bab iv hasil dan pembahasan 4.1 deskripsi kondisi...
TRANSCRIPT
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Kondisi Prasiklus (Kondisi Awal)
Pembelajaran pada prasiklus ini, penulis menggunakan metode
pembelajaran konvensional yaitu dengan metode ceramah. Guru mengawali
pembelajaran dengan salam, dan memotivasi siswa, menyampaikan materi.
Selama pembelajaran berlangsung, guru menyampaikan materi sementara
siswa mendengarkan, dan guru sesekali memberikan pertanyaan dengan
maksud agar siswa ikut aktif di dalam pembelajaran. Tetapi guru sangat
dominan dan memegang kendali penuh atas pembelajaran yang sedang
berlangsung. Sehingga alur pembelajaran banyak dari atas ke bawah atau
dengan kata lain informasi hanya searah yang menyebabkan interaksi antara
siswa dengan guru kurang aktif.
Demikian juga interaksi antar siswa kurang karena dibatasi oleh
dominasi guru. Siswa dalam belajar tidak ada pendampingan dari guru,
siswa belajar sendiri setelah mendapatkan ceramah dari guru. Secara
individu siswa belajar tanpa adanya alat peraga atau contoh penyelesaian
soal. Di akhir pembelajaran guru langsung memberikan tugas kepada siswa.
Pada minggu III tanggal 14 November 2011 diadakan tes evaluasi.
Hasil tes ini merupakan hasil belajar dari pembelajaran yang dilakukan
secara konvensional, yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru, dan
dalam menyampaikan materi guru menggunakan metode ceramah. Setelah
selesai pembelajaran dilakukan evaluasi hasil belajar yang berupa tes. Dari
tes yang dilaksanakan pada akhir pembelajaran tersebut menunjukkan bahwa
yaitu skor minimal yang dicapai siswa sebesar 30, skor maksimal 80, rata-
rata 50,42. Dari hasil belajar yang diperoleh terlihat bahwa ketuntasan
belajar siswa hanya dicapai oleh 2 dari 24 siswa 8,33%. Dengan demikian
siswa yang belum tuntas mencapai 22 dari 24 siswa (91,67%). Rincian
perolehan skor tersebut disajikan pada tabel 4.1 di halaman berikut.
43
44
Berdasarkan observasi hasil belajar siswa kelas IV SDN Plumbungan
Kecamatan Gabus sebelum dilaksanakan penelitian pada awal semester I
Tahun Pelajaran 2011/2012, banyak siswa yang kurang aktif dalam mengikuti
proses pembelajaran khususnya mata pelajaran matematika. Hal tersebut
mempengaruhi perolehan nilai ulangan siswa. Setiap tes evaluasi banyak
siswa yang perolehan nilainya di bawah KKM. KKM yang ditetapkan dalam
semester I sebesar 70, sehingga banyak siswa yang mengikuti program
remesial. Hasil evaluasi sebelum diadakan tindakan penelitian dapat
dijelaskan pada tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1
Distribusi Skor Tes Berdasarkan
Ketuntasan Pada Kondisi PraSiklus
Nilai Frekuensi Persentase (%) Jml=N * F Ketuntasan
30 1 4 30 Belum Tuntas
40 6 25 240 Belum Tuntas
50 11 46 550 Belum Tuntas
60 4 17 240 Belum Tuntas
70 1 4 70 Tuntas
80 1 4 80 Tuntas
Jumlah 24 100 1210
Rata-rata 50.42
Berdasarkan tabel 4.1 distribusi skor tes berdasarkan ketuntasan pada
kondisi prasiklus di atas, frekuensi hasil belajar yang diperoleh siswa
menunjukkan ketuntasan tercapai oleh 2 dari 24 siswa atau 8,33 %. Angka
ini menunjukkan angka yang rendah, mengingat bahwa siswa yang belum
tuntas hampir mencapai 100 % yakni 91,67 %. Begitu pula skor minimal
yang dicapai jauh dari skor KKM yang ditetapkan sebesar 70 yakni 30.
