bab iv analisis tentang nilai-nilai pendidikan...
TRANSCRIPT
96
BAB IV
ANALISIS TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
BAGI ANAK DALAM KEGIATAN MUJAHADAH USBUIYAH
KANAK-KANAK WAHIDIYAH
Sebagaimana yang telah tertera dalam tujuan penulisan skripsi ini yakni
untuk mengetahui apakah dalam kegiatan mujahadah usbuiyah kanak-kanak
wahidiyah terdapat nilai-nilai pendidikan akhlaknya atau tidak dan bagaimana
nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kegiatan mujahadah kanak –
kanak wahidiyah tersebut, untuk itu dalam bab IV ini, penulis akan menganalisis
sesuai dengan metode yang digunakan.
Pada bab terdahulu telah dijelaskan mengenai kewahidiyahan, disebutkan
pula bahwa ajaran wahidiyah merupakan bimbingan praktis lahir dan batin di
dalam menjalankan tuntunan Rasulullah S.A.W. meliputi bidang syariat dan
bidang hakikat, mencakup pula bidang tauhid, bidang iman, bidang islam, bidang
ihsan dan bidang akhlak, segi muamalah dan segi ubudiyah lahiriyah dan
batiniyah, baik yang berhubungan langsung dengan Allah wa Rasulihi SAW
terutama masalah kesadaran (wushul/makrifat) maupun yang berhubungan dalam
kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat dan terhadap makhluk pada
umumnya.1 Dengan menelaah apa yang tercantum dalam ajaran wahidiyah
tersebut, tentunya dalam mujahadah usbuiyah kanak-kanak wahidiyah , jelas ada
nilai-nilai pendidikan akhlaknya. Setelah penulis mengumpulkan data-data
penelitian tentang fokus yang dikaji, baik melalui observasi, wawancara maupun
dokumen atau arsip dari objek penelitian yaitu kegiatan mujahadah usbuiyah
kanak-kanak wahidiyah, selanjutnya penulis akan menganalisis dari hasil
penelitian tersebut.
Dalam hal ini penulis menganalisis dua aspek mengenai nilai-nilai
pendidikan akhlak bagi anak dalam kegiatan mujahadah usbuiyah kanak-kanak
wahidiyah dan muatan akhlak bagi anak yang ada dalam materi kuliah wahidiyah.
1 Dewan Pimpinan Pusat, Materi Pembinaan Kader Wahidiyah, (Kediri: Penyiar Shalawat Wahidiyah Pusat, 1982), hlm 42.
97
A. Analisa Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Bagi Anak Dalam Kegiatan
Mujahadah Usbuiyah Kanak-kanak Wahidiyah
Pendidikan Islam menghendaki agar anak benar-benar dididik untuk
mengembangkan kepribadiannya secara totalitas meliputi pendidikan akhlak,
moral melalui pelatihan dan pembiasaan sebagai pengembangan juga terhadap
aspek intelektual, emosional serta sikap sosial.
Dalam rangka mencerdaskan anak-anak bangsa, membentuk pribadi
berakhlakul karimah, maka wahidiyah sebagai wahana islami ikut
berpartisipasi mendidik dan menanamkan nilai akhlak pada anak melalui
kegiatan mujahadah usbuiyah kanak-kanak wahidiyah. Sebagaimana yang
tertera dalam bab tiga skripsi ini, proses pelaksanaan kegiatan mujahadah
usbuiyah kanak-kanak wahidiyah berisi rangkaian atau susunan acara beserta
petunjuknya. Setelah penulis amati dan teliti, dalam mujahadah tersebut
memang benar-benar ada nilai-nilai pendidikan akhlak bagi anak.
Adapun nilai pendidikan akhlak bagi anak yang terdapat dalam
kegiatan mujahadah usbuiyah kanak-kanak wahidiyah, antara lain:
1. Pendidikan akhlak anak kepada khalik (Allah SWT)
Sebagian nilai akhlak anak kepada Allah yang terdapat dalam
mujahadah tersebut diantaranya:
a. Pendidikan mahabbah (cinta) dan takwa
Dinamakan cinta jika segala pengorbanan apa yang ada pada
dirinya dicurahkan demi yang dicintai. Sebagian dari rasa cinta yaitu
selalu mengingat dan menyebut nama yang dicintai. Yang dimaksud di
sini yaitu rasa mahabbah kepada sang pencipta (Allah). Salah satu
manifestasi cinta kepada Allah yaitu melaksanakan segala perintah dan
menjauhi / meninggalkan apa saja yang dilarang-Nya. Hal inilah yang
dinamakan juga dengan takwa.
Dalam hal ini upaya pembina mujahadah usbuiyah kanak-
kanak wahidiyah untuk mendidik anak agar selalu memiliki rasa
mahabbah/cinta kepada Allah, yaitu dengan cara:
98
- Pembina mengenalkan kanak-kanak tentang Allah dan kesadaran
lillah-billah pada saat memberikan kuliyah wahidiyah.
- Mengajak kanak-kanak untuk selalu mengucapkan lafal-lafal Allah
SWT dalam amalan shalawat wahidiyah pada saat sampainya acara
mujahadah pengamalan shalawat wahidiyah, dan juga pada saat
penutupan / nida’ (panggilan kepada Allah) dengan lafadz:
secara bersama-sama اهللا إلى ففروا
Dari upaya tersebut, kanak-kanak akan tahu dan mengerti lebih
jauh bahwa Allah itu tidak hanya sebagai pencipta makhluk, namun
juga sebagai dzat yang maha segalanya khususnya maha pengasih dan
penyayang dengan memberikan segala nikmat kepada manusia
khususnya. Dengan demikian anak akan terlatih jiwanya untuk selalu
menerapkan lillah-billah, bahwa segala yang dinikmati merupakan
karunia Allah dengan selalu mengucapkan lafal Allah seperti yang ada
dalam amalan shalawat wahidiyah akan tertanam pada diri anak jiwa
mahabbah kepada Allah dan tertanam juga perasaan takwa kepada-
Nya.
b. Pendidikan tasyakur
Tasyakur merupakan ungkapan rasa terima kasih dan selalu
menerima segala apa yang pernah diberikan oleh Allah kepada
manusia, walaupun sedikit dan sekecil apapun.
