bab iv analisis agus mustofa terhadap pemikiran …digilib.iain-jember.ac.id/111/7/d. 4 bab...
TRANSCRIPT
47
BAB IV
ANALISIS AGUS MUSTOFA
TERHADAP PEMIKIRAN-PEMIKIRAN ATHEISME
DALAM BUKU IBRAHIM PERNAH ATHEIS
A. Analisis Agus Mustofa Terhadap Konsep ‘Agama Adalah Racun Kehidupan’
Serta Dalil Al-Qur’an
1. Analisis Agus Mustofa Terhadap Pandangan Atheisme Barat‘Agama
Adalah Racun Kehidupan’
Pertama: kesalahan argument Atheisme adalah dengan menganggap semua
agama adalah racun di dalam kehidupan ini. Argumen „agama adalah racun
kehidupan‟ dibangun oleh seorang tokoh yang bernama Christopher Hitchens
dengan mengikuti pendapat tokoh Atheisme dari Jerman bernama Karl Marx93
.
Tokoh ini kemudian menginspirasi bagi kelahiran aliran filsafat Marxisme. Dengan
93Karl Marx mengungkapkan bahwa Agama adalah candu masyarakat? Mengapa bisa
begitu? Karena Karl Marx sangat tidak puas melihat masyarakat Eropa saat itu diperlakukan tidak
adil. Kelas pekerja diperas habis-habisan oleh konsep kapitalisme. Hal yang lebih menyedihkan
lagi adalah mereka (kelas pekerja) diam saja dan mereka berdoa dan bergantung pada Tuhan. Karl
Marx melihat bahwa agama dijadikan pelarian. Agama dijadikan tempat bagi bergantung. Agama
yang sama (dalam hal tersebut: Kristen) malah mengajarkan masyarakat untuk tunduk. Tunduk
pada kepemimpinan Allah. Agama tempat bergantung tersebut malah mengajarkan agar
masyarakat menerima penindasan kapitalisme sebagai bentuk berkat dan anugerah tersendiri dari
Allah. Agama tersebut mengkhianati masyarakat dan masyarakat bukannya menjauh, malah
semakin mengelu-elukan agama yang dipegangnya. Paling tidak begitulah pemikiran Karl Marx.
Dengan pemikirannya tersebut, Karl Marx membuat sebuah paham yang dikembangkannya dari
paham sosialis. Paham yang kita kenal saat ini dengan nama Komunis. Paham yang dilarang di
negara kita. Max mungkin tidak salah sepenuhnya. Agama memang menjadi tempat pelarian,
agama sering kali menjadi tempat bergantung. Tempat untuk mencari kedamaian di saat-saat kita
merasa hampa, tertekan, atau mengalami masalah yang kita sendiri berpikir tidak sanggup
menghadapinya. Agama mengajarkan kita untuk terus bersyukur, bersabar, dan bersandar kepada
Tuhan. Agama memang membuat kita tenang. Tapi, Max salah dalam satu hal. Agama bukanlah
seperti candu. Agama tidak membuat manusia menjadi lemah, tetapi agama memberikan kita
pengharapan. Pengharapan yang akan membangun hidup kita, bukan seperti opium yang membuat
manusia menuju kehancuran. Lihat: https://samsi.wordpress.com/2010/02/24/agama-candu-
masyarakat/. Diakses 28 Juni 2016. Pukul 15.00.
48
mengikuti Marx, Hitchens telah menulis sebuah buku yang berjudul God is not
Great– Tuhan tidak Maha Besar.
Provokasi Christopher Hitchens semakin bertambah ketika membaca sub
judul bukunya: How Religion Poisons Everything, yang artinya: Bagaimana agama
meracuni segalanya. Lalu kemudian diperkuat dengan penjelasan: An all-out attack
on all aspects of religion. Yang mana maksud dari penjelasan Hitchens tersebut
adalah: Sebuah serangan telak terhadap segala aspek agama.