Namun skor maksimal yang dicapai lumayan tinggi yakni 80. Persoalan
yang dialami adalah distribusi pencapaian prestasi belajar yang tidak
merata. Hal ini nampak pada banyaknya siswa yang memperoleh skor 40
dan 50 yang tidak tuntas mencapai 17 orang atau 70,83 % atau mendekati
71 %, begitu pula siswa yang mencapai skor 7 dan 8 masing-masing hanya
45
1 siswa saja. Ketidak merataan perolehan skor ini, dimungkinkan sekali
karena pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas lebih bersifat
individual, sehingga kemampuan siswa satu tidak dapat disharekan kepada
siswa yang lain. Penelitian tindakan ini dikatakan berhasil apabila 75%
berhasil tuntas dan memperoleh nilai 70. Distribusi persentase skor tes
berdasarkan ketuntasan dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini:
Tabel 4.2
Distribusi Persentase Ketuntasan Belajar
Pada Kondisi Prasiklus
Kategori Jumlah Siswa Persen ( % )
1. Tuntas dengan skor 70 2 8,33
2. Tidak tuntas dengan skor < 70 22 91,67
Tabel 4.2 tentang distribusi persentase ketuntasan belajar matematika tentang
materi perkalian dengan cara susun bagi siswa kelas IV SDN Plumbungan
Gabus Kabupaten Pati pada semester I tahun 2011/2012 menunjukkan bahwa
hasil belajar pada kondisi pra siklus yaitu kondisi sebelum diberi
tindakanyang belum tuntas dengan skor di bawah 70 ada 22 sebesar 91,67 %.
Kondisi kelas seperti ini, menunjukkan kegagalan dalam proses
pembelajaran, sehingga seolah-olah pembelajaran yang dilakukan oleh guru
tidak ada artinya, sehingga sebenarnya tanpa pembelajaranpun, ya
kemampuan siswa seperti itu. Kondisi tersebut secara lebih jelas ditunjukkan
melalui gambar 4.1 tentang perbandingan ketuntasan belajar matematika
tentang perkalian dengan cara susun yang terjadi pada siswa kelas IV SD
Negeri Plumbungan Kecamatan Gabus Pati pada semester I tahun 2011/2012
pada kondisi pra siklus disajikan pada halaman berikut.
Berdasarkan analisis perolehan skor tes pada kondisi pra siklus ini,
baik skor tes tertinggi, skor tes terendah dan rata-rata perolehan hasil
evaluasi, maupun masih besarnya siswa yang belum tuntas, maka perlu
adanya perbaikan pembelajaran di kelas IV SD Negeri Plumbungan.
46
Gambar 4.1
Perbandingan Ketuntasan Belajar Matematika Pada Kondisi Pra Siklus
4.2 Diskripsi Pelaksanaan Siklus I
4.2.1 Perencanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan yang diberikan dalam siklus 1 terdiri dari
3 tahapan yaitu; 1) perencanaan tindakan (planning), 2) pelaksanaan
tindakan (action) dan pengamatan (observation), dan 3) refleksi
(reflection). Pelaksanaan siklus 1 yang tertuang dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dirancang dalam 2 kali pertemuan.
Setiap pertemuan berlangsung 70 menit (dua jam pelajaran) yang
dilaksanakan pada tanggal 14 November 2011. Dalam tahap
perencanaan ini tersusun 1 RPP, 2 lembar kerja siswa (LKS), butir soal
tes formatif I, dan alat-alat pembelajaran yang mendukung, yang
semuanya disajikan dalam lampiran.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti pada siklus I
untuk mendapatkan perangkat pembelajaran tersebut adalah:
(a) Mengidentifikasi kebutuhan belajar siswa berupa menyiapkan materi
pelajaran dengan diawali berdoa, mengabsen siswa dan membentuk
kelompok terdiri 4 siswa seperti yang terlihat pada gambar di bawah
ini.
47
Gambar 4.2
Kelompok siswa dalam persiapan materi
(b) Guru merumuskan tujuan pembelajaran.
(c) Menyiapkan masalah materi pelajaran yang akan dipecahkan. Materi
yang akan dipecahkan dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan.
(d) Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan (contoh soal perkalian
cara susun)
(e) Merancang pembelajaran perkalian cara susun dengan menggunakan
model pembelajaran think pair and share (TPS).
(f) Menyiapkan RPP
(g) Membuat lembar observasi guru untuk melihat kondisi pembelajaran
di kelas.