Dari masing-masing rangkaian acara dalam pelaksanaan
mujahadah usbuiyah kanak-kanak wahidiyah, setiap anak yang maju
berbicara selalu mengucapkan lafadz hamdalah secara bersama-sama
sebagai rasa syukur billisan dan bilqalbi (bis-shudur). Dan sebagai
rasa syukur bil fi’li, mereka (kanak-kanak) setiap kali pertemuan dan
mujahadah shalawat wahidiyah diajak selalu meningkatkan ketakwaan
kepada Allah secara khusyu’. Jadi secara tidak langsung semua itu
merupakan upaya mendidik akhlak anak agar selalu memiliki rasa
syukur kepada Allah.
99
c. Pendidikan kekhusyukan dan tadlarru’
Khusyu’ dan tadlarru’ sebagian dari akhlak batin yang sangat
tinggi kepada Allah. Karena pada akhirnya akan menjadikan ketentuan
hati dan diterimanya segala amal ibadah.
Mujahadah kanak-kanak wahidiyah, yang sangat padat
acaranya, menjadikan pembina lebih maksimal dan optimal dalam
membimbing kanak-kanak, melalui kegiatan tersebut, pembina
mengajak kanak-kanak agar bersikap khusyu’ dan tadlarru’ dalam
mengikuti setiap rangkaian acaranya, mulai dari pembukaan,
pembacaan ayat suci al-qur’an dan tahlil khususnya, dan saat
pemberian kuliah wahidiyah, lebih-lebih pada saat acara inti yakni
pelaksanaan mujahadah pengamalan shalawat wahidiyah, kanak-kanak
dilatih untuk menata hati masing-masing, niat mujahadah karena Allah
(lillah-billah) dan juga lirrasul birrasul serta lil ghautsu bil ghautsu,
pada saat mujahadah tersebut harus khusyu’-tadlarru’ merasa bahwa
Allah SWT berada di hadapannya.
2. Pendidikan akhlak anak kepada Rasulullah SAW
a. Mengikuti sunnah-sunnahnya
Sebagian dari nilai pendidikan akhlak anak kepada Rasulullah
Muhammad SAW penerapan ajaran wahidiyah yakni lirrasul-birrasul
setiap saat dalam kehidupan sehari-hari, dari kuliah wahidiyah, kanak-
kanak dikenalkan Rasul melalui hikayah riwayat kehidupannya, jasa-
jasanya yang sangat luhur serta akhlak atau kepribadiannya yang
sangat mulia dan sempurna. Dengan demikian anak lebih mengenal
pribadi Rasulullah yang pada akhirnya anak akan mengikuti sunah-
sunahnya serta meniru/mencontoh akhlak-akhlaknya.
b. Mengucapkan shalawat dan salam kepada Rasul
Salah satu dari akhlak anak kepada Rasulullah, selain yang
tersebut di atas yaitu mengucapkan salam dan shalawat kepadanya.
Amalan shalawat wahidiyah dalam kegiatan mujahadah usbuiyah
kanak-kanak wahidiyah, secara tidak langsung mendidik dan melatih
100
kanak–kanak supaya terbiasa bershalawat sebagai wujud rasa
cinta/mahabbah kepada Rasulullah SAW yang pada akhirnya akan
mendapat syafaatul udzma di akhirat nanti.
Menyebut dan mengingat nama Rasulullah serta sanjungan
shalawat dan salam kepadanya, sebagai rasa mahabbah kepada beliau,
tidak hanya pada saat mengamalkan shalawat wahidiyah, namun pada
saat kanak-kanak menyampaikan setiap acara dalam kegiatan
mujahadah tersebut. Ciri khas wahidiyah dalam menyanjungkan
shalawat kepada Rasulullah SAW dengan lafadl:
ة والسالم عليك وعلى ألك يا سيدي يا رسول اهللالصال
Pada saat acara puisi wahidiyah seperti puisi tentang shalawat
kesadaran, sebuah rintihan dan sebagainya, di dalamnya banyak
penyebutan nama Rasul.
3. Pendidikan akhlak anak kepada pemimpin
Pemimpin yang dimaksud yaitu tokoh agama/ulama yang alim
khususnya dalam ajaran Islam, alim dalam bidang hukum, yang makrifat
lillah billah dan alim dalam segala bidang, dalam wahidiyah disebut
Ghouts.
Perlu diketahui bahwa dalam setiap pergantian masa atau zaman
terdapat pemimpin yang adil dan bijaksana yang patut dijadikan sebagai
panutan seluruh umat, kalau pada masa sekarang disebut “ghoutsu hadza
zaman”.
Ghoutsu di sini dikatakan sebagai pewaris para Nabi dan Rasul,
sebagai kekasih Allah, jadi berakhlak kepadanya sama dengan berakhlak
kepada Rasulullah SAW.
Penerapan prinsip lilghouts bilghouts dalam wahidiyah merupakan
sebagian dari akhlak kepadanya, sebab selain jasa Rasul kita juga
mendapat bimbingan, sinar nadzroh dari ghouts tersebut. Didikan secara
tidak langsung yang diberikan pada kanak-kanak yaitu menyanjungkan
shalawat dan salam penghomatan, ta’dzim, mahabbah melalui setiap
101
rangkaian acara dalam kegiatan mujahadah usbuiyah kanak-kanak
wahidiyah. Nilai pendidikan akhlaknya dalam lafadl : “Yaa ayyuhal
Ghautsu salamullah ‘alaika robbinii biidznillah”.
4. Pendidikan akhlak anak kepada kedua orang tua.
a. Mendoakan keduanya dengan memohonkan maghfirah kepada Allah.
Yang merupakan bagian dari rangkaian acara dalam mujahadah
usbuiyah kanak-kanak wahidiyah yaitu tahlil dan mujahadah
pengamalan shalawat wahidiyah, di dalamnya mengandung doa-doa,
baik permohonan ampun, nikmat/rizki, keberkahan maupun
keselamatan bagi jamial alamin, khususnya doa untuk kedua orang
tua. Salah satu nilai pendidikan akhlaknya yaitu anak mendoakan
orang tua pada waktu mujahadah dan tahlil tersebut, sebagai wujud
ihsan kepada keduanya sebab dari kecil anak selalu dirawat, diasuh
serta dididik dengan harapan agar selalu mendoakan keduanya sampai
di alam barzah. Dengan memberi hadiah bacaan suratul fatihah dan
lafadl doa yang dimaksud adalah : ”Allahumma baarik fiimaa khalaqta
wahaadzihil baldah yaa Allah”..........dan seterusnya.
b. Menyenangkan hati keduanya
Kanak-kanak pergi/berangkat ke arena mujahadah untuk
mengikuti serangkaian acara dalam mujahadah, mendengarkan
mauidhoh-mauidhoh dari kuliah wahidiyah, serta mengamalkan
shalawat wahidiyah, dengan bermujahadah, secara tidak langsung hal
tersebut sangat menyenangkan dan membahagiakan hati kedua orang
tua. Demikianlah salah satu bentuk nilai akhlak anak terhadap kedua
orang tua (ibu bapaknya).