Agus Mustofa di dalam sebuah bukunya yang berjudul Ibrahim Pernah Atheis
mengulas tentang pemikiran Christopher Hitchens94
bahwa dengan nada sinis
Christopher Hitchens telah mengatakan: “Agama telah meracuni peradaban
manusia, dari zaman dulu sampai sekarang. Agama-agama (apapun itu namanya),
bukan menjadikan pemeluknya bertambah maju. Akan tetapi sebaliknya, agama-
agama semakin menjadikan pemeluknya terperosok ke dalam kemunduran
peradaban: ekonomi, politik, ilmu dan teknologi, budaya, pendidikan, bahkan
kesehatan.”95
94Christopher Eric Hitchens (lahir 13 April 1949 di Portsmouth, Hampshire, Inggris;
meninggal 15 Desember 2011 di Houston, Texas, Amerika Serikat) adalah seorang pengarang dan
jurnalis Inggris-Amerika Ia pernah menjadi kolumnis dan kritikus sastra di majalah The Atlantic,
Vanity Fair, Slate, World Affairs, The Nation, Free Inquiry, dan menjadi anggota media di Hoover
Institution pada September 2008. Hitchens seringkali hadir dalam acara televisi dan seminar. Pada
tahun 2005, berdasarkan pemilihan di majalah Prospect/Foreign Policy, ia dinobatkan sebagai
intelektual umum kelima dunia. Hitchens adalah seorang antiteis. Ia berpendapat bahwa konsep
Tuhan merupakan kepercayaan totalitarian yang menghancurkan kebebasan seseorang. Hitchens
menulis mengenai ateisme dan kritiknya terhadap agama dalam bukunya yang berjudul God Is Not
Great. Pada tanggal 15 Desember 2011, Christopher Hitchens meninggal di MD Anderson Cancer
Center di Houston, Texas. Penyebab kematiannya adalah radang paru akibat komplikasi kanker
yang dideritanya. Lihat: Agus Mustofa, Ibrahim Pernah Atheis, 123.
95Ibid., 123.
49
Agus Mustofa berpandangan bahwa kesalahan terbesar tesis dari Christopher
Hitchens adalah karena Christopher Hitchens menilai tinggi rendah sebuah ajaran
agama dari kualitas pemeluknya.96
Di antara argumen Christopher Hitchens yaitu: Banyak negara-negara yang
menerapkan ajaran agama bahkan secara resmi, mereka mengalami berbagai macam
masalah. Karena di negara-negara tersebut banya terjadi pembunuhan, perampokan,
terorisme, rasialisme dan kekerasan lainnya. Tidak kalah buruk dalam bidang
pendidikan, perekonomian, dan penanganan masalah kesehatan.97
Christopher Hitchens berkesimpulan bahwa agama membuat umatnya
memburuk bukan malah bertambah baik, karena kekerasan dipicu oleh pertentangan
pemeluk agama dalam memahami agamanya. Kemudian membuat klaim-klaim
bahwa agamanya adalah yang paling benar, dan atas nama Tuhan melakukan
kekerasan terhadap golongan lainnya. Demikian menurut Agus Mustofa yang
dipaparkan dalam buku Beragama Dengan Akal Sehat.98
Mengenai garis besar pemikiran Christopher Hitchens, Agus Mustofa juga
mengatakan bahwa Hitchens telah menganggap bahwa agama adalah dogma yang
96Hitchens juga berpendapat bahwa agama itu "bengis, irasional, tidak toleran, sekutu
rasisme, tribalisme, dan kefanatikan, menanamkan kebodohan, dan tidak ramah terhadap
pemikiran bebas, sombong terhadap wanita dan koersif terhadap anak-anak". Sang penulis
mendukung pendapatnya dengan memasukkan kisah-kisah personal, anekdot sejarah, dan analisis
kritis terhadap teks religius. Kritiknya lebih banyak diarahkan terhadap agama Samawi, meskipun
ia juga menyerang agama lain seperti Hindu dan Buddha. God Is Not Great: How Religion
Poisons Everything (2007) adalah buku yang ditulis oleh pengarang dan jurnalis Christopher
Hitchens. Buku ini merupakan buku yang mengkritik agama, dan diterbitkan di Britania Raya
dengan nama God Is Not Great: The Case Against Religion.
https://samsi.wordpress.com/2010/02/24/Christopher-Hitchens/.Diakses 28 Juni 2016. Pukul
15.22.
97Ibid., 124.
98Ibid., 125.
