalam ammonia.

Tahap berikutnya, larutan yang telah dipekatkan tersebut ditambahkan air sedikit demi sedikit hingga volume tertentu. Selanjutnya didentifikasi secara kromatografi lapis tipis. Hasil pemisahan dengan kromatografi lapis tipis tersebut dikerok dan ditambahkan dengan larutan amonium asetat. Penambahan amonium asetat ini bertujuan agar membuat suasana asam dan mengikat zat warna dalam contoh.

Tahap berikutnya adalah sentrifugasi hasil pengukuran kromatografi lapis tipis yang telah ditambahkan dengan amonium asetat selama 10 menit dengan putaran 1000 rpm. Hasil sentrifugasi tersebut dilakukan pengukuran secara spektrofotometri sesuai dengan panjang gelombang masing-masing standar zat warna.

Standar warna ini diperoleh dengan melakukan analisis secara kualitatif terlebih dahulu pada contoh yang dianalisis dengan membandingkannya dengan standar zat warna makanan yang kemungkinan terdapat dalam contoh.

4.7 Analisis Sugar Distribution

4.7.1 Metode

Metode analisis sugar distribution ini berdasarkan pada AOAC metode pearson.

4.7.2 Prinsip

Contoh yang dianalisis dilarutkan dalam air yang kemudian ditambahkan acetonitril dan pengendap yaitu carez I dan carez II. Penambahan pengendap tersebut bertujuan untuk mengendapkan protein yang terdapat dalam sampel. Pengendap tersebut merupakan zat penjernih yang berfungsi dapat mengendapkan zat bukan gula tanpa mengabsorbsi atau memodifikasi zat-zat gula dan dalam keadaan berlebihan tidak mengganggu ketepatan analisa dan hasil pengendapan harus mudah dipisahkan dari larutannya. Penambahan carez I dan carez II ditambahkan pada contoh yang mengandung karbohidrat tinggi.

Tahap selanjutnya dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring whatman No. 42. Hasil penyaringan kemudian dilakukan pengukuran menggunakan HPLC. Standar yang digunakan merupakan mix standar dari fruktosa, glukosa, sukrosa, maltosa dan laktosa. Fasa gerak yang digunakan yaitu acetonitril : air (85:15).

Pemanasan

Katalis

Amonium Sulfat

36