bab iv gambaran umum uni papua football...
TRANSCRIPT
23
BAB IV
GAMBARAN UMUM UNI PAPUA FOOTBALL CLUB
4.1. Sekilas Tentang Wilayah Desa Tajuk
Desa Tajuk merupakan salah satu Dusun dari 13 desa di Kecamatan
Getasan, Kabupaten Semarang. Desa Tajuk berada di kaki Gunung Merbabu
bagian utara, dengan ketinggian 1500-1737 mdpl dan memiliki luas Desa 1235,
89 Ha1. Desa ini berbatasan langsung dengan Desa Samirono di sebelah Utara,
Desa Batur di sebelah Barat dan Desa Jetak di sebelah Timur. Kota terdekat
adalah Salatiga dengan jarak kurang lebih 60 km. Desa Tajuk terdiri dari 35 RT,
4 RW dan 11 Dusun, yaitu Dusun Puyang, Pulihan, Kaliajeng, Banaran,
Ngeroto, Macanan, Cengkok, Tajuk, Sokowolu, Gedong, Ngaduman.
Gambar 2
Peta Desa Tajuk (Kel. Tajuk, 2017)
Untuk menjelaskan Dusun Tajuk Kecamatan Getasan diatas dapat
dipetakan bahwa yang berwarna orange adalah pemukiman, yang kuning adalah
1 Data luas daerah Desa Tajuk yang diambil pada 10 January 2017 di Kelurahan Desa Tajuk,
Getasan
24
tegal atau yang disebut sebagai lahan pertanian, warna hijau adalah hutan, warna
merah adalah jalan Desa, warna biru langit adalah sawah serta warna biru adalah
sungai yang berada di Desa Tajuk (pemerintah Desa Tajuk, 2017)
4.2. Jumlah Penduduk Getasan
Pada Akhir tahun 2015, penduduk Kecamatan Getasan berjumlah 49.407
orang, dimana jumlah penduduk laki-laki sebesar 24.373 sedangkan jumlah
penduduk perempuan sebesar 25.034. Sebaran kelompok umur penduduk
sebagian besar terdapat pada usia 50 tahun kebawah dimana proporsi penduduk
masih didominasi oleh penduduk perempuan. Penduduk terbanyak terdapat pada
Desa Sumogawe yaitu 8.550 orang, namun tingkat kepadatan tertinggi ada di
Desa Jetak dan Getasan. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi ada di Desa
Sumogawe sebesar 0,64% dimana laju kelahiran penduduk pada tahun 2015
sangat mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk di Desa Sumogawe ini. Pada
Desa Nogosaren laju pertumbuhan mengalami pengurangan sebesar 0,07 %. Hal
ini disebabkan oleh faktor kematian penduduk yang tinggi di Desa Nogosaren.
Secara keseluruhan Kecamatan Getasan memiliki tingkat kepadatan
sebesar 750,92 orang per Km2, yang menandakan penduduk di daerah ini masih
tergolong jarang bila dibandingkan dengan luas wilayah yang ada. Sedangkan
laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Getasan rata-rata sebesar 0,34% selama
tahun 2015 laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Getasan sangat
dipengaruhi oleh banyaknya angka kelahiran dan kematian penduduk.
Tabel 4.1.
Jumlah Penduduk Kecamatan Getasan Tahun 2015
No
Desa
Penduduk
Kepadatan
Laju
Pertumbuhan
1 Kopeng 6 679 834,25 0,01
2 Batur 7 008 644.30 0,55
3 Tajuk 3 693 298,83 0,41
4 Jetak 3 990 1 357,14 0,10
5 Samirono 2 296 687,43
0,00
6 Sumogawe 8 550 1 068,75 0,64
7 Polobogo 4 107 844,19 0,34
8 Manggihan 1 634 833,67 0,00
25
9 Getasan 2 868 1 102,23 0,00
10
Wate
s
Wates 2 943 1 059,78 0,62
11
Tolok
an
Tolokan 2 720 782,06 0,33
12
Ngra
wan
Ngrawan 1 438 787,30 0,91
13
Nogo
saren
Nogosaren 1 481 535,43 0,20
Jml/Rata2
49 407
750,92
0,34
Sumber: Statistik Daerah Kecamatan Getasan 2016, diolah.
4.3. Jumlah Pemeluk Agama di Getasan
Agama mayoritas penduduk di Kecamatan Getasan adalah Islam, yaitu sebesar
39.550 orang. Secara prosentase agama Islam sebesar 80,0 % dari total penduduk
Kecamatan Getasan. Urutan kedua adalah agama Kristen dengan prosentase sebesar
14,6% atau sejumlah 7.213 orang. Agama Katholik memiliki penganut sebanyak
673orang atau sebesar 1,4 % penduduk. Penganut Budha hanya ada 1.945 orang yang
merupakan 3,9 % dari total penduduk Kecamatan secara keseluruhan. Penganut
agama Islam terbesar ada di Desa Sumogawe yaitu sebesar 6.067 orang. Sedangkan
yang jumlah penganut agama Islam yang paling sedikit ada di Desa Ngrawan sebesar
1.358 orang. Untuk agama Kristen dan Katholik mayoritas ada di Desa Sumogawe
sejumlah 1.729 orang. Di desa Kopeng sebanyak 1.530 orang. Dan di Desa Manggihan
hanya 4 orang penganut Agama Kristen. (Statistik Daerah Kecamatan Getasan, 2016)
Tabel 4.2.
Jumlah Pemeluk Agama di Getasan Tahun 2015
AGAMA JUMLAH PERSEN
(%) Islam 39550 80,0
Kristen 7213 14,6
Katholik 673 1,4
Hindu 0 0
Budha 1945 3,9
Khong Hu Cu 0 0,0
Lainnya 26 0,1
TOTAL 49407 100,0
Sumber : BPS Kab. Semarang,2015
26
Penganut agama Kristen dan Katholik umumnya adalah para pendatang yang
berasal dari luar wilayah Kecamatan Getasan. Agama Budha hanya ada di Desa
Kopeng, Batur, Jetak, Samirono, Sumogawe, Getasan, Wates, Tolokan, Ngrawan. Hal
ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk pada masing-masing Desa. Dimana
semakin banyak jumlah penduduk suatu desa maka semakin banyak juga penganut
agama Islam di dalamnya. Begitupun sebaliknya, semakin sedikit penduduk suatu desa
maka jumlah penganut agama Islam akan semakin sedikit juga. Meskipun demikian dari
penjabaran di atas dapat diketahui bahwa agama Islam merupakan agama mayoritas
penduduk Kecamatan Getasan. Secara keagamaan dapat dilihat bahwa hampir semua
penduduk Kecamatan Getasan adalah penganut agama Islam.
Dengan demikian, dari data jumlah pemeluk agama karena memiliki keterkaitan
dengan adanya isu SARA di Getasan. Masyarakat Getasan menganggap hadirnya Uni
Papua cabang Getasan sebagai gerakan agama yang menyebarkan doktrin-doktrin
tentang ajaran salah satu agama. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya kurang
kepercayaannya orang tua kepada Uni Papua Getasan dengan tidak mengikutsertakan
anak-anaknya ke Uni Papua.
4.4. Gambaran Umum Uni Papua Papua Football Club
Sepak bola sosial di Indonesia berkembang pesat dengan tersebarnya
Komunitas Sepak bola dari perkumpulan sepak bola Uni Papua atau Uni Papua
Football Community yang didirikan pada tahun 2001 lalu. Sepak bola sosial Uni
Papua bertujuan menggunakan sepak bola untuk pembentukan karakter,
pemibinaan anak-anak dari usia 6 sampaing dengan 21 tahun, dengan
menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian, melatih anggotanya untuk
memahami tentang bahaya HIV/AIDS, menjauhi minuman keras, mendidik
dalam disiplin, tanggung jawab dan respek, peduli lingkungan hidup, persamaan
gender, serta melibatkan peran masyarakat luas untuk terlibat dalam tanggung
jawab untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang ada. Materi dan program
Uni Papua diterapkan melalui permainan sepak bola dalam latihan 2-3 kali
seminggu di seluruh cabang komunitas. Uni Papua FC menyakini bahwa melalui
pembinaan dan proses pendidikan karakter akan lahir dan terebntuk generasi
masa depan Indonesia yang “menang” sesuai motto Uni Papua FC “ The
Champion of Life”.
27
Reputasi Uni Papua Football Club di tingkat Internasional telah
mendapatkan pengakuan yang membanggakan, dengan diterimanya Uni Papua
Football Club sebagai anggota FIFA Football For Hope, dan anggota dari Street
Football World yang bermarkas di Berin, Jerman. Beberapa mitra strategis Uni
Papua Football Club yang bekerjasama sejak didirikan tahun 2003 lalu antara
lain, organisasi pelatihan untuk pelatih sepak bola sosial dari USA yaitu Coaches
Across Continents, dimana pada tahun 2016 sedikitnya 2.000 anak Indonesia,
penggiat, pecinta, dan para pelatih sepak bola usia dini mengikuti pelatihan yang
telah digelar selama 4 tahun berturut-turut. Uni Papua Football Club juga bekerja
sama dengan Internasional Sports Alliance dari Belanda, salama 2 tahun terkhir
Uni Papua Football Club mengirimkan anggotanya untuk studi Sport
Management di UCAM Murcia, Spanyol dengan gelar MBA.
Hingga tahun 2016, Uni Papua Football Club telah membagikan ke seluruh
Indonesia, lebih dari 20.000 buah bola dari One World Project, USA yaitu
yayasan yang memproduksi “magic ball” bola untuk bermain untuk anak-anak
yang tidak perlu di pompa dan anti pecah. Bola ini juga digunakan anak-anak di
Manchester United, Old Trafford, Inggris untuk bermain. Selain itu, kepercayaan
yang besar juga diterima Uni Papua Football Club dengan diundangnya Uni
Papua sebagai peserta dalam World Football Summit di Madrid, tanggal 26-27
Oktober 2016 lalu dengan dukungan KBRI di Madrid, Spanyol. Uni Papua
Football Club mempunyai duta Uni Papua yang memperkenalkan Uni Papua
dengan cara yang kreatif secara luas di sosial media, antara lain duta Uni Papua
adalah Gabriel Edoway, 11 tahun asal Jayapura, Ortisan Salosa pemain timnas
Indoensia dan Persipura yang berasal dari Sorong, Papua Barat, Moresby Sawor,
mahasiswa asal Biak. Isak Kogoya asal Wamena yang tahun 2017 ini disiapkan
untuk mengikuti training di Afrika Selatan.
Jajaran pengurus pusat Uni Papua Football Club digerakan 4 perempuan
Papua yang ikut membina lahirnya organisasi sepak bola sosial pertama di
Indonesia, yaitu Yohanna Baransano sebagai Wakil ketua umum, Yanti Monim
sebagai direktur wilayah Papua, Elisabeth Nauw sebagai direktur wilayah Papua
Barat dan Insoraki Sawor sebagai pelatih kepala untuk perempuan. Frans
28
Praibabo sebagai pelatih kepala dan Demianus Howay sebagai wakil pelatih
kepala, dengan penasihat utama kepelatihan yaitu instruktur pelatih Internasional
kelahiran Abepura Papua dan berdomisili di Belanda dengan pengalaman lebih
dari 40 tahun di dunia sepak bola yaitu Gustaaf Griet.
Sepak bola Sosial bukan soal menang kalah, bukan sekedar turnamen
dengan ambisi mencapai kemenangan dengan segala cara, bukan juga soal
'menghalalkan' kekerasan dalam meraih prestasi, apalagi melakukan pekerjaan
mafia untuk mencapai hasil dari sebuah pertandingan sepak bola. Sepak bola
sosial lebih mengutamakan nila-nilai kemanusiaan, anak diperlakukan sebagai
anak, bukan sebagai 'orang lain' atau pemain sepak bola, tapi anak-anak
menemukan dunia bermain, bergembira dan ceria. Tidak menutup kemungkinan
ada anak-anak yang bertalenta dan berpotensi menjadi bintang lapangan, mereka
butuh diarahkan dan dibina, bukan di ekploitasi dan dibebani muatan-muatan
lainnya. Sepak bola Sosial 'memanusiakan' anak-anak untuk diberikan
pengenalan harapan, ancaman, dan modal karakter untuk kehidupannya.
Kegiatan-kegiatan di Sepakbola Sosial meliputi latihan skill dan soft skill,
motivasi dan perubahan paradigma, bermain sepakbola untuk bersahabat bukan
bermusuhan. Tidak menggunakan kebencian, cemooh, caci maki, permusuhan di
Sepakbola, tetapi persahabatan, persaudaraan, respek dan hormat terhadap
sesama, sehingga kecakapan, keahlian, ke aslian dari karakter tiap-tiap anak akan
terlihat dan berproses menjadi lebih baik.
Uni Papua Football Club saat ini telah tersebar di 14 provinsi di seluruh
Indonesia dengan 50 cabang komunitas dari pegunungan Papua dan Papua Barat
dimana organisasi ini berasal, hingga NTT, Sulawesi, Jawa, Kalimantan, Bali
dan Aceh. Bahkan telah memiliki cabang komunitas sepak bola di Helsinki,
Finlandia – Eropa, Philadelphi – USA, Osaka-Jepang dan kantor perwakilan di
Inggris, dimana semua cabang dan jaringan Uni Papua Football Club digerakan
dan dikelola secara sukarela oleh para relawan baik pengurus, pelatih, instruktur,
supporter yang terpanggil tanpa pamrih untuk bersatu pada dalam visi misi Uni
Papua yang juga menjaga persatuan dan kesatuan dalam perbedaan. Sebagian
besar cabang Uni Papua Football Club terdapat di pedalaman, pedesaan, dan
29
program-programnya menjangkau anak-anak di daerah-daerah, hingga suku
terasing dan Salah satunya adalah Komunitas Uni Papua Tajuk yang berada di
Kecamatan Getasan Jawa Tengah.