50
meracuni umatnya, karena pemeluk agama tidak boleh berkutik dan “ajarannya
harus ditelan mentah-mentah” tanpa melakukan argumentasi yang rasional.99
Christopher Hitchens juga berpandangan bahwa akhirat adalah sebuah
kebohongan besar yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Akhirat tidak logis
menurut akal pikiran dan tidak rasional. Alam semesta ini terjadi dengan dirinya
sendiri secara evolutif. Salah besar jika manusia menganggap bahwa alam semesta
ini dianggap sebagai hasil sebuah penciptaan dari „Kecerdasan Tunggal‟, yang oleh
umat beragama diimani sebagai Tuhan, melalui grand design yang terencana.100
Menurut analisis penulis, Agus Mustofa sangat tidak sependapat dengan
pemikirah Christopher Hitchens. Hal tersebut terbukti dengan argument Agus
Mustofa dalam menanggapi pemikiran Christopher Hitchens:
Lantas, apakah karena pelaku kriminalitas itu adalah para penganut ajaran
agama,menvonis agamanya yang jelek karena mengajarkan perbuatan jahat
kepada umatnya? Tentu saja sudut pandang yang demikian tidak adil, dan
juga tidak mewakili. Karena sesungguhnya agama-agama itu pasti juga
mengutuk perbuatan jahat. Apapun bentuknya.Dan merupakan suatu hal yang
lucu kata Agus Mustofa, Hitchens hanya mengambil contoh kasus dari orang-
orang yang hanyalah berbuat jelek saja. Padahal, betapa banyak orang-orang
yang berbuat mulia karena menjalankan perintah agamanya.101
Agus Mustofa membuktikan bahwa sudah banyak dana sosial yang
dikeluarkan umat beragama untuk kehidupan orang-orang miskin di seluruh dunia.
Ribuan bahkan jutaan orang selamat karena dana sosial yang disumbangkan
masyarakat beragama dengan ikhlas untuk kepentingan program-program
kesehatan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan. Sangat sedikit sekali orang-
99Ibid., 125.
100Ibid., 126.
101Ibid.,124.
51
orang Atheis yang memiliki rasa kepedulian kepada sesama yang miskin dan
menderita. Karena menurut Agus Mustofa, tidak ada ajaran bagi penganut Atheisme
untuk menolong orang lain yang kesusahan. Yang ada adalah sebatas memuaskan
kepentingan individu, seperti kaum liberalis-kapitalis.”102
Kedua: menurut Agus Mustofa, kesalahan mendasar Atheis adalah
menyamaratakan seluruh ajaran agama. Dalam hal ini, mereka hanya membagi
agama dalam kedua kelompok besar, yaitu monotheisme yang bertuhan satu –
dibawa oleh keturunan Nabi Ibrahim – dan agama-agama politheisme yang bertuhan
banyak.103
Agus Mustofa menganalisis pemikiran Atheisme tersebut dengan mengatakan
bahwa Atheisme tidak banyak berkomentar terhadap politheisme. Mereka lebih
menunjukkan isu propagandanya kepada agama-agama besar monotheisme, yaitu
Nasrani, Yahudi, dan Islam, yang dalam Al-Qur‟an diistilahkan dengan
menggunakan kata-kata ahli kitab, yaitu para penganut dari kitab Taurat, Injil dan
Al-Qur‟an. Kekeliruan pemahaman terhadap agama-agama ahli kitab ini menurut
pandangan Agus Mustofa terlihat dari tudingan Christopher Hitchens yang
berpendapat bahwa Agama Islam adalah agama hasil jiplakan dari Agama Yahudi
dan Agama Nasrani. Lalu kemudian Christopher Hitchens menyamakan ketiga
agama Ibrahimi tersebut sebagai satu kelompok agama yang monotheis
(mempercayai satu Tuhan). Karena itu salah besar ketika Christopher Hitchens
102Ibid.,133.
103Ibid., 133.