(h) Membuat lembar evaluasi untuk melihat hasil belajar yang
dilakukan.
4.2.2 Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
Tindakan dilaksanakan sesuai dengan rencana, yaitu:
1. Membuka pelajaran
Guru memulai pelajaran dengan mengorganisasi kelas,
dengan diawali mengucapkan salam, mengabsen siswa, mengatur
tempat duduk siswa, mengatur suasana kelas.
2. Apersepsi
Pada tahap ini guru memberikan bimbingan kepada siswa
tentang penyelesaian perkalian cara susun dengan menggunakan
model pembelajaran TPS.
48
3. Tanya jawab
Pada tahap ini guru memberikan tanya jawab kepada siswa
tentang perkalian cara susun sekaligus guru memberikan contoh
dengan menggunakan media perkalian dan pembagian
4. Pembentukan kelompok
Pada Tahap ini peserta didik diminta belajar secara individual
atau berpasangan (berkelompok). Selanjutnya guru menjelaskan
tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan peserta didik dalam
proses pembelajaran, bisa berupa penyelesaian yang dilakukan
dengan mengarahkan pendapat siswa, melanjutkan mempelajari
suatu topik, mengerjakan tugas ataupun melakukan aktivitas-
aktivitas lain yang dapat membantu peserta didik dalam memahami
suatu topik. Seperti kegiatan pembelajaran pada gambar berikut ini.
Gambar 4.3
Guru membimbing siswa dalam kelompok
Selanjutnya guru bertanya jawab dengan siswa mulai
melaksanakan aktivitas yang telah ditentukan guru pada fase
pertama, peserta didik dapat bekerjasama atau individu tergantung
pada pengorganisasian kelas pada langkah pertama. Pada fase ini
guru dapat memberikan jawaban masalah secara langsung kepada
siswa.
5. Penemuan
Beberapa siswa diminta untuk menampilkan dan menjelaskan
hasil pekerjaannya kepada teman-temannya sekelas, siswa lain
49
diberi kesempatan untuk menanggapi. Guru dapat pula mengajukan
pertanyaan untuk membantu peserta didik memahami topik yang
sedang mereka pelajari.
Siswa diminta memperhatikan kembali hasil pekerjaannya
pada fase kedua dan memperbaiki jika ternyata setelah didiskusikan
terdapat kesalahan. Guru dapat juga mengecek kembali pemahaman
siswa dengan memberikan soal latihan. Siswa dapat juga
mengajukan permasalahan atau pertanyaan jika ada hal-hal yang
kurang dipahami dan topik yang sedang dipelajari.
6. Evaluasi berupa tes
Guru melakukan evaluasi belajar yang berupa tes, observasi
dan wawancara. Di awal pembelajaran penilaian dilakukan dengan
memberikan pre tes, pada proses pembelajaran, penilaian dilakukan
melalui observasi dan wawancara dengan siswa, dan pada akhir
pembelajaran penilaian dilakukan dengan tes
Hasil Observasi
Observasi terhadap tindakan siklus I dilakukan selama proses
pembelajaran dengan tindakan berlangsung, yang dilaksanakan oleh
observer. Observer selama tindakan dilakukan oleh teman sejawat yang
mengajar di kelas IV SD Negeri Plumbungan Kecamatan Gabus
Kabupaten Pati. Observer mengikuti keseluruhan proses tindakan.
Hasil observasi yang dilakukan di SDN Plumbungan berupa data
kualitatif yang diperoleh dari hasil observasi dan data kuantitatif dari
hasil tes formatif siswa yang dilaksanakan pada akhir pelaksanaan
tindakan siklus I. Pengamatan terhadap hasil belajar ini dilakukan
sendiri oleh peneliti, sedangkan pengamatan terhadap proses belajar
dilakukan oleh teman sejawat salah satu patner kerja di SDN
Plumbungan.
Proses pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran TPS oleh guru adalah sebagai berikut:
50
1. Guru memulai pelajaran dengan mengorganisasi kelas
2. Guru meminta peserta didik belajar secara berpasangan
(berkelompok).
3. Guru menjelaskan tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan
peserta didik dalam proses pembelajaran, yang berupa
menyelesaikan perkalian cara susun pendek
4. Guru menjelaskan perkalian dengan cara susun panjang, kemudian
siswa mengerjakan latihan perkalian cara susun panjang dengan
didampingi guru
5. Dalam mengerjakan soal-soal latihan, siswa dapat bekerjasama
dengan teman sebelah
6. Siswa memberikan jawaban soal latihan
7. Siswa lain diberi kesempatan untuk menanggapi.
8. Guru mengajukan pertanyaan untuk membantu peserta didik
memahami soal latihan yang dikerjakan.
9. Siswa diminta memperhatikan kembali hasil pekerjaannya dan
memperbaiki jika ternyata setelah dibahas bersama terdapat
kesalahan.
10. Guru mengecek kembali pemahaman siswa dengan memberikan
soal latihan. Siswa dapat juga mengajukan pertanyaan, jika ada hal-
hal yang kurang dipahami dan topik yang sedang dipelajari.
11. Guru menilai pekerjaan siswa. Walaupun ini merupakan tahap
akhir, tetapi bukan berarti penilaian hanya dilakukan pada akhir
pembelajaran, tetapi penilaian dilakukan sebelum, selama dan
setelah pelajaran dilaksanakan.
12. Di awal pembelajaran guru memberikan pre tes, selama
pembelajaran guru menilai melalui observasi selama siswa
mengikuti proses pembelajaran, guru juga melakukan wawancara
dengan siswa, dan mengoreksi hasil pekerjaan siswa.
51
Hasil penilaian mata pelajaran matematika dari hasil belajar
siswa kelas IV di SDN Plumbungan pada siklus I disajikan melalui
tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3
Distribusi Skor Tes Berdasarkan Ketuntasan Belajar Pada Siklus I
Nilai Frekuensi Persentase (%) Jml=N * F Ketuntasan 50 13 54.17 650 Belum Tuntas 60 8 33.33 480 Belum Tuntas 70 1 4.17 70 Tuntas 80 2 8.33 160 Tuntas
Jumlah 24 100.00 1360.00 Rata-rata 56.67
Berdasarkan tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa skor rata-rata
56,67 yang telah menunjukkan adanya kenaikan dari skor tes
sebelumnya yakni 50,42 dengan skor minimal yang naik 20 yakni
dari skor 30 pada kondisi prasiklus naik menjadi 50 pada siklus I,
kenaikan ini merupakan kenaikan yang berarti dan bermakna.
Artinya tindakan yang berupa kerja kelompok dapat mendorong
siswa pada golongan terbawah naik skornya. Namun pada skor
maksimal tidak mengalami kenaikan dan tetap pada skor 80. Ini
artinya pemberian tindakan tidak memiliki dampak yang berarti bagi
siswa pada golongan teratas. Meskipun demikian, besarnya
persentase ketuntasan belajar klasikal mengalami kenaikan yang juga
tidak signifikan yakni dari kondisi pra siklus 8,33 % (2 siswa)
menjadi 12.50 % (3 siswa) pada siklus I.
Mendasarkan pada tabel 4.3 tersebut di atas, maka distribusi hasil
belajar matematika bagi siswa kelas IV SDN Plumbungan Gabus
Pati terutama untuk materi perkalian cara susun yang mencapai
persentase terbesar adalah pada skor 50 dan tidak tuntas yakni
sebesar 54,17 %, sedangkan persentase terkecil sebesar 4.17 %
dicapai pada batas skor KKM 70 yang dinyatakan tuntas. Kondisi ini
52
menunjukkan peningkatan hasil belajar yang belum bermakna,
sehingga tindakan yang diberikan perlu mendapat perhatian.
Ketuntasan belajar ini juga dapat ditunjukkkan melalui tabel 4.4
berikut ini.
Tabel 4.4
Distribusi Ketuntasan Belajar Matematika Pada Siklus I
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa ketuntasan belajar yang diukur
dengan KKM diatas atau sama dengan 70, dicapai oleh 3 siswa
atau 12.50 % dan ada 21 siswa lainnya atau sebesar 87.50% dari
seluruh siswa yang ada belum mencapai ketuntasan dalam belajar
matematika untuk perkalian dengan cara susun. Gambar ketuntasan
belajar ini juga dapat ditunjukkan dalam diagram lingkaran seperti
gambar 4.4 di halaman berikut ini. Pada gambar 4.4. menunjukkan
betapa besarnya siswa yang belum tuntas dalam belajarnya.
4.2.3 Refleksi Siklus I
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan adanya
peningkatan belajar yang belum signifikan atau belum sesuai dengan
yang diharapkan. Ada beberapa penyebab kenaikan hasil belajar yang
sangat rendah, antara lain:
1. Guru kurang mengorganisasi kelas, siswa belajar secara
berpasangan tanpa ada bimbingan.
2. Guru terlalu cepat menjelaskan tentang kegiatan-kegiatan yang
akan dilakukan siswa dalam proses pembelajaran, sehingga siswa
tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik.
Kategori Jumlah Siswa Persen ( % )
1. Tuntas dengan skor ≥70 3 12.5
2. Tidak tuntas dengan skor < 70 21 87.5
53
Gambar 4.4
Ketuntasan Belajar Matematika Pada Siklus I
3. Guru tidak menggunakan alat peraga dalam pembelajaran.
4. Guru kurang memberikan penguatan kepada siswa.
5. Tidak adanya diskusi antara siswa dan guru.
Kekurangan-kekurangan tersebut diperbaiki dalam siklus II. yakni:
1. Guru harus dapat mengorganisasi kelas dengan baik.
2. Kegiatan belajar siswa ada pendampingan dari guru
3. Guru memberikan penjelasan dengan baik
4. Guru menggunakan alat peraga, memberikan penguatan dalam
pembelajaran
5. Guru memberikan pengarahan dengan berdiskusi dengan siswa
6. Guru memberikan penghargaan dalam pembelajaran.
Refleksi hasil belajar berdasarkan tes menunjukkan hasil yang tidak
menggembirakan, masih tingginya prosentase yang tidak tuntas
(87.5 %). Hal ini menunjukkan bahwa motivasi dan perhatian siswa
kurang optimal pada materi pembelajaran perkalian dengan cara
susun.
54
4.3 Diskripsi Pelaksanaan Siklus II
4.3.1 Perencanaan Tindakan
Siklus II terdiri dari 2 pertemuan, setiap pertemuan berlangsung 70
menit (dua jam pelajaran) yang dilaksanakan pada tanggal 17 sampai
dengan 19 November 2011. Perencanaan yang dilakukan seperti pada
perencanaan siklus I, namun untuk merencanakan bentuk kegiatan
dalam pemberian tindakan mendasarkan pada hasil refleksi siklus I.
4.3.2 Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
Dalam pelaksanaan tindakan ini, siswa menyelesaikan materi belajar
sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dicapai secara berkelompok.
Pembelajaran dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
1. Membuka Pelajaran
Dalam mengorganisasi kelas, Guru memulai pelajaran
dengan mengucapkan salam, mengabsen siswa, mengatur tempat
duduk siswa, dan mengatur suasana kelas.
2. Apersepsi
Pada tahap ini guru memberikan bimbingan kepada siswa
tentang penyelesaian perkalian cara susun dengan menggunakan
model Think Pair and Share.
3. Tanya jawab
Pada tahap ini guru memberikan pertanyan kepada siswa
tentang operasi perkalian dan pembagian sekaligus guru
memberikan contoh/media perkalian dan pembagian. Terlihat pada
gambar 4.5 di halaman berikut ini.
4. Pembentukan kelompok
Pada tahap ini peserta didik diminta belajar secara
berpasangan (berkelompok). Selanjutnya guru menjelaskan tentang
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan peserta didik dalam proses
pembelajaran, bisa berupa penyelesaian yang dilakukan dengan
mengarahkan pendapat siswa, melanjutkan mempelajari suatu topik,
55
mengerjakan tugas ataupun melakukan aktivitas-aktivitas lain yang
dapat membantu peserta didik dalam memahami perkalian cara
susun. Gambar 4.6 menunjukkan aktivitas kelompok mengerjakan
soal latihan perkalian dengan cara susun di bawah ini.
Gambar 4.5
Siswa Memperhatikan Penjelasan Guru
Gambar 4.6
Siswa Berkelompok Menyelesaikan Perkalian Cara Susun
Selanjutnya guru melakukan tanya jawab dengan siswa untuk
melaksanakan aktivitas yang telah ditentukan guru pada fase
pertama, siswa bekerjasama sesuai dengan pengorganisasian kelas
yang merupakan langkah pertama. Pada fase ini guru dapat
memberikan jawaban masalah secara langsung kepada siswa.
56
5. Penemuan
Beberapa siswa diminta untuk menampilkan dan menjelaskan
hasil pekerjaannya kepada teman-temannya sekelas, siswa lain
diberi kesempatan untuk menanggapi. Guru dapat pula mengajukan
pertanyaan untuk membantu peserta didik memahami topik yang
sedang mereka pelajari. Siswa diminta memperhatikan kembali
hasil pekerjaannya pada fase kedua dan memperbaiki jika ternyata
setelah didiskusikan terdapat kesalahan.
Guru mengecek kembali pemahaman siswa dengan
memberikan soal latihan. Siswa dapat juga mengajukan
permasalahan atau pertanyaan jika ada hal-hal yang kurang
dipahami dan topik yang sedang dipelajari. Penjelasan aktivitas ini
secara lebih rinci disajikan melalui gambar 4.7 di halaman
berikutnya.
Gambar 4.7
Guru Mengecek Hasil Pengerjaan Siswa pada Siklus II
6. Evaluasi berupa tes
Guru melakukan evaluasi belajar yang berupa tes, observasi dan
wawancara. Di awal pembelajaran penilaian dilakukan dengan
memberikan pre tes, pada proses pembelajaran, penilaian dilakukan
57
melalui observasi dan wawancara dengan siswa, dan pada akhir
pembelajaran penilaian dilakukan dengan tes
Hasil Observasi
Berdasarkan hasil pelaksanaan pada Siklus I yang dilakukan di
SDN Plumbungan, menunjukan bahwa kenaikan hasil evaluasi siswa
belum terlihat signifikan. Perbaikan pelaksanaan tindakan dilakukan
dalam siklus II yakni dimulai dengan Guru memulai pelajaran dengan
mengorganisasi kelas, siswa diminta belajar secara individual atau
berpasangan (berkelompok). Dalam mengorganisasi kelas, Nampak
guru melakukan pendampingan ke kelompok-kelompok seperti yang
terlihat pada gambar 4.8 berikut ini.
Gambar 4.8
Guru Mendampingi Siswa Berdiskusi
Selanjutnya guru menjelaskan kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan siswa yang berupa penyelesaian soal latihan. Untuk
menyelesaikan soal latihan, guru mengarahkan pendapat siswa,
kemudian siswa mempelajari suatu topic dan mengerjakan tugas yang
ada melalui topic itu. Apabila siswa tidak memahami topic tersebut,
guru membantu menjelaskannya.
58
Siswa mulai melaksanakan aktivitas yang telah ditentukan guru
yaitu mengerjakan perkalian cara susun pendek, guru memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama. Guru memberikan
jawaban masalah secara langsung kepada siswa. Penjelasan guru
nampak pada gambar 4.9 di bawah ini.
Gambar 4.9
Guru Memberi Penjelasan Kepada Siswa
Beberapa siswa diminta untuk menampilkan dan menjelaskan
hasil pekerjaannya kepada teman-temannya sekelas, siswa lain diberi
kesempatan untuk menanggapi. Guru mengajukan pertanyaan untuk
membantu peserta didik memahami topik yang sedang mereka pelajari.
Siswa diminta memperhatikan kembali hasil pekerjaannya dan
memperbaiki. Guru mengecek kembali pemahaman siswa dengan
memberikan soal latihan. Guru melakukan penilaian belajar kepada
siswa yang bekerja dalam kelompok seperti yang terlihat pada gambar
4.10 di halaman berikutnya.
59
Gambar 4.10
Aktivitas siswa dalam kerja kelompok
4.3.3 Refleksi Siklus II
Hasil penilaian mata pelajaran matematika dari hasil belajar
siswa kelas IV di SDN Plumbungan pada siklus II disajikan melalui
tabel 4.5 berikut ini.
Tabel 4.5
Distribusi Skor Tes Berdasarkan Ketuntasan Belajar Pada Siklus II
Nilai Frekuensi
Persentase
(%) Jml=N * F Ketuntasan 70 4 16.67 280 Tuntas 80 11 45.83 880 Tuntas 90 9 37.50 810 Tuntas
Jumlah 24 100.00 1970.00 Rata-rata 82.08
Berdasarkan tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa skor rata-rata yang
82,08 telah menunjukkan adanya kenaikan sebesar 25,41 dari skor
tes pada siklus 1 yakni 56,67 dan skor tes prasiklus 50,42; dengan
skor minimal yang naik 20 yakni dari skor 50 pada kondisi siklus I
naik menjadi 70 pada siklus II, kenaikan ini merupakan kenaikan
yang berarti dan bermakna. Artinya tindakan yang berupa kerja
60
kelompok dapat mendorong siswa pada golongan terbawah naik
skornya. Pada skor maksimal mengalami kenaikan juga yaitu dari
skor 80 menjadi 90. Ini artinya pemberian tindakan memberikan
dampak yang berarti bagi siswa pada golongan teratas, meskipun
hanya dengan kenaikan 10. Besarnya persentase ketuntasan belajar
klasikal mengalami kenaikan yang luar biasa, yakni yang pada siklus
I hanya mengalami ketuntasan 12,5 %, siklus II mencapai 100 %.
Ketuntasan ini merupakan ketuntasan yang optimal dan sangat
diharapkan.
Mendasarkan pada tabel 4.5 tersebut di atas, maka distribusi hasil
belajar matematika bagi siswa kelas IV SDN Plumbungan Gabus
Pati terutama untuk materi perkalian cara susun yang mencapai
persentase terbesar (45,83%) adalah pada skor 80 dan tuntas,
sedangkan persentase terkecil sebesar 16.67 % dicapai pada batas
skor KKM 70 yang dinyatakan tuntas. Kondisi ini menunjukkan
peningkatan hasil belajar yang sangat bermakna. Ketuntasan belajar
telah mencapai 100 % dengan distribusi skor 70, 80 dan 90. Sayang,
skor maksimal 100 belum dapat dicapai. Kondisi ini dapat dipahami,
mengingat pembelajaran dilakukan secara kelompok, sehingga dapat
mengangkat skor semua siswa.
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan temuan observasi dan hasil evaluasi yang diperoleh dari
proses perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan, terbukti menunjukkan ada
perubahan belajar siswa yang signifikan dari perkembangan siswa dengan
adanya upaya dan desain serta model pembelajaran yang diupayakan pada
setiap siklusnya. Hasil observasi menunjukkan, guru memulai pelajaran
dengan mengorganisasi kelas, peserta didik diminta belajar secara individual
atau berpasangan (berkelompok), guru sudah menjelaskan tentang kegiatan-
kegiatan yang akan dilakukan peserta didik dalam proses pembelajaran, guru
mengarahkan pendapat siswa, melanjutkan mempelajari suatu topic, Siswa
61
sudah memulai melaksanakan aktivitas yang telah ditentukan guru, peserta
didik aktif bekerjasama atau individu, guru memberikan jawaban masalah
secara langsung kepada siswa, beberapa siswa diminta untuk menampilkan
dan menjelaskan hasil pekerjaannya kepada teman-temannya sekelas, siswa
lain diberi kesempatan untuk menanggapi. Guru mengajukan pertanyaan
untuk membantu peserta didik memahami topik yang sedang mereka pelajari.
Siswa diminta memperhatikan kembali hasil pekerjaannya dan memperbaiki,
guru mengecek kembali pemahaman siswa dengan memberikan soal latihan.
Siswa mengajukan permasalahan atau pertanyaan, guru menilai atau
melakukan evaluasi belajar unit materi. Sehingga aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran perkalian secara susun kelihatan hidup.
Perbandingan hasil penelitian yang diperoleh dari keadaan prasiklus,
siklus I dan siklus II disajikan dalam tabel 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6
Perbandingan Distribusi Skor Antara Keadaan
Prasiklus, Siklus I dan Siklus II
No Skor
Prasiklus Siklus I Siklus II
Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %
1 30 1 4
2 40 6 25
3 50 11 46 13 54
4 60 4 17 8 33
5 70 1 4 1 4 4 16.67
6 80 1 4 2 8 11 45.83
7 90 9 37.50
Jumlah 24 100 24 100 24 100.00
Rata-rata 50.42 56.67 82.08
Ketuntasan 2 8.33 3 12.5 24 100
Besarnya skor minimal pada prasiklus 30 dan naik 20 pada siklus I
menjadi 50. Keadaan ini juga terjadi pada siklus II, yang naik 20 juga dari
skor minimal pada siklus I. Adapun perbandingan skor hasil belajar minimal
yang dialami oleh masing-masing siklus dapat ditunjukkan melalui gambar
4.11 berikut ini.
62
Gambar 4.11
Perbandingan Skor Minimal Prasiklus, Siklus I dan Siklus II
Besarnya skor maksimal pada prasiklus dan siklus I sebesar 80.
Pada keadaan ini tidak mengalami kenaikan. Pada siklus II mengalami
kenaikan 10 menjadi 90. Tabel 4.7 di atas yang menunjukkan perbandingan
distribusi skor antara keadaan prasiklus, siklus I dan siklus II juga dapat
disajikan lebih jelas lagi melalui gambar 4.12 yakni perbandingan skor hasil
belajar maksmal yang dialami oleh masing-masing siklus pada halaman
berikutnya.
Gambar 4.13 menunjukkan dengan jelas, perkembangan kenaikan
perolehan skor keadaan prasiklus, siklus I dan siklus II. Dalam gambar
terlihat pada kondisi prasiklus, skor yang diperoleh oleh jumlah siswa yang
terbanyak adalah pada skor 40 dan 50. Kondisi ini berbeda dengan kondisi
siklus 1 yang menunjukkan kecenderungan menurun, semakin tinggi skor
diperoleh semakin sedikit jumlah siswa mencapainya. Berbeda dengan
kondisi siklus II yang distribusi pencapaian skor normal, yakni siswa
mencapai skor menengah dicapai oleh hampir 50 % dari seluruh jumlah siswa
yang ada yakni 11 siswa
63
Gambar 4.12
Perbandingan Skor Maksimal Prasiklus, Siklus I dan Siklus II
.
Gambar 4.13
Diagram Perbandingan Distribusi Skor Pada
Keadaan Prasiklus, Siklus I dan Siklus II.
64
Perbandingan rata-rata hasil belajar siswa ditunjukkan melalui
gambar 4.14 di halaman berikut.
Gambar 4.14
Perbandingan Rata-rata pada Prasiklus, Siklus I dan Siklus II
Besarnya rata-rata per kondisi selalu mengalami kenaikan, meskipun
kenaikan itu tidak selalu signifikan. Pada siklus I rata-rata sebesar 50,42,
pada siklus I mengalami kenaikan sebesar 6,25 menjadi 56,67, dan naik
sebesar 25,41 pada siklus II yakni 82.08. Kenaikan angka rata-rata yang
terjadi dari siklus I ke siklus II ini signifikan artinya kenaikan rata-rata
yang terjadi bermakna.
Ketuntasan belajar klasikal pada prasiklus terdapat 2 dari 24 siswa
atau sebesar 8,33% belum memenuhi ketuntasan belajar secara klasikal,
oleh karena itu perlu ada perbaikan pembelajaran. Perbaikan pembelajaran
dilakukan dengan penggunaan model TPS. Hal ini dapat menaikkan
ketuntasan 1 siswa menjadi 12.50 pada siklus 1, dan naik menjadi 100 pada
siklus II. Mendasarkan pada hasil ketuntasan tersebut, maka kenaikan yang
signifikan hanya terjadi pada kondisi siklus I ke siklus II. Sedangkan
kenaikan ketuntasan dari prasiklus ke siklus I dirasa tidak bermakna,
karena pemberian tindakan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
65
Kesalahan terjadi pada pelaksanaan tindakan. Keadaan inilah yang
mendorong perlunya dilakukan tindakan lebih lanjut. Adapun
perbandingan persentase ketuntasan yang dialami oleh masing-masing
siklus dapat ditunjukkan melalui gambar 4.15 berikut ini.
Gambar 4.15
Perbandingan Persentase Ketuntasan Belajar
pada Prasiklus, Siklus I dan Siklus II