4.5. Sejarah Uni Papua
Pada awalnya Uni Papua pertama kali dibentuk di ujung Timur tepatnya di
kaki gunung Cyclops di Centani Jayapura Papua. Tiap harinya ada ratusan anak
yang tengah berlatih sepak bola di bawah naungan sekolah sepak bola Emsyk
Uni Papua. Perkumpulan sepak bola Uni Papua didirikan dengan visi sebagai
wadah untuk membina anak-anak, remaja, pemuda untuk dapat menjauhkan diri
dari pengaruh-pengaruh buruk karena minuman keras, narkoba, pergaulan bebas
serta masalah-masalah lain. Uni Papua mau menjadi rumah bagi anak-anak
Papua untuk menyalurkan hobi dan bakatnya. Dan tentu saja mendapatkan
pendidikan moral yang baik. Program pembinaan di Uni Papua tidak hanya
pembinaan bola saja, para anak didik dikasih kemampuan soft skill, memperkuat
mentalnya serta diperluas pengetahuannya.
Uni Papua sudah ada sejak zaman Belanda tapi masih menggunakan nama
Embun Syklop atau Emsyk. Uni Papua dihadirkan oleh seorang tete (nenek)
Alphius Bukhey Pepuho pada tahun 1930-an. Emsyk ini bertahan secara mandiri
lebih dari 10 tahun. Tapi waktu itu perang dunia kedua terjadi, situasi menjadi
kacau, Emsyk pun “mati” atau terhenti. Meski kegiatan klub sepak bola terhenti,
kisah serta visi Emsyk terus diturunkan dari generasi ke generasi. Dan ada
seorang Bapak Beni merasa gelisah melihat situasi sosial di masyarakat Papua
sehingga akhirnya dia melahirkan kembali klub sepak bola tersebut tepatnya
tanggal 17 Oktober 2003. Meski dimulai dari kecil waktu itu, murid hanya
belasan dan waktu latihan anak-anak menggunakan buah kelapa sebagai bola dan
Bapak Beni berhasil mengembangkan sekolah bola Emsyk dan pada akhirnya
Emsyk kembali “mati” karena tidak adanya biaya operasional. Dan pada tahun
2010 seorang pengusaha yang bernama Harry Widjaja2 bersama tim ke Jayapura
mengambil alih Emsyk tersebut dengan diberi nama Emsyk Uni Papua dan pada
bulan Desember 2011 dibentuk Yayasan Emsyk Uni Papua yang mengajak
2 Kick Andy Metro TV 14 April 2017 : Lentera Kehidupan p6 (Uni Papua Harry Wijaya)
30
berbagai tokoh masyarakat untuk duduk dan ikut mengelolah serta memikirkan
nasib sekolah sepak bola tersebut. Harapannya dengan adanya pembentukan
yayasan yang berbadan hukum Emsyk bukan hanya dapat bertahan melainkan
bisa berkembang lebih jauh lagi sehingga visi-misi dapat tercapai serta bisa
berbuat banyak lagi bagi masyarakat Papua dibawah tim pengelolah yang lebih
besar.
Pada Oktober 2012 silam anak-anak Emsyk Uni Papua menjajal
kemampuan mereka di Singapura. Mereka bertanding dalam exebition
internasional melawan akademi sepak bola punya Fandi Ahmad sang legenda
Asia Tenggara serta melawan tim senior Singapura H2O dan anak-anak Papua
terbukti berhasil memenangkan kedua pertandingan walaupun dilaksanakan
dalam dua hari secara berturut-turut.
Dalam perjalanan 2014 FIFA memberikan kabar baik bahwa Uni Papua
resmi sebagai anggota dari Indoensia untuk gerakan football for Hope. Di dalam
gerakan FIFA adalah sepak bola sebagai alat untuk kemanusiaan, perdamaian
dan untuk membentuk karakter anak-anak.
4.6. Uni Papua di Desa Tajuk
Pertama kali berkenalan dengan Harry Widjaja di Prisma Sport Jakarta
September 2014, mulainya Uni Papua Football Getasan pada tanggal 13 April
2015. Tim Uni Papua Football datang dibulan February 2015 melakukan survei
lapangan yang akan dipilih menjadi tempat latihan maka ada tiga lapangan yang
dipilih, lapangan Pulihan, lapangan Kopeng dan lapangan Jetak. Pertama-tama
Uni Papua melakukan pelatihan sekitar 10 anak, perekrutan siswa dari mulut ke
mulut. Dan itu berjalan makin hari makin banyak yang mau ikut latihan. Pelatih
yang pertama yang direkrut Rekno Budiyanto, dibantu teman -teman Mosby
anak-anak Papua di Salatiga, setelah itu Dennys, Berty, ada beberapa pelatih
yang ikut melatih di Uni Papua Getasan Salatiga, tetapi karena kita bergerak
dibidang sosial mereka terseleksi oleh alam3.
Tahapan awal terbentuk Uni Papua di Desa Tajuk Kecamatan Getasan
pada bulan September 2014 dan pada bulan April 2015 baru mulai dijalankan.
3 unipapua.net/berita/sejarah-uni-papua-football-salatiga/, diakses pada 22 Maret 2017 Pukul 9.56
31
Sebelum dibentuk, CEO dan Founder dari pusat melakukan diskusi bersama
perangkat desa bersama masyarakat dengan melalukan survei terlebih dahulu ke
berbagai lokasi. Dengan melewati proses dan pertimbangan yang cukup lama,
maka tim Uni Papua memutuskan untuk memilih lapangan Pulihan di Desa
Tajuk sebagai pusat latihan sepak bola sosial Uni Papua. Setelah terpilihnya
lapangan Pulihan sebagai pusat latihan, para pengurus melakukan pendekatan
dengan perangkat-perangkat Desa untuk meminjam lapangan Pulihan pusat
latihan Uni Papua. Dan alasan utama dipilihnya wilayah Getasan karena terdapat
masalah-masalah sosial yang melibatkan anak-anak, remaja, pemuda bahkan
orang dewasa. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Daniel Zebaoth yang
menyatakan bahwa :
Embrionya (tahapan awal) tahun 2014 September. Saya
bertemu dengan Pak Harry di Jakarta September tahun 2014
dan bulan April 2015 kami mulai aktif menjadi Uni Papua
Getasan. Sebelum dibuka CEO dan Founder mereka survei
dulu lapangan mana yang harus menjadi Base Camp tempat
latihan, yang pertama lapangan Pulihan, kedua Kopeng,
ketiga Jetak dan keempat Salatiga. Dan yang dipilih oleh
mereka itu adalah di Pulihan. Pemilihan tempat di Getasan
dengan pertimbangan, pertama rumah saya dekat lapangan
yang menjadi Base Camp. kedua, beberapa tahun yang lalu
sebelum Uni Papua ada, ada orang Papua yang punya
masalah dengan orang-orang di Kopeng dan mengakibatkan
bentrok. Yang ketiga, ada beberapa kasus yang terjadi di
Getasan bukan hanya masalah rokok, bukan hanya masalah
minum, tapi antara Desa dengan Desa yang lain adanya
bentrokan antar kampung. keempat, di Getasan ternyata ada
beberapa orang yang terkena HIV/AIDS. Tujuan juga
dibentuk karena terdapat masalah sosial seperti, beda agama
(rawan konflik), Gay membunuh pasangannya dan
perbedaan gender.
Berdasarkan hasil kutipan dialog dengan pengurus di atas, dapat
disimpulkan bahwa terbentuknya Uni Papua di Desa Tajuk Kecamatan Getasan
diawali pada tahun 2014 dan dijalankan pada April tahun 2015. Penentuan lokasi
diawali dengan berdiskusi bersama antar CEO dan Founder serta masyarakat
setempat yang diikuti dengan melakukan survei dibeberapa lokasi yang berada di
Getasan maupun lokasi yang ada di Salatiga. Beberapa lokasi tersebut
32
diantaranya, lapangan Pulihan, Jetak, Kopeng dan Salatiga. Akan tetapi dari
ketiga lapangan ini yang menjadi pilihan dari para CEO dan Founder adalah
lapangan Pulihan yang berada di Dusun Pulihan Desa Tajuk. Berdasarkan hasil
wawancara ditemukan setidaknya lima pertimbangan pemilihan lapangan, yakni:
1) Karena rumah koordinator Uni Papua Getasan dekat dengan lapangan dan
mudah mengawasi dan mengontrol, 2) Di Kopeng terdapat bentrok yang
melibatkan anak Papua, 3) Di Getasan terdapat bentrok antar kampung, 4) Di
Getasan ada beberapa orang yang terkena HIV/AIDS, dan 5) Gay membunuh
pasangannya serta perbedaan Gender. Dari kelima faktor tersebut menjadi alasan
terbentuknya Uni Papua di Desa Tajuk Kecamatan Getasan.
Komunitas sepak bola Uni Papua di Desa Tajuk adalah sebuah gerakan
sepak bola sosial yang bertujuan untuk perubahan sosial melalui sepak bola
sebagai alat untuk membina anak-anak (laki dan perempuan), membentuk
karakter, membangun masa depan bangsa. Uni Papua menanamkan nilai-nilai
positif, bermain sepak bola, membentengi generasi muda dari bahaya sosial
seperti hahaya narkoba, bahaya minuman keras, mensosialisasikan pencegahan
HIV/AIDS, membangun perdamaian, respek dan toleransi, menanamkan nilai-
nilai kemanusiaan, persamaan gender, kepedulian terhadap lingkungan hidup,
pemulihan hubungan dalam keluarga, mempersiapkan para pemimpin dengan
metoda dan pelatihan sepak bola.
Seiring perkembangannya, Uni Papua di Desa Tajuk, Getasan memiliki
keanggotaan berjumlah 43 anak yang di didik dan juga memiliki 7 orang
pengurus/volunteer. Untuk anak yang terdaftar dibagi menurut jenjang usia,
diantaranya, usia 8-11 tahun, 12-14 tahun, 15-17 tahun, 18-21 tahun. Uni Papua
memiliki kepengurusan diantaranya ada instruktur pelatih 1 orang, staff pelatih 3
orang dan memiliki kepengurusan berjumlah 3 (koordinator, sekretaris dan
bendahara) 4. Selain itu, anggota yang tergabung di Uni Papua berasal dari
berbagai latar belakang yang berbeda-beda. Ada yang berasal dari Nusa
Tenggara Timur, Sumatera, Jawa dan Papua. Berdasarkan hasil wawancara,
4 Data diambil dari absensi bulan November 2016 di Uni Papua Getasan.
33
peneliti bertemu para pengurus pada 15 Desember 2016 di rumah sekretaris Uni
Papua di Bumi Ayu Kecamatan Getasan, keduanya mengatakan bahwa5:
Saya rasa anggotanya hampir kebanyakan orang Jawa tapi
ada juga yang orang Papua. Malahan pelatihnya orang
Papua tapi kebanyakan masih satu etnis Jawa, ada beberapa
sekarang sudah mulai mengikuti ada yang dari Papua, terus
ada yang dari Batak ada juga yang dari NTT.Jadi bukan dari
satu etnis saja yang ada.
Untuk menunjang kegiatan, Uni Papua memiliki program-program untuk
membina karakter anak-anak, remaja dan pemuda. Program di komunitas Uni
Papua Getasan ada tanam pohon (go green), English Day (setiap hari Jumat
menggunakan bahasa Inggris), donor darah, bakti sosial membantu masyarakat,
CAC (Coaching Across Continents), serta hari raya besar seperti Idul Adha Uni
Papua Getasan turut berpartisipasi di dalamnya. Berdasarkan hasil pertemuan
dengan Bapak Daniel Zebaoth dan Adhi Arianto mengatakan bahwa6:
Programnya adalah seperti Coaching Accros Contineans
(CAC), kita ada tanam pohon, donor darah, memperingati
hari HIV/AIDS, berbaur dengan masyarakat saat Idul Adha,
Englih Day (Jumat berbahasa Inggris).
Dalam perkembangannya, sepak bola sosial Uni Papua Cabang Getasan,
memiliki kesiapan dalam pembinaan generasi muda lewat sepak bola sosial.
Kesiapan tersebut oleh peneliti dikategorikan menjadi dua bagian, yakni, kesiapan
secara kelembagaan dan fasilitas penunjang yang akan dianalisis secara terpisah,
di bawah ini:
Kesiapan pertama adalah Ketersediaan Fasilitas. Ketersediaan fasilitas
merupakan salah satu pendorong bagi suatu komunitas atau organisasi dalam
meningkatkan antusias masyarakat. Di Uni Papua Getasan memiliki fasilitas
untuk mendukung proses latihan sepak bola. Fasilitas penunjang yang pertama,
Lapangan sepak bola yang berada di Dusun Pulihan Desa Tajuk. Lapangan
tersebut sangat bagus karena tersedianya tiang gawang dari besi. Proses
5 Wawancara dengan Daniel Zebaoth dan Adhi Arianto, 15 Desember 2016 di rumah Sekretaris
Uni Papua Bumi Ayu, Getasan. 6 Wawancara dengan Daniel Zebaoth dan Adhi Arianto, 15 Desember 2016 di rumah Sekretaris
Uni Papua Bumi Ayu, Getasan.
34
penggunaan lapangan diawali dengan meminta izin terlebih dahulu ke pemerintah
Desa Tajuk lalu, parangkat Desa menginformasikan ke masyarakat agar lapangan
dapat digunakan bersama. Dalam penggunaan lapangan, Uni Papua juga
membayar lapangan 1.000.000 setiap tahunnya. Dana yang dibayar dikirim
langsung dari Uni Papua Jakarta. Agar tidak terjadi konflik dalam penggunaan
lapangan, maka pengurus Uni Papua melakukan pendekatan ke warga yang
menjemur tembakau dengan membagi waktu. Kesepakatan dengan bahwa pada
saat Uni Papua menggunakan lapangan hari Selasa dan Jumat, masyarakat diberi
batasa waktu hanya sampai pada pukul 15.00 atau pukul 15.30 Wib. Hal itulah
yang diceritakan Adhi Arianto (Sekretaris) dan Ahmad Suwarno sebagai
masyarakat petani yang menggunakan lapangan sebagai tempat menjemur
tembakau.
Kesiapan kedua adalah penyediaan bola, rompi dan cones sebagai
penunjang latihan. Bola yang digunakan berasal dari perusaan Chevrolet yang
didesain khusus untuk sepak bola sosial sehingga bola tersebut tidak akan pecah.
Jumlah bola yang terhitung saat ini berjumlah 30 buah. Fasilitas pendukung
berikutnya adalah rompi. Rompi tersebut di dapat dari kegiatan CAC dengan
berbagai merek dan warna. Kemudian fasilitas terakhir adalah cones (kerucut)
yang digunakan pada saat latihan dan sebagai pembatas ketika diberikan games
kecil. Sejalan dengan itu, koordinator dan sekretaris Uni Papua Getasan (Daniel
Zebaoth dan Adhi Arianto), “Pendorong, kita punya bola, bola yang langsung dari
Chevrolet bola yang set (disetting) untuk menjadi sepak bola sosial yang tidak
bisa pecah salah satunya. Ada cones juga yang menunjang latihan ada rompi dari
berbagai merek dan juga dari logo Uni Papua juga banyak dari CAC seperti itu
rompinya”.
Kesiapan ketiga, Antusias Peserta Didik. Antusias peserta didik
merupakan tolak ukur keberadaan Uni Papua di Desa Tajuk, Getasan. Bahkan
menurut ketua dan sekretaris Uni Papua Getasan (Daniel Zebaoth dan Adhi
Arianto), “bahwa sampai anak-anak tetap setia ke kita dari hari ini masih ada
karena mereka melihat bukan hanya skill yang kita kembangkan tapi mendidik
karakter mereka itu sangat penting sekali itu yang menjadi pendorong kita,
35
penyemangat kita disini tetap eksis dan kami terbuka dengan siapapun juga
dengan berbagai usia juga kita terbuka terus dari anak-anak yang sudah mengikuti
latihan di Uni Papua mulai memiliki Uni Papua itu sendiri jadi sampai sekarang
anak-anak masih menganggap kalau Uni Papua itu juga milik mereka jadi mereka
ya tetap bertahan dan masih mengikuti sampai sekarang”. Dari kedua kutipan
wawancara dapat dijelaskan bahwa Uni Papua tetap eksis karena terbuka bagi
siapa saja yang ingin bergabung serta sikap setia anak-anak untuk tetap mengikuti
Uni Papua sampai saat ini. Antusias anak-anak untuk mengikuti Uni Papua sangat
bagus terlihat dari absensi pada bulan Februari, dimana anak-anak yang mengikuti
Uni Papua berjumlah 43 anak. Jumlah ini merupakan sebuah komitmen dari anak
untuk didik dan bina karakternya.
Kesiapan keempat adalah Dukungan Masyarakat. Masyarakat Getasan
merupakan salah satu yang terlibat dalam mendukung kegiatan-kegiatan Uni
Papua. Dukungan dilakukan masyarakat ketika diundang, para masyarakat
dengan sukarela berpartisipasi langsung membantu Uni Papua dalam pembuatan
tenda ketika kegiatan, membantu menghadiri kegiatan sosial, seperti tanam
pohon di area lereng gunung Merbabu dan ikut terlibat dalam kegiatan buka
bersama pada waktu itu. Dengan demikian, demi berjalannya kegiatan Uni
Papua, pengurus selalu berkoordinasi dengan masyarakat masyarakat.
Keterlibatan masyarakat ini memberikan warna tersendiri bagi Uni Papua,
bahkan menurut koordinator Uni Papua (Daniel Zebaoth), “bagaimanapun tanpa
adanya dukungan dari masyarakat kita tidak gak bisa apa-apa karena gerakan
kita adalah gerakan yang membangun generasi seperti itu”.
Kesiapan-kesiapan juga dilakukan Uni Papua Cabang Getasan terutama
dalam Kesiapan Secara Kelembagaan. Kelembagaan yang dimaksud disini
adalah Ketua, Bendahara dan Sekretaris, termasuk pelatih, pemerintah Desa
Tajuk, organisasi Karang Taruna, organisasi PKP (Pemuda Kinasih Puyang).
Kesiapan dari kelembagaan ini untuk mendorong dan memotivasi anak didik
agar terhindar dari masalah-masalah sosial dan mendukung dalam bentuk-bentuk
kegiatan sosial yang ada di masyarakat guna mendidik anak agar memiliki moral
yang baik kedepannya. Selain itu, Uni Papua Getasan memiliki pelatih yang
36
berlicensi dan pelatih tidak memiliki licensi atau hanya “penyuka” sepak bola.
Pelatih merupakan salah satu yang membantu dalam proses latihan anak didik di
Getasan. Pelatih yang bergabung di Uni Papua tidak hanya dari kalangan
mahasiswa, tetapi ada juga pelatih yang memiliki umur di atas 30-an tahun.
Pelatih di Uni Papua Getasan setiap minggu harus melatih anak-anak pada hari
Selasa dan Jumat. Dalam penjelasan tersebut, koordinator Uni Papua Getasan
(Daniel Zebaoth), bahwa “juga adanya pelatih yang punya lecensi juga punya
dan bagi kita licensi tidak-tidak begitu penting karena kita bergerak di sosial
yang paling adalah hati mereka mau latih anak-anak”.
Namun, dengan kuatnya kelembagaan yang dibangun, ternyata Uni Papua
Cabang Getasan memiliki kendala yang dihadapi, yakni Isu SARA. Isu SARA
merupakan isu yang sangat besar sejak Uni Papua berdiri hingga saat ini,
walaupun isu tersebut sudah berkurang. Dampak dari isu SARA menyebabkan
berkurangnya anak didik yang berlatih, dimana pada waktu itu mencapai 80-an
anak, tapi karena digoncang dengan isu SARA maka terjadi penurunan yang
drastis hingga mencapai 32 anak didik sampai saat ini. Dan seiring berjalannya
waktu anak-anak didik sesuai dalam absnesi bulanan Uni Papua pada bulan
Maret 2017 tercatat sudah mencapai 43 anak. Berdirinya Uni Papua Cabang
Getasan dianggap oleh masyarakat sebagai bentuk penyebaran doktrin dari salah
satu agama. Hal itulah yang membuat para pengurus harus bekerja keras untuk
memberikan pemahaman ke masyarakat bahwa Uni Papua hadir dan bukan salah
satu gerakan salah satu agama, tetapi hadirnya Uni Papua untuk membentuk
karakter anak yang memiliki moral yang baik kedepannya. Menghadapi isu
SARA, ketua (Daniel Zebaoth) Uni Papua mengatakan bahwa, “karena
bagaimanapun ya isu SARA pasti ada tetapi yang jelas ya kita tawarkan bahwa
kita bukan masalah SARA yang ditawarkan tetapi kita masalah karakter anak
membangun generasi bangsa dengan karakter anak seperti itu”.
Keempat adalah peserta didik yang lebih suka bertanding dari pada
latihan. Awal berjalannya Uni Papua pada tahun 2015 anak dilarang untuk
bertanding oleh CEO dan Faunder dari Jakarta karena takut kalau anak-anak
didik cedera sehingga selama satu tahun anak hanya berlatih sepak bola tanpa
37
bertanding dengan siapapun. Akibatnya, anak-anak mengalami kebosanan dan
tidak lagi datang latihan. Dan pada bulan November 2016 ketua cabang Getasan
melakukan diskusi dengan CEO agar anak diberi izin untuk bertanding setiap
bulannya satu kali. Akhirnya, CEO memberi izin untuk bertanding, tapi
bertanding harus dengan Sekolah Sepak Bola (SSB), maka dengan diberi izin
anak-anak kembali mengikuti latihan, walaupun tidak semuanya pada waktu itu
bosan. Pernyataan yang sama disampaikan oleh sekretaris (Adhi Arianto), bahwa
“ Kemudian ada penghambat juga dari anak-anak sendiri kadang ada yang
mengalami kebosanan karena awal –awal itu kita harus ada berapa bulan dulu
kita berdiri baru bisa sparing atau melakukan pertandingan-pertandingan
jangankan anak-anak karena mungkin ini baru pertama kali Uni Papua berdiri
disini jadi bagi mereka kalau sepak bola itu harus bertanding terus tanpa
mungkin mereka berpikir harus mematangkan skill-skill dasar dulu yang penting
bertanding jadi itu yang menjadi penghambat juga. Dengan berjalannya waktu
sekarang anak-anak juga sudah semangat lagi untuk berlatih”.
Cuaca yang kurang mendukung. Cuaca merupakan salah satu penyebab
utama kegiatan tidak berjalan dengan baik di Uni Papua. Akibat dari cuaca
mengakibatkan latihan sepak bola menjadi terhenti. Sehingga latihan anak didik
banyak diliburkan karena kalau dipaksakan akan berpengaruh terhadap
keselamatan dan kesehatan anak. Hal ini disampaikan oleh Daniel Zebaoth
sebagai ketua Uni Papua yang mengatakan, bahwa “faktor penghambat kalau
hujan seringkali kalau di tempat kami seringkali hujan yang sangat lama ini
sampe-sampe hari ini pun sering hujan. Jadi hujan salah satu penghambat karena
perjanjian kita dengan anak-anak dan juga dengan orang tua itu kalau hujan libur
karena kami takut ada petir yang membahayakan anak atau anak-anak sakit
karena kena hujan itu salah satu faktor penghambat. Yang kedua angin karena di
tempat kami juga ada masim-musim angin yang besar seperti itu yang membuat
anak-anak takut jalan karena terkadang sampai ada kayu yang roboh yang
berterbangan jadi itu yang sering kali menjadi faktor penghambat”.
Yang berikutnya adalah akses transportasi yang kurang memadai.
Transportasi merupakan penyebab yang tidak begitu dominan, karena
38
kebanyakan anak diantar oleh orang tua mereka dan ada juga yang menggunaka
sepeda motor sendiri. Ada beberapa anak-anak didik yang memilih jalan kaki
karena letaknya yang tidak jauh dari rumah mereka. Akses transportasi menjadi
terhambat bagi para anak-anak yang rumahnya jauh dari lapangan, sehingga
menyebabkan kadang anak tidak datang dengan alasan tidak adanya transportasi
umum yang menuju ke arah Desa tersebut.