5. Pendidikan akhlak anak kepada sesama saudara (orang lain)
Dari hasil mengikuti acara kuliah wahidiyah dalam pelaksanaan
mujahadah usbuiyah kanak-kanak wahidiyah, anak-anak mendapatkan
ajaran wahidiyah yakni:
102
يؤيت كل ذي حق حقه
“Memberikan jak kepada setiap orang yang mempunyai hak”
Dan ajaran lain seperti:
تقدمي األهم فاألهم مث األنفع فاألنفع
“Mendahulukan yang lebih / sangat penting dari pada yang penting kemudian mengutamakan yang lebih manfaat dari pada manfaat”.
Kedua hal tersebut sama-sama mengandung nilai akhlak terhadap
sesama saudara, orang lain dan sesama makhluk. Prinsip ajaran pertama
mendidik anak agar selalu memberikan hak terhadap sesama dengan cara
berbuat baik terhadap mereka, berbuat baik itu tidak hanya bil fi’li namun
juga harus dengan billisan/bilqalbi. Wujud dari berbuat baik
billisan/bilqalbi yaitu dengan selalu membantu mendoakan mereka
(sesama dengan orang lain) melalui acara tahlil, istighatsah, dan dalam
pengamalan mujahadah shalawat wahidiyah. Dengan memohonkan rahmat
dan maghfirah dari Allah kepada sesama merupakan manifestasi rasa cinta
dan kasih sayang serta solidaritas terhadap mereka.
Kemudian prinsip kedua mendidik anak supaya mendahulukan
kepentingan sesama jika lebih banyak manfaatnya dari urusan/kepentingan
diri-sendiri yang mungkin sedikit manfaatnya. Dalam prakteknya jika
seseorang diundang untuk menghadiri walimah atau acara keluarga sesama
tetangga dan sebagainya pada waktu yang bersamaan seseorang itu juga
mempunyai acara sendiri yang lebih penting, namun kalau
dipertimbangkan lebih besar manfaat/faedahnya ketika menghadiri
undangan/acara keluarga/sesama, maka sebaiknya lebih diutamakan
memenuhi undangan mereka, sebab hal tersebut sama saja menghormati
dan menghargai sesama manusia, bahkan sama dengan menghargai diri
sendiri. Dengan diberikannya bimbingan ajaran wahidiyah sebagaimana
103
tersebut diatas, suri tauladan dari para pembina kanak-kanak wahidiyah
maka anak akan selalu mencontohnya dengan membiasakan sikap tersebut
dalam kehidupan sehari-hari.
6. Pendidikan akhlak anak terhadap diri sendiri
Nilai pendidikan akhlak pada diri sendiri yang terdapat dalam
kegiatan mujahadah usbuiyah kanak-kanak wahidiyah yaitu:
a. Pendidikan syaja’ah (keberanian)
Keberanian merupakan suatu kekuatan jiwa yang diserap oleh
orang mukmin dari keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
keyakinan terhadap al haqq, kepercayaaan terhadap keabadian,
kelapangan hati terhadap ketentuan (qadar) Allah, rasa penuh tanggung
jawab dan pendidikan yang menumbuhkan kesadaran pribadi.
Keberanian yang dimaksud tidak hanya keberanian fisik seperti
dalam peperangan melawan musuh namun juga keberanian mental dan
keberanian melawan musuh yaitu hawa nafsu.
Nilai pendidikan ini terdapat pada diri setiap anak ketika
mereka melaksanakan tugas sebagai pembawa acara, pembaca ayat
suci al-Qur’an pembaca muqaddimah shalawat wahidiyah dan
rangkaian acara yang lain. Hal ini melatih anak terbiasa dan tidak kaku
menghadapi semua orang, khususnya ketika membawakan acara-acara
yang lebih besar pada saat dewasa nanti. Pada intinya melatih mental
kanak-kanak.
Diantara buah/hikmah dari sifat dan sikap syajaah yaitu:
1) Keberanian adalah hiasan pribadi yang mendorong manusia
mencapai kemajuan
2) Keberanian menimbulkan ketentraman
3) Keberanian menghilangkan kesulitan dan kepahitan, sebab
perasaan sulit sebenarnya berakar pada rasa takut(cemas)
4) Keberanian membuahkan berbagai kreasi yang produktif atau daya
cipta yang berguna.
104
b. Pendidikan kesabaran
Bersikap sabar memang pahit dan begitu sulit, namun pada
akhirnya / akibatnya lebih manis dari pada madu.
Sebenarnya tingkatan sabar itu ada tiga kategori, diantaranya:
sabar ketika mendapatkan musibah, sabar melawan hawa nafsu dan
sabar untuk taat (untuk mengerjakan amal ibadah dengan tekun, rajin
serta istiqamah). Namun sabar yang dimaksud dalam kegiatan
mujahadah usbuiyah kanak-kanak wahidiyah yaitu sabar yang kedua
dan ketiga.
Ketika dimulainya pelaksanaan kegiatan mujahadah tersebut,
kanak-kanak dididik dan dilatih untuk sabar mengikuti berbagai acara
tersebut, tidak diperbolehkan main-main atau bergurau dan
sebagainya. Dari hal itu anak-anak juga dilatih untuk selalu disiplin
dan istiqamah mengikuti setiap acara sampai akhir penutupan. Semua
itu sebagai langkah melawan hawa nafsu, yang pada intinya mendidik
kesabaran jiwa.
Adapun manfaat atau hikmah dari sifat sabar adalah:
- Memperoleh rahmat dan kegembiraan
- Memperoleh pertolongan dan kemenangan
- Memperoleh kesenangan dan kebahagiaan.
c. Pendidikan tawadlu’(rendah hati)
Tawadlu’ (rendah hati) yaitu memiliki rasa keinsyafan diri
bahwa segala kemulyaan hanyalah milik Allah SWT. Akhlak tawadlu’
merupakan perasaan rendah hati terhadap siapa saja lebih-lebih
terhadap Allah SWT.
Nilai pendidikan akhlak ini terkandung dalam teks puisi dan
deklamasi wahidiyah serta terutama pada saat kanak-kanak
melaksanakan amalan shalawat wahidiyah yang disertai dengan
kesadaran lillah billah, lirrasul birrasul, lilghauts bilghauts. Dengan
membaca isi puisi tersebut, kanak-kanak terlatih bersikap tawadlu’.
Dengan kesadaran lillah billah, lirrasul birrasul serta lilghauts bil
105
ghauts, maka anak akan terbiasa bersikap tawadlu’, merasa selalu
diawasi oleh Allah SWT, merasa diri tidak memiliki kekuatan dan
kemampuan apa-apa, semata-mata itu karena Allah.
Sebagaimana yang dimaksud di atas, nilai akhlak tersebut
terdapat dalam sebagian barisan teks deklamasi wahidiyah :
” Duhai unsur dan jiwa makhluk Bimbing....bimbing .....bimbing dan didiklah diriku Sungguh aku manusia yang dzalim selalu.
Dan dalam puisi wahidiyah dengan judul : ”Sebuah Rintihan”
karya Ning Jauharatul Maknunah.
”Yaa Sayyidii Yaa Rasuulallah” Terlalu hina daku dihadapanmu Kemanakah harus kusembunyikan mukaku Yang telah menjadi budak imperialis nafsu
Darahku telah bercampur dengan titik noda dan dosa Hatiku kelam, hitam mengarang bara
Mengapa aku senantiasa menyembah nafsuku Pantaskah daku memanggilmu Habibiii............Yaa Qurrata ’aini.
d. Pendidikan Al-Amanah (dapat dipercaya)
Al-Amanah yang dimaksud di sini yaitu pribadi yang memiliki
rasa tanggung jawab yang besar dan mulia. Dalam kegiatan mujahadah
usbuiyah kanak-kanak wahidiyah, anak-anak dididik untuk selalu
bersikap memegang amanah, diwujudkan dalam melaksanakan tugas
serangkaian acara. Tugas mengisi setiap acara dalam kegiatan
mujahadah tersebut, kalau dirasakan memang berat, karena dengan
adanya rasa tanggung jawab dalam diri anak, maka amanah tersebut
dapat dikerjakan/dilaksanakan dengan baik, mengingat semua itu
walaupun berat namun sangat mulia, yang pada akhirnya akan
membuahkan manfaat tersendiri bagi dirinya.
e. Pendidikan kedermawanan (Al-Munfiqah) dan Qawamiyah (hemat)
106
Al-Munfiqah merupakan sikap kesediaan mensedekahkan
sebagian harta di jalan Allah serta kepada seseorang yang
memerlukannya.
Dalam kegiatan mujahadah usbuiyah kanak-kanak wahidiyah
juga dikenakan iuran dari setiap pembina dan peserta kanak-kanak
secara ikhlas memberi dengan seberapapun, yang hasilnya
dikumpulkan untuk program penyiaran shalawat wahidiyah. Hal ini
secara tidak langsung melatih dan mendidik anak-anak agar selalu
menanamkan jiwa dermawan dan qawam atau bersikap hemat dalam
kehidupan.
B. Analisa Muatan Akhlak Bagi Anak dalam Kuliah Wahidiyah.
Telah kita ketahui bahwa akhlak itu meliputi akhlak mahmudah
(akhlak yang baik) dan akhlak madzmumah (akhlak yang buruk). Namun di
dalam wahidiyah sendiri hanya memuat pendidikan akhlak mahmudah.
Sebagaimana tertera dalam materi kuliah wahidiyah, masalah akhlak di dalam
wahidiyah disebut adab. Dikatakan tentang pentingnya masalah adab:
لى امتثال األوامرمراعة األدب مقدم ع
“Memelihara adab harus diutamakan daripada (sebelum) melaksanakan bermacam-macam perintah”.2
Mengapa adab harus diutamakan sebelum melaksanakan perintah
sebab suatu perintah yang dikerjakan atau dilaksanakan tanpa adanya adab
(tak berakhlak) maka amalan tersebut kurang bisa diterima oleh Allah SWT.
Pentingnya pendidikan akhlak atau adab bagi anak khususnya, karena
dengan adab atau akhlak yang baik orang akan menjadi mulia, orang diangkat
derajatnya oleh Allah sebab adab/akhlaknya bagus dan orang akan menjadi
hina jika akhlak atau adabnya jelek.
2 K. Moh Jazuli Yusuf dkk., Kuliah Wahidiyah, (Kediri: Penyiar Shalawat Wahidiyah
Pusat, 1981), hlm 146.
107
Adapun muatan akhlak dalam materi kuliah wahidiyah akan penulis
jelaskan.
Secara ijmal (global) dapat dikatakan bahwa akhlak/adab itu tidak lain
adalah dari pelaksanaan ajaran wahidiyah:
“Yukti kulla dzii haqqin haqqah”
Yakni memberikan haknya pihak lain yang mempunyai hak.3 kalau
dicermati secara umum dalam wahidiyah memberikan tentang akhlak atau
adab khususnya bagi kanak-kanak meliputi pendidikan akhlak kepada Allah
atau bagaimana adab seorang terhadap penciptanya (Allah) yang semuanya
tercakup di dalam prinsip “lillah billah”. Selanjutnya mengenai pendidikan
akhlak kepada Rasulullah atau bagaimana adab seorang umat Islam terhadap
utusan Allah, yang telah mengarahkan membimbingnya menuju jalan Allah
(jalan yang benar) serta pendidikan tentang bagaimana adab seseorang
terhadap para alim, auliyaillah, khususnya beliau ghautsu hadza zaman wa
a’wanihi radliyallahu ‘anhum, keduanya tercakup dalam prinsip lirrasul
birrasul dan lilghauts bilghauts.
Sebenarnya dapat ditafsili secara terperinci bahwa dalam kuliah
wahidiyah muatan akhlaknya antara lain:
1. Syukur
Syukur terima kasih atas segala nikmat pemberian Allah, baik
nikmat al-ijad – nikmat diwujudkan – maupun nikmatul imdad – nikmat
dipelihara –. Nikmat-nikmat lahiriyah dan batiniyah, nikmat materiil dan
nikmat spirituil, nikmat yang langsung dan nikmat yang tidak langsung,
nikmat umum dan nikmat khusus semua itu wajib kita syukuri.4
Hakikat syukur menurut para ahli ialah pengakuan terhadap nikmat
yang telah diberikan kepadanya yang dibuktikan dengan ketundukannya.5
Adapun caranya syukur, pertama harus menyadari dan merasa
mendapat nikmat. Kedua mengerti, mengetahui, menyadari siapa yang
3 Ibid., hlm. 151 4 Ibid, hlm. 152. 5 Thowil Ekhyar, The Secret of Sufi (Rahasia Sufi), (Semarang: CV Asy-Syifa’, 1992),
hlm. 54.
108
memberi nikmat itu. Ketiga, syukur billisan dengan mengucapkan
“alhamdulillah” atau lainnya yang maksudnya mengutarakan rasa terima
kasih. Keempat, menggunakan nikmat tadi untuk perkara yang diridlai
oleh yang memberi nikmat.
الشكر صرف النعم فيما يرضى به املنعم
(syukur yaitu mengharapkan berbagai nikmat untuk hal yang diridlai oleh yang memberi nikmat).6
Rasa syukur harus disadari oleh rasa keikhlasan, tanpa mengharap
pamrih, misalkan saya akan bersyukur supaya mendapat tambahan nikmat
lagi, ungkapan seperti ini tidak boleh, merupakan su’ul adab. Sama saja
tidak ikhlas dan tidak qana’ah. Manusia itu harus selalu hati-hati dan
mawas diri. Sebagai hamba Allah yang dijadikan sebagai makhluk utama
dan mulia, maka jangan sampai lengah tidak sedikitpun bersyukur. Oleh
karena itu wahidiyah mengajarkan dan mendidik umat manusia untuk
selalu menerapkan prinsip tersebut, akan selalu ingat dan sadar bahwa
manusia itu tidak bisa apa-apa, semua gerak-geriknya itu dari Allah,
karena Allah-lah manusia bisa menikmati kehidupan alam ini.
2. Ikhlas.
Ikhlas arti bahasanya adalah ”murni”, tidak ada campuran
sedikitpun. Maksudnya, di dalam menjalankan amal ibadah apa saja
disertai dengan niat yang ikhlas tanpa pamrih apapun. Baik pamrih
ukhrowi lebih-lebih pamrih duniawi baik pamrih yang bersifat moral/batin
lebih-lebih pamrih dalam bentuk materiil.7
Dalam wahidiyah ikhlas dikategorikan dalam tiga tingkatan:
a. Ikhlasnya orang-orang yang ahli ibadah yang mengharap pahala, ingin
surga, takut neraka dan lain sebagainya (ikhlasul abidin).
6 K. Moh Jazuli Yusuf dkk., Kuliah Wahidiyah, op. cit., hlm. 153. 7 K. Moh Jazuli Yusuf dkk, Kuliah Wahidiyah, op. cit., hlm. 153.
109
b. Ikhlasnya orang-orang beribadah karena Allah SWT tanpa pamrih
apapun, tetapi belum dijiwai billah (masih diaku) disebut ikhlasuz
zahidin.
c. Ikhlasnya orang (arifin) yang beramal hanya semata-mata karena Allah
dan untuk Allah serta benar-benar dijiwai billah.8
Ikhlas itu sangat besar pengaruhnya kepada segala amal ibadah,
segala perbuatan apa saja kalau tanpa didasari dengan rasa ikhlas sangat
kurang bermanfaat, dikatakan tidak hidup, mati sebagai bangkai yang
harus dikubur.
Wahidiyah mendidik anak agar memiliki rasa ikhlas melalui
latihan/tadrib pada saat mujahadah pengamalan shalawat wahidiyah
sebelum pelaksanaan amalan shalawat wahidiyah dan mujahadahnya,
pembina/pemimpin mujahadah memberi pengarahan serta mengajak anak
untuk menata hati masing-masing, merasa bahwa di hadapannya itu ada
Allah wa rasulihi SAW. Jadi pengamalan didasarkan pada kesadaran lillah
billah.
3. Sabar
Sabar merupakan ibadah batin yang tinggi nilainya dalam
pandanganm Allah. Sabar berarti menetapkan harapan (tujuan, perjumpaan
dan berjalan menggapai ridla Allah), hanya dapat terwujud apabila mampu
“menenggang atau bertoleransi dengan waktu.9 Sabar merupakan sikap
ketabahan dan daya yang sangat kuat dalam menerima beban ujian, cobaan
dan juga tantangan tidak kenal putus asa sedikitpun.
Sabar harus diisi dan dijiwai lillah billah seperti halnya ikhlas”, as-
shobru tarkus-shobri fis shobri” yakni billah, tidak merasa dapat sabar
sendiri.10 Semua itu sebab datangnya dari Allah. Sabar menjadi kunci
8 Dewan Penyiar Shalawat Wahidiyah Pusat, Materi Diklat Kader Pembina Kanak-kanak
Wahidiyah, (Kediri: BPKW, 1988), hlm. 36. 9 K. H. Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniyah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), Cet. I,
hlm. 30. 10 K. Moh Jazuli Yusuf dkk., Kuliah Wahidiyah, op. cit., hlm. 163.
110
keselamatan dan penyangga untuk meraih bermacam-macam pertolongan,
taufik, hidayah dan perlindungan Allah SWT.
Dalam kuliah wahidiyah pembina memberi bimbingan terhadap
kanak-kanak agar membiasakan sikap sabar khususnya dalam mengikuti
rangkaian acara mujahadah dari awal acara sampai selesai, sabar menahan
godaan-godaan hawa nafsu khususnya ketika acara inti yaitu mujahadah
pengamalan shalawat wahidiyah.
4. Ridla
Ridla yakni merasa puas terhadap qadla’ dan qadar Allah, walau
bagaimanapun keadaannya.11 Dikatakan oleh ahli sufi bahwa ridla Allah
adalah tenangnya hati dalam menghadapi ketentuan-ketentuan Allah,
menyesuaikan rasa hati dengan apa yang diridlai Allah dan apa yang telah
dipilih oleh Allah.
Ridla Allah terbagi ke dalam dua macam ialah ridla dengan
(ketentuan yang telah diberikan) Allah dan ridla dari Allah. Ridla dalam
bentuk pertama adalah merupakan hasil usaha manusia dan ridla dari Allah
hanya merupakan karunia Allah.12
Ajaran wahidiyah tentang kesadaran lillah-billah salah satunya
mendidik seseorang untuk selalu ridla terhadap segala ketentuan Allah
dalam kehidupan sehari-hari, suatu ketika seseorang sedang ditimpa
musibah atau kesusahan seperti kehilangan suatu barang yang sangat
berharga atau yang sangat besar jumlahnya, sehingga menyebabkan
seseorang itu marah-marah dan putus asa seolah-olah tidak rela, di balik
ujian itu ada suatu hikmah, dan hal tersebut mungkin bagi Allah sebagai
pilihan terbaik, supaya seseorang itu selalu introspeksi diri, tidak
membangggakan diri dan lain sebagainya, oleh karena itu untuk melatih
agar selalu ridla terhadap ujian atau ketentuan yang diberikan oleh Allah,
maka ajaran wahidiyah menganjurkan untuk selalu menerapkan prinsip
kesadaran lillah billah di manapun berada, karena dengan menyadari akan
11 Ibid, hlm. 165. 12 Thawil Akhyar, op cit, hlm. 123.
111
lillah billah isnya Allah akan selalu dijauhkan / terjaga dari sifat-sifat yang
jelek dan tercela. Sehingga akan selalu tertanam pada diri sendiri sifat
ridla. Seseorang yang selalu ridla otomatis hidupnya akan tenang dan
tenteram, selalu gembira, tidak mudah menyesal, menggerutu, tidak emosi
dan lain sebagainya.
5. Mahabbah
Mahabbah di sini berarti cinta, maksudnya cinta kepada Allah dan
Rasul SAW, cinta kepada para nabi dan mursalin dan juga kepada
malaikatul muqarrabin serta para waliyullah (kekasih Allah), ulama’,
umara’, kerabat dan lain sebagainya.
Seperti halnya yang dinamakan cinta / mahabbah itu selalu
mentaati dan mengikuti segala apa yang diperintahkan oleh seseorang
yang dicintai, menyenangi apa yang disenangi, selalu menyebut nama
yang dicintai serta selalu mengingat-ingat yang dicintai.
Dalam wahidiyah diajarkan untuk selalu bermujahadah
mengamalkan shalawat yang disebut shalawat wahidiyah, di dalamnya
terdapat lafadz-lafadz Allah wa Rasulihi SAW, permohonan ampun,
permohonan ilmu yang bermanfaat, rizki serta kesempurnaan nikmat dan
juga doa keselamatan bagi jami’al ‘alamin (semua yang ada di alam ini), fi
ad-dini wa ad-dunya wal-akhirah. Hal tersebut merupakan manifestasi
atau perwujudan dari rasa mahabbah kepada Allah, Rasul dan jami’al
‘alamin. Secara tidak langsung wahidiyah memberi pendidikan akhlak
tersebut melalui mujahadah terhadap amalan shalawat wahidiyah.
Dikatakan oleh mu’allif shalawat wahidiyah bahwa :
احملبة أن ب كلك يف احملبوب
“Mahabbah (cinta yang sejati) yaitu apabila engkau menjadi lebur ke dalam yang engkau cintai”13
13 K. Moh Jazuli Yusuf dkk, Kuliah Wahidiyah, op cit., hlm. 175.
112
6. Husnudh-dhan
Husnudh-dhan merupakan sebagian akhlak berbaik sangka. Hal ini
ditujukan kepada Allah wa Rasulihi SAW, kepada semua makhluk pada
umumnya. Kepada Allah tidak hanya husnudh-dhan, bahkan harus husnul
yaqin, karena keduanya merupakan kunci berbagai gudang hikmah,
tangkai bermacam-macam faedah dan juga menjadi sumber berbagai
macam manfaat dan maslahah. Disebutkan dalam surat an-Nisa’ ayat 78,
yang berbunyi:
قل كل من عند اهللا
“Katakanlah! Semuanya itu dari sisi Allah”(QS. An-Nisa’:78).14
Jadi segala sesuatu yang datang itu dari Allah. Kalau selalu
husnudh-dhan kepada Allah, maka Allah akan memberikan sesuatu yang
terbaik. Kalau manusia selalu su’udh-dhan (berburuk sangka) maka
sesuatu yang buruk akan menimpanya juga.
14 Soenarjo, al-Qur’an dan Terjemahnya, op. cit, hlm. 132.
113
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah terselesaikannya pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka
penulis berhasil mendapatkan kesimpulan dari keseluruhan isi skripsi ini.
Berdasarkan data-data dan bahasan masing-masing bab dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan kegiatan mujahadah usbuiyah kanak-kanak wahidiyah
dilakukan secara berjamaah oleh kanak-kanak wahidiyah sedesa dalam
waktu satu minggu sekali dan berlangsung di mushalla masing-masing
desa di kecamatan Balen. Desa Margomulyo di mushalla at-Tahdzib, Desa
Kedungbondo di mushalla Darussalam, Desa Kedungdowo I di mushalla
al-Barokah, Desa Kedungdowo II di mushalla Darul Muttaqin, Desa
Pilanggede di mushalla al-Mujahidin dan Desa Bulu di mushalla Nurul
Huda. Pelaksanaan mujahadah tersebut dipenuhi dengan serangkaian acara
di antaranya yaitu pembukaan, pembacaan ayat suci al-Qur’an,
muqaddimah shalawat wahidiyah, tahlil, prakata panitia beserta sambutan-
sambutan, puisi/deklamasi wahidiyah, kuliah wahidiyah beserta
mujahadah pengamalan shalawat wahidiyah dan terakhir penutup/nida’.
Dari setiap rangkaian acara tersebut petugasnya adalah peserta kanak-
kanak baik putra maupun putri, kecuali acara kuliah wahidiyah di isi oleh
pembina kanak-kanak wahidiyah.
2. Aspek-aspek pendidikan akhlak bagi anak yang terdapat dalam kegiatan
mujahadah usbuiyah kanak-kanak wahidiyah, di antaranya; pendidikan
akhlak anak kepada Allah meliputi akhlak mahabbah/cinta, tasyakur dan
akhlak khusyu’ serta tadlarru’. Selanjutnya nilai pendidikan akhlak anak
kepada Rasulullah SAW seperti mengikuti sunnah-sunnahnya,
menyanjungkan / mengucapkan shalawat dan salam dengan shalawat
wahidiyah kemudian pendidikan akhlak anak kepada pemimpin (ghauts)
113
114
yaitu dengan selalu ta’dzim, hormat dan mengucapkan salam barakah
kepadanya. Selain itu juga terdapat nilai pendidikan akhlak anak kepada
kedua orang tua yakni dengan selalu mendoakannya ketika acara tahlil
mujahadah pengamalan shalawat wahidiyah dan menyenangkan hati
keduanya serta pendidikan akhlak anak kepada sesama saudara (orang
lain) seperti berbuat baik dengan cara mendoakan mereka melalui
mujahadah tersebut dan juga akhlak pada diri sendiri seperti sifat syaja’ah,
sabar dan tawadlu’, al-amanah dan sifat dermawan serta qawam (hemat).
B. Saran-saran
Sebagai rasa solidaritas, mengingat akan pentingnya pendidikan akhlak
bagi anak-anak, maka penulis berusaha mengajukan berbagai saran demi
terlaksananya proses penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak pada kegiatan
mujahadah tersebut, dengan baik dan istiqamah.
1. Begitu penting dan utamanya pendidikan akhlak bagi anak hendaknya
tidak hanya melalui institusi-institusi diniyah, kegiatan rutinitas dalam
lingkungan sosial, namun bimbingan perhatian serta didikan dari orang tua
di lingkungan keluarga merupakan kunci utama untuk membentuk pribadi
anak yang berakhlakul karimah.
2. Untuk mencapai proses penanaman nilai-nilai akhlak pada jiwa anak yang
lebih optimal, perlu dukungan dari berbagai pihak, baik dari orang tua,
masyarakat sekitar dan pendidik/pembina khususnya dengan
mempertahankan serta meningkatkan akhlak prilakunya karena sebagai
suri tauladan yang akan ditiru segala tingkah lakunya oleh si anak.
3. Dalam pelaksanaan kegiatan mujahadah usbuiyah kanak-kanak wahidiyah,
hendaknya selalu diistiqamahkan dan ditingkatkan khususnya dari
pembina hendaknya selalu mengarahkan, memotivasi anak serta mengajak
kanak-kanak untuk selalu menanamkan nilai-nilai akhlak yang baik pada
jiwa/hatinya
4. Perjuangan wahidiyah menuju kesadaran fafirru ilallahi wa rasulihi SAW
sangat dinanti-nantikan oleh semua umat, oleh karena itu melalui
115
pelaksanaan mujahadah usbuiyah kanak-kanak wahidiyah yang penuh
dengan nilai-nilai pendidikan akhlaknya, diperlukan arahan, bimbingan
dari pembina pusat seperti dewan pengurus, pimpinan pusat wahidiyah.
5. Hendaknya dari pemerintah dalam hal ini departemen agama dapat
senantiasa menjadi sumbangsih (pengayom) bagi institusi-institusi atau
majlis-majlis diniyah atau perhatian khusus agar nantinya proses
pelaksanaan pendidikan/penanaman nilai akhlak terhadap anak-anak dapat
berlangsung secara efektif
C. Penutup
Dengan sujud syukur dan lafadz alhamdulillahi rabbil alamin penulis
ucapkan kehadirat Allah SWT sanjungan shalawat dan salam semoga dapat
tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW dan shalawat salam barakah
penulis ucapkan kepada auliya’illah khususnya ghautsu hadzazzaman r.a
karena berkat rahmat, taufik, hidayah, inayah Allah SWT syafaat Rasulullah
SAW serta berkat jasa dan bimbingan dan jangkauan doa restu dari Ghautsu
hadzazzaman r.a akhirnya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu proses pelaksanaan dan tugas akademik ini, dari awal hingga akhir
khususnya Bpk. Drs. H. Mat sholikhin M.Ag yang selalu telaten membimbing
penulis sampai selesai, semoga segala bantuan dan bimbingannya
mendapatkan balasan yang lebih baik dan menjadi amal saleh di sisi Allah
SWT.
Penulis juga menyadari meskipun telah berusaha semaksimal mungkin,
namun kekurangan dan kesalahan terletak pada diri setiap insan. Untuk itu
penulis selalu mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak, demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya hanya kepada Engkaulah ya Allah hamba
memohon pertolongan semoga skripsi ini membuahkan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amien.
116
DAFTAR PUSTAKA
Al-Abrasi, M. Athiyah, Ruh at-Tarbiyah wa at-Ta’lim, (Beirut: Dar ihya’ al- Kutub al-Arabiyah, tt.
Al-Ghulayaini, Musthafa, Idzhah an-Nasyi’in, Pekalongan: Raja Murah, tt.
Al-Quzwini, Abi Abdillah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, Juz II, Semarang: CV. Toha Putra, tt.
Al-Syaibani, Omar Muhammad Al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, cet. I.
Amin, Ahmad, Etika (Ilmu Akhlak), Jakarta: Bulan Bintang, tt.
Ancok, Jamaluddin, Upaya Pembinaan Akhlak dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, dalam Rama Furqona (ed.), “Pendidikan Agama dan Akhlak Bagi Anak dan Remaja”, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002, Cet. I.
Annadliroh, Arhmy, (terj.), Washaya al Abaak, Jakarta: Gema Insani Press, 1990, cet. IV.
An-Nahlawi, Abdur Rahman, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
An-Naisabury, Abul Qasim Al-Qusyairy, “Risalatul Qusyairiyah”, terj. Hakim, Mohammad Luqman Hakim, Surabaya: Risalah Gusti, 2001, cet. V.
Arsip/Dokumen Kegiatan Mujahadah Usbuiyah Kanak-kanak Wahidiyah Musalla at-Tahdzib desa Margomulyo.
Arsip/Dokumen Mujahadah Usbuiyah Kanak-kanak Wahidiyah Musalla al-Mujahidin desa Pilanggede.
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994.
Badan Pembina Kanak-kanak Wahidiyah, Panduan Pembinaan Kanak-Kanak Wahidiyah, Jombang: DPP PSW, 2004.
Bukhari, Sidi Ibrahim, Etika dan Akhlak Jalan Terus, dalam majalah Hidayah, edisi 29, Jakarta: Redaksi majalah Hidayah, 2003.
Donald, J. Mc Frederick, Educational Psychology, First printing (Asian Text Edition), California: Wadsworth Publishing Company INC, 1959.
117
Data Mujahadah Usbuiyah Kanak-kanak Wahidiyah Desa Pilanggede dan Kedungbondo Kecamatan Balen Bojonegoro.
Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedi Islam I ABA-FAR, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Houve, 1993, Cet. I
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003.
Dewan Penyiar Shalawat Wahidiyah Pusat, Materi Diklat Kader Pembina Kanak-kanak Wahidiyah, Kediri: BPKW, 1988.
Dewan Pimpinan Pusat, Materi Pembinaan Kader Wahidiyah, Kediri: Penyiar Shalawat Wahidiyah Pusat, 1982.
Djatniko, Rakhmat, Pola Hidup Muslim; Thoharoh, Ibadah dan Akhlak, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991, cet. I.
_______________, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996.
Dokumen/Arsip kegiatan Mujahadah Usbuiyah Kanak-kanak Wahidiyah Musalla at-Tahdzib desa Margomulyo
Dokumen/arsip pelaksanaan mujahadah usbuiyah kanak-kanak wahidiyah desa Pilanggede, desa Margomulyo dan Kedungbondo
DP PSW Pusat, Kuliyah Wahidiyah, Kediri: DPP PSW, 1983, Cet IX.
_______________, Materi Diklat Kader Pembina Kanak-kanak Wahidiyah, Kediri: BPKW Pusat, 1988.
_______________, Materi Pembinaan Kader Wahidiyah, Kediri: PSW Pusat, 1982.
_______________, Panduan Pembinaan Kanak-kanak Wahidiyah, Jombang: BPKW, 2004.
_______________, Pedoman Pokok-Pokok Ajaran Wahidiyah, Kediri: DPP PSW, tt.
Ekhyar, Thowil, The Secret of Sufi (Rahasia Sufi), Semarang: CV Asy-Syifa’, 1992.
Fachruddin HS., Membentuk Moral, Jakarta: Bina Aksara, 1985, cet I.
Ghazali, Imam, Ihya’ Ulum ad-Din, juz III, Beirut: Daru Ihya’ al-Kutub al-’Arabiyah , tt.
118
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta, Andi Offset, 2002, cet 27.
Haditono, Siti Rahayu, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta GMU Press, 1984.
Hakim, Atang Abdul dan Jaih Mubarok, Metodologi studi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999, cet. I.
Hamka, Akhlakul Karimah, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992, cet. I.
Hatim, Azhari, (terj), Menyucikan Jiwa, Surabaya: Rislah Gusti, 1999, cet. V.
Hurlock, Elizabeth, Psikologi Perkembangan, t.tp., Erlangga, 1999, cet VII.
Ihsan, Fuad, Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001, cet. II.
Ismail, SM dan Laeliyah., Pemikiran al-Ghazali, Dalam Jurnal pendidikan Islam, Volume 13, Nomor 2 Oktober 2004.
Jalaluddin, Mempersiapkan anak Shaleh, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, cet III.
K. Moh Jazuli Yusuf dkk., Kuliah Wahidiyah, Kediri: Penyiar Shalawat Wahidiyah Pusat, 1981.
Mahmud, Ali Abdul Halim, Tarbiyah Khuluqiyah, Solo: Media Insani Press, 2003, cet. I.
Masyhur, Kahar, Membina Moral dan Akhlak, Jakarta: Kalam Mulia, 1987, cet. II.
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001, cet. I.
Muhyiddin, J. (terj), Etika al-Ghazali, Bandung: Pustaka, 1988, cet. I.
Mujib, Abdul dan Yusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa psikologi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001, cet I.
Musthofa, A. , Akhlak Tasawuf, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999, cet. II.
Nasution, Metode Research Penelitian Ilmiah, Edisi I, Jakarta: Bumi Aksara, 2001, cet IV.
Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997, cet. II.
Patmonodewo, Soemiarti, Pendidikan anak Pra sekolah, Jakarta: PT Rineka Cipta, tt.
Rifai, Mohammad, Pembina Pribadi Muslim, Semarang: CV Wicaksana, 1993, cet. I.
119
Sadeli, Sukanda, Bimbingan Akhlak Yang Mulia, Surabaya: Yayasan Pendidikan Islam Amal Shaleh, tt.
Sanusi, Ruhan, Risalah Penjelasan Mengenai Shalawat Wahidiyah dan Penjelasannya, Kediri: PSWP, tt.
Shihab, Quraish, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2000, cet. X.
Soenarjo, Al-Qur’an dan terjemahnya, Semarang: CV Toha Putra, 1989.
Subagyo, Joko, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997, cet II.
Sumanto, Wasty, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, Cet III.
Supadie, Didiek Ahmad (ed.), Studi Islam I, Semarang: Unissula Press, 2002.
Surahmad, Winarno, PengantarPenelitian Ilmiah, Dasar Metode Teknik, Edisi 8, Bandung: Tarsito, 1998.
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 1998, cet. II.
_______________, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, cet. XII.
Syukur, Amin, Studi Islam, Semarang: Bima Sejati, 2003, cet. VI.
Tahmid, Ainur Rafiq Shaleh, Mensucikan Jiwa; Konsep Tazkiyatun Nafs Terpadu, Jakarta: Robbani Press, 2000, cet. III.
Tasmara, Toto, Kecerdasan Ruhaniyah, Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
Thaha, M. Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset, 1996, Cet. I.
Ulwan, Abdullah Nasih, Pendidikan Anak Dalam Islam, juz II, Jakarta: Pustaka Amani, 1999.
Umarie, Barmawie, Materia Akhlak, Solo: Ramadhan, 1995, cet XII.
Ya’kub, Hamzah, Etika Islam, Bandung: CV Diponegoro, 1993, cet. VI.
Yulis, Rama, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta; Kalam Mutiara, 1994, cet. I.
Yulis, Rama, Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga, Jakarta: Radar Jaya Offset, 2001.
120
Yunus, Mahmud, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta: PT Hida Karya Agung, 1978, cet. II.
Yusuf, Moh. Jazuli, dkk., Kuliyah Wahidiyah, Kediri: DPP PSW, 1993, Cet. III.
Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2000, cet I.