52
kemudian mengambil sebuah kesimpulan secara general terhadap konsep tauhid dari
ketiga agama tersebut.104
Christopher Hitchens menyimpulkan bahwa Tuhan adalah Dzat yang suka
marah-marah, dan Tuhan tidak peduli kepada makhluk-makhluk ciptaan-Nya, suka
menghukum, terpisah jauh dari makhluk-Nya, Tuhan tetap berdiam diri di dalam
singgasana surganya, serta Tuhan tidak pernah terlibat di dalam semua peristiwa
yang terjadi di alam semesta ini. Menurut pendapat Christopher Hitchens, Tuhan itu
tidak memberikan apa-apa bagi kebahagiaan manusia, kecuali hanya memberikan
sebuah penderitaan, ancaman, dan dosa-dosa. Sehingga kehidupan manusia di dunia
ini tidak lebih hanya proses penebusan dosa. Agus Mustofa menyanggah pendapat
Christopher Hitchens tersebut dengan mengatakan:
Tentu saja yang demikian ini rancu. Apalagi jika dikaitkan dengan konsep
ketuhanan di dalam Islam. Karena konsep penebusan dosa itu tidak dikenal di
dalam Islam. manusia lahir dalam kondisi Fitri dan suci. Dan barangsiapa bisa
mempertahankan kesuciannya itu, ia bakal memperoleh kebahagiaan. Konsep
Islam sangat jelas, bahwa perbuatan dosa dan juga kebajikan itu tidak bisa
dipindah-tangankan, apalagi diwariskan. Setiap dirimampu bertanggung
jawab terhadap perbuatannya sendiri. Berbuat baik kembali kepadanya,
berbuat jelek juga kembali kepadanya.”105
2. Dalil Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur‟an yang dipakai Agus Mustofa dalam mengkritik
pandangan Hitchens tersebut antara lain: QS. Al-Muddassir (74) ayat 38:
104Ibid.,124.
105Ibid., 133-135.
53
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.”
QS. al-Baqarah (2) ayat 286:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau
hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami,
janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya
Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak
sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan
rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami
terhadap kaum yang kafir."
QS. at-Taubah ayat 70:
54
“Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang
yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Aad, Tsamud, kaum Ibrahim,
penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah? Telah datang
kepada mereka Rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata,
Maka Allah tidaklah sekali-kali Menganiaya mereka, akan tetapi
merekalah yang Menganiaya diri mereka sendiri.”
QS. Ali Imran (3) ayat 108:
“Itulah ayat-ayat Allah. Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan
benar; dan Tiadalah Allah berkehendak untuk Menganiaya hamba-
hamba-Nya.”
QS. An-Nisa‟ ayat 110:
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan Menganiaya
dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
QS. Ar-Rahman ayat 29:
“Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadanya. Setiap
waktu Dia dalam kesibukan.”
55
Berangkat dari tanggapan Agus Mustofa terhadap pemikiran-pemikiran
Atheisme tersebut di atas dapat digarisbawahi bahwa pandangan Atheisme Barat
yang mengatakan bahwa “Agama Adalah Racun Kehidupan” adalah salah besar
karena menurut Agus Mustofa, para penganut Atheisme menganggap Tuhan adalah
Dzat yang suka marah-marah, suka menghukum, dan tidak peduli kepada makhluk
ciptaan-Nya, terpisah jauh dari makhluk-Nya dan hanya berdian diri di dalam
surganya, serta tidak terlibat dalam segala peristiwa yang terjadi di alam semesta,
selain itu pula, beliau mengelak kekeliruan dari tudingan Christopher Hitchens
terhadap agama-agama ahli kitab yaitu berkaitan dengan isu propagandanya kepada
agama-agama besar monotheisme, yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam, yang dalam al-
Qur‟an diistilahkan sebagai ahli kitab- yaitu penganut dari kitab Taurat, Injil dan al-
Qur‟an.
B. Analisis Agus Mustofa Terhadap Konsep ‘Orang Beragama Tidak Bisa
Berpikir Ilmiah dan Dalil Al-Qur’an
1. Analisis Agus Mustofa
Menurut Agus Mustofa, tokoh yang menggagas pandangan“orang beragama
tidak bisa berpikir ilmiah” adalah seorang tokoh Atheis, Richard Dawkins. Menurut
Agus Mustofa, Richard Dawkins di dalam bukunya The God Delusion
mengatakan:Seleksi alam dan teori-teori ilmiah lainnya terbukti lebih unggul
dibandingkan hipotesa ilusif – tentang keberadaan Tuhan yang merancang
segalanya dengan cerdas – dalam menjelaskan dunia kehidupan dan
kosmos.Katanya, Dawkins berpendapat bahwa teori alam semesta tanpa Tuhan
adalah lebih baik jika dibandingkan dengan teori alam semesta yang melibatkan
Tuhan. Apalagi Tuhantidak bisa dibuktikan keberadaan-Nya. Karena, jika alam
56
semesta ini ada yang mendesain, lantas siapakah yang mendesain Tuhan? Sebuah
logika, yang menurut Dawkins akan berputar-putar tidak ada ujung pangkalnya.
Jadi, lebih baik ikuti saja hukum alam yang sudah bekerja. Jelas-jelas bisa
dibuktikan dan tidak menimbulkan persoalan kompleks dalam memahaminya.106
Di sini, kaum Atheis ternyata sudah mengalami kerancuan pemikiran kata
Agus Mustofa. Betapa tidak, keberadaan Tuhan dianggap sebagai logika kompleks
yang sulit dipahami. Padahal di sisi lain mereka menuding orang beragama terlalu
sederhana dengan melibatkan Tuhan dalam setiap peristiwanya. Sebagaimana yang
Agus Mustofa juga kutip dalam tulisan Dawkins: “Setiap tidak bisa menjawab
sebuah fenomena alam, orang beragama akan mengatakan itu sebagai peran Tuhan.
Terlalu gampang mengisi kekosongan dengan Tuhan.”107
Agus Mustofa juga mengatakan bahwa seperti halnya Stephen Hawking,
Dawkins terjebak pada asumsi distortif di awal proses berpikir ilmiahnya. Bahwa
sudah menjadipenyakit umumkalangan Atheisyang sering memanfaatkan perangkat
ilmiah untuk bisa membuktikantidak adanyaTuhan. Yakni mereka meramu asumsi
sedemikian rupa, sehingga hasilnya sudah bisa ditebak: tidak perlu adanya Tuhan
terkait dengan proses munculnya alam semesta beserta segala peristiwanya.108
Agus Mustofa menanggapi argumen Richard Dawkins tersebut dengan
mengatakan dalam bukunya Ibrahim pernah Atheis:
106Mustofa, Ibrahim, 97.
107
Ibid.,98.
108
Mustofa, Beragama, 124.
57
Padahal sebenarnya perangkat ilmiah adalah perangkat yang netral. Bisa
digunakan oleh siapa saja, yang bertuhan maupun yang tidak bertuhan.
Adalah jika sebuah kesalahan besar jika ada yang mengatakan bahwa orang
Atheislebih berpikir ilmiah, sedangkan orang beragama berpikir dogmatis. Itu
hanya benar bagi agama selain Islam. dalam Islam, al-Qur‟an sangat tegas
menolak dogmatisme.109
2. Dalil Al-Qur’an
Ayat Al-Qur‟an yang dipakai oleh Agus Mustofa untuk mengkritik konsep
„orang beragama tidak bisa berpikir ilmiah‟ adalah QS. al-Baqarah (2) ayat 170:
“Dan apabila dikatakan pada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi Kami hanya mengikuti apa yang
telah Kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. (Apakah mereka
akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?"
Dapat digarisbawahi bahwa menurut Agus Mustofa, konsep
Atheisme yang mengatakan bahwa “orang beragama tidak bisa berpikir
ilmiah” jelas sudah mengalami kerancuan, karena keberadaan Tuhan
dianggap sebagai logika kompleks yang sulit dipahami. Padahal di sisi lain
mereka menuding orang beragama terlalu sederhana dengan melibatkan
Tuhan dalam setiap apa yang terjadi.
109Ibid.,104.
58
C. Analisis Agus Mustofa Terhadap Konsep ‘Tuhan Hanyalah Ilusi Bahkan
Delusi’ dan Dalil Al-Qur’an
1. Analisis Agus Mustofa
Menurut Agus Mustofa Pandangan “Tuhan hanya ilusi bahkan delusi” ini
diusung oleh seorang Atheis bernama Richard Dawkins110
. Menurut Agus Mustofa,
Dawkins telah mengatakan bahwa Tuhan itu hanyalah sebuah ilusi atau bahkan
delusi.111
Yang kemudian menurut Dawkins secara tergesa-gesa menjadikan
argumennya tersebut sebagai sebuah judul bukunya The God Delusion. Seorang
Atheisitu telah menjustis bahwa keberadaan Tuhan itu hanyalah sebuah ilusi atau
bahkan delusi. Sesuatu yang tidak ada, tapi diada-adakan.112
Maka Agus Mustofa
menanggapi pendapat Dawkins yang salah tersebut dalam sebuah bukunya Ibrahim
pernah Atheis:
Maka, pada hakikatnya itu bukan sebuah kesimpulan dari proses ilmiah,
melainkan pendapat yang dijadikan asumsi. Karena sesungguhnya Dawkins
tidak pernah bisa membuktikan secara saintifik bahwa Tuhan itu tidak ada.
Bahwa Tuhan itu Cuma ilusi. Sehingga dia pun hanya mengatakan, Tuhan
ituhampir pastitidak ada. Karena sesuatu itu berada di tataran ilusi atau nyata
tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Sangat bergantung pada persepsi. Dan
persepsi sangat dipengaruhi sudut pandang subyektif. Maka, sangat boleh jadi
hati kecilnya selalu ragu tentang persepsinya. Atau justru dialah yang
sebenarnya mengalami ilusi atau delusi dikarenakan obsesi yang berlebihan
untuk mengatakan Tuhan itu tidak ada. Dikarenakan beliau dibesarkan di
lingkungan yang mempersepsi Tuhan secara kontradiktif. Padahal, bagi orang
beragama, yang meletakkan asumsi sebaliknya – Tuhan ada dan nyata –
semua proses ilmiah itu akan bisa membuktikan keberadaan dan keterlibatan
Tuhan dalam setiap peristiwa. Mulai dari penciptaan alam semesta, makhluk
hidupnya, sampai pada berbagai peristiwa yang menyertainya.”113
111
Ibid.,100. 112
Ibid.,100. 113
Ibid.,101.
59
2. Dalil Al-Qur’an
Agus Mustofa memperkuat kritikannya dengan QS. Yusuf (12) 105:
“Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi
yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling dari padanya.”
Maksud dari ayat tersebut menurut Agus Mustofa, bahwa tanda-tanda
eksistensi Allah itu sebenarnya sudah terhampar di mana-mana, tetapi banyak yang
tidak bisa melihatnya, dikarenakan merekatidak mempedulikannya alias memiliki
mental block. Agus Mustofa juga menganalogikan asumsi para tokoh Atheistersebut
dengan sebuah surat wasiat, di mana mereka Cuma sibuk mempermasalahkan huruf,
kata-kata, dan kalimatnya. Atau sekedar membahas jenis kertas atau kualitas tinta
yang digunakan untuk menulis surat wasiat itu. atau paling jauh, katanya hanya
mengembangkan pertanyaan skepticapakah surat itu ada penulisnya atau tidak. Dan,
lantas orang Atheisitu berkata: “Saya tidak percaya surat ini ada penulisnya. Karena
si penulis itu tidak bisa dibuktikan keberadaannya.”114
Agus Mustofa menanggapi argumen mereka tersebut dengan mengatakan:
“Yaah, silahkan saja. Tetapi, orang-orang seperti Kazuo Murakami115
dan banyak
114Ibid.,104.
115Prof. Kazuo Murakami adalah seorang pakar genetika Jepang. Memperoleh penghargaan
Max Plank Research Award (1990) dan Japan Academy Prize (1996) itu mengungkapkan rasa
kekagumannya kepada Tuhan secara sangat mengesankan. Dalam bukunya yang berjudul The Divine
Massage of The DNA, ia mengatakan sering dibanjiri oleh perasaan takjub ketika meneliti genetika.
Keindahannya luar biasa. Sehingga ia menyimpulkan, tidak mungkin cetak biru kehidupan manusia
yang demikian kompleks itu terjadi secara kebetulan. “Saya terpaksa mengakui bahwa hal ini adalah
60
lagi ilmuwan-ilmuwan kelas dunia lainnya sudah bisa melangkah lebih jauh. Tidak
hanya berputar-putar pada wujud fisiknya, melainkan sudah masuk ke dalam dengan
menelaahpesanyang terkandung di dalamnya.”116
QS. Al-An‟am (6): 75:
“Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan
(Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya)
agar dia termasuk orang yang yakin.”
Berdasarkan kritikan Agus Mustofa tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
menurut Agus Mustofa, konsep Atheis yang mengatakan bahwa„Tuhan hanyalilusi
bahkan delusi‟adalah salah besar, apalagi denganmenganalogikan Surat Tuhan
dengan surat wasiat, di mana mereka (kaum Atheis)hanya sibuk
mempermasalahkan huruf, kata-kata dan kalimatnya, atau sekedar membahas
kualitas tinta dan jenis kertas yang digunakan untuk menulis surat wasiat itu.
D. Analisis Agus Mustofa Terhadap Konsep ‘Tuhan Sudah Mati’ dan Dalil Al-
Qur’an
1. Analisis Agus Mustofa
Analisis dari Agus Mustofa yang selanjutnya adalah mengenai argumen
Atheisme yang mengatakan bahwa Tuhan telah mati117
. Tokoh Atheisme ini adalah
suatu keajaiban yang jauh melebihi pengertian atau kapasitas manusia.” Tegasnya. Hal itu
membawanya kepada suatu keputusan akan adanya sesuatu yang hebat yang berperan dalam segala
realitas. Ia menyebutnya sebagai Sesuatu yang Agung. Baca lebih lanjut: Agus Mustofa, Ibrahim
pernah Atheis, 101-102.
116
Ibid., 104.
61
Friedrich Nietzsche118
. Menurut Agus Mustofa, Nietzsche mengatakan bahwa
Tuhan telah mati, karena Tuhan menurutnya tidak bisa dibuktikan secara saintifik.
Dengan filosofi Atheismenya ia„membuktikan ‟bahwa Tuhan tidak terlibat dalam
kehidupan makhluk-Nya. Bahwa kehidupan ternyata berjalan secara alamiah, apa
adanya.119
Dari pemikiran Nietzsche tersebut, berarti sains telah menjadi
sandarankebenaranbagi para Atheis. Sudah menjadi keyakinan mereka bahwa jika
117"Tuhan sudah mati" (bahasa Jerman: "Gott ist tot") adalah sebuah ungkapan yang
banyak dikutip dari Friedrich Nietzsche. Ungkapan ini pertama kali muncul dalam Die fröhliche
Wissenschaft, seksi 108 (New Struggles), dalam seksi 125 (The Madman), dan untuk ketiga
kalinya dalam seksi 343 (The Meaning of our Cheerfulness). Juga muncul dalam buku klasik
Nietzsche Also sprach Zarathustra, yang paling bertanggung jawab dalam memopulerkan
ungkapan ini. Gagasan ini dinyatakan oleh 'The Madman' sebagai berikut: Tuhan sudah mati. Tuhan tetap mati. Dan kita telah membunuhnya. Bagaimanakah kita,
pembunuh dari semua pembunuh, menghibur diri kita sendiri? Yang paling suci dan
paling perkasa dari semua yang pernah dimiliki dunia telah berdarah hingga mati di ujung
pisau kita sendiri. Siapakah yang akan menyapukan darahnya dari kita? Dengan air
apakah kita dapat menyucikan diri kita? Pesta-pesta penebusan apakah, permainan-
permainan suci apakah yang perlu kita ciptakan? Bukankah kebesaran dari perbuatan ini
terlalu besar bagi kita? Tidakkah seharusnya kita sendiri menjadi tuhan-tuhan semata-
mata supaya layak akan hal itu (pembunuhan Tuhan). Nietzsche, Die fröhliche
Wissenschaft, seksi 125. Baca: https://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan_sudah_mati. diakses
28 Juni 2016. Pukul 15.00.
118Friedrich Wilhelm Nietzsche (lahir di Saxony, Prussia, 15 Oktober 1844. Meninggal
di Weimar, 25 Agustus 1900 pada umur 55 tahun)[42]
adalah seorang filsuf Jerman dan seorang ahli
ilmu filologi yang meneliti teks-teks kuno, filsuf, kritikus budaya, penyair dan komposer. Dia
menulis beberapa teks kritis terhadap agama, moralitas, budaya kontemporer, filsafat dan ilmu
pengetahuan, menampilkan kesukaan untuk metafora, ironi, dan pepatah. Ia merupakan salah
seorang tokoh pertama dari eksistensialisme modern yang ateistis. Ia merupakan seorang putra dari
pendeta Lutheran Carl Ludwig Nietzsche (1813-1849) dan Franziska. Ia memiliki nama lajang
Oehler (1826-1897). Ia diberi nama tersebut untuk menghormati kaisar Prusia Friedrich Wilhelm
IV yang memiliki tanggal lahir yang sama. Adik perempuannya Elisabeth dilahirkan pada 1846.
Setelah kematian ayahnya pada tahun 1849 serta adik laki-lakinya Ludwig Joseph (1848-1850),
keluarga ini pindah ke Naumburg dekat Saale. Pada tahun 1858, Nietzsche masuk sekolah arama
di Pforta dan memperoleh nilai tinggi dalam bidang agama, sastra Jerman dan zaman klasik.
Setelah lulus dari Pforta, pada tahun 1864 ia belajar di Universitas Bonn bidang teologi dan
filologi klasik. Sayangnya, hanya setahun ia belajar di sana dan kemudian pindah ke Leipzig.
Tahun 1869-1879 ia dipanggil Universitas Basel untuk mengajar filologi dan setelah itu ia terpaksa
pensiun dengan alasan kesehatan. Kehidupan produktif Nietzsche berlangsung hingga tahun 1889,
hingga pada akhirnya tahun 1900 ia meninggal karena penyakit kelamin yang dideritanya. Lihat:
Agus Mustofa, Ibrahim pernah Atheis, 29.
119Mustofa, Ibrahim… 31.
62
sesuatu bisa dibuktikan secara saintifik maka sesuatu itu dikatakan benar. Kalau
sebaliknya, maka dikatakan salah. Demikian pula, jika sesuatu terbukti secara
saintifik, maka ia dikatakan ada. Dan jika tidak terbukti, dikatakan tidak ada. Atau
setidak-tidaknya belum ada. Itulah sebabnya para Atheis mengatakan bahwa Tuhan
tidak ada, karena tidak bisa dibuktikan secara saintifik.
Karena bersandar kepada hukum-hukum alam itu, maka para tokoh
Atheismenggunakan perangkat sains untuk menyatakan sesuatu benar atau salah,
ada atau tidak ada. Secara umum, mereka sangat mengagungkan rasionalitas, logika,
analisa dan pembuktian empiris.
Menurut Agus Mustofa, bagi kaum Atheis seperti halnya Nietzssche, sesuatu
disebut ada atau benar, ketika sesuai dengan logika, rasionalitas, analisa dan juga
bukti-bukti empiris. Selebihnya, meskipun berpotensi dan mungkin terjadi, tetap
belum bisa disebut ada atau benar.120
Sebagaimana yang juga Agus Mustofa paparkan dalam bukunya Ibrahim
pernah Atheis:
Karena itu, kata mereka, konsep inilah harus diuji dengan hiptesa-hipotesa.
Misalnya, jika Tuhan ada, apakah Dia bisa dilihat, didengar, diajak bicara,
diminta sesuatu dan juga kemudian memenuhinya atau tidak. Pokoknya,
dibuktikan peran nyata-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut penganut
Atheisini, Tuhan terbukti tidak bisa memenuhi dan menjawab hipotesa yang
diujikan itu. Sehingga, kesimpulannya Tuhantidak ada.”121
120Ibid.,32-33.
121Mustofa, Beragama, 124.
63
2. Dalil Al-Qur’an
Agus Mustofa memperkuat kritikannya terhadap kaum Atheis tersebut dengan
menggunakan QS. al-An‟am (6) ayat 103 yaitu:
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat
segala apaun yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha
mengetahui.”
Berangkat dari uraian diatas dapat digarisbawahi bahwa Agus Mustofa tidak
sependapat dengan pemikiran Friedrich Nietzsche tentang argumen Friedrich
Nietzsche “Tuhan sudah mati”. Karena bagi Agus Mustofa, mereka sangat
mengagungkan logika, rasionalitas, analisa, dan pembuktian empiris